Studi Perlakuan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Pembuatan Komposit Polimer Busa Serta Analisa Uji Lentur

(1)

STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA

SERTA ANALISA UJI LENTUR

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DEDI MULYONO 100421012

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Kajian eksperimen ini melaporkan proses perlakuan serat tandan kosong kelapa sawit dan pembuatan spesimen komposit polimer busa diikuti uji lentur. Permasalahan, bahwa sifat dari komposit diperkuat serat memiliki berat yang ringan dan relatif kuat. Pemakaian blowing agent membuat material ini menjadi lebih ringan lagi. Sebagai penguat penelitian ini menggunakan serat alam yang di dapat dari pengolahan TKKS. Tujuan kajian untuk mengetahui karakteristik dari tegangan lentur, regangan, modulus elastisitas, dan mode kerusakan. Matrik poliuretan dibuat dari campuran antara poliol, isosianat, resin BTQN 157 Ex, serta katalis MEKPO. Proses perlakuan serat dimulai dari persiapan tandan kosong kelapa sawit, penumbukan serat, perendaman serat, pengeringan serat, penimbangan serat pasca pengeringan serta pencacahan serat. Bentuk specimen uji dibuat berbentuk persegi panjang sesuai standar ASTM D-790. Jumlah spesimen uji 25 buah yang dibuat dalam 5 variasi komposisi, dimana tiap variasi terdiri dari 5 spesimen. Uji mekanik dilakukan menggunakan metoda uji lentur pada mesin uji servo pulser. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk variasi tegangan lentur maksimum (σmaks) sebesar 15,36 MPa, regangan (ε) sebesar 2,45 %, modulus elastisitas (E) sebesar 45,166 MPa. Mode kerusakan adalah terbentuknya rongga-rongga sehingga mempengaruhi batas tegangan elastis, tegangan maksimum (σmaks) dan regangan (ε) yang dicapai untuk patah. Kesimpulan kajian adalah mode kegagalan komposit polimer busa berbeda-beda pada setiap variasi komposisi, hal ini memberi informasi bahwa karakteristik material komposit polimer busa adalah akibat proses pencampuran yang tidak merata sehingga terbentuk rongga-rongga yang mempengaruhi hasil uji yang tidak sama.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, yang telah memberikan pengetahuan, kesehatan, serta kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua Orang tua tercinta, serta Abang dan Kakak yang telah begitu banyak berkorban tanpa pamrih baik moril maupun materi dan banyak memberikan motivasi kepada penulis.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa untuk menyelesaikan studinya di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Teknik Mesin Universitas sumatera Utara. Penulisan Skripsi ini penulis memilih Pemilihan Bahan Dan Proses, dengan judul “Studi Perlakuan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Pembuatan Komposit Polimer Busa Serta Analisa Uji Lentur”. Dan dengan pembatasan masalah yang akan dibahas adalah melakukan analisa uji lentur untuk bahan komposit busa polimer yang meliputi persiapan serat, pelayanan serat, pembuatan spesimen, pengujian lentur, dan analisa hasil.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun segi administrasi, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Syahrul Abda,M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Tugas Sarjana ini. 2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Dosen Pembanding I. 3. Bapak Ir. Alfian Hamsi,MSc, selaku Dosen Pembanding II.

4. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staff Pengajar/Dosen dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin, dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

6. Semua teman-teman penulis, yang telah banyak memberikan bantuan motivasi semangat bagi penulis terima kasih atas dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih ada kekurangan. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis mengharapkan agar laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Dedi Mulyono NIM: 100421012


(5)

DAFTAR ISI

SPESIFIKASI TUGAS SARJANA ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSATAKA ... 6

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 6

2.2 Serat TKKS ... 6

2.3 Defenisi Komposit ... 10

2.3.1Klasifikasi Bahan Komposit ... 10

2.3.2Tipe Komposit Serat ... 11


(6)

2.4.1Material Komposit Polimer busa ... 14

2.4.2 Blowing Agent (BA) ... 15

2.4.3 Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida) ... 16

2.5Pembuatan Komposit ... 16

2.6 Respon Mekanik akibat Beban Lentur ... 17

2.7 Uji Lentur ... 17 2.8 Ukuran Spesimen Uji Lentur ... 20

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1Tempat Dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Alat Dan Bahan ... 21

3.2.1 Alat yang Digunakan Untuk Membuat Spesimen ... 22

3.2.1.1 Cetakan ... 22

3.2.1.2 Alas Cetakan ... 22

3.2.1.3 Mesin Pencacah ... 22

3.2.1.4 Neraca Analitik ... 23

3.2.1.5 Alat Pelengkap ... 24

3.2.2 Bahan yang Digunakan Untuk Membuat Spesimen ... 24

3.2.2.1 Serat TKKS ... 24

3.2.2.2 Resin BTQN 157 EX ... 25

3.2.2.3 Blowing Agent (BA) ... 25


(7)

3.2.2.5 Larutan Alkali NaOH ... 26

3.2.2.6 Wax ... 27

3.3Persiapan Pembuatan serat TKKS ... 27

3.4Proses PelayananSerat TKKS ... 28

3.4.1 Perendaman serat TKKS ... 28

3.4.2 Pengeringan serat TKKS... 30

3.4.3 Pencacahan serat TKKS mengunakan mesin pencacah ... 30

3.5Proses Pembuatan Spesimen Uji Lentur ... 31

3.5.1 Cetakan specimen ... 31

3.5.2 Persiapan bahan pembentuk spesimen ... 33

3.5.3 Pembuatan spesimen uji ... 37

3.6Pengujian secara Eksperimental ... 37

3.7 Mode Kerusakan Polimer Busa. ... 38

3.8Massa Jenis benda ... 39

3.9Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Hasil Pengujian Massa Jenis ... 44

4.2 Hasil Pengujian Lentur ... 47

4.3 Pembahasan ... 53

4.4 Mode Kegagalan ... 58


(8)

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


(9)

2.2 Parameter tipikal TKKS per kg ... 9

3.1 Massa Bahan Penyusun Spesimen Uji ... 21

3.2 Peralatan untuk Persiapan Bahan Penyusun ... 21

3.3 Perbandingan perendaman serat TKKS ... 29

3.4 Komposisi Bahan Penyusun Spesimen Uji ... 33

3.5 Perbandingan campuran spesimen C1 ... 34

3.6 Perbandingan campuran spesimen C2 ... 34

3.7 Perbandingan campuran spesimen C3 ... 35

3.8 Perbandingan campuran spesimen C4 ... 35

3.9 Perbandingan campuran spesimen C5 ... 35

3.10 Data pengujian massa jenis benda ... 41

3.11 Data rata-rata massa jenis benda ... 42

4.1 Data pengujian massa jenis benda ... 44

4.2 Rata-rata Hasil Pengujian Massa Jenis Benda ... 46

4.3 Hasil pengujian spesimen C1... 48

4.4 Hasil pengujian spesimen C2... 49

4.5 Hasil pengujian spesimen C3... 50

4.6 Hasil pengujian spesimen C4... 51

4.7 Hasil pengujian spesimen C5... 52

4.8 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C1 ... 53

4.9 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C2 ... 54

4.10 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C3 ... 54


(10)

4.12 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C5 ... 55 4.13 Hasil rata-rata sifat mekanik pengujian lentur ... 55


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) ... 7

2.2 TKKS yang telah dicabik ... 7

2.3 Serat TKKS yang sudah dicacah ... 8

2.4 Klasifikasi / Skema Struktur Komposit (Callister,1994). ... 11

2.5 Tipe discontinuous fiber ... 12

2.6 Tipe komposit serat ... 13

2.7 Jenis Material Berongga ... 13

2.8 Ilustrasi material Polimer busa ... 16

2.9 Spesimen uji lentur polimer busa ... 18

2.10 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap Material busa akibat beban Tekan Statik... ... 18

2.11 Ukuran spesimen uji lentur standar ASTM D-790 ... 20

2.12 Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.1 Cetakan ... 22

3.2 Mesin Pencacah ... 23

3.3 Neraca Analitik ... 23

3.4 Alat Pelengkap ... 24

3.5 Serat TKKS ... 24

3.6 Resin BTQN 157 EX ... 25

3.7 Blowing Agent (BA) ... 25


(12)

3.9 NaOH dalam kemasan ... 26

3.10 Wax ... 27

3.11 Perendaman TKKS dengan larutan NaOH ... 28

3.12 Proses penjemuran serat TKKS ... 30

3.13 TKKS yang telah dicacah menurut kadar NaOH ... 31

3.14 Cetakan spesimen ... 32

3.15 Persiapan Bahan-bahan Penyusun Spesimen Uji... 36

3.16 Proses pembentukan spesimen polimer busa ... 37

3.17 Foto Spesimen Uji Lentur Menurut standar ASTM D-790 ... 37

3.18 Setup Alat Uji Lentur ... 38

3.19 Mode Polimer Busa yang Dikenai Uji Lentur ... 39

3.20 Diagram Alir Penelitian ... 43

4.1 Grafik hasil pengujian kerapatan-NaOH ... 47

4.2 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C1 ... 48

4.3 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C2 ... 49

4.4 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C3 ... 50

4.5 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C4 ... 51

4.6 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C5 ... 52

4.7 Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Taganga-NaOH ... 56

4.8 Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Reganga-NaOH ... 56

4.9 Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Modulus Elastisitas-NaOH ... 57

4.10 Kondisi awal spesimen ... 59


(13)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama Keterangan Satuan

A - luas penampang mm2

Ρ rho massa jenis kg/mm3

E - modulus elastisitas N/mm2

Σ sigma tegangan N/mm2

F - gaya N

L - panjang mm

ε ebsilon regangan %

Δ delta perubahan -

π phi konstanta. 3,14 -

Vf - fraksi volume serat %

Wf - massa serat kg

Vc - volume komposit m3

Ρf - massa jenis serat kg/m3

UFS - kekuatan lentur Nm2

P - gaya penekan N

L - jarak dua penumpu m

b - lebar sampel m


(14)

Kajian eksperimen ini melaporkan proses perlakuan serat tandan kosong kelapa sawit dan pembuatan spesimen komposit polimer busa diikuti uji lentur. Permasalahan, bahwa sifat dari komposit diperkuat serat memiliki berat yang ringan dan relatif kuat. Pemakaian blowing agent membuat material ini menjadi lebih ringan lagi. Sebagai penguat penelitian ini menggunakan serat alam yang di dapat dari pengolahan TKKS. Tujuan kajian untuk mengetahui karakteristik dari tegangan lentur, regangan, modulus elastisitas, dan mode kerusakan. Matrik poliuretan dibuat dari campuran antara poliol, isosianat, resin BTQN 157 Ex, serta katalis MEKPO. Proses perlakuan serat dimulai dari persiapan tandan kosong kelapa sawit, penumbukan serat, perendaman serat, pengeringan serat, penimbangan serat pasca pengeringan serta pencacahan serat. Bentuk specimen uji dibuat berbentuk persegi panjang sesuai standar ASTM D-790. Jumlah spesimen uji 25 buah yang dibuat dalam 5 variasi komposisi, dimana tiap variasi terdiri dari 5 spesimen. Uji mekanik dilakukan menggunakan metoda uji lentur pada mesin uji servo pulser. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk variasi tegangan lentur maksimum (σmaks) sebesar 15,36 MPa, regangan (ε) sebesar 2,45 %, modulus elastisitas (E) sebesar 45,166 MPa. Mode kerusakan adalah terbentuknya rongga-rongga sehingga mempengaruhi batas tegangan elastis, tegangan maksimum (σmaks) dan regangan (ε) yang dicapai untuk patah. Kesimpulan kajian adalah mode kegagalan komposit polimer busa berbeda-beda pada setiap variasi komposisi, hal ini memberi informasi bahwa karakteristik material komposit polimer busa adalah akibat proses pencampuran yang tidak merata sehingga terbentuk rongga-rongga yang mempengaruhi hasil uji yang tidak sama.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Inovasi yang dilakukan dalam bidang material serat alam dijadikan sebagai bahan penguat komposit. Suatu material komposit pada umumnya diperkuat oleh serat, dimana serat sangat mempengaruhi dan menentukan kekuatan dari komposit tersebut. Bahan serat tersebut dapat diperoleh dari bahan alam dan non alam. Serat alam merupakan serat yang diperoleh dari serat sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti serat kayu, serat tandan buah kelapa sawit, serat jerami, serat bamboo, serat pisang dan lain sebagainya. Sedangkan serat buatan (sintetis) diperoleh dari proses kimia seperti serat karbon, serat boron, atau serat grafit, serat gelas, serat alumina, serat aramid, dan serat silicon karbida.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah hasil pengolahan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu mencapai 1,9 juta ton berat kering per tahun atau setara dengan sekitar 4 juta ton berat basah per tahun (Nuryanto,2000). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan-penemuan baru di berbagai bidang. Dunia teknik merupakan salah satu bidang yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Terobosan-terobosan baru senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil yang dapat bermanfaat bagi manusia. Komposit merupakan salah satu jenis material di dalam dunia teknik yang dibuat dengan penggabungan beberapa sifat berbeda menjadi satu material baru.

Polimer busa merupakan jenis polimer berongga yang memiliki dua sifat penting, yaitu massa jenis yang rendah dan daya serap energi yang baik (Wang dan Pan, 2006). Busa polimer biasanya dibuat dari polyurethane dengan rongga terbuka yang mempunyai massa jenis (ρ) < 1 g/cm3

(Avalle, et al, 2001). Busa polimer dapat mendistribusikan energi yang diterima melalui dinding-dinding rongga dalam jumlah yang banyak.


(16)

Keuntungan mendasar yang dimiliki oleh serat alam adalah jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui dan didaur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Untuk memperoleh sifat mekanik yang tinggi (kekuatan lentur) maka serat alam telah diberi bermacam perlakuan yang dapat meningkatkan sifat mekanik tersebut. Penggunaan serat TKKS sebagai bahan komposit merupakan langkah yang tepat. Pada penelitian ini digunakan bahan dasar polimer busa yang diperkuat serat TKKS.

Pemanfaatan TKKS untuk produk teknologi bermanfaat masih sangat terbatas jumlahnya. Beberapa di antaranya telah dimanfaatkan antara lain untuk pembuatan papan partikel. Saat ini, dengan turunnya harga crude palm oil (CPO) dipasaran dunia, pemanfaatan limbah sawit seperti TKKS untuk menjadi komoditi baru tentu sangat diperlukan. Selanjutnya, TKKS juga memiliki kekuatan tarik yang signifikan sebagai serat alam (Zuhri, et al, 2009). Dalam penelitian ini TKKS diolah untuk dijadikan serat untuk dicampur dengan resin termoset untuk selanjutnya dibuat bahan busa polimer.

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ialah bahan komposit dengan berat produk relatif, lebih ringan (low density) dan sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk komposit polimer padat (compact). Selanjutnya material tersebut akan diuji secara mekanis. Subjek dari beberapa topic penelitian terdahulu masih terbatas pada peneyelidikan polimer busa, oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penyelidikan terhadap respon polimer busa yang diperkuat oleh serat TKKS melalui eksperimen. Pengujian dilakukan dengan pengujian lentur. Hasil yang diharapkan ialah didapatkan komposisi bahan yang terbaik, material yang berkekuatan tinggi dan ringan (low density).

1.2 Perumusan Masalah

Kajian penelitian ini terdiri dari :

1. Proses pembuatan bahan polimer busa dengan serat-serat TKKS menjadi bentuk-bentuk spesimen uji.

2. Memvariasi perbandingan bahan busa polimer dengan serat TKKS.


(17)

Proses pembuatan bahan ini terdiri dari penentuan variasi komposisi antara serat TKKS, matriks, dan blowing agent. Sedangkan katalis hanya berfungsi sebagai mempercepat terjadinya proses polimerisasi.

Selain komposisi bahan, penyelidikan perilaku mekanik bahan ini juga diamati berdasarkan hubungan antara kurva tegangan dan regangan yang dihasilkan pada pengujian lentur. Perilaku mekanik yang diamati pada penelitian ini adalah berat jenis bahan, modulus elastisitas (E) statik tegangan patah pada material polimer busa yang diperkuat serat TKKS.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik material komposit Polimer busa yang diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit melalui eksperimen dengan melakukan pengujian lentur

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui teknik penuangan yang dilakukan pada proses pembuatan spesimen uji dari bahan polimer busa yang diperkuat serat TKKS.

2. Untuk memperoleh hubungan tegangan-regangan, hubungan kerapatan-NaOH, hubungan tegangan-NaOH, dan hubungan regangan-NaOH, hubungan modulus elastisitas-NaOH, serta menganalisa batas tegangan elastis, tegangan maksimum, regangan saat patah, dan kerusakan Polimer busa diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit dan beberapa material penyusunnya yaitu: polyurethane, resin termoset, dan serat TKKS akibat uji lentur.

3. Mendapatkan mode kerusakan dari polimer busa yang diperkuat serat TKKS akibat uji lentur.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang material komposit.

2. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang komposit serat TKKS.


(18)

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pembuatan komposit yang terbuat dari serat alam, khususnya serat TKKS sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya produk industri.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab :

BAB I : Pendahuluan,bab ini memberikan gambaran mengenai kajian yang meliputi, pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka, bab iniberisikan tentang tandan kosong kelapa sawit, serat TKKS, larutan NaOH, defenisi komposit, polimer busa, material komposit polimer, pembuatan komposit, sifat mekanik, teori pengujian kekuatan lentur, ukuran spesimen uji lentur serta kerangka konsep penelitian.

BAB III : Metodologi, bab ini berisikan tentang metoda, proses pelayanan

serat, proses pembuatan spesimen uji, persiapan bahan pembentuk spesimen, massa jenis benda, alat dan bahan yang digunakan, tempat dan waktu serta diagram alir penelitian.

BAB IV : Hasil dan Pembahasan, bab ini berisikan tentang hasil pengujian lentur, pembahasan serta mode kerusakan yang terjadi.

BAB V : Kesimpulan dan Saran, bab ini berisikan tentang jawaban dari hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung 62% – 70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dan tandan kosong kelapa sawit, masing-masing mengandung kadar selulosa pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol.

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah daam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%).Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini pemanfaatan tandan kosong hanya sebagai bahan bakar boiler, kompos dan juga sebagai pengeras jalan di perkebunan kelapa sawit. Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan dasar yang lebih berguna dalam proses industri lainnya, salah satunya serat TKKS tersebut dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan material komposit.

2.2 Serat TKKS

Dalam penelitian ini digunakan bahan Polimer busa yang diperkuat serat TKKS. Kebanyakan serat TKKS setelah siap dipakai khususnya di perkebunan sering dibuang sebagai limbah dan hanya sedikit yang dapat digunakan untuk diproduksi atau didaur ulang. Dan peneliti ingin coba mengamati sifat atau karakterisitik dari serat ini karena sifatnya yang kuat dan juga ringan jika dicampur dengan bahan yang lain. Ukuran panjang TKKS yang digunakan adalah berkisar antara 13 cm


(20)

s/d 18 cm. Dan panjang serat yang telah dihaluskan sebanyak dua kali sebesar 0.1 mm s.d 0.8 mm.

Minyak kelapa sawit yang telah melalui proses ekstraksi, buah kelapa sawit diambil dari tandannya sehingga menyisakan TKKS. TKKS banyak mengandung serat disamping zat-zat lainnya. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah bagian pangkal dan ujungnya yang runcing dan keras.

Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Selanjutnya TKKS tersebut dicabik menjadi bebarapa bagian kecil untuk mempermudah proses pelarutan larutan NaOH. Seperti ditunjukan pada gambar


(21)

TKKS yang telah dicabik kemudian dibersihkan di dalam larutan air dan NaOH selama 24 jam. TKKS yang telah kering selanjutnya dicacah dengan menggunakan mesin pencacah dengan kisaran panjang ± 2cm s.d 3cm.Hasil serat TKKS yang telah dicacah dengan menggunakan mesin pencacah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Serat TKKS yang sudah dicacah

Ukuran diameter serat TKKS cukup bervariasi, Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati ukuran diameter serat TKKS. Menurut Zuhri, et al (2009), diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 250 s.d. 610 μm. Kairiah dan Khairul (2006) menjelaskan bahwa ukuran diameter serat tunggal TKKS adalah 150 s.d. 442 μm. Sreekala dan Thomas (2003) juga telah menjelaskan bahwa ukuran diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 150 s.d. 500 μm. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati karakteristik serat tunggal TKKS berdasarkan hasil pengujian tarik. Karakteristik serat tunggal TKKS yang telah dipublikasikan ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik Serat Tunggal TKKS Kekuatan tarik

(MPa)

Modulus

elastisitas(GPa)

Regangan total

(%)

Referensi

156,3 11,88

_


(22)

71 1,7 11 Zuhri, et al (2009)

100 s.d. 400 1,0 s.d. 9 8 s.d. 18 Sreekala, et al (2001)

Sementara hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sebuah institusi komersial terhadap komposisi material kimianya diketahui bahwa kandungan material serat dalam TKKS merupakan kandungan maksimum seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Parameter tipikal TKKS per kg.

No

Material-material Kandungan Komposisi (%)

1. Uap air 5,40

2. Protein 3,00

3. Serat 35,00

4. Minyak 3,00

5. Kelarutan Air 16,20

6. Kelarutan Unsur Alkali 1% 29,30

7. Debu 5,00

8. K 1,71

9. Ca 0,14

10. Mg 0,12

11. P 0,06

12. Mn, Zn, Cu, Fe 1,07

T O T A L 100,00

Sumber: http://www.w3.org/TR/REC-html40, 2008


(23)

Berdasarkan data pada Tabel 2.2 terlihat bahwa kandungan serat merupakan unsur dominan dalam TKKS. Dengan demikian TKKS diperkirakan akan memberikan sifat mekanik yang cukup baik terhadap material komposit yang dibentuk.

2.3 Defenisi Komposit

Komposit didefinisikan sebagai dua macam atau lebih material yang digabungkan atau dikombinasikan dalam skala makroskopis (dapat terlihat langsung oleh mata) sehingga menjadi material baru yang lebih berguna. Komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu matriks dan filler. Matriks berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan eksternal. Matriks yang umum digunakan berupa polimer, keramik, dan logam.

2.3.1 Klasifikasi Bahan Komposit.

Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit sering digunakan antara lain seperti :

1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic.

2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau Laminasi

3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous.

4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz, 1984).

Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ;

1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik. 2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik. 4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua


(24)

Gambar 2.4 Klasifikasi / Skema Struktur Komposit (Callister,1994).

2.3.2 Tipe Komposit Serat

Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat memempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe seratpada komposit yaitu :

1. Continuous Fiber Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya

2. Woven Fiber Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.

Composite

Particle-Reinporced Structural

Fiber - Reinforced

Laminate Sanwideh Panel Large –

Particle

Disper sion – streng thened

Continous (Alignet)

Disantinous (Short)


(25)

3. Discontinuous Fiber Composite

Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, 1994 ) :

a) Serat terputus Blok

b) Off-sumbu sejajar serat diskontinyu c) Serat kontinu berorientasi secara acak

a. serat terputus b. sejajar kontiniu c. serat acak Gambar 2.5. Tipe discontinuous fiber

4. Hybrid Fiber Composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.


(26)

(berorientasi secara acak diskontinyu serat) (hibrida komposit serat)

Gambar 2.6. Tipe komposit serat

2.4 Polimer busa

Busa didefinisikan sebagai penyebaran gelembung-gelembung gas yang terjadi pada material cair dan padat. Busa berkembang menjadi rongga-rongga mikro yang memiliki diameter 10 μm. Busa yang tersebar dalam polimer dapat mencapai 108/cm3 (Kumar,2005).Pada saat ini, perkembangan penelitian telah menghasilkan karakteristik fisik dan mekanik material busa (Klempner dan Sendijarevic, 2004). Karakteristik fisik tersebut meliputi faktor geometri, seperti ukuran rongga dan ketebalan dinding rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik mekanik. Karakteristik mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.

Material busa memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material busa. Susunan rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan terbuka (open-cell) dan tertutup (closed-cell). Pada material busa dengan susunan rongga terbuka terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat fleksibel. Material busa dengan susunan rongga tertutup tidak terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku. Perbedaan kedua jenis susunan rongga tersebut ditunjukkan pada gambar. 2.9


(27)

rongga-rongga pada polimer terbentuk akibat adanya pencampuran fase padat dan gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan material yang berongga. Busa yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara atau rongga udara yang bergabung di dalam polimer tersebut . Gas yang digunakan untuk membentuk busa disebut blowing agent. Pemberian blowing agent dilakukan secara kimia dan fisika. Blowing agent secara kimia menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia. Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada material. Polimer busa yang bersifat fleksibel dihasilkan oleh reaksi polyurethane. Polyurethane dalam pembentukan Polimer busa juga berfungsi sebagai blowing agent. Proses pembentukan rongga dari hasil reaksi polyurethane fleksibel berlangsung relatif cepat. Pada saat reaksi pembentukan polyurethane terjadi pengeluaran panas (eksoterm) dengan kenaikan temperatur mencapai 75 s.d. 1600C. Peningkatan volume yang dihasilkan poliuerthane sekitar 20 s.d 50 kali volume mula-mula.Menurut Sivertsen (2007), reaksi kimia pembentukan Polimer busa adalah reaksi polyisocyanante (OCN – R – NCO) dengan polyol (HO – R’ – OH) menghasilkan polyurethane (O – OC – HN – R – NH – CO – O – R’).

2.4.1 Material Komposit Polimer busa

Polyester resin tak jenuh merupakan material polimer kondensat yang dibentuk berdasarkan reaksi antara kelompok polyol, yang merupakan organik gabungan dengan alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic yang mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah asam phthalic dan asam maleic.

Poliester resin tak jenuh adalah jenis polimer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matriks jenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis


(28)

pembebanan statik dan impak. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki material ini ialah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbon yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

Pada umumnya material ini digunakan dalam proses penuangan, perbaikan badan kendaraan bermotor, pengisi kayu, dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik, dan dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda. Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan ketahanan terhadap sinar matahari, dan daya tahan yang baik terhadap air. Tetapi material ini tidak diproduksi dalam jenis yang sama, karena untuk keperluan tertentu material ini akan memiliki formulasi yang berbeda.Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak dalam bentuk komposit, dimana kehadiran material-material penguat, seperti serat TKKS akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut.

2.4.2. Blowing Agent (BA)

Blowing agent ialah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur berongga pada komposit yang dibentuk. Jenis blowing agent yang digunakan pada penelitian ini ialah polyuretan. Polyuretan adalah suatu jenis polimer yang mengandung jaringan uretan, yaitu -NH-CO-O-. Poliuretan dibentuk oleh reaksi senyawa isosianat yang bereaksi dengan senyawa yang memiliki hidrogen aktif, seperti diol (polyol), yang mengandung grup hidroksil dengan pemercepat reaksi (katalis). Unsur Nitrogen yang bermuatan negatif pada isosianat akan tertarik ke arah unsur Oksigen yang bermuatan positif pada kelompok alkohol (polyol) untuk membentuk ikatan uretan antara dua unit monomer dan menghasilkan dimer uretan. Reaksi isosianat ini akan membentuk amina dan gas karbon dioksida (CO2). Gas ini yang kemudian akan membentuk busa pada material polimer yang terbentuk. Material yang terbentuk dari campuran BA dan polimer disebut dengan material Polimer busa Ilustrasi material Polimer busa ditunjukkan pada Gambar 2.8.


(29)

Gambar 2.8 Ilustrasi material Polimer busa

2.4.3. Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida)

Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung.

2.5. Pembuatan Komposit

Beberapa metode pembuatan material komposit polimer yang umum digunakan ialah :

1. Metode penuangan langsung (hand layup). 2. Metode pemampatan/tekanan.

3. Metode pemberian tekanan dan panas.

Metode penuangan langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan perlahan-lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan luar. Metode ini cocok untuk jenis penguat serat kontinu. Metode pemampatan/tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode


(30)

ini pada umumnya berupa suntikan, mampatan, dan semprotan. Material penguat yang cocok untuk jenis ini ialah penguat partikel. Metode yang ketiga menggunakan tekanan dengan pemberian pemanasan awal. Hal ini bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.

2.6 Respon Mekanik akibat Beban Lentur

Respon didefinisikan sebagai reaksi yang muncul akibat terjadinya gangguan. Sebagai contoh, gangguan diberikan terhadap suatu material yang dapat

mengakibatkan respon secara mekanik adalah gaya. Beberapa respon yang diakibatkan oleh gaya adalah tegangan, retak, patah, dan lain-lain. Berdasarkan hasil respon mekanik akan diperoleh informasi mengenai karakteristik suatu material. Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan tertentu terhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif diperoleh dari penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan tertentuterhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif diperoleh dari hasil pengujian atau data yang tersedia, maka kesempatan untuk berhasil dalam mendesain suatu struktur tertentu dapat dievaluasi.

2.7 Uji lentur

Pengujian lentur dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D-790, yaitu standarisasi khusus untuk material. Gambar spesimen seperti terlihat pada gambar 2.9.


(31)

Gambar 2.9 Spesimen uji lentur polimer busa

Respon mekanik yang terjadi terhadap Polimer busa dapat dilihat melalui kurva tegangan dan regangan. Kurva tersebut memberi informasi yang khas untuk setiap jenis pembebanan. Menurut Gibson dan Ashby (1999), di sepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (elastisitas linier), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan tegangan yang sangat cepat. Untuk beban tekan statik aksial, tipikal kurva tegangan regangan ditunjukkan seperti Gambar 2.10

Gambar 2.10 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap Material Busa akibat kuat lentur

Disepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (linear-elastic respon), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan tegangan yang sangat cepat. Pada phasa pertama


(32)

(linear-elastic respon) tegangan bertambah secara linear dengan perubahan bentuk dan regangan yang terjadi. Phasa kedua (plateau) adalah karakteristik yang ditandai dengan perubahan bentuk yang kontinu pada tegangan yang relatif konstan yang dikenal dengan stress atau collapse plateau. Dan phasa ketiga dari deformasi adalah densifikasi dimana tegangan (stress) meningkat tajam dan busa mulai merespon pemadatan solid. Pada phasa ini stuktur sel dimana material busa mengalami kegagalan dan deformasi selanjutnya memerlukan penekanan dari material busa padat tersebut. Mekanisme yang dikaitkan dengan collapse plateau adalah berbeda-beda tergantung pada sifat dinding cell Untuk busa yang fleksible, collapse plateau terjadi karena elastik tekuk (elastic buckling) dari dinding sel. Untuk kekakuan dan kegetasan busa, plastik yield dan brittle crushing dinding sel adalah mekanisme utama kegagalan yang berulang-ulang. Nilai modulus elastisitas Polimer busa dapat diketahui melalui slope garis elastisitas linear. Sehingga secara matematis, nilai modulus elastisitas akibat beban statis dapat diketahui melalui persamaan 2.1 (hukum Hooke).

E = ... (2.1)

dimana E adalah modulus elastisitas, σ adalah tegangan normal, dan ε adalah regangan. Tegangan normal akibat beban aksial (tekan) dapat ditentukan berdasarkan Pers 2.2.

σ = ...(2.2) .

Dimana:

E = Modulus elastisitas (MPa) σ = Tegangan normal (MPa) ε = Regangan

F = Beban tekan (N).


(33)

2.8 Ukuran Spesimen Uji Lentur

20

10

300

Gambar 2.11 Ukuran spesimen uji lentur standart ASTM D-790

2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam sebuah penelitian dipengaruhi oleh beberapa variabel. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep yang menghubungkan variabel dengan permasalahan dan hasil yang akan diperoleh. Kerangka konsep pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Kerangka Konsep Penelitian Permasalahan :

1. Karakteristik respon material polimer busa yang diperkuat serat TKKS perlu diketahui.

2. Melakukan pengujian respon material polimer busa yang diperkuat serat TKKS menggunakan teknik pengujian lentur.

Variabel yang dibutuhkan : 1. Tegangan maksimum(σ)dan

regangan(ε) di daerah elastic. 2. Sifat mekanis dari modulus

elastisitas(E)  Pengujian Kekuatan Lentur Peneliti melihat, membandingkan dan menghitung hasil akhir dari pengujian

Hasil yang diperoleh :

Mengetahui karakteristik material polimer busa diperkuat TKKS yang diuji dengan pengujian lentur.


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu Pembuatan dan pengolahan spesimen dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin, pengujian kekuatan lentur dilakukan di P.T Growth Sumatera Industry Ltd, penelitian dilakukan mulai 13 Desember 2012 s/d 31 Mei 2013.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan penyusun masing-masing spesimen dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

Tabel 3.1 Massa Bahan Penyusun Spesimen Uji

N0 Spesimen Massa (g)

1 Polimer busa

Bahan penyusun terdiri atas:

- Isocynate 18

- Polyol 27

2 Polimer busadiperkuat serat TKKS Bahan penyusun terdiri atas:

- Isocynate 18

- Polyol 27

- Resin 157 BQTN-EX 210

- Serat TKKS 30

- MEKPO 15

Tabel 3.2 Peralatan untuk Persiapan Bahan Penyusun Jenis alat Jumlah Material Kapasitas

Cawan 1 Kaca 400g

Pengaduk 1 Alumunium -

Timbangan digital 1 Berkombinasi (Ketelitian 0,01) Cetakan spesimen 3 Plat papan 1 spesimen


(35)

3.2.1 Alat yang Digunakan Untuk Membuat Spesimen 3.2.1.1 Cetakan

Cetakan yang digunakan untuk mencetak benda Uji terbuat dari plat kayu dengan ukuran panjang (P) 300 mm, lebar (L) mm, dan tebal (T) 10 mm. Cetakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Cetakan

3.2.1.2 Alas Cetakan

Alas cetakan berfungsi sebagai tempat landasan komposit dicetak. Alas cetakan ditempatkan pada kedua sisinya yakni sisi atas dan bawah disertai dengan kepingan penghalang (penjepit). Alas cetakan berfungsi menahan luapan cairan komposit yang telah dituang kedalam cetakan. Alas cetakan terbuat dari kaca.

3.2.1.3 Mesin Pencacah

Mesin pencacah (penghalus) serat, berfungsi untuk mencacah serat TKKS menjadi serat ukuran ± 2 mm. Serat yang telah direndam dengan NaOH, dicacah

dan dikeringkan kemudian dapat dihaluskan dengan menggunakan mesin penghalus serat. Ini bertujuan agar serat yang dicampur dengan bahan lain akan mendapatkan spesimen yang utuh dan kuat. Mesin pencacah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.


(36)

Gambar 3.2 Mesin Pencacah Spesifikasi mesin pencacah tersebut adalah :

• Out put : 1 Hp • Hz : 50 • Volt : 220 • Amper : 8 • Rpm : 1450 • Kw : 0,75 3.2.1.4 Neraca Analitik

Neraca analitik (Timbangan Digital) berfungsi untuk menimbang massa bahan- bahan yang akan digunakan pada pembuatan komposit dengan ketelitian alat 0,01 gr. Neraca analitik (Timbangan Digital) tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3


(37)

3.2.1.5 Alat Pelengkap

Alat-alat lain yang diperlukan untuk membentuk sampel uji yaitu gunting, pisau, gelas ukur, penggaris dan jangka sorong, sarung tangan, pengaduk, masker dan lain-lain. Dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Alat Pelengkap

3.2.2 Bahan yang Digunakan Untuk Membuat Spesimen 3.2.2.1 Serat TKKS

Serat TKKS yang dimaksut disini adalah serat TKKS yang telah kering selanjutnya dicacah dengan menggunakan mesin pencacah dengan kisaran panjang ± 2 cm s.d 3 cm. serat TKKS ini adalah serat yang sudah divariasikan yaitu C1, C2, C3, C4, C5. Hasil serat TKKS yang telah dicacah dengan menggunakan

mesin pencacah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.


(38)

3.2.2.2 Resin BTQN 157 EX

Resin BTQN 157 EX merupakan jenis polimer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matriks jenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Resin BTQN 157 EX tersebut dapat dilihat seperti Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Resin BTQN 157 EX

3.2.2.3 Blowing Agent (BA)

Blowing agent berfungsi untuk menghasilkan struktur bangunan sel-sel berongga. Bahan ini akan mempermudah terbentuknya busa dengan munculnya gelembung-gelembung kecil. Jenis blowing agent yang digunakan pada penelitian ini ialah polyuretan. polyurethane yang terbentuk dari isosianat dan alkohol (polyol)

dapat dilihat seperti Gambar 3.7

(a) Isocyanate (b) polyol Gambar 3.7 Blowing Agent (BA)


(39)

3.2.2.4 Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida)

Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida) berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung. Selain itu katalis juga digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat . Katalis tersebut dapat dilihat seperti Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Katalis MEKPO

3.2.2.5 Larutan Alkali NaOH

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau Sodium hidroksida,adalah sejenis basa logam kaustik. Larutan ini dilarutkan dengan air untuk menghilangkan minyak yang masih terdapat dalam serat. larutan NaOH tersebut dapat dilihat seperti Gambar 3.9.


(40)

3.2.2.6 Wax

Wax atau biasa disebut maximum mold release wax merupakan bahan yang sangat mendukung dalam proses pembuatan spesimen ini. Wax berbentuk padat menyerupai sabun berwarna kuning. wax tersebut digunakan untuk melapisi cetakan dan berfungsi juga sebagai pelekang pada cetakan spesimen yang akan dibuat. Wax tersebut dioleskan pada seluruh bagian permukaan cetakan. Wax dapat dilihat seperti Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Wax

3.3 Persiapan Pembuatan serat TKKS

Serat TKKS ialah serat alami yang terbuat dari tandan kosong kelapa sawit yang merupakan limbah pada proses pengolahan di suatu pabrik kelapa sawit. Pada penelitian ini serat TKKS dimanfaatkan sebagai unsur penguat komposit yang dihasilkan. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah bagian pangkal dan ujungnya yang runcing dan keras. Serat TKKS berfungsi sebagai bahan penguat matrik komposit Polimer busa yang dihasilkan. Serat TKKS diperoleh dari hasil pengolahan tandan kosong kelapa sawit menjadi bagian-bagian kecil melalui beberapa tahapan proses. Persiapan pembuatan serat TKKS adalah :

a. Pengadaan serat TKKS dari PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN-III) b. Karena TKKS tersebut masih dalam bentuk brondolan besar maka TKKS


(41)

beberapa bagian kecil untuk mempermudah larutan NaOH tersebut terlarut dalam serat

c. TKKS yang sudah ditumbuk dan dicabik cabik menghasilkan bagian kecil tersebut kemudian ditempatkan dalam Wadah berbentuk drum sedang untuk kemudian diproses ke tahap selanjutnya.

3.4 Proses Perlakuan Serat TKKS 3.4.1 Perendaman serat TKKS

Perendaman yang dilakukan pada serat TKKS adalah sebagai berikut :

a. Merendam TKKS dengan air bersih untuk mengendapkan kotoran-kotoran yang ada pada tandan kosong kelapa sawit selama 24 jam. b. Setelah TKKS direndam dan diendapkan selama 24 jam, TKKS yang

akan direndam dengan larutan NaOH tersebut masih terlebih dahulu dicuci dan dibilas lagi dengan air berlebih untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat dalam serat. Proses pembilasan ini diulang dan dilakukan hingga beberapa kali.

c. TKKS yang akan direndam dengan larutan NaOH ditempatkan dalam wadah berbentuk drum sedang dengan kapasitas drum ± 10-20

kg

Gambar 3.11 Perendaman TKKS dengan larutan NaOH

d. Untuk penelitian ini TKKS yang akan direndam sebanyak 50 kg. Serat tersebut ditimbang dan dimasukan ke dalam masing-masing


(42)

drum yang sudah diberi penamaan.Masing-masing drum berisikan TKKS sebanyak 10 kg dengan persentase NaOH dan kemolaran yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.3 berikut

Tabel 3.3 Perbandingan Perendaman Serat TKKS Nama spesimen Kapasitas

(kg) NaOH (%) Jumlah NaOH (ml) Kemolaran (Mol L-1)

C1 10 1 150 0,2

C2 10 2 300 0,2

C3 10 3 450 0,2

C4 10 4 600 0,2

C5 10 5 750 0,3

Selanjutnya kedalam masing-masing drum tersebut dilarutkan larutan natrium hidroksida (NaOH). NaOH murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Larutan ini bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas, sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Akan tetapi dalam penelitian ini larutan NaOH dibuat dengan cara manual yakni mengabungkan NaOH dalam bentuk butiran dengan larutan Aquades. Adapun maksud dari perlakuan ini adalah untuk meminimalisir larutan NaOH untuk penggunan serat TKKS dalam jumlah yang banyak.Maka untuk merendam 50 kg serat diperlukan larutan NaOH siap pakai sebanyak ± 7500 ml untuk pemakaian 150 ml setiap 10kg serat dengan kadar NaOH 1 %

e.Proses perendaman serat TKKS ini memakan waktu selama 24 jam Setelah direndam dengan larutan NaOH selama 24 jam, serat TKKS tersebut kemudian diangkat lalu dibilas kembali dengan air bersih untuk kemudian dilanjutkan ke tahap yang selanjutnya yakni proses pengeringan.


(43)

3.4.2 Pengeringan serat TKKS

Proses pengeringan serat TKKS yang sudah mengalami perendaman dan dibersihkan akan dikeringkan dan dijemur selama 7-10 jam. Proses penjemuran dilakukan diruangan terbuka dan dijemur dibawah terik sinar matahari dengan suhu berkisar antara 450 C s/d 600 C. Tujuan dilakukannya proses penjemuran ini adalah untuk menurunkan kadar air yang masih terkandung dalam serat TKKS sehingga kondisi TKKS cukup kering untuk diolah menjadi serat.Pengeringan dilakukan di bagian atas gedung Departemen Teknik Mesin untuk mendapatkan pengeringan serat yang maksimal.

3.4.3 Pencacahan serat TKKS mengunakan mesin pencacah

Serat TKKS yang sudah dijemur dan kering selanjutnya dicacah mengunakan mesin pencacah. Akan tetapi dalam proses ini serat TKKS

tersebut terlebih dahulu dipotong-potong lebih dahulu dengan menggunakan gunting menjadi ukuran kecil yaitu berkisar 3 s/d 6 cm sebelum dicacah dengan menggunakan mesin pencacah serat. Hasil dari proses pencacahan dengan mengunakan mesin pencacah tersebut menghasilkan panjang serat ± 2cm s.d 3cm.


(44)

Gambar 3.13 TKKS yang telah dicacah menurut kadar NaOH

3.5 Proses Pembuatan Spesimen Uji Lentur

Spesimen uji dibuat dari beberapa bahan penyusun. Komposisi, karakteristik fisik dan mekanik bahan penyusun dalam pembuatan spesimen uji lentur. Masing-masing spesimen uji lentur dibuat dari bahan penyusun yang berbeda, yaitu Spesimen polimer busa yang diperkuat serat TKKS dibuat dari bahan polyurethane (Polyol dan Isocyanate), resin termoset BTQN 157 ex, dan serat TKKS serta katalis yang digunakan untuk mempercepat pengerasan pada bahan campuran busa polimer dimana katalis yang digunakan dalam pencampuran spesimen adalah metil etil keton peroksida (MEKP).

3.5.1 Cetakan specimen

Cetakan yang digunakan untuk mencetak benda Uji terbuat dari plat kayu dengan ukuran panjang (P) 300 mm, lebar (L) mm, dan tebal (T) 10 mm. Spesimen uji lentur dicetak dengan cara menuangkan bahan-bahan yang telah dicampur berdasarkan komposisi bahan yang kemudian dibentuk di dalam sebuah cetakan, dimana cetakan spesimen uji lentur ditunjukkan pada Gambar 3.14.


(45)

Gambar. 3.14 Cetakan specimen

Proses pembuatan cetakan :

a. Ambil plat kayu kemudian potong kayu dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 1 cm dan tebal 1 cm, jenis kayu yang di gunakan bisa kayu apa saja. b. Dengan ukuran yang sama, buat sebanyak 6 buah untuk menjadikan 5

cetakn spesimen.

c. Kemudian ambil lagi plat kayu dan potong dengan ukuran panjang 18 cm, lebar 1 cm, tebal 1 cm, buat sebanyak 2 buah sebagai penumpu dari 6 plat tersebut.

d. Lalu gabungkan semua plat yang sudah di potong sesuai ukuran sehingga terbentuk sebuah setakan seperti gambar 3.4. Cetakan spesimen.

Adapun proses pembentukan spesimen uji lentur dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Semua alat dan bahan disiapkan.

2. Semua bahan ditimbang menurut takarannya masing-masing. Dari hasil perhitungan diperoleh massa total adalah 300 gram. Pada pembuatan spesimen uji lentur ini komposisi pembuatannya, yaitu:


(46)

Tabel 3.4 Komposisi Bahan Penyusun Spesimen Uji

Bahan Penyusun Persentase Massa

Polyurethane 15 %

Resin BTQN 157 Ex 70 %

Serat TKKS 10 %

Katalis MEKPO 5 %

3. Diberi lapisan pemisah antara cetakan dan bahan busa polimer. Oleskan cetakan dan alas cetakan dengan bahan pemisah berupa Wax agar tidak terjadi ikatan yang kuat antara permukaan cetakan dan spesimen yang dibentuk. Hal ini bertujuan untuk mempermudah selama proses pembongkaran.

4. Cetakan diletakkan di atas permukaan yang rata secara vertikal. 5. Serat TKKS dicampurkan ke resin dan aduk hingga merata.

6. Campuran polyurethane berupa polyol dan isocyanate dicampurkan ke dalam campuran serat, resin, lalu kemudian diaduk hingga merata.

7. Katalis dicampurkan ke dalam campuran resin,serat, polyurethane berupa polyol dan isocyanate sambil diaduk sampai merata. Setelah semua bahan tercampur merata campuran dituangkan ke dalam cetakan, dengan ketinggian campuran dalam cetakan sekitar 2/3 dari ketebalan spesimen.

8. Selanjutnya biarkan campuran tersebut pada tekanan atmosfir dan suhu kamar. Proses polimerisasi akan terjadi disertai dengan terbentuknya gelembung gas pada seluruh bagian komposit. Dengan demikian akan terbentuk spesimen komposit berongga atau lebih dikenal dengan istilah polimer busa.

9. Cetakan dibongkar setelah 24 jam.

3.5.2 Persiapan bahan pembentuk spesimen

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan dapat diperoleh perkiran bahan penyusun masing-masing spesimen dapat dilihat pada Tabel 3. 4


(47)

Tabel 3.5 Perbandingan campuran spesimen C1

Perlakuan Serat Perbandingan Campuran Data Spesimen ( gr) Uji Lentur

Standart (ASTM D-790) NaoH Kemolaran Iso Pol Res Kat Ser Dimensi awal

(cm) C 1 6 % 9 % 70% 5 % 10%

p l t C1-1 1% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C1-2 1% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C1-3 1% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C1-4 1% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C1-5 1% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

Tabel 3.6 Perbandingan campuran spesimen C2

Perlakuan Serat Perbandingan Campuran Data Spesimen ( gr) Uji Lentur

Standart (ASTM D-790) NaoH Kemolaran Iso Pol Res Kat Ser Dimensi awal

(cm) C 2 6 % 9 % 70% 5 % 10%


(48)

LanjutanTabel 3.4 Perbandingan campuran spesimen C2

C2-1 2% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C2-2 2% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C2-3 2% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C2-4 2% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C2-5 2% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

Tabel 3.7 Perbandingan campuran spesimen C3

Perlakuan Serat Perbandingan Campuran Data Spesimen ( gr) Uji Lentur

Standart (ASTM D-790) NaoH Kemolaran Iso Pol Res Kat Ser Dimensi awal

(cm) C 3 6 % 9 % 70% 5 % 10%

p l t C3-1 3% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C3-2 3% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C3-3 3% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C3-4 3% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1


(49)

Tabel 3.9 Perbandingan campuran spesimen C5

Perlakuan Serat Perbandingan Campuran Data Spesimen ( gr) Uji Lentur

Standart (ASTM D-790) NaoH Kemolaran Iso Pol Res Kat Ser Dimensi awal

(cm) C 5 6 % 9 % 70% 5 % 10%

p l t Tabel 3.8 Perbandingan campuran spesimen C4

Perlakuan Serat Perbandingan Campuran Data Spesimen ( gr) Uji Lentur

Standart (ASTM D-790) NaoH Kemolaran Iso Pol Res Kat Ser Dimensi awal

(cm) C 4 6 % 9 % 70% 5 % 10%

p l t C4-1 4% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C4-2 4% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C4-3 4% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1

C4-4 4% 0,2 18 27 210 15 30 30 2 1


(50)

C5-1 5% 0,3 18 27 210 15 30 30 2 1

C5-2 5% 0,3 18 27 210 15 30 30 2 1

C5-3 5% 0,3 18 27 210 15 30 30 2 1

C5-4 5% 0,3 18 27 210 15 30 30 2 1

C5-5 5% 0,3 18 27 210 15 30 30 2 1

Persiapan bahan-bahan penyusun dijelaskan sesuai dengan diagram yang ditunjukkan pada Gambar 3.15

Gambar 3.15 Persiapan Bahan-bahan Penyusun Spesimen Uji 1. Ukur massa resin dan serat TKKS yang

diletakkan di dalam gelas kimia. Massa yang diukur menggunakan timbangan digital sesuai dengan massa bahan yang ditunjukkan pada Tabel 3.2

2. Campurkan serat TKKS dan resin ke dalam cawan pencampur dan aduk hingga merata. Campuran diaduk menggunakan pengaduk.

2 Ukur massa isocyanate danpolyol. Campurkan isocyanate dan polyol ke dalam cawan pencampur yang telah berisi resin dan serat TKKS

3 Aduk seluruh bahan penyusun di

dalam cawan pencampur hingga campuran merata.


(51)

3.5.3 Pembuatan spesimen uji

Proses pembentukan spesimen Polimer busa yang diperkuat serat TKKS dapat dilihat pada diagram yang ditunjukkan pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Proses pembentukan spesimen Polimer busa

Hasil dari proses pembuatan spesimen Polimer busa tersebut terlihat pada gambar

Gambar 3.17 Foto Spesimen Uji Lentur menurut standar ASTM D-790

3.6 Pengujian secara Eksperimental

Pengujian lentur dilakukan di P.T Growth Sumatera Industry Ltd . Pengujian dilakukan pada temperatur 25 0C (berdasarkan standar ASTM D-790). Setup alat uji tekan ditunjukkan pada Gambar 3.18.

1 Oleskan permukaan kontak cetakan terhadap bahan penyusun menggunakan wax.

2. Sebelum penuangan, campurkan MEKPO ke dalam bahan. Tuang Campuran bahan ke dalam dies cetakan dengan merata. Cetakan spesimen dalam posisi horizontal

4. Setelah ±15 menit, buka penutup cetakan lalu keluarkan spesimen dari dies cetakan. Lakukan fini- Shing permukan cetakan menggu- nakan cutter. Sisa bahan kimia yang menempel dibersihkan menggunakan kain bersih.

3. Tutup bagian atas dan samping ceta-

kan sehingga bahan yang telah dituang dapat membentuk pola cetakan. Bahan yang bereaksi ditandai dengan kenaikan temperatur dinding cetakan dan luapan bahan keluar dari rongga cetakan.


(52)

Gambar 3.18 Setup Alat Uji Lentur

3.7 Mode Kerusakan Polimer Busa

Mode kerusakan sangat berkaitan dengan mekanisme keretakan/perpatahan dari suatu material. Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat menjadi dua bagian atau lebih yang diakibatkan adanya tegangan. Proses perpatahan terdiri atas dua tahap, yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak. Pada permukaan patahan biasanya nampak adanya deformasi yang cukup besar. Patah getas ditandai dengan adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi, tanpa terjadi deformasi kasar dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro.

2

4 1

3

S

Keterangan gambar: 1. Cross head 2. Load cell 3. Spesimen 4. Controller


(53)

(a). Kondisi sebelum rusak

(b). Kondisi setelah rusak

Gambar 3.19 Mode Polimer Busa yang Dikenai Uji Lentur

3.8 Massa Jinis benda

Kepadatan massa atau kepadatan material atau massa jenis adalah massa per satuan volume. Simbol yang paling sering digunakan untuk kerapatan ρ (disebut rho). Dalam beberapa kasus (misalnya, dalam minyak Amerika Serikat dan gas), kepadatan juga didefinisikan sebagai berat per satuan volume; meskipun, jumlah ini lebih tepat disebut berat tertentu. Bahan yang berbeda biasanya memiliki kepadatan berbeda, sehingga kepadatan merupakan konsep penting tentang daya


(54)

terpadat yang dikenal pada kondisi standar untuk suhu dan tekanan tetapi bukan bahan cairan kurang padat mengapung di atas cairan padat lebih banyak jika mereka tidak bergabung. Konsep ini dapat diperpanjang, dengan hati-hati, untuk makanan padat kurang padat mengambang di cairan padat lagi. Jika kepadatan rata-rata (termasuk udara di bawah permukaan air) dari suatu objek kurang dari air (1000 kg/m3) itu akan mengapung di air dan jika lebih dari air itu akan tenggelam dalam.

Dalam beberapa kasus kepadatan dinyatakan sebagai gravitasi berdimensi kuantitas tertentu (SG) atau kepadatan relatif (RD), dalam hal ini dinyatakan dalam kelipatan kepadatan beberapa materi standar lainnya, biasanya air atau udara/gas. (Misalnya, berat jenis kurang dari satu berarti bahwa substansi mengapung dalam air).

Massa jenis suatu benda bervariasi sesuai dengan suhu dan tekanan. (Varians ini biasanya kecil untuk padatan dan cairan dan lebih besar untuk gas.) Peningkatan tekanan pada objek mengurangi volume objek dan karenanya meningkatkan kepadatannya. Peningkatan suhu suatu zat (dengan beberapa pengecualian) menurun kepadatannya dengan meningkatkan volume zat tersebut. Dalam bahan yang paling, pemanasan bagian bawah hasil cairan dalam konveksi panas dari bawah ke atas dari fluida karena penurunan kepadatan cairan dipanaskan. Hal ini menyebabkannya meningkat relatif terhadap bahan dipanaskan lebih padat.

Kebalikan dari kerapatan suatu zat disebut volume spesifik, representasi umum digunakan dalam termodinamika. Kepadatan adalah properti intensif

dalam meningkatkan jumlah suatu zat tidak meningkatkan densitas, melainkan massanya.


(55)

Rumus massa jenis dimana:

m : massa V : volume sedangkan

1 g cm-3 = 1000 kg m-3

Contoh perhitungan dari massa jenis benda:

Percobaan berikut dilakukan untuk memperkirakan massa jenis suatu benda, setelah ditimbang, benda dimasukkan ke dalam gelas ukur. Tentukan massa jenis

benda tersebut!

Alternatif Jawaban

Dari hasil penimbangan diketahui massa benda m = 250 gram

Dari gelas ukur diketahui volume benda adalah V = 500 − 300 = 200 ml = 200 cm3

Dengan demikian massa jenis benda tersebut: ρ =

ρ =


(56)

Tabel.3.10 Data pengujian massa jenis benda

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C2-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760


(57)

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755

Tabel 3.11 Data rata-rata massa jenis benda

Spesimen Suhu ( 0C ) Vawal (ml) Rata-rata

C1 32 700 753

C2 32 700 760

C3 32 700 753

C4 32 700 754

C5 32 700 758

Dari hasil penggujian massa jenis yang di lakukan selama satu minggu dapat di ambil kesimpulan bahwa berat jenis benda tidak mengalami perubahan, hasil pengujian dari hari pertama sampai hari ketujuh menunjukan hasil yang sama. Data hasil pengujian har ke-1 sampai hari ke-7 dapat di lihat di daftar lampiran.


(58)

3.9 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.20 Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Cetakan

Penimbangan masing- masing Bahan

Pencampuran / Pengadukan Bahan

Pencetakan Spesimen Mulai

Persiapan bahan penelitian

Pelayanan serat

Pengambilan TKKS

Penumbuakn Serat

Perendaman Serat

Pengeringan Serat

Pencacahan Serat

Polimerisasi

Pengolahan Data

Pengujian Berat Jenis Pengujian Lentur

Hasil

Selesai

Serat Halus


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Massa Jenis

Data hasil pengukuran pengujian massa jenis adalah sebagai berikut :

Pengujian di lakukakan selama 1 minggu mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Data pengujian hari k-2 sampai hari ke-7 dapat di lihat di lampiran.

Tabel.4.1 Data pengujian massa jenis benda

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750


(60)

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755

Hasil Perhitungan Massa Jenis.

Untuk Spesimen C1-1

Dik : m =58 gr

V = 760 – 700 = 60 ml = 60 cm3 Dit : ρ...?

Penyelesaian :

ρ = ρ =

ρ = 0,96 gr/cm3

Spesimen C1-2

Dik : m =56 gr

V = 750 – 700 = 50 ml = 50 cm3 Dit : ρ...?


(61)

ρ = ρ =

ρ = 1,12 gr/cm3

Spesimen C1-3

Dik : m =56 gr

V = 750 – 700 = 50 ml = 50 cm3 Dit : ρ...?

Penyelesaian :

ρ = ρ =

ρ = 1,12 gr/cm3

Spesimen C1-4

Dik : m =57 gr

V = 755 – 700 = 55 ml = 55 cm3 Dit : ρ...?

Penyelesaian :

ρ = ρ =


(62)

Spesimen C1-5

Dik : m =56 gr

V = 750 – 700 = 50 ml = 50 cm3 Dit : ρ...?

Penyelesaian :

ρ = ρ =

ρ = 1,12 gr/cm3

Untuk perhitungan C2 sampai C5 dapat di lakukan dengan proses yang sama.

Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Pengujian Massa Jenis Benda

Spesimen Massa (m) Volume (V) Kerapatan (ρ) gr/cm3

C1 56.6 53 1,07

C2 58 60 0,96

C3 57 55 1,04

C4 56,8 54 1,05


(63)

Grafik hasil pengujian nilai rata-rat kerapatan ditunjukkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujian kerapatan-NaOH

Pada hubungan Kerapatan-NaOH, kerapatan terbesar terdapat pada spesimen C1 = 1,07 gr/cm3 dengan persentase NaOH 1% dan kerapatan terkecil terdapat pada spesimen C2 = 0,96 gr/cm3 dengan persentase NaOH 1% dari hasil pengujian massa jenis benda dapat dilihat nilai spesimen C2 dengan komposisi polyurethane 15 %, resin BTQN 70 %, serat TKKS 10 %, dan katalis 5 % adalah nilai yang paling baik, artinya semakin kecil nilai kerapatan,maka semakin ringan spesimen tersebut. Karena hasil yang diingin kan adalah mendapatkan spesimen yang seringan mungkin dan spesimen yang kuat.

4.2 Hasil Pengujian Lentur

Data hasil pengukuran pengujian kekuatan lentur dengan ukuran sebagai berikut : Ukuran sampel yang digunakan Standart ASTM D-790 dengan

Panjang sampel : 300 mm

Lebar sampel : 20 mm


(64)

Tabel 4.3 hasil pengujian spesimen C1

Hasil pengujian lentur dilakukan terhadap lima buah spesimen C1, grafik hasil pengujian ditun

jukkan pada Gambar 4.2.

Keterangan:

: C1-1

: C1-2

: C1-3

: C1-4

: C1-5

Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C1 Nama

Sampel

Lebar (mm)

Tebal (mm2)

Luas Penampang

(Mm2)

Beban Tekan Maksimum

(kgf)

Kuat Tekan (Kgf/mm2)

C2-1 20.000 10.000 200.00 5.77 0.03

C2-2 20.000 10.000 200.00 5.15 0.03

C2-3 20.000 10.000 200.00 5.27 0.03

C2-4 20.000 10.000 200.00 5.55 0.03

C2-5 20.000 10.000 200.00 8.00 0.04

kgf


(65)

Tabel 4.4 hasil pengujian spesimen C2

Hasil pengujian lentur dilakukan terhadap lima buah spesimen C2, grafik hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Keterangan:

: C2-1

: C2-2

: C2-3

: C2-4

: C2-5

Gambar 4.3 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C2 Nama

Sampel

Lebar (mm)

Tebal (mm2)

Luas Penampang

(Mm2)

Beban Tekan Maksimum

(kgf)

Kuat Tekan (Kgf/mm2)

C2-1 20.000 10.000 200.00 5.77 0.03

C2-2 20.000 10.000 200.00 5.15 0.03

C2-3 20.000 10.000 200.00 5.27 0.03

C2-4 20.000 10.000 200.00 5.55 0.03

C2-5 20.000 10.000 200.00 8.00 0.04

kgf


(66)

Tabel 4.5 hasil pengujian spesimen C3

Hasil pengujian lentur dilakukan terhadap lima buah spesimen C3, grafik hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Keterangan:

: C3-1

: C3-2

: C3-3

: C3-4

: C3-5

Gambar 4.4 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C3 Nama

Sampel

Lebar (mm)

Tebal (mm2)

Luas Penampang

(Mm2)

Beban Tekan Maksimum

(kgf)

Kuat Tekan (Kgf/mm2)

C3-1 20.000 10.000 200.00 13.84 0.07

C3-2 20.000 10.000 200.00 11.26 0.06

C3-3 20.000 10.000 200.00 12.23 0.06

C3-4 20.000 10.000 200.00 8.37 0.04

C3-5 20.000 10.000 200.00 9.45 0.05

kgf


(67)

Tabel 4.6 hasil pengujian spesimen C4

Hasil pengujian lentur dilakukan terhadap lima buah spesimen C4, grafik hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Keterangan:

: C4-1

: C4-2

: C4-3

: C4-4

: C4-5

Gambar 4.5 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C4 Nama

Sampel

Lebar (mm)

Tebal (mm2)

Luas Penampang

(Mm2)

Beban Tekan Maksimum

(kgf)

Kuat Tekan (Kgf/mm2)

C4-1 20.000 10.000 200.00 5.42 0.03

C4-2 20.000 10.000 200.00 5.75 0.03

C4-3 20.000 10.000 200.00 8.08 0.04

C4-4 20.000 10.000 200.00 6.71 0.03

C4-5 20.000 10.000 200.00 7.23 0.04

kgf


(68)

Tabel 4.7 hasil pengujian spesimen C5

Hasil pengujian lentur dilakukan terhadap lima buah spesimen C5, grafik hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Keterangan:

: C5-1

: C5-2

: C5-3

: C5-4

: C5-5

Gambar 4.6 Grafik hasil pengujian lentur spesimen C5 Nama

Sampel

Lebar (mm)

Tebal (mm2)

Luas Penampang

(Mm2)

Beban Tekan Maksimum

(kgf)

Kuat Tekan (Kgf/mm2)

C5-1 20.000 10.000 200.00 13.78 0.07

C5-2 20.000 10.000 200.00 12.34 0.06

C5-3 20.000 10.000 200.00 15.36 0.08

C5-4 20.000 10.000 200.00 11.98 0.06

C5-5 20.000 10.000 200.00 12.76 0.06

kgf


(69)

4.3 Pembahasan

Pengujian lentur adalah salah satu uji Stress strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya lentur. Dalam pengujiannya, material di tekan sampai putus. Uji lentur adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian lentur sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi diseluruh dunia. Dengan menekan suatu material kita akan mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap gaya lentur dan sejauh mana material itu akan mengalami pembengkokan sampai patah. Didalam pengujian lentur yang telah dilakukan pada saat pengujian ada beberapa sepesimen yang akan di uji, Dengan satuan beban (kgf), maka untuk pengujian sepesimen beban yang dipakai sebesar 400 kgf, kecepatan 30 mm per menit. Keterangan dari satuan tersebut adalah:

Tegangan (Y) = kgf 1MPa = 1 N/mm2 Regangan (X) = mm/menit 1 Pa = 1 N/m2 Satuan dalam (N) 1kgf = 9,8067 N

Dalam pengujian ini, ada lima jenis spesimen yang digunakan berdasarkan variasi pencampuran larutan alkali NaOH yang dicampurkan dalm proses perendaman serat sebelumnya yaitu material busa polimer yang diperkuat serat TKKS, dimana dalam satu spesimen uji lentur terdapat 5 sampel uji. Adapun volume yang digunakan untuk pembuatan spesimen busa polimer yang diperkuat serat TKKS yaitu dengan total berat 300 gram dengan variasi komposisi.

Tabel 4.8. Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C1

Spesimen Tegangan Max Kuat Tekan Regangan Modulus Elastisitas

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

1 11,02 0,06 1,9 5,8

2 7,07 0,04 1,2 5,892


(70)

Tabel 4.10 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C3

Spesimen Tegangan Max Kuat Tekan Regangan Modulus Elastisitas

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

1 13,84 0,07 1,60 8,65

2 11,26 0,06 1,40 8,043

3 12,23 0,06 1,44 8,493

4 8,78 0,04 1,4 6,271

5 8,53 0.04 1,26 6,770

Rata-rata 8,708 0,044 1,316 6,932

Tabel 4.9 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C2

Spesimen Tegangan Max Kuat Tekan Regangan Modulus Elastisitas

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

1 5,77 0,03 0,18 32,055

2 5,15 0,03 0,28 18,393

3 5,27 0,03 0,15 35,133

4 5,55 0,03 0,41 13,535

5 8,00 0.04 1,19 6,723


(71)

4 8,37 0,04 0,72 11,625

5 9,45 0.05 1,28 7,383

Rata-rata 11,03 0,056 1,288 8.839

Tabel 4.11 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C4

Spesimen Tegangan Max Kuat Tekan Regangan Modulus Elastisitas

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

1 5,42 0,03 0,12 45,166

2 5,75 0,03 0,18 31,944

3 8,08 0,04 0,62 13,032

Lanjutan Tabel 4.11 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C4

4 6,71 0,03 0,60 11,183

5 7,23 0.04 0,54 13,388

Rata-rata 6,602 0,034 0,672 22,943

Tabel 4.12 Sifat mekanik pengujian lentur Spesimen C5


(72)

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

1 13,78 0,07 1,35 10,207

2 12,34 0,06 1,45 8,51

3 15,36 0,08 2,45 6,269

4 11,98 0,06 2,05 5,843

5 12,76 0.06 0,80 15,95

Rata-rata 13,244 0,066 1,62 9.355

Tabel 4.13 Hasil rata-rat sifat mekanik pengujian lentur

Spesimen Tegangan Max Kuat Tekan Regangan Modulus Elastisitas

No (MPa) (Kgf/mm2) (%) (MPa)

C1 8,708 0,044 1,316 6,932

C2 5,948 0,032 0,442 21,168

C3 11,03 0,056 1,288 8,839

C4 6,602 0,034 0,672 22,943


(73)

Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Tagangan ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Taganga-NaOH

Pada hubungan Tegangan-NaOH, tegangan terbesar terdapat pada spesimen C5 = 13,244 MPa dengan persentase NaOH 5% dan tegangan terkecil terdapat pada spesimen C2 = 5,948 MPadengan persentase NaOH 2% dari hasil pengujian dapat dilihat nilai spesimen C5 dengan komposisi polyurethane 15 %, resin BTQN 70 %, serat TKKS 10 %, dan katalis 5 % adalah nilai yang paling baik, artinya semakin besar nilai tegangan, maka semakin kuat spesimen tersebut. Karena hasil yang diingin kan adalah mendapatkan spesimen yang kuat.

Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Regangan ditunjukkan pada Gambar 4.8.


(74)

Pada hubungan Regangan-NaOH, Regangan terbesar terdapat pada spesimen C5 = 1,62 % dengan persentase NaOH 5% dan tegangan terkecil terdapat pada spesimen C2 = 0,442 %dengan persentase NaOH 2% dari hasil pengujian dapat dilihat nilai spesimen C5 dengan komposisi polyurethane 15 %, resin BTQN 70 %, serat TKKS 10 %, dan katalis 5 % adalah nilai yang paling baik, artinya semakin besar nilai regangan, maka semakin kuat spesimen tersebut. Karena hasil yang diingin kan adalah mendapatkan spesimen yang kuat.

Grafik hasil pengujian nilai rata-rat Modulus Elastisitas ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik hasil pengujian nilai rata-rata Modulus Elastisitas

Pada hubungan Modulus Elastisitas-NaOH, Modulus Elastisitas terbesar terdapat pada spesimen C4 = 22,943 MPa dengan persentase NaOH 4% dan Modulus Elastisitas terkecil terdapat pada spesimen C1 = 6,932 Mpa dengan persentase NaOH 1% dari hasil pengujian dapat dilihat nilai spesimen C4 dengan komposisi polyurethane 15 %, resin BTQN 70 %, serat TKKS 10 %, dan katalis 5 % adalah nilai yang paling baik, artinya semakin besar nilai Modulus Elastisitas, maka semakin kuat spesimen tersebut. Karena hasil yang diingin kan adalah mendapatkan spesimen yang kuat.


(75)

Dari data-data spesimen diatas diketahui bahwa : 1. Nilai rara-rata dari (Tabel 4.8)

Tegangan Maksimum/kekuatan lentur = 8,708 MPa. Tegangan Patah = 0,044 Kgf/mm2

Regangan = 1,316 %

Modulus Elastisitas/Modulus Young = 6,932 MPa. 2. Nilai rara-rata dari (Tabel 4.9)

Tegangan Maksimum/kekuatan lentur = 5,948MPa. Tegangan Patah = 0,032 Kgf/mm2

Regangan = 0,442 %

Modulus Elastisitas/Modulus Young = 21,168 MPa. 3. Nilai rara-rata dari (Tabel 4.10)

Tegangan Maksimum/kekuatan lentur = 11,03 MPa Tegangan Patah = 0,056 Kgf/mm2

Regangan = 1,288 %

Modulus Elastisitas/Modulus Young = 8.839 MPa. 4. Nilai rara-rata dari (Tabel 4.11)

Tegangan Maksimum/kekuatan lentur = 6,602 MPa. Tegangan Patah = 0,034 Kgf/mm2

Regangan = 0,672 %

Modulus Elastisitas/Modulus Young = 22,943 MPa. 5. Nilai rara-rata dari (Tabel 4.12)

Tegangan Maksimum/kekuatan lentur = 13,244 MPa. Tegangan Patah = 0,066 Kgf/mm2

Regangan = 1,62 %

Modulus Elastisitas/Modulus Young = 9,355 MPa.

4.4 Mode kegagalan

Polimer busa dari kurva tegangan-regangan menunjukan respon awal elastis dan selanjutnya menjadi plastis. Kurva respon tegangan-regangan dari 25 spesimen busa polimer (polyurethane) yang akibat uji kuat lentur seperti yang telah ditunjukan pada kurva respon tegangan-regangan terdahulu dapat dilihat bahwa di


(1)

Lampiran 2

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-2

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755


(2)

Lampiran 3

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-3

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755


(3)

Lampiran 4

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-4

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755


(4)

Lampiran 5

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-5

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755


(5)

Lampiran 6

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-6

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755


(6)

Lampiran 7

Tabel Data pengujian massa jenis benda hari ke-7

Spesimen Tgl Suhu(oc) Waktu Vawal (ml) Vakhir (ml)

C1-1 18/04/13 32 14.00 700 760

C1-2 18/04/13 32 14.03 700 750

C1-3 18/04/13 32 14.06 700 750

C1-4 18/04/13 32 14.09 700 755

C1-5 18/04/13 32 14.12 700 750

C1-1 18/04/13 32 14.15 700 760

C2-2 18/04/13 32 14.18 700 760

C2-3 18/04/13 32 14.21 700 760

C2-4 18/04/13 32 14.24 700 760

C2-5 18/04/13 32 14.27 700 760

C3-1 18/04/13 32 14.30 700 750

C3-2 18/04/13 32 14.33 700 750

C3-3 18/04/13 32 14.36 700 755

C3-4 18/04/13 32 14.39 700 760

C3-5 18/04/13 32 14.42 700 750

C4-1 18/04/13 32 14.45 700 755

C4-2 18/04/13 32 14.48 700 760

C4-3 18/04/13 32 14.51 700 755

C4-4 18/04/13 32 14.54 700 750

C4-5 18/04/13 32 14.57 700 750

C5-1 18/04/13 32 15.00 700 760

C5-2 18/04/13 32 15.03 700 760

C5-3 18/04/13 32 15.06 700 760

C5-4 18/04/13 32 15.09 700 755

C5-5 18/04/13 32 15.12 700 755