STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI DESA SUKORAHAYU KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
ABSTRAK
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI MISKIN
DI DESA SUKORAHAYU KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Auliani Sya Futri
1, Begem Viantimala
2, Serly Silviyanti S
2Penelitian ini bertujuan untuk memahami: 1) Aktivitas nafkah rumahtangga petani
miskin di Desa Sukorahayu Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur, 2) Bentuk-bentuk strategi nafkah rumahtangga petani miskin pada fase
kehidupan normal, fase mengantisipasi krisis, fase terjadinya krisis dan fase
pemulihan krisis di Desa Sukorahayu Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur, 3) Dimensi-dimensi apa yang mempengaruhi bentuk-bentuk
strategi nafkah rumahtangga petani miskin di Desa Sukorahayu Kecamatan
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sukorahayu Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan Desa Sukorahayu adalah desa yang termiskin di
Kecamatan Labuhan Maringgai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
2009 - Januari 2010. Tineliti pada penelitian ini adalah rumahtangga petani
miskin di Desa Sukorahayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan
kuisioner, diskusi kelompok terarah, analisis berbagai dokumen dan pengamatan
berperan serta. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aktivitas nafkah rumahtangga petani miskin
di Desa Sukorahayu adalah aktivitas yang berbasis penggunaan peluang kerja di
sektor pertanian, perairan, perdagangan, jasa dan informal, penggunaan modal
sosial serta peluang kerja di sektor industri kecil rumahtangga.
1. Alumni Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung
(2)
Auliani Sya Futri
Strategi nafkah yang dipilih (dibangun) oleh rumahtangga petani miskin di Desa
Sukorahayu pada saat fase normal adalah diversifikasi modal nafkah (sektor
pertanian, sektor pertanian dan perikanan), pola nafkah ganda, pemanfaatan
jaringan sosial dan ikatan sosial, reproduksi alsintan, pemanfaatan tenaga kerja
(anggota RT, di luar anggota RT, anggota dan luar anggota RT), pemanfaatan
modal alam, redistribusi modal nafkah, alokasi modal finansial untuk konsumsi
modal nafkah di sektor pertanian dan mencairkan modal nafkah. Strategi nafkah
pada fase mengantisipasi krisis adalah membangun jaringan sosial, pemanfaatan
kelembagaan ekonomi dan mengakumulasi surplus. Strategi nafkah pada fase
krisis adalah pemanfaatan jaringan sosial dan ikatan sosial, reproduksi alsintan,
mencairkan aset RT, pemanfaatan kelembagaan ekonomi, mencairkan modal
nafkah, spasial, mengurangi konsumsi makan tersier, pembatasan jajan anak dan
mengurangi frekuensi makan. Strategi nafkah pada fase pemulihan krisis adalah
membayar hutang-hutang kepada kelembagaan ekonomi yang mereka ikuti
(arisan), memperbaiki alat-alat produksi pertanian (alsintan), membangun kembali
akumulasi surplus nafkah, mengganti modal nafkah, dan investasi aset.
Dimensi nafkah yang mempengaruhi strategi nafkah yang dikembangkan oleh
rumahtangga di Desa Sukorahayu adalah dimensi sosiokemasyarakatan (interaksi
sosial petani pada saat musim tanam dan panen), dimensi
institusional/kelembagaan, dimensi sumberdaya alam (sosial-ekologi), dimensi
gender dan dimensi sosiokultural.
(3)
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Aktivitas nafkah rumahtangga petani miskin di Desa Sukorahayu adalah aktivitas yang
berbasis penggunaan peluang kerja di sektor pertanian, perairan, perdagangan, jasa dan
informal, penggunaan modal sosial serta peluang kerja di sektor industri kecil rumahtangga.
Strategi nafkah yang dipilih (dibangun) oleh rumahtangga petani miskin di Desa Sukorahayu
pada saat fase normal adalah diversifikasi modal nafkah (sektor pertanian, sektor pertanian
dan perikanan), pola nafkah ganda, pemanfaatan jaringan sosial dan ikatan sosial, reproduksi
alsintan, pemanfaatan tenaga kerja (anggota RT, di luar anggota RT, anggota dan luar
anggota RT), pemanfaatan modal alam, redistribusi modal nafkah, alokasi modal finansial
untuk konsumsi modal nafkah di sektor pertanian dan mencairkan modal nafkah. Strategi
nafkah pada fase mengantisipasi krisis adalah membangun jaringan sosial, pemanfaatan
kelembagaan ekonomi dan mengakumulasi surplus. Strategi nafkah pada fase krisis adalah
pemanfaatan jaringan sosial dan ikatan sosial, reproduksi alsintan, mencairkan aset RT,
pemanfaatan kelembagaan ekonomi, mencairkan modal nafkah, spasial, mengurangi
konsumsi makan tersier, pembatasan jajan anak dan mengurangi 134
(4)
frekuensi makan. Strategi nafkah pada fase pemulihan krisis adalah membayar hutang-hutang
kepada kelembagaan ekonomi yang mereka ikuti (arisan), memperbaiki alat-alat produksi
pertanian (alsintan), membangun kembali akumulasi surplus nafkah, mengganti modal
nafkah, dan investasi aset. Dimensi nafkah yang mempengaruhi strategi nafkah yang
dikembangkan oleh rumahtangga di Desa Sukorahayu adalah dimensi sosiokemasyarakatan
(interaksi sosial petani pada saat musim tanam dan panen), dimensi
institusional/kelembagaan, dimensi sumberdaya alam (sosial-ekologi), dimensi gender dan
dimensi sosiokultural. Kemiskinan yang terjadi di Desa Sukorahayu adalah kombinasi antara
kemiskinan ekonomi (kekurangan sumber daya yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan) dan kemiskinan sosial (kekurangan jaringan sosial struktur yang mendukung
untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.
B.
Saran
Mengingat pada fase kehidupan normal strategi nafkah yang paling banyak dipilih
oleh rumahtangga petani miskin adalah pemanfaatan jaringan sosial dan ikatan sosial, maka
dalam pengentasan kemiskinan hendaknya pemerintah dan instansi terkait memperhatikan
potensi jaringan sosial dan ikatan sosial yang ada pada komunitas penduduk yang
bersangkutan. 135
Mengingat pada fase kehidupan krisis strategi nafkah yang paling banyak dipilih adalah
pemanfaatan kelembagaan ekonomi, maka dalam pengentasan kemiskinan hendaknya
pemerintah dan instansi terkait memperhatikan potensi kelembagaan ekonomi yang ada pada
komunitas penduduk yang bersangkutan. Mengingat keterbatasan penelitian ini, maka perlu
kiranya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai perubahan sosial
yang terjadi dalam komunitas dan dampaknya bagi strategi nafkah serta keamanan nafkah
bagi rumahtangga petani miskin. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah harus lebih
memperhatikan masyarakat yang masih tergolong miskin dengan memberikan bantuan yang
bersifat partisipatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin tersebut.
Selain itu dilakukan juga peningkatan penyuluhan di Desa Sukorahayu untuk membantu
petani dalam mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi.
(5)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu
sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian diharapkan
dapat tumbuh dengan percepatan yang tinggi sehingga pembangunan pertanian diarahkan
untuk dapat sekaligus memecahkan masalah-masalah ekonomi nasional, yaitu penyediaan
pangan, peningkatan bahan baku industri, peningkatan penerimaan devisa, penciptaan
lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat tani.
Tujuan akhir pembangunan pertanian tidak semata untuk peningkatan produksi tetapi juga
membangun masyarakat tani seutuhnya. Artinya pembangunan pertanian tidak hanya
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani secara individu, tetapi
juga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan
berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang
kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program
dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian 2
(6)
Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
pengurangan kemiskinan secara drastis (http://siteresources.worldbank.org), diakses 15 April
2009. Kemiskinan telah membatasi hak warga untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak
bagi kemanusiaan; (2) memperoleh perlindungan hukum; (3) memperoleh rasa aman; (4)
memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5)
memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) memperoleh akses atas kebutuhan
kesehatan; (7) memperoleh keadilan; (8) berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik
dan pemerintahan; (9) untuk berinovasi; (10) menjalankan hubungan spiritualnya dengan
Tuhan; dan (11) berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik
(www.eello.blogspot.com), diakses 5 Mei 2009. Penduduk miskin masih menyebar di setiap
pelosok provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki
jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa dan di Indonesia pada umumnya. Di Pulau
Sumatera, Provinsi Lampung merupakan provinsi yang mempunyai penduduk miskin
terbanyak kedua setelah Sumatera Utara. Secara rinci jumlah penduduk miskin di Indonesia
dari tahun 2004-2007 dapat dilihat pada Tabel 1. 3
(7)
Tabel 1. Jumlah penduduk miskin di Indonesia per propinsi dari tahun 2004-2007 (dalam ribu
jiwa)
Propinsi 2004 2005 2006 2007
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah NAD 1.157,2 1.166,4 1.149,7 1.083,7 Sumatera Utara 1.800,1
1.840,2 1.897,1 1.768,5 Sumatera Barat 472,4 482,8 578,7 529,2 Riau 744,4 600,4 564,9
574,5 Jambi 325,1 317,8 304,6 281,9 Sumatera Selatan 1.379,3 1.429,0 1.446,9 1.331,8
Bengkulu 345,1 361,2 360,0 370,6
Lampung 1.561,7 1.572,6 1.638,0 1.661,7
Bangka
Belitung 91,8 95,3 117,4 95,1 DKI Jakarta 277,1 316,2 407,1 405,7 Jawa Barat 4.654,2
5.137,6 5.712,5 5.457,9 Jawa Tengah 6.843,8 6.533,5 7.100,6 6.557,2 DI Yogyakarta 616,2
625,8 648,7 633,5 Jawa Timur 7.312,5 7.139,9 7.678,1 7.155,3 Banten 779,2 830,5 904,3
886,2 Bali 231,9 228,4 243,5 229,1 NTB 1.031,6 1.136,5 1.156,1 1.118,6 NTT 1.152,1
1.171,2 1.273,9 1.163,6 Kalimantan Barat 558,2 629,8 626,7 584,3 Kalimantan Tengah 194,1
230,9 212,8 210,3 Kalimantan Selatan 231,1 235,7 278,5 233,5 Kalimantan Timur 318,2
299,1 335,5 324,8 Sulawesi Utara 192,2 201,4 249,4 250,1 Sulawesi Tengah 486,3 527,5
553,5 557,4 Sulawesi Selatan 1.241,5 1.280,6 1.112,0 1.083,4 Sulawesi Tenggara 418,4
450,5 466,8 465,4 Gorontalo 259,1 255,0 273,8 241,9 Maluku 397,6 411,5 418,6 404,7
Maluku Utara 107,8 118,6 116,8 109,9
Papua 966,8 1.028,2 816,7 793,4 Indonesia 36.146,9 36.654,1 38.643,0 37.168,3
Sumber. Badan Pusat Statistik (BPS) Bandar Lampung, 2007
Tabel 1. menunjukkan bahwa Provinsi Lampung merupakan provinsi termiskin kedua di
Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.661.700 jiwa pada tahun 2007.
Provinsi Lampung yang terletak di pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan pusat
kekuasaan seharusnya 4
(8)
menjadi sebuah provinsi yang berkembang dan maju di segala bidang, termasuk
kesejahteraan masyarakatnya. Tingginya angka kemiskinan ini menunjukkan bahwa proses
pengentasan kemiskinan masih harus menjadi persoalan mendasar pemerintah daerah yang
harus segera dituntaskan. Walaupun banyak program penanggulangan kemiskinan,
kenyataannya angka kemiskinan di Lampung makin meningkat. Kurang berhasilnya
Pemerintah Provinsi Lampung dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan ini
terjadi karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut, yakni pertama Pemerintah Provinsi
Lampung tidak memiliki data masyarakat miskin Lampung secara utuh. Data tersebut sangat
diperlukan untuk memberikan gambaran masalah dan karakteristik kemiskinan di setiap
wilayah yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Kedua, tidak dimilikinya grand
desain penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan dan terintegrasi
(http://lazdai.wordpress.com/2008/01/17/kemiskinan-potret-buram-pembangunan-di-lampung
),diakses 15 April 2009. Jumlah dan persentase penduduk miskin per kabupaten di
Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2. 5
(9)
Tabel 2. Jumlah penduduk miskin per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2007
Kabupaten/Kot
a
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Jumlah
Penduduk
Miskin (jiwa)
Persentase
Penduduk
Miskin (%)
Lampung Barat
Tanggamus
Lampung
Selatan
Lampung
Timur
Lampung
Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Bandar
Lampung Metro
390.392
848.895
1.380.104
962.513
1.192.203
576.181 372.881
795.088 834.745
134.432
96.700 188.200
371.800
261.900
263.000 185.300
96.800 103.600
78.800 15.500
24,77 22,17
26,94
27,21
22,06 32,16
25,96 13,03 9,44
11,53
(1)
frekuensi makan. Strategi nafkah pada fase pemulihan krisis adalah membayar hutang-hutang kepada kelembagaan ekonomi yang mereka ikuti (arisan), memperbaiki alat-alat produksi pertanian (alsintan), membangun kembali akumulasi surplus nafkah, mengganti modal nafkah, dan investasi aset. Dimensi nafkah yang mempengaruhi strategi nafkah yang dikembangkan oleh rumahtangga di Desa Sukorahayu adalah dimensi sosiokemasyarakatan (interaksi sosial petani pada saat musim tanam dan panen), dimensi
institusional/kelembagaan, dimensi sumberdaya alam (sosial-ekologi), dimensi gender dan dimensi sosiokultural. Kemiskinan yang terjadi di Desa Sukorahayu adalah kombinasi antara kemiskinan ekonomi (kekurangan sumber daya yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan) dan kemiskinan sosial (kekurangan jaringan sosial struktur yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. B. Saran Mengingat pada fase kehidupan normal strategi nafkah yang paling banyak dipilih oleh rumahtangga petani miskin adalah pemanfaatan jaringan sosial dan ikatan sosial, maka dalam pengentasan kemiskinan hendaknya pemerintah dan instansi terkait memperhatikan potensi jaringan sosial dan ikatan sosial yang ada pada komunitas penduduk yang
bersangkutan. 135
Mengingat pada fase kehidupan krisis strategi nafkah yang paling banyak dipilih adalah pemanfaatan kelembagaan ekonomi, maka dalam pengentasan kemiskinan hendaknya pemerintah dan instansi terkait memperhatikan potensi kelembagaan ekonomi yang ada pada komunitas penduduk yang bersangkutan. Mengingat keterbatasan penelitian ini, maka perlu kiranya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai perubahan sosial yang terjadi dalam komunitas dan dampaknya bagi strategi nafkah serta keamanan nafkah bagi rumahtangga petani miskin. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah harus lebih memperhatikan masyarakat yang masih tergolong miskin dengan memberikan bantuan yang bersifat partisipatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin tersebut. Selain itu dilakukan juga peningkatan penyuluhan di Desa Sukorahayu untuk membantu petani dalam mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi.
(2)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian diharapkan dapat tumbuh dengan percepatan yang tinggi sehingga pembangunan pertanian diarahkan untuk dapat sekaligus memecahkan masalah-masalah ekonomi nasional, yaitu penyediaan pangan, peningkatan bahan baku industri, peningkatan penerimaan devisa, penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat tani.
Tujuan akhir pembangunan pertanian tidak semata untuk peningkatan produksi tetapi juga membangun masyarakat tani seutuhnya. Artinya pembangunan pertanian tidak hanya
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani secara individu, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian 2
(3)
Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
pengurangan kemiskinan secara drastis (http://siteresources.worldbank.org), diakses 15 April 2009. Kemiskinan telah membatasi hak warga untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) memperoleh perlindungan hukum; (3) memperoleh rasa aman; (4) memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) memperoleh akses atas kebutuhan
kesehatan; (7) memperoleh keadilan; (8) berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) untuk berinovasi; (10) menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (www.eello.blogspot.com), diakses 5 Mei 2009. Penduduk miskin masih menyebar di setiap pelosok provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa dan di Indonesia pada umumnya. Di Pulau Sumatera, Provinsi Lampung merupakan provinsi yang mempunyai penduduk miskin
terbanyak kedua setelah Sumatera Utara. Secara rinci jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 2004-2007 dapat dilihat pada Tabel 1. 3
(4)
Tabel 1. Jumlah penduduk miskin di Indonesia per propinsi dari tahun 2004-2007 (dalam ribu jiwa)
Propinsi 2004 2005 2006 2007
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah NAD 1.157,2 1.166,4 1.149,7 1.083,7 Sumatera Utara 1.800,1 1.840,2 1.897,1 1.768,5 Sumatera Barat 472,4 482,8 578,7 529,2 Riau 744,4 600,4 564,9 574,5 Jambi 325,1 317,8 304,6 281,9 Sumatera Selatan 1.379,3 1.429,0 1.446,9 1.331,8 Bengkulu 345,1 361,2 360,0 370,6 Lampung 1.561,7 1.572,6 1.638,0 1.661,7 Bangka Belitung 91,8 95,3 117,4 95,1 DKI Jakarta 277,1 316,2 407,1 405,7 Jawa Barat 4.654,2 5.137,6 5.712,5 5.457,9 Jawa Tengah 6.843,8 6.533,5 7.100,6 6.557,2 DI Yogyakarta 616,2 625,8 648,7 633,5 Jawa Timur 7.312,5 7.139,9 7.678,1 7.155,3 Banten 779,2 830,5 904,3 886,2 Bali 231,9 228,4 243,5 229,1 NTB 1.031,6 1.136,5 1.156,1 1.118,6 NTT 1.152,1 1.171,2 1.273,9 1.163,6 Kalimantan Barat 558,2 629,8 626,7 584,3 Kalimantan Tengah 194,1 230,9 212,8 210,3 Kalimantan Selatan 231,1 235,7 278,5 233,5 Kalimantan Timur 318,2 299,1 335,5 324,8 Sulawesi Utara 192,2 201,4 249,4 250,1 Sulawesi Tengah 486,3 527,5 553,5 557,4 Sulawesi Selatan 1.241,5 1.280,6 1.112,0 1.083,4 Sulawesi Tenggara 418,4 450,5 466,8 465,4 Gorontalo 259,1 255,0 273,8 241,9 Maluku 397,6 411,5 418,6 404,7 Maluku Utara 107,8 118,6 116,8 109,9
Papua 966,8 1.028,2 816,7 793,4 Indonesia 36.146,9 36.654,1 38.643,0 37.168,3 Sumber. Badan Pusat Statistik (BPS) Bandar Lampung, 2007
Tabel 1. menunjukkan bahwa Provinsi Lampung merupakan provinsi termiskin kedua di Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.661.700 jiwa pada tahun 2007. Provinsi Lampung yang terletak di pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan pusat kekuasaan seharusnya 4
(5)
menjadi sebuah provinsi yang berkembang dan maju di segala bidang, termasuk
kesejahteraan masyarakatnya. Tingginya angka kemiskinan ini menunjukkan bahwa proses pengentasan kemiskinan masih harus menjadi persoalan mendasar pemerintah daerah yang harus segera dituntaskan. Walaupun banyak program penanggulangan kemiskinan,
kenyataannya angka kemiskinan di Lampung makin meningkat. Kurang berhasilnya
Pemerintah Provinsi Lampung dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan ini terjadi karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut, yakni pertama Pemerintah Provinsi Lampung tidak memiliki data masyarakat miskin Lampung secara utuh. Data tersebut sangat diperlukan untuk memberikan gambaran masalah dan karakteristik kemiskinan di setiap wilayah yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Kedua, tidak dimilikinya grand desain penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan dan terintegrasi
(http://lazdai.wordpress.com/2008/01/17/kemiskinan-potret-buram-pembangunan-di-lampung), diakses 15 April 2009. Jumlah dan persentase penduduk miskin per kabupaten di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2. 5
(6)
Tabel 2. Jumlah penduduk miskin per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2007 Kabupaten/Kot a Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro 390.392 848.895 1.380.104 962.513 1.192.203 576.181 372.881 795.088 834.745 134.432 96.700 188.200 371.800 261.900 263.000 185.300 96.800 103.600 78.800 15.500 24,77 22,17 26,94 27,21 22,06 32,16 25,96 13,03 9,44 11,53