Analisis Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon

(1)

ANALISIS STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA MISKIN

DI DESA KARANGWANGI KECAMATAN DEPOK

KABUPATEN CIREBON

GITA RIYANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Desa Karangwangi Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Gita Riyana


(4)

(5)

ABSTRAK

GITA RIYANA. Analisis Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, pertama, strategi nafkah rumah tangga miskin berdasarkan pemanfaatan aset nafkah (livelihood assets) dan, kedua, pengaruh strategi nafkah terhadap tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, Depok, Cirebon. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dikombinasikan dengan pengumpulan data secara kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur kepada 30 responden rumah tangga miskin yang dipilih secara acak. Data juga diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, berdasarkan uji statistik yang dilakukan, variasi strategi nafkah dan tingkat pengeluaran konsumsi pangan dikalangan responden rumah tangga miskin yang tidak menguasai lahan, tidak berbeda nyata dengan responden rumah tangga miskin yang menguasai lahan. Kedua, sejalan dengan hasil penelitian yang pertama, hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa variasi strategi nafkah ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin, baik yang mempunyai lahan maupun yang tidak mempunyai lahan. Ketiga, dari hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa alokasi tenaga kerja rumah tangga, dan modal sosial merupakan livelihood assets yang berpengaruh signifikan terhadap variasi strategi nafkah rumah tangga miskin.

Kata kunci: Rumah tangga miskin, kemiskinan, aset nafkah, strategi nafkah

ABSTRACT

GITA RIYANA. Livelihood Strategies Analysis of Poor Households in the Karangwangi Village, Depok District, Cirebon Regency. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO.

The purpose of this study is to analyze, firstly, the livelihood strategies of poor households based on their livelihood assets practices; and secondly, to analyze the influence of livelihood strategies of the poor households to their consumption expenditures. This study applied quantitative approach that combined by qualitative data collections. Data are obtained through interviewed to 30 random respondents of poor households using structured questionnaire. Data also obtained through observation and in-depth interviews. The result shows that, first, the amount type of livelihood strategies and the level of food consumption expenditures between the poor that having land and the land-less, is statistically not significant. Second, the amount type of livelihood strategies of the poor, either having land or not, is not influence the level of food consumption expenditures significantly. Third, the allocation of household labor and social capital is the two most important of livelihood assets that significantly affects to the amount type of livelihood strategies of the poor households.


(6)

(7)

(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

ANALISIS STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA MISKIN

DI DESA KARANGWANGI KECAMATAN DEPOK

KABUPATEN CIREBON

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015


(9)

(10)

(11)

(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Desa Karangwangi Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon”. Tulisan ini memaparkan bagaimana livelihood assets mempengaruhi strategi nafkah rumah tangga miskin serta bagaimana bentuk-bentuk strategi nafkah yang dibangun rumah tangga miskin mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis Ayahanda Sumarna dan Ibunda Juriyah yang telah membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar untuk penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Adik Mita Seila Gayatri dan Viza Nur Cendani yang selalu menjadi sumber keceriaan dan kebahagiaan bagi penulis.

4. Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga di Desa Karangwangi Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon. Keluarga baru yang memberi penulis semangat untuk terus mengejar impian.

5. Beasiswa Bidikmisi yang diberikan oleh DIKTI yang sangat meringankan penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

6. Nidya Cahyana Wulan, Fatimah Azzahra, Dyah Utari, Sri Anindya, dan Ade Mirza sebagai orang-orang yang lebih dari sahabat bagi penulis. Terimakasih untuk inspirasi dan kebersamaannya selama ini.

7. Maria, sahabat seperjuangan penulis. Tempat berbagi keluh kesah dan tawa canda selama menjadi mahasiswa tingkat akhir

8. Keluarga mahasiswa SKPM Angkatan 48 terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.

9. Seluruh anggota Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC), khususnya IKC angkatan 48 atas keceriaan dan semangat kebersamaannya selama ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Januari 2015


(13)

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Operasional 14

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23

Letak dan Kondisi Geografi Desa Karangwangi 23

Kondisi Fisik 24

Kondisi Sosial 24

Kondisi Ekonomi 25

KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN 29

Umur dan Tingkat Pendidikan Responden 29

Jumlah Anggota Rumah Tangga Miskin 30

Jumlah Usia Produktif Anggota Rumah Tangga Miskin 31

Tingkat Pendidikan Anggota Rumah Tangga Miskin 31

Kondisi Fisik 32

Kondisi Sosial 33


(15)

LIVELIHOOD ASSETS DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA

MISKIN 37

Pemanfaatan Livelihood Assets Rumah Tangga Miskin 37

Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin 61

Perbandingan Variasi Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin 67 STRUKTUR PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN 71

Tingkat Pengeluaran Konsumsi PanganRumah Tangga Miskin 71

Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Miskin 72

Hubungan Pengeluaran Konsumsi Pangan dan Jumlah Variasi Strategi Nafkah

Rumah Tangga Miskin 72

SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 80


(16)

DAFTAR TABEL

1 Matriks perincian data berdasarkan jenis dan teknik pengumpulan

data 20

2 Jumlah penduduk Desa Karangwangi menurut jenis pekerjaan 26 3 Jumlah dan persentase responden menurut pengelompokan jumlah

anggota rumah tangga miskin, tahun 2014 30

4 Jumlah dan persentase responden menurut pengelompokan jumlah usia produktif anggota rumah tangga miskin, tahun 2014 31 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan, tahun

2014 38

6 Jumlah dan persentase responden menurut alokasi tenaga kerja,

tahun 2014 39

7 Jumlah dan persentase responden menurut luas kepemilikan lahan

usaha, tahun 2014 40

8 Jumlah dan persentase responden menurut pola penguasaan lahan

usaha, tahun 2014 41

9 Jumlah dan persentase responden menurut kepemilikan jenis asset rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun 2014 42 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal fisik, tahun

2014 43

11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pinjaman saat

kondisi krisis, tahun 2014 45

12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal finansial,

tahun 2014 48

13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kekuatan jaringan

sosial, tahun 2014 49

14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemanfaatan

lembaga kesejahteraan lokal, tahun 2014 50

15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial,

tahun 2014 52

16 Uji korelasi pearson antara tingkat pendidikan dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun

2014 54

17 Uji korelasi pearson antara tingkat alokasi tenaga kerja rumah tangga dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa

Karangwangi, tahun 2014 55

18 Uji korelasi pearson antara tingkat modal sosial dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun

2014 55

19 Uji korelasi pearson antara tingkat modal finansial dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi,

tahun 2014 56

20 Uji korelasi pearson antara tingkat modal fisik dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun


(17)

21 Uji korelasi pearson antara tingkat modal alam dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun

2014 57

22 Pemanfaatan livelihood assets yang mempengaruhi tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun

2014 58

23 Matriks perbandingan strategi nafkah rumah tangga contoh kasus responden rumah tangga miskin berdasarkan tingkat Livelihood

assets rumah tangga, tahun 2014 59

24 Matriks strategi nafkah pola nafkah ganda rumah tangga miskin di

Desa Karangwangi, tahun 2014 63

25 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah variasi strategi nafkah rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, tahun 2014 68 26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran

konsumsi pangan rumah tangga miskin per tahun, tahun 2014 71

27 Ekuivalen konsumsi beras 72

28 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di

Pedesaan, tahun 2014 73

29 Jumlah responden menurut tingkat pengeluaran konsumsi pangan dan jumlah variasi strategi nafkah rumah tangga miskin, tahun 2014 74


(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 13

2 Sketsa Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon 23 3 Persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Karangwangi,

tahun 2014 29

4 Rata-rata tingkat pendidikan anggota rumah tangga miskin di Desa

Karangwangi, tahun 2014 32

5 Perbandingan tingkat pemanfaatan livelihood assets rumah tangga

miskin di Desa Karangwangi, tahun 2014 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Karangwangi 80

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014-2015 81

3 Kuesioner penelitian 82

4 Panduan pertanyaan 97

5 Daftar kerangka sampling dan responden penelitian 98

6 Contoh hasil uji statistik 103


(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan yang dapat menghambat kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Indonesia merupakan negara berkembang, kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Menurut data BPS (2014) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2014 mencapai 27.73 juta (10.96 persen). Persentase tersebut dapat menunjukkan bahwa saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar. Begitu banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan demi mengatasi permasalahan kemiskinan, akan tetapi kemiskinan masih saja belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah.

Penduduk miskin sebagian besar tinggal di pedesaan. Data pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa penduduk miskin yang tinggal di pedesaan mencapai 62.65 persen dari keseluruhan penduduk miskin (BPS 2014). Data yang diperoleh BPS (2014) menunjukkan bahwa penduduk miskin di daerah pedesaan mencapai 13.76 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk miskin di daerah perkotaan yang mencapai 8.16 persen. Salah satu karakteristik data profil orang miskin di pedesaan umumnya melekat pada mereka yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani gurem, buruh tani, pencari kayu, maupun nelayan, sementara di perkotaan potret kemiskinan melekat pada mereka yang bekerja di sektor informal perkotaan.

Undang-Undang yang mengatur tentang penanganan fakir miskin adalah Undang-Undang No 13 Tahun 2011. Dalam Undang-Undang tersebut yang dimaksud dengan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya atau keluarganya. Rumah tangga miskin di pedesaan umumnya hanya mampu bertahan hidup secara pas-pasan, bahkan serba kekurangan. Berdasarkan beberapa literatur, terdapat berbagai jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin di pedesaan dalam meningkatkan kualitas hidupnya atau sekedar untuk mempertahankan hidupnya. Menurut Widodo (2012) modal sosial merupakan salah satu andalan bagi rumah tangga miskin dalam membangun strategi untuk bertahan hidup. Hutang menjadi salah satu bentuk strategi nafkah bagi rumah tangga miskin. Untuk berhutang mereka memanfaatkan jejaring sosial yang ada, seperti ikatan kekerabatan, pertetanggaan atau pertemanan. Hutang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang mendesak seperti ketika anggota rumah tangga ada yang sakit.

Dharmawan (2007) mengemukakan bahwa dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy

(strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi bertahan hidup). Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Konsep mata pencarian (livelihood) sangat penting dalam


(20)

2

memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencarian (livelihood strategies). Ellis (2000) mendefinisikan bahwa nafkah mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup, yang mana sebuah nafkah terdiri dari aset, (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan sosial) kegiatan dan akses (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan hidup individu atau rumah tangga.

Masalah mempertahankan kelangsungan hidup berbeda-beda menurut derajatnya, mulai dari mempertahankan masalah hidup dan mati sampai dengan mempertahankan hidup agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mampu bekerja secara normal sesuai dengan jenis pekerjaannya masing-masing. Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2012) pada rumah tangga miskin di Desa Karang Agung diketahui bahwa rumah tangga miskin menerapkan strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup, berbagai strategi nafkah yang dijalankan rumah tangga miskin di Karang Agung antara lain dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan melakukan migrasi.

Berdasarkan dokumen Jawa Barat Dalam Angka 2012 yang dirilis BPS Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cirebon menjadi salah satu daerah yang memiliki persentase kemiskinan di atas 15 persen yakni 16.12 persen. Desa Karangwangi merupakan salah satu dari dua belas desa yang berada di Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Desa Karangwangi adalah salah satu desa yang sangat menunjang aktivitas ekonomi dan pertanian di Kabupaten Cirebon, memiliki potensi sumber daya yang mampu menunjang kehidupan masyarakatnya, seperti sumber daya alam yang banyak berupa perkebunan dan pertanian namun, berdasarkan data penerima manfaat Program RasKin (Beras Miskin) menurut berita acara musyawarah Desa yang telah disahkan oleh keputusan Bupati Kabupaten Cirebon Nomor 97 tanggal 21 Januari 2014 di Kecamatan Depok, Desa Karangwangi merupakan Desa yang memiliki rumah tangga miskin terbanyak dibandingkan dengan Desa-Desa lain di Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon.

Rumah tangga miskin di pedesaan umumnya memiliki keterbatasan modal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keterbatasaan modal yang dialami rumah tangga membatasi peluang rumah tangga dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga rumah tangga miskin hanya mampu mendapatkan peluang usaha atau pekerjaan dengan pendapatan yang rendah. Saat kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada rumah tangga berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Rumah tangga akan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk mendukung kehidupan anggota rumah tangganya, rumah tangga miskin menerapkan berbagai strategi untuk dapat tetap bertahan hidup.

Strategi nafkah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat keluar dari permasalahan yang menjerat dan mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Rumah tangga miskin menerapkan strategi nafkah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya tergantung dari sumber daya yang dimiliki. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini akan menganalisis sejauhmana strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin, serta ingin mengetahui


(21)

3 tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin sebagai ukuran tingkat kesejahteraan ekonomi rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon.

Masalah Penelitian

Salah satu penghambat pembangunan ekonomi adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan tolok ukur bagi sebuah negara apakah pembangunan yang tengah berlangsung benar-benar merata atau tidak dalam masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga saat ini masih cukup besar. Berbagai kebijakan demi mengatasi permasalahan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi kemiskinan masih saja belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Menurut data BPS, sebagian besar penduduk miskin tinggal di pedesaan.

Desa Karangwangi merupakan Desa yang memiliki rumah tangga miskin terbanyak diantara dua belas desa lainnya yang berada di Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Setiap rumah tangga mempunyai modal yang berbeda-beda dalam mendukung kehidupan rumah tangganya. Rumah tangga miskin di pedesaan umumnya memiliki keterbatasan modal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keterbatasaan modal yang dialami rumah tangga membatasi peluang rumah tangga dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga rumah tangga miskin hanya mampu mendapatkan peluang usaha atau pekerjaan dengan pendapatan yang rendah.

Kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan sehingga pada rumah tangga berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Rumah tangga miskin menghadapi kemiskinan dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimiliki berupaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup rumah tangganya. Rumah tangga miskin akan berusaha memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin. Rumah tangga miskin menerapkan berbagai strategi untuk dapat tetap bertahan hidup. Strategi nafkah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat keluar dari permasalahan yang menjerat dan mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Dalam upaya memperjuangkan hidup, rumah tangga miskin akan melakukan berbagai aktivitas nafkah sesuai kemampuannya. Rumah tangga miskin memanfaatkan livelihood assets yang merupakan modal dalam membangun strategi nafkahnya, yakni modal alam, modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial. Pemanfaatan livelihood assets tersebut dapat mempengaruhi strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga miskin.

Oleh karena itu, menarik untuk di teliti:

1. Sejauhmana pemanfaatan livelihood assets mempengaruhi strategi nafkah yang dibangun rumah tangga miskin?

2. Bagaimana strategi nafkah yang dibangun rumah tangga miskin mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi mereka?


(22)

4

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis strategi nafkah yang dibangun rumah tangga miskin berdasarkan pemanfaatan livelihood assets.

2. Menganalisis pengaruh strategi nafkah yang dibangun rumah tangga miskin terhadap tingkat pengeluaran konsumsi mereka.

Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga dalam bertahan hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumah tangga lainnya untuk membangun strategi penghidupannya dengan menggunakan potensi yang dimiliki masing-masing.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait dengan rumah tangga miskin khususnya di Kecamatan Depok.


(23)

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pengertian Kemiskinan

Quibria M.G seperti yang dikutip oleh Sumarti (2007) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah kondisi yang bersifat multidimensional, tidak hanya mencakup tingkat pendapatan yang rendah, tetapi juga (a) kurangnya kesempatan/akses, pendapatan yang rendah terkait erat dengan distribusi asset fisik (lahan), sumber daya manusia, dan asset sosial, serta kesempatan usaha/kerja; (b) rendahnya kemampuan (pendidikan dan kesehatan); (c) rendahnya tingkat keamanan (jaminan terhadap resiko dan tekanan ekonomi) baik di tingkat nasional, lokal, maupun rumah tangga (individu); dan (d) pemberdayaan (kapasitas golongan miskin untuk mengakses dan mempengaruhi kelembagaan dan proses sosial yang membentuk alokasi sumber daya).

Menurut Sen dan Foster seperti yang dikutip oleh Zuber (2012) kemiskinan adalah suatu keadaan seseorang atau keluarga serba kekurangan. Kekurangan dalam hal pangan, sandang, perumahan, air bersih, kesempatan untuk memperoleh pendidikan, mendapat pekerjaan, dan rasa hormat dari orang lain. Secara umum model kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kemiskinan absolut dan kedua, kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjelaskan bahwa seorang atau sekelompok orang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan kemiskinan relatif menjelaskan bahwa seorang atau sekelompok orang tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, namun dirinya masih merasa miskin apabila dibandingkan dengan orang atau kelompok lain (Zuber 2012).

Faktor-Faktor Kemiskinan

Faktor yang menyebabkan keluarga berada dalam kondisi kemiskinan, antara lain: mata pencaharian yang tidak menentu sehingga penghasilan rendah dan serba kekurangan, banyak kebutuhan yang harus dipenuhi yang cukup memberatkan, musibah-musibah yang menimpa, baik karena ulah manusia maupun bencana alam, ketidakmampuan fisik sehingga tidak bisa produktif, konsumtif atau boros, adanya tekanan atau pemerasan dari pihak-pihak tertentu, dan pendidikan formal yang rendah atau tidak berpendidikan (Hidayati 2013). Hasil penelitian Ganesh et al. (2009) menunjukan bahwa orang dengan pendapatan rendah memiliki akses kurang terhadap aset modal daripada orang-orang dari berpenghasilan menengah dan tinggi.

Suryawati (2005) mengatakan penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki, yaitu:

a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya.


(24)

6

b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).

c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.

d. Financial assets: berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha.

e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

Hasil penelitian Kutanegara (2000) menunjukan bahwa penduduk yang paling miskin umumnya didominasi oleh rumah tangga yang memiliki hambatan karena anggota rumah tangga cacat, jumlahnya tidak lengkap, dan rumah tangga tidak memiliki akses ke sumber daya ekonomi, sosial, dan politik. Bagi rumah tangga miskin akses sumber daya yang rendah terhadap ekonomi juga akan diikuti oleh rendahnya akses terhadap masalah sosial dan politik. Karena kemiskinannya mereka menjadi terbatas untuk bisa mengakses berbagai sumber informasi dan

networking yang saat ini merupakan sumber daya yang sangat penting untuk mendapatkan akses ke ekonomi. Keterbatasan akses sumber daya menyebabkan munculnya isolasi dapat dilihat dari informasi, kekuasaan, kesempatan kerja, networking, dan sistem bantuan yang sebernarnya menjadi sumber jaminan sosial mereka.

Hasil penelitian Widodo (2011) pada rumah tangga miskin di Desa Kwanyar Barat, Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa kemiskinan dicirikan oleh rendahnya pendapatan dan cenderung tidak menentu setiap saat. Rendahnya pendapatan ini berujung pada sulitnya mengakses pendidikan dan kesehatan yang layak. Rendahnya pendidikan menyebabkan lemahnya daya saing rumah tangga miskin dalam memperebutkan peluang pekerjaan yang lebih layak secara ekonomi. Sehingga, rumah tangga miskin melakukan strategi nafkah untuk survive.

Indikator Kemiskinan

Menurut Hidayati (2013) rumah tangga miskin adalah mereka yang tidak memiliki sumber mata pencaharian atau pekerjaan yang tetap, sehingga penghasilan yang didapat relatif kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

BPS (Badan Pusat Statistik) mengukur kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dipublikasikan oleh BPS setiap tahunnya. BPS mendefenisikan Garis Kemiskinan sebagai nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik itu kebutuhan hidup makanan (GKM) maupun kebutuhan hidup non-makanan (GKNM) (BPS 2013)


(25)

7 Penghitungan garis kemiskinan (GK) di Indonesia dilakukan dengan mengkompilasi dua komponen pokok yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan.

Keterangan:

GKM : nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita per hari.

GKNM : kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan

Indikator kemiskinan menurut BPS (2005) terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga atau rumah tangga dikategorikan miskin. Jika minimal 9 (sembilan) indikator terpenuhi, maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Indikator tersebut adalah:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang; 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan;

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumpia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester;

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain;

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan;

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah;

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu; 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari;

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik; 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan

500 m2 ,buruh tani, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya;

13. Pendidikan tertinggi rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD; dan

14. Tidak memiliki tabungan.

Sajogyo seperti yang dikutip oleh Suryawati (2005) mengemukakan tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN): mengukur kemiskinan berdasarkan kriteria Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera, dan Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang kurang dari USD $2 per hari.

Menurut Anker (2005) garis kemiskinan diukur dengan jumlah dari biaya makanan dan non-makanan serta pengukuran dari tingkat upah yang layak. Hasil


(26)

8

tulisan ini menunjukkan bahwa banyak pekerja di negara-negara berpenghasilan rendah tidak menerima tingkat upah yang cukup untuk mendukung keluarga yang memiliki empat anggota keluarga sehingga keluarga berada pada garis kemiskinan. Keluarga pekerja upah rendah di negara-negara berpenghasilan rendah menggunakan sebuah strategi untuk mempertahankan hidup, seperti semua anggota kelurga bekerja (termasuk anak-anak).

Pengeluaran total dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin rendah atau rentan (Ariani dan Purwantini 2006).

Pengertian Strategi Nafkah

Nafkah dan strategi nafkah termasuk dalam ilmu sosiologi nafkah yang merupakan keseluruhan hubungan antara manusia, sistem sosial dengan sistem penghidupannya, yang mana dalam menjalankan nafkahnya seseorang atau sekelompok orang dapat mengakses dua basis nafkah yang saling mengisi yaitu sektor pertanian dan non-pertanian (Dharmawan 2007). Ellis (2000) mendefinisikan bahwa nafkah mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup, yang mana sebuah nafkah terdiri dari aset, (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan sosial) kegiatan dan akses (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan hidup individu atau rumah tangga. Saragih et al. seperti yang dikutip oleh Juhadi et al.

(2013) mengatakan bahwa strategi mencari nafkah adalah berbagai upaya yang dilakukan seseorang untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimilikinya untuk mendapatkan penghasilan sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Dharmawan (2007) mengatakan bahwa livelihood memiliki pengertian yang lebih luas daripada sekedar means of living yang bermakna secara sempit sebagai mata pencaharian saja, strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku. Strategi nafkah muncul karena adanya persoalan kemiskinan yang kemudian menjelma ke dalam beberapa “derivate” seperti

diversifikasi sumber nafkah, pekerjaan nafkah wanita, dan pembagian kerja dalam rumah tangga, ataupun lapangan kerja/usaha dan kesempatan kerja di pedesaan. Alasan individu dan rumah tangga melakukan diversifikasi sebagai strategi nafkah adalah karena keterpaksaan (necessity) dan pilihan (choice). Istilah lain yang sering digunakan adalah antara bertahan hidup (survival) dan pilihan (choice) atau antara bertahan hidup (survival) dan akumulasi (accumulation) (Ellis 2000).


(27)

9 Sumber-Sumber Strategi Nafkah

Dharmawan (2007) mengatakan bahwa sumber-sumber nafkah yang diperoleh oleh rumah tangga petani adalah segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi nonpertanian, setiap individu atau rumah tangga dapat memanfaatkan

peluang nafkah dengan “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, finansial

dan fisik) dan “modal lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumber daya manusia yang tersedia untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan (livelihoods strategies).

Ellis (2000) memaparkan terdapat lima tipe modal atau yang biasa disebut sebagai (livelihood Asset), yakni:

1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

2. Modal alam yang meliputi segala sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya, seperti air, tanah. udara, hutan, dan sebagainya.

3. Modal sosial yaitu berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

4. Modal finansial yaitu berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi

5. Modal fisik yaitu modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti gedung, jalan dan sebagainya.

Livelihood berasal dari sumber daya dan aktivitas yang bervariasi sepanjang waktu. Fleksibilitas livelihood menentukan tipe-tipe strategi yang di adopsi oleh rumah tangga pedesaan maupun perkotaan dan bagaimana mereka merespon perubahan. Terkait dengan livelihood, Herbon seperti yang dikutip oleh Dharmawan (2001) mendeskripsikan tiga tingkatan untuk mengatasi ketidaktentuan ekonomi, (1) tahap mengantisipasi kritis, merupakan semua usaha yang dibuat dengan memanfaatkan berbagai tindakan yang aman dan usaha perlindungan terhadap berbagai macam resiko dengan membangun hubungan (jaringan sosial), memproduksi apa saja yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mengumpulkan kelebihan (menabung), membangun jaringan sosial dan ekonomi yang kompleks dan menyeluruh yang mempertukarkan hubungan dengan penyediaan jaminan materil dan immateril, penguasaan sumber daya dari masyarakat dan negara; (2) tahap mengatasi kondisi krisis, meliputi semua tindakan seperti memanfaatkan tabungan, eksploitasi berlebih terhadap sumber daya yang dimiliki (sumber daya alam atau sumber daya sosial), mengurangi konsumsi individu, reaksi massa (contohnya pemberontakan bersama); (3) tahap pemulihan dari krisis, terdiri dari semua tindakan untuk memperbaiki kehancuran dan mendapat akses untuk memperoleh sumber daya.

Scoones seperti yang dikutip oleh Turasih (2011) mengatakan bahwa dalam penerapan strategi nafkah, rumah tangga petani memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat mempertahankan hidup. Strategi nafkah (livelihood strategy) diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori, yaitu: (1) rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); (2) pola nafkah ganda (diversifikasi), yang


(28)

10

dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian dan memperoleh pendapatan; (3) rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan. Selain itu, menurut Dharmawan seperti yang dikutip oleh Dharmawan et al. (2010) mengungkapkan bahwa strategi nafkah lainnya adalah multiple actors/straddling strategy yaitu strategi nafkah yang mendasarkan pada alokasi sumber daya manusia. Dalam hal ini rumah tangga memanfaatkan seluruh sumber daya manusia yang sudah kuat bekerja untuk melakukan pekerjaan disektor pertanian maupun kegiatan domestik dalam rumah tangga.

Strategi nafkah dilakukan dalam berbagai tindakan. Bahkan ketika individu tidak melakukan apa-apa, bukan berarti tidak melakukan strategi nafkah. Strategi nafkah dilakukan berdasarkan sumber-sumber nafkah yang dimilki individu atau rumah tangga dan faktor-faktor di luar rumah tangga yang menentukan kemampuan rumah tangga dalam menentukan strategi nafkah. Strategi nafkah meliputi berbagai tindakan rasional yang diambil rumah tangga untuk mencapai tujuan yang ditetapkan rumah tangganya. Merujuk pada Ellis (2000) tindakan yang dilakukan berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki atau tidak dapat dimiliki tetapi dapat diakses manfaatnya. Akses sumber daya ditentukan oleh kemampuan rumah tangga dalam memperoleh dan memanfaatkan sumber daya (Purnomo 2006)

Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin

Rumah tangga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam satu atap, tetapi tidak memiliki hubungan darah. Menurut Manig seperti yang dikutip oleh Dharmawan (2001) rumah tangga adalah grup yang terdiri dari orang-orang tinggal bersama dalam satu atap dan menggunakan dapur yang sama, berkontribusi dalam pengumpulan pendapatan serta memanfaatkan pendapatan tersebut untuk kepentingan bersama. Meskipun ada pembagian pekerjaan yang berdasarkan jenis kelamin dan umur, namun semuanya bekerja untuk kepentingan bersama. Masing-masing anggota rumah tangga akan berkontribusi sesuai dengan peran, tanggungjawab dan kemampuannya. Rumah tangga merupakan unit sosial yang mengikat anggotanya dalam kesatuan sosial dan ekonomi (Ellis 2000).

Berdasarkan pengertian di atas, rumah tangga diartikan sebagai unit sosial ekonomi yang memiliki hubungan dalam menjalankan strategi nafkah. Rumah tangga menjalankan strategi nafkah sebagai upaya mempertahankan anggota rumah tangganya. Baharsjah seperti yang dikutip oleh Suharma (2005) mengatakan bahwa rumah tangga miskin merupakan rumah tangga yang memiliki ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, air bersih. Kesehatan dasar dan pendidikan dasar; memiliki ketidakmampuan dalam menampilkan peranan sosial, seperti tidak mampu melaksanakan tanggungjawab sebagai pencari nafkah.

Berdasarkan beberapa literatur, terdapat berbagai jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin di pedesaan dalam meningkatkan kualitas hidupnya atau sekedar untuk mempertahankan hidupnya. Hasil penelitian Widodo


(29)

11 (2012) pada rumah tangga miskin di Desa Karang Agung menunjukkan bahwa strategi nafkah yang dijalankan rumah tangga miskin di Karang Agung antara lain dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan melakukan migrasi. Menurut Widodo (2012) modal sosial merupakan salah satu andalan bagi rumah tangga miskin. Modal sosial yang ada di lokasi penelitian berdasarkan ikatan kekerabatan, kekeluargaan dan pertetanggaan. Hutang menjadi salah satu bentuk strategi nafkah bagi rumah tangga miskin. Untuk berhutang mereka memanfaatkan jejaring sosial yang ada, seperti ikatan kekerabatan, pertetanggaan atau pertemanan. Hutang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang mendesak seperti ketika anggota rumah tangga ada yang sakit.

Hasil penelitian Dharmawan dan Manig (2000) pada rumah tangga petani di Jawa Barat dan Kalimantan Barat menunjukan bahwa migrasi keluar memainkan peran penting sebagai mekanisme mendistribusikan tenaga kerja rumah tangga. Rumah tangga miskin biasanya mengadopsi jenis strategi ini. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam masyarakat pedesaan terdapat pelapisan sosial yaitu strata bawah, menengah, dan atas berdasarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Temuan penelitian yang dilakukan di dua lokasi yakni desa di daerah Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Setiap desa mewakili sosio-ekonomi dan budaya khas daerah, diketahui bahwa jenis strategi mata pencaharian yang diterapkan rumah tangga pedesaan berbeda-beda terlihat dari lapisan sosialnya. Dapat dimaknai bahwa strategi mata pencaharian rumah tangga adalah hasil dari upaya penggunaan sumber daya yang dimiliki masing-masing rumah tangga.

Hasil penelitian Widodo (2011) pada rumah tangga miskin di Desa Kwanyar Barat, Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga miskin dibedakan menjadi dua macam, yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi yang digunakan berupa pola nafkah ganda, optimalisasi tenaga kerja rumah tangga dan migrasi. Sedangkan strategi sosial berupa pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal dan jejaring sosial seperti kekerabatan, pertetanggaan dan perkawanan. Strategi nafkah yang selama ini dijalankan oleh rumah tangga miskin sangat kental sekali dengan pemanfaatan modal sosial. Akses terhadap modal sosial sebagai satu-satunya akses terhadap modal. Kekuatan modal sosial perlu dimanfaatkan untuk memberikan kesempatan akses terhadap modal lainnya, seperti modal finansial, modal fisik, modal alam dan modal manusia.

Sitorus seperti yang dikutip oleh Nurmalinda (2002), menjelaskan bahwa strategi yang bisa diterapkan rumah tangga miskin dalam kehidupannya hingga tidak semakin jatuh ke kemiskinan yang semakin dalam ada dua, yaitu di bidang produksi melalui pola nafkah ganda dan di bidang non-produksi melalui lembaga kesejahteraan asli. Dalam pola nafkah ganda ini sejumlah rumah tangga usia kerja terlibat dalam usaha mencari nafkah dalam berbagai sumber. Keterlibatan pria dan wanita pada beragam kegiatan ekonomi juga menunjukkan pada gejala nafkah ganda pada rumah tangga miskin. Selain strategi dengan pola nafkah ganda, strategi lain yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan lembaga kesejahteraan lokal. Salah satu faktor yang penting bagi rumah tangga miskin dalam sektor non-produksi adalah lembaga sosial, baik lembaga formal (bentukan pihak atas desa) maupun lembaga bentukan masyarakat antara lain: kelompok arisan, kelompok pengajian dan merangkap arisan. Manfaat yang diperoleh dari keterlibatan dalam


(30)

12

lembaga kesejahteraan lokal ini adalah manfaat ekonomi yaitu sebagai sumber modal (untuk produksi dan konsumsi) dan tabungan. Manfaat lainnya adalah manfaat sosial yaitu peningkatan pengetahuan dan kebersamaan (solidaritas).

Hasil penelitian Ganesh et al. (2009) menunjukkan bahwa rumah tangga miskin lebih cenderung untuk bermigrasi, Ada dua faktor utama yang memaksa orang-orang dengan pendapatan rendah untuk mencari pekerjaan di luar. Pertama, pendidikan rendah dan orang muda dari kelompok pendapatan rendah umumnya tidak tertarik untuk bekerja di sektor pertanian. kedua, peluang kerja yang semakin sedikit di daerah sendiri. Diversifikasi adalah strategi lain dipilih oleh rumah tangga miskin, diversifikasi mata pencaharian yang dilakukan yaitu memelihara ternak, bekerja sebagai buruh tani, dan bekerja di kegiatan non pertanian.

Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok baik untuk makanan maupun non-makanan atau untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Hal ini dikarenakan keterbatasan rumah tangga miskin terhadap livelihood assets, seperti akses terhadap pendidikan, pekerjaan, keterbatasan aset yang dimiliki seperti minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi, terbatasnya akses untuk memperoleh modal usaha, minimnya ketersediaan aset tanah dan air bersih. Untuk keluar dari permasalahan ini, Rumah tangga miskin menerapkan berbagai strategi untuk dapat tetap bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk mendukung kehidupan anggota rumah tangganya. Strategi nafkah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat keluar dari permasalahan yang menjerat dan mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Menurut Ellis (2000) rumah tangga memiliki lima modal dalam membangun strategi nafkah mereka, yakni modal alam, sosial, finansial, fisik, dan manusia.

Penerapan strategi nafkah dilakukan rumah tangga miskin untuk tetap bertahan hidup dapat dilihat dari jenis mata pencaharian, tingkat pendapatan, dan tingkat pemanfaatan livelihood assets dari Ellis (2000) berupa lima modal sumber daya dimanfaatkan seefektif mungkin guna menerapkan strategi nafkah yang cocok dan menguntungkan bagi mereka. Penelitian ini ingin melihat Pemanfaatan

livelihood assets (modal alam, sosial, finansial, fisik, dan manusia) yang dimiliki oleh rumah tangga miskin berimbas pada variasi strategi nafkah yang dijalankan oleh rumah tangga miskin. Penerapan strategi nafkah oleh rumah tangga miskin bisa berupa pola nafkah ganda, migrasi, alokasi tenaga kerja rumah tangga, pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal, dan pemanfaatan jaringan sosial. Variasi penerapan strategi nafkah yang berbeda-beda pada setiap rumah tangga diduga berhubungan dengan tingkat pengeluaran konsumsi pangan masing-masing rumah tangga. Secara ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada gambar di bawah ini:


(31)

13

Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan:

Saling berhubungan

Hubungan

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Rumah tangga miskin yang tidak menguasai lahan mempunyai strategi nafkah yang lebih bervariasi dibanding rumah tangga miskin yang menguasai lahan 2. Rumah tangga miskin yang tidak menguasai lahan mempunyai tingkat

pengeluaran konsumsi yang lebih tinggi dibanding rumah tangga miskin yang menguasai lahan.

Pemanfaatan Livelihood Assets

Modal Alam  Luas kepemilikan lahan  Status penguasaan lahan

Modal Sosial Kekuatan jaringan sosial Pemanfaatan lembaga

kesejahteraan lokal Modal Manusia Tingkat pendidikan

Tingkat alokasi tenaga kerja Modal Finansial Tingkat tabungan Tingkat pinjaman Moda Fisik  Jumlah aset produksi

Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin Strategi ekonomi:

Pola nafkah ganda Migrasi

Alokasi tenaga kerja rumah tangga Strategi Sosial:

Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal Jaringan sosial

Tingkat Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Miskin Pengeluaran konsumsi


(32)

14

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Livelihood Asset adalah lima modal sumber daya yang dimanfaatkan rumah tangga dalam penerapan strategi nafkah menurut Ellis (2000). Kelima modal tersebut antara lain:

a. Tingkat modal alam adalah status penguasaan lahan dan luas kepemilikan terhadap lahan untuk berusaha.

1. Luas kepemilikan lahan adalah ukuran lahan garapan yang dimiliki atau dikuasai oleh responden untuk kegiatan usahanya dan dihitung dalam satuan hektar, diklasifikasikan berdasarkan temuan dilapang dari yang tidak memiliki lahan, memiliki lahan dengan ukuran yang paling sempit hingga paling luas sebagai berikut:

a. Tidak memiliki lahan

b. Memiliki luas lahan 0.1 ha ≥ x > 0 ha c. Memiliki luas lahan 0.2 ha ≥ x > 0.1 ha d. Memiliki luas lahan 0.3 ha ≥ x > 0.2 ha e. Memiliki luas lahan 0.4 ha ≥ x > 0.3 ha

2. Status penguasaan lahan adalah bentuk hak kuasa seseorang atas lahan dimana pada lokasi penelitian bentuknya berupa:

a. Lahan milik (skor 3) b. Lahan sewa (skor 2) c. Lahan sakap (skor 1)

b. Tingkat modal sosial dilihat berdasarkan dua aspek, yakni jaringan sosial dan pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal. Rincian kedua aspek tersebut sebagai berikut :

1. Jaringan sosial adalah hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama masyarakat. Berdasarkan data yang ditemukan dilapang jaringan sosial yang dimiliki rumah tangga miskin dapat dilihat dari aspek hubungan dengan rekan kerja, hubungan dengan rekan pemasok kebutuhan, hubungan dengan anggota organisasi yang di ikuti, hubungan persaudaraan, dan hubungan pertetanggaan.

2. Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal adalah pemanfaatan kelembagaan yang ada di lingkungan sosial yang mendukung perekonomian rumah tangga miskin. Berdasarkan data yang ditemukan dilapang lembaga kesejahteraan lokal yang dapat diakses oleh rumah tangga miskin yaitu arisan, patron-client, kredit, kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP), kelompok tani, koperasi Desa, koperasi RT, dan bank keliling.

Tingkat modal sosial dalam peneltian ini dapat di kategorikan menjadi tiga, dilihat dari jumlah jaringan sosial dan jumlah pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal yang ditemukan dilapang. Kategorinya sebagai berikut:

Rendah : responden memanfaatkan jumlah hubungan dalam jaringan sosial dan jumlah lembaga kesejahteraan lokal dengan skor kumulatif (5-6)


(33)

15 Sedang : responden memanfaatkan jumlah hubungan dalam jaringan sosial dan jumlah lembaga kesejahteraan lokal dengan skor

kumulatif (7-8)

Tinggi : responden memanfaatkan jumlah hubungan dalam jaringan sosial dan jumlah lembaga kesejahteraan lokal dengan skor kumulatif (9-10)

c. Tingkat modal manusia dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat alokasi tenaga kerja rumah tangga. Berikut merupakan pemaparan dari masing masing variabel.

1. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dialami oleh responden dalam penelitian. Kategorisasi tingkat pendidikan tersebut berdasarkan kondisi faktual di lokasi penelitian yaitu:

a. Tidak tamat SD/sederajat b. Tamat SD/sederajat c. Tamat SMP/sederajat d. Tamat SMA/sederajat

2. Tingkat alokasi tenaga kerja adalah jumlah anggota keluarga yang memiliki pekerjaan. Kategori variabel ini sebagai berikut:

a. 1 anggota rumah tangga yang bekerja.

b. 2 anggota rumah tangga dan istri yang bekerja. c. ≥ 3 anggota rumah tangga yang bekerja.

d. Tingkat modal finansial adalah jumlah uang tunai yang dimiliki responden dalam waktu satu tahun terakhir. Penentuan Jumlah uang tunai pada kategori tinggi, sedang, dan rendah dihitung dengan kaidah kurva sebaran normal dengan bantuan Microsoft excel 2010. Jumlah uang tunai yang dimiliki rumah tangga didapatkan dari tabungan dan pinjaman yang dimiliki responden.

1. Tabungan adalah sejumlah uang yang disimpan di rumah atau di bank, uang tersebut di gunakan untuk kebutuhan pada waktu tertentu.

2. Pinjaman merupakan sejumlah uang yang didapatkan dari orang lain atau lembaga kesejahteraan lokal. Pinjaman uang tunai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat kondisi krisis seperti kondisi (1) saat paceklik; (2) saat membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak; (3) saat membutuhkan uang untuk acara hajatan; (4) saat membutuhkan uang untuk lebaran; (5) saat membutuhkan uang untuk modal usaha atau awal olah tanam bagi petani; (6) saat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kategori tingkat modal finansial sebagai berikut:

Rendah : responden tidak memiliki tabungan dan memiliki pinjaman di saat 6 kondisi krisis, yaitu: paceklik, saat membutuhkan uang untuk membayar biaya sekolah anak, saat membutuhkan uang untuk acara hajatan, saat membutuhkan uang untuk lebaran, saat membutuhkan uang untuk modal usaha atau awal olah tanam bagi petani, dan saat membutuhkan uang untuk sekedar memenuhi kebutuhan bahan pokok sehari-hari seperti beras. Memiliki


(34)

16

total uang tunai dari pinjaman sebesar > Rp10 000 000 dalam waktu satu tahun. (skor 1)

Sedang : responden tidak memiliki tabungan atau memiliki tabungan dan memiliki pinjaman di saat 4 kondisi krisis, yaitu: paceklik, saat membutuhkan uang untuk membayar biaya sekolah anak, saat membutuhkan uang untuk acara hajatan, saat membutuhkan uang untuk modal usaha atau awal olah tanam bagi petani. Memiliki total uang tunai dari pinjaman sebesar ≥ Rp8 000 000 dalam waktu satu tahun. (skor 2) Tinggi : responden tidak memiliki tabungan atau memiliki tabungan dan memiliki pinjaman di saat 2 kondisi krisis, yaitu paceklik dan saat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok sehari-hari seperti beras. Memiliki

total uang tunai dari pinjaman sebesar ≤ Rp6 000 000

dalam waktu satu tahun. (skor 3)

e. Tingkat modal fisik adalah berbagai aset produksi yang digunakan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan rumah tangga miskin. Berdasarkan temuan di lokasi penelitian modal fisik yang dapat mendukung perekonomian rumah tangga sebagai berikut:

a. Ternak/hewan peliharaan seperti: ayam, ikan, bebek, dan kambing b. Barang elektronik seperti: televisi, kipas angin, handphone

c. Kendaraan, seperti: sepeda dan motor

d. Alat-alat produksi: mesin jahit, cangkul, gerobak, dan alat anyam rotan.

Tingkat modal fisik dikategorikan berdasarkan skor indeks kepemilikan aset rumah tangga miskin, yang dijadikan patokan dalam penyusunan skor ini adalah jumlah rupiah dari harga barang maupun hewan yang dimiliki rumah tangga miskin. Kategori tingkat modal fisik sebagai berikut:

Rendah : memiliki barang maupun hewan yang digunakan untuk mendukung perekonomian rumah tangga dengan skor kumulatif < 622

Sedang : memiliki barang maupun hewan yang digunakan untuk mendukung perekonomian rumah tangga dengan skor kumulatif 622 – 1295

Tinggi : memiliki barang maupun hewan yang digunakan untuk mendukung perekonomian rumah tangga dengan skor kumulatif < 1295

2. Strategi nafkah adalah cara-cara yang dilalukan suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga miskin menurut Widodo (2011) yaitu:

a. Strategi ekonomi

Strategi yang dilakukan rumah tangga miskin berkaitan dengan struktur alokasi tenaga kerja rumah tangga. Strategi nafkah yang digunakan berupa:

1. Pola nafkah ganda (diversifikasi) merupakan bentuk strategi nafkah yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola


(35)

17 nafkah yaitu mengombinasikan sumber pendapatan melalui berbagai jenis pekerjaan yang berbeda atau dengan mengerahkan tenaga kerja rumah tangga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja sehingga memperoleh pendapatan.

2. Migrasi merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.

3. Alokasi tenaga kerja rumah tangga, merupakan suatu strategi yang dilakukan dengan mengerahkan tenaga kerja rumah tangga dengan usia produktif untuk ikut bekerja.

b. Strategi sosial

Strategi yang dilakukan rumah tangga miskin berkaitan dengan hubungan antara rumah tangga miskin dan lingkungan sekitarnya. Strategi nafkah yang digunakan berupa:

4. Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal, merupakan usaha yang dilakukan dengan cara memanfaatkan lembaga kesejahteraan lokal seperti koperasi Desa.

5. Pemanfaatan jaringan sosial, merupakan usaha yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan sosial yang ada, seperti hubungan persaudaraan dan pertetanggaan atau pertemanan.

Tingkat variasi strategi nafkah dalam penelitian ini adalah jumlah jenis atau variasi strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga. Berdasarkan data yang ditemui dilapang, tingkat variasi strategi nafkah dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Rendah: Responden melakukan 5 strategi nafkah 2. Sedang: Responden melakukan 4 strategi nafkah 3. Tinggi: Responden melakukan 3 strategi nafkah

3. Tingkat pengeluaran konsumsi adalah rata-rata konsumsi atau pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Pengukuran tingkat pengeluaran didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga responden untuk pemenuhan kebutuhan pangan dalam satu bulan terakhir. Data yang diperoleh adalah data rasio.


(36)

(37)

19

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat (lampiran 1). Pemilihan tempat penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive). Tempat penelitian ini dipilih karena mempertimbangkan kondisi kemiskinan di daerah tersebut yang sesuai dengan maksud penelitian, yaitu Desa Karangwangi yang memiliki rumah tangga miskin terbanyak diantara Desa-Desa lain di Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon berdasarkan data penerima manfaat Program RasKin (Beras Miskin) menurut berita acara musyawarah Desa yang telah disahkan oleh keputusan Bupati Kabupaten Cirebon Nomor 97 tanggal 21 Januari 2014, di Kecamatan Depok.

Proses penyusunan penelitian dan pelaporan hasil penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (lampiran 2). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi di Desa Karangwangi sebagai desa lokasi penelitian adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei. Singarimbun dan Effendi (2006) mengemukakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui metode survei kepada responden dengan menggunakan kuesioner (lampiran 3).

Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan maupun responden yang didasarkan pada panduan wawancara (lampiran 4) yang telah disiapkan sebelumnya untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif. Informan dalam penelitian ini berasal dari berbagai kalangan mulai dari 2 orang pamong desa, 8 orang tokoh masyarakat, dan anggota rumah tangga responden. Penelitian yang dilakukan juga didukung dengan metode observasi atau pengamatan langsung guna melihat fenomena faktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti data monografi desa.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin di Desa Karangwangi dengan jumlah 582 rumah tangga menurut hasil survei yang dilakukan oleh Pemerintah Desa (lampiran 5). Dalam pendekatan kuantitatif responden dipilih untuk menjadi target survei. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak stratifikasi (Stratified Random Sampling), data rumah tangga miskin dikelompokan kedalam dua tingkatan yaitu rumah tangga miskin yang menguasai lahan dan rumah tangga


(38)

20

miskin yang tidak menguasai lahan, populasi sampel dari strata 1 yaitu rumah tangga miskin yang menguasai lahan berjumlah 193 rumah tangga, dan populasi sampel dari strata 2 yaitu rumah tangga miskin yang tidak menguasai lahan berjumlah 389 rumah tangga. Kemudian dari masing-masing jumlah sampel diambil secara random terpilih 10 responden pada strata 1 dan 20 responden pada strata 2 yang dipilih secara proporsional sehingga dapat mewakili rumah tangga miskin di Desa Karangwangi. Teknik ini dipilih karena kriteria yang dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi yaitu luas lahan merupakan salah satu aset berharga yang menjadi simbol kekayaan pada masyarakat Pedesaan, sehingga luas lahan mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian. Lebih lanjut tentang pengumpulan data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Matriks perincian data berdasarkan jenis dan teknik pengumpulan data Jenis data Teknik

pengumpulan data

Data yang dikumpulkan Sekunder Mengkaji

dokumen

 Data terkait Desa Karangwangi  Data profil dan karakteristik rumah

tangga miskin di Desa Karangwangi  Literatur yang terkait dengan

kemiskinan dan strategi nafkah

Primer Wawancara

Terstruktur dengan Kuesioner

 Data karakteristik responden dan karakteristik rumah tangga

 Data kepemilikan livelihood assets

 Data variasi strategi nafkah rumah tangga miskin

 Data pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin

Primer Wawancara

Mendalam dengan panduan kuesioner

 Strategi rumah tangga miskin dalam bertahan hidup

 Pemanfaatan livelihood assets dalam membangun strategi nafkah rumah tangga miskin

Primer Observasi Lapang  Kondisi rumah dan modal fisik yang digunakan rumah tangga miskin  Aktivitas yang dilakukan responden

dalam menjalankan usahanya

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk dapat menjelaskan karakteristik rumah tangga miskin, pemanfaatan livelihood assets yang dimiliki rumah tangga miskin, strategi nafkah rumah tangga miskin, dan struktur pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin. Strategi nafkah dianalisis dari data hasil wawancara kuesioner serta wawancara mendalam dengan subyek


(39)

21 tineliti dan informan. Dari data primer tersebut diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, matriks, tabulasi silang, teks naratif, bagan, gambar dan box cerita. Data primer tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Kuesioner yang dikumpulkan kemudian diolah dalam tiga tahapan, antara lain: (1) editing data, (2) pengkodean data, (3) membuat tabel frekuensi, grafik, matriks, dan tabulasi silang. Pertama peneliti melakukan editing data meliputi klarifikasi, keterbacaan, konsistensi, dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Data yang telah terkumpul kemudian diberi kode selanjutnya diolah dan dianalisis dengan aplikasi microsoft office excel 2010 dan SPSS for Windows 16.0. Kemudian membuat statistik deskriptif variabel-variabel melalui tabel frekuensi, grafik, matriks, dan tabulasi silang. Analisis data yang digunakan adalah analisis

Pearson correlation untuk melihat hubungan antara variabel yang akan diuji, yaitu hubungan antara pemanfaatan livelihood assets terhadap tingkat variasi strategi nafkah serta hubungan antara tingkat variasi strategi nafkah terhadap tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga. Uji kai kuadrat atau chi square untuk menguji perbedaan variabel tingkat variasi strategi nafkah dan tingkat pengeluaran konsumsi pangan pada kedua kelompok responden. Penelitian ini juga menggunakan uji regresi linier untuk melihat pengaruh antara variabel yang akan diuji (lampiran 6). Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebesar 5 persen atau dengan taraf nyata α 0.05 dengan tingkat

kepercayaan sebesar 95 persen.

Pengolahan dan analisa data kualitatif untuk memperkuat dan memberikan penjelasan lebih lanjut data kuantitatif, data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi lapang yang ditulis dalam catatan harian. Catatan harian ini kemudian dipilih berdasarkan ketegorisasi data sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data yang telah dipilih tersebut menjadi bahan yang akan digunakan dalam menyusun tulisan. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.


(40)

(41)

23

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Kondisi Geografis Desa Karangwangi

Desa Karangwangi adalah salah satu dari 12 Desa di wilayah Kecamatan Depok bagian Kabupaten Cirebon, yang mempunyai luas wilayah 149.79 Ha. Jumlah penduduk Desa Karangwangi sebanyak 5956 jiwa yang terdiri dari 2896 laki-laki dan 3060 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga 1087 KK. Batas-batas administratif wilayah Desa Karangwangi Kecamatan Depok sebagai berikut:

Sebelah utara : Berbatasan dengan Desa Getasan Sebelah selatan : Berbatasan dengan Desa Sindang Jawa Sebelah timur : Berbatasan dengan Kelurahan Kenanga Sebelah barat : Berbatasan dengan Desa Sindangmekar

Desa Karangwangi Kecamatan Depok secara topografi datar, ditunjukkan dengan dataran sebesar 92 persen. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Karangwangi secara umum 38 persen berupa sawah dan 62 persen daratan. Jumlah rumah yang terdapat di Desa Karangwangi sebanyak 1200 rumah (Data monografi Desa 2013). Gambaran tentang Desa Karangwangi dalam sketsa dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Sketsa Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon (Sumber: Monografi Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon,


(42)

24

Kondisi Fisik

Rumah-rumah tempat tinggal warga di Desa Karangwangi rata-rata sudah permanen, dinding terluas terbuat dari batu bata, atap terluas dari genteng, dan lantai terluas dari keramik, ubin, atau beton semen. Rumah merupakan salah satu ukuran kemiskinan yang dapat dilihat di Desa Karangwangi. Terdapat perbedaan jelas antara rumah dari lapisan atas, menengah, dan bawah. Rumah-rumah pada lapisan atas bangunannya luas, lantai dari keramik, terdapat pagar rumah, dan memiliki tempat kendaraan khusus di halaman rumah. Sedangkan, rumah-rumah lapisan bawah bangunannya lebih kecil, lantai dari ubin atau beton semen, tidak terdapat pagar, tidak ada halaman depan rumah, bentuk bangunannya terlihat sudah lama dan ada beberapa bagian rumah yang telah rusak. Fasilitas listrik sudah dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Desa Karangwangi.

Secara umum sarana dan prasaran penunjang kegiatan sehari-hari masyarakat yang terdapat di Desa Karangwangi bisa dikatakan cukup memadai walaupun masih terbatas. Jalan utama Desa sudah berupa aspal, namun masih terdapat jalan yang rusak dan belum diperbaiki. Jalan masuk ke lokasi pemukiman penduduk belum keseluruhan di aspal, masih berupa tanah berbatu sehingga mengganggu arus transportasi warga dan pada musim hujan jalanan menjadi berlubang dan tergenang air. Sarana transportasi yang digunakan oleh warga untuk menjangkau Desa lain atau kecamatan adalah mobil angkutan desa atau sering disebut angkot yang biasanya beroperasi sejak pagi hingga sore hari. Pembuangan limbah rumah tangga di beberapa lokasi pemukiman warga belum tersedia, sehingga menimbulkan bau tidak sedap karena limbah rumah tangga yang menumpuk.

Saluran air di ruas jalan lingkungan tidak terintegrasi, sehingga pada musim hujan air sering menguap ke jalan dan pemukiman warga dan menimbulkan banjir. Sarana pendidikan formal di Desa Karangwangi adalah dua bangunan Sekolah Dasar dan satu bangunan Sekolah Menengah. Sekolah Menengah Atas terletak cukup jauh karena berada di Desa lain dan pusat kecamatan Depok. Untuk sarana pendidikan non formal terdiri dari Taman Kanak dan Taman pendidikan

Al-Qur‟an. Sedangkan untuk sarana keagamaan terdiri dari satu masjid yang ada di dekat Balai Desa serta mushola yang berada di setiap RW.

Sarana yang ada dalam bidang pemerintahan adalah sebuah Balai Desa tempatnya terhubung langsung dengan fasilitas olahraga (lapangan badminton). Terdapat juga lapangan sepak bola yang lokasinya dekat dengan Balai Desa. Fasilitas olahraga tersebut bisa dimanfaatkan oleh warga secara bebas. Untuk sarana pengairan dan air bersih, rumah tangga di Desa Karangwangi memanfaatkan air hujan maupun sumber air galian yang disebut air sumur. Sungai yang ada di Desa Karangwangi dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian. Sarana kesehatan sudah dapat dijangkau oleh masyarakat Desa Karangwangi dengan adanya tiga bidan desa dan beberapa posyandu di tiap RW.

Kondisi Sosial

Masyarakat Desa Karangwangi sebagian besar merupakan penduduk asli. Walaupun terdapat pendatang, hanya sebagian kecil dan berasal dari Desa tetangga. Masyarakat Desa Karangwangi mayoritas merupakan suku Jawa


(43)

25 Cirebon. Bahasa yang dipakai sehari-hari yaitu Bahasa Cirebon yang sangat khas yaitu perpaduan antara Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda. Hal tersebut disebabkan lokasi Kabupaten Cirebon berada di wilayah perbatasan antara Brebes dan Kuningan.

Hubungan kekerabatan antar warga masih sangat melekat dalam budaya masyarakat Desa Karangwangi. Masyarakat Desa Karangwangi kebanyakan masih memiliki hubungan keluarga baik keluarga dekat maupun keluarga jauh. Perilaku saling membantu dan gotong royong dilandasi oleh hubungan kekeluargaan, senasib, dan sepenanggungan. Jarak antar rumah warga juga saling berdekatan sehingga memungkinkan untuk interaksi yang sering dengan ruang lingkup yang luas. Derajat saling mengenal antara satu penduduk dengan penduduk yang lain relatif tinggi. Kebanyakan dari mereka masih kerabat meskipun terhitung jauh dalam keturunan, namun jika dirunut dari leluhur mereka, maka bisa dikatakan mereka masih seduluran1

Sebagian besar petani di Desa Karangwangi merupakan anggota kelompok tani. Kelompok tani tersebut berfungsi untuk memberikan pelatihan, penyuluhan, serta pengadaan pinjaman dana usaha tani, pengadaan sarana dan prasarana pertanian seperti bibit dan traktor. Kelompok tani juga berfungsi untuk melakukan pendataan permasalahan pertanian seperti hama dan gagal panen. Selain kelompok tani, terdapat kelompok PNPM yang cukup berkembang di dalam masyarakat Desa Karangwangi.

Selain kelembagaan formal tersebut, masyakarat Desa Karangwangi memiliki kelembagaan informal seperti pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Kelembagaan informal ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dibandingkan dengan kelembangaan formal yang ada. Hal ini disebabkan cangkupan kelembagaan informal lebih luas yaitu meliputi semua jenis kelamin dan kalangan. Selain itu, kelembagaan informal lebih membahas mengenai kehidupan sehari-hari dan permasalahannya secara lebih mendalam.

Kondisi Ekonomi

Menurut data profil Desa Karangwangi tahun 2013 bahwa mayoritas penduduk di Desa ini bermatapencaharian sebagai wiraswasta sebanyak 1087 orang, 648 orang bermata pencaharian sebagai pedagang, 313 orang bermata pencaharian sebagai karyawan perusahaan swasta, 285 orang bermata pencaharian sebagai buruh tani, 198 orang bermata pencaharian sebagai petani, 23 orang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 7 orang bermata pencaharian sebagai pembantu rumah tangga, 4 orang bermata pencaharian sebagai TNI, 3 orang bermata pencaharian sebagai bidan swasta, 2 orang bermata pencaharian sebagai perawat. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:

1


(44)

26

Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Karangwangi menurut jenis pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)

1 Wiraswasta 1087

2 Pedagang 648

3 Karyawan Swasta 313

4 Buruh Tani 285

5 Petani 198

6 Pegawai Negeri Sipil 23

7 Pembantu Rumah Tangga 7

8 TNI/POLRI 4

9 Bidan Swasta 3

10 Perawat 2

Jumlah 2570

(Sumber: Monografi Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, tahun 2013) Tabel di atas menunjukkan bahwa sektor non pertanian mendominasi sumber pendapatan dari keseluruhan masyarakat Desa Karangwangi, yaitu wiraswasta, pedagang, dan karyawan swasta. Sementara pekerjaan di sektor pertanian yang banyak dilakukan oleh warga Desa Karangwangi adalah buruh tani, Hal ini membuktikan bahwa Desa Karangwangi termasuk desa yang sudah mengarah ke Desa modern yang terlihat dari jenis pekerjaan di Desa ini sudah mulai beragam yang dapat dibuktikan dari jenis pekerjaan lain selain pertanian.

Sebagian besar masyarakat Desa Karangwangi berprofesi sebagai wiraswasta yakni usaha di bidang jasa pembuatan lemari, kursi, meja, dan barang-barang lain yang terbuat dari bahan dasar kayu. Tukang kayu merupakan sebutan profesi wiraswasta di Desa Karangwangi. Banyak usaha-usaha perdagangan seperti warung dan pedagang keliling di Desa Karangwangi. Hal tersebut disebabkan oleh berkembangnya kelembagaan ekonomi lokal yaitu pasar malam.

Pekerjaan di sektor pertanian yang dilakukan oleh warga Desa Karangwangi adalah petani dan buruh tani. Petani yang memiliki lahan sempit di Desa Karangwangi disebut sebagai petani gurem. Biasanya hasil pertanian rumah tangga petani gurem hanya untuk dimakan oleh rumah tangga sendiri. Petani yang memiliki lahan yang cukup luas disebut sebagai majikan. Majikan sawah dapat bekerja sendiri maupun memperkerjakan orang lain untuk mengelola sawahnya dengan sistem bagi hasil.

Buruh tani adalah orang yang tidak memiliki lahan pertanian dan bekerja mengelola sawah majikan pada waktu tertentu seperti saat awal tanam (tandur), membersihkan lahan dari gulma (matun), melakukan pemupukan, dan saat panen. Selain itu, ada pula yang bekerja sebagai kuli cangkul. Pendapatan yang diterima seorang kuli cangkul yaitu Rp50 000. Sebagian besar petani di Desa Karangwangi mengelolah sawah majikan dengan sistem bagi hasil yaitu hasil panen dikurangi

modal “nyawah” kemudian dibagi dua antara majikan dan petani. Sistem

perekonomian tersebut sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Desa Karangwangi.

Berdasarkan kepemilikan lahan di Desa Karangwangi, penduduk desa terstrata menjadi tiga lapisan yaitu lapisan atas, menengah, dan bawah. Lahan pertanian merupakan salah satu aset berharga yang menjadi simbol kekayaan.


(45)

27 Semakin luas lahan pertanian yang dimiliki, maka seseorang dikatakan sebagai orang kaya. Mereka yang masuk dalam golongan atas adalah para pemilik lahan (tanah pertanian) yang luasnya lebih dari 2 ha. Biasanya mereka dianggap golongan elit karena memiliki kehidupan yang mapan secara materi serta telah melakukan ibadah haji. Kehidupan mapan yang dicapai berasal dari hasil pertanian yang diproduksi di atas lahan milik mereka sendiri. Mereka mampu pergi ke Mekah dan mendapatkan prestise yang terhormat di lingkungan Desa. Orang yang telah melakukan ibadah haji dipanggil dengan sebutan Kaji. Pemilik lahan luas ini menjadi majikan bagi petani tidak bertanah yang menjadi buruh di lahan garapan mereka. Selain dilihat dari aset tanah pertanian, seseorang dikatakan orang kaya adalah para pemilik usaha pabrik kayu atau pengusaha

meubel maupun pengusaha lainnya yang telah mapan secara materi dan telah melakukan ibadah haji. Bos merupakan sebutan untuk orang kaya di Desa Karangwangi.

Masyarakat yang termasuk golongan menengah adalah mereka yang memiliki tanah kurang dari 1-2 ha. Golongan menengah ini juga sebagian dianggap elit sebab dari mereka ada yang menjabat sebagai pamong desa atau pun tokoh masyarakat yang dihormati. Strata paling bawah di masyarakat adalah mereka yang memilki tanah sempit atau tidak bertanah, menjadi buruh di tanah milik orang lain atau orang yang bekerja di sektor non pertanian dengan pendapatan rendah, dan biasanya masih mendapat jatah program bantuan pemerintah seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan RasKin (Beras Miskin).

Lembaga-lembaga perekonomian yang ada di Desa Karangwangi merupakan aset yang besar bagi pertumbuhan perekonomian penduduk Desa. Lembaga-lembaga perekonomian yang ada di Desa Karang wangi seperti kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Program PNPM, koperasi Desa, koperasi RT, kredit, arisan, dan bank keliling maupun bank swasta.


(46)

(47)

29 KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN

Umur dan Tingkat Pendidikan Responden

Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 30 responden rumah tangga miskin di Desa Karangwangi, umur rata-rata responden adalah 51 tahun dengan kisaran umur antara 27 sampai 75 tahun, yang sebagian besar berumur 50 tahun ke atas. Sementara itu, tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat pendidikan responden di Desa Karangwangi dalam penelitian ini terbagi menjadi empat, yaitu: tidak tamat SD/sederajat, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, dan tamat SMA/sederajat. Dari jumlah responden sebanyak 30 rumah tangga miskin, maka pada gambar 3 menunjukkan persentase tingkat pendidikan responden.

Gambar 3 Persentase responden menurut tingkat pendidikan di Desa Karangwangi, tahun 2014

Berdasarkan gambar 3 di atas, menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat 63.3 persen tidak tamat SD/sederajat, 13.3 persen tamat SD/sederajat; 16.7 persen tamat SMP/sederajat; dan 6.7 persen tamat SMA/sederajat; Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan akhir responden berada dalam tingkat pendidikan sangat rendah (tidak tamat SD/sederajat). Hanya sebagian kecil responden yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/SMA. Rendahnya tingkat pendidikan akhir yang ditempuh oleh sebagian besar responden ini disebabkan oleh keadaan ekonomi rumah tangga yang kurang mencukupi kehidupan masing-masing anggota rumah tangga. Tingkat pendidikan rendah mengakibatkan pekerjaan yang dapat diakses oleh responden adalah pekerjaan yang mengandalkan tenaga dan keterampilan yang didapatkan dari pengalaman seperti petani, tukang bangunan, pedagang, pemulung, tukang kayu, buruh, dan lain-lain. Sebagai contoh kasus Bapak DJT (64 tahun), Bapak KLM (50 tahun).

63,30%

13,30% 16,70%

6,70%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00%

tidak tamat SD/sederajat

tamat SD/sederajat tamat SMP/sederajat

tamat SMA/sederajat


(1)

102

166 MR 166 MSD 359 UDN

167 SDL 167 STN 360 MST

168 TKM 168 SWR 361 RKW

169 SHB 169 SYM 362 BD

170 YSN 170 SM 363 JN

171 SMN 171 ISK 364 SGN

172 MTH 172 KSD 365 DD

173 ADM 173 JMR 366 SN

174 MKM 174 ADN 367 AND

175 MKS 175 JJ 368 KDR

176 JMD 176 MSK 369 MDK

177 TMN 177 STN 370 ISM

178 ASP 178 KRN 371 DRK

179 MSR 179 RMD 372 SD

180 MSD 180 ART 373 MH

181 FNL 181 WRY 374 DRY

182 NRK 182 AD 375 SPD

183 KMR 183 KSN 376 SDK

184 ASN 184 SLK 377 RSD

185 RBN 185 BG 378 FZ

186 ABD 186 JHR 379 SPT

187 UMR 187 SBN 380 TNH

188 SRN 188 JML 381 DAR

189 SBR 189 BKR 382 WAS

190 TKD 190 SDA 383 KAR

191 LKM 191 SRK 384 RUS

192 SDY 192 BKT 385 DW

193 STM 193 FR 386 SRT

387 ANW 388 KMS 389 SAN

Keterangan:


(2)

103 Lampiran 6 contoh hasil uji statistik

Alpha yang ditentukan sebesar 5 persen atau 0.05.

a. Hasil uji regresi variabel pemanfaatan livelihood assets dan tingkat variasi strategi nafkah rumah tangga miskin

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.557 6 .926 5.848 .001a

Residual 3.643 23 .158

Total 9.200 29

a. Predictors: (Constant), TingkatModalAlam, TingkatModalFisik, TingkatModalSosial, TingkatModalFinansial, TingkatPendidikan, TingkatAlokasiTenagaKerjaRumahTangga b. Dependent Variable: TingkatVariasiStrategiNafkah

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta

Toleranc e VIF

1 (Constant) 2.216 .634 3.493 .002

TingkatPendidikan -.005 .123 -.007 -.044 .965 .683 1.465 TingkatAlokasiTena

gaKerjaRumahTang ga

.470 .168 .456 2.794 .010(*) .645 1.550 TingkatModalSosial .047 .020 .426 2.411 .024(*) .550 1.817 TingkatModalFinan

sial -.002 .014 -.021 -.141 .889 .765 1.308

TingkatModalFisik .002 .017 .016 .106 .916 .777 1.287 TingkatModalAlam -.786 .635 -.182 -1.238 .228 .793 1.261 a. Dependent Variable:

TingkatVariasiStrategiNafkah (*) Signifikan


(3)

104

b. Hasil uji regresi variabel tingkat variasi strategi nafkah dan tingkat pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin

ANOVAb

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression

5.590E13 1 5.590E13 3.9

10 .058

a

Residual 4.003E14 28 1.430E13

Total 4.562E14 29

a. Predictors: (Constant), TingkatVariasiStrategiNafkah

b. Dependent Variable: TingkatPengeluaranKonsumsiPanganRumahTangga

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 3.515E6 5.776E6 .609 .548

Tingkat Variasi

Strategi Nafkah 2.465E6 1.247E6 .350 1.977 .058 a. Dependent Variable: Tingkat Pengeluaran Konsumsi Pangan

c. Hasil uji chi-square tingkat variasi strategi nafkah antara kedua kelompok responden di Desa Karangwangi, tahun 2014

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability Pearson Chi-Square 2.820a

2 .244 .368 Likelihood Ratio 2.998 2 .223 .368

Fisher's Exact Test 2.815 .259

Linear-by-Linear

Association 2.559

b

1 .110 .236 .127 .102

N of Valid Cases 30

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,33.


(4)

105 d. Hasil uji chi-square tingkat pengeluaran konsumsi pangan antara kedua

kelompok responden di Desa Karangwangi, tahun 2014 Chi-Square Tests

value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probabil

ity Pearson Chi-Square 382a 2 826

. 889 Likelihood Ratio 382 2 .826 .889

Fisher's Exact Test 505 .889

Linear-by-Linear

Association 102b 1 .750 .814 .469

. 179 N of Valid Cases 0

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.


(5)

106


(6)

107

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sumarna dan Juriyah. Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 4 Desember 1992. Penulis menempuh pendidikan formal di SD N 2 Warugede pada tahun 1999-2005, SMP N 2 Palimanan pada tahun 2005-2008, SMA N 1 Palimanan pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan (SNMPTN) di Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan, diantaranya pada kepanitiaan Gebyar Indonesia Berkarya 2012, Masa Perkenalan Departemen SKPM 2013, Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia 2013. Penulis juga tergabung dalam organisasi IKC sebagai Ketua Divisi Kewirausahaan, organisasi Forsia sebagai Bendahara Divisi PSDM 2014 dan mengambil bagian pada divisi

Advertising Majalah Komunitas FEMA. Penulis merupakan salah seorang penerima beasiswa Bidik Misi. Selain itu, penulis juga terlibat sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-Dasar Komunikasi.