Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA
DI DESA RAJASINGA, KECAMATAN TERISI,
KABUPATEN INDRAMAYU

INTAN PERMATA SARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Nafkah
Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi,
Kabupaten Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor

Bogor, Januari 2014

Intan Permata Sari
NIM I34100133

ABSTRAK
INTAN PERMATA SARI. Strategi nafkah rumah tangga petani tunakisma di
Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh
SATYAWAN SUNITO
Desa Rajasinga merupakan dataran rendah yang mayoritas penduduknya
bekerja sebagai petani. Rumah tangga petani tunakisma yang terdapat di Desa
Rajasinga terdiri atas tunakisma mutlak dan tunakisma tidak mutlak (memiliki
lahan garapan). Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani
tunakisma tidak hanya dari sektor pertanian melainkan juga dari sektor nonpertanian. Penerapan strategi nafkah yang dilakukan meliputi intensifikasi
pendapatan di sektor pertanian maupun non-pertanian, pola nafkah ganda dan
rekayasa spasial (migrasi). Bentuk strategi nafkah yang diterapkan dipengaruhi
oleh pemanfaatan lima sumber daya penghidupan yang dimiliki rumah tangga.
Sumber daya penghidupan tersebut terdiri atas struktur anggota rumah tangga,

akses pada lahan pertanian, kepemilikan modal fisik, akses pada modal keuangan
dan pemanfaatan hubungan sosial. sektor pertanian maupun non-pertanian
memberi kontribusi yang hampir setara terhadap pembentukan struktur
pendapatan rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.
Kata kunci: petani tunakisma, strategi nafkah, sumber daya penghidupan

ABSTRACT
INTAN PERMATA SARI. Livelihood Strategy of Landless Peasant Household
in Rajasinga Village, Terisi Sub-district. Indramayu Regency. Supervised by
SATYAWAN SUNITO
Rajasinga village is a lowland, majority of its villagers works as a landless
Peasant household in Rajasinga consists of absolute landless and un-absolute
landless (having cultivated land). Livelihood strategy of landless peasant
household not only in agricultural sector but also in non-agricultural sector.
Livelihood strategy of landless peasant household include income intensification
in agricultural and non-agricultural sector, pattern of living double, and spatial
engineering (migration). The livelihood strategy depends on five livelihood
resources owned by household. Livelihood resources consists of structure
household, agricultural access, owner of physical capital, finance capital access,
and the utilization of social relationship. Agricultural and non-agricultural sector

contributed almost equally to the formation of income structure of landless
peasant household in Rajasinga village.
Keywords : landless peasant, livelihood strategy, livelihood resources

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA
DI DESA RAJASINGA, KECAMATAN TERISI,
KABUPATEN INDRAMAYU

INTAN PERMATA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa
Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu
: Intan Permata Sari
: I34100133

Disetujui oleh

Dr Satyawan Sunito
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Pengesahan:

Judul Skripsi
Nama
NIM

Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa
Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu
Intan Permata Sari
134100133

Disetujui oleh

Dr Satyaw an Sunito
Pembimbing

Tanggal Pengesahan:

0 3 FEB 2014


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan kasih karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Karya tulis yang dimulai sejak bulan September 2013 ini berjudul
Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan
Terisi, Kabupaten Indramayu.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Satyawan Sunito
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ayahanda
DahmanSipakkar dan Ibunda Rufiyati, serta kedua abangku tercinta Rudy
Sipakkar dan Antonius Sipakkar yang selalu berdoa serta melimpahkan kasih
sayang dan semangat kepada penulis. Tidak lupa juga terima kasih penulis
sampaikan kepada seluruh teman-teman seperjuangan SKPM Angkatan 47 dan
teman melewati suka dan duka selama di IPB (Nika Roslina Silaen) yang telah
memberikan semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2014


Intan Permata Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xi
xii
xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3

3
4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Konseptual
Definisi Operasional

5
5
9
11
11
12

METODE PENELITIAN
Pendekatan Lapang
Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian

Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

15
15
15
16
17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Kondisi Demografi
Kondisi Sosial
Infrastuktur Desa
Ikhtisar

19
19
20
22

22
23

LIVEHOOD
RESOURCES
RUMAH
TANGGA
TUNAKISMA
Struktur Anggota Rumah tangga
Jumlah Tenaga Kerja Rumah Tangga
Usia
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
Akses pada Lahan Pertanian
Karakteristik Lahan Pertanian
Sistem Sewa dan Lanja
Gadai
Ceblokan
Penguasaa Lahan Rumah Tangga Petani Tunakisma
Kepemilikan modal Fisik

Alat Produksi Pertanian
Aset Rumah Tangga dalam Aktivitas Nafkah

PETANI

24
24
24
25
26
28
29
29
29
30
31
31
35
35
36

Akses pada Modal Keunagan
Pemanfaatan Modal Sosial
Ikhtisar

37
38
39

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA
Pilihan-Pilihan Kesempatan Kerja
Tenaga Kerja dalam Pertanian
Industri Bata Merah
Pedagang
Buruh Bangunan
TKI
Pekerjaan Lain di Luar Desa
Bentuk Strategi Nafkah yang Diterapkan Rumah Tangga Petani
Tunakisma di Desa Rajasinga
Intensifikasi Pendapatan Sektor Pertanian
Pola Nafkah Ganda
Intensifikasi Pendapatan Sektor Non-pertanian
Rekayasa Spasial (Migrasi)
KelenderKerja Rumah Tangga Petani Tunakisma
Ikhtisar

41
41
41
42
43
43
44
44
45

STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH
TUNAKISMA
Pendapatan dari Sektor Pertanian
Pendapatan dari Sektor Non-Pertanian
Pendapatan Total Rumah Tangga
Ikhtisar

53

TANGGA

PETANI

45
46
48
49
50
52

54
55
58
61

PENUTUP
Kesimpulan
Saran

63
63
64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

65
69
89

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Metode pengumpulan data
Luas lahan menurut jenis irigasi di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Desa
Rajasinga
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian di Desa
Rajasinga
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa
Rajasinga
Jumlah layanan kesehatan yang terdapat di Desa Rajasinga
Jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut jumlah
tenaga kerja di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakimsa menurut usia
di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakisma menurut
tingkat pendidikan di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase anggota rumah tangga petani tunakisma yang
bekerja menurut tingkat pendidikan dan usia di Desa Rajasinga
Pembagian kerja pertanian di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut kategori
lapisan penguasan lahan di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani penggarap menurut sistem
penguasaan lahan di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut luas lahan
garapan di Desa Rajasinga
Tingkat ketunakismaan dan luas lahan garapan rumah tangga petani
tunakisma di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut
kepemilikan alat produksi pertanian di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut
kepemilikan aset rumah tangga di Desa Rajasinga
Jumlah lembaga keuangan di Desa Rajasinga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut Pilihan
pemanfaatan hubungan sosial di Desa Rajasingga
Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut akses pada
modal keuangan di Desa Rajasinga
Jumlah rumah tangga petani tunakisma menurut jenis pekerjaan di sektor
pertanian dan non-pertanian
Jumah rumah tangga menurut pernah/tidak salah satu anggotanya
melakukan migrasi internasional

15
19
20
21
21
22
23
25
26
27
28
29
33
34
35
35
36
37
38
38
39
47
50

24 Deskripsi pekerjaan yang dilakukan petani tunakisma menurut
bulan di Desa Rajasinga
25 B/C ratio pertanian padi menurut status penguasaan lahan dan total
luas lahan rumah tangga petani penggarap, Rp/Rataan luas
lahan/tahun.
26 Rata-rata pendapatan pertanian rumah tangga petani tunakisma per
tahun menurut tingkat ketunakismaan di Desa Rajasinga
27 Rata-rata pendapatan rumah tangga petani tunakisma per tahun
menurut sumber pendapatan non-pertanian di Desa Rajasinga
28 Total pendapatan rumah tangga petani tunakis mamenurut tingkat
ketunakismaan di Desa Rajasinga
29 Persentase pendapatan rumah tangga petani tunakis mamenurut
tingkat ketunakismaan per tahun menurut sektor di Desa Rajasinga
30 Jumlah dan persentase total pendapatan rumah tangga petani
tunakisma di Desa Rajasinga

51
53

55
57
58
59
61

DAFTAR GAMBAR
1
2

3

4
5

Kerangka analisis penelitian
Grafik rata-rata pendapatan pertanian rumah tangga petani
tunakisma per tahun menurut tingkat ketunakismaan di Desa
Rajasinga
Grafik rata-rata pendapatan rumah tangga petani tunakisma per
tahun menurut sumber pendapatan non-pertanian di Desa
Rajasinga
Grafik persentase pendapatan rumah tangga petani tunakisma
menurut sektor di Desa Rajasinga per tahun
Grafik persentase pendapatan rumah tangga petani tunakisma
menurut sektor di Desa Rajasinga per tahun

10
52

54

56
58

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka sampling penelitian di Desa Rajasinga
Kuesioner penelitian
Panduan wawancara mendalam
Jadwal pelaksanaan penelitian
Peta Lokasi Penelitian
Deskripsi pekerjaan, status dan luas lahan serta pendapatan
Dokumentasi penelitian

69
77
82
83
84
85
87

PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai
pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin
diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan
kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran
dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini masih mengancam
bangsa Indonesia. Berdasarkan data BPS September 2012 yang mencatat jumlah
penduduk miskin di pedesaan dan di perkotaan mencapai 18.08 juta jiwa dan
10.51 juta jiwa. Hal ini berarti sebanyak 14.70 persen penduduk di pedesaan dan
8.60 persen penduduk di perkotaan berada di bawah garis kemiskinan.1 Sektor
pertanian dari dulu hingga sekarang masih menjadi tempat mayoritas rumah
tangga miskin menggantungkan hidupnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan, salah satunya dengan program
Bantuan Tunai Langsung (BLT). Akan tetapi, dampaknya masih kurang dirasakan
oleh masyarakat yang tinggal di desa.
Bahri et al. (2008) menyatakan bahwa tanah bagi rumah tangga petani di
desa merupakan sumber nafkah yang menjadi faktor produksi utama. Petani yang
tidak memiliki lahan disebut dengan istilah petani tunakisma akan terjebak dalam
kehidupan ekonomi yang serba sulit. Meskipun sumber nafkah non-pertanian saat
ini berkontribusi besar dalam pembentukan struktur pendapatan, namun akses dan
kontrol pada lahan pertanian di desa tetap memegang peranan penting dalam
menentukan status ekonomi petani. Hasil penelitian Amar (2002) menunjukkan
bahwa distribusi penguasaan lahan sangat menentukan tingkat distribusi
pendapatan rumah tangga, karena luas lahan merupakan faktor produksi dalam
kegiatan usahatani.
Menurut UU No. 2/1960 pasal 1 tentang Perjanjian Bagi Hasil2,
mendefinisikan petani adalah mereka yang mata pencaharian pokoknya
mengusahakan tanah untuk pertanian. Mereka dapat mengusahakan tanah
kepunyaan sendiri (pemilik-penggarap), mengusahakan tanah orang lain
(penggarap) dan dapat pula mengusahakan tanah orang lain sebagai buruh tani.
Petani yang tidak memiliki lahan berdasarkan status kepemilikan formal hanya
dapat bekerja di sektor pertanian dengan mengusahakan tanah milik orang lain
dan memperoleh pendapatan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.
Dengan demikian, meraka hanya dapat bekerja sebagai petani penggarap maupun
buruh tani.
1

Diakses dari http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf pada tanggal 1 April 2013,
pukul 13.04
2
Diakses dari http://www.dpr.go.id/uu/uu1960/UU_1960_2.pdf pada tanggal 9 September 2013,
pukul 21.38

2

Indramayu merupakan kabupaten yang memproduksi padi sawah terbesar
di Jawa Barat dan menjadi salah satu daerah pemasok produksi beras nasional.
Hasil produksinya saat ini mencapai 1 351 041 ton pertahun3. Prestasi tersebut
tidak serta merta berdampak pada kehidupan ekonomi rumah tangga petani karena
di tengah melimpahnya hasil produksi padi sawah, cukup banyak terdapat rumah
tangga petani yang tidak
memiliki lahan. Data kabupaten Indramayu4
menunjukkan pada tahun 2011 terdapat sekitar 632 458 orang petani, yang terdiri
dari petani pemilik 124 647 orang, petani pemilik-penggarap 147 350 orang,
petani penggarap 98 449 orang dan buruh tani 252 012 orang. Desa Rajasinga
adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh rumah tangga petani tunakisma di
Desa Rajasinga membatasi peluang bagi mereka untuk bekerja di sektor pertanian
maupun di sektor non-pertanian. Dengan demikian, mereka akan tetap bekerja di
sektor pertanian sebagai buruh tani dan petani penggarap lahan milik orang lain,
sedangkan di sektor non-pertanian mereka hanya dapat memasuki pekerjaanpekerjaan yang tidak memerlukan syarat tingkat pendidikan tertentu.
Pembangunan di kota-kota besar seperti Jakarta dan infrastruktur di daerah
Pantai Utara Jawa yang terus-menerus dilakukan cukup membantu masyarakat
desa dalam mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian. Akses jalan yang
telah memadai mempermudah masyarakat untuk bekerja di kota-kota besar seperti
Jakarta maupun ke luar negeri sebagai TKI. Kesulitan ekonomi di desa menjadi
salah satu faktor yang mendorong masyarakat bekerja ke kota.
Dalam menghadapi situasi krisis, umumnya rumah tangga petani akan
melakukan strategi nafkah yang berbeda-beda dan unik untuk memenuhi
kebutuhan anggota rumah tangganya. Dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya yang dimiliki maka petani akan menggerakan seluruh anggota rumah
tangganya untuk mencari dan memasuki pekerja yang mampu memberikan
pendapatan. Mereka bersedia bekerja apa saja dengan tingkat upah berapa saja,
asal dapat memenuhi kebutuhan akan makanan dan uang. Sifat akomodatif
ekonomi pedesaan dan dinamikanya yang disebut dinamika “ekonomi tukang
sapu jalan” merupakan contoh yang barangkali tidak ditemukan di tempat lain,
terutama bila dilihat petani yang tidak memiliki lahan mungkin dapat menggarap
tanah di beberapa tempat sekaligus dan memperoleh bagian hasil di sana-sini
(Kroef 2008).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, menarik untuk
diteliti bahwa suatu rumah tangga akan memanfaatkan beragam sumber daya yang
dimiliki untuk memperoleh pekerjaan. Menurut Ellis (2000) 5 jenis livelihood
resources tersebut, yakni: finansial capital, physical capital, natural capital,
human capital, dan social capital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga petani tunakisma
di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

3

http://jabar.bps.go.id/subyek/luas-panen-produktivitas-dan-produksi-padi-sawah-gkg-di-jawabarat-1 pada tanggal 6 juni 2013 pukul 20.10
4
Diakses dari Diakses dari http://www.indramayukab.go.id/potensi/58-pertanian-danpeternakan.html pada tanggal 9 September 2013, pukul 21.45

3

Masalah Penelitian
Dalam masyarakat pertanian, setiap rumah tangga petani memiliki sumber
daya yang berbeda-beda yang dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Struktur
pemilikan dan penguasaan lahan berimplikasi dalam menentukan pekerjaan dan
status ekonomi petani. Selain itu, sumber daya manusia, modal fisik, modal
finansial dan modal sosial juga turut memainkan peran dalam menentukan
aktifitas nafkah. Keterbatasan livelihood resources yang dimiliki petani akan
membatasi peluang untuk bekerja di sektor pertanian maupun non-pertanian.
Rumah tangga akan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal
mungkin untuk mendukung kehidupan anggota rumah tangganya. Untuk itu,
menarik untuk diteliti bagaimana pemanfaatan livelihood resources yang
dilakukan oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga dalam
menentukan strategi nafkah yang dibangun rumah tangga.
Peningkatan harga-harga kebutuhan rumah tangga yang tidak sejalan
dengan peningkatan jumlah pendapatan semakin mempersulit keadaan ekonomi
rumah tangga petani tunakisma. Pada situasi tersebut, rumah tangga petani akan
mengelolah struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung
kepada sumber daya yang dimiliki (Widiyanto et al. 2010). Rumah tangga petani
tunakisma melakukan beragam strategi untuk memperoleh pendapatan sehingga
kebutuhan anggota rumah tangganya terpenuhi. Mengacu pada scoones (1998),
terdapat tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh penduduk pedesaan, yaitu: (1)
intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, (2) diversifikasi nafkah, dan (3) migrasi
(keluar). Untuk itu, menarik untuk diteliti bagaimana bentuk strategi nafkah
yang dibangun oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.
Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga, baik di
sektor pertanian maupun non-pertanian akan berkontribusi terhadap pembentukan
struktur pendapatan rumah tangga. Besarnya pendapatan yang diterima cukup
beragam tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Petani penggarap akan
memperoleh pendapatan yang berbeda dengan mereka yang hanya bekerja sebagai
buruh tani. Demikian juga halnya pekerjaan-pekerjaan dalam sektor nonpertanian. Bentuk strategi nafkah yang diterapkan memainkan berperan dalam
menentukan struktur pendapatan rumah tangga. Untuk itu, menarik untuk diteliti
bagaimana bentuk struktur pendapatan yang dibangun oleh rumah tangga
petani tunakisma di Desa Rajasinga.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pemanfaatan livelihood resources yang dilakukan oleh rumah
tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten
Indramayu dalam menentukan strategi nafkah yang dibangun rumah tangga.
2. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga petani
tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.
3. Menganalisis struktur pendapatan yang dibangun oleh rumah tangga petani
tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai
pengenalan lebih lanjut mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah
tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten
Indramayu. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis
sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan
penelitian-penelitian terkait strategi nafkah rumah tangga petani di pedesaan.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pemahaman kepada masyarakat mengenai karakteristik rumah tangga petani
dan strategi nafkah yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
3. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar lebih teliti dalam
menetapkan kebijakan yang terkait perluasaan lapangan pekerjaan di sektor
pertanian maupun non-pertanian, khusunya bagi rumah tangga petani yang
tidak memiliki lahan di desa.

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini berisi bagian tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis
penelitian dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsepkonsep dasar untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi
alur pemikiran logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil
penelitian, definisi konseptual berisi pengertian dari konsep-konsep yang
digunakan dan definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut
uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka
Konsep Petani Tunakisma
Tanah merupakan sumber daya alam yang menjadi faktor produksi utama
masyarakat petani. Petani berlahan sempit ataupun yang tidak memiliki lahan
sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Mulyanto et al. (2009) menyatakan
bahwa orang miskin adalah mereka yang tidak memiliki lahan garapan sendiri
serta tiadanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok permanen.
Kehidupan petani tunakisma sangat erat kaitannya dengan kemiskinan.
Wiradi dan Makali (2009) mengemukakan bahwa ciri masyarakat
pedesaan Jawa adalah terbaginya penduduk ke dalam lapisan-lapisan berdasarkan
perbedaan hak atas tanah serta kewajiban-kewajibannya. Lapisan pertama adalah
mereka yang nenek moyangnya dulu merupakan pemukim pertaman di daerah
tersebut sehingga mereka memiliki tanah yasan5 dan mempunyai pekarangan serta
rumah sendiri. Lapisan kedua ialah mereka yang mempunyai rumah dan
pekarangan sendiri tetapi belum atau tidak mempunyai sawah. Lapisan ketiga
ialah mereka yang tidak mempunyai tanah dan tidak mempunyai pekarangan,
tetapi mempunyai rumah sendiri. Lapisan keempat adalah mereka yang sama
sekali tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaganya. Umumnya merka yang masuk
pada lapisan ke empat adalah petani miskin yang tidak mempunyai lahan
(tunakisma). Petani tunakisma identik dengan buruh tani, namun petani tunakisma
selain bekerja sebagai buruh tani, juga ada yang menjadi petani penyakap, bahkan
pengemis (Saragih dan Susanto 2006)
Hasil penelitian Saragih dan Susanto (2006) menunjukan bahwa terdapat
beberapa faktor utama petani tidak memiliki lahan atau tanah, antara lain: (1)
tidak mendapat warisan lahan atau tanah dari orangtuanya sebab orangtuanya
sendiri tidak mempunyai lahan atau tanah, (2) jika memiliki lahan dengan luas
terbatas dijual untuk keperluan lainnya, misalnya untuk membayar hutang,
keperluan pesta, dan menutupi kebutuhan sehari-hari, dan (3) berasal dari korban
Putus Hubungan Kerja (PHK), tidak mempunyai keahlian lain dan tidak
mempunyai modal sehingga mereka kembali ke desa untuk menjadi buruh tani.

5

Tanah Yasan, yaitu tanah yang diperoleh berkat usaha seseorang membuka hutan atau “tanah
liar” untuk dijadikan tanah garapan.

6

Konsep Struktur Agraria
Wiradi (2009) memberikan definisi bahwa struktur agraria merupakan tata
hubungan antar manusia menyangkut pemilikan, penguasaan, dan peruntukan
tanah. Dalam masyarakat agraris, masalah pemilikan dan penguasaan tanah ini
merupakan faktor penentu bangunan masyarakat secara keseluruhan. Masalah ini
tidak hanya menyangkut hubungan teknis antara manusia dengan tanah, namun
menyangkut juga hubungan sosial manusia dengan manusia.
Lebih lanjut Wiradi (2009) menyatakan bahwa struktur agraria adalah
menyangkut masalah pembagian tanah, penyebaran dan distribusinya, yang pada
gilirannya menyangkut hubungan kerja dan proses produksi. Dalam konsep
struktur agraria tidak hanya berbicara mengenai kepemilikan lahan, melainkan
bagaimana pola kebiasaan atau cara-cara yang melembaga untuk mengatur
penguasaan atas sebidang tanah. Wiradi dan Makali (2009) mengemukakan
bahwa bentuk-bentuk penguasaan lahan secara adat yang terdapat di Pulau Jawa
secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Tanah Yasan, yaitu tanah yang diperoleh berkat usaha seseorang membuka
hutan atau “tanah liar” untuk dijadikan tanah garapan. Dengan kata lain, hak
seseorang atas tanah berasal dari fakta bahwa dia atau nenek moyangnya
yang semula membuka tanah tersebut.
2) Tanah Gogolan, yaitu tanah pertanian milik masyarakat desa yang hak
pemanfaatannya biasanya dibagi-bagi kepada sejumlah petani (biasanya
disebut penduduk inti) secara tetap atau secaraa giliran berkala. Pemegang
hak garap atas tanah ini tidak diberi hak untuk menjualnya atau
memindahtangankan hak tersebut.
3) Tanah Titisara (Titisaro, Tanah Kas Desa, Tanah Bondo Deso), adalah tanah
pertanian milik desa yang secara berkala bisa disakapkan atau disewakan
dengan cara dilelang lebih dahulu. Hasilnya menjadi kekayaan desa yang
biasanya digunakan untuk keperluan-keperluan desa.
4) Tanah Bengkok, yaitu tanah pertanian (umumnya sawah) milik desa yang
diperuntukkan bagi pamong desa terutama kepala desa (lurah) sebagai
“gaji”nya selama menduduki jabatan itu.
Kepemilikan tanah tidak selalu mencerminkan penguasaan petani atas
tanah yang dimiliki. Bisa saja petani tidak memiliki sebidang tanah secara formal,
namun menguasai lahan yang cukup luas. Mulyanto et al. (2009) menyatakan
bahwa meskipun tidak punya lahan atau hanya memiliki lahan terbatas, warga
tetap berupaya mengambil manfaat dari lahan, meskipun harus menyewa lahan
orang lain. Dengan demikian, sebagian rumah tangga yag tidak memiliki lahan
atau sering disebut dengan petani tunakisma tetap dapat memperoleh tanah
garapan, dan sebaliknya ada sebagian pemilik tanah yang tidak menggarap sama
sekali (Wiradi 2008).
Menurut Wiradi dan Makali (2009) pada kasus desa-desa di Pulau Jawa,
ada beberapa kelembagaan atau kebiasaan setempat untuk mengatur pemilikan
dan penguasaan atas lahan, antara lain:
1) Sistem gadai, yakni menyerahkan hak atas sebidang tanah kepada orang lain
dengan pembayaran berupa uang tunai ataupun barang, dengan ketentuan
pemilik tanah akan memperoleh hak kembali dengan jalan menebusnya.

7

Umumnya sistem gadai dilakukan oleh petani berlahan sempit kepada petani
berlahan luas karena desakan kebutuhan.
2) Sistem sewa, yakni penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada
orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama pemilik dan
penyewa.
3) Bagi hasil, yakni penyerahan sementara hak atas tanah kepada oranglain
untuk diusahakan, dengan perjanjian si penggarap akan menanggung beban
tenaga kerja keseluruhan dan menerima sebagian dari hasil tanahnya. Besar
kecilnya bagian hasil yang harus diterima oleh masing-masing pihak pada
umumnya disepakat bersama oleh petani pemilik dan penggarap sebelum
penggarap mulai pengusahakan tanahnya.
Konsep Penghidupan di Pedesaan
Konsep penghidupan rumah tangga didefinisikan sebagai upaya
pengadaan cadangan dan pasokan makanan serta uang tunai untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga. “Penghidupan” mengandung unsur kemampuan sumber
daya alam dan sosial, saluran perolehan sumber-sumber daya tersebut, serta
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup rumah tangga
(Mulyanto et al. 2009).
Desa terdiri dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi
dan investasi sebagai hasil dari keputusan keluarga secara bersama. Dalam hal ini,
anggota rumah tangga dipandang sebagai satu kesatuan yang membangun struktur
nafkah, dalam hal pendapatan, pengeluaran, dan investasi. Dengan demikian,
sebagai besar rumah tangga di pedesaan akan mengerakkan anggota rumah
tangganya yang dianggap telah mampu menjadi tenaga kerja untuk mencari
nafkah sebagai penambah sumber pendapatan. Mulyanto et al. (2009) menyatakan
bahwa sumber daya penghidupan meliputi sumber daya alam seperti kesuburan
tanah, cuaca dan iklim, vegerasi, air dan perubahan-perubahannnya, serta sumber
daya sosial meliputi komposisi dan jumlah anggota rumah tangga dan politik atau
kekuasaan, sedangkan lembaga-lembaga sosial hanya berberperan sebagai arena
atau “aturan main” bagi kegiatan pengalihan sumber daya.
Konsep Strategi Nafkah
Dharmawan (2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk strategi nafkah
yang terbangun akan sangat ditentukan bagaimana petani dan rumah tangganya
“memainkan peran” kombinasi sumber daya nafkah (livelihood resources) yang
tersedia bagi mereka. Menurut Ellis (2000) terdapat 5 jenis livelihood resources
yang dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekerdar mempertahankan
krisis ekonomi serta mengembangkan derajat untuk menghadapi krisis, yaitu:
finansial capital, physical capital, natural capital, human capital, dan social
capital.
1) Modal sumber daya manusia (human capital) meliputi jumlah (populasi
manusia), tenaga kerja yang ada dalam rumahtangga, tingkat pendidikan, dan
status kesehatannya.

8

2) Modal alam (natural capital) meliputi segala bentuk sumber daya alam
seperti air, tanah, hewan, udara, pepohonan yang menghasilkan pangan, dan
sumberdaya lainnya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk
keberlangsungan hidupnya.
3) Modal sosial (social capital) yakni berupa jaringan sosial dan lembaga
sebagai pola hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan
memperoleh dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya.
4) Modal finansial (financial capital and substitutes) merupakan saluran
keuangan yang dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni
berupa tabungan dan kredit dalam bentuk bantuan dan persediaan uang tunai
yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.
5) Modal fisik (physical capital) yaitu berbagai benda yang dimiliki untuk
menunjang proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai
benda fisik lainnya.
Rumah tangga akan memanfaatkan beragam sumber daya yang dimiliki
untuk memasuki saluran-saluran penghidupan. Berbagai strategi nafkah dilakukan
oleh rumah tangga untuk memperoleh pendapatan, baik dari sektor pertanian
maupun non-pertanian. Scoones (1998) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah
(livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu:
1) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain
pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga
kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor
pertanian sehingga memperoleh pendapatan.
3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen
maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Sektor pertanian dan non-pertanaian memegang peran penting dalam
menentukan struktur pendapaan. Menurut Ellis (1998) dalam Widiyanto (2009)
pembentuk strategi nafkah dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Berasal dari on-farm: Strategi nafkah yang didasarkan dari sumber hasil
pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan, dll)
2. Berasal dari off-farm: Strategi nafkah dalam kerja pertanian berupa upah
tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), konrak upah
tenaga kerja non upah dan lain-lain.
3. Berasal dari non-farm: Sumber pendapatan berasal dari luar kegiatan
pertanian yang dibagi menjadi lima, yaitu: upah tenaga kerja pedesaan bukan
pertanian, usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik
(misalnya: sewa), kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan kiriman
dari buruh migran yang pergi ke luar negeri
Sumarti (2007) menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial
berimplikasi pada perilaku petani beragam lapisan dalam upaya mengatasi
mengatasi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidupmya. Petani kaya

9

mengembangkan ragam nafkah dengan dengan menggunakan tenaga kerja dalam
rangka akumulasi modal serta pengembangan partisipasi kelembagaan, sedangkan
pada petani miskin cenderung survival (bertahan hidup). Berbagai cara ditempuh
penduduk miskin untuk mempertahankan kehidupannya mulai dari
mengembangkan strategi penganekaragaman jenis pekerjaan di sektor pertanian
maupun non-pertanian. Di sektor pertanian mereka bekerja sebagai petani pemilik
maupun petani penggarap, sedangkan di sektor non-pertanian mereka bekerja
sebagai buruh bangunan, buruh pabrik, buruh industri dan pegawai negeri
(Kutanegara 2000).
Kerangka Pemikiran
Rumah tangga petani tunakisma adalah rumah tangga petani yang tidak
memiliki lahan secara formal, namun pada kesempatan tertentu mereka dapat
menguasai lahan melalui sistem sewa maupun bagi hasil. Pada umumnya, lahan
yang dikuasai oleh rumah tangga petani tunakisma seringkali tidak mampu
mencukupi segala kebutuhan anggota rumah tangganya, sehingga mereka harus
mencari pekerjaan lain di sektor non-pertanian. Rumah tangga petani tunakisma
akan memanfaatkan beragam sumber daya yang dimiliki dalam membantu
kehidupan ekonomi rumah tangganya. Sumber daya tersebut terdiri atas sumber
daya manusia, modal alam berupa lahan pertanian, modal fisik, modal finansial
dan modal sosial. Kelima modal tersebut akan mempengaruhi arah strategi nafkah
yang dilakukan suatu rumah tangga. Anggota rumah tangga dapat memasuki
beragam pekerjaan yang ditawarkan, mulai dari sektor petanian maupun nonpertanian. Di sektor pertanian, petani yang tidak memiliki lahan hanya dapat
bekerja sebagai buruh tani dan petani penggarap dengan sistem sewa maupun bagi
hasil, sedangkan di sektor non-pertanain anggota rumah tangga dapat kerja mulai
dari usaha di bidang jasa maupun non-jasa. Setiap pendapatan yang diterima
anggota rumah tangga yang bekerja akan membentuk struktur pendapatan yang
terdiri atas pendapatan dari sektor pertanian dan non-pertanian.

10

Livelihood Resources
Struktur Anggota
Rumah Tangga
1. Jumlah tenaga kerja
2. Umur/Usia
3. Tingkat pendidikan
4. Jenis Kelamin

Akses pada Lahan
Pertanian
1. Tingkat
ketunakismaan
2. Status penguasaan
lahan

Akses pada Modal
Akses pada Modal Keuangan
Keuangan
1.
Modal sendiri/tabungan
1. Tabungan/investasi
Pinjaman
2.2. Kredit
(pinjaman)

Kepemilikan Modal
Fisik
1. Kepemilikan aset
produksi pertanian
2. Kepemilikan aset
rumah tangga

Pemanfaatan Hubungan Sosial
1. Hubungan kekerabatan/tetangga
2. Perkenalan/jaringan luar desa
3. Kelompok tani

Pilihan Strategi Nafkah
1. Rekayasa sumber nafkah pertaniaan
2. Pola nafkah ganda
3. Rekayasa spasial (migrasi)

Pertanian
- Petani
penggarap
- Buruh tani

Stuktur Pendapatan Rumah Tangga
1. Tingkat pendapatan pertanian
2. Tingkat pendapatan non-pertanian

Keterangan:
: Berhubungan
: Bagian dari pekerjaan yang bisa dilakukan
Gambar 1 Kerangka analisis penelitian

-

Non-pertanian
Jasa
Non-jasa
Kiriman

11

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga terdapat hubungan antara pemanfaatan livelihood resources yang
terdiri atas struktur anggota rumah tangga, akses pada lahan pertanian,
kepemilikan modal fisik, akses pada modal keuangan dan pemanfaatan
hubungan sosial yang dilakukan rumah tangga,kio menentukan strategi nafkah
yang dibangun rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.
2. Diduga rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga akan melakukan
beragam strategi nafkah untuk memperoleh pendapatan.
3. Diduga peran sektor pertanian dan non-pertanian memiliki kontribusi dalam
pembentukan struktur pendapatan rumah tangga petani tunakisma di Desa
Rajasinga.
Definisi Konseptual
1. Rumah tangga petani tunakisma adalah rumah tangga yang salah satu anggota
rumah tangganya bekerja di lahan pertanian, namun tidak memiliki lahan
berdasarkan status kepemilikan formal. Mereka yang tidak memiliki lahan
dapat bekerja sebagai petani penggarap di lahan milik orang lain dengan
sistem sewa, bagi-hasil, tanah gadai atau hanya bekerja sebagai buruh tani
upahan.
2. Struktur anggota rumah tangga adalah human capital yang menjadi modal
utama rumah tangga petani tunakisma, berupa tenaga kerja yang tersedia di
dalam rumah tangga pada tingkat usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin
tertentu.
3. lahan pertanian adalah sumber daya alam yang dimanfaatkan petani tunakisma
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pertanian. Lahan pertanian yang
dimafaatkan petani tunakisma di Desa Rajasinga terdiri atas lahan pertanian di
hutan dan sawah irigasi.
4. Modal fisik adalah berbagai benda yang dimiliki untuk menunjang proses
produksi pertanian seperti: cangkul, mesin pembajak dan lainnya. Selain itu,
modal fisik juga mencangkup peralatan lain yang dimiliki di luar pertanian
dan dimanfaatkan untuk memperoreh pendapatan, seperti: sepeda motor,
angkot, mesin jahit, warung kecil dan lainnya.
5. Modal finansial adalah saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengelola sumber daya dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa
tabungan dan kredit dalam bentuk uang tunai.
6. Modal sosial menurut berupa jaringan sosial dan lembaga sebagai pola
hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan memperoleh
dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya. Modal sosial juga diartikan
sebagai pemanfaatan hubungan-hubungan sosial yang dibangun dan dipelihara
oleh rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan maupun bantuan-bantuan
lain.

12

Definisi Operasional
1. Jenis kelamin adalah pembedaan petani secara biologis. Jenis kelamin dapat
digolongkan menjadi dua kategori:
a) Laki-laki (Kode 1)
b) Perempuan (Kode 2)
2. Umur/usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Kategori
variabel umur diperoleh dari data di lapang. Umur dapat digolongkan
menjadi 4 kategori:
a) Umur antara 15-29 tahun (Kode 1)
b) Umur antara 30-44 tahun (Kode 2)
c) Umur antara 35-59 tahun (Kode 3)
d) Umur ≥ 60 tahun (Kode 4)
3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani.
Kategori tingkat pendidikan diperoleh dari data di lapang. Tingkat
pendidikan dapat digolongkan menjadi 4 kategori:
a) Tidak lulus SD (Kode 1)
b) lulus SD (Kode 2)
c) Lulus SMP/sederajat (Kode 3)
d) Lulus SMA/sederajat (Kode 4)
4. Jumlah tenaga kerja adalah jumlah anggota rumah tangga yang sedang
bekerja untuk memperoleh pendapatan. Kategori jumlah tenaga kerja
diperoleh dari data di lapang. Jumlah tenaga kerja dapat digolongkan menjadi
tiga kategori:
a) ≤ 2 orang (Kode 1)
b) 3-4 orang (Kode 2)
c) ≥ 5 orang (Kode 3)
5. Status penguasaan lahan adalah status tanah yang digarap oleh petani
tunakisma dan pada dasarnya sesuai dengan kebiasaan atau aturan yang
berlaku dalam suatu masyarakat. Status penguasaan lahan digolongkan
menjadi 4 kategori:
a) Tanah gadai : sebidang tanah milik orang lain yang diserahkan hak
penguasaanya kepada orang lain dengan pembayaran berupa uang tunai
ataupun barang dan akan memperoleh hak kembali dengan jalan
menebusnya. (Kode 1)
b) Sistem sewa: penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang
lain, bersarnya harga sewa sesuai dengan perjanjian yang menjadi
kesepakatan bersama antara pemilik dan penyewa. (Kode 2)
c) Sistem lanja: penyerahan hak penguasaan tanah kepada orang lain,
banyaknya gabah sebagai ganti biaya sewa ditentukan atas dasar
kesempatan bersama antara pemilik dan penggarap. (Kode 3)
d) Bagi-hasil: petani diberi hak untuk mengusahakan lahan yang ada dan
pemilik lahan memperoleh sebagian hasil dari tanahnya sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku. (Kode 4)
6. Tingkat ketunakismaan merupakan lapisan rumah tangga petani tunakisma
berdasarkan ada atau tidaknya lahan garapan yang dikuasai berdasarkan
status kepemilikan sementara. Tingkat ketunakismaan dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu:

13

a) Tunakisma mutlak, tidak memiliki lahan garapan berdasarkan status
kepemilikan sementara. (Kode 1)
b) Tunakisma tidak mutlak, memiliki lahan garapan berdasarkan status
kepemilikan sementara. (Kode 2)
7. Rumah tangga petani tunakisma dapat dibedakan berdasarkan lapisan
penguasaan lahan pertanian. Berdasarkan data di lapang kategori rumah
tangga tersebut dibedakan menjadi:
a) Penggarap (Kode 1)
b) Penggarap+buruh tani (Kode 2)
c) Buruh tani (Kode 3)
8. Luas lahan diukur berdasarkan luas lahan garapan yang dikuasai oleh petani
tunakisma berdasarkan status kepemilikan sementara.
a) 0 ha (Kode 1)
b) 0,01-0,5 ha (Kode 2)
c) 0,51- 1 ha (Kode 3)
d) >1 ha (Kode 4)
9. Kepemilikan alat produksi rumah tangga merupakan alat-alat pertanian yang
digunaka dalam bekerja di lahan pertanian. Berdasarkan data di lapang,
kepemilikan modal fisik dapat di kategorikan menjadi:
a) Cangkul (Kode 1)
b) Arit (Kode 2)
c) Gebotan (Kode 3)
d) Gelaran (Kode 4)
e) Pedangan (Kode 5)
f) Tank semprot (Kode 6)
g) Mesin diesel (Kode 7)
10. Kepemilikan aset rumah tangga merupakan benda atau barang yang dimiliki
rumah tangga untuk mencari nafkah. Berdasarkan data di lapang, kepemilikan
aset rumah tangga dapat dikatergorikan menjadi:
a) Sepeda (Kode 1)
b) Kendaraan beroda 2 (Kode 2)
c) Becak (Kode 3)
d) Warung (Kode 4)
e) Peralatan bangunan (Kode 5)
f) Alat musik suling (Kode 6)
11. Akses pada modal keuangan diukur berdasarkan sumber modal yang menjadi
pilihan responden untuk membuka usaha atau sebatas memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Berdasarkan data di lapang, akses pada modal keuangan
dapat di kategorikan menjadi:
a) Modal sendiri/tabungan (Kode1)
b) Pinjaman (kode 2)
12. Pemanfaatan modal sosial merupakan hubungan sosial yang dipilih rumah
tangga petani tunakisma untuk membantu kehidupan anggota rumah
tangganya. Berdasarkan data di lapang, pemanfaatan modal sosial dapat di
kategorikan menjadi:
a) Kerabat/tetangga (Kode 1)
b) Perkenalan/jaringan luar desa (Kode 2)
c) Kelompok tani (Kode 3)

14

13. Strategi nafkah adalah cara-cara yang dilalukan suatu rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Scoones (1998) membagi tiga klasifikasi
strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah
tangga petani, yaitu:
a) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan
memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui
penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja
(intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan
(ekstensifikasi). (Kode 1)
b) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain
pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga
kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor
pertanian sehingga memperoleh pendapatan. (Kode 2)
c) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara
permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. (Kode 3)
14. Tingkat pendapatan pertanian adalah total uang yang diterima oleh rumah
tangga dari bekerja di sektor pertanian. Pekerjaan tersebut terdiri dari: petani
penggarap dengan sistem sewa, bagi hasil, tanah gadai dan buruh tani
15. Tingkat pendapatan non-pertanian adalah total uang yang diterima oleh
rumah tangga dari bekerja di sektor non-pertanian sebagai pengrajin, buruh
pabrik, pedagang kecil-menengah, sopir angkot, ojek dan lainnya. Selain itu,
pendapatan non-pertanian juga terdiri atas kiriman dari pekerja migran, yakni
total uang yang diterima oleh rumah tangga dari upah yang diterima anggota
rumah tangganya yang bekerja di luar desa.
16. Pendapatan total adalah gabungan jumlah uang yang diterima rumah tangga
dari bekerja di sektor pertanian dan non-pertanian.

METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian berisi informasi mengenai pendekatan penelitian, jenis
data, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik
pengolahan dan analsis data. Berikut uraian dari masing-masing bagian berikut.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan
pendekatan kualitatif. Paduan kedua pendekatan diharapkan mampu menjawab
masalah penelitian terkait strategi nafkah rumah tangga petani tunakisma di Desa
Rajasinga, kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Pendekatan kuantitatif
dilakukan dengan metode survey kepada kepala rumah tangga petani tunakisma
yang menjadi responden. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan kualitatif
dilakukan melalui pendekatan lapang secara langsung. Data kualitatif diperoleh
melalui wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan
kepada responden dan informan dengan panduan pertanyaan untuk mendapatkan
informasi yang lebih akurat.
Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
skunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung dengan menggunakan
instrumen kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan.
Sementara data skunder diperoleh dari data monografi desa, dokumen
kependudukan dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan
di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.
Penelitian dilakukan di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten
Indramayu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
mempertimbangkan bahwa Desa Rajasinga merupakan desa pertanian yang
mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, baik petani yang memiliki lahan
maupun petani tunakisma yang bekerja di sektor pertanian sebagai buruh tani
maupun petani pengarap. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti
melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran
literatur yang terkait dengan lokasi penelitian. Lama pelaksanaan penelitian mulai
dari penyusunan proposal hingga selesai proses penelitian sekitar enam bulan.
Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan
data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang
skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Pengambilan data di lapang dilakukan
selama 6 minggu, meliputi kegiatan pengumpulan data kuantitatif dengan
instrumen kuesioner dan pengumpulan data kualitatif sebagai pendukung data
kuantitatif.

16

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen
kuesioner. Penggumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam
dan observasi. Pengumpulan data dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan

Teknik
pengumpulan
data
Kuantitatif
- Karakteristik responden
(Kuesioner)
- Data komposisi anggota rumah tangga
- Pemanfaatan livelihood resource
- Struktur pendapatan rumah tangga petani
tunakisma, meliputi: pendapatan pertanian,
pendapatan dan non-pertanian.
Wawancara
- Penyebab rumah tangga petani tidak
mendalam
memiliki lahan.
- Kesempatan-kesempatan kerja di sektor
pertanian dan non-pertanian.
- Strategi nafkah yang dibangun oleh rumah
tangga dan alasan yang menyertainya.
- Peran sektor pertanian dan non-pertanian
dalam menopang kehidupan ekonomi.
Observasi
- Aktivitas yang dilakukan rumah tangga
petani tunakisma untuk memperoleh
pendapatan.
Analisis
- Gambaran umum desa melalui data
dokumen
monografi.
- Potensi desa

Sumber data

- Responden

- Responden
- Petani
yang
memiliki lahan
- Tokoh
Masyarakat

- Responden

- Data
pemerintah
desa

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga petani
di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu yang tidak memiliki
lahan. Dalam pendekatan kuantitatif responden dipilih untuk menjadi target
survey. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pemilihan
responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple
Random Sampling). Teknik ini dipilih karena populasi yang menjadi sasaran
bersifat homogen, terdapat daftar kerangka sampling serta keadaan populasi tidak
terlalu tersebar secara geografis (Singarimbun dan Effendi1989). Jumlah sampel
yang akan dijadikan responden berjumlah 35 orang. Jumlah ini dirasa cukup untuk
memenuhi reliabilitas dan validitas data yang dihasilkan. Sebelumnya peneliti
melakukan pendataan ke 34 RT yang tersebar ke dalam 7 RW di Desa Rajasinga.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh kerangka sampling penelitian berupa daftar
nama kepala rumah tangga yang merupakan rumah tangga petani tunakisma.
Berdasarkan data monografi Desa Rajasinga tahun 2011 terdapat 2 071 rumah
tangga dengan beragam profesi dan data primer tahun 2013 mencatat terdapat 597
rumah tangga petani tunakisma. Daftar kerangka samping dan responden dapat
dilihat pada lampiran 1.

17

Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara mendalam terhadap responden maupun informan. Informan dipilih
secara purposive atau sengaja. Informan dalam penelitian ini berasal dari berbagai
kalangan mulai dari kepala aparat desa, tokoh masyarakat, petani pemilik lahan.
Adapun panduan wawancara bisa dilihat pada Lampiran 3. Selain itu data
kualitatif juga diperoleh melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna
melihat fenomena faktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada
seperti data monografi desa dan data pertanian di Desa Rajasinga, Kecamatan
Terisi, Kabupaten Indramayu.
Tekn