Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK
MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN
KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI
ROSOT KARBONDIOKSIDA
(Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

KAMALUDIN ASYAEBANI

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan
Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan
Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus;
Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Kamaludin Asyaebani
NIM E34080053

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
KAMALUDIN ASYAEBANI. Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk
Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan
2012). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RACHMAD
HERMAWAN.
Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman akan

mengalami pengalihfungsian lahan yang semula berupa lahan terbuka alami
menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan sarana prasarana
publik. Sebagai akibatnya terjadi penambahan polusi udara terutama peningkatan
gas CO2 di udara. Salah satu solusi untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu
dengan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang
di Kota Bogor. Hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota
Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh kelas penutupan lahan yang
mengalami perubahan penurunan selama dua periode adalah lahan pertanian,
vegetasi jarang, semak, dan lahan terbuka. Kelas penutupan lahan yang
mengalami kenaikan adalah vegetasi rapat dan lahan terbangun. Kebutuhan luasan
RTH di Kota Bogor dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2.
Berdasarkan tingkat emisi CO2 di Kota Bogor membutuhkan 29.770,25 Ha RTH,
sedangkan luas yang tersedia sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%. Tingkat emisi
CO2 yang tinggi menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan
RTH sebesar 25.729,97 Ha. Nilai emisi CO2 pada tahun 2025 sebesar 61.103,38
Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah 1.048.848,17 Ha dari asumsi
luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra 2012.
Kata kunci: Emisi CO2, penutupan lahan, ruang terbuka hijau

ABSTRACT

KAMALUDIN ASYAEBANI. The Use Of Remote Sensing And GIS For Land
Cover And Change Knowing Adequacy Green Open Space as Sinks Of Carbon
Dioxide (Case Study; Bogor City in 1991, 2000, and 2012). Supervised by LILIK
BUDI PRASETYO and RACHMAD HERMAWAN.
Bogor city is a residential as well as services city. The city have been
experiencing land cover change, from nature to variety of infrastructure purpose.
As a result, it will increase the air pollution especially CO2 in the atmosphere. One
way that can be used to reduce level of air pollution is development of green open
space in spatial planning in the city of Bogor. The results of the analysis of spatial
and temporal Landsat imagery Bogor City area in 1991, 2000, and 2012 showed
this land cover in general is dominated by sparse vegetation amounted to 3.221,09
hectares or 28,01%, 4.009,90 hectares or 34,86%, 4.114,36 hectares or 27,07%.
Land cover changes during the two periods was decrease of agricultural land,
sparse vegetation, shrubs, and open land. Meanwhile land cover the increase
vegetation. The need for green space in the city of Bogor area could be
determined by the approach of CO2 absorption. Based on the level of CO2
emissions in the city of Bogor need 29.770,25 hectares open space, the available
open space only 4.040,28 hectares or 35,13%. The Bogor city need addition green
open space approximately 25.729,97 hectares. Value of CO2 emissions in 2025
amounted to 61.103,38 Gg, so the vast green space required is 1.048.848,17

hectares of area assuming the actual circumstances in the field using image data
2012.
Key words: CO2 Emissions, green open space, land cover

PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK
MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN
KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI
ROSOT KARBONDIOKSIDA
(Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

KAMALUDIN ASYAEBANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui
Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau
sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun
1991, 2000, dan 2012)
Nama
: Kamaludin Asyaebani
NIM
: E34080053

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Oktober 2012
ini ialah lingkungan, dengan judul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk
Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau
sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan
2012).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo,
MSc dan Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc selaku pembimbing, serta Bapak
Dr Ir Omo Rusdiana, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Latif Priyadi dari Badan
Pengembangan dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kota Bogor, Ibu Leny
beserta staf PERTAMINA Unit Pemasaran Wilayah III Jawa Barat, yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Keluarga KSHE 45 (EDELWEIS) dan Keluarga besar HIMAKOVA atas
motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini dan Seluruh staf pengajar,
tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah
membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013
Kamaludin Asyaebani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2

METODE
Waktu dan Lokasi
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data

2

2
2
3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kota Bogor
Perubahan Penutupan Lahan Kota Bogor
Perubahan RTH Kota Bogor
Emisi CO2 di Kota Bogor
Kebutuhan RTH di Kota Bogor
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

9
10
11
14
14
16
16

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

21
23
28

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis, bentuk, dan sumber data
Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012
Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 1991-2000)
Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 2000-2012)
Kandungan emisi CO2 aktual pada tahun 2011
Total emisi CO2 yang berasal dari ternak
Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk
Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007
Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan

1
2
3
4
5

Lokasi Penelitian
Bagan alir pembuatan peta digital
Skema tahapan pengolahan citra
Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991-2000
Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 2000-2012

4
11
12
12
15
15
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
2
3
9
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Uji Akurasi
2 Penentuan luasan RTH
3 Penentuan prediksi luas RTH tahun 2025
4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031

24
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang
mempunyai visi “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan
Pemerintahan Amanah”. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Bogor sejak dahulu
dikenal dengan banyaknya ruang terbuka hijau dengan beraneka ragam flora,
sehingga kesejukan udaranya menjadi alasan utama bagi para pendatang untuk
tinggal di Kota Bogor (BAPPEDA 2007).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting dari
suatu kota. Keberadaan RTH seperti hutan kota, taman kota, dan jalur hijau sangat
penting bagi masyarakat kota. Zain (2002) mengidentifikasi bahwa di area
Jabodetabek telah terjadi konversi lahan hijau menjadi area terbangun sebesar
23% untuk pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Perubahan fungsi
yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai
keperluan pembangunan.
RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota,
yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat berdasarkan UU No 26
tahun 2007. Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada
alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada
penduduk kota. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi
yang dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, rekreasi juga
industri.
Berkurangnya tutupan lahan yang bervegetasi akan mempengaruhi kualitas
lingkungan. Sebagaimana diketahui vegetasi dapat melakukan proses fotosintesis,
gas CO2 dari buangan kendaraan bermotor dan industri akan dimanfaatkan dalam
proses tersebut sehingga menghasilkan O2 dan karbohidrat. Namun, bila vegetasi
semakin berkurang, dan disertai dengan peningkatan jumlah CO2 maka dapat
menyebabkan efek rumah kaca yang pada akhirnya dapat meningkatkan suhu
permukaan bumi.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat polusi
udara yaitu dengan pengembangan hutan kota yang tepat. Pengembangan RTH
yang dapat memberikan manfaat maksimal perlu perencanaan yang tepat dalam
penentuan lokasi, sebaran dan luasannya.
Saat ini, teknologi penginderaan jauh citra satelit mampu menyediakan data
dengan cakupan yang luas, secara cepat dan tepat waktu. Dengan didukung sistem
informasi geografis, maka perencanaan spasial pembangunan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat yang pada akhirnya
dapat mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan dan
pembangunan, sesuai dengan kebijakan pengembangan tata ruang regional untuk
menciptakan kota yang serasi, selaras, terpadu dan berkesinambungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi perubahan penutupan lahan di Kota Bogor tahun 1991,
2000, dan 2012.

2
2. Menentukan kecukupan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor tahun 2012
berdasarkan emisi CO2.
3. Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH sebagai penyerap gas CO2 di
Kota Bogor tahun 2025.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
perencanaan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan tata ruang Kota Bogor
yang berwawasan lingkungan.

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor (Gambar 1), pada bulan
Juli-Oktober 2012. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis
Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang
dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak)
dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 10, Global Mapper, dan Mapsource.
Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS)
Garmin Csx 60, kamera digital dan alat tulis.

3
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Citra Landsat
path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 28 Juli 1991, 28 Juli 2000, dan 5 Juni
2012, Peta Administrasi Kota Bogor, Peta Digital RTRW tahun 2011 dan Data
Statistik Kota Bogor tahun 2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan
BAPPEDA Kota Bogor.
Metode Pengumpulan Data
Inventarisasi dan pengumpulan data
1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital)
Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat
komputer yang dilengkapi SIG dan software ArcGis dengan cara mendigitasi peta
tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan
sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan
sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan koreksi geometrik
pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan SIG dapat diilustrasikan
seperti Gambar 2.
Peta Rupa Bumi
Analog

Digitasi Peta

Editing Peta

Pemberian Label

Transformasi koordinat

Peta Rupa Bumi
Digital

Gambar 2 Bagan alir pembuatan peta digital
2)

Studi Pustaka
Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai
keadaan umum areal, RTH dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut
diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Jenis, bentuk, dan sumber data
penelitian disajikan pada Tabel 1.
3) Observasi dan Groundcheck
Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai
lokasi-lokasi RTH serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan
GPS pada lokasi tersebut.

4
Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data
No
1.

2.

3.
4.
5.
6.

7.

8.

Jenis Data
Aspek Klimatologis
Suhu udara, kelembaban relative,
curah hujan, persentase sinar
matahari, kecepatan angin
Geologi dan goegrafi
Batas tapak, letak geografi, luas
wilayah
Tata Guna Lahan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Demografi Penduduk
Kepadatan dan jumlah penduduk
Tingkat Konsumsi Bahan Bakar
Bensin, Solar, LPG, Industrial Fuel
Oil dan minyak tanah
Jumlah dan Jenis Hewan Ternak

Kendaraan Bermotor
Jenis dan Jumlah

Bentuk Data
Deskripsi

Sumber Data
BPS

Tahun
2012

Deskripsi dan
Peta

BPS dan
Bappeda

2012

Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi

Bappeda
Bappeda
BPS

2012
2012
2012

Deskripsi

Pertamina

2012

Deskripsi

Dinas
Peternakan dan
Perikanan
Dinas
Perhubungan

2012

Deskripsi

2012

Pengolahan dan Analisis Data
1)

Penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007
Analisis kebutuhan luas RTH dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan
proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan
ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20%
dan proporsi RTH privat pada wilayah kota paling sedikit 10% dari luas wilayah
kota.
2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber
emisi
Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi adalah metode
yang mengacu kepada Qodriyanti (2010) yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1996.
Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak,
sawah, dan penduduk.
a) Energi
Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan
rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 di udara yang dihasilkan
dari proses pembakaran. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara :
C (TJ/tahun) = a (103 ton/tahun) x b (TJ/103 ton)
Keterangan :
C
= Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
(TJ/tahun)
a
= Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103
ton/tahun)
b
= Nilai kalori bersih / faktor konversi berdasarkan jenis bahan
bakar (TJ/103 ton)
Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak
maupun gas dihitung dengan cara :

5
E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ)
Keterangan :
E
= Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun)
d
= faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ)
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara:
G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f
Keterangan :
G
= Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun)
f
= Fraksi CO2, fraksi CO2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99
sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995
Sehingga total emisi gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas
dapat diperoleh dengan cara :
H (Gg CO2/tahun) = G (Gg C/tahun) x (44/12)…………[Persamaan 1 (w)]
Keterangan :
H
= Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg CO2/tahun)
b) Ternak
Gas metan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses
fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Gas
metan dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses
pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metan
dari proses fermentasi didapat dari :
C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun)
Keterangan :
C
= Emisi gan metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak
(ton/tahun)
a
= Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)
b
= Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak
(kg/ekor/tahun)
Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari :
E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun)
Keterangan :
E
= Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan
jenis ternak (ton/tahun)
d
= Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis
ternak (kg/ekor/tahun)
F
= Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun)
Sehingga total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak adalah :
F (Gg CH4/tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun)..……[Persamaan 2 (x)]
c) Pertanian (areal persawahan)
Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan
menghasilkan gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara
melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan
dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan
dan jumlah musin panen dapat diperoleh dengan cara :

6
D (Gg CH4/tahun) = a (m2) x b x c (g/m2) x d (tahun).….[Persamaan 3 (y)]
Keterangan :
D
= Total emisi gas metan dari areal persawahan (Gg/tahun)
a
= Luas areal persawahan (m2)
b
= Nilai ukur faktor emisi CH4
c
= Faktor emisi (18 g/m2)
d
= Jumlah masa panen per tahun (tahun)
d) Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk
Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu
0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang
dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor adalah sebagai berikut :
KKP(t)
= (JPT(t).KPt)…………………………….. [Persamaan 4 (z)]
Keterangan :
KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton
CO2/tahun)
JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)
Kpt
= Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0,96 kg
CO2/jiwa/hari (0,3456 ton CO2/jiwa/tahun)
3) Penentuan luas RTH berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2
Kebutuhan akan luasan optimum RTH berdasarkan daya serap CO2 dapat
diperoleh dari kemampuan RTH dalam menyerap CO2. Pendekatan yang
digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan
kebutuhan RTH berdasarkan daya serap CO2 serta membandingkannya dengan
kondisi RTH sekarang (eksisting). Kebutuhan RTH diperoleh dari jumlah emisi
CO2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam
menyerap CO2.
Rumus:
Keterangan:
L
= Kebutuhan luasan RTH (ha)
w
= Total emisi CO2 dari energi (ton CO2/tahun)
x
= Total emisi CO2 dari ternak (ton CO2/tahun)
y
= Total emisi CO2 dari areal persawahan (ton CO2/tahun)
z
= Total emisi CO2 dari manusia (ton CO2/tahun)
K
= Nilai serapan CO2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO2
(ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan
2006)
Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan RTH berdasarkan daya serap
CO2 maka akan diketahui seberapa luas RTH yang harus disediakan oleh
Pemerintah Kota Bogor. Penambahan luasan RTH yang harus disediakan
diperoleh dengan cara :
L (ha) = A (ha) – B (ha)
Keterangan :
L = Penambahan luasan RTH (ha)
A = Kebutuhan RTH (ha)
B = Luas RTH sekarang (ha)

7
4)

Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor pada tahun 2025
Penentuan kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor didasarkan atas perubahan
emisi CO2 yang terdapat di Kota Bogor pada tahun 2012 sampai dengan tahun
2025 sesuai dengan pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Data
perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari
energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia.
a) Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar
Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari Pertamina. Perhitungan
yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi didasarkan pada
perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar. Maka dengan
menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam
Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar :
KT = Ko (1+r)t
r = anti ln





– 1…………………………………Persamaan 4

Keterangan :
Kt
= Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t
Ko
= Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t
r
= Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar
t
= Selisih tahun
b) Pendugaan Luasan Pertanian (areal persawahan)
Data luasan areal persawahan diperoleh dari hasil interpretasi penutupan
lahan wilayah Kota Bogor berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM. Nilai
luasan sawah dianggap tetap, karena data luasan berdasarkan hasil klasifikasi pada
satu tahun penyiaman.
c) Pendugaan Populasi Ternak
Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kota
Bogor. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada
tahun 2025 didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi
ternak. Penentuan tahun perkiraan ditentukan oleh ketersediaan data. Perhitungan
populasi tenak untuk tahun-tahun yang akan datang dengan cara :
Pt = Po (1+r)t ………………………………. Persamaan 5
Keterangan :
Pt
= Populasi ternak pada akhir periode waktu ke t
Po
= Populasi ternak pada awal periode waktu ke t
r
= Rata-rata prosentase pertambahan populasi
t
= Selisih tahun
d) Pendugaan jumlah penduduk
Data jumlah penduduk diperoleh dari BPS Kota Bogor. Perhitungan yang
digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2025 adalah
berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Perhitungan
jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang dengan cara:
Pt = Po (1+r)t ………………………………. Persamaan 6
Keterangan :
Pt
= Populasi penduduk pada akhir periode waktu ke t
Po
= Populasi penduduk pada awal periode waktu ke t
r
= Rata-rata prosentase pertambahan jumlah penduduk
t
= Selisih tahun

8
Prediksi kebutuhan RTH pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah
emisi CO2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam
menyerap CO2.
Rumus :
Keterangan:
L
= Kebutuhan luasan RTH (ha)
w
= Total emisi CO2 dari energi (ton CO2/tahun)
x
= Total emisi CO2 dari ternak (ton CO2/tahun)
y
= Total emisi CO2 dari areal persawahan (ton CO2/tahun)
z
= Total emisi CO2 dari manusia (ton CO2/tahun)
K
= Nilai serapan CO2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO2
(ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006)
e) Perubahan luasan RTH pada tahun 2025
Perubahan luasan RTH yang terjadi pada tahun 2025 dapat menggunakan
data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Data yang digunakan adalah data
jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar, populasi ternak, dan luasan areal
persawahan. Rumus untuk mengetahui rata-rata perubahan luasan RTH pada
periode tertentu adalah sebagai berikut :
MD =



̅

……………………………..Persamaan 7

Keterangan:
MD = Perubahan luasan
L
= Luas RTH pada akhir periode waktu ke t
L
= Luas RTH pada awal periode waktu ke t
N
= Jumlah waktu (tahun)
f) Prediksi Peningkatan Kebutuhan RTH
Perkiraan luasan RTH pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2025 dapat
diketahui dengan melihat tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor
yang diperhitungkan adalah perubahan sumber emisi CO2.
5) Asumsi
Emisi CO2 yang dihitung adalah emisi CO2 yang berada di wilayah Kota
Bogor, sedangkan emisi CO2 yang berada di luar wilayah Kota Bogor diabaikan,
serta serapan CO2 hanya dilakukan oleh pohon-pohonan.
6) Batasan penelitian
Batasan RTH dalam penelitian ini adalah wilayah taman kota, jalur hijau,
pemakaman dan vegetasi tinggi (areal yang ditumbuhi oleh pepohonan berkayu).
7) Pengolahan Citra Landsat ETM yang diolah dengan menggunakan software
ERDAS Imagine.
a) Pemulihan citra (Image Restoring)
Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra
oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan
radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang
disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan
geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau
menggunakan citra yang telah terkoreksi.

9
b) Penajaman citra (Image Enhancement)
Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam
dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan
tertentu.
c) Pemotongan (Subset) wilayah kajian
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah
ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Bogor. Pemotongan
citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra
yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI).
d) Survei lapangan
Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan
perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survey yang mewakili kelas penutupan
lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System
(GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra.
e) Klasifikasi tutupan lahan
Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik
dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang
dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi
citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di
wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi
terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori
informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang
mewakili tiap kelas yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan
pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 3.
Citra Landsat Tahun
1991,2000 dan 2012
Koreksi
Geometris
Peta Rupa Bumi Digital

Peta Digital
Batas Kawasan

Citra
Terkoreksi

Subset image

Overlay

Cek Lapangan

Klasifikasi Citra

Citra Hasil Klasifikasi

Peta Penutupan
Lahan

Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra

Tidak

Uji
Akurasi
diterima ?

Ya

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kota Bogor
Penutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada di atas permukaan
bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Penutupan lahan di Kota Bogor
diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu vegetasi rapat, lahan
pertanian, lahan terbangun, vegetasi jarang, semak, lahan kosong, dan badan air.
Klasifikasi ini disesuaikan dengan kondisi Kota Bogor secara umum ketika
dilakukan pengecekan lapang.
Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan yang didominasi oleh
berbagai jenis tumbuhan hutan yang masih relatif alami dan batang pohonnya
dapat menghasilkan kayu dan produksi kayu lainnya serta mempengaruhi iklim
atau tata air lokal serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat dengan nilai Leaf
Area Index (LAI) ≥ 1,29.
Lahan pertanian pada umumnya terbagi dua, yaitu lahan pertanian basah
dan kering. Lahan pertanian basah seperti sawah, sedangkan lahan pertanian
kering seperti ladang. Kedua jenis lahan pertanian tersebut terdapat di wilayah
Kota Bogor sehingga semua lahan yang menghasilkan tanaman pangan
dimasukkan ke dalam tipe penutupan lahan pertanian.
Lahan terbangun merupakan daerah yang didominasi oleh lahan yang
tertutup oleh struktur bangunan. Lahan terbangun yang terdapat dalam wilayah
Kota Bogor yaitu perumahan penduduk, kompleks industri, kompleks perkantoran,
serta sarana dan prasarana publik.
Vegetasi jarang merupakan tipe penutupan lahan yang di dominasi oleh
perkebunan, tanaman tahunan/kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah,
pemakaman dan sempadan sungai. Pada vegetasi jarang mempunyai nilai Leaf
Area Index (LAI) < 1,29.
Lahan terbuka adalah jenis lahan yang tidak memiliki penutupan berupa
vegetasi ataupun lebih pada lahan yang tidak termanfaatkan seperti lapangan
merah, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan akan dijadikan lahan
pemukiman (berupa lahan pertanian yang sebelumnya lahan tersebut harus
diatuskan (dimatangkan) terlebih dahulu selama kurang lebih satu tahun).
Penutupan lahan berupa badan air yang terdapat di Kota Bogor adalah
penutupan lahan seperti sungai dan danau. Kelas ini berada di sepanjang sungai
besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Penutupan lahan berupa semak
belukar di Kota Bogor adalah lahan yang didominasi oleh tanaman perdu dan
rumput ilalang yang keberadaannya tidak dikelola oleh masyarakat.
Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012
Data penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh
dari pengolahan citra landsat. Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat diperoleh
data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Kota Bogor. Hasil
klasifikasi penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 1991 di dominasi oleh
vegetasi, yaitu vegetasi jarang sebesar 3.202,70 Ha atau 28,01% dari seluruh
wilayah Kota Bogor, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah
semak sebesar 594,73 Ha atau 5,19% dari seluruh wilayah Kota Bogor.

11
Hasil klasifikasi penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2000 di
dominasi oleh vegetasi, yaitu vegetasi jarang sebesar 4.009,59 Ha atau 34,86%
dari seluruh wilayah Kota Bogor, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit
adalah lahan terbuka sebesar 257,04 Ha atau 2,23% dari seluruh wilayah Kota
Bogor.
Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2012 diperoleh nilai uji akurasi (Overall
classification accuracy) sebesar 88,24% (Lampiran 1). Penutupan lahan di Kota
Bogor pada tahun 2012 di dominasi oleh lahan terbangun sebesar 5.096,52 Ha
atau 44,31% dari seluruh wilayah Kota Bogor, hal ini dikarenakan jumlah
penduduk yang semakin bertambah berdampak pada jumlah pemukiman yang
semakin meningkat, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah semak
sebesar 90,54 Ha atau 0,79% dari seluruh wilayah Kota Bogor. Hasil klasifikasi
dari pengolahan citra landsat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012
Penutupan
Lahan
1
Vegetasi rapat
Vegetasi
2
jarang
Lahan
3
pertanian
Lahan
4
terbangun
5
Semak
6
Lahan terbuka
7
Badan air
Jumlah
No.

Tahun 1991
Luas (Ha)
(%)
706,33
6,16

Tahun 2000
Luas (Ha)
(%)
534,60
4,65

Tahun 2012
Luas (Ha)
(%)
925,92
8,05

3.202,70

28,01

4.009,59

34,86

1.516,41

13,18

2.548,52

22,22

2.648,61

23,03

5.096,52

44,31

2.100,83

17,96

3.194,82

27,78

3.114,36

27,08

594,73
1.587,06
761,57
11.501,73

5,19
13,82
6,64
100

539,46
257,04
317,61
11.501,73

4,69
2,23
2,76
100

90,54
327,60
430,38
11.501,73

0,79
2,85
3,74
100

Perubahan Penutupan Lahan Kota Bogor
Perubahan penutupan lahan terbesar dalam kurun waktu 1991-2000 terjadi
pada penutupan lahan terbuka (Gambar 4). Perubahan yang terjadi pada lahan
terbuka adalah berupa penurunan luas lahan terbuka sebesar 1.330,02 Ha atau
berkurang sebesar 11,59% dari tutupan lahan terbuka pada tahun 1991 (Tabel 3).
Penurunan luas lahan terbuka tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas tipe
penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, lahan terbangun, dan vegetasi
jarang.
Pada periode 1991-2000 penutupan lahan lainnya yang mengalami
penurunan luas adalah vegetasi rapat, badan air dan semak. Penurunan luas
vegetasi rapat sebesar 171,73 Ha atau berkurang sebesar 1,48%, dari tutupan
lahan vegetasi rapat pada tahun 1991. Hal tersebut terjadi karena kondisi vegetasi
rapat dalam wilayah Kota Bogor yang berada pada lokasi strategis dan
mempunyai nilai ekonomi tinggi akan terancam fungsinya akibat dari persaingan
dalam pemanfaatan yang lebih menekankan pada aspek ekonomi daripada ekologi.
Tipe penutupan lahan yang mengalami peningkatan terbesar yaitu lahan terbangun.
Hal ini menunjukan adanya peningkatan pembangunan yang membutuhkan
fasilitas terbangun. Kebutuhan lahan terbangun dari waktu ke waktu semakin
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pemanfaatannya
digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal. Perubahan tipe penutupan lahan

12
pertanian dan vegetasi jarang secara umum mengalami peningkatan pada periode
1991-2000. Hal ini terjadi karena pada periode tersebut mata pencaharian
sebagian besar penduduk Kota Bogor yaitu petani.
Tabel 3 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 1991-2000)
Penutupan
Lahan
Tahun
1991
Vegetasi
rapat
Vegetasi
jarang
Lahan
pertanian
Lahan
terbangun
Semak
Lahan
terbuka
Badan air
Jumlah

Penutupan Lahan Tahun 2000 (ha)
Vegetasi
rapat

Vegetasi
jarang

Lahan
pertanian

Lahan
terbangun

Semak

Lahan
terbuka

Badan
air

Jumlah

153,84

300,53

141,90

63,84

15,27

13,89

17,06

706,33

214,76

1.498,85

767,25

425,13

128,01

90,97

77,73

3.202,70

88,86

891,04

748,81

565,08

117,53

51,90

85,29

2.548,52

6,17

230,01

328,39

1.496,35

22,34

6,25

36,31

2.100,83

16,16

240,10

106,32

91,30

106,81

25,02

9,02

594,73

45,65

664,10

337,90

330,42

121,68

60,84

26,48

1.587,06

11,13
534,60

184,71
4.009,59

207,61
2.648,61

265,77
3.194,82

24,77
539,41

6,34
257,04

61,24
317,61

761,57
11.501,73

Perubahan penutupan lahan terbesar pada periode 2000-2012 terjadi pada
penutupan lahan terbangun (Gambar 5). Perubahan yang terjadi pada lahan
terbagun adalah berupa penambahan luas lahan terbangun sebesar 1.901,70 Ha
atau bertambah sebesar 16,53% dari tutupan lahan terbangun pada tahun 2000
(Tabel 4). Peningkatan luas lahan terbangun tersebut terjadi karena adanya
penurunan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, vegetasi
jarang, dan semak menjadi lahan terbangun seiring dengan adanya pertambahan
penduduk dan peningkatan sistem ekonomi.
Tabel 4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 2000-2012)
Penutupan
Lahan
Tahun
2000
Vegetasi
rapat
Vegetasi
jarang
Lahan
pertanian
Lahan
terbangun
Semak
Lahan
terbuka
Badan air
Jumlah

Penutupan Lahan Tahun 2012 (ha)
Vegetasi
rapat

Vegetasi
jarang

Lahan
pertanian

Lahan
terbangun

Semak

Lahan
terbuka

Badan
air

Jumlah

176,85

227,34

30,15

56,16

6,03

17,28

20,79

534,60

388,17

1.619,19

598,14

1.099,08

27,63

161,28

116,10

4.009,59

226,62

577,26

528,39

1.136,43

12,33

82,80

84,78

2.648,61

60,30

246,33

187,92

2.521,44

5,13

34,74

138,96

3.194,82

32,67

226,62

102,51

131,40

24,93

13,14

8,19

539,46

15,39

158,04

16,11

40,41

13,95

7,20

5,94

257,04

25,92
925,92

9,58
3.114,36

53,19
1.516,41

111,60
5.096,52

0,54
90,54

11,16
327,60

55,62
430,38

317,61
11.501,73

Pada periode 2000-2012 tipe penutupan lahan lainnya yang mengalami
penambahan luas adalah vegetasi rapat. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan
akan kondisi vegetasi rapat yang memiliki fungsi ekologi dan arahan visi Kota
Bogor sebagai green city serta UU No. 26 tahun 2007 tentang tata ruang dimana
luas RTH minimal 30%, hal ini memicu kesadaran masyarakat akan kebutuhan
penanaman vegetasi rapat (pohon) yang semakin tinggi. Tipe penutupan lahan

13
yang mengalami penurunan luasan terbesar yaitu lahan pertanian sebesar 1.132,20
Ha atau 9,84%. Perubahan dari tiap-tiap kelas lahan ini dipengaruhi oleh
perkembangan Kota Bogor itu sendiri dan kondisi fisik daerah masing-masing.
Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya luas lahan bervegetasi. Hal ini dapat
berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan jika dalam pelaksanaannya
tidak dilakukan secara terencana dan bijaksana dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian lingkungan.

Gambar 4 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991-2000

Gambar 5 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 2000-2012

14
Perubahan RTH Kota Bogor
Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan
fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Hasil
pengolahan data spasial secara temporal (1991-2012) diperoleh bahwa proporsi
RTH tahun 1991, tahun 2000, dan tahun 2012 sebesar 34,17%, 39,50%, dan 35,13.
Proporsi RTH masih lebih dari 30% sesuai kebijakan pemerintah namun dari hasil
analisis data diperoleh bahwa kadar polutan udara terus meningkat. Dari hal ini
dapat diketahui bahwa green city tidak hanya dilihat dari ketersediaan RTH secara
kuantitas, tapi juga kualitas yang dapat mencerminkan kota yang sehat secara fisik
dan ekologis (Arifin 2008).
Perubahan penutupan lahan di Kota Bogor dari tahun 1991 sampai dengan
2012 terjadi kenaikan atau penurunan luas pada tiap kelas penutupan lahan. Hal
ini memberikan dampak terhadap jumlah, luasan, bentuk, dan penyebaran ruang
terbuka hijau yang ada di Kota Bogor. Berdasarkan data yang diperoleh maupun
hasil analisis spasial dan temporal citra landsat tahun 1991, 2000, dan 2012
perubahan penutupan lahan ruang terbuka hijau didorong oleh beberapa faktor
yaitu pertumbuhan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumberdaya, kondisi
fisik lahan, ekonomi dan kebijakan daerah.
Emisi CO2 di Kota Bogor
Emisi CO2 yang berasal dari energi
Karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna. Dahlan (2004)
menyatakan bahwa kegiatan perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak
seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya
membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh dari pembakaran
bahan bakar fosil proses ini akan menghasilkan gas CO2.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pertamina Unit Pemasaran wilayah
Jawa Barat tahun 2012 mengenai jumlah konsumsi bahan bakar berupa premium,
pertamax, solar, IFO (Industrial Fuel Oil) merupakan solar yang digunakan
industri, dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Jenis bahan bakar yang paling banyak
dikonsumsi adalah bensin yaitu sebesar 165.813 Kl, sedangkan IFO merupakan
bahan bakar minyak yang paling sedikit dikonsumsi yaitu 8.641,28 Kl di tahun
2011. Konsumsi bahan bakar dari rumah tangga berperan dalam peningkatan
emisi CO2 di udara. Besarnya konsumsi bahan bakar di Kota Bogor dari sektor
rumah tangga berasal dari jenis LPG (Liquid Petroleum Gas) yaitu sebesar
304.954.796 Kg.
Hasil perhitungan kandungan CO2 aktual yang terdapat di Kota Bogor dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil perhitungan, bahan bakar yang paling
banyak menghasilkan CO2 yaitu LPG 905,34 Gg. Total emisi CO2 di Kota Bogor
merupakan hasil penjumlahan dari semua emisi CO2 sehingga hasil yang
diperoleh adalah sebesar 1.404,53 Gg.

15
Tabel 5 Kandungan emisi CO2 aktual pada tahun 2011
No.

Jenis
bahan bakar

Jumlah
konsumsi
bahan bakar

Jumlah
konsumsi
bahan bakar
(TJ)
5.942,74
948,03
299,54
14.427,41

Kandungan
karbon
(t C)

1.
Bensin
165.813 Kl
112.317,75
2.
Solar
27.349 Kl
19.169,08
3.
Industry fuel oil 8.641,28 Kl
6050,75
4.
LPG
304.954.796 Kg
248.151,47
Total kandungan emisi CO2
Sumber : Pertamina (2012)
Keterangan : Kl = 1000 liter
Kg
= 1000 gram
TJ = Ton Joule
Gg C
= 109 gram karbon
t C = Ton karbon
Gg CO2 = 109 gram karbondioksida

Emisi
karbon
aktual
(Gg C)
111,19
18,98
5,99
246,91

Emisi CO2
aktual
(Gg CO2)
407,72
69,52
21,96
905,34
1.404,53

Emisi CO2 yang berasal dari ternak
Gas CH4 dihasilkan oleh hewan herbivora dalam aktivitas dan proses
pencernaannya memerlukan bantuan mikroorganisme untuk melakukan
pemecahan karbohidrat (IPCC 1996). Data dari Dinas Pertanian (Tabel 6)
menunjukan 6 jenis ternak yang terdapat di Kota Bogor. Dari keenam jenis ternak
tersebut, unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh
masyarakat yaitu 422.155 ekor sedangkan kerbau jenis merupakan jenis yang
paling sedikit dipelihara oleh masyarakat yaitu 45 ekor.
Tabel 6 Total emisi CO2 yang berasal dari ternak
No.

Jenis
ternak

Jumlah
Emisi dari
Emisi dari
Total emisi
Total
ternak
Fermentasi
Pengelolaan pupuk dari ternak
Emisi CO2
(ekor)
(t CH4/tahun)
(t CH4/tahun)
(Gg CH4)
(Gg)
1.
Sapi
1172
51,57
2,34
0,054
0,15
2.
Kerbau
45
2,42
0,14
0,003
0,007
3.
Kuda
90
1,62
0,20
0,002
0,005
4.
Kambing
2.470
12,35
12,35
0,013
0,04
5.
Domba
8.255
66,04
3,05
0,069
0,19
6.
Unggas
422.155
66,27
0,066
0,18
Total kandungan emisi CO2 dari ternak
0,567
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2011)
Ket : t CH4/thn = Ton metan per tahun
Gg = Giga gram
Gg CH4 = Giga gram metan

Ternak ruminansia seperti sapi dan domba serta ternak non ruminansia
seperti unggas memproduksi CH4. Ruminansia merupakan sumber terbesar
penghasil CH4. Jumlah CH4 yang dihasilkan tergantung dari umur ternak, berat
badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan, serta energi yang dikeluarkan oleh
ternak, gas CH4 yang teroksidasi dengan O2 akan menghasilkan CO2 dan air.
(IPCC 1996).
Hasil perhitungan emisi CH4, domba menyumbang emisi terbesar yaitu
66,04 t CH4/tahun dari aktivitas pencernaan, dan unggas menghasilkan emisi CH4
terbesar dari aktivitas pengelolaan kotoran yaitu sebesar 66,27 t CH4/tahun.
Untuk total emisi CO2 yang berasal dari ternak, emisi terbesar dari
ruminansia dihasilkan oleh domba sebesar 0,19 Gg, sedangkan untuk emisi dari
non ruminansia dihasilkan oleh unggas sebesar 0,18 Gg.
Emisi CO2 yang berasal dari areal persawahan
Pengolahan padi pada lahan sawah berkontribusi pada peningkatan emisi
gas rumah kaca yaitu menghasilkan gas CH4. Sumber CH4 dari budidaya padi

16
dihasilkan karena terjadinya kondisi anaerob pada lahan sawah akibat
penggenangan air yang terlalu lama dan tinggi (IPCC 1996). Senyawa karbon
yang ada pada kondisi anaerob kuat mengalami reduksi secara mikrobiologi
menjadi metana (CH4). CH4 terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian
terbentuk dari reduksi senyawa CO2. Penggunaan air yang banyak diperlukan
untuk melumpurkan tanah dan untuk menggenangi petak pertanaman. Tanah
sawah memiliki kondisi reduktif (anaerob) sehingga tanah sawah menjadi salah
satu penghasil gas metan.
Areal persawahan menghasilkan gas CH4 sebanyak 0,27 Gg CH4/tahun. Gas
CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan CO2, sehingga kandungan emisi CO2
yang terdapat pada areal persawahan yang terdapat di Kota Bogor adalah sebesar
0,74 Gg CO2/tahun dari total sawah sebesar 750 Ha.
Emisi CO2 yang berasal dari penduduk
Setiap mahluk hidup akan mengalami proses respirasi setiap saat salah
satunya manusia, respirasi merupakan proses menghirup oksigen (O2) dan
mengeluarkan CO2. Tubuh manusia memerlukan oksigen untuk proses
pembakaran zat-zat makanan (metabolisme) di dalam tubuh manusia dengan
bantuan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, uap air, dan energi.
Menurut White, Handler dan Smith 1959 diacu dalam Muis (2005), manusia
mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600
liter O2 dam memproduksi sekitar 480 liter CO2. Pertambahan jumlah penduduk
akan meningkatkan jumlah emisi CO2 di udara, sehingga konsentrasi gas rumah
kaca akan bertambah. Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia
sebesar 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Data mengenai total emisi CO2
yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor dari tahun 1990, 2000, dan 2010
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk
No.
Tahun
1.
1990
2.
2000
3.
2010
Sumber (*) : BPS Kota Bogor 2011

Jumlah Penduduk (jiwa)*
271.711
750.819
950.334

Total Emisi CO2 (Gg CO2)
93,90
259,48
328,44

Kebutuhan RTH di Kota Bogor
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM tahun 2012 di Kota Bogor
menghasilkan tutupan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) yaitu berupa
vegetasi rapat dan vegetasi jarang dengan luasan tutupan lahan secara berturutturut sebesar 925,92 Ha, dan 3.114,36 Ha. Berdasarkan perhitungan total luas
RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%, lahan terbangun sebesar 5096,52 Ha atau
44,31%, areal pertanian seperti sawah dan semak sebesar 1.606,95 Ha atau
13,97% dan untuk penggunaan lahan lainnya seperti badan air dan lahan terbuka
memiliki luasan sebesar 757,98 atau 6,59%.
Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Tata Ruang
menyatakan bahwa luasan RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas
wilayah kota. Wilayah Kota Bogor berdasarkan data citra diperoleh luasan sebesar
11.501,73 Ha dan berdasarkan peraturan tersebut 30% dari luasan wilayah kota

17
yang harus dijadikan RTH adalah sebesar 3.450,52 Ha. Berdasarkan data yang
diperoleh, luasan RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13% dari luasan keseluruhan
wilayah Kota Bogor, sehingga Kota Bogor dengan luasan RTH lebih dari 30%
dikategorikan telah memenuhi UU No. 26 tahun 2007.
Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor berbeda
satu sama lain. Kebutuhan RTH dengan standar UU No. 26 tahun 2007 untuk
masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007
No.

Kecamatan

Luas Kecamatan
(Ha)
1.
Bogor Barat
2.403
2.
Bogor Timur
1.092,69
3.
Bogor Selatan
3.361,14
4.
Bogor Tengah
810,63
5.
Bogor Utara
1.472,49
6.
Tanah Sareal
2.361,78
Total
11.501,73
Keterangan: * jumlah kekurangan luas RTH

Luas RTH
saat ini (Ha)
683,46
323,01
1.832,31
179,64
432,36
615,15
4.040,28

Berdasarkan Peraturan
(Ha)
720,90
327,81
1.008,34
243,19
441,75
708,53
3.450,52

Selisih
(Ha)
-37,44*
-4,797*
823,96
-63,54*
-9,29*
-93,38*
1.032,42

Berdasarkan data citra yang diperoleh, Kecamatan Bogor Selatan
merupakan kecamatan terbesar yang terdapat di wilayah Kota Bogor dengan luas
wilayah 3.361,14 Ha, kecamatan ini memiliki RTH terluas dibandingkan dengan
kecamatan yang lain yaitu sebesar 1.832,31 Ha atau 54,51% dari luas wilayah
kecamatan, kecamatan Bogor Selatan memiliki luas RTH lebih dari 30%.
Terdapat lima kecamatan yang memiliki luasan RTH kurang dari 30% dari total
luas wilayahnya yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor
Tengah dan Tanah Sareal dengan masing-masing luasan yaitu sebesar 683,46 Ha
(28,44%), 323,01 Ha (29,56%), 432,36 Ha (26,82%), 179,64 Ha (22,16%), dan
615,15 Ha (26,05%).
Berdasarkan Emisi CO2
Menurunnya kualitas lingkungan hidup berkaitan langsung dengan kegiatan
masyarakat perkotaan yang akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan mereka.
Terlihat dari adanya kecenderungan sikap masyarakat meminimalkan areal RTH
(areal bervegetasi) menjadi areal terbangun atau areal penggunanan lain yang
bersifat buatan, menurut Dahlan (2007) penggunaan bahan bakar akan
menghasilkan gas CO2 di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak 600,22 ton hal
ini berdampak pada tingginya konsentrasi CO2 di udara. Penambahan emisi gas
CO2 dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi ambien gas CO2.
Salah satu cara untuk mengurangi CO2 di udara yaitu dengan
memanfaatkan CO2 sebagai bahan fotosintesis atau asimilasi zat karbon, aktivitas
ini dilakukan oleh vegetasi untuk menjamin ketersediaan oksigen dan sebagai
penyerap CO2. RTH mempunyai peran penting dalam hal ini, karena fungsinya
sebagai tempat tumbuh vegetasi. Dalam proses selanjutnya RTH mampu
meningkatkan kualitas lingkungan hidup menjadi sehat, nyaman, indah, dan
bersih. Kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor dapat diketahui dengan pendekatan
daya serap CO2. Kandungan gas CO2 yang tedapat di Kota Bogor dilihat dari
empat aspek yaitu emisi CO2 yang dihasilkan dari energi yaitu bahan bakar fosil,
ternak, penduduk, dan areal persawahan. Total emisi CO2 dari empat aspek
tersebut yaitu sebesar 1.734,34 Gg pada tahun 2012.

18
Serapan CO2 berguna untuk mengetahui kemampuan RTH dalam menyerap
CO2 yang terdapat di Kota Bogor. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitugan
serapan CO2 dilakukan dengan cara menentukan luasan penutupan lahan daerahdaerah bervegatasi rapat dan vegetasi jarang. Luas RTH yang dimiliki Kota Bogor
sebesar 4.040,28 Ha sehingga emisi CO2 yang dapat diserap oleh RTH sebesar
235,37 Gg CO2/tahun.
Jumlah emisi CO2 yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan
nilai serapan CO2 oleh RTH (vegetasi pohon) yaitu sekitar 58,25 ton/tahun/Ha.
Berdasarkan jumlah emisi CO2, secara keseluruhan Kota Bogor membutuhkan
RTH sekitar 29.770,25 Ha (Lampiran 2).
Berdasarkan Kondisi Tahun 2012
Saat ini kondisi RTH di Kota Bogor tidak mencukupi untuk menyerap
emisi karbondioksida. RTH yang harus disediakan oleh Kota Bogor sebesar
29.770,25 Ha sedangkan keadaan luas RTH di lapang yang tersedia 4.040,28 Ha
(Tabel 9). Tingginya tingkat emisi CO2 yang tedapat di Kota Bogor menyebabkan
wilayah perkotaan ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 25.729,97
Ha.
Tabel 9 Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan
No.

Kecamatan

1.
Bogor Barat
2.
Bogor Timur
3.
Bogor Selatan
4.
Bogor Tengah
5.
Bogor Utara
6.
Tanah Sareal
Jumlah

Luas
kecamatan
(Ha)
2.403
1.092,69
3.361,14
810,63
1.472,49
2.361,78
11.501,73

Total emisi
CO2
(Gg/tahun)
362,34
164,76
506,82
122,23
222,04
356,13
1.734,34

Kebutuhan
RTH (Ha)

Luas RTH
(Ha)

Penambahan
luasan (Ha)

6.219,75
2.828,24
8.699,73
2.098,17
3811,28
6113,06
29.770,25

683,46
323,01
1.832,31
179,64
432,36
615,15
4.040,28

-5.536,29
-2.505,23
-6.867,42
-1.918,53
-3.378,92
-5.497.91
25.729,97

Kebutuhan RTH untuk masing-masing kecamatan dapat diketahui dengan
menggunakan asumsi yaitu total emisi CO2 tersebar merata berdasarkan luas
kecamatan. Kecamatan Bogor Selatan merupakan kecamatan yang paling besar
membutuhkan RTH sebesar 8.699,73 Ha dengan total emisi CO2 sebesar 506,82
Gg/tahun.
Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Tahun 2025
Data konsumsi di tahun-tahun sebelumnya akan mempengaruhi emisi CO2
pada tahun-tahun selanjutnya. Pendugaan emisi tahun 2025 digunakan untuk
menghitung kebutuhan luasan RTH pada tahun 2025. Perhitungan nilai emisi CO2
pada tahun 2025 sebes