Analisis korelasi ruang terbuka hijau dan temperatur permukaan dengan aplikasi sig dan penginderaan jauh studi kasus di DKI Jakarta

ANALISIS KORELASI RUANG TERBUW HIJAU DAN
TEMPERATUR PERMUKAAN DENGAN APLIKASI SIG DAN
PENGINDERAAN JAUH (STUD1 KASUS: DKI JAKARTA)

Lia Fracillia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT FERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Korelasi
Rualg Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan
Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) adalah hasil karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebntkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhi tesis ini.
Bogor, Mei 2007


Liu Frucilliu
NIM: A352020091

ABSTRAK

LIA FRACILLIA. Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur
Permukazn dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI
Jakarta). Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA, dan ALINDP* F.M
ZAIN.
Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk
temtama urbanisasi, membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota. Hal
ini mengakibatkan bertambahnya peralihan lahan pada m g terbuka menjadi
ruang terbangun sehingga lahan yang seharusnya dianfaatkan sebagai RTH terus
menyempit. Impliasi dari berkurangnya jumlah RTH terhadap kualitas
lingkungan seperti polusi udara dan air serta peningkatan temperatur kawasan
membuituhkan perhatian dan kajian serius. Berkembangnya teknik SIG (Sistem
Informasi Geografi) dan Penginderaan Jauh merupakan pendukung bagi
pendalaman studi mengenai korelasi ruang terbuka hijau dengan temperatur
permukaan. Beberapa kajian tentang topik pemanasan di kawasan urban antara

lain disampaikan oleh Myung-Hee et al. (2000), dan Weng et al. (2004), menjadi
referensi kajian ini khususnya berkaitan dengan metode analisisnya. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa korelasi antara RTH dan temperatur berdasarkan
sebaran RTH di wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan SIG dan
Penginderaan Jauh.
Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial dengan
menggunakan teknik SIG dan Penginderaan Jauh. Terdapat empat tahapan utarna
yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu: (1) Tahap Persiapan ,(2) Analisis Citra,
(3) Pengamatan Lapangan, (4) Analisis Statistika.
Melalui metode analisis spasial dapat diketahui bahwa penurunan luas
RTH dapat menaikkan temperatur permukaan di wilayah perkotaan. Luas RTH di
wilayah DKI Jakarta tahun 1997 sebesar 20.512,80 ha (31,91% dari luas wilayah
DKI Jakartaj. Dan pada t a b 2003 mengalami p~nman 1-us RTI-I sebcsar
8,79%, yaitu menjadi 14.855,76 ha (23,12% dari luas wilayah DKI Jakarta).
Temperatur permukaan di wilayah DKI Jakarta tahun 1997 adalah 26,2 OC dan
tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 0,4 OC, yaitu menjadi 26,6 OC.
Persamaan regresi berdasarkan grid tahun 1997 yaitu y = 27,027 - 0,039~
dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan wilayah perkotaan dalam
pengembangan RTH untuk menurunkan temperatur permukaan khususnya
wilayah yang memiliki karakteristik seperti DKI Jakarta. Dan secara statistik

dapat diketahui adanya faktor lain selain RTH yang dapat rne~urunkantemperatur
permukaan.

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dun memperbanyak tanpa ijin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya
Dalam bentuk apapun, baik cetak,fotokopi, microfilm, dun sebagainya

ANALISIS KORELASI RUANG TERBUKA HIJAU DAN
TEMPERATUR PERMUKAAN DENGAN APLEASI SIG D M
' PENGINDERAAN JAUH (STUD1 KASUS: DKI JAKARTA)

Lia Fracillia

Tesis
Sebagai salah salu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis

: Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur

Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh
(Studi kasus: DKI Jakarta)
: Lia Fracillia
Nama
NRP
: A352020091
Program Studi : Arsitektur Lanskap

.

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Arsitektur Lanskap

JP
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr
Tanggal Ujian: 2 4 APR 2007

Tanggal 1,111~s: 1 1 MAY 2007

PRAKATA

Aihamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tcpik yang dipilih
mengenai Ruang Terbuka Hijau, dengan judul Analisis Korelasi Ruang Terbuka

Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan
Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta), yang mempak8.n salah satu syarat untuk
memperoleh geIar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lans-kap,
Sekolah Pascasajana IPB.
Penelitian tentang korelasi antax m n g terbulca hijau dan temperatur
bukan penelitian yang baru bagi bidang penginderaan jauh. Sudah ada penelitian
yang dilakukan negara maju seperti Eropa dan Amerika. Oleh karena itu literatur
merupakan sumber utama dari upaya memahami metode ini. Penelitian dilakukan
di wilayah DKI Jakarta yang mempakan kawasan metropolitan terbesar dan
paling diiamis di Indonesia. Bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk
secara cepat, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan bertambahnya
peralihan lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun sehingga lahan yang
seharusnya dimanfaatkan sebagai RTH terus menyempit. Berkurangnya luas RTH
menyebabkan.ternperatur permukaan menjadi nak. Penelitian ini menganalisis
besarnya pengaruh RTH dalam nmnuunkan temperatur permukaan.
Pada kesenlpatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Ir.

Bambang Sulistyantara, M. Agr selaku dosen pembimbing utama, Dr. Ir. Alinda
F.M Zain M. Si selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr selaku
Ketua PS Arsitektur SPs IPB dan seluruh staf pengajar, Yudi Setiawan, SP atas
pelatihan GIS & RS yang telah diberikan, orang tua dan adik atas doa dan
bantuamya, suami dan putri tercinta atas doa dan kasih sayangnya, serta rekanrekan PS Arsitektur Lanskap SPs P B angkatan 2002.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2007
Lia Fracillia

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 22 April 1978
dari pasangan Bapak H. Jaja Suteja Salim dan Ibu Hj. Betty Sumiati. Penulis
m e ~ p & a n putri pertama dari dua bersaudara. Pernikahan penulis dengan
Mohamad Kurniawan, ST dikarunia seorang putri Fathiya Aida Rofa.
Pendidiian sarjana ditempuh pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Institut Sains dan Tekaologi Nasional (ISTN) J&arca, lulus
pada tahun 2001. Kesempatan melanjutkan program Magister Sains diperoleh
pada tahun 2002 pada ProgrambStudi Arsitektw Lanskap Sekolah Pascasajana
IPB Bogor.


DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ....................................................................

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...............................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................

PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................
Manfaat Penelitian ............................................................
Kerangka Pemikiran ..........................................................

ix

x
xii
1
2

3
3

TINJAUAN PUSTAKA
..
Rbang Terbuka Hijau .........................................................
Fungsi Ruang Terbuka Hijau ................................................
Kenyamanan ...................................................................
Sistem Informasi Geografi ...................................................
Sistem Pengideraan Jauh ......................................................
Pengolahan Data Penginderaan Jauh mtuk hlengetahui
Pekembangan Temperatur Permukaan ....................................

11

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................
Alat dan Bahan ................................................................
Metode clan Tahapan Penelitian .............................................
Tahapan Persiapan ...................................................

Analisis Citra .........................................................
Pengamatan Sapangan ...............................................
..
..
Analtsis Statistlka ......................................................

15
15
17
17
17
21
21

HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi RTH di Wilayah Administrasi DKI Jalcarta ...................
Distibusi Temperatur Permukaan di Wilayah Administrasi
DKI Jakarta .....................................................................
Korelasi RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan Wilayah
Administrasi Kecamatan DKI Jakarta ......................................

Korelasi RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan Grid ............

5

6
8
9
10

24
33
40
43

'IMPULAN DAN SARAN
Simpulan ........................................................................
Saran .............................................................................

47
47

f)AFTAR PUSTAKA ...............................................................

48

.

1 AMPIRAN ...........................................................................

51

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Standar Luas Ruang Terbuka Umurn ............................................
8

2. Karakteristik dan Kegunaan Tujuh Kanal dalam Landsat TM ............

12

3. Persentase Jenis Penutupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta ...............

22

4. Distribusi RTH Wilayah Administrasi Kecamatan di DKI Jakarta ......

28

5. Distribusi Temperatur Permukaan berdasarkan Wilayah Administratif
di DKI Jakarta ..................................................................

38

6. Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan
Wilayah Kecamatan ..............................................................

41

7. Variabel dalam Persamaan Tahun 1997 .......................................

42

8. Variabel dalam Persamaan Tahun 2004 .......................................

43

9. Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan
Grid ...............................................................................

43

10. Variabel dalam Persamaan Tahun 1997 .......................................

45

1 1. Variabel dalam Persamaan Tahun 2004 .......................................

45

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Berfikir Penelitian ....................................................................

4

2. Lokasi Wilayah Penelitian DKI Jakarta .........................................

16

3. Proses Analisis Penginderaan Jauh ...............................................

20

4. Proses Analisis Sistem Informasi Geografi ............................................... 21
5. Chid yang diletakkan di Pusat Wilayah DKI Jakarta ................................

22

6. Tiga Jenis Bentuk Penuiupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta: Badan Air

19

(A), Kawasan Vegetasi (B). dan Kawasan Terbangun (C) .......................

24

7. Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 1997 ..................................

26

8. Kebun Campuran yang Terdapat di Kelurahan Jagakarsa ........................

27

9. Areal Persawahan yang terdapat di sekitar Bandara Soekarno-Hatta .......

27

10. Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2004 .....................:............

28

11. Pemukiman Padat di Kecamatan Penjaringan .........................................

29

12. Kawasan Hijau Lmdung Hutan Bakau di Cagar Alam Muara Angke ......

29

13.Kawasan Hijau Binaan Hutan Kota Monas ..............................................

30

14. Kawasan Hijau Binaan Jalur Hijau di Jalan Merdeka ...............................

30

15. Distribusi RTH di Wilayah DKI Jakarta ..............................................

33

16. Peta Distribusi Temperatur Permukaan Wilayah DKI Jakarta
Tahun 1997 ................................................................................................

35

17. Peta Distibusi Temperatur Permukaan Wilayah DKI Jakarta
Tahun 2004 ................................................................................................

36

18. Jalan To1 Laks. Yos Sudarso Jakarta Utara ...............................................

37

19. Kawasan Industri di Tanjung Priuk .......................................................

37

20. Grafik Distribusi Temperatur Permukaan di DKI Jakaiia ........................

39

21. G r a f i Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+
Tanggal 12 Juli 1997 Berdasarkan Wilayah Kecamatan di DKI Jakarta ..

41

22. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+
Tanggal 9 September 2004 Berdasarkan Wilayah Kecamatan di

Di DKI Jakarta ..........................................................................................

42

23. Grafk Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+
Tanggal 12 Juii 1997 Berdasarkan Grid ....................................................

44

24. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+
Tanggal 9 September 2004 Berdasarkan Grid ........................................

44

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Jenis Penutupan Lahan Berdasarkan Grid di Wilayah DKI Jakarta
Tahun 1997 .............................................................................................

51

2. Jenis Penutupan Lahan Berdasarkan Grid di Wilayah DKI Jakarta

Tahun 2004 .............................................................................................

64

3. Model Konversi Data Citra Landsat TM dan ETM+ Band 6 ke
Temperatur Celcius .................................................................................

77

4. Model Untuk menghitung Rata-rata Temperatur di masing-masing
Grid .........................................................................................................
5. Output Data .............................................................................................

78
79

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah perkotaan atau yang disebut juga sebagai kawasan urban
mempakan sdah satu kawasan yang mempunyai masalah lingkungan yang cukup
serius. Pertumbuhan kota yang pesat khususnya akibat pertambahan jumlah
penduduk terutama urbanisasi, membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana
kota. Sebagai konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah
meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan. Wilayah DKI Jakarta dengan
jumlah penduduk 7.467.472 jiwa (BPS Propinsi DKI Jakarta, 2002) juga
mengalami fenomena di atas. DKI Jakarta mempakan kawasan metropolitan
terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Sejak tahun 1980-an DKI Jakarta
mengalami pertumbuhan yang cepat, baik penduduk maupun ekonomi.
Bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduciuk secara cepat, sementara lahan
yang tersedia terbatas mengakibatkan bertambahnya p e r a l i i lahan dari mang
terbuka menjadi mang terbangun.
Aktivitas pembangunan ini ternyata sering menimbulkan dampak seperti
berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau di daerah perkotaan. Implikasi dari
berk-mangnyajumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara dan
air serta peningkatan temperatur kawasan membutuhkan perhatian dan kajian
serius. Fenomena yang sangat dikenal yaitu tingginya temperatur rata-rata dl suatu
kota, yang biasa disebut heat island.
Perlu disadari akan manfaat RTH yang tinggi dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas lingkungan kota. Kehadiran kawasan vegetasi di kawasan
perkotaan membawa penganih besar khususnya dalam meningkatkan kualitas
temperatur (Weng, et al., 2004). Myung-Hee et al. (2000) menganalisis
temperatur permukaan di daerah perkotaan (Kota Seoul, Korea Selatan) dengan
menggunakan data citra satelit Landsat TM band 6. Hasil penelitiannya
menunjukkan temperatur permukaan tinggi terdapat di wilayah pemukiman dan
industri, sedangkan temperatur rendah terdapat di wilayah hijau seperti hutan dan
area pertanian.

Banyak f&tor yang mempengaruhi perubahan temperatur di wilayah
perkotaan seperti Jakarta, misalnya gedung-gedung dan jalan aspal. Temperatur
yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan manusia, sehiigga diperlukan
tindakan nyata untuk mempertahankan dan meningkatkan keberadaan RTH di
wilayah DKI Jakarta. Dalam ha1 ini Indonesia melalui Inmendagri No.14 Tahun
1988 dan Direktorat Tata Kota dan Daerah telah menetapkan standar RTH yang
didasarkan atas persen luas area dan jumlah penduduk suatu wilayah. Inmendagri
No.14 Tahun 1988 menyebutkan 40% sampai 60% dari total wilayah hams
dihijaukan. Hal ini diiaksudkan untuk tetap menjaga kualitas lingkungan kota
agar retap sejuk.
Berkembangnya

teknik

SIG

(Sistem

Informasi

Geografi)

dan

Penginderaan Jauh dalam teknologi informasi, merupakan pendukung bagi
pendalaman studi mengenai korelasi antara ruang terbuka hijau dengan
temperatur. Teknologi ini sangat berguna dan dibutuhkan untuk:
1. Pemetaan, invectarisasi, pemw.tauan,

evaluasi dan pembuatan model

pengelolaan suatu wilayah secara cepat, akurat dan efektif

2. Mengantisipasi kecepatan pembahan yang terjadi yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungm.
Beberapa keuntungan menggunakan teknik SIG dan pengideraan jauh dalarn ha1
ini adalah:
1. Lebih luasnya mang lingkup yang bisa dipelajari
2. Lebih seringnya sesuatu fenomena bisa diamati

3. Dimungkmkannya penelitian di tempat-tempat yang sulit atau berbahaya
untuk dijangkau manusia, seperti kebakaran hutan dan lain-lain

Tujuan Penelitian
1. Membuktikan secara ilmiah bahwa peningkatan %RTH dapat menurunkan
temperatur permukaan dengan menggunakan data citra Landsat.
2. Menganalisis korelasi antara RTH dan temperatur berdasarkan sebaran RTH
di wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan SIG dan Penginderaan Jauh.

Manfaat Penelitian

I. Mengetahui besamya pengaruh RTH di kawasan perkotaan khususnya DKI
Jakarta dalam menurunkan temperatur permukaan.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan wilayah
maupun dalam penataan tata ruang kota dan pengembangan wilayah. Rencana
Tata Ruang Kota dan pengembangan wilayah sangat diperlukan agar tercipta
suatu tatanan perkotaan yang baik, nyaman, dan ramah terhadap lingkungan.
Kerangka Pemikiran
DKI Jakarta mempakan kawasan metropolitan terbesat dan paling dinamis
di Indonesia. Sejak tahun 1980-an DKI Jakarta mengalami pertumbuhan yang
cepat, baik penduduk maupun ekonomi. Bersamaan dengan meningkatnya jumiah
penduduk secara cepat, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan
bertambzfinya peralihan lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun.
Secara mum ruang terbuka di wilayah DKI Jakarta terdiri dari mailg
terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari
mang-maag terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman
dan vegetasi guna mendukung manfaat ekologis, sosial budaya dan arsitektural.
Sementara itu ruang terbuka non hijau dapat bempa mang terbuka yang
diperkeras.
Analisis Citra digunakan mi& melihat keberadaan ruang terbuka hijau di
DKI Jakarta dengan menggunakan data citra Landsat TM dan ETM+. Hasil dari
analisis citra adalah distribusi RTH dan distribusi temperatur permukaan di DKI
Jakarta. Distribusi RTH dan temperatur permukaan dikorelasikan untuk melihat
seberapa besar p e n g a d RTH dalam menurunkan temperatur permukaan.
Hasil akhir penelitian ini adalah model persamaan zegresi linear sederhana
yang dapat digunakan untuk pengembangan RTH dalam m e n d a n temperatur
permukaan di wilayah perkotaan (Gambar 1).

Kerangka Berfikir Penelitian

Wilayah DKI Jakarta

Ruang Terbangun

Ruang Terbuka Non

Ruang Terbuka Hijau

+
Analisis Citra

Distribusi
Ruang Terbuka Hijau

Distribusi

Korelasi RTH &
Temperatur Permukaan

Rekomendasi
Pengembangan RTH dalam rangka
menurunkan temperatur permukaan di
wilayah permukaan

Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau

Dalam Inmendagri No. 14 tahun 1988, kota adalah pusat pemukiman dan
kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administratif yang diatur
dalam peraturan pemndangan serta pemukiman yang telah inemperlihatkan watak
dan ciri perkotaan. Tata mang kota dapat dipisahkan menjadi mang terbuka dan
mang terbangun.
Ruang terbuka adalah mang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik
dalam bentuk area memanjang atau jalur di mana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka dan pada dasamya tanpa bangunan. Dalam Instmksi Mendagri
No. 14 Tahun 1988 yang dimaksud ruang terbuk? adalah mang-mang dalam kota
atau wilayah yang lebih luas, baik dala~nbentuk arealkawasan maupun dalam
bentuk area memanjangJjalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka
yang pada dasamya tanpa bangunan. Dalam ha1 ini Ruang Terbuka dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:

I . Ruang terbuka semi mum meliputi tempat olahraga lnilik sekolah, taman di
dalam tempat ibadah, fasilitas-fasilitas kota.
2. Ruang terbuka perorangan meliputi taman mmah, tempat olahraga swasta,
pacuan kuda, tanah pertanian, hutan rakyat.
Ruang terbuka m e n m t Dinas Pertamanan DKI (1992) adalah lahan yang
tidak dibangun dan digunakan dengan tujuan:

1. Taman dan daerah rekreasi.
2. Konservasi lahan dan sumber daya alam.

5. Makna nilai sejarah atau kualitas tertentu.
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu mang terbuka di suatu
wilayah perkotaan yang memiliki manfaat dan fungsi yang terkait erat dengan
kelestarian dan keindahan lingkungan d m juga terkait dengan tingkat kesehatan,
kenyamanan dan kesejahteraan manusia.
Dalam mang terbuka hijau bersifat hijau berisi tanaman alamiah ataupun
budidaya tanaman, blueways (aliran sungai dan hamparan banjir), greenways

(jalan bebas hambatan, jalan di taman, koridor transportasi, jalan setapak, jdan
sepeda, dan tempat lari, taman-taman kota dan areal rekreasi).
RTH merupakan ruang fungsional bagi suatu wilhyah perkotaan, terutama
karena fungsi serta manfaatnya yang tinggi dalam memperbaiki dan meningkatkan
kualitas lingkungan suatu wilayah. RTH adalah kawasan atau areal permukaan

tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan
habitat tertentu, dadatau daratan kotallingkungan, dadatau pengamanan jaringan
prasarana, dadatau budidaya pertanian (Perda No. 6 Tahun 1999, DKI Jakarta).
RTH merupakan suatu lahan atau kawasan yang mengandung unsur dan
struktur alami. Unsur alami inilah yang menjadi ciri RTH di wilayah perkotaan,
baik unsur alami berupa turnbuh-iumbuhan atau vegetasi, badan-badan air
maupun unsur-unsur alami lainnya.
Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:
1. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan p ~ b l i katau lahan
yang dimiliki oleh pemerintah.

2. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik
pnvat.
Fungsi Ruang Terbuka Hijau
RTH, baik publik maupun non publii memiliki fungsi utama yaitu fungsi
ekoiogis dan h g s i arsitektural, sosial d m ekonomi. Ijalam suatu wilayah fimgsi
ini dapat dipadukan sesuai dengan kebutuhan dan keberlanjutan kota.
Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan mernbutuhkan suatu
lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH
untuk memenui kebutuhan ini adalah sebagai penyumbang ruang yang bemafas
segar, keindahan visual, sebagai pm-paru kota, sumber air dalam tanah,
mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, menciptakan iklim dan sebagai
unsur pendidikan (Simonds, 1983).
Menurut Carpenter et a1 (1975), RTH berfungsi sebagai pelernbut suasana
keras dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi tekanan-tekanan
kebisingan, udara panas dan polusi di sekitarnya serta sebagai pembentuk

kesatuan ruang. Menurut Grey dan Deneke (1978), tanaman memiliki empat
fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi memperbaiki iklim yaitu berperan dalam memodifikasi s&u dan
kelembaban udara sebagai pelindung dari pengaruh udara.
2. Fungsi teknik yaitu tanaman berperan dalam mencegah erosi, melindungi
batas air, meredam suara, mengurangi polusi udara, mengurangi silau pantulan
cahaya matahari dan mengontrol lalu lintas.

3. Fungsi arsitektur.
4. Fungsi keindahan.
Di dalam Inrnendagri No. 14 Tahun 1988 dijelaskan bahwa tujuan
pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:
1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan nyaman, segar, indah, bersih
dan sebagai sarana lingkungan perkotaan.
2. Menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkulgan binaan ymg

berguna .mtuk kepentingan masyarakat.
Ruang Terbuka Hijau tidak saja memberikan h g s i fisik dan arsitektural
saja, tetapi juga fungsi ekologis dan ekonomis. Arnold (1980) menyatakan bahwa
kehadiran pohon tepi jalan berfungsi sebagai pengatur iklim lingkungan,
penyuplai oksigen dan penjaga keseimbangan ekologi.
Fungsi RTH di wilayah perkotaan adalah:
1. Sebagai areal periindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga
kehidupan.
2. Sebagai sarana menciptakan kebesihan, kesehatan, keserasian dan keindahan
lingkungan.

3. Sebagai sarana rekreasi dan wisata.
4. Sebagai penganan lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai mecam
pencemaran baik di darat, perairan maupun udara.

5. Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat
untuk membentuk kesadaran terhadap lingkungan.

6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah.
7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro.

8. Sebagai pengatur tata air (konservasi tanah dan air).

Sinioncis (1983) mengemukakan standar ruang terbuka minimum yang
mempertimbangkan kebutuhan ruang untuk setiap hirarki wilayah yang ada di
kota (Tabel 1).
Tabel 1. Standar Luas Ruang Terbuka Umum
Wilayah
Hirarki
Ketetanggaan

Komuniti
Kota

Wilayah

Jumlah
KKI
Wilayah

Jumlah
Jiwal
Wilayah

Ruang
Terbuka

(mZ/

Fungsi

1000 .iwa

1200

4320

12.000 Lap. bennain,
areal rekreasi, taman
rumah/ pekarangan

10.000

36.000

20.000 Lap. bermain, taman,
koridor lingkungan

!00.000

40.000 Ruang terbuka
umum,taman, areal
bennain

1.000.000

80.000 Ruang terbuka
m u m , taman, areal
rekreasi, hctan kota,
jalur lingkar kota,
sawah/kebun

Sumber: Simonds, 1983
Kenyamanrn
Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah
elemen iklim yang mempengzuhi

kenyamanan manusia. Vegetasi dapat

menyerap panas dari pancaran sinar nlatahari dan niemantulkannya sehingga
dapat menurunkan suhu mikroklimat (Carpenter e t al., 1975). Tanaman pohon,
semak dan rumput memperbaiki suhu udara kota dengan mengontrol radiasi
matahari. Daun, menahan, memantulkan, menyerap dan meneruskan radiasi
matahari. Selama matahari bersinar, daun menahan radiasi matahari dan
menurunkan suhu. Tanaman juga memperbaiki suhu udara panas dengan
evapotranspirasi.
Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu kegiatan
manusia. Menurut Laurie (1990), untuk daerah tropis kondisi kenyamanan relatif
berkisar antara suhu 27- 28 OC. Suhu yang cukup panas pada tapak selain karena

radiasi matahari yang tinggi yaitu kira-kira 50%, juga karena pantulan dari
perkerasan jalan, bangunan maupun pantulan perkerasan lainnya. Menurut Geiger
(1959), i k l i i rnikrq adaiah iklim di dekat permukaan tanah, yaitu iklim di mana
sebagian makhluk hidup berada, jika atmosfer dianggap berlapis-lapis, maka iklim
mikro adalah iklim di lapisan terbawah.

Sistern Informasi Geografi
SIG dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari perangkat
keras (komputer), perangkat lunak (software), dan prosedur yang dirancang untuk
mendukung pemasukan, pengelolaan, manipulasi, analisis, pemodelan, dan
peragaan data-data spasial dalam rangka memecahkan masalah-masalah
manajemen dan perencanaan komplek (Cowen, 1991). Menurut Malczewski
(1999) definisi SIG berfokus pada dua aspek sistem yaitu teknologi danproblem
solvi~g.SIG merupakan teknologi untuk penanganan data spasial, terdii dari
hardware d m sofhvare komputer yang mampu menangkap, menyimpan dan
rnemproses informasi spasial berupa data kualitatif dan kuantitatif, menyatukan
dan menginterprestasikan peta (Farina, 1998).
Burrough (1986) menyatakan sumber data untuk SIG dapat diperoleh dari
beberapa sumber data antara lain peta, foto udara, tabel, hasil obsemasi lapangan,
citra satelit, dan instrumen pencatat digital. Input data dalam sistem SIG dilakukan
dengan cera:
1. CAD system
2. Digitasi dan scanning

3. Sistem penginderaanjauh baik satelit maupun foto udara
4. Data Base Management Systems (DBMS)

5. Sistem pengolahan data. Data ini kemudian disimpan dalam suatu basis data.
Kemampuan SIG sangat tinggi dalam manipulasi data dan juga mampu
mengintegrasikan data dalam bentuk spasial baik dalam bentuk peta analog, peta
digital dan data atribut, sehingga SIG peling efektif dalam manajemen data. Salah
satu bentuk operasi spasial dalam SIG adalah perlakuan overlay (ESFU, 1992).

Foote dan Lynch (1996) membuat tiga hal penting yang dimiliki oleh SIG,
yaitu:
1. SIG berhubungan dengan berbagai aplikasi database lainnya dengan
menggunakan geo-reference sebagai dasar utama dalam proses penyimpanan
dan akses informasi.

2. SIG merupakan sebuah integrated technology, karena dapat menyatukan
berbagai teknologi geografi yang ada seperti remote sensing, Global
Positioning System (GPS), Computer Aided Design (CAD) dan lainnya.
3. SIG dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya

dilihat sebagai sistem sofware/hardware.

Sistem Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan slat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau fenomena
yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Informasi penginderaan jauh yang
diiasilkan dari satelit image untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG.
Secara umum data dari penginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG hams
dinterprestasi dan digeoreference terlebih dahulu (Farina, 1998).
Secara garis besar sistem penginderaan jauh terbagi dua, yaitu sistem
dengan benntuic data fotografik dan sistem data numerik. Pengenaian objek di
permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi eletromagnetik yang
dipancadcan oleh suatu obyek yang direkam oleh sensor. Menurut Lillesand dan
Kiefer (1990) di permukaan bumi terdapat tiga obyeic utama yaitu vegetasi, tanah,
dan air di mana tiap-tiap obyek ini memancarkan energi eletromagnetik dengan
panjang gelombang tertentu. Sifat-sifat inilah akhimya digunakan sistem
penginderaan jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe penutup lahan
yang ada di permukaan bumi.
Beberapa alasan penginderaan jauh sangat bermanfaat yaitu:
1. Sangat membantu untuk mengumpulkan data dan informasi dari daerah yang
tidak mungkin dikunjungi.
2. Memungkinkan untuk meneliti daerah yang luas sekaligus.

3. Memungkinkan melakukan ulangan pengamatan dengan ce~mat.
Menurut De Bruin dan Molenaar (1999) paling sedikit ada tiga alasan
menggabungkan penggunaan SIG dari penginderaan jauh, yaitu:
1. Analisis image dalam penginderaan jauh lebih menguntungkan dari GIs-store

data.
2. Penginderaan jauh

dapat

menjadi

dasar

untuk

memperbaharui

geoinformation.
3. Penggabungan dari informasi yang diperoleh dari proses-proses dalam SIG
dapat membantu untuk menjaga dari kesalahan dan uncertainty dalam
menangkap dan memanipulasi data.
Pengolahan Data Penginderaan Jauh Untuk Mengetahui
Perkembangan Temperatur Permukaan
Perubahan temperatur udara, pada dssamya merupakan resultante dari
berbagai proses yang tejadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlibat di
dalamnya, termasuk diantaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering
dianggap sebagai penyebab peningkatnya temperatur kawasan. Dampak dari
perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan temperatur yang meningkat
dari waktu ke waktu.
Peningkatan temperatur dipelajari untuk memahami dampak perubahan
lingkungan ternadap iklim mikro. Fenomerla ini aka1 mempengaruhi perminenergi, kesehatan masyarakat dan kondisi lingkungan (Chen et al., 2001).
Citra satelit telah banyak digunakan untuk mempelajari temperatur
kawasan, kht~susnyauntuk menganalisis bagaimana clan mengapa wilayah kota
berperan dalam mempengaruhi terjadinya pemanasari wilayah. Sementara itu,
menurut Grass1 (1989) pengukuran suhu permukaan secara langsung merupakan
suatu ha1 yang mustahil, karena pengaruh gangguan termometer. Oleh karena itu
alat yang ideal untuk mengukur suhu adalah penentuan suhu melalui emisi
pemukaan dalam spektral infia merah dari satelit. Dalam penelitian ini memakai
data yang berasal dari satelit TM Landsat yang merupakan satelit perbaikan dari
generasi Landsat sebelumnya, yaitu MSS Landsat. Satelit ini sangat baik
digunakan untuk studi vegetasi, karena selain mempunyai resolusi spasial yang

c k u p bagus, juga mempunyai saluran spektral yang Iengkap dari saluran nampak
mata sampai saluran i&a merah thermal (Lillesand dan Kiefer, 1990). Resolusi
spasialnya menjadi lebih detail, yaitu 30 x 30 m dan resolusi spektral menjadi 7
band. Satelit TM Landsat 7 mempunyai 7 kanal (band), yaitu kanal 1 pada
gelombang bim (0,45 - 0,52 ym), kanal 2 pada gelombang hijau (0,52 - U,60
pm), kana1 3 pada gelombang merah (0,63 - 0,69 pm), kanal4 pada gelombang
infra merah dekat (0,76

- 0,90 pm), kanal 5 pada gelombang infra merah tengah

(1,55 - 1,75 pm), kanal 6 pada gelombang thermal (l0,4 - 12,5 pm), dan kanal 7
pada gelombang infia merah tengah (2,08 - 2,35 pm) (Tabel 2). Setiap benda
mempunyai ciri khas tertentu dalam memancarkan gelombang elektromagnelik
(Lillesand dan Kiefer, 1990). Citra ETM+ memiliki jumlah band lebih banyak,
yaitu 8. Resolusi spasial untuk band 8 adalah 15 meter. Dalam penelitian ini
menggunakan kanal 4 (infia merah dekat), kanal 3 (merah), dan kanal 2 (hijau)
untuk membedakan antara air, vegetasi d m bangunan. Sedangkan kanal 6 (ids
merah thermal) digunakan untuk mengetahui distribusi temperatur permukaan.
Tabel 2. Karakteristik dan Kegunaan Tujuh Kanal dalam Landsat TM
Panjang
Kanal Gelombang
t~tm)

Spektral

Kegunaan

1

G,45 - C,52

Biru

TemSus tcrhadap tub& air, dapat untuk
pemetaan air pantai, tanah, tumbuhan,
kehutanan dan mengidentifikasi budidaya
manusia

2

G,52 - 0,60

Hijau

Untuk pengukuran nilai pantul pucuk
tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya,
juga pengamatan kenampakan budidaya
manusia

3

0,63 - 0,69

Merah

Dibuat untuk melihat daerah yang
menyerap klorofil, yang dapat digunakan
untuk membantu dalam pemisahan spesies
tanaman, juga untuk pengamatan
kenampakan budidaya manusia

4

0,76 - 0,90

Infra Merah
Dekat

Untuk membedakanjenis tumbuhan,
aktifitas clan kandungan biomas untuk
membatasi tubuh air dan pemisahan
kelembaban tanah

5

1,55 - 1,75

lnfra Merah
Pendek

Menunjukkan kandungan kelembaban
tumbuhan dan kelembaban tanahjuga
untuk membedakan salju dan awan

6

10,4 - 12,s

Infra Merah
Thermal

Untuk menghasilkan tegakan tumbuhaq,
pemisahan kelembaban tanah dan
pefiietaan panas

7

2,08 - 2,35

Infra Merah Untuk pengenalan terhadap mineral dan
Pendek
jenis batuan, juga sensitif terhadap
kelembaban tumbuhan

Sumber: Jensen, 2300
Sistem pengideraan jauh yang paling dikenal adala!! satelit pemantauan
cuaca di bumi. Dalarn ha1 ini adalah permukaan bumi, yang melepaskan energi
dalem bentuk radiasi inzared (atau energi panas). Energi merambat melalui
atmosfir dan ruang angkasa untuk mencapai sensor. Beberapa level energi
kemudian dicatat, dikirimkan ke stasiun penerima di bumi, dan diubah menjadi
citra yang menunjukkan perbedaan suhu pada permukaan bumi.
Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalarn bentuk format digital
mentah merupakan sekumpulan data numerik. Angka numerik dari pixel (elemen
kecil pada citra satelit) diseb-ut Digital Number (DN). Data citra Landsat TM dan
ETM+ band 6 memiliki DN dengan range 0

- 255. Untuk mendapatkan data

temperatur permukaan maka DN ini dapat diubah ke "K dengan menggunakan
dua proses (Landsat Project Science Office, 2002):

1. Mengubah DN ke nilai Radiance dengan menggunakan nilai bias dan nilai
gain.

cv,= G ( c Y , ) + B
Dimana:
CVR adalah nilai radian dalam watts/(meter squared*ster*pm)
C V D ,adalah
~ ~ nilai digital number

G (Gain) = 0,0055 18
B (Bias) = 1,2378

2. Mengubah data radiance ke OK.

Dimana:
T adalah derajat Kelvin

CV, adalah nilai radian dalam Watt
Kl

= 666,09 mW

cm-2 sr-1 pm-' (ETM+) dan 607,76 mW cm-2 sr-1 pm-' (TM)

K2 = 1282,71 K (ETM+) dan 1260,56 K (TM)

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dengan luas wilayah
64.270 ha (Gambar 2). Letak 10692'42" BT - 106"58'18" BT dan 5'19'12" LS 6'23'54" LS. Penelitian

dilaksanakan selama sebelas bulan, d i u l a i

Bulan

Januari sampai Bulan Nopember 2005.
Mat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: GPS (Global Positioning System), kamera
digital, seperangkat komputer yang dile~igkapifasilitas sofhvare EP3AS 8.5,
ARCVIEW 3.3, SPSS, Windows 2000 sertaprinfer.
Bahan yang digunakan antara lain. Citra Landsat TM 12 Juli 1997, Citra
Landsat ETM+ 09 September 2004 dengan waktu liitas satelit di khatulistiwa
pukul 10.00 pagi yang diperoleh dari koleksi Laboratoriurn GIS dan Remote

Sensing Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB, Peta Administrasi Kecamatan,
dan Peta Rupa Bumi tahun 2001 Lembar Jakarta skala 1:25.000 yang dikeluarkan
oleh BAKOSURTANAL.

7000

0

7000

14000

PETA WILAYAH DKI JAKARTA

1

~

Garnbar 2. Peta Wilayah Penelitian

21000 Meters

Metode dan Tabapau Denditian
Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial dengan
menggunakan teknik penginderaan jauh.
Terdapat empat tahapan utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu:
1. Tahap Persiapan
2. Analisis Citra

3. Pengamatan Lapangan

4. Analisis Statistika
Tahap persiapan
Tahap persiapan mempakan tahap awal yang dilakukan pada penelitian ini.
Kegiatan yang dilakukan terdiri dari: pengumpulan data, pengkajian dan studi
pustaka, konsultasi awal, penulisan usulan penelitian dan perbaikan usul
penelitian ser'a pengurusan izin penelitian.
Analisis Citra
Analisis citra mempakan tahapan utama dalam penelitian ini. Secara

umurn terdapat dua proses utama dalam analisis citra, yaitu proses analisis
penginderaan jauh (Gambar 3) dan proses analisis SIG (Gambar 4).
Ada empat proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu:
1. Koreksi geometri. Greksi geometri dilakukan untuk rnendapatkan citra
dengan letak geometri yang sesuai dengan letak di bumi. Peta acuan yang
digunakan untuk mengkoreksi geometrik adalah peta digitasi daxi peta mpa buini
tahun 2001 Bakosurtanal. Koordinat geometri yang digunakan adalah koordinat
UTM (Universal Transverse idercutor). Kemudian melakukan pemotongan
terhadap citra untuk pemilihan lokasi penelitian yaitu DKI Jakarta
2. Perhitungan persentase sebaran mang terbuka hijau didapat dari proses
klasifikasi dengan menggunakan metode klasifikasi citra terbimbing (Supervised
Classification). Sebelum klasifikasi

dilakukan, band-band yang dipilih

dikompositkan untuk pengambilan training set dalam proses klasifikasi. Citra
komposit yang dipergunakan adalah citra komposit band 5, band 4, dan band 3.
SeteIah citra komposit didapat, baru dilakukan proses klasifikasi, yaitu

serangkaian tugas yang mengelompokkan sekurnpulan data digital (nilai pixel)
yang sama ke dalam kelas tertentu yang khas dan dapat memberikan informasi.
Hasil klasifikasi akan diuji, apabila akurasi hasil klasifikasi rendah, maka
klasifikasinya akan diulang lagi dengan memperbaiki training set yang lama. Dari
hasil klasifikasi ini akan diperoleh citra 9 kelas penuixpan lahan yaitu air, rumput,
semak, sawah, kebun campuran, hutan kota, aspal, industri dan pemukiman.
Kemudian diklasifikasikan lagi menjadi 3 kelas, yaitu badan air, kawasan vegetasi
(rumput, semak, sawah, kebun campuran, dan hutan kota), dan kawasan terbangun
(aspal, industri dan pemukiman).
3. Penurunan parameter biofisik yaitu temperatur permukaan. Penurunan
temperatur permukaan melibatkan analisis konversi data citra menjadi data
temperatur permukaan. Untuk mengetahui nilai temperatur permukaan, data citra
landsat yang digunakan addah band 6 yang memilii panjang gelombang 10,4 12,5 pm (thermal infrared) Data yang digunakan adalah data citra Landsat TM
12 Juli 1997 dan citra Landsat ETM+ 9 September 2004 pukul 10.00 wih.
Konversi data citra menjadi data temperatur pemukaan melibatkan tiga tahapan
(Myung-Hee, 2000; LanJsnt Project Science Ofice, 2002; Weng et al., 2003),
Yaitu:
1. Konversi Digital Number (DN) menjadi Spectral radiance, yaitu:

B

CV, = G(cv,,)+
Diclana:

CVRadalah nilai radian dalam watts/(meter squared*ster*pm)

CVc,~adaiah nilai digital number
G (Gain) = 0,005518
B (Bias) = 1,2378
2. Konversi Radian Spektral pada band 6 ke Kelvin

K2

T=

]

In[ C vKl, +1
Dimana:

T adalah derajat Kelvin
CVRadalah nilai radian dalam Watt

K1 = 666,09 mW cmS sf' pm-' (ETM+) dan 607,76 mW cm-2 sr-' pm-'
(TM)

K2 = 1282,71 K (ETM+) dan 1260,56 K (TM) '
3. Konversi nilai derajat Kelvin ke Celcius

C=T-273
Dimana:
C adalah derajat Celcius
T adalah derajat Kelvin

4. Setelah proses tersebut data temperatur permukaan di-overlay dengan peta
administrasi kecamatan dan grid 500 x 500 m2 untuk mendapatkan rata-rata
temperatur permukaan masing-masing kecamatan dan masing-masing grid. Nilai
rata-rata temperatur permukaan setiap grid dapat dihitmg dengan rumus:

Dimana:
Tx adalah Temperam permukaan rata-rata dalam satu grid (OC)
CTGnadalah jumlah temperatur permukaan seluruh pixel dalam satu grid (OC)
CPGnadalah jurnlah pixel dalam satu grid

(

Penginderaan Jauh

Citra Landsat TM

I

1

Citra Landsat ETM+

Pemilihan Wilayah Penelitian

+

I

+

I

Temperatur Permukaan
Band 6

Klasifikasi Penutupan Lahan
Band 5,4,3

I

I

.
1
Data Temperatur

Kecamatan

9 Jenis Penutupan Lahan

500 x 500 m-

Penutupan Lahan
Distribusi RTH

Gambar 3. Proses Analisis Penginderaan Jauh
Kemudian proses yang kedua adalah proses analisis SIG. Ada dua tahapan
dalam proses analisis SIG, yaitu:
1. Meng-overlay-kan peta distribusi RTH tahun 1997 dan 2004 dengan peta
administrasi kecamatan. Hasil keluaran dari proses ini adalah luas RTH
masing-masing kecamatan yang ada di DKI Jakarta.
2. Meng-overlay-kan peta distribusi RTH tahun 1997 dan 2004 dengan grid.
Wilayah penelitian dibagi dalam bentuk grid yang berulcuran 500 x 500 m2
sebanyak 400 grid. Jarak 500 m didasarkan atas kebutuhan seseorang untuk

mendapdihn kenyamanan. Penentuan lokasi memiliki s e b m mang terbuka
hijau yang cukup bewariasi, maka lokasi yang c h p sesuai untuk penelitian
ini adalah di pusat wilayah DKI Jakarta (Gambar 5).

L
Sistem Informasi Geografi

Peta Distribusi
RTH 97 & 04

Peta Distribusi
500 x 500 m2

Kecamatan

%RTH per Kecarnatan

%RTH per Grid

Gambar 4. Proses Analisis Sistem Informasi Geografi
Pengamatan Lapangan
Pada tahap hi yang dilakukan adalah penyesuaian dan pengecekan antara
hasil klasifikasi citra Landsat dengan kondisi yang ada di lapang.
Analisis Statistika
Tahapan analisis statistik merupakan tahapan penting dalam penelitian.
Pada tahap ini terdapat dua pendekatan wtuk mengetahti besarnya pengaruh
RTH terhadap temperatur permukaan, yaitu:

1. Distribusi RTH dan temperatur permukaan dianalisis berdasarkan 40 wilayah
administratif kecamatan y~ulgterdapat di DKI Jakarta.
2. Distribusi RTH dan temperatur permukaan dianalisis berdasarkan grid 500 x

500 m' sebanyak 400 grid.

21000 Meters

70

Keterangan:
Grid
Batas Wilayah Kecamatan

PETA WEAYAH DKI JAKARTA
DAN GRID

L-Garnbar 5. Grid yang diletaldtan di Pusat Wilayah DKI Jakarta

i

Dalam penelitian ini dianalisa seberapa besar pengaruh KTH terhadap
temperatw permukaan. Dengan demikian dugaan yang muncul adalah semakin
besar persentase RTH di suatu wilayah maka temperatur penthaan di 'wilayah
tersebut akan turun. Untuk melihat hubungan keduanya maka dalam penelitian ini
diterapkan suatu metode regresi linear sedcrhana. Persamaan regresi dengan nilai
beta yang lebih besar berarti menunjukkan pengaruh yang lebih besar atau
perubahan y yang lebih besar untuk kenaikan x yang sama yaitu sebesar 1 unit
(Supranto, 2004).
y=A+Bx
Dimana:
y = Temperatur Permukaan (OC)

x = %RTH
A = Nilai Konstanta

B = Koefisien Arah Regresi
Menwut Supranto (2004), jika Ho ditolak, persamaan y

=

A

+ Bx boleh

untuk meramalkan, akan tetapi kalau Ho diterima, talc boleh untuk meramalkan y,
sebab kenaikan x tak akan mempengaruhi y.
Pengujian hipctesis tentang koefisien regresi (= B)
1. H, : B = 0 (x tak mempengaruhi y)

H, : B .f: 0 (x mempengaruhi y, pengaruhnya positif atau negatif)

2. t,= b/Sb, dimana Sb = stundcrd error b

3. Tentukan nilai alpha (a)cari ta/2 dari tabel t dengan df = n - 2
4. Kesimpu!an:

TolakHokalaut,5-kataut,>-k

Terima H,kalau - k< t,< ta/2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi RTH di Wilayah Administrasi DKI Jakarta

Dari hasil analisis citra Landsat TM 1997 dan ETM+ 2004 diperoleh 9
jenis penutupan lahan yang di klasifikasi ulang menjadi 3 jenis penutupan lahan,
yaitu badan air, kawasan bervegetasi (Ruang Terbuka Hijau), dan kawasan
terbangun (Gambar 6). Dari hasil analisis citra tahun 1997, kawasan vegetasi di
wilayah DKI Jakarta sebesar 20.512,80 ha (31,91%) dari luas wilayah DKI
Jakarta. Pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 8,79%, yaitu menjadi
sebesar 14.855,76 ha (23,12%) (Tabel 3). Penurunan tersebut diakibatkan oleh
perubahan penggunaan d m penutupan lahan yang pada umurnnya lebih
didasarkan pada pemenuhan akan peningkatan akselerasi pertumbuhan ekonomi
di kawasan ini.

C
Gambar 6. Tiga Jenis Bentuk Penutupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta: Badan
Air (A), Kawasan Vegetasi (B), dan Kawasan Terbangun (C)

Tabel 3. Persentase Jenis Penutupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta
NO Jenis Penutupan Lahan

Tahun 1997
Luas (ha)

1.

Badan Air

2.

3.

Tahun 2004

%

Luas (ha)

%

3.590,64

5,59

1.690,92

2,63

Kawasan Vegetasi

20.512,80

31,91

14.855,76

23,12

Kawasan Terbangun

40.167,44

62,50

47.724,12

74,25

Total

64.270,80

100,OO

64.270,80

1OO:OO

Dari hasil klasifikasi citra tahun 1997 (Gambar 7) menunjukkan kawasan
terbangun (merah) memiliki area yang luas dengan kawasan vegetasi sedikit
(hijau) yaitu pada wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Kawasan vegetasi
yang luas dan menyebar terdapat pada wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan
Jakarta Timur. Jakarta Selatan merupakan daerah resapan air, dan didominasi oleh
kebun campuran (Gambar 8). Jakarta Timur merupakan daerah resapan air di
bagian selatan jalan lingkar luar Jakarta, dan Jakarta Barat didominasi oleh area
persawahan (Gambar 9). Sedangkan pada tahun 2004 (Gambar 10) menui~jukkan
kawasan terbangun (merah) tnemiliki area yang luas dengan kawasan vegetasi
sedikit (hijau) yaitu pada wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Kawasan vegetasi (hijau) berkurang pada wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta
Timur. Hal ini disebabkan perubahan penggunaan lahan menjadi kawasan
pemukiman (Gambar 11). Meskipun demikian wilayah ini masih memiliki
kawasan vegetasi yang luas. RTN yang tetap dipertahankan di DKI Jakarta adalah
kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung, cagar alam, seperti kawasan hijau
lindung Muara Angke yang terdiri dari Hutan Bakau (Gambar 12). Sedangkan
kawasan hijau yang menjadi binaan pemerintah berbentuk areal seperti taman kota
Monas (Gambar 13),jalur hijau jalan (Gambar 14), dan kawasan fungsional.

Keterangan
Badan Air
@J
Kawasan
fj
Vegetasi
Kawasan Terbangun

PETA KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN
DI WILAYAH DKI JAKARTA
TAHUN 1997
Sumber:
Klasifikasi Citra Landsat TM
12 Juli 1997, pukul 10.00 wib

Gambar 7. Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 1997

Gambar 8. Kebun Campuran yang Terdapat di Kelurahan Jagakarsa

Gambar 9. Area Persawahan

o

7000

7000

T W O

21000 Meters

Keterangan
Badan Air
Kawasan Vegetasi
Kawasan Terbangun

PETA KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN
DI WILAYAH DKI JAKARTA
TAHUN 2004
Sumber:
Klasifikasi Citra Landsnt ETM+
9 September 2004, pukul10.00 wib

Gambar 10. Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2004

Gambar 11. Pemukiman Padat di Kecamatan Penjaringan

Gambar 12. Kawasan Hijau Liidung Hutan Bakau
di Cagar Alam Muara Angke

Gambar 13. Kawasan Hijau Binaan Hutan Kota Monas

Gambar 14. Kawasan Hijau Binaan Jalur Hijau

di Jalan Merdeka

Tabel 4. Distribusi RTH Wilayah Adminismi Kecamatan di DKI Jakarta
RTH
No.

Wifayah

Luas Wil.
(13

1.

2.

3.

4.

5.

Jakarta Utara
Kec.Pademangan
Kec.Penjaringan
Kec.Cilincing
Kec.Kelapa Gading
Kec.Tanjung Priok
Jakarta Barat
Kec.Kalideres
Kec.Cengkareng
Kec.Taman Sari
Kec.Tambora
Kec.Grogo1
Kec.Kembangan
Kec.Kebun Jeruk
Kec.Palmerah
Jakarta Pusat
Kec.Sawah Besar
Kec.Kemayoran
Kec.Gambir
Kec.Cernpaka Putih
Kec.Senen
Kec.Tanah Abang
Kec.Menteng
Jakarta Timur
Kec.Cakung
Kec.Pulogadung
Kec.Matraman
KecJatinegara
Kec.Durensawit
Kec.Makassar
Kec.Kramat Jati
Kec.Cipayung
Kec.Ciracas
Kec.Pasar Rebo
Jakarta Selatan
Kec.Setiabudi
Kec.Kebayoran Lrn
Kec.Tebet
Kec.Kebayoran Br
Kec.Pesanggahan

.

1997
Luas (ha)

%

2004
Luas
(ha)

+/Oh

1.237,29
3.646,13
4.385,08
2.497.62
2.322,62
12.851,50

186,84
543.60
1.142,64
588.60
219,60
2.681,28

15,lO
218,16 17,63
14,91
734,40 20,14
26,06 1.098,72 25,06
23.57
497.16 19.91
9,45
172,80
744
20,86 2.721,24 21,17

+2,53
+5,23
-1,OO
-3.66
-2,0!
+0,31

2.941,07
2.398,09
449,95
520,24
1.060,87
2.637,22
1.689,33
742,15
12.438,90

1.071,OO
776,52
9,36
4,32
66,24
1.305,36
318,96
45,36
3.597,12

917,28
36,42
32,38
478,08
9,OO
2,08
0,83
8,28
6,24
65,16
49,50
780,84
18,88
141,12
6,11
39,24
28.92 2.439,OO

-5,23
-12,44
-0,08
+0,76
-0,lO
-19,89
-10,53
-032
-9,31

637,14
727,43
769,27
71 !,I2
429,66
983,37
650,03
4.908,OO

35,28
27,36
67,68
47,88
17,64
174,24
86,04
456,12

3.984,89
1.487,14
477,77
1.004,17
2.178,93
2.178,24
1.331,18
2.879,77
1.617,47
1.265,62
18.405,20

1.290,96
183,96
11,16
91,08
71 1,36
1.126,44
474,48
2.332,08
936,36
672,84
7.830,72

900,66
2.384,51
936,62
1.307,44
1.293,94

149,76
797,40
60,84
217,80
680,04

31,19
19,94
2,OO
1,59
6,14
29,61
8,35
5,29
19,61

534
36,OO
5,65
+O,I I
3,76
23,04
3,17
-0,59
8,80
79,20 10,30
+1,50
6,73
28,80
4,05
-2,68
4,11
10,40
2,42
-1,69
17,72
147,60 15,Ol
-2,71
13,24
56,52
8,69-4,54
-----9,29
381,56
7,77
-1,52

-

32,40 1.213,92
12,37
161,28
2,34
3,96
9,07
42,12
394,56
32,65
51,71
843.48
190,44
35,64
80,98 1.652,76
57,89
513,OO
383,76
53,

Dokumen yang terkait

Evaluasi perubahan kebutuhan ruang terbuka hijau dengan pendekatan penginderaan jauh (INDERAJA) (Studi Kasus Kota Tangerang)

1 10 77

Analisis korelasi ruang terbuka hijau dan temperatur permukaan dengan aplikasi sig dan penginderaan jauh: studi kasus di DKI Jakarta

1 7 188

Aplikasi sig dan penginderaan jauh dalam penentuan kecukupan dan prediksi luasan ruang terbuka hijau sebagai rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

3 11 97

Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

0 3 40

Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.

0 1 31

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH PERKOTAAN BOYOLALI TAHUN 2015.

0 4 17

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH PERKOTAAN BOYOLALI TAHUN 2015.

0 2 12

Hubungan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik dengan Kepadatan Penduduk di DKI Jakarta.

0 0 1

Pemanfaatan Inderaja dan SIG

0 0 13

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENENTUKAN LOKASI PRIORITAS PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA SURAKARTA

0 0 8