Studi Proses Elektrokoagulasi untuk Meningkatkan Kualitas Air Sungai sebagai Air Baku

STUDI PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS AIR SUNGAI SEBAGAI AIR BAKU

NURUL ARIFIANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Proses
Elektrokoagulasi untuk Meningkatkan Kualitas Air Sungai sebagai Air Baku
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nurul Arifiani
NIM F34090095

ABSTRAK
NURUL ARIFIANI. Studi Proses Elektrokoagulasi untuk Meningkatkan Kualitas
Air Sungai sebagai Air Baku. Dibimbing oleh SUPRIHATIN.
Sungai merupakan salah satu sumber air baku dalam mendapatkan air
bersih. Bertambahnya jumlah penduduk dan industri mengakibatkan kualitas air
sungai tidak memenuhi standar kualitas air baku sementara kebutuhan manusia
akan air bersih semakin meningkat. Rendahnya kualitas air sungai memerlukan
pengolahan air yang efektif dan efisien, diantaranya dengan elektrokoagulasi.
Elektrokoagulasi merupakan proses penggabungan antara koagulasi dengan
kelistrikan tanpa menggunakan bahan kimia. Tujuan penelitian ini yakni untuk
mengetahui pengaruh variasi tegangan listrik dan waktu kontak elektroda dengan
air sungai, mengetahui kandungan parameter pH, warna, kekeruhan, TSS, dan
kadar fosfat (PO43-) sebagai indikator pencemaran air sungai, serta mendapatkan
kombinasi tegangan listrik dan waktu kontak terbaik pada proses elektrokoagulasi

terhadap efisiensi pengurangan pencemar air sungai. Elektrokoagulasi dijalankan
pada air sungai sebanyak 1 liter dalam sistem batch dan menggunakan elektroda
stainless steel. Air sungai diambil dari Sungai Cihideung dengan dua waktu yang
berbeda, yaitu saat air sungai kondisi cerah dan hujan. Hasil penelitian
menunjukkan air sungai dalam keadaan cerah memiliki penyisihan tertinggi
parameter warna 11% pada tegangan 15 V selama 5 menit, kekeruhan 17% pada
tegangan 18 V selama 5 menit, TSS 29% pada tegangan 12 V selama 5 menit, dan
fosfat 20% pada tegangan 12 V selama 30 menit, sedangkan saat air sungai dalam
keadaan hujan penyisihan tertinggi parameter warna 74% pada tegangan 18 V
selama 60 menit, kekeruhan 90% pada tegangan 9 V selama 60 menit, TSS 94%
pada tegangan 15 V selama 60 menit, dan fosfat 70% pada tegangan 12 V selama
25 menit. Dari hasil penelitian dipilih perlakuan 9 Volt dan 5 menit sebagai
kombinasi perlakuan tegangan listrik dan waktu kontak terbaik.
Kata kunci: Air baku, air sungai, elektrokoagulasi

ABSTRACT
NURUL ARIFIANI. Study of Electrocoagulation Process to Improve River Water
Quality as Raw Water. Supervised by SUPRIHATIN.
A river is one of the most important sources of raw water for clean water.
The increase of population and the development of various industries resulted in

reducing of river water quality that does not meet water quality standards while
the human need for clean water is increasing. The low river water quality requires
an effective and efficient treatment, such as by electrocoagulation.
Electrocoagulation combines coagulation process with electricity without using
chemicals. The purpose of this study was to determine the effect of variation of
power supply voltage and electrode contact time with the water, and to determine
the effect on parameters such as pH, color, turbidity, TSS, and phospate levels
(PO43-) as an indicator of sewage pollution and get a combination of electrical
voltage and contact time best on the electrocoagulation process wastewater

pollutant reduction efficiency. Electrocoagulation run on 1 liter of water in a batch
system and using stainless steel electrodes. The water taken from Cihideung river
with two different times which water stream in sunny and rainy conditions. The
results showed that a color reduction of 11% at a voltage of 15 and 5-minute,
turbidity of 17% at a voltage of 18 and 5-minute, TSS of 29% at a voltage of 12
and 5–minute, and phospate of 20% at a voltage of 12 and 30-minute could be
achieved. With the water in rainy conditions a color reduction of 74% at a voltage
of 18 and 60-minute, turbidity of 90% at a voltage of 9 and 60-minute, TSS of
94% at a voltage of 15 and 60-minute, and 70% of phosphate at a voltage of 12
and 25-minute could be achieved. Combination treatment of 9 volts and 5 minutes

can be considered as the best condition of treatment.
Keywords: raw water, river water, electrocoagulation

STUDI PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS AIR SUNGAI SEBAGAI AIR BAKU

NURUL ARIFIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan tugas akhir dengan judul Studi Proses
Elektrokoagulasi untuk Meningkatkan Kualitas Air Sungai sebagai Air Baku yang
dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2014 dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr.–Ing. Ir. Suprihatin selaku Pembimbing skripsi yang telah sabar
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan
penyelesaian skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku Ketua Departemen Teknologi Industri
Pertanian yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Abdurakhmat, Ibu Reni Haerani, Wulandari Hayuningtyas, dan Siti Nur
Asyifa yang tiada henti memberikan doa dan semangat kepada penulis.
4. Bapak Yogi Suprayogi, Bapak Gunawan, Ibu Egnawati, Bapak Sugi, Ibu Sri,
dan laboran lainnya yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada
penulis.
5. Keluarga TIN angkatan 46 yang telah membantu dan mengingatkan penulis
selama penelitian berlangsung.
6. Bapak Ahmad dan partner yang selalu bersedia membantu mengambil air
sungai saat hujan serta mengantarkannya ke Laboratorium.
7. Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Nurul Arifiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


3

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Bahan

3

Alat

3

Metode Penelitian


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

SIMPULAN DAN SARAN

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP


37

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik air Sungai Cihideung pada kondisi berbeda

5

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diagram Alur Penelitian
Pengolahan air sungai dengan metode elektrokoagulasi
Perubahan selama proses elektrokoagulasi dan sedimentasi
Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap pH air sungai
Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap kekeruhan air
sungai

6 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan kekeruhan air sungai
7 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap TSS air sungai

4
7
7
8
10
11
12

8 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan TSS air sungai
9 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap warna air sungai
10 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan warna air sungai
11 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap fosfat air sungai
12 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan fosfat air sungai

13
14
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis parameter pencemar air limbah
2 Standar baku mutu air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990
3 Data hasil pengujian pH air sungai saat cerah terhadap variasi perlakuan
elektrokoagulasi
4 Data hasil pengujian pH air sungai saat hujan terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
5 Data hasil pengujian kekeruhan air sungai saat cerah terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
6 Data hasil pengujian kekeruhan air sungai saat hujan terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
7 Data hasil pengujian TSS air sungai saat cerah terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
8 Data hasil pengujian TSS air sungai saat hujan terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
9 Data hasil pengujian warna air sungai saat cerah terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
10 Data hasil pengujian warna air sungai saat hujan terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
11 Data hasil pengujian fosfat air sungai saat cerah terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
12 Data hasil pengujian fosfat air sungai saat hujan terhadap variasi
perlakuan elektrokoagulasi
13 Kebutuhan Energi dan Biaya Metode Elektrokoagulasi

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas makhluk hidup khususnya manusia tidak bisa lepas dari unsur
yang bernama air. Manusia sulit bertahan hidup sehari saja tanpa air. Keperluan
Mandi Cuci Kakus (MCK), irigasi, pertanian, industri, dan lainnya sangat
memerlukan air baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dengan kebutuhan air
rata-rata penduduk adalah 200 L orang-1 hari-1 (Mangkoedihardjo dan Samudro
2010). Kualitas air merupakan salah satu aspek yang makin banyak mendapat
perhatian dalam pengelolaan sumberdaya air. Ini disebabkan karena para
konsumen air tidak hanya menginginkan jumlah yang cukup, tetapi juga kualitas
yang sesuai dengan kebutuhan mereka (Sanim 2011).
Pengelolaan sumberdaya air salah satunya dilakukan oleh Perusahaan Air
Minum (PAM). PAM mengambil sumber untuk air baku diantaranya dari air
sungai. Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah
tertentu dan mengalirkannya ke laut (Mori 2006). Sungai sebagai salah satu
sumber air, pangan dan sarana transportasi memegang peranan sangat penting
untuk kehidupan makhluk hidup. Komponen lingkungan hidup ini mempengaruhi
kelangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya mulai dari sebagai bahan baku
air bersih untuk rumah tangga dan industri, irigasi, pembangkit tenaga listrik,
sarana rekreasi, transportasi, perikanan, dan lainnya.
Sungai merupakan ekosistem perairan yang mudah mendapat pengaruh dari
daerah sekitarnya, baik secara alami maupun oleh berbagai aktifitas manusia (Ardi
dan Ristiono 2002). Odum (1993) dalam Ardi dan Ristiono 2002, menyatakan
bahwa kegiatan manusia yang cenderung makin meningkat terutama pada daerah
aliran sungai memberikan dampak terhadap perubahan kualitas perairan di
sekitarnya. Banyaknya manfaat dari air sungai tidak meminimalisasi limbah yang
dibuang. Sebagian masyarakat dan industri masih belum menyadari betul dampak
tercemarnya air sungai akibat limbah yang dibuang secara langsung ke badan air
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari
kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian baik limbah padat
maupun cair yang masuk ke perairan. Selain itu, penggunaan pupuk dan pestisida
pada lahan pertanian akan terbawa masuk ke dalam perairan yang menimbulkan
penurunan kualitas air. Selain itu, limbah rumah tangga dan kota merupakan
sumber pencemaran perairan yang sulit dikontrol, sebagai akibat perkembangan
pemukiman yang pesat. Sumber pencemaran utama lainnya berasal dari kegiatan
pertambangan yang menimbulkan degradasi kualitas air (Haryani 2002).
Krisis air bersih dan rendahnya kualitas air sungai sebagai salah satu air
baku untuk air minum perlu ditangani segera mungkin. Langkah-langkah untuk
mempertahankan kualitas air bukan saja untuk mencapai standar kualitas air yang
dikehendaki dari sudut ekologi, tetapi juga harus memperhatikan pertimbangan
ekonomi, misalnya sampai seberapa besar biaya untuk mencapai standar tersebut
(Sanim 2003). Selain itu, bahan kimia yang umum digunakan dalam pengolahan
air tercemar memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit serta pengaruhnya
terhadap lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan yang efektif dan
efisien diantaranya dengan metode elektrokoagulasi. Teknologi Elektrokoagulasi

2
mengalirkan arus listrik ke suatu lempeng elektroda sehingga menghasilkan ion–
ion yang dapat bertindak seperti koagulan yang dapat mengikat pengotor dalam
air baku.
Teknologi elektrokoagulasi sebelumnya telah diaplikasikan pada beberapa
penelitian yaitu pengolahan limbah penyamakan kulit (Aulianur 2013),
pengurangan turbiditas pada air laut (Holisaturrahmah dan Suprapto 2013),
penurunan zat warna limbah cair industri Sarung Samarinda (Irawan et al. 2012),
pengolahan limbah cair industri pangan (Gameissa 2012), penjernihan air sungai
menjadi air bersih (Juriah 2011), pengolahan limbah pabrik karet (Hermida dan
Suhendra 2006) dan lain-lain.
Penelitian elektrokoagulasi menggunakan 4 plat elektroda Aluminium dan
penambahan larutan Aluminium Sulfat (tawas 17%) yang dilakukan Juriah (2011)
pada air sungai Aek Leidong di Kabupaten Labuhan Batu Utara dapat
menurunkan parameter warna dari 553 CTU menjadi 24,7 CTU setara 95,5% dan
kekeruhan dari 8 NTU menjadi 3 NTU setara 62,5% serta perubahan pH
mendekati netral dari 5,6 menjadi 6,9. Elektrokoagulasi sebagai teknologi
alternatif diharapkan mampu menjawab permasalahan kebutuhan air bersih yang
ramah lingkungan dan berbiaya rendah.

Perumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Kondisi air sungai sebagai air baku.
Umumnya pengolahan air sungai menggunakan bahan kimia.
Pengaruh pengolahan air sungai secara elektrokoagulasi.
Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak proses elektrokoagulasi.
Pemilihan kombinasi terbaik antara waktu kontak dan tegangan dalam
proses elektrokoagulasi.

Tujuan Penelitian
1.

2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui pengaruh variasi tegangan listrik dan waktu kontak elektroda
dengan air sungai dalam proses elektrokoagulasi Sungai Cihideung
menggunakan stainless steel pada sistem batch.
Mengetahui kandungan parameter seperti pH, warna, kekeruhan, TSS, dan
kadar fosfat (PO43-) sebagai indikator pencemaran air sungai.
Mendapatkan kombinasi tegangan listrik dan waktu kontak terbaik pada
proses elektrokoagualasi terhadap efisiensi pengurangan pencemar air
sungai.
Manfaat Penelitian

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau instansi terkait dapat
menggunakan sebagai informasi teknologi alternatif untuk menurunkan kadar
pencemar air sungai yang ramah lingkungan dan berbiaya rendah.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengolahan air Sungai Cihideung sebagai air
baku dengan proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda stainless steel.
Proses pengolahan ini dilakukan dengan fokus terhadap pengaruh kombinasi
tegangan listrik dan waktu kontak proses. Variasi tegangan listrik yang diterapkan
adalah 9 Volt, 12 Volt, 15 Volt dan 18 Volt, sedangkan variasi waktu kontak yang
diterapkan adalah 5 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit dan 60 menit.
Hasil proses pengolahan limbah cair dengan elektrokoagulasi ini dianalisa
parameter pencemarnya meliputi pH, warna, kekeruhan, TSS, dan kadar fosfat
(PO43-).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak bulan Mei hingga Juli 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan (TML) dan
Laboratorium Instrumentasi, Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah air Sungai
Cihideung dengan pembagian dua kondisi yaitu saat air sungai dalam kondisi
cerah dan hujan. Bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahan-bahan kimia untuk keperluan pengujian meliputi: larutan ammonium
molybdate, indikator SnCl2, dan air destilata.
Alat
Pada pengujian pengolahan air sungai dengan teknik elektrokoagulasi
digunakan unit elektrokoagulasi yang terdiri dari power supply yang terhubung
dengan 2 buah elektroda stainless steel, gelas piala berukuran 1 L dan pump
controller. Alat yang digunakan untuk pengujian antara lain: spektrofotometer, pH
meter, botol sampel berbagai ukuran, serta berbagai alat gelas seperti erlenmeyer,
gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, dan sudip.
Metode Penelitian
Tahapan untuk melakukan pengolahan air sungai secara elektrokoagulasi
terdiri dari pengambilan sampel, karakterisasi air baku, proses elektrokoagulasi,
sedimentasi, dan analisis seperti pada Gambar 1.
Air baku yang digunakan adalah air Sungai Cihideung yang diambil pada
dua kondisi berbeda yaitu saat cuaca cerah dan hujan. Karakterisasi air baku
dilakukan sebelum proses elektrokoagulasi meliputi pH, warna, kekeruhan, TSS,
dan kadar fosfat (PO43-).

4
Pada proses elektrokoagulasi, pengolahan air sungai dilakukan dengan
sistem batch. Air sungai dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 1 liter untuk
setiap perlakuan. Lalu dipasang alat elektrokoagulasi yang terdiri dari pembangkit
tegangan (power supply) dan 2 elektroda stainless steel. Arus listrik yang berasal
dari power supply akan mengalir melalui kabel yang dililit pada elektroda. Faktor
yang dikaji pada proses elektrokoagulasi adalah bahan yang digunakan (air Sungai
Cihideung), variasi tegangan (9 V, 12 V, 15 V dan 18 V), dan waktu kontak
operasi (5 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit, dan 60 menit). Prinsip
pengolahan limbah cair dengan teknik elektrokoagulasi adalah dengan cara
penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan
energi listrik (Gameissa 2012).
Setelah dilakukan proses elektrokoagulasi, sampel diendapkan terlebih
dahulu selama lebih kurang 20 menit agar terjadi pengendapan sempurna sehingga
flok tidak terbawa saat pengambilan hasil. Kemudian hasil proses dianalisa
meliputi pH, warna, kekeruhan, TSS, dan kadar fosfat (PO43-) untuk mengetahui
pengaruh dari faktor-faktor yang diamati. Prosedur analisis laboratorium terdapat
pada Lampiran 1.
Pengambilan sampel

Karakterisasi Air Baku

Proses Elektrokoagulasi

Sedimentasi

Analisa

Gambar 1 Diagram Alur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Air Sungai Cihideung
Sungai Cihideung merupakan anak sungai dari Sungai Cisadane yang
mengalir melewati beberapa desa antara lain Desa Sukajadi, Desa Situ Daun, Desa
Purwasari, Desa Petir, Desa Neglasari, Desa Cihideung Ilir, Desa Dramaga dan

5
Desa Babakan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hulu sungai ini terletak di kaki
Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane tepatnya di belakang Gedung
Unit Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor di Desa
Babakan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Kristianiarso 2009). Sungai Cihideung
oleh masyarakat sekitar digunakan untuk beberapa keperluan seperti kegiatan
MCK, irigasi, perikanan dan lainnya. Kampus IPB Dramaga termasuk yang
memanfaatkan air sungai ini sebagai salah satu sumber air bersih untuk keperluan
Asrama IPB. Pemenuhan kebutuhan akan air Sungai Cihideung ini terbentur
kualitas air sungai yang semakin menurun dari waktu ke waktu. Menurut Sanim
(2011), sungai sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan minum, mandi dan
cuci juga mempunyai masalah yang berkaitan dengan sungai sebagai tempat
pembuangan limbah industri. Sebagian masyarakat dan industri membuang
limbah kegiatannya langsung ke Sungai Cihideung tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Selain itu, perubahan cuaca juga dapat mempengaruhi kualitas air. Saat
hujan air sungai menjadi lebih keruh dibandingkan saat kondisi cerah (Urahmi
2013). Hasil analisis sifat fisik air baku Sungai Cihideung di Desa Babakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik air Sungai Cihideung pada kondisi berbeda
Kondisi

pH

Warna
(PtCo)

Kekeruhan

TSS
(mg/L)

Fosfat
(mg/L)

Cerah

7,13

66

11,5 FTU

8,5

2,073

Hujan

6,88

550

221 FTU

327

6,836

Mutu Air Baku Kelas 1
(PP No. 82 Tahun 2001)

6-9

-

-

50

0,2

Persyaratan Mutu Air Bersih (PermenKes
No. 416/PER/IX/1990)

6,59,0

50

25 NTU

-

-

Air sungai diambil pada dua kondisi berbeda yaitu saat cerah dan hujan. Hal
ini didasari pada kebutuhan air baku baik pada saat cuaca cerah maupun hujan.
Saat hujan, air sungai menjadi lebih keruh karena adanya sedimen yang terbawa
air hujan dari udara dan daratan masuk ke aliran sungai serta sedimen dasar sungai
yang ikut terangkat ke permukaan akibat pengadukan oleh air hujan. Tabel 1
menunjukkan saat kondisi hujan, parameter warna, kekeruhan, Total Suspended
Solid (TSS) dan fosfat air Sungai Cihideung tidak memenuhi batas Mutu Air Baku
Kelas 1 (PP No. 82 Tahun 2001) dan Persyaratan Mutu Air Bersih (PermenKes
No. 416/PER/IX/1990) sedangkan saat cuaca cerah hanya parameter warna dan
fosfat yang tidak memenuhi batas tersebut.
Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi dan flokulasi menggunakan
daya listrik yang mengalir melalui elektroda. Elektrokoagulasi mempunyai
kemampuan untuk memisahkan berbagai jenis polutan antara lain: padatan terlarut,
logam berat, produk minyak, warna dari larutan pewarna batik, dan aquatic

6
humus (Putero et al. 2008). Menurut Mollah dkk (2000); Chen dkk (2002) dalam
Hermida dkk (2006), dibandingkan dengan proses koagulasi konvensional yang
menggunakan bahan kimia koagulan, proses elektrokoagulasi memiliki beberapa
keunggulan, yaitu :
a) Peralatan yang digunakan sederhana, mudah dioperasikan, dan tidak butuh
tempat yang luas.
b) Air dari hasil pengolahan memiliki sifat-sifat: tidak berbau, tidak berwarna dan
jernih.
c) Lumpur yang terbentuk cenderung mengendap dan mudah dikeringkan.
d) Flok yang terbentuk lebih stabil dan tahan asam sehingga dapat dipisahkan
lebih cepat dengan penyaringan.
e) Dapat mengkoagulasi partikel koloid yang berukuran sangat kecil.
f) Tidak membutuhkan bahan-bahan kimia, sehingga tidak membutuhkan
netralisasi kimiawi setelah pengolahan limbah cair.
Sistem elektrokoagulasi yang sederhana biasanya terdiri dari pipa, pompa,
dan sumber arus searah. Pada saat sistem elektrokoagulasi dioperasikan, air
limbah yang mengandung partikel koloid dan kontaminan-kontaminan akan
dialirkan menuju ke suatu medan listrik, sehingga daya ionisasi, elektrolisis,
hidrolisis, pembentukan radikal bebas, dan kemagnetan mengubah sifat-sifat
kimia dan fisika dari air dan komponen-komponen tersebut. Keadaaan reaktif
seperti ini menyebabkan kontaminan terlepas dari air. Dalam waktu yang singkat
campuran air-kontaminan terpisah menjadi lapisan organik yang mengapung dan
air jernih yang kemudian dengan mudah dapat dipisahkan dengan pemisahan
konvensional (Hermida dan Suhendra 2006).
Proses elektrokoagulasi sangat dipengaruhi oleh listrik yang digunakan,
waktu proses dan jarak antar elektroda (Miron et al. 2010). Irawan et al. (2012)
menyatakan bahwa elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi kontinyu
dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia, yaitu
gejala dekomposisi elektrolit. Proses elektrokoagulasi meliputi reaksi oksidasi dan
reduksi yang dimulai saat arus listrik mengalir menuju elektroda. Arus listrik yang
mengalir menyebabkan elektroda luruh membentuk ion-ion logamnya seperti Fe2+.
Menurut Hermida dan Suhendra (2006), mekanisme elektrokoagulasi sebagai
berikut :
Reaksi oksidasi dan peluruhan ion-ion Fe2+ terjadi di kutub positif (anoda)
elektroda dengan reaksi sebagai berikut :
Reaksi tersebut terjadi ketika sumber arus listrik searah dialirkan
mengakibatkan elektroda besi yang digunakan luruh menghasilkan ion-ion Fe2+.
Ion-ion Fe2+ kemudian berikatan dengan senyawa air yang terdapat dalam limbah
dan membentuk senyawa Fe(OH)2 dan ion H+.
Pada saat yang bersamaan pembentukan gelembung gas hidrogen juga
semakin cepat. Rejim aliran meningkat disebabkan pembentukan gelembung gas
hidrogen sehingga proses hidrodinamika makin kuat yang akan menyebabkan
meningkatnya flotasi flok-flok di dalam reaktor.
Metode elektrokoagulasi dengan sistem batch dapat dilihat pada Gambar 2.
Dua buah elektroda yang sudah dililitkan kabel dan berjarak lebih kurang 3 cm

7
ditaruh di atas gelas piala berisi air sungai yang berperan sebagai elektrolit.
Perubahan air sungai selama proses elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Pengolahan air sungai dengan metode elektrokoagulasi

(a ) Sebelum elektrokoagulasi

(b) Setelah elektrokoagulasi

(c) Setelah sedimentasi 20 menit
Gambar 3 Perubahan selama proses elektrokoagulasi dan sedimentasi
Pada kondisi awal (a) tampak air sungai keruh karena padatan-padatan di
dalamnya masih teraduk sempurna akibat hujan. Saat proses elektrokoagulasi
dijalankan (b), arus listrik yang berasal dari power supply masuk melalui kabel
yang dililitkan pada bagian atas elektroda. Kemudian aliran listrik ini diteruskan
oleh elektroda stainless steel pada air sungai. Tenaga listrik memaksa ion-ion
logam yang terdapat pada elektroda stainless steel keluar dan menjadi koagulan

8
yang akan mengikat bahan pencemar air sungai. Proses koagulasi oleh ion-ion
logam dan pengendapan menyebabkan kekeruhan menurun. Sedimentasi selama
lebih kurang 20 menit (c) setelah proses elektrokoagulasi membantu flok-flok
yang terbentuk untuk mengendap atau terapung sempurna sehingga memudahkan
dalam pengambilan hasil. Metode elektrokoagulasi diharapkan mampu
meningkatkan kualitas air sungai sebagai air baku sesuai dengan standar baku
mutu air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MEN.KES/PER/IX/1990 yang terlampir pada Lampiran 2.
Pengaruh Elektrokoagulasi terhadap pH

pH

Parameter pH merupakan salah satu kontaminan air penting yang tergolong
dalam kategori kontaminan kimiawi. Derajat keasaman (pH) menunjukkan
kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan (Priyono 1994). Tingkat keasaman (pH) air sungai umumnya di atas
tujuh, mencirikan perairan alkalin, dan merupakan karakteristik perairan “berair
putih” (white waters) (Welcomme 1979 dalam Lukman 2002). Nilai pH kedua
kondisi air sungai akibat pengaruh proses elektrokoagulasi terlihat pada Gambar 4.
8
7
6
5
4
3
2
1
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

pH

(a)
8
7
6
5
4
3
2
1
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(b)
Gambar 4 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap pH air sungai
saat cerah (a) dan hujan (b)

9
Gambar 4 (a) menunjukkan pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak
elektrokoagulasi terhadap nilai pH air sungai saat cuaca cerah. Nilai pH
mengalami peningkatan dari nilai pH sebelum dielektrokoagulasi yaitu 7,13
menjadi 7,39 pada menit ke-60 dan tegangan 18 Volt. Semakin lama waktu
kontak yang diberikan dan semakin besar tegangan, nilai pH air sungai kondisi
cerah semakin naik. Data hasil pengujian pH air sungai cerah pada berbagai
perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Nilai pH air sungai saat hujan setelah dielektrokoagulasi cenderung
meningkat seperti yang ditunjukkan Gambar 4 (b). Nilai pH air sungai saat hujan
sebelum proses elektrokoagulasi sebesar 6,67. Setelah dilakukan proses
elektrokoagulasi didapat nilai pH tertinggi yaitu 6,71 terjadi pada waktu kontak 5
menit dan tegangan 12 Volt. Data hasil pengujian pH air sungai saat hujan pada
berbagai perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Dalam proses elektrokoagulasi, ion OH- dihasilkan dari proses reduksi air
(H2O) di katoda. Banyaknya ion tersebut mempengaruhi besarnya pH yang diukur.
Menurut Gameissa (2012), pada proses elektrokoagulasi yang terjadi, semakin
banyak ion OH- yang dihasilkan melalui reduksi air pada katoda maka nilai pH
atau kebasaan dari limbah cair yang diolah akan semakin meningkat. Hermida dan
Suhendra (2006) juga menyebutkan bahwa kenaikan pH disebabkan oleh beberapa
mekanisme yang terjadi selama proses elektrokoagulasi. CO2 yang berada di
dalam limbah bisa terlepas dari limbah dan mengganggu gelembung-gelembung
H2 sehingga menyebabkan pH meningkat (Chen 2000 dalam Hermida 2006).
Adanya beberapa anion seperti Cl-, SO4-, HSiO4-, NO3– dan lain-lain dapat
menggantikan OH- pada Fe(OH)2 yang akan menghasilkan OH-, ion OH- ini akan
meningkatkan pH limbah (Hermida dan Suhendra 2006). Pada air sungai saat
hujan terdapat nilai pH yang mengalami penurunan setelah dilakukan proses
elektrokoagulasi. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas biologi. Menurut Jenie
dan Rahayu (1993), contoh reaksi biologik yang dapat menyebabkan penurunan
pH adalah oksidasi sulfat, nitrifikasi, oksidasi karbon organik. Berdasarkan data
yang diperoleh, nilai pH air sungai saat cerah dan hujan baik sebelum maupun
setelah dilakukan proses elektrokoagulasi, masih termasuk dalam batas pH standar
Mutu Air Baku Kelas 1 yaitu berkisar 6-9 dan Persyaratan Mutu Air Bersih yaitu
6,5-9.
Pengaruh Elektrokoagulasi terhadap Kekeruhan
Kekeruhan (Turbidity) termasuk salah satu jenis kontaminan fisik yang
mempengaruhi mutu air. Penyebab kekeruhan adalah padatan tersuspensi, seperti
tanah atau partikel anorganik lembam lainnya yang berasal dari limpasan air hujan
(erosi) (Suprihatin dan Suparno 2013). Kekeruhan tidak mengganggu kesehatan
secara langsung, tetapi air yang keruh perlu diolah agar memenuhi syarat untuk
digunakan (Suprihatin dan Suparno 2013).
Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan di daerah tangkapan air untuk
pertanian, pertambangan dan pengembangan kota merupakan sumber beban
sedimen dan pencemaran perairan sungai, danau, waduk, dan situ. Adanya
penebangan hutan dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah
menimbulkan sedimentasi serius di beberapa daerah perairan darat hingga ke
muara dan perairan pesisir. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan yang

10
menimbulkan kekeruhan air juga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis
fitoplankton sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada
gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan (Haryani
2002).
Tingkat kekeruhan air menunjukkan adanya komponen-komponen terlarut
dan tersuspensi, baik bersumber dari hasil erosi maupun fraksi-fraksi sisa
perombakan tumbuhan. Tingginya tingkat kekeruhan sungai ditunjang pula oleh
kadar padatan tersuspensi (Lukman 2002). Pengaruh elektrokoagulasi terhadap
kekeruhan air sungai dapat dilihat pada Gambar 5.

Kekeruhan (FTU)

210
180
150
120

9V

90

12 V

60

15 V

30

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(a)

Kekeruhan (FTU)

210
180
150
120

9V

90

12 V

60

15 V

30

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(b)
Gambar 5 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap kekeruhan air
sungai saat cerah (a) dan hujan (b)
Parameter kekeruhan yang ditunjukkan grafik saat air sungai dalam kondisi
cerah dan hujan mengalami penurunan setelah proses elektrokoagulasi. Gambar 5
(a) menunjukkan penurunan parameter kekeruhan pada air sungai cerah dari nilai
kekeruhan awal sebesar 11,50 FTU. Penurunan paling tinggi terjadi pada waktu
kontak 5 menit dan tegangan 18 Volt yaitu 9,50 FTU dengan efisiensi sebesar
17% seperti pada Gambar 6(a). Data hasil pengujian kekeruhan air sungai saat
cerah pada berbagai perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 5(b) menunjukkan parameter kekeruhan pada air sungai saat hujan
mengalami penurunan dari nilai kekeruhan awal yaitu 207 FTU. Perlakuan

11

Penurunan Kekeruhan (%)

tegangan 9 Volt selama 60 menit menurunkan dari 207 FTU menjadi 21,5 FTU
dengan efisiensi tertinggi sebesar 90% seperti terlihat pada Gambar 6(b). Data
hasil pengujian kekeruhan air sungai saat hujan pada berbagai perlakuan
elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20

30

40

50

60

Waktu Kontak (Menit)

Penurunan Kekeruhan (%)

(a)
100
80
60

9V

40

12 V
15 V

20

18 V

0
0

10

20
30
40
50
Waktu Kontak (Menit)

60

(b)
Gambar 6 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan kekeruhan air sungai saat cerah (a) dan hujan (b)
Grafik pengaruh elektrokoagulasi terhadap efisiensi parameter kekeruhan air
sungai cerah dan hujan memperlihatkan kondisi yang cenderung landai. Kondisi
landai ini menunjukkan bahwa tingkat penurunan kekeruhan air sungai cerah dan
hujan tidak berbeda signifikan antar perlakuan. Pada air sungai saat cerah baik
sebelum maupun sesudah dilakukan proses elektrokoagulasi, nilai kekeruhan telah
memenuhi Persyaratan Mutu Air Bersih (PermenKes No. 416/PER/IX/1990) yaitu
25 NTU sehingga dipilih kombinasi 9 Volt dan 5 menit. Meskipun perlakuan ini
tidak menghasilkan penurunan kekeruhan yang optimal, namun sudah memenuhi
Persyaratan Mutu Air Bersih. Selain itu, lebih efisien dari segi biaya karena waktu
yang digunakan hanya 5 menit sehingga energi yang diperlukan pun lebih kecil.
Pada saat hujan, efisiensi penurunan kekeruhan air sungai pada perlakuan 9 Volt
selama 5 menit yaitu 82% sedangkan untuk penyisihan kekeruhan pada perlakuan
tegangan dan waktu kontak selanjutnya tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Namun nilai parameter kekeruhan yang memenuhi Persyaratan Mutu

12
Air Bersih hanya pada perlakuan 9 Volt selama 60 menit yaitu 21,5 FTU dan
perlakuan 12 Volt selama 60 menit sebesar 25 FTU. Hal ini menjadi bahan
pertimbangan dalam pemilihan kombinasi tegangan dan waktu kontak yaitu
tegangan 9 Volt selama 60 menit sebagai perlakuan terbaik untuk menurunkan
parameter kekeruhan air sungai saat hujan. Selain nilai kekeruhan yang lebih kecil,
biaya yang diperlukan dapat lebih rendah karena tegangan yang digunakan hanya
9 Volt.
Pengaruh Elektrokoagulasi terhadap TSS

TSS (mg/L)

Semua kontaminan air selain gas-gas terlarut, berkontribusi terhadap beban
padatan dalam air tersebut, baik padatan terendapkan, tersuspensi, koloid, maupun
terlarut (Suprihatin dan Suparno 2013). Padatan tersuspensi memiliki ukuran lebih
besar dari 10-3 mm sehingga sulit mengendap dengan hanya mengandalkan gaya
gravitasi. Sumber padatan (TSS) adalah limpasan air hujan/erosi tanah (Suprihatin
dan Suparno 2013). Padatan (TSS) menyebabkan air menjadi keruh dan tidak
diterima karena alasan estetika, meningkatkan pemakaian bahan kimia
(koagulan/flokulan) dalam proses pengolahan air bersih, sisa TSS menurunkan
efektivitas proses disinfeksi (Suprihatin dan Suparno 2013). Pengaruh
elektrokoagulasi terhadap TSS dapat dilihat pada Gambar 7.
286
260
234
208
182
156
130
104
78
52
26
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

TSS (mg/L)

(a)
286
260
234
208
182
156
130
104
78
52
26
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

(b)

50

60

13
Gambar 7 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap TSS air sungai
saat cerah (a) dan hujan (b)
Proses elektrokoagulasi memberikan pengaruh terhadap penurunan
parameter Total Suspended Solids (TSS) air sungai baik saat cerah maupun hujan.
Pada Gambar 7(a), penurunan TSS tertinggi air sungai saat cerah terjadi pada
menit ke-5 dan tegangan 12 Volt serta menit ke-15 dan tegangan 15 Volt yaitu
dari 8,50 mg/L menjadi 6 mg/L dengan efisiensi penyisihan sebesar 29% seperti
yang terlihat pada Gambar 8(a). Data hasil pengujian TSS air sungai cerah pada
berbagai perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Grafik
penurunan TSS air sungai saat cerah cenderung landai artinya tingkat penurunan
pada variasi tegangan dan waktu kontak yang diberikan tidak berbeda nyata.
Gambar 7(b) memperlihatkan pada cuaca hujan penurunan TSS air sungai
tertinggi terjadi pada menit ke 60 dengan tegangan 15 Volt yaitu dari 282,50 mg/L
menjadi 17 mg/L. Efisiensi penyisihannya sebesar 94% seperti pada Gambar 8(b).
Sama halnya dengan grafik air sungai saat cerah, grafik penurunan TSS air sungai
saat hujan pun menunjukkan kondisi yang landai. Kondisi yang landai ini
menunjukkan hasil yang diperoleh dari tiap perlakuan tidak berbeda jauh. Data
hasil pengujian TSS air sungai saat hujan pada berbagai perlakuan
elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Efisiensi Penurunan TSS (%)

100
80
60

9V

40

12 V
15 V

20

18 V
0
0

10

-20

20

30

40

50

60

Waktu Kontak (Menit)

Efisiensi Penurunan TSS (%)

(a)
100
80
60

9V

40

12 V
15 V

20

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

(b)

50

60

14
Gambar 8 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan TSS air sungai saat cerah (a) dan hujan (b)
Saat cuaca cerah, nilai TSS air sungai Cihideung baik sebelum maupun
sesudah dilakukan proses elektrokoagulasi berada dibawah batas mutu nilai TSS
yang diperbolehkan sesuai Mutu Air Baku Kelas 1 (PP No. 82 Tahun 2001) yaitu
50 mg/L. Untuk air sungai saat hujan, nilai TSS sebelum elektrokoagulasi tidak
memenuhi Mutu Air Baku Kelas 1. Setelah dilakukan elektrokoagulasi, semua
perlakuan tegangan dan waktu kontak menghasilkan nilai TSS yang memenuhi
Mutu Air Baku Kelas 1. Dari hal tersebut, dapat dipilih perlakuan awal yaitu
tegangan 9 Volt selama 5 menit sebagai kombinasi terbaik. Selain hasil yang
diperoleh sudah memenuhi Mutu Air Baku Kelas 1 (PP No. 82 Tahun 2001),
biaya yang diperlukan dapat lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.
Pengaruh Elektrokoagulasi terhadap Warna

Warna (PtCo)

Selain parameter kekeruhan dan TSS, parameter warna juga termasuk
kontaminan fisik yang mempengaruhi syarat estetika pada air yang akan
digunakan. Warna menyebabkan air tidak diterima karena alasan estetika
(Suprihatin dan Suparno 2013). Warna dalam air disebabkan oleh bahan organik
terlarut yang sering berasal dari hasil proses pembusukan vegetasi, pertumbuhan
alga atau bahan pewarna dari limbah industri (Suprihatin dan Suparno 2013).
Pengaruh elektrokoagulasi terhadap warna dapat dilihat pada Gambar 9.
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

Warna (PtCo)

(a)
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

9V
12 V
15 V
18 V
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

(b)

50

60

15
Gambar 9 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap warna air sungai
saat cerah (a) dan hujan (b)

Efisiensi Penurunan Warna (%)

Intensitas warna pada limbah cair dapat dikurangi dengan cara fisika, kimia,
dan biologi (Irawan et al. 2012). Menurut Irawan et al. (2012), teknologi
elektrokoagulasi untuk mendegradasi zat warna dimungkinkan untuk aplikasi di
lapangan. Seperti parameter sebelumnya, warna air sungai cenderung menurun
baik dalam kondisi air sungai saat cerah maupun hujan setelah dilakukan proses
elektrokoagulasi. Gambar 9(a) menunjukkan nilai warna air sungai saat cerah dari
66 PtCo turun menjadi 59 PtCO pada tegangan 15 Volt selama 5 menit. Efisiensi
penyisihannya sebesar 11% seperti pada Gambar 10(a). Data hasil pengujian
warna air sungai saat cerah pada berbagai perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Gambar 9(b) menunjukkan parameter warna air sungai saat hujan setelah
dielektrokoagulasi selama 60 menit dengan tegangan 18 Volt, turun hingga ke
titik 140,5 PtCo dari 550 PtCo dengan efisiensi penyisihan 74%. Efisiensi
penyisihan parameter warna air sungai saat hujan dapat dilihat pada Gambar 10(b).
Data hasil pengujian warna air sungai saat hujan pada berbagai perlakuan
elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 10.
75
60
45

9V

30

12 V
15 V

15

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

Efisiensi Penurunan Warna (%)

(a)
75
60
45

9V

30

12 V
15 V

15

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(b)
Gambar 10 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan warna air sungai saat cerah (a) dan hujan (b)

16

Penurunan parameter warna pada air sungai saat cerah dan hujan disebabkan
oleh proses dekolorisasi akibat adanya proses koagulasi. Degradasi zat warna
terjadi karena terbentuknya spesies aktif yang terbentuk dari proses
elektrokoagulasi tersebut (Irawan et al. 2012). Menurut Darmawan dkk (2006),
metode elektrolisis digunakan dalam penghilangan zat warna karena dalam proses
elektrolisis, logam sebagai anoda akan teroksidasi menjadi ionnya yang
selanjutnya akan membentuk hidroksida (L(OHx)) yang mampu memflokulasi
pewarna melalui proses koagulasi. Dalam penelitian ini, logam stainless steel
yang digunakan sebagai anoda akan melepaskan ion Fe3+ sehingga membentuk
flok Fe(OH)3 yang akan mengikat zat warna yang terdapat pada air sungai.
Interaksi antara koloid Fe(OH)3 dan pewarna akibat adanya gaya van der walls
yang disebabkan oleh perbedaan muatan pada permukaan kedua partikel tersebut
(Darmawan dkk 2006).
Grafik penurunan warna air sungai cerah dan hujan menunjukkan kondisi
yang cenderung landai sama seperti parameter sebelumnya. Hal ini menunjukkan
perlakuan yang diberikan saat elektrokoagulasi tidak menghasilkan perbedaan
yang signifikan. Selain itu, dari data yang diperoleh, penurunan warna air sungai
baik saat cerah maupun hujan dengan proses elektrokoagulasi pada perlakuan
tegangan dan waktu kontak yang diberikan belum memenuhi Persyaratan Mutu
Air Bersih (PermenKes No. 41/PER/IX/1990) yaitu sebesar 50 PtCo.
Pengaruh Elektrokoagulasi terhadap Fosfat
Fosfor terdapat dalam air limbah sebagai fosfat dalam bentuk ortofosfat dan
polifosfat. Walaupun sejumlah kecil fosfat terlarut dalam air alamiah, bila
jumlahnya meningkat akan berbahaya terhadap kehidupan air (Jenie dan Rahayu
1993). Pengaruh elektrokoagulasi terhadap fosfat dapat dilihat pada Gambar 11.
Kadar fosfat kedua kondisi air sungai tidak memenuhi Mutu Air Baku Kelas
1 (PP No. 82 Tahun 2001) yaitu 0,2 mg/L. Kadar fosfat air sungai saat cerah
sebesar 2,073 mg/L sedangkan air sungai saat hujan mengandung 6,836 mg/L
fosfat. Berdasarkan hasil penelitian, fosfat sebagai bahan anorganik yang larut
dapat diturunkan kandungannya dengan proses elektrokoagulasi. Nilai fosfat air
sungai saat cerah turun hingga 1,650 mg/L pada waktu kontak 30 menit dan
tegangan 12 Volt seperti yang terlihat pada Gambar 11(a). Efisiensi penyisihan
sebesar 20% tertera pada Gambar 12(a).

17
7

Fosfat (mg/L)

6
5
4

9V

3

12 V
15 V

2

18 V
1
0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(a)
7

Fosfat (mg/L0

6
5
4

9V

3

12 V
15 V

2

18 V
1
0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(b)
Gambar 11 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap fosfat air sungai
saat cerah (a) dan hujan (b)
Gambar 11(b) menunjukkan pada waktu kontak 25 menit dan tegangan 12
Volt, hasil elektrokoagulasi air sungai saat hujan paling rendah kandungan
fosfatnya yaitu 2,027 mg/L setara dengan 70%. Efisiensi penyisihan fosfat kondisi
air sungai saat hujan dapat dilihat pada Gambar 12(b). Baik pada air sungai saat
cerah maupun hujan, efisiensi penurunan nilai fosfat cenderung menurun pada
menit ke-60. Data hasil pengujian fosfat air sungai saat cerah dan hujan pada
berbagai perlakuan elektrokoagulasi dapat dilihat pada Lampiran 11-12.

Efisiensi Penurunan Fosfat (%)

18
70
60
50
40

9V

30

12 V

20

15 V

10

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

Efisiensi Penurunan Fosfat (%)

(a)
70
60
50
40

9V

30

12 V

20

15 V

10

18 V

0
0

10

20
30
40
Waktu Kontak (Menit)

50

60

(b)
Gambar 12 Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak terhadap efisiensi
penyisihan fosfat air sungai saat cerah (a) dan hujan (b)
Kedua kondisi air sungai cenderung mengalami penurunan kadar fosfat
setelah dilakukan proses elektrokoagulasi. Hal ini disebabkan fosfat dalam air
sungai berupa ion negatif (PO43-) berikatan dengan ion positif yang dihasilkan
oleh anoda melalui reaksi oksidasi yaitu ion Fe3+ membentuk koloid yang dapat
berfungsi sebagai koagulan (Afriyanti N 2011).
Kadar fosfat untuk air baku sesuai Mutu Air Baku Kelas 1 yaitu 0,2 mg/L.
Data yang diperoleh menunjukkan proses elektrokoagulasi yang dilakukan dengan
berbagai perlakuan tegangan dan waktu kontak belum mampu menurunkan nilai
fosfat sampai pada batas mutu yang diperbolehkan.
Kebutuhan Biaya dan Energi
Sama halnya dengan pengolahan air pada umumnya, pengolahan air sungai
menjadi air baku menggunakan teknologi elektrokoagulasi juga menghasilkan
kebutuhan biaya dan energi yang harus dipenuhi. Sanim (2011) menyatakan
bahwa langkah-langkah untuk mempertahankan kualitas air bukan saja untuk
mencapai standar kualitas air yang dikehendaki dari sudut ekologi, tetapi juga
harus memperhatikan pertimbangan ekonomi, misalnya sampai seberapa besar

19
biaya untuk mencapai standar tersebut. Kebutuhan biaya dan energi dihitung
sebagai salah satu bahan pertimbangan ekonomi apakah teknologi tersebut layak
diaplikasikan atau sebaliknya.
Perlakuan pada penelitian ini meliputi besar tegangan dan waktu kontak.
Kedua hal inilah yang mendasari perhitungan kebutuhan energi dalam proses
elektrokoagulasi. Energi yang diperlukan selama proses elektrokoagulasi dapat
dihitung dengan:

dimana,
W
= Energi listrik (Wh)
P
= Daya (Watt)
V
= Tegangan (Volt)
I
= Kuat arus yang digunakan (Ampere)
t
= Waktu kontak (Hour)
Untuk kebutuhan biaya adalah jumlah dari biaya tarif listrik dan biaya
penggunaan plat elektroda dalam hal ini stainless steel. Perhitungan kebutuhan
energi listrik di atas akan mendasari biaya tarif listrik yang harus dikeluarkan,
sedangkan biaya penggunaan plat elektroda berdasarkan berat plat stainless steel
yang terlarut dan harga plat tersebut. Berat plat stainless steel yang larut:

dimana,
w
= Massa zat yang dihasilkan (Kg)
I
= Arus (Ampere)
t
= Waktu (Hour)
Ar
= Massa Atom Relatif
n
= Banyaknya mol elektron untuk setiap mol zat/ valensi
F
= Tetapan Faraday (Coloumb)
Dari hasil pengujian parameter pH, kekeruhan, TSS, warna dan fosfat
dipilih perlakuan terbaik yaitu tegangan 9 Volt selama 5 menit. Kombinasi
tersebut dipilih karena mampu menurunkan parameter kekeruhan dan TSS pada
air sungai saat cerah dan parameter TSS pada air sungai saat hujan sesuai dengan
Mutu Air Baku Kelas 1 dan Persyaratan Mutu Air Bersih. Selain itu, hasil yang
diperoleh tidak berbeda signifikan antar perlakuan yang diberikan selama proses
elektrokoagulasi maka perlakuan tegangan 9 Volt dan 5 menit dipilih karena dapat
lebih menghemat biaya yang diperlukan dibanding perlakuan lainnya.
Perhitungan kebutuhan energi dan biaya dapat dilihat pada Lampiran 13.
Dari perhitungan tersebut, didapat total biaya yang dibutuhkan dalam pengolahan
air sungai menjadi air baku dengan elektrokoagulasi sebesar Rp 51,75/liter untuk
kombinasi perlakuan terpilih yaitu tegangan 9 Volt dan waktu kontak 5 menit.

20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.
3.
4.

5.

6.
7.

Proses elektrokoagulasi dapat menurunkan parameter kekeruhan, TSS,
warna, dan fosfat air Sungai Cihideung. Namun, parameter warna dan fosfat
belum memenuhi standar Mutu Air Baku Kelas 1 dan Persyaratan Mutu Air
Bersih.
Pengaruh variasi perlakuan tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi
terhadap penurunan parameter pencemar tidak berbeda signifikan.
Teknologi elektrokoagulasi lebih efektif untuk penanganan penurunan
parameter pencemar air sungai yang relatif keruh (saat hujan).
Hasil penelitian menunjukkan air sungai dalam keadaan cerah memiliki
penyisihan tertinggi parameter kekeruhan 17% pada tegangan 18 V selama 5
menit, TSS 29% pada tegangan 12 V selama 5 menit dan 15 V selama 15
menit, warna 11% pada tegangan 15 V selama 5 menit, dan fosfat 20% pada
tegangan 12 V selama 30 menit.
Saat air sungai dalam keadaan hujan penyisihan tertinggi parameter
kekeruhan 90% pada tegangan 9 V selama 60 menit, TSS 94% pada
tegangan 15 V selama 60 menit, warna 74% pada tegangan 18 V selama 60
menit, dan fosfat 70% pada tegangan 12 V selama 25 menit.
Berdasarkan data yang diperoleh, perlakuan waktu elektrokoagulasi lebih
berpengaruh terhadap penurunan parameter pencemar air Sungai Cihideung.
Dari hasil penelitian dipilih perlakuan 9 Volt dan 5 menit sebagai kombinasi
tegangan listrik dan waktu kontak terbaik dengan kebutuhan biaya sebesar
Rp 51,75/liter.
Saran

Pengolahan air sungai sebagai air baku menggunakan teknologi alternatif
elektrokoagulasi perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pengadukan dan
sedimentasi atau pengendapan alami air sungai terhadap penurunan pencemar air
sungai.

DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti N. 2011. Kajian Teknik Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga
[Skripsi]. Bogor: Intitut Pertanian Bogor.
Ardi, Ristiono. 2002. Kualitas Perairan Batang Lembang Ditinjau dari Keragaman
Makrozoobentos. Dalam Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002.
Cibinong: Puslit Limnologi LIPI.
Aulianur RW. 2013. Perbandingan Metode Elektrokoagulasi dengan Metode
Presipitasi Hidroksida untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Penyamakan
Kulit [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

21
Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Development
in Aquaculture. Elsevier Sci. Publ. Comp. Amsterdam. pp. 317. Dalam
Lukman. 2002. Karakteristik Kualitas Air Kawasan Danau Lindu Sulawesi
Tengah dalam Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002. Cibinong:
Puslit Limnologi LIPI.
Chen XM, Chen GII, and Yue PL. 2000. Separation of Pollutant from Restourant
Wastewater by Electrocoagulation. Separation and Purification Technology.
19. 65-76. Di dalam Hermida L, Suhendra. 2006. Treatment of Rubber
Factory Wastewater by Electrocoagulation Process Using Iron Electrodes.
Jurusan Teknik Kimia-Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Jakarta :
Prosiding HEDS Seminar on Science and Technology Bidang Ilmu Teknik.
Chen XM, Chen GII, and Yue PL. 2002. Investigation on The Voltage of
Electrocoagulation. Chemical Engineering Science. 57. 2449-2455. Di
dalam Hermida L, Suhendra. 2006. Treatment of Rubber Factory
Wastewater by Electrocoagulation Process Using Iron Electrodes. Jurusan
Teknik Kimia-Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Jakarta : Prosiding
HEDS Seminar on Science and Technology Bidang Ilmu Teknik.
Darmawan A, Suhartana, Kristinawati L. 2006. Koagulasi Pewarna Indigo
Karmina dengan Metode Elektrolisis menggunakan Anoda Seng. JSKA, IX
(1)
Gameissa MW. 2012. Proses Koagulasi dan Flokulasi secara Kimia dan Elektrik
untuk Pengolahan Limbah Cair [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Haryani GS. 2002. Menuju Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Darat
Berkesinambungan: Permasalahan dan Solusinya dalam Prosiding Seminar
Nasional Limnologi 2002. Cibinong: Puslit Limnologi LIPI.
Hermida L, Suhendra. 2006. Treatment of Rubber Factory Wastewater by
Electroc