Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina Sp Dan Tsi 2) Dan Asam Sulfat

OPTIMASI DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN SINERGISME JAMUR PELAPUK PUTIH
(Omphalina sp dan TSI 2) DAN ASAM SULFAT

WIRA DHARMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Delignifikasi
Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih
(Omphalina sp dan TSI 2)dan Asam Sulfat adalah benar karya saya denganarahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Wira Dharma
G84080074

ABSTRAK
WIRA DHARMA.Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit
menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan
Asam Sulfat. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan HAPPY WIDIASTUTI.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) atau limbah lignoselulosa dapat berperan
sebagai penghasil etanol, namun proses delignifikasi perlu dilakukan untuk
menurunkan kadar lignin yang terdapat di dalamnya dan memudahkan proses
hidrolisis selulosa menjadi glukosa dalam proses panjang membentuk etanol. Tujuan
penelitian ini dilakukan adalah untuk menguji efektifitas sinergisme delignifikasi
secara biologis (menggunakan jamur pelapuk putih) dan kimia (asam sulfat). Pada
proses delignifikasi ada tiga faktor yang diujikan, yaitu uji inokulum ( Omphalina sp
dan TSI 2), dosis sorgum yang ditambahkan (0%, 0.1%, 0.5% dan 1%) serta dosis
asam sulfat untuk delignifikasi kimiawi (5%, 10%, 15% dan 20%).Kadar lignin
ditentukan dengan menggunakan metode Chesson (1981). Kadar lignin terendah

dapat diperoleh melalui delignifikasi dengan Omphalinasp tanpa penambahan sorgum
(0%) disertai penambahan asam sulfat 10%. Perlakuan ini dapat menurunkan kadar
lignin hingga 13,7% dari kadar lignin kontrol. Nilai C/N rasio dapat diturunkan
secara optimal melalui delignifikasi dengan Omphalina sp dengan penambahan
sorgum 1% serta penambahan asam sulfat 15%. Perlakuan ini dapat menurunkan
rasio C/N hingga 33,95.
Kata kunci:tandan kosong kelapa sawit, delignifikasi, Omphalina sp, lignin, rasio
C/N .

ABSTRACT
WIRA DHARMA. The Optimization of Delignification usingWhite Rot Fungi
and Sulfuric Acid Synergism from the Empty Palm Bunches.Supervised by I
MADE ARTIKA and HAPPY WIDIASTUTI
The empty palm bunches or lignocellulose waste can be used to produce
ethanol. However, delignification process is needed to decrease the lignin and
make the hydrolysis process easily to obtain glucose for ethanol production. The
main purpose of this research was to analyze the effectivity of synergism of
biological and chemistry delignification. In delignification process, there are
three main factors tested, the inoculum (Omphalina sp and TSI 2), the dose of
sorgum (0%, 0.1%, 0.5% and 1%), and the dose of sulfuric acid for the chemistry

delignification (5%, 10%, 15% and 20%). The lignin level determined by
Chesson method (1981). The lowest lignin levels was achieved through
delignification using the Omphalina sp without sorgum and also with the addition
of sulfurid acid 10%. This treatment could decrease the lignin until 13,7%. The
C/N ratio levels could be decreased optimally through the delignification using the
Omphalina sp with the addition of sorgum 1% and also sulfuric acid 15%. This
treatment could decrease the C/N ratio levels until 33,95.
Keywords: the empty palm bunches, the delignification ,Omphalina sp, the lignin,
C/N ratio.

OPTIMASI DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN SINERGISME JAMUR PELAPUK PUTIH
(Omphalina sp dan TSI 2) DAN ASAM SULFAT

WIRA DHARMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi :Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit menggunakan
Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan
Asam Sulfat
Nama
: Wira Dharma
NIM
: G84080074

Disetujui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc
Pembimbing I


Dr Ir Happy Widiastuti, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
delignifikasi, dengan judul Optimasi Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit
menggunakan Sinergisme Jamur Pelapuk Putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan
Asam Sulfat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Artika. M App.Sc
selaku pembimbing utama dan Ibu Dr Ir Happy Widiastuti selaku pembimbing

kedua yang banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
melakukan penelitian dan penulisan.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada teman-teman dan seluruh teknisi laboratorium Mikrobiologi Balai
Penalitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor yang telah banyak
membantu dalam melakukan penelitian. Tak lupa penulis sampaikan juga terima
kasih yang tak terhingga kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga yang senantiasa
memberikan dukungan serta doa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Wira Dharma

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vii
vii
vii


PENDAHULUAN

1

METODE PENELITIAN

3

Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian

3
3

HASIL

5

PEMBAHASAN


9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

12
14
21


DAFTAR TABEL
1 Kadar lignin hasil delignifikasi
2 Kadar karbon TKKS
3 Kadar nitrogen TKKS
4 Rasio C/N masing – masing perlakuan

6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur penelitian
2 Grafik kadar lignin TKKS hasil delignifikasi
3 Grafik kadar karbon TKKS
4 Grafik kadar nitrogen TKKS
5 Grafik rasio C/N TKKS
6 Contoh perhitungan penentuan kadar lignin
7 Contoh perhitungan penentuan kadar karbon


15
16
17
18
19
20
20

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam terbarukan yang sangat
berpotensi sebagai penghasil bioenergi. Namun, dalam perkembangannya bahan
bakar nabati yang dihasilkan masih menggunakan bahan baku yang juga
dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Bahan bakar nabati seperti bioetanol masih
dibuat dari bahan berpati dan bergula yangmerupakan bahan pangan. Hal ini akan
berdampak buruk bagi ketersediaan bahan pangan di masa yang akan datang
karena jika bahan bakar nabati (BBN) terus menerus dibuat dari bahan pangan,
maka akan terjadi persaingan antara penyediaan pangan dan energi (Aryafatta,
2008).
Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi

bahan bakar nabati generasi kedua. Teknologi bahan bakar nabati generasi kedua
merupakan teknologi yang mampu memproduksi bahan bakar nabati, seperti
biodieseldan juga bioetanol dari bahan lignoselulosa. Pada saat membudidayakan
tanaman, bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa.
Ketika hasil-hasil pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa
biasanya akan tertinggal sebagai limbah pertanian atau perkebunan dan tidak
termanfaatkan secara optimal. Padahal lignoselulosa dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi bahan bakar nabati seperti bioetanol (Aryafatta,
2008).
Pada penelitian ini, bahan lignoselulosa yang digunakan adalah tandan
kosong kelapa sawit (TKKS).Tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk
dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan
baku pembuatan bioetanol. Hal ini dikarenakan tandan kosong kelapa sawit
banyak mengandung selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan
kemudian difermentasi menjadi etanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi
yaitu sebesar 45% menjadikan limbah ini dapat dijadikan sebagai prioritas untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol (Aryafatta,2008). Jumlah TKKS di
seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton
(Prawita,2008). Namun, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh
sebagian besar pabrik kelapa sawit di Indonesia. Dalam waktu yang relatif
panjang, keberadaan limbah ini mendatangkan masalah pencemaran.
Pemanfaatan limbah ini diharapkan akan mengurangi masalah serta
mendatangkan keuntungan jika dikelola menjadi barang yang bernilai.
Bahan baku ini tidak berkompetisi dengan bahan pangan maupun pakan
serta melimpah, murah dan terbarukan. Selain sebagai limbah, tandan kosong
kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna,
salah satunya menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Hal ini dikarenakan
tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung selulosa yang dapat dihidrolisis
menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan
selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan limbah ini dapat
dijadikan prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol (Aryafatta,
2008).
Lignin adalah komponen penyusun utama dari dinding sel tumbuhan dan
beberapa algae. Lignin juga masih berikatan erat dengan selulosa dan
hemiselulosa. Komponen ini merupakan komponen rantai/ cabang panjang yang

2
terbentuk di dalam dinding sel. Keberadaan lignin sangat melimpah di alam yang
mana merupakan komponen polimer organik kedua terbanyak di bumi setelah
selulosa. Struktur dari lignin adalah kompleks, tidak teratur, acak, dan penyusun
utamanya dari senyawa aromatik yang menambah elastisitas matrik selulosa dan
hemiselulosa. Akibat dari kekompleksan inilah lignin merupakan komponen
lignoselulosa yang sulit untuk dipecah. Hal ini dikarenakan struktur kristal pada
lignin lebih tinggi daripada selulosa dan hemiselulosa. Komponen penyusun
lignin adalah monolignols coniferyl, sinaphyl, dan p-coumaryl alkhohol yang
saling berikatan membentuk struktur 3D (Douglas, 1996). Di alam lignin bersifat
hidrofobik yang mana lignin tahan terhadap air, sehingga dinding sel tidak tembus
air. Kandungan lignin pada tumbuhan berbeda-beda, dimana kandungannya
kadang lebih besar/sedikit daripada hemiselulosa atau selulosa tergantung jenis,
tipe sel, dan tingkatan perkembangan dari jaringan dinding pohon tersebut. Dalam
beberapa referensi disebutkan jumlah lignin dalam struktur pohon sekitar 20 –
35%. Rumus empiris dari lignin adalah C9H10O2(OCH3)n, dimana n adalah rasio
CH3 dari grup C9. Dengan kata lain struktur kimia dari lignin dapat berubah
secara dramastis yang membuat sulit untuk mendefinisikannya. Delignifikasi
merupakan suatu proses penting dalam pembuatan bioetanol dari limbah
lignoselulosa. Dalam industri pulp, lignin merupakan komponen yang tak
diinginkan dalam proses dan secara umum biasanya dihilangkan dengan
pengolahan secara kimia. Selain mengganggu kinerja dari enzim (Mansfield,
1999), lignin juga menyebabkan ikatan balik pada selulosa yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah kebutuhan enzim yang digunakan untuk hidrolisis (Lu et al,
2002). Ada 2 metode yang biasa digunakan untuk menghilangkan lignin yaitu
dengan delignifikasi oksidatif dan proses organosolv (Sun and Cheng, 2002).
Delignifikasi merupakan suatu proses penyisihan lignin dari biomassa. Jika
lignoselulosa tidak didelignifikasi terlebih dahulu, maka selulosa sulit untuk
dihidrolisis menjadi glukosa karena lignin sangat kuat melindungi selulosa.Oleh
karena itu, proses delignifikasi sangat menentukan keberhasilan pembuatan
bietanol.Delignifikasi dapat dilakukan secara kimia menggunakan asam sulfat dan
juga secara biologi menggunakan jamur pelapuk putih.Penelitian ini bertujuan
untuk mensinergikan(menggabungkan) proses delignifikasi secara biologi yaitu
menggunakan jamur pelapuk putih (Omphalina sp dan TSI 2) dan secara kimia,
yaitu menggunakan asam sulfat. Setelah itu bisa dianalisis apakah penggabungan
metode delignifikasi ini dapat menurunkan kadar lignin TKKS secara optimal atau
tidak. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas metode sinergisme
delignifikasi secara kimia dan biologi dalam menghilangkan lignin. Kadar lignin
yang semakin rendah menjadi indikasi bahwa penggabungan metode delignifikasi
ini berhasil.Hal ini akan dibuktikan dengan kadar lignin yang diperoleh pada
tandan kosong kelapa sawit yang telah didelignifikasi(menggunakan jamur
pelapuk putih dan asam sulfat). Manfaat utama dari penelitian ini adalah
mempermudah proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa untuk selanjutnya
digunakan dalam menghasilkan bioetanol dari limbah lignoselulosa (tandan
kosong kelapa sawit).
Dalam proses delignifikasi terdapat tiga faktor
yangdiujikan , yaitu uji inokulum(Omphalina sp dan TSI 2), dosis sorgum yang
ditambahkan (0%,0.1%, 0.5% dan 1%) serta dosis asam sulfat untuk delignifikasi
kimiawi(5%, 10%, 15% dan 20%). Dari ketiga hal tersebut yangingin dipastikan

3
adalah kolaborasi perlakuan yang dapat menurunkan kadar lignin tandan kosong
kelapa sawit.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tandan
kosong kelapa sawit yang diperoleh langsung dari pabrik kelapa sawit.
Mikroorganisme yang digunakan adalah Omphalina sp dan TSI 2 (keduanya
merupakan jamur pelapuk putih) dan sejumlah bahan kimia lainnya seperti asam
sulfat dan media untuk peremajaan jamur(Potatoes Dextrose Agar).Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalahbag log, lemari asam, oven, penangas air,
autoklaf, biuret, Laminar Air Flow (LAF), labu ekstraksi serta berbagai peralatan
gelas dan juga kertas saring.
Prosedur penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu
peremajaan mikroorganisme(Omphalina sp dan TSI 2), dilanjutkan dengan
penyiapan tandan kosong kelapa sawit serta penyiapan bag log (32 bag log).
Tahapan selanjutnya yaitu inokulasi mikroorganisme yang telah diremajakan tadi
ke dalam 32 bag log yang telah diisi dengan tandan kosong kelapa sawit dan
dilanjutkan dengan proses inkubasi selama 5 minggu. Pada tahapan ini proses
delignifikasi secara biologis(menggunakan jamur pelapuk putih) berlangsung.
Setelah proses delignifikasi secara biologis dilakukan dilanjutkan dengan
delignifikasi kimiawi (menggunakan asam sulfat) serta penentuan kadar lignin,
karbon dan nitrogen.
Penyiapan TKKS
Tandan kosong kelapa sawit yang telah didapat, ditimbang bobotnya(2,1kg)
dan direndam dalam air panas selama beberapa menit dan diperas hingga airnya
berkurang. Tandan kosong kelapa sawit tersebut ditimbang sebanyak 132,11 g,
sehingga terdapat 16 bag log dengan rincian 8 bag log untuk TKKS yang akan
diinokulasikan dengan Omphalina sp dan 8 bag log untuk TKKS yang akan
diinokulasikan dengan TSI 2. Setiap bag log tersebut akan dibagi berdasarkan
penambahan sorgum dengan kadar 0%, 0,1%, 0,5% dan 1% dari berat TKKS.
Oleh karena itu, pada proses penyiapan TKKS ini, telah terdapat 8 bag log berisi
132,11 g TKKS yang akan ditanami Omphalina sp dan 8 bag log yang berisi
TKKS yang akan ditanami TSI 2. Dari 8 bag log yang ditanami Omphalina sp,
masing-masing bag log ditambahkan sorgum 0%,0,1%, 0,5% dan 1%. Perlakuan
yang sama juga diberikan pada 8 bag log lainnya yang akan ditanami organisme
TSI 2 (jamur pelapuk putih).
Peremajaan mikroba (Omphalina sp dan TSI 2) dan Delignifikasi Biologis
Sebelum proses delignifikasi (biologis) dimulai, jamur pelapuk putih yang
akan digunakan (Omphalina spdan TSI 2) diremajakan terlebih dahulu. Media
yang digunakan untuk pertumbuhan JPP ini adalah media Potatoes Dextrose Agar
(PDA). Pembuatan media PDA ini menggunakan kentang sebanyak 200g, gula 10

4
g, dan agar sebanyak 7.5 g serta akuades dengan volume 500 ml. Selanjutnya
dilakukan proses sterilisasi terhadap media PDA tersebut menggunakanautoklaf.
Setelah proses sterilisasi, media PDA tersebut dibagi ke dalam 6 cawan petri
yang kemudian ditanami dengan Omphalina sp dan TSI 2 di dalam laminar air
flowdengan masa inkubasi kurang lebih selama 5 hari. Sebelum ditanami jamur,
ke dalam media tersebut terlebih dahulu dicampurkan antibiotik kloramfenikol.
Selanjutnya, Omphalina sp dan TSI 2 yang telah tumbuh di dalam petri segera
dipindahkan ke dalam tandan kosong kelapa sawit. Proses penanaman jamurjamur pelapuk putih ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow . Inkubasi jamurjamur ini kurang lebih selama 30 hari.
Delignifikasi asam sulfat(kimia) (Isroi,2008)
Semua sampel tandan kosong kelapa sawit yang telah ditumbuhi
oleh jamur pelapuk putih (Omphalina sp dan TSI 2) selanjutnya diberi
H2SO4 dengan masing-masing kosentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% dengan
cara direndam selama kurang lebih 2 jam.
Sebelum proses perendaman dengan asam sulfat dimulai, semua
sampel tandan kosong kelapa sawit(16 bag log) dibagi menjadi dua
bagian sehingga total semuanya menjadi 32 unit percobaan. Setiap unit
percobaan memiliki bobot 66 g.
Setelah semua sampel(TKKS) ini
direndam dalam asam sulfat (5% sampai 20%), sampel TKKS tersebut
dikeringkan di bawah sinar matahari atau di dalam oven untuk
memudahkan proses selanjutnya (analisis kadar lignin, kadar karbon,
kadar nitrogen serta penentuan rasio C/N ).
Penentuan kadar lignin TKKS (Chesson,1981)
Satu g TKKS (lulus saringan 50 mesh) yang telah dibungkus
dengan kertas saring diekstraksi dengan etanol dan benzena dengan
perbandingan 1:2 selama kurang lebih 8 jam.Selanjutnya sampel tersebut
dicuci dengan etanol (dengan cara dicelupkan) dan juga air panas untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105°C selama 2 jam.
Langkah selanjutnya segera ditimbang bobot sampel hasil ekstraksi dan
segera dicampur dengan asam sulfat 72%( 15 ml) dan didinginkan pada
suhu 20°C sambil sesekali diaduk. Setelah itu didiamkan 2 jam dan segera
diencerkan dengan akuades hingga 100ml dan ditambah dengan asam
sulfat 3%.Sampel tersebut direfluks selama kurang lebih 4 jam dan di
dekantasi dan ditentukan bobotnya sebagai bobot akhir. Setelah bobotnya
ditentukan, sampel dicuci dengan air panas (500ml) dan kembali
dimasukkan ke dalam oven suhu 105°C.
% lignin = (bobot hasil ekstraksi x bobot akhir)/(bobot
sebelum ekstraksi x bobot sebelum penambahan asam sulfat 72%) x
100%.
Penentuan kadar karbon (Walkey dan Black, 1934)
Sampel TKKS sebanyak 0,05 g dicampur dengan 7.7 ml K2Cr2O7
dan 10 ml H2SO4 (tetes per tetes di dalam labu Erlenmeyer) dan diamkan
selama 30 menit. Setelah itu, ditambah lagi dengan 10 ml akuades serta
indikator feroin (2 sampai 3 tetes), selain itu juga ditambah dengan FeSO4
0.5N dan dilihat perubahan warna hingga merah kecoklatan.
% C = (ml blanko- ml contoh) x N Fe2SO4 x 3x100/ 87.6.
mg contoh

5
Penentuan kadar nitrogen (Kjedhal, 1883)
Sampel TKKS sebanyak 0.2 g dimasukkan ke dalam sebuah labu,
ditambah dengan 1g selen dan 5 ml H2SO4 dan didestruksi hingga bening.
Selanjutnya didestilasi ( 10 menit) dibilas dengan NaOH 40% (hingga
kecoklatan).
Selanjutnya sampel dimasukkan (dipindahkan) ke dalam
labu Erlenmeyer ditambah dengan 20 ml asam borat 1% dan 1 tetes
indikator BCGMM dan H2SO4 0.05N hingga warna menjadi merah muda.
% N = ( ml H2SO4(s)- ml H2SO4(b)) x N H2SO4 x 14.008.x 100%
mg sampel

HASIL
TKKS siap pakai
Tandan kosong kelapa sawit yang telah disterilkan disiapkan dalam 8 bag
log. Beberapa sampel TKKS ini terkontaminasi oleh mikroba-mikroba yang tidak
diinginkan. Ada 3 bag log yang terkontaminasi. Sampel yang terkontaminasi ini
disterilkan kembali di dalam autoklaf untuk kemudian siap untuk diinokulasikan
dengan jamur pelapuk putih (Omphalina sp dan TSI 2).
Mikroba hasil peremajaan
Jamur pelapuk putih yang digunakan dalam penelitian ini (Omphalina sp
dan TSI 2) diremajakan dari jamur-jamur yang sama (Omphalina sp dan TSI 2)
yang telah ada sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan perkembangan
Omphalina sp lebih cepat dibandingkan dengan TSI 2. Omphalina sp sudah
memenuhi seluruh bagian media (PDA) dalam waktu 5 hari setelah peremajaan,
sedangkan TSI 2 membutuhkan waktu hingga 14 hari untuk memenuhi media
yang ada dalam cawan petri. Kedua jamur yang telah diremajakan ini siap untuk
diinokulasikan ke dalam TKKS yang telah disiapkan di bag log.
Hasil Delignifikasi biologis
Sampel TKKS yang telah didinokulasikan dengan jamur pelapuk putih diinkubasi
selama 5 minggu. Dari hasil pengamatan, terlihat TKKS yang diinolulasikan
dengan Omphalina sp mulai dipenuhi oleh jamur tersebut dalam kurun waktu 5
hari setelah inokulasi, sedangkan TKKS yang dinokulasi dengan TSI 2 terlihat
belum mengalami perubahan yang signifikan.Setelah mencapai minggu ke lima
(5), sampel TKKS yang diinokulasikan dengan jamur Omphalina sp dan TSI 2
terlihat sudah dipenuhi oleh jamur – jamur tersebut. Omphalina sp berwarna
putih dan sudah memenuhi bag log yang digunakan untuk membungkus TKKS,
sedangkan jamur TSI 2 tidak berwarna putih melainkan kecoklatan dan tidak
terlalu memenuhi semua bagian TKKS di dalam bag log. Setelah proses
delignifikasi biologis ini, TKKS siap untuk didelignifikasi secara kimiawi
menggunakan asam sulfat.
Hasil Delignifikasi kimiawi
TKKS yang telah melewati proses delignifikasi biologis selanjutnya direndam
dalam asam sulfat (konsentrasi masing-masing 5%, 10%, 15% dan 20%) selama 2

6
jam sebagai proses delignifikasi secara kimia. Dari hasil pengamatan, terlihat
TKKS menglami perubahan warna meskipun tidak terlalu signifikan. TKKS yang
awalnya berwarna agak gelap (jika tanpa inokulasi jamur) berubah menjadi lebih
pucat sedangkan jamur-jamur yang berada di permukaan TKKS tersebut mati.
Setelah proses delignifikasi kimia ini selesai, TKKS tersebut dikeringkan dan
selnjutnya dilakukan uji lignin, karbon dan nitrogen serta penghitunga rasio C/N.
Kadar lignin TKKS
Kadarlignin hasil delignifikasi menunjukkan penurunan yang signifikan jika
dibandingkan dengan nilai kontrol.Secara umum, kadar lignin hasil delignifikasi
dengan Omphalina sp lebih rendah dibandingkan dengan kadar lignin hasil
delignifikasi dengan TSI2. Kadar lignin terendah didapat pada perlakuan ke -5
(lima) dengan nilai 13,7%. Nilai ini diperoleh dengan penambahan asam sulfat
10% dan tanpa penambahan sorgum.Kadar lignin tertinggi didapat pada perlakuan
ke -12 dengan nilai sebesar 21,39%. Kadar lignin tertinggi ini didapat melalui
perlakuan delignifikasi menggunakan TSI2 , penambahan sorgum 1%dan
penambahan asam sulfat 15% (Tabel 1).
Tabel 1. Kadar lignin hasil delignifikasi
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kode (TKKS + Lignin
Omphalina sp)
(%)

Penurunan
(%)

Kode
Lignin
(TKKS + (%)
TSI 2)

Kontrol
I1S0H0
I1S1H0
I1S2H0
I1S3H0
I1S0H1
I1S1H1
I1S2H1
I1S3H1
I1S0H2
I1S1H2
I1S2H2
I1S3H2
I1S0H3
I1S1H3
I1S2H3
I1S3H3

7,35
7,8
5,65
6,56
16,45
13,03
15,75
13,43
15,38
11,6
11,54
15,75
11,32
13,39
14,89
15,19

I2S0H0
I2S1H0
I2S2H0
I2S3H0
I2S0H1
I2S1H1
I2S2H1
I2S3H1
I2S0H2
I2S1H2
I2S2H2
I2S3H2
I2S0H3
I2S1H3
I2S2H3
I2S3H3

30,15 %
22,8
22,35
24,50
23,59
13,7
17,12
14,40
16,72
14,77
18,55
18,61
14,40
18,83
16,76
15,26
14,96

20,7
20,68
19,35
19,57
17,11
17,67
17,02
17,20
20,09
20,21
21,11
21,39
21,16
21,38
20,24
20,24

Penurunan
(%)

9,45
9,47
10,8
10,58
13,04
12,48
13,13
12,95
10,06
9,94
9,04
8,76
8,99
8,77
9,91
9,91

I1 : Omphalina sp
I2 : TSI 2
S0 : Sorgum 0% S1 : Sorgum 0,1% S2 : Sorgum 0,5% S3 : Sorgum 1%
H0 : Asam sufat 5% H1 : 10% H2 : 15% H3 : 20%

7
Kadar karbon TKKS
Kadar karbon (C) TKKS hasil pengomposan juga mengalami penurunan yang
signifikan jika dibandingkan dengan kadar C kontrol (41,56%). Kontrol yang
digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit yang tidak didelignifikasi. Kadar
C terendah diperoleh pada perlakuan ke -12 (21,39%) yang didelignifikasi dengan
Omphalina sp dengan penambahan sorgum 1% dan penambahan asam sulfat 15%.
Kadar C tertinggi diperoleh pada perlakuan pertama (40,56%) yang
didelignifikasi dengan TSI2 tanpa penambahan sorgum dan penambahan asam
sulfat 5%. Data juga menunjukkan bahwa hampir semua kadar C TKKS yang
didelignifikasi dengan Omphalina sp lebih rendah dibandingkan dengan kadar C
TKKS yang didelignifikasi dengan TSI2 (Tabel 2).
Tabel 2. Kadar karbon TKKS
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kode (TKKS + C(%)
Omphalina sp)

Penurunan
(%)

Kode
C (%)
(TKKS +
TSI 2)

Kontrol
I1S0H0
I1S1H0
I1S2H0
I1S3H0
I1S0H1
I1S1H1
I1S2H1
I1S3H1
I1S0H2
I1S1H2
I1S2H2
I1S3H2
I1S0H3
I1S1H3
I1S2H3
I1S3H3

16,75
1,00
6,82
6,14
14,01
5,45
4,77
4,77
9,56
11,61
17,81
20,17
12,98
13,67
15,04
15,38

I2S0H0
I2S1H0
I2S2H0
I2S3H0
I2S0H1
I2S1H1
I2S2H1
I2S3H1
I2S0H2
I2S1H2
I2S2H2
I2S3H2
I2S0H3
I2S1H3
I2S2H3
I2S3H3

41,56%
24,81
40,56
34,74
35,42
27,55
36,11
36,79
36,79
32,00
29,95
23,75
21,39
28,58
27,89
26,52
26,18

40,56
39,87
39,87
39,53
39,87
40,22
39,19
38,85
38,50
38,16
37,48
38,16
36,79
35,77
35,77
35,77

Penurunan
(%)

1,00
1,69
1,69
2,03
1,69
1,34
2,37
2,71
3,06
3,40
4,08
3,40
4,77
5,79
5,79
5,79

Keterangan :
I1 : Omphalina sp
I2 : TSI 2
S0 : Sorgum 0%
S1 : Sorgum 0,1% S2 : Sorgum 0,5% S3 : Sorgum1%
H0 : Asam sulfat 5% H1 : Asam sulfat 10% H2 : Asam sulfat 15% H3 : Asam
sulfat 20%

Kadar nitrogen
Kadar nitrogen (N) hasil delignifikasi (pengomposan) rata-rata justru berada di
bawah nilai N kontrol. Data kadar N hasil delignifikasi (pengomposan)
menunjukkan hanya ada dua perlakuan yang mendapatkan nilai N lebih besar

8
daripada nilai N kontrol.
Perlakuan ketiga yang didelignifikasi dengan
Omphalina sp, penambahan sorgum 0,5% dan asam sulfat 5% mendapatkan nilai
0,86%. Selanjutnya, perlakuan pertama yang didelignifikasi dengan TSI2 tanpa
penambahan sorgum serta penambahan asam sulfat 5% mendapatkan nilai N
sebesar 0,81% (Tabel 3).
Tabel 3. Kadar nitrogen TKKS
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kode
(TKKS
+
Omphalina
sp)
Kontrol
I1S0H0
I1S1H0
I1S2H0
I1S3H0
I1S0H1
I1S1H1
I1S2H1
I1S3H1
I1S0H2
I1S1H2
I1S2H2
I1S3H2
I1S0H3
I1S1H3
I1S2H3
I1S3H3

N(%)

Selisih(%)

Kode (TKKS + N (%)
TSI 2)

0,80%
0,63
0,58
0,86
0,49
0,46
0,65
0,72
0,58
0,58
0,46
0,58
0,63
0,60
0,67
0,58
0,53

0,17
0,22
0,06
0,31
0,34
0,15
0,08
0,22
0,22
0,34
0,22
0,17
0,20
0,13
0,22
0,27

I2S0H0
I2S1H0
I2S2H0
I2S3H0
I2S0H1
I2S1H1
I2S2H1
I2S3H1
I2S0H2
I2S1H2
I2S2H2
I2S3H2
I2S0H3
I2S1H3
I2S2H3
I2S3H3

0,81
0,51
0,42
0,39
0,35
0,42
0,33
0,44
0,44
0,39
0,37
0,35
0,30
0,37
0,42
0,42

Selisih(%)

0,01
0,29
0,38
0,41
0,45
0,38
0,47
0,36
0,36
0,41
0,43
0,45
0,50
0,43
0,38
0,38

Keterangan :
I1 : Omphalina sp
I2 : TSI 2
S0 : Sorgum 0%
S1 : Sorgum 0,1%
S2 : Sorgum 0,5% S3 : Sorgum 1%
H0 : Asam sulfat 5% H1 : Asam sulfat 10% H2 : Asam sulfat 15% H3 : Asam
sulfat 20%
Kadar N kontrol sendiri berada pada angka 0,80%. Pada proses pengomposan
terjadi penurunan C dan peningkatan N. Akan tetapi, hampir semua nilai N hasil
pengomposan justru mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai N kontrol.
Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam proses preparasi
atau
penyimpanan bahan.
Rasio C/N TKKS
Pada proses pembuatan kompos (tujuan lain dari penelitian ini), rasio C/N
merupakan salah satu faktor yang paling penting. Hal ini disebabkan proses
pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan
karbon sebagai sumber energi dan pembentukan sel dan nitrogen untuk

9
membentuk sel. Jika rasio C/N tinggi, aktifitas biologi mikroorganisme akan
berkurang. Selain itu diperlukan juga beberapa siklus mikroorganisme untuk
menyelesaikan proses degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan
akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah (Isroi,
2008).
Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi mengalami penurunan dibandingkan
dengan rasio C/N kontrol (51,95). Rasio C/N terendah didapat melalui perlakuan
ke 12 yang didelignifikasi dengan Omphalina sp dengan penambahan sorgum 1%
dan asam sulfat 15%. Sedangkan rasio C/N tertinggi didapat melalui perlakuan ke
13 yang didelignifikasi dengan TSI 2, tanpa penambahan sorgum dan penambahan
asam sulfat 20% (Tabel 4).
Tabel 4. Rasio C/N TKKS pada masing-masing perlakuan
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kode (TKKS + C/N
Omphalina sp)
Kontrol
I1S0H0
I1S1H0
I1S2H0
I1S3H0
I1S0H1
I1S1H1
I1S2H1
I1S3H1
I1S0H2
I1S1H2
I1S2H2
I1S3H2
I1S0H3
I1S1H3
I1S2H3
I1S3H3

51,95
39,38
69,93
40,39
72,28
59,89
55,55
51,09
63,43
55,17
65,10
40,94
33,95
47,63
41,62
45,72
49,39

Selisih

Kode
C/N
(TKKS +
TSI 2)

12,57
17,98
11,56
20,33
7,94
3,60
0,86
11,48
3,22
13,15
11,01
18
4,32
10,33
6,23
2,56

I2S0H0
I2S1H0
I2S2H0
I2S3H0
I2S0H1
I2S1H1
I2S2H1
I2S3H1
I2S0H2
I2S1H2
I2S2H2
I2S3H2
I2S0H3
I2S1H3
I2S2H3
I2S3H3

50,07
78,17
94,92
101,35
113,91
95,76
118,75
88,29
87,5
97,84
101,29
109,02
122,63
96,97
85,16
85,16

Selisih

1,88
26,22
42,97
49,40
61,96
43,81
66,80
36,34
35,55
45,89
49,34
57,07
70,68
44,72
33,21
33,21

Keterangan :
I1 : Omphalina sp
I2 : TSI 2
S0 : Sorgum 0% S1 : Sorgum 0,1% S2 : Sorgum 0,5% S3 : Sorgum 1%
H0 : Asam sulfat 5% H1 : Asam sulfat 10% H2 : Asam sulfat 15% H3 : Asam
sulfat 20%
PEMBAHASAN
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa yang belum
banyak dimanfaatkan secara optimal dari industri kelapa sawit. Basis satu ton
tandan buah segar akan menghasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton
(21%), minyak inti sawit 0,05 ton (0,5%), dan sisanya merupakan limbah dalam

10
bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23
ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%) (Darnoko,1992).Pada proses
penyiapan awal (sebelum diinokulasi dengan jamur pelapuk putih), TKKS sempat
mengalami kontaminasi oleh mikroba – mikroba yang tidak diharapkan. Hal ini
bisa disebabkan karena proses penyiapan yang kurang rapi seperti plastik
pembungkus TKKS yang sobek sehingga kontaminan bisa masuk dengan mudah
atau kesalahan dalam proses sterilisasi.
Jamur pelapuk putih merupakan organisme dari kelas Basidiomycetes yang
mampu menguraikan lignin dari kayu secara selektif. Beberapa jenis jamur ini
juga memiliki kemampuan menghilangkan selulosa dalam jumlah sedikit dan
hemiselulosa dalam jumlah sedikit sampai sedang. Penguraian lignin ini
merupakan ciri khas jamur ini yang berpotensi untuk digunakan dalam industri
yang harus menghilangkan lignin atau berbagai komponen fenolik dalam proses
produksinya yang selama ini dilakukan secara kimia (Blanchette et al,1998).
Kemampuan mendegradasi lignin tersebut dikarenakan jamur pelapuk putih
menghasilkan multi enzim ekstraseluler (Basuki,1994). Multi enzim ekstraseluler
yang dimaksud adalah enzim pendegradasi lignin yang terdiri dari
lakase(polifenol oksidase), lignin peroksidase(LiP) dan mangan peroksidase
(MnP). Ketiga enzim tersebut dihasilkan oleh jamur pelapuk putih Omphalina sp
dan Pleurotus ostreatus (Widiastutiet al, 2007). Di sisi lain, tidak banyak literatur
yang menerangkan tentang organisme TSI 2 dan mekanisme degradasi lignin yang
dilakukan oleh jamur ini meskipun baik itu Omphalina sp dan TSI 2 sama-sama
jamur pelapuk putih. Pertumbuhan kedua jamur tersebut juga menunjukkan
banyak perbedaan. Pada proses peremajaan (5 hari), Omphalina sp terlihat telah
mengalami pertumbuhan yang baik dan telah memenuhi semua bagian media
(PDA) pada cawan petri. Sebaliknya, TSI 2 mengalami pertumbuhan yang lambat
dan hanya memenuhi sebagian dari media PDA pada waktu yang sama.
Pada proses inkubasi di dalam bag log (TKKS sebagai media), Omphalina
sp tumbuh cepat dan memenuhi bag log dari minggu pertama dan berlanjut hingga
minggu kelima. Jamur ini berwarna putih dan terlihat sangat kontras dengan
TKKS yang menjadi medianya.Sebaliknya TSI 2 tidak menunjukkan tanda-tanda
pertumbuhan pada minggu pertama dan kedua. Baru pada petengahan minggu
ketiga TSI2 mulai terlihat tumbuh, namun tetap tidak memenuhi bag log hingga
minggu kelima (masa inkubasi berakhir).Jamur ini (TSI2) berwarna agak
kecoklatan, sehingga tidak begitu kontras dengan warna TKKS yang menjadi
medianya.
Selain menggunakan mikroorganisme(jamur pelapuk putih), penelitian ini
juga menggunakan asam sulfat untuk menghancurkan lignin. Lignin memiliki
gugus fungsi yang mengandung O2 pada posisi benzylic yang bersifat sensitif
terhadap media asam dan memiliki kecendrungan berubah pada kondisi
asam(Yasuda et al, 2001).
Kadar Lignin TKKS
Hasil penentuan kadar ligninmemperlihatkan kadar lignin yang telah
melalui proses delignifikasi biologis dan kimiawi berada di bawah nilai kontrol
(Tabel 1). Data juga menunjukkan kadar lignin yang berasal dari tandan kosong
kelapa sawit yang didelignifikasi menggunakan Omphalina sp rata-rata lebih
rendah dibandingkan dengan kadar lignin yang diperoleh dari delignifikasi tandan
kosong kelapa sawit menggunakan TSI 2. Kadar lignin terendah terdapat pada

11
perlakuan ke -5(lima) dimana kadar lignin mencapai 13,7%(menggunakan
Omphalina sp) dan 17,11% (menggunakan TSI 2).
Data kadar lignin yang diperoleh menunjukkan hasil yang fluktuatif jika
dikaitkan dengan kadar asam sulfat yang digunakan dalam delignifikasi kimiawi
pada penelitian ini. Terlihat kadar lignin TKKS yang ditambahkan asam sulfat
20% tidak selalu lebih rendah daripada kadar lignin TKKS yang ditambahkan
asam sulfat 5%, 10% dan 15%. Kadar lignin terendah justru terdapat pada
perlakuan ke 5(lima) dimana TKKS direndam pada asam sulfat 10%, sedangkan
kadar lignin tertinggi terdapat pada perlakuan ke tiga(3) (24,50%) menggunakan
asam sulfat 5%(Omphalina sp) dan perlakuan ke 12 yakni sebesar 21,39%(TSI2)
dengan menggunakan asam sulfat 15%.
Beberapa
penelitian
lain
juga
mempublikasikan
hasil
delignifikasi.Delignifikasi kimiawi pada tandan kosong kelapa sawit dengan
menggunakan NaOH 10%, 15% dan 20% menghasilkan kadar lignin sebesar
16,42%(Harmaja, et al 2012). Hal ini menunjukkan penggunaaan H2SO4 10%
pada delignifikasi dapat menurunkan lignin lebih rendah(baik) dibandingkan
bahan kimia lainnya sedangkan penggunaan H2SO4 dengan kosentrasi diatas
ataupun di bawah 10% tidak menjamin menurunkan kadar lignin TKKS secara
optimal.
Faktor lain yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah sorgum.
Sorgum berperan sebagai sumber vitamin bagi mikrorganisme yang melakukan
proses delignifikasi (Omphalina sp dan TSI2) pada penelitian ini. Kadar sorgum
yang diberikan dan dibandingkan adalah 0%, 0.1%, 0.5% dan 1% dari bobot
TKKS dalam satu bag log.Namun, dari data kadar lignin tidak terlihat pengaruh
yang signifikan dari ada atau tidaknya sorgum ini. Perlakuan ke -5(lima) yang
merupakan perlakuan dengan kadar lignin terendah bahkan sama sekali tidak
terdapat penambahan sorgum di dalamnya.Hal ini dimungkinkan jamur pelapuk
putih telah mendapatkan nutrisi yang cukup dari degradasi media pada saat
peremajaan(PDA) dan dari tandan kosong kelapa sawit sendiri.
Kadar karbon dan nitrogen TKKS
Seiring dengan proses delignifikasi, terjadi pula penurunan rasio C/N,
sehingga delignifikasi juga disebut sebagai pengomposan. Pengomposan adalah
proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya
oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai
sumber energi(PUPUK KOMPOS-1990 DI 06.53).Mikroba memecah senyawasenyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein(Toharisman,1991). Jamur pelapuk putih(Omphalina sp dan TSI 2)
sebagai mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini diharapkan dapat
menurunkan kadar C yang cukup tinggi.
Hasil di atas menunjukkan kadar C dari tandan kosong kelapa sawit
yangmengalami proses delignifikasi ini berada di bawah nilai C kontrol (41,56%),
namun kadar C TKKS yang ditumbuhi Omphalina sp rata-rata lebih rendah
dibandingkan dengan TKKS yang ditumbuhi oleh TSI2 (Tabel 2), meskipun
keduanya merupakan jamur pelapuk putih. Kadar C terendah untuk TKKS yang
ditumbuhi Omphalina sp terdapat pada perlakuan ke -12 dengan kadar C 21,39%,
sedangkan semua nilai kadar C pada tandan kosong kelapa sawit yang ditumbuhi
TSI2 memiliki nilai di atas 30%. Kadar C terendah pada tandan kosong kelapa

12
sawit yang ditumbuhi TSI2 adalah 35,77%(perlakuan ke 14, 15 dan 16). Hal ini
membuktikan Omphalina sp lebih baik dalam menurunkan kadar C dari tandan
kosong kelapa sawit.
Pada proses delignifikasi ada dua hal yang terjadi, yaitu penurunan kadar C
dan meningkatnya jumlah N(Widyapratami,2011). Namun demikian, data
menunjukkan hampir semua kadar N pada unit percobaan di bawah angka 0,80%
atau di bawah kadar N kontrol (Tabel 3).Kadar N yang memiliki nilai di atas
0,80% hanya ada dua sampel, yaitu pada sampel satu(yang ditumbuhi TSI2)
dengan nilai sebesar 0,81% dan pada sampel ke -3(tiga) yang ditumbuhi
Omphalina sp dengan nilai 0,86%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya
kesalahan dalam proses preparasi bahan atau pada tahap penyimpanan bahan
setelah dinokulasi dengan jamur pelapuk putih.
Rasio C/N TKKS
Salah satu indikator berhasilnya proses penguraian bahan organik adalah
turunnya rasio C/N . Bahan organik yang berasal dari tanaman (termasuk tandan
kosong kelapa sawit) dan hewan/kotoran hewan yang masih segarmemiliki nilai
C/N yang masih tinggi yaitu 50-400(IOPRI,2002). Kadar C/N yang masih tinggi
tidak akan membuat tandan kosong kelapa sawit ini menjadi kompos yang
bermutu. Kadar C/N rasio dari TKKS segar menurut Humas(2008) adalah 53,5%
atau 42,4:0,80. Hasil perbandingan C/N rasio yang didapat pada penelitian ini
bervariasi. Rasio C/N tertinggi didapat pada perlakuan ke -4 pada TKKS yang
ditumbuhi Omphalina sp dengan nilai 72,28, sedangkan untuk TKKS yang
ditumbuhi TSI2 terdapat pada perlakuan ke-13 dengan nilai 122,63 (Tabel 4).
Dari data juga terlihat rasio C/N dari sampel TKKS yang ditumbuhi Omphalina
sp rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan rasio C/N dari sampel TKKS yang
ditumbuhi TSI2.Rasio C/N terendah terdapat pada perlakuan ke -12 pada TKKS
yang ditumbuhi Omphalina sp dengan nilai 33,95. Hal ini membuktikan
Omphalina sp lebih baik dalam melakukan proses delignifikasi biologis serta
dalam menurunkan rasio C/N dibandingkan dengan TSI2 pada limbah tandan
kosong kelapa sawit.

SIMPULAN
Secara umum, Omphalina sp lebih baik dalam melakukan proses
delignifikasi dibandingkan dengan TSI 2, serta penggunaan asam sulfat 10% dapat
menurunkan kadar lignin secara optimal.
SARAN
Perlu dilakukan uji selulosa untuk mengetahui kadar selulosa yang didapat
setelah proses sinergisme delignifikasi dilakukan untuk produksi bioetanol. Selain
itu, secara umum perlu dilakukan penelitian secara menyeluruh dari delignifikasi
bahan lignoselulosa (TKKS) hingga menjadi bioetanol untuk pembuktian lebih
lanjut mengenai efek sinergisme delignifikasi biologis dan kimia terhadap
pembentukan dan kualitas etanol yang dihasilkan.

13
DAFTAR PUSTAKA
A. Walkley and I. A. Black. 1934. An Examination of the Degtjareff Method for
Determine Soil organic Matter and A propossed Modification of the Chromic
Acid Titration Method. Soil Science, vol. 37,pp. 29-38.
B. Basuki T. 1994. Biopulping, biobleaching, dan biodegradasi limbah pulp dan
kertas oleh fungi Basidomycetes Phanerocheate chrysosporium [laporan
penelitian] Bandung: Pusat Antar Universitas, Institut Teknologi Bandung.
Blachette RA, BurnesTA, Leatham GF, Effland MJ. 1988. Selection of whiteroot
fungi for biopulping. J Biomass15 : 93-101.
Chesson,A. 1981. Effects of sodium hidroxide on cereal straw in relation to the
enhanced degradation of structural polysaccharides by rumen
microorganism. J. Sci. Food Agric. 32: 745-758
Darnoko.1992. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui
Biokonversi. Medan: Berita Penelitian Perkebunan.
Douglas Cj.1996. Phennylopropanoid Metabolism and Lignin Biosynthesis :
from weeds to trees. Trends Plant Sci. 1:171-178
Hermiati E, Djumali M, Sunarti C, Suparno O, Prasetya B. 2010. Pemanfaatan
biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi bioethanol Jurnal
Litbang Pertanian.29(4) 2010.
Humas PTPN XIII. Limbah kelapa sawit pengganti pupuk.www.PTPN-XII.com.
22 januari 2013.
IOPRI. 2002. Enhancing Oil Palm Industry Development Throught
Environmentally Friendly Technology (Proceding of Chemistry &
Technology Confrence). Bali
Isroi. 2008. Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia sebagai Bahan
BakuBioetanol : Tandan Kosong Kelapa Sawit .
Kjeldahl, J. (1883) "Neue Methode zur Bestimmung des Stickstoffs in
organischen Körpern" (New method for the determination of nitrogen in
organic substances), Zeitschrift für analytische Chemie, 22 (1) : 366-383.
Lu Y, Yang B, Gregg D, Saddler JN, Mansfield SD. 2002.Cellulase adsorption
and an evaluation of enzyme recyle during hydrolysis of steam-exploded
softwood residues. Appl. Biochem. Biotechnol. 98-100: 641-654
Mooney CA, Mansfield SH, Touhy MG, Saddler JN. 1998. The Effect of initial
pore size and lignin content of enzymatic hydrolysis of softwood. Biores.
Technol. 64:113-119.
Prawita, Dewi. 2008. Mengolah Limbah Sawit menjadi Bietanol dan
Kompos.Online di www.blogs.unpad.ac.id.
Sun, Y., dan Cheng, J., 2002.Hydrolisys of lignocellulostic materials for
ethanolproduction: a review. Bioresource Technology 83, 1-11.
Toharisman A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula sebagai
Sumber Bahan organik Tanah.
Widiapratamy H. 2011. Pemanfaatan Enzim Selulase dalam Dekomposisi
Tandan Kosong Kelapa Sawit(Skripsi).Universitas Indonesia.Depok.
Widiastuti H, Siswanto, Suharyanto. 2007. Optimasi pertumbuhan dan aktifitas
enzim lignolitik Omphalina sp dan Pleuteus ostreatus pada fermentasi
padat.Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan: Bogor

14
Yasuda S, Fukushima K, Kakehi A. 2001. Formation and Chemical Structures of
Acid Soluble Lignin I: Sulfuric Acid Treatment Time and Acid Soluble
Lignin Content of Hardwood. Journal of Wood Science 47: 69-72.
Yuniawati S. 2006. Optimasi Media dan inokulum jamur pelapuk putih untuk
pengomposan TKKS [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan.

15
Lampiran 1 : Alur Penelitian
Peremajaan mikroba (Omphalina
sp dan TSI 2)

Preparasi bahan (TKKS)

Inokulasi mikroba ke bahan (TKKS)

Delignifikasi biologis (jamur pelapuk putih)

Delignifikasi kimia (asam sulfat)

Uji lignin

Uji C

Analisis data

Uji N

16
Lampiran 2: Grafik kadar lignin TKKS hasil delignifikasi

25

20

15

10

5

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16

Keterangan :
Biru : Lignin hasil deligbifikasi dengan Omphalina sp
Merah : Lignin hasil delignifikasi dengan TSI 2

17
Lampiran 3: Grafik kadar C TKKS

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

Keterangan :
Biru : Kadar karbon TKKS yang didelignifikasi dengan Omphalina sp
Merah : Kadar karbnon TKKS yang didelignifikasi dengan TSI 2

18
Lampiran 4: Grafik kadar Nitrogen TKKS

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2

0.1
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16

Keterangan
Biru : Kadar nitrogen TKKS hasil delignifikasi dengan Omphalina sp
Merah : Kadar nitrogen TKKS hasil delignifikasi dengan TSI 2

19
Lampiran 5:Grafik rasio C/N TKKS

140
120
100
80
60
40
20
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

Keterangan
Biru : Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi dengan Omphalina sp
Merah : Rasio C/N TKKS hasil delignifikasi dengan TSI 2

20
Lampiran 6:Contoh perhitungan kadar ligninTKKS

%lignin = (AxB)/(CxD)x100%
Keterangan : A=Bobot tkks hasil ekstraksi
B=Bobot akhir
C=bobot awal tkks(50 mesh)
D= bobot yang diambil sebelum +H2SO4 72%
1.I1S0H0(%lignin)= 1,0254x0,4117x 100% = 22,8%
1,0560x0,5708

Lampiran 7:Contoh perhitungan kadarkarbonTKKS
%C= (mlblangko-ml contoh)xNFeSO4x3x11/87,6x100%
mg contoh
1.I1S0H0=(14,15-6,9)x0,5x3x1,141x100%=24,81%
50

21
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir dengan nama Wira Dharma di kota Painan,Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 4 Januari 1989. Penulis merupakan anak ke
-2(dua)
dariempat bersaudara anak pasangan orangtua dengan nama
Ruspim,BE(ayah) dan Nur Akhyar(Ibu). Pendidikan formal penulis dimulai dari
SDN 22 Ujung Gurun Padang dan dilanjutkan di SMP N 1 Padang.Penulis lulus
dari SMA Adabiah Padang pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan tinggi di
Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan major Biokimia pada tahun 2008 hingga
saat ini.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis sempat melakukan Praktik Lapangan
(PL) di LIPI Cibinong pada bulan Juni hingga Agustus 2011 dengan judul
Produksi Biomassa Pichia pastoris sebagai Penghasil Protein Rekombinan. Pada
masa kuliah, penulis juga sempat terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya
sebagai Liasion Organizer(LO) pada Lomba Karya Imiah Populer yang diadakan
oleh Departemen Bokimia IPB pada 2009 dan sebagai Koordinator Lapangan
pada Lomba Karya Ilmiah Populer yang juga diadakan oleh Departemen Biokimia
pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam kepanitiaan acara
workshop yang diadakan oleh Merck di Departemen Biokima pada 2009 dan 2010.