Evaluasi perubahan kebutuhan ruang terbuka hijau dengan pendekatan penginderaan jauh (INDERAJA) (Studi Kasus Kota Tangerang)

(1)

HIJAU DENGAN PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH

(INDERAJA)

(Studi Kasus: Kota Tangerang)

Oleh:

Rita Asri Cahyani 2030 9300 2039

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(Studi Kasus : Kota Tangerang)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

RITA ASRI CAHYANI (203093002039)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(Studi Kasus : Kota Tangerang)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

RITA ASRI CAHYANI (203093002039)

Menyetujui,

Pembimbing I

Zainul Arham, M. Si NIP 19740730 200710 1 002

Pembimbing II

Ferryati Masitoh, S.Si

Mengetahui

Ketua Program Studi Sistem Informasi

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008


(4)

Skripsi yang berjudul “EVALUASI PERUBAHAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH (INDERAJA)” yangditulis oleh Rita Asri Cahyani NIM. 203093002039telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 1 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menyetujui, Penguji I

Zulfiandri, MMSI NIP. 19700130 200501 1 003

Penguji II

Nia Kumaladewi, MMSI NIP. 19750412 200710 2 002 Pembimbing I

Zainul Arham, M.Si NIP. 19740730 200710 1 002

Pembimbing II

Ferryati Masitoh, S.Si

Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Ketua Program Studi Sistem Informasi

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008


(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Rita Asri Cahyani 203093002039


(6)

dengan Pendekatan Penginderaan Jauh (Inderaja) (Studi Kasus: Kota Tangerang), dibimbing oleh ZAINUL ARHAM dan FERRYATI MASITOH

Sebagai kota yang bertetangga dengan Ibukota Jakarta, Tangerang mengalami kemajuan yang hampir sama dengan Jakarta. Begitu pula dengan dampak terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan Tangerang cukup mengkhawatirkan yang ditandai dengan semakin tingginya polusi udara dan meluasnya wilayah yang terkena bencana banjir. Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah masalah penataan ruang kota. Tata ruang kota Tangerang lebih ditujukan untuk pembangunan pemukiman, perkantoran, sarana rekreasi dan industri, yang berakibat kepada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau berpepohonan dan danau/waduk yang berfungsi sebagai daerah resapan air juga untuk mengurangi polusi udara. Penelitian ini menghitung luas Ruang Terbuka Hijau dengan pendekatan penginderaan jauh, yaitu dengan mengklasifikasi Citra SPOT4 tahun 2007 dan 2009.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20% dari luas kota. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada tahun 2007 Kota Tangerang memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 23,58% dari luas Kota Tangerang dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 31,75% dari luas Kota Tangerang

Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, KotaTangerang, Citra.

V Bab + xxvii Halaman + 62 Halaman + 7 Gambar + 4 Tabel + Lampiran, 2010 Daftar Pustaka 11 (1994 – 2008)


(7)

Bismillahirrahmannirrahiim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa dan telah memberikan berkah dan anugerahNya kepada penulis sehingga penulis mampu melaksanakan tugas untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi ini penulis buat sebagai syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan jenjang Strata-1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga penulis berharap apa yang penulis teliti, yang dijelaskan di dalam skripsi ini, dapat dipergunakan dengan baik oleh semua pihak yang membutuhkan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di Program Studi Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat lebih maju dan lulusannya dapat bekerja secara kooperatif dengan semua elemen informatika dari seluruh dunia.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini :

1. Bapak Dr. Syopiansyah jaya Putra M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Nur Aeni, MMSI selaku ketua Program Studi Sistem Informasi.

3. Bapak Zainul Arham, S. Kom, M.Si selaku Dosen Pembimbing Idan Ibu Ferryati Masitoh, S.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

4. Kedua orang tua penulis, Ir. Tatang K. Soekarno dan Seri Rahmiati, yang telah memberikan dukungan moril, semangat dan materiil sehingga memperlancar proses penyusunan skripsi ini.

5. Teman-Teman seperjuangan TI-SI UIN 2003, terutama SI-05 atas dukungan kalian semua.


(8)

Jakarta, Agustus 2010


(9)

Halaman Judul ... i

Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan Ujian ... iv

Halaman Pernyataan ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4


(10)

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan ... 8

2.3. Ruang Terbuka Hijau ... 9

2.3.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 9

2.3.2 Bentuk Ruang Terbuka Hijau ... 10

2.3.3 Tujuan, fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau ... 11

2.3.4 Luas Minimum Ruang Terbuka Hijau ... 12

2.4. Sistem Informasi Geografis ... 12

2.4.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis ... 12

2.4.2 Komponen SIG ... 13

2.4.3 Fungsi-fungsi Analisis dalam SIG ... 17

2.5. Penginderaan Jauh (Inderaja) ... 19

2.5.1 Jenis-jenis Penginderaan Jauh ... 21

2.5.2 Teknologi Penginderaan Jauh ... 22

2.6. GPS ... 23

2.6.1 Segmen GPS ... 24

2.6.2 Sistem Kerja GPS ... 24


(11)

2.8.1 Letak Geografis ... 27

2.8.2 Penggunaan Lahan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 30

3.3. Metode Penelitian ... 30

3.3.1 Tahap Pengumpulan Data ... 31

3.3.2 Tahap Pengolahan Data ... 31

3.3.2.1 Diagram Alir Penelitian ... 32

3.3.2.2 Reproject Image ... 32

3.3.2.3 Koreksi Geometris ... 34

3.3.2.4 Pemotongan Citra (Subset Image) ... 38

3.3.2.5 Interpretasi Lahan ... 40

3.3.2.6 Klasifikasi Citra ... 48

3.3.3 Tahap Analisis Data ... 45


(12)

4.1.1 Koreksi Geometrik ... 46

4.1.2 Interpretasi Visual Citra SPOT4 ... 48

4.1.3 Penentuan Daerah Contoh (Training Area) ... 51

4.1.4 Klasifikasi Citra ... 51

4.2. Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2007 dan 2009 ... 52

4.3. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau ... 56

4.4 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(13)

Halaman

Gambar 4.1. Citra SPOT4 Tahun 2007 ... 49

Gambar 4.2. Citra SPOT4 Tahun 2009 ... 50

Gambar 4.3. Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Tahun 2007 ... 53

Gambar 4.4. Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Tahun 2009 ... 54

Gambar 4.5 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2007 ………... 55

Gambar 4.6 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2009 ………... 56


(14)

Halaman

Tabel 4.1. Nilai RMS-error Koreksi Geometrik Citra SPOT4 2007... 47

Tabel 4.2. Nilai RMS-error Koreksi Geometrik Citra SPOT4 2009... 47

Tabel 4.3. Jumlah Luas Ruang Terbuka Hijau ... 56


(15)

46 1.1 Latar Belakang Masalah

Kota merupakan suatu wilayah pemusatan sejumlah penduduk yang mewadahi tumbuh dan berkembangnya kegiatan sosial, budaya dan ekonomi. Perkembangan suatu perkotaan ditandai dengan perkembangan populasi manusia yang disertai dengan perkembagan sarana dan prasarana fisik seperti perkembangan pemukiman transportasi, industri, dan lain-lain sebagai penunjang aktifitas penduduk kota. Perkembangan suatu perkotaan menjadi simbol kemajuan peradaban manusia, karena penduduk perkotaan cenderung mengikuti perkembangan zaman.

Tetapi, pada kenyataannya perkembangan/pembangunan lingkungan perkotaan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya manusia juga yang mengalami kerugian. Kerugian yang dialami manusia diantaranya banjir, menurunnya kualitas udara karena polusi, dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan perkotaan maju secara ekonomi, tetapi mundur secara ekologi. Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan kestabilan secara ekonomi.

Sebagai kota yang bertetangga dengan Ibukota Jakarta, Tangerang mengalami kemajuan yang hampir sama dengan Jakarta. Begitu pula dengan dampak terhadap lingkungannya. Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah masalah penataan ruang kota. Tata ruang kota Tangerang lebih ditujukan untuk


(16)

pembangunan pemukiman, perkantoran, sarana rekreasi dan industri, yang berakibat kepada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau berpepohonan dan danau/waduk yang berfungsi sebagai daerah resapan air juga untuk mengurangi polusi udara.

Menyadari keadaan tersebut, penataan lingkungan perkotaan yang berwawasan lingkungan menjadi sangat penting. Oleh karena itu kehadiran vegetasi dalam ruang terbuka hijau sangat diperlukan untuk mengimbangi tingkat polusi udara yang tinggi serta untuk daerah resapan air, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktifitas industri.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baikyang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Terbuka Hijau dimana di dalamnya termasuk Hutan Kota adalah bagian dari kawasan lindung yang merupakan kawasan perlindungan setempat.

Perkembangan ruang terbuka hijau memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik, agar fungsi dan peranan ruang terbuka hijau itu sendiri dapat terwujud secara optimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisien akan sangat membantu dalam perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, teknologi penginderaan jauh merupakan sarana yang tepat. Jika diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) akan menghasilkan informasi yang diperlukan untuk tata ruang kota.


(17)

Penginderaan jauh mampu memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif lebih akurat, serta cakupan wilayah yang luas. Kelebihan lain dari teknik penginderaan jauh dengan menggunakan satelit yaitu dapat menghasilkan data dijital yang selanjutnya dapat diolah secara kuantitatif dengan bantuan komputer, sehingga dihasilkan informasi yang lebih cepat dan akurat.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ada yaitu belum adanya data yang akurat yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan luasan ruang terbuka hijau yang diperlukan. Akan tetapi inti permasalahnnya adalah bagaimana mengintegrasikan data dari citra satelit dan data lainnya dengan Sistem Informasi Geografis sehingga menghasilkan suatu analisa mengenai evaluasi perubahan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.

1.3 Batasan Masalah

Pada pembuatan analisa ini penulis membatasi pembahasan mengenai interpretasi tutupan lahan, dan menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan ketentuan pemerintah serta mengevaluasi perubahan luasan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dengan menggunakan citra SPOT4, serta software Erdas 9.1 dan Arcview 3.3.


(18)

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa luas daerah yang diperlukan untuk ruang terbuka hijau di Kota Tangerang serta mengevaluasi perubahan luasan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.

Bagi penulis, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menginterpretasi lahan berdasarkan citra satelit serta mengolah data spasial dan data non spasial sehingga menjadi informasi yang diperlukan

1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi Penulis

Manfaat yang bisa penulis petik dalam pembuatan skripsi ini, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Penulis bisa lebih memahami pemanfaatan citra satelit serta pengolahan data spasial dan non spasial menjadi suatu informasi yang diperlukan

b. Bisa menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama penulis kuliah, baik mengenai analisis dan perancangan, serta bisa menerapkan ilmu Metodologi Penelitian, yaitu salah satu matakuliah yang penulis pelajari dalam penyususunan skripsi ini.

c. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mahasiswa Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.2 Bagi Akademik

a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi teori yang telah diperoleh selama kuliah.


(19)

b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan sebagai bahan evaluasi.

c. Memberikan gambaran tentang kesiapan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja dari hasil yang diperoleh selama belajar / kuliah

1.5.3 Bagi Pengguna

Hasil daripenelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tutupan lahan di Tangerang, sebagai penunjang dalam perencanaan dan pengembagan tataruang kota di Tangerang

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan, penulis menyusunnya ke dalam lima bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab tersendiri. Bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lain, dimana diawali dengan bab pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran. Sebagaimana terlampir di bawah ini yang terdiri dari :

BAB I :Pendahuluan

Bab ini mengemukakan gambaran umum yang berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan mengenai landasan teori yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian serta kondisi umum daerah penelitian.


(20)

BAB III:Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan secara rinci metodologi yang digunakan dalam proses analisis. Selain itu akan dibahas pula secara garis besar mengenai tahapan-tahapan yang digunakan oleh penulis untuk mencapai tujuan dari penelitian.

BAB IV : Hasil Pembahasan

Pada bab ini menguraikan tentang hasil dari penelitian yaitu menganalisa kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang

BAB V : Kesimpulan dan Saran


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan

Lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2000). Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang, seperti hasil reklamasi daerah pantai dan hasil penebangan liar (Illegal Logging).

Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 2000). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan kerusakan tanah juga dapat meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Untuk itu perlu dipikirkan jenis penggunaan sumberdaya lahan yang tidak menghabiskan potensi produksi di masa yang akan datang serta dapat

mempertahankannya untuk jangka waktu yang lebih lama, namun tetap dapat memaksimumkan besarnya penerimaan (Lillesand dan kiefer, 1994).

Penelitian ini mengelompokkan penggunaan lahan menjadi dua kategori, yakni ruang terbuka hijau dan pemukiman. Kelompok ruang terbuka hijau terdiri atas semak/belukar, kebun campuran, sawah dan lahan kosong.


(22)

2.2 Perubahan Penggunaan Lahan

Pada hakikatnya, perubahan penggunaan lahan memiliki makna yang sama dengan konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz, 2001).

Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutupan/penggunaan lahan. Di perkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan pertanian umumnya berubah menjadi permukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus, 2007). Di wilayah pedesaan polanya berbeda karena tutuntan lahan urban untuk

kebutuhan perumahan jauh lebih kecil dari perkotaan. Hal itu terjadi karena pertumbuhan penduduk di pedesaan sifatnya alami dan relatif kecil, bahkan banyak pedesaan yang mengalami pertumbuhan minus karena angkatan kerja diserap angkatan kerja di perkotaan.

Perubahan struktur penggunaan lahan terkait dengan tingkat efisiensi yang dimiliki dari penggunaan lahannya, dimana penggunaan lahan untuk aktivitas penggunaan lahan yang mampu memberikan tingkat efisiensi lebih tinggi akan menggantikan penggunaan lahan yang mempunyai tingkat efisiensi yang lebih rendah. Misalnya, petani akan cenderung mengkonversikan sawahnya ke


(23)

penggunaan lahan lain apabila pembudidayaan sawah tersebut tidak mampu memenuhi perkembangan standar tuntutan hidupnya (Saefulhakim,1996).

Perubahan penggunaan lahan dapat diamati dari data-data yang berbasis spasial, seperti peta penggunaan lahan pada beberapa titik tahun yang berbeda menggunakan bantuan Penginderaan Jauh (Inderaja).

2.3 Ruang Terbuka Hijau

2.3.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih

bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan

sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988).

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No. 26 Tahun 2007).

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh


(24)

tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007).

2.3.2 Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraruran Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007, status kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) dibagi kedalam 2 klasifikasi, yaitu :

1. RTHKP Publik, yaitu RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota

2. RTHKP Privat, yaitu RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi

Berdasarkan bobot kealamiannya bentuk RTH dapat dikalsifikasikan menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) RTH non-alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman, dll).

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear) dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear).

Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan Perdagangan; (b) RTH kawasan perindustrian; (c) RTH kawasan pemukiman; (d) RTH kawasan pertanian; dan (e) RTH kawasan khusus seperti pemakaman, lapangan olah raga, hankam


(25)

Jenis RTHKP meliputi : (a) taman kota; (b) taman wisata alam; (c) taman rekreasi; (d) taman lingkungan perumahan dan pemukiman; (e) taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; (f) taman hutan raya; (g) hutan kota; (h) hutan lindung; (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; (j) cagar alam; (k) kebun raya; (l) kebun binatang; (m) pemakaman umum; (n) lapangan olah raga; (o) lapangan upacara; (p) lapangan parkir terbuka; (q) lahan pertanian perkotaan; (r) jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); (s) sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; (u) kawasan dan jalur hijau; (v) daerah

penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden)

2.3.3 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Tujuan Penataan RTHKP adalah :

a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan b. mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan di perkotaan

c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah bersih dan nyaman

Fungsi RTHKP adalah :

a. pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan b. pengendali pencemaran kerusakan tanah, air dan udara

c. tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati d. pengendali tata air


(26)

Manfaat RTHKP adalah :

a. sarana untuk mencerminkan identitas daerah b. sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan c. sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial d. meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan

e. menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah f. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula g. sarana evakuasi dalam keadaan darurat

h. memperbaiki iklim mikro

i. meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan 2.3.4 Luas Minimum Ruang Terbuka Hijau

Luas RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Luasan ini mencakup RTHKP publik dan RTHKP privat (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007).

2.4 Sistem Informasi Geografis

2.4.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis

Terdapat banyak sekali definisi SIG yang dikemukakan oleh para pakar geografi. Diantaranya definisi SIG yang dikemukakan oleh

1. Rind (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis dan sumber daya manusia yang terorganisir yang secara efisien mengumpulkan,


(27)

menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk data yang berreferensi geografis”.

2. Aronoff (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan atau fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk di analisis.”

3. Raper (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa :

SIG terdiri dari komponen-komponen berikut, yaitu :

1. Perangkat keras komputer (hardware) 2. Perangkat lunak komputer (software) 3. Sumber daya manusia (brainware) 4. Data-data geografis

Gambaran SIG sebagai sebuah sistem meliputi :

1. Input : mengumpulkan dan menyimpan data 2. Proses : memanipulasi, meng-update, menganalisa


(28)

2.4.2 Komponen SIG 1. Perangkat Keras Komputer

Perangkat keras dalam SIG terdiri dari :

a. Perangkat masukan data :

i. keyboard dan mouse untuk memasukan perintah

ii. digitiser untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data vektor

iii. scanner untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data raster

b. Perangkat pemrosesan data : CPU c. Perangkat keluaran data :

i. monitor : menampilkan hasil pengolahan dalam layar ii. printer : mencetak hasil keluaran data spasial

iii. plotter : mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik untuk data vektor maupun data raster

iv. CD/DVD RW : memasukan data spasial kedalam CD atau DVD d. Perangkat penyimpanan data : harddisk, CD, DVD

2. Perangkat Lunak Komputer

Saat ini terdapat banyak perangkat lunak SIG yang berbasis vektor maupun raster. Perangkat lunak yang berbasis vektor diantaranya : ARC/INFO, Arc VIEW, Map INFO, AutoCad Map, dll. Sedangkan perangkat lunak yang berbasis raster diantaranya adalah : ILWIS, IDRISI, ERDAS, dll. Dari sekian banyak perangkat lunak SIG, pada dasarnya memiliki persamaan kemampuan atau fasilitas seperti :


(29)

a. Kemampuan untuk menangani pemasukan (input) data spasial

b. Kemampuan untuk memanajemen data baik spasial maupun non spasial c. Kemampuan untuk menganalisa data spasial

d. Kemampuan untuk mempresentasikan data hasil olahan e. Kemampuan impor/ekspor data

f. Interaksi dengan pengguna 3. Data-data geografis

Data-data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta-fakta di

permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relatif, maupun referensi secara absolut, dan disajikan dalam sebuah format yang

bernama ‘peta’

Referensi relatif berarti suatu data yang mungkin tidak memiliki referensi geografis sama sekali dikaitkan dengan data lain yang sudah memiliki referensi geografis. Misalnya data jumlah penduduk per-kecamatan dikaitkan dengan peta adminstrasi kabupaten

Referensi absolut berarti sebuah data sudah memiliki referensi geografis atau koordinat tertentu di permukaan bumi. Misalnya titik-titik lokasi SPBU yang diperoleh dengan GPS

Data geografis dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Data Grafis yang

menyimpan kenampakan-kenampakan permukaan bumi seperti jalan, penggunaan lahan, jenis tanah, sungai, dll; (2) Data Tabular yang menyimpan atribut yang menyertai kenampakan-kenampakan permukaan bumi tersebut, misalnya tanah yang memiliki atribut tekstur, kedalaman, ph, dll.


(30)

Struktur data spasial terdiri dari :

a. Struktur data raster

Struktur data raster merupakan struktur data yang sangat sederhana, dimana setiap informasi disimpan dalam petak-petak bujursangkar (grid), yang membentuk sebuah bidang. Petak-petak bujursangkar itu disebut

pixel(singkatan dari picture element). Posisi sebuah pixel dinyatakan dengan baris ke-m dan kolom ke-n. Data yang disimpan dalam format ini biasanya data hasil scanning, seperti gambar digital (citra dengan format BMP, JPG, GIF, dll), citra satelit digital (Landsat, Spot, dll)

b. Struktur data vektor

Struktur data vektor memiliki struktur data yang lebih rumit dibandingkan struktur raster. Data direpresentasikan kedalam tiga bentuk, yaitu titik, garis dan polygon. Data titik dalam komputer tersimpan dalam bentuk koordinat X, Y (koordinat kartesius). Data garis merupakan data titik-titik yang saling terhubung (X1,Y1), (X2,Y2), (X3,Y3), …, (Xn,Yn). Sedangkan data polygon merupakan data garis yang membentuk kurva tertutup (X1,Y1), (X2,Y2), (X3,Y3), …, (X1,Y1). Data yang tersimpan dalam format demikian disebut model data data spaghetti. Dalam model data ini keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya tidak tersimpan. Untuk dapat diolah dengan SIG, model data spaghetti ini harus dikonversikan menjadi model data yang menyimpan keterkaitan antar obyek. Model ini disebut dengan model topologi


(31)

4. Sumber daya manusia

Komponen terakhir yang tak kalah pentingnya daam SIG adalah sumberdaya manusia yang terlatih. Peranan sumberdaya manusia adalah untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan menggunakan kedua perangkat tersebut. Selain itu sumberdaya manusia juga berperan sebagai sistem analis yang berfungsi untuk menerjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG, sehingga permasalahan tersebut dapat diidentifikasi dan ditentukan cara pemecahannya.

2.4.3 Fungsi –fungsi Analisis dalam SIG

Fungsi-fungsi analisis SIG merupakan metode, yaitu bagaimana cara SIG menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kaitannya dengan perencanaan

keruangan. Menurut Aronoff secara umum dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok (Prahasta, 2007), yaitu :

1. Perolehan kembali (retrieval), (re)klasifikasi, pengukuran

Fungsi analisis dalam kelompok ini memiliki kesamaan cirri yaitu proses yang dilakukan tidak merubah data baik spasial maupun atibutnya. Perolehan kembali (retrieval) merupakan proses untuk menyeleksi dan menampilkan sebuah atau beberapa data yang memiliki kesamaan ciri atau sifat.

Re(klasifikasi) merupakan proses menandai (reassignment) kembali data-data menjadi kelompok-kelompok baru dengan kriteria tertentu.


(32)

2. Tumpang susun (overlay) peta

Tumpang susun peta (overlay) menghasilkan informasi yang sama sekali baru. Informasi baru ini dihitung dengan menggunakan persamaan matematis tertentu dari variable-variabel bebas yang menyusunnya (masukan data penyusunnya). Menurut persamaan matematis yang digunakan, tumpang susun peta dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

a. Tumpang susun aritmatika

Tumpang susun aritmatika menggunakan operasi matematika seperti tambah, kurang, kali dan bagi untuk memperoleh hasil tumpang susunnya

b. Tumpang susun logika

Tumpang susun logika menggunakan operasi logika seperti AND, OR dan XOR untuk memperoleh hail tumpang susunnya

c. Tumpang susun bersyarat (conditional)

Tupang susun bersyarat menggunakan pernyataan bersyarat IF……THEN…..ELSE untuk meperoleh hasil tumpang susunnya

3. Analisis permukaan/surface operation (analisis tetangga/neighbour operation) Analisis ini memperhatikan nilai-nilai tetangga di sekitar titik atau lokasi yang sedang dievaluasi. Misalnya berapa jumlah lokasi hot spot dalam radius 10 km dari sebuah taman nasional ? contoh lain dari analisis permukaan/tetangga ini adalah interpolasi. Interplasi adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu lokasi (misal ketinggian) yang belum diketahui berdasarkan lokasi-lokasi lain yang telah diketahui.


(33)

4. Keterkaitan (connectivity)

Fungsi-fungsi SIG yang termauk dalam kelompok keterkaitan adalah :

a. Fungsi persinggungan (contiguity function)

Fungsi persinggungan berguna untuk mencari data-data yang memiliki kesamaan sifat. Misalnya mencari HPH-HPH yang berbatasan langsung dengan taman nasional.

b. Fungsi kedekatan (proximity function)

Fungsi kedekatan berguna untuk mencari daerah penyangga (buffer zone) terhadap suatu obyek tertentu. Obyek tersebut bias berupa obyek titik, garis atau polygon. Misalnya mencari daerah penangga 1 km terhadap jalan atau sungai.

c. Fungsi penyebaran (spread function)

Fungsi ini berguna untuk menentukan penyebaran suatu fenomena.

Misalnya mencari seberapa luas daerah yang tergenang oleh waduk setelah sebua sungai dibendung.

d. Fungsi pencarian (seek function)

Fungsi ini berguna untuk menentukan cara atau jalan yang paling optimum untuk mencapai suau lokasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

e. Fungsi jaringan (network function)

Dengan analisis ini memungkinkan untuk membuat analisis pergerakan suatu obyek dari satu lokasi ke lokasi yang lain berdasarkan data jaringan. Misal jalan yang telah terhubung satu sama lain.


(34)

2.5 Penginderaan Jauh (Inderaja)

Penginderaan jauh (inderaja) atau remote sensing adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui karakteristik objek tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan Kiefer, 1994)

Menurut Hornby (Sutanto, 1998) citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor penginderaan jauh. Menurut Estes dan Simonett (Sutanto, 1998) interpertasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti

pentingnya obyek tersebut .

Konsep dasar dari remote sensing berasal dari contoh mata serangga yang mempunyai banyak sensor. Sensor tersebutlah yang mengidentifikasi, mensurvai dan mengukur radiasi dan panjang gelombang yang dipantulkan oleh objek yang diteilti dan kemudian dikategorikan.

Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor.

Di dalam remote sensing terdapat 2 tipe yaitu:

1. Berdasarkan tipe sumber energi

a. Remote sensing pasif : menggunakan sensor yang menangkap radiasi elektomagnetik yang dipancarkan dan dipantulkan oleh sumber alami.


(35)

b. Remote sensing aktif : menggunakan sensor yang menangkap pantulan balik atau respon dari suatu objek yang dilakukan oleh sumber buatan seperti radar.

2. Berdasarkan range panjang gelombang:

Remote sensing mengklasifikasikan 3 range panjang gelombang : a. Remote sensing dengan gelombang visible dan inframerah b. Remote sensing dengan thermal (panas / suhu) inframerah c. Remote sensing dengan gelombang micro.

Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian

diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra.

Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra. Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan butir, yaitu rona atau wama, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs dan asosiasi (Lillesand dan Kiefer, 1994)


(36)

Pada dasamya obyek di permukaan bumi ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu tanah, air dan vegetasi. Ketiga obyek tersebut secara alami mempunyai bentuk dan sifat berbeda, sehingga apabila dipotret dengan

mengunakan panjang gelombang tertentu akan menghasilkan karakteristik refiektan yang berbedabeda. Karakteristik reflektan dari obyek permukaan bumi (tanah, air dan vegetasi) dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan citra pengirideraan jauh yang digunakan dan dasar dalam interpretasi obyek.

Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian utama yang tidak terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan pemanfaatan data produk ruas bumi. Data yang diperoleh dari sensor penginderaan jauh menyajikan informasi penting untuk membuat keputusan yang mantap dan perumusan kebijakan bagi berbagai penerapan pengembangan sumberdaya dan penggunaan lahan.

2.5.1 Jenis-jenis Penginderaan Jauh 1. Penginderaan Jauh Sistem Fotografik

Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang di dalam merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film sebagai detektor band, menggunakan tenaga elektromagnetik yang berupa spektrum tampak dan atau perluasannya. Perluasan spektrum tampak dapat berupa saluran inframerah dekat maupun saluran ultraviolet dekat, perekaman obyek atau pemotretannya dapat dilakukan dari udara maupun dari antariksa. Hasil rekamannya setelah diproses menjadi foto udara atau foto satelit. Tiga ciri ini secara keseluruhan membedakan penginderaan jauh sistem fotografik terhadap penginderaan jauh sistem non fotografik. Sesuai dengan kepekaan filmnya maka foto udara dibedakan atas:


(37)

(1) foto ultraviolet, (2) foto ortokromatik, (3) foto pankromatik hitam putih, (4) foto pankromatik berwama, (5) foto inframerah hitam putih, (6) foto inframerah berwama dan (7) foto multispektral. Film pankromatik peka terhadap panjang gelombang 0,36 um hingga 0,72 um. Kepekaannya hampir sama dengan kepekaan mata manusia sehingga hal ini merupakan salah satu keunggulan film pankromatik, karena kesan ronanya sama dengan kesan mata yang melihat obyek aslinya (Prahasta, 2007)

2. Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Penginderaan jauh sistem satelit adalah suatu sistem penginderaan jauh yang dalam merekam objek menggunakan sensor yang terdapat pada satelit

2.5.2 Teknologi Penginderaan Jauh

Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data,

pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dsb.

Resolusi Sensor adalah rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi penginderaan jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral, dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.


(38)

Resolusi Spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)

permukaan bumi yang bisa dibedakan dgn bentuk permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur.

Resolusi Spektral adalah dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor.

Resolusi Temporal adalah frekwensi suatu sistem sensor merekam areal yang sama (revisit).

Resolusi Radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor terhadap aliran radiasi (radiant flux) yang dipantulkan/diemisikan oleh obyek

2.6 GPS

Global Positioning Sistem (GPS) adalah kumpulan (konstelasi) dari 24 satelit NAVTAR (Navigation satellite Timing and ranging) yang dikembangkan oleh the United State Department of Defence (DoD), semula dipakai untuk

memenuhi kebutuhan militer dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu secara teliti dalam segala cuaca baik di daratan, lautan, dan udara. Dengan persetujuan US Congress, GPS kemudian dikembangkan untuk aplikasi non-militer. Dalam sejarah perkembangannya, GPS merupakan proyek lanjutan dari sistem satelit TRANSIT atau Satelit Doppler yang juga telah dikembangkan untuk aplikasi non-militer

2.6.1 Segmen GPS

GPS sebagai suatu sistem terdiri dari tiga segmen utama, yakni space segmen, control segmen, dan user segmen.


(39)

Space

Space segmen merupakan subsistem yang berada di angkasa, terdiri dari 24 satelit (21 aktif dan 3 cadangan) yang mengorbit pada ketinggian 20.200 km dari

permukaan bumi. Dua puluh empat satelit tersebut mengorbit dalam enam bidang orbit, masing-masing bidang orbit memuat empat satelit. Dengan kumpulan satelit seperti tersebut, disembarang tempat di muka bumi akan dapat diamati sekurang-kurangnya empat satelit pada setiap waktunya (24 jam sehari, 7 hari semnggu).

Control

Segmen Kontrol merupakan “otak” dari GPS. Sistem satelit GPS dikendalikan dari Falcon Air Force Base di Colorado Springs, Colorado USA. Segmen ini juga dilengkapi dengan empat stasiun monitoring dan empat stasiun distribusi Masing-masing satelit akan melewati stasiun monitoring dua kali sehari.

User

User atau pengguna adalah semua pengguna yang memanfaatkan sinyal satelit GPS untuk navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan receiver GPS dan perangkat lunaknya.

2.6.2 Sistem Kerja GPS

Teknik penentuan posisi GPS adalah dengan cara mengetahui dan mengukur jarak serta posisi dengan menggunakan beberapa satelit yang

mengirimkan feedback terhadap receiver GPS, sehingga dari interseksi sinyal dari beberapa satelit akan didapatkan posisi tepat dimana receiver GPS itu berada di permukaan bumi. Pengukuran berdasarkan sinyal tiga satelit hanya akan mendapat


(40)

posisi 2D, sedangkan untuk mendapatkan hasil posisi 3D yang akurat dibutuhkan hasil pengamatan minimal 4 sinyal satelit.

2.6.3 Aplikasi GPS

Secara umum, produk GPS dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama yakni tipe Navigasi, Mapping & GIS, serta tipe Engineering & Construction. Tipe navigasi merupakan cikal bakal GPS. Alat ini lebih banyak digunakan untuk memandu menuju lokasi serta menemukan kembali lokasi tersebut. Garmin termasuk unggul dalam teknologi GPS navigasi. Tipe mapping & GIS dirancang untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan suatu alat yang mampu merekam data garis, titik, dan area secara cepat, tepat, dinamis serta komprehensif antara feature dengan atributnya.

Berbagai bidang yang telah memanfaatkan GPS tipe Mapping & GIS diantaranya: kehutanan, perencanaan wilayah/kota, lingkungan, utilitas, NGO, transportasi, perdagangan, hankam, dll. Di bidang kehutanan, sejak lama GPS telah digunakan sebagai referensi dalam mencari posisi akurat pada citra satelit. Pada perkembangannya, proses perencanaan, site selection, penyusunan

kompartemenisasi, perencanaan dan pemeliharaan jalan, perencanaan dan pemeliharaan tata batas, telah banyak memanfaatkan teknologi GPS. Kendala noise awan dan bayangan, meski tidak dapat dihilangkan sama sekali, namun dengan pemahaman yang benar akan teknik-teknik perekaman data di lapangan menjadikan GPS tetap dapat diandalkan.


(41)

2.7 SPOT4

Sesuai namanya, SPOT4 merupakan anggota keempat dari keluarga SPOT. Seperti pendahulunya SPOT4 diluncurkan ke orbit dengan menggunakan Ariane Launcher. SPOT4 di desain dan dikembangkan oleh CNES (Centre National d'Études Spatiales) sebuah badan luar angkasa milik Perancis. Satelit SPOT merupakan satelit sipil yang memimpin dalam observasi lahan.

Sistem SPOT terdiri dari tiga satelit (SPOT2, SPOT4 dan SPOT5); orbit dan segmen pengontrol di bumi; jaringan global stasiun penerima dan

pemrosesan; jaringan pendistribusian produk dan pemasaran.

Citra SPOT telah beroperasi sejak Februari 1986. Pada bulan Maret 1998 SPOT4 menambah kemampuan baru dari keluarga SPOT. Performanya

ditingkatkan dengan menambahkan shortwave infrared spectral band (SWIR).

Satelit-satelit SPOT didesain untuk memperoleh gambaran dari bumi dengan cara citra diambil dalam beberapa waktu yang berbeda, sehingga dapat dibandingkan satu sama lain. Hal ini hanya dapat dilakukan jika setiap satelit spot berada dalam orbit yang sama persis.

Karakteristik orbit SPOTadalah sebagai berikut:

1. Bertahap, yang artinya satelit melewati orbit secara berulang melalui sebuah “ground point” setiap sejumlah hari. Satu putaran satelit SPOT memerlukan waktu 26 hari untuk melengkapi 369 revolusi orbital. Periode orbitalnya adalah 101,5 menit.

2. Sun-synchronous, sudut antara pesawat orbital dengan arah matahari hampir konstan yaitu 22,5°.


(42)

3. Dekat kutub. Karakteristik ini merupakan konsekwensi dari dua karakteristik sebelumnya. Kecenderungan orbit dengan pesawat di equator sekitar 98,8°. Karakteristik ini memungkinkan untuk mencakup seluruh permukaan bumi.

2.8 Kondisi Umum Daerah Penelitian 2.8.1 Letak Geografis

Secara astronomis Kota Tangerang terletak pada posisi 106° 36’ - 106° 42’ Bujur Timur (BT) dan 6° 6’ - 6° Lintang Selatan (LS).

2.8.2 Penggunaan Lahan

Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas wilayah 17.729,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besamya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha (57,12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota yang ada melalui perencanaan kota yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Data terakhir menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang meliputi:

1. Pemukiman (5.988,2 Ha) 2. Industri (1.367,1 Ha)

3. Perdagangan dan Jasa (608,1 Ha) 4. Pertanian (4.467,8 Ha)

5. Lain-lain (819,4 Ha) 6. Belum terpakai (2.66,4 Ha)


(43)

7. Bandara Soekarno - Hatta (1.816,0 Ha)

Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berkaitan dengan zoning di Kota Tangerang, pusat kota ditetapkan di Kecamatan Tangerang. Kawasan pengembangan terbatas di bagian Utara (Kecamatan Benda dan Batuceper) masih mengikuti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lama. Kecamatan Batuceper masih diarahkan untuk kegiatan pergudangan, industri dan perumahan susun. Kecamatan Benda yang wilayahnya meliputi sebagian Bandara Internasional Soekarno - Hatta diarahkan sebagai ruang terbuka hijau dan buffer (pengaman) bandara, yang masih konsisten dengan RTRW sebelumnya. Sedangkan Kecamatan Ciledug tetap diarahkan untuk kegiatan perumahan tapi dengan penegasan yang lebih jelas antara skala menengah dan kecil. Kecamatan Jatiuwung di bagian Barat Kota Tangerang diarahkan untuk kegiatan industri dengan pengembangan terbatas, serta permukiman penunjang industri. Kawasan tersebut tidak diarahkan untuk penambahan industri baru tapi untuk perluasan kegiatan yang sudah ada saja.

Perkembangan suatu wilayah dapat di prediksi pertumbuhan penduduk atau perkembangan permukiman. faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman, antara lain jarak terhadap jalan utama, jarak dari pusat aktivitas, kenaikan harga lahan dan jumlah penduduk. Dengan menggunakan klasifikasi terbimbing, didapat evaluasi perubahan pemukiman di kota Depok. Perkembangan permukiman yang terjadi antara tahun 1997-2006 Hal ini dikarenakan wilayah depok merupakan kawasan penyangga (hinterland) bagi kota jakarta. juga disebabkan banyaknya pengembang (developer) dan banyaknya


(44)

masyarakat mulai berekspansi mendirikan permukiman disekitar wilayah Depok. Penggunaan citra Landsat tidak maksimal pada proses klasifikasi, dikarenakan adanya striping dan resolusi spasial yang besar yaitu 30 m X 30 m. Proses klasifikasi akan lebih maksimal jika menggunakan citra yang memiliki resolusi spasial kecil, seperti SPOT5, IKONOS atau QUICKBIRD (Budianti, 2008).


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 hingga Maret 2010, dengan lokasi penelitian di Kota Tangerang Banten. Pengolahan dan analisis data dilakukan di kantor Lembaga Penelitian dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Pekayon Pasar Rebo Jakarta Timur.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari Citra SPOT4 yang diperoleh dari LAPAN, dan survey lapangan. Citra SPOT4 yang digunakan adalah Citra SPOT4 tahun 2007 path 284 row 362 dengan 4 band. Dan Citra SPOT4 tahun 2009 path 284 row 362 dengan 3 band.

Data sekunder meliputi peta digital Kota Tangerang dari LAPAN dan data luasan RTH dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang.

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak Arc View GIS versi 3.3 dan ERDAS IMAGINE 8.5, dan GPS Garmin

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap pengumpulan data, (2) Tahap Pengolahan Data, dan (3) Tahap analisis data.


(46)

3.3.1 Tahap Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan, yaitu : a. Study Literatur

Merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara membaca buku-buku referensi yang dapat dijadikan acuan pembahasan dalam masalah ini. Bukan hanya buku saja yang penulis jadikan referensi, namun juga materi dan data yang terdapat di situs internet yang membahas mengenai citra satelit dan Sistem Informasi Gegrafis, serta data dan informasi pada beberapa instansi pemerintah terkait, seperti data batas wilayah dari Dinas Tata Kota Tangerang

b. Observasi

Merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara melakukan ground check klasifikasi lahan dengan menggunakan GPS.

3.3.2 Tahap Pengolahan Data

Untuk analisis citra digital dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu reproject image, koreksi geometrik, dan klasifikasi.


(47)

3.3.2.1Diagram Alir Penelitian

3.3.2.2Reproject Image

Reproject image diperlukan untuk mengubah proyeksi dari image. Karena kita akan menggunakan proyeksi UTM, maka citra yang proyeksinya bukan UTM harus diubah menjadi UTM terlebih dahulu. Caranya adalah sebagai berikut : 1. Buka program Erdas Imagine 8.5 hingga muncul tampilan sebagai berikut :

Citra SPOT4 Tahun 2007 Citra SPOT4 Tahun 2009

Reproject Image Koreksi Geometris

Subset Image Klasifikasi

Recoding

Luas RTH Tahun 2007 dan 2009 Citra Landsat

Tahun 2001

Peta Digital Kota Tangerang


(48)

2. Klik Icon DataPrep Reproject Images, akan muncul tampilan sebagai berikut :

3. Lakukan Langkah-langkah sebagai berikut :

a. Input File : Nama File yang akan di reproject b. Otput File : Nama file baru hasil reproject c. Categories : UTM WGS 84 South

d. Projection : UTM Zone 48 (Range 102E – 108E) e. Units : meters

f. X : 20

g. Y : 20

h. Klik OK


(49)

3.3.2.3Koreksi Geometrik

Menurut Jensen (Budianti, 2008) Koreksi Geometrik adalah perujukan titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di lapang atau di peta topografi. Pasangan titik-titik ini digunakan untuk membangun fungsi matematis yang menyatakan hubungan antar posisi sembarang titik pada citra dengan objek yang sama pada peta maupun lapangan. Proses koreksi geometrik diawali dengan merektifikasi citra ke peta Rupabumi (image to image rectification) berdasarkan GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra yang dikoreksi dan bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama

Tahapan koreksi geometris yang dilakukan sebagai berikut :

1. Buka program ERDAS Imagine sehingga muncul tampilan menu bar,

kemudian klik ikon untuk menampilkan image

2. Buka image pada viewer #1 sebagai image yang belum terkoreksi dan viewer #2 sebagai image atau vector yang telah terkoreksi digunakan untuk acuan. 3. Pada viewer #1 klik menu RasterGeometric CorrectionPilih


(50)

4. Kemudian muncul dialog seperti berikut :

5. Klik menu Projection

6. Pilih isian Map units dengan satuan Meters

7. Klik Menu Add/Change Projection sehingga keluar tampilan (Edited) Projection Chooser.

8. Klik Custom lalu isi pilihan sesuai perintah berikut :

9. Klik icon Close

10. Pilih option Exiting Viewer → Klik OK, kemudian muncul dialog Viewer Selection Intructions. Dialog ini mengkonfirmasikan viewer mana yang akan


(51)

digunakan sebagai acuan. Karena yang dijadikan acuan adalah viewer #2 maka klik pointer/kursor pada image yang berada di viewer #2. Tampilan akan berubah menjadi tampilan sebagai berikut :

11. Dengan menggunakan icon tentukan posisi dari suatu piksel yang bisa dikenali pada piksel dari image acuan. Cocokkan antara GCP pada image yang akan dikoreksi dengan Image acuan sampai benar-benar terletak pada satu piksel yang sama.

12. Buatlah GCP paling minimal 4 buah pada tempat yang diketahui nilai atau posisinya

13. Setelah titik GCP yang dibuat lebih dari 4 (empat ) maka nilai RMS Error akan muncul pada tabel. Nilai RMS error akan semakin kecil apabila posisi GCP koreksi benar-benar sama dengan GCP acuan. Usahakan nilai RMS


(52)

Error nilainya di kedua image sehingga 14. Untuk hasil yang

menyebar di semu

15. Jika telah selesai dalam Geo Corre berikut :

16. Tunggu proses kom

Ketelitian kore kecil nilai RMS-Error setiap GCP dihitung de RMS-Error = Dimana : = koor

di bawah 0.5 yaitu dengan cara menggeser hingga posisinya benar-benar sama.

ang lebih baik, buatlah titik GCP sebanyak mua area.

ai save hasilnya dengan mengklik ikon Resam orrection Tools. Sehingga akan muncul kotak

komputer, kemudian klik OK setelah proses sel

n koreksi geometris ditentukan oleh nilai RMS-Err ror, berarti semakin teliti penentuan GCP di citr ung dengan persamaan (Jensen, 1996) :

koordinat titik pada citra acuan

er titik GCP pada

yak mungkin dan

sample Image kotak dialog seperti

selesai

Error. Semakin itra. RMS-Error


(53)

= koor 3.3.2.4Pemotongan C

Subset image kita kerjakan. Hal ini mengolahnya.

Langkahnya adalah se 1. Buka image yang a 2. Buka juga vektor 3. Select vektor terse

4. Klik menu AOI 5. Klik menu File 6. Beri nama file AO

koordinat titik pada citra yang akan dikoreksi gan Citra (SubsetImage)

dilakukan untuk memotong image sesuai de ini untuk mengecilkan area kerja, sehingga

h sebagai berikut : ng akan dipotong

or yang akan digunakan untuk memotong rsebut, sehingga tampilannya adalah sebagai be

→ Copy Selection to AOI → Save → AOI Layer As…

OI Klik OK

dengan yang akan gga mudah untuk


(54)

7. Klik Icon Data Prep Subset Image, akan muncul kotak dialog sebagai berikut :

8. Beri nama file yang akan dipotong 9. Beri nama file hasil pemotongan

10. Klik Tombol AOI, akan muncul kotak dialog sebagai berikut :

11. Pilih file AOI Klik OK


(55)

3.3.2.5Interpretasi Lahan

Pada tahap interpretasi visual seharusnya dilakukan perbandingan kenampakan karakteristik obyek-obyek pada Citra SPOT4 tahun 2007 dan 2009. untuk membantu pengamatan visual obyek dapat dilakukan dua pendekatan yaitu pemilihan band yang tepat dan penggunaan kunci interpretasi. Pemilihan kombinasi band yang tepat dilakukan dengan pendekatan nilai OIF (Optium Index Factor), kunci interpretasi yang digunakan yaitu rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola dan situs. Beberapa obyek yang dapat diamati pada citra antara lain permukiman, sawah, semak belukar dan sungai/danau kemudian ditentukan daerah contoh (training area). Tetapi pada penelitian ini penentuan daerah contoh dilakukan dengan cara memasukan titik-titik hasil survey lapangan dengan menggunakan GPS.

3.3.2.6Klasifikasi Citra

Untuk menetapkan kelas-kelas penggunaan lahan dilakukan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) pada kedua Citra Landsat. Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan area contoh (training area) yang telah ditentukan sebelumnya yaitu dengan menggambarkan poligon-poligon pada citra dengan karakteristik spektral tertentu

Tahapan Klasifikasi Terimbing adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan kegiatan klasifikasi terbimbing, terlebih dahulu buat

Training Areanya (Signature). Klik ikon panel Classifier sehingga akan muncul tampilan seperti berikut ini.


(56)

Gambar Classifier

Kemudian pilih Signature Editor dan muncul dialog box berikut.

2. Buka View yang akan diklasifikasi (*.img). Kemudian deliniasi dengan menggunakan AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas klasifikasinya. Setiap membuat AOI beri keterangan pada Signature Editornya


(57)

3. Save file (*.sig) hasil training area setelah semua kriteria kelas klasifikasi diambil sampelnya. Sampel dari satu kelas klasifikasi bisa lebih dari satu sampel, tergantung penyebaran pada image tersebut


(58)

4. Klik ikon panel Classifier | Supervised Classification, sehingga muncul dialog box berikut

5. Warna dapat diganti sesuai dengan keinginan kita yaitu dengan mengubah atributnya. Buka file hasil klasifikasi (*.img) pada window viewer, Klik Raster pada menu bar, kemudian pilih atribut Attributes.

Setelah proses klasifikasi dilakukan, tahapan selanjutnya adalah Recoding. Tahapan-tahapan Recoding sebagai berikut :

1. Dari menu bar Erdas Imagine, klik icon kemudian muncul kotak dialog lalu pilih GIS Analysis ½ Recode sehingga keluar tampilan berikut :


(59)

2. Klik Setup Recode untuk mengelompokan baris-baris (row) atribut yang memiliki kelas klasifikasi yang sama

3. Klik OK, dan tunggu prosesnya

4. Klik pada viewer untuk menampilkan data recode yang telah kita buat. Lalu klik menu bar Raster | Attribute , edit atributnya sesuai dengan nomor pengelompokannya


(60)

3.3.3 Tahap Analisis Data

Penghitungan luasan ruang terbuka hijau berdasarkan hasil klasifikasi dilakukan untuk mengetahui luasan ruang terbuka hijau pada tahun 200 dan 2009 apakah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Sealin itu juga digunakan untuk mengetahui pergeseran penggunaan lahan di Kota Tangerang.

3.4 Pengecekan Lapang

Pengecekan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengumpulan informasi mengenai kondisi di daerah penelitian, seperti penggunaan lahan, kondisi permukiman, dan sebagainya. Pengecekan lapang bertujuan untuk membandingkan antara hasil analisis data dengan kondisi sebenarnya


(61)

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1 Analisis Citra Digital

Sebelum menganalisis suatu citra, dilakukan beberapa persiapan diantaranya adalah pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Data yang paling utama dalam penelitian ini adalah Citra SPOT4 daerah penelitian. Citra SPOT4 diperoleh dari LAPAN yang terletak di Pasar Rebo Jakarta Timur. Setelah citra diperoleh, tahapan selanjutnya adalah konversi/format data. Hal ini berguna untuk membantu peneliti dalam proses selanjutnya.

4.1.1 Koreksi Geometrik

Akurasi koreksi geometrik citra diperoleh berdasarkan nilai Root Mean Square Error (RMS-error). Nilai RMS-error rata-rata hasil koreksi geometrik Citra Landsat-5-TM+1997 dengan citra Landsat tahun 2001 adalah (Tabel 1).

Akurasi yang baik adalah jika tepat objek dan nilai RMS-error kurang dari satu yang menunjukan bahwa penyimpangan pergeseran objek/titik pada citra tidak melebihi satu piksel (20x20 meter).

Penyimpangan posisi citra dapat terjadi karena perekaman citra satelit oleh sensor sering mengalami distorsi, pergeseran secara alami dari objek selama perekaman maupun ketidakakuratan proses digitasi pada Peta Rupabumi


(62)

Tabel 1 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra SPOT4 2007 dengan Citra Landsat ETM 5+ Tahun 2001

Point X Input Y Input X Ref. Y Ref. RMS

Error GCP1 682184.000 9323251.000 681848.250 9323167.250 0.115 GCP2 681104.000 9318111.000 680764.073 9318023.503 0.182 GCP3 693704.000 9319351.000 693390.750 9319263.250 0.171 GCP4 681164.000 9312031.000 680822.250 9311938.750 0.117 GCP5 706464.000 9308951.000 706173.000 9308853.626 0.082

RMS Error Rata-rata 0.133

Tabel 2 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra SPOT4 2009 dengan Citra Landsat ETM 5+ Tahun 2001

Point X Input Y Input X Ref. Y Ref. RMS

Error GCP1 683899.547 9324076.999 683154.000 9323767.000 0.066 GCP2 680224.000 9319837.000 679474.000 9319527.000 0.082 GCP3 677984.000 9311177.000 677234.000 9310867.000 0.027 GCP4 702782.228 9317497.001 702074.000 9317187.000 0.017 GCP5 710164.000 9307217.000 709474.000 9306907.000 0.007


(63)

Tabel di atas menunjukan nilai RMS error dari setiap titik (GCP) yang dimasukan pada citra acuan (Citra Landsat ETM 5+ tahun 2001) dan citra yang akan dikoreksi (Citra SPOT4 Tahun 2007 pada tabel 1 dan Citra SPOT4 Tahun 2009 pada Tabel 2). Nilai RMS Error menunjukan posisi GCP citra yang dikoreksi mendekati posisi GCP pada citra acuan. Semakin kecil nilai RMS-Error berarti ketelitian penentuan GCP pada citra semakin teliti. Nilai rata-rata RMS-Error pada tabel 1 dan tabel 2 masing-masing adalah 0,133 dan 0,039 artinya pergeseran titik pada kedua citra kurang dari 1 piksel.

4.1.2 Interpretasi Visual Citra SPOT4

Setiap objek yang terdapat pada citra memiliki kenampakan yang khas, kombinasi band yang digunakan dalam membantu pengenalan objek adalah 123 (RGB). Kombinasi band 123 (RGB) pada citra SPOT4 memiliki kekontrasan yang tinggi dimana objek-objek yang terdapat dalam citra dapat dengan mudah dibedakan karena kualitas citra komposit dan hasilnya lebih baik (Gambar 4.1 dan 4.2)


(64)

(65)

(66)

123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Gambar 4.2 merupakan hasil pemotongan Citra SPOT4 tahun 2009 kombinasi Band 123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Warna yang terlihat dominan pada kedua gambar di atas adalah warna hijau keabu-abuan dan warna merah. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan daerah yang berwarna hijau keabu-abuan merupakan daerah pemukiman dan perkantoran yang sarat dengan bangunan, sedangkan warna merah menunjukan daerah persawahan, perkebunan dan lapangan hijau.

Interpretasi objek pada citra dilakukan dengan pengecekan langsung di lapangan karena keterbatasan band citra segingga tidak dapat menggabungkan unsur-unsur interpretasi diantaranya rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola dan situs.

4.1.3 Penentuan Daerah Contoh (Training Area)

Pengambilan contoh pada masing-masing kelas penutupan/penggunaan lahan dilakukan secara visual berdasarkan kenampakan warna yang relatif homogen dengan pola tertentu dengan mempertimbangkan kemudahan penarikan batas pada setiap kelas penutup lahan. Pada citra ditentukan daerah contoh (training area) untuk permukiman, kebun campuran, danau/sungai, , dan lahan kosong.

4.1.4 Klasifikasi dan Penilaian Hasil klasifikasi

Setelah memperoleh daerah contoh (training area) dilakukan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi beberapa tipe penutupan/penggunaan lahan diketahui secara apriori melalui kombinasi orientasi wilayah, analisis visual peta dan pengalaman pribadi.

Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan adalah algoritma kemiripan maksimum (Maximum Likelihood Classification/MLC). Hasil klasifikasi dengan MLC pada Citra SPOT4 tahun 2007 menghasilkan 4 kelas penutupan/penggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun campuran, danau/sungai, dan lahan kosong,. Sedangkan pada Citra Landsat tahun 2006


(67)

danau/sungai, lahan kosong, dan awan. Pembagian kelas awan dilakukan karena hasil foto yang dilakukan oleh Citra SPOT4 2009 terdapat awan yang menghalangi kelas penutupan/penggunaan lahan.

4.2 Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2007 dan 2009

Pola penggunaan lahan merupakan refleksi aktivitas manusia pada suatu lahan, sedangkan penutupan lahan merupakan kenampakan yang ada atau terlihat di permukaan bumi. Penutupan lahan mencerminkan penggunaan lahan di lapangan tetapi pada kondisi tertentu penutupan lahan tidak dapat menjelaskan penggunaan lahan yang sesungguhnya. Hal ini biasa terlihat ketika pada citra objek teridentifikasi sebagai permukiman padahal ketika dilakukan pengecekan lapang, kawasan tersebut di dominasi dengan lahan kosong. Hal ini disebabkan pantulan spektral yang tertangkap oleh citra adalah permukiman karena posisi lahan kosong banyak disekitar permukiman.

Hasil klasifikasi pada kedua Citra SPOT4 menghasilkan peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2007 (Gambar 4.3) dan 2009 (Gambar 4.4) dengan kelas penutupan/penggunaan lahan berupa : permukiman, lahan kosong, kebun campuran, dan sungai/danau.


(68)

(69)

(70)

Gambar 4.3 d menunjukan peruma persawahan, warna bi lahan kosong atau la Tangerang yang tertut Dari kedua ga Kota Tangerang, hal i oleh perumahan. Teta banyak dibandingkan campuran pada tahun 20

Gambar 4. Pada gambar penelitian pada tahun ha, Kebun Campuran 3.6

4.3 dan 4.4 menunjukan hasil klasifikasi citra umahan, warna hijau merupakan kebun

biru menunjukan danau atau sungai, warna cokl lapangan sedangkan warna putih menunjukan

tutup awan.

gambar di atas, terlihat warna merah mendom hal ini menunjukan bahwa wilayah Tangerang le

etapi juga terlihat pada gambar 4.4 warna hija an pada gambar 4.3, hal ini berarti ada peningka hun 2009 dibandingkan tahun 2007.

r 4.5 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2007 bar 4.5 menunjukan luas area penggunaan la hun 2007 yaitu : Sungai/Danau 60,7 ha, Perum

an 3.631,56 ha dan Lahan Kosong 493 ha

tra. Warna merah bun campuran dan oklat menunjukan ukan wilayah Kota

ndominasi wilayah lebih di dominasi hijau terlihat lebih gkatan luas kebun

hun 2007

n lahan di daerah umahan 11.210,52


(71)

Gambar 4. Pada gambar penelitian pada tahun ha, Kebun Campuran 5.6

Dilihat dari ha Tangerang sebagai be menurun 1.045,84 h

Kosong meningkat 1.370,36 ha 4. 3 Perubahan Lu

Dari hasil klas adalah kebun campur terdiri dari kebun, saw Luas Ruang T dan persentase peruba Ta

4.6 Diagram Batang Penggunaan Lahan Tahun 2009 bar 4.6 menunjukan luas area penggunaan la hun 2009 yaitu : Sungai/Danau 103,8 ha, Perum

an 5.646,32 ha dan Lahan Kosong 1.863,36 ha. hasil klasifikasi terjadi perubahan penggunaan i berikut : Sungai/Danau meningkat 43,1 1.045,84 ha, Kebun Campuran meningkat 2014,76

1.370,36 ha.

Luas Ruang Terbuka Hijau

klasifikasi, yang dikelompokan ke dalam Ruang puran. Karena pada pengecekan lapangan ke awah dan taman.

Terbuka Hijau dapat dilihat pada tabel 3 seda ubahan luas Ruang Terbuka Hijau dapat dilihat pa

Tabel 3 Jumlah Luas Ruang Terbuka Hijau

hun 2009

n lahan di daerah umahan 10.164,68 1.863,36 ha.

aan lahan di Kota 43,1 ha, Perumahan 2014,76 ha dan Lahan

uang Terbuka Hijau n kebun campuran

edangkan proporsi hat pada tabel 4.


(72)

Tahun RTH 2007 3.631,58 2009 5.646,32

Tabel 4 Persentase Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun Luas Persentase

2007 3.631,58 20,48% 2009 5.646,32 31,84%

Berdasarkan Tabel 4, Kota Tangerang memiliki Ruang Terbuka Hijau yang cukup luas. Tingginya luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang dikarenakan di Kota Tangerang terdapat Bandara Soekarno Hatta yang sebagian besar area nya berupa lapangan rumput yang dalam proses klasifikasi di terlihat sebagai kebun campuran.

Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang meningkat 11,36% dari tahun 2007 ke tahun 2009, hal ini di karenakan banyak perumahan yang membangun fasilitas umum berupa taman-taman, begitu pula dengan perkantoran yang memanfaatkan lahan yang tidak terpakai untuk bangunan sebagai taman.


(73)

Gambar 4.7 G Data pada Dina kota Tangerang sebes RTH yang mereka mi Sedangkan RTH yang

4.4 Kebutuhan R Berdasarkan P Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang tela Tahun 2007 dengan 2007 dan meningkat m

4.7 Grafik Persentase RTH Kota Tangerang Tahun Dinas Kebersihan dan Pertamanan menunjuka esar 0,2% dari luas wilayah. Luasan ini kecil di miliki adalah luas RTH yang dikelola oleh Pem ng dikelola oleh masyarakat tidak dihitung luas

Ruang Terbuka Hijau

n Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Ta jau Minimal 20% dari luas wilayah. Dan berda elah memenuhi Peraturan Menteri Dalam N

n memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% t menjadi 31,84% pada tahun 2009 dari luas wi

hun 2007 dan 2009 ukan luas RTH di l dikarenakan data emkot Tangerang. uasannya.

1 Tahun 2007 Luas rdasarkan Tabel 4, Negeri Nomor 1 20,48% pada tahun


(74)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Citra SPOT4 dalam penelitian digunakan untuk memantau (monitoring) perubahan penutupan penggunaan lahan. Dalam menganalisis suatu citra dibutuhkan beberapa tahapan diantaranya adalah : klasifikasi, interpretasi visual citra SPOT4 dan training area. Tahapan yang paling penting adalah klasifikasi, dengan klasifikasi dapat diketahui tata guna lahan yang ada.

2. Dilihat dari hasil klasifikasi terjadi perubahan penggunaan lahan di Kota Tangerang sebagai berikut : Sungai/Danau meningkat 43,1 ha, Perumahan menurun 1.045,84 ha, Kebun Campuran meningkat 2014,76 ha dan Lahan Kosong meningkat 1.370,36 ha.

3. Kota Tangerang telah memenuhi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada tahun 2009 dari luas wilayahnya.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan yang sejenis dan lebih luas lingkupnya, misalnya penelitian kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dan emisi karbon dioksida (CO2) dengan menggunakan citra berresolusi lebih


(75)

tinggi seperti SPOT5, IKONOS dan QUICKBIRD sehingga diperoleh data yang lebih baik.

Kota Tangerang dapat membangun ruang terbuka hijau pada daerah-daerah yang padat pemukiman dengan membangun fasilitas-fasilitas umum sehingga luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.


(76)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Eva, N. Budianti 2008. Evaluasi Perubahan Pemukiman dengan Pendekatan Penginderaan Jauh (Inderaja) Kota Depok Jawa Barat. Skripsi S1. Jurusan Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Jensen, J. R., 1996. Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing Perspective, 2nd edition. Prentice Hall Inc,. New Jersey USA.

Kazaz, Charles. 2001. Contaminated Lands-Presentation of Bill 72 Establising New rules For The Protection and Rehabilitation Of Contaminated Lands.

http :

//www.Fasken.com//Web/FMDWEBSITE.NSP/0/7A37D65E2DBO9BA185 256B360077D36/$File/ENVIROBULLETIN_Flash_ANG.PDF?Open Elemant.

Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W., 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons, New York.

Prahasta, E. 2007. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Informatika. Bandung

Prahasta, E. 2007. Tutorial ArcView. Informatika. Bandung.

Riswandi, S.T, 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Tesis S2. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saefulhakim, R.S dan Lutfi I. Nasoetion 1996. Kebijakan Pengendalian Daerah Beririgrasi Teknis dalam Prosiding Penelitian Tanah No.12 Tahun 1996. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Sitorus, J. 2007. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah.

http://www.lapanrs.com/INOVS/PENLI/view_doc.php?doc_id=255.

Sutanto, prof., Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada University Press, 1998.


(77)

DAFTAR PUSTAKA PENUNJANG

http://spot4.cnes.fr/spot4_gb/index.htm

http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458

Wikipedia, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis

Beni Raharjo. http://beniraharjo.org

http://ilmukomputer.com

Inmendagri No. 14 Tahun 1988

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007


(1)

Tahun RTH 2007 3.631,58 2009 5.646,32

Tabel 4 Persentase Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun Luas Persentase

2007 3.631,58 20,48% 2009 5.646,32 31,84%

Berdasarkan Tabel 4, Kota Tangerang memiliki Ruang Terbuka Hijau yang cukup luas. Tingginya luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang dikarenakan di Kota Tangerang terdapat Bandara Soekarno Hatta yang sebagian besar area nya berupa lapangan rumput yang dalam proses klasifikasi di terlihat sebagai kebun campuran.

Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang meningkat 11,36% dari tahun 2007 ke tahun 2009, hal ini di karenakan banyak perumahan yang membangun fasilitas umum berupa taman-taman, begitu pula dengan perkantoran yang memanfaatkan lahan yang tidak terpakai untuk bangunan sebagai taman.


(2)

Gambar 4.7 G Data pada Dina kota Tangerang sebes RTH yang mereka mi Sedangkan RTH yang

4.4 Kebutuhan R Berdasarkan P Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang tela Tahun 2007 dengan 2007 dan meningkat m

4.7 Grafik Persentase RTH Kota Tangerang Tahun Dinas Kebersihan dan Pertamanan menunjuka esar 0,2% dari luas wilayah. Luasan ini kecil di miliki adalah luas RTH yang dikelola oleh Pem ng dikelola oleh masyarakat tidak dihitung luas

Ruang Terbuka Hijau

n Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Ta jau Minimal 20% dari luas wilayah. Dan berda elah memenuhi Peraturan Menteri Dalam N

n memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% t menjadi 31,84% pada tahun 2009 dari luas wi

hun 2007 dan 2009 ukan luas RTH di l dikarenakan data emkot Tangerang. uasannya.

1 Tahun 2007 Luas rdasarkan Tabel 4, Negeri Nomor 1 20,48% pada tahun


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Citra SPOT4 dalam penelitian digunakan untuk memantau (monitoring) perubahan penutupan penggunaan lahan. Dalam menganalisis suatu citra dibutuhkan beberapa tahapan diantaranya adalah : klasifikasi, interpretasi visual citra SPOT4 dan training area. Tahapan yang paling penting adalah klasifikasi, dengan klasifikasi dapat diketahui tata guna lahan yang ada.

2. Dilihat dari hasil klasifikasi terjadi perubahan penggunaan lahan di Kota Tangerang sebagai berikut : Sungai/Danau meningkat 43,1 ha, Perumahan menurun 1.045,84 ha, Kebun Campuran meningkat 2014,76 ha dan Lahan Kosong meningkat 1.370,36 ha.

3. Kota Tangerang telah memenuhi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada tahun 2009 dari luas wilayahnya.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan yang sejenis dan lebih luas lingkupnya, misalnya penelitian kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dan emisi karbon dioksida (CO2) dengan menggunakan citra berresolusi lebih


(4)

tinggi seperti SPOT5, IKONOS dan QUICKBIRD sehingga diperoleh data yang lebih baik.

Kota Tangerang dapat membangun ruang terbuka hijau pada daerah-daerah yang padat pemukiman dengan membangun fasilitas-fasilitas umum sehingga luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Eva, N. Budianti 2008. Evaluasi Perubahan Pemukiman dengan Pendekatan Penginderaan Jauh (Inderaja) Kota Depok Jawa Barat. Skripsi S1. Jurusan Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Jensen, J. R., 1996. Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing Perspective, 2nd edition. Prentice Hall Inc,. New Jersey USA.

Kazaz, Charles. 2001. Contaminated Lands-Presentation of Bill 72 Establising New rules For The Protection and Rehabilitation Of Contaminated Lands.

http :

//www.Fasken.com//Web/FMDWEBSITE.NSP/0/7A37D65E2DBO9BA185 256B360077D36/$File/ENVIROBULLETIN_Flash_ANG.PDF?Open Elemant.

Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W., 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons, New York.

Prahasta, E. 2007. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Informatika. Bandung

Prahasta, E. 2007. Tutorial ArcView. Informatika. Bandung.

Riswandi, S.T, 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Tesis S2. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saefulhakim, R.S dan Lutfi I. Nasoetion 1996. Kebijakan Pengendalian Daerah Beririgrasi Teknis dalam Prosiding Penelitian Tanah No.12 Tahun 1996. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Sitorus, J. 2007. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. http://www.lapanrs.com/INOVS/PENLI/view_doc.php?doc_id=255.

Sutanto, prof., Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada University Press, 1998.


(6)

DAFTAR PUSTAKA PENUNJANG

http://spot4.cnes.fr/spot4_gb/index.htm

http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458

Wikipedia, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis

Beni Raharjo. http://beniraharjo.org http://ilmukomputer.com

Inmendagri No. 14 Tahun 1988

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007