Biomassa Dan Serapan Karbon (Carbon Sequestration) Pada Tegakan, Nekromassa Kayu Dan Substrat Mangrove Di Bulaksetra, Pangandaran
BIOMASSA DAN SERAPAN KARBON
(CARBON SEQUESTRATION) PADA TEGAKAN,
NEKROMASSA KAYU DAN SUBSTRAT MANGROVE DI
BULAKSETRA, PANGANDARAN
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Biomassa dan Serapan
Karbon (Carbon Sequestration) pada Tegakan, Nekromassa Kayu dan Substrat
Mangrove di Bulaksetra, Pangandaran” adalah benar karya saya dengan arahan
dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari2016
Manova Triwidoarni Mutiara
NIM C54100056
ABSTRAK
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA. Biomassa dan Serapan Karbon (Carbon
Sequestration) pada Tegakan, Nekromassa Kayu dan Substrat Mangrove di
Bulaksetra, Pangandaran. Dibimbing oleh ALAN FRENDY KOROPITAN dan
ADRIANI SUNUDDIN.
Mangrove mampu menyerap CO2 atmosfer melalui mekanisme fotosintesis, sehingga
dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim yang hasilnya disimpan pada akar,
batang, daun, serta tegakan mati (nekromasa) dan substratnya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji penyerapan karbon oleh mangrove Rhizophora mucronata.
Pengukuran dan sampling dilakukan pada November 2014 dan Maret 2015 di
Bulaksetra pada 2 plot pengamatan: dekat sungai dan dekat pantai. Metode
pengukuran biomassa dan karbon tersimpan mengacu pada Hairiah dan Rahayu
(2007), sedangkan analisis C-organik dengan metode Walkey and Black. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa parameter fisik di lokasi penelitian mempengaruhi
biomassa dan serap karbon mangrove. Total biomassa karbon pada tegakan, akar,
nekromasa kayu dan serasah adalah 3.335 g C/m2, 334 g C/m2, 1.344 g C/m2 dan 260
g C/m2. Kandungan karbon di substrat mangrove pada kedalaman 1-30 cm, 31-70 cm
dan 71-100 cm adalah 13,34 g C/m2, 3,94 g C/m2,dan 1,58 g C/m2; dengan jenis
struktur sedimen lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir. Hasil pengukuran
serapan karbon di substrat mangrove sangat rendah dibandingkan dengan hasil kajian
sebelumnya di lokasi lain..Hal ini diakibatkan oleh spesies mangrove yang diukur
bukanlah asli tumbuh di Bulaksetra, melainkan hasil rehabilitasi yang baru berusia 7
tahun sejak penanaman.
Kata kunci: Bulaksetra, CO2, mangrove, serapan karbon, substrat, tegakan
ABSTRACT
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA. Biomass and Carbon Sequestration in the
Mangrove Stands, Wood, Necromass and Substrate in Bulaksetra,
Pangandaran.Under Supervision by ALAN FRENDY KOROPITAN and ADRIANI
SUNUDDIN.
Mangroves have the ability to absorb atmospheric CO2 by photosynthesis and the
results are stored in the form of biomass in roots, trunks, leaves, also preserved in
woody necromass, and substrates; thus, they play a role in climate change mitigation.
The present research aimed to study the CO2 absorption in the mangrove Rhizophora
mucronata. Biomass measurement and sampling were carried out on November 2014
and March 2015 in Bulaksetra which divided beach into two plots located near the
river and near the beach. Method for measuring mangrove biomass was following
Hairiah and Rahayu (2007), while Walkey and Black method was applied for
measuring C-organic in mangrove substrate. The research results showed that
physical parameters in each location were affecting mangroves biomass and carbon
sequestered within. Carbon sequestration in individual parts of mangrove biomass
were 3.335 g C/m2(stands), 334 g C/m2(roots), 1.344 g C/m2(necromass) and 260 g
C/m2(litters). Carbon contents in sediment substrate at 1-30 cm, 31-70 cm and 71-100
cm were 13.34 g C/m2, 3.94 g C/m2 and 1.58 g C/m2, with sediment types of clay sand,
sand clay and sand. The measurement result of carbon sequestration in mangrove
sediment is lower than previous studies in other regions. It is due to the mangrove
species that was measured in the present study, is not origin species in Buluksetra.
The current species was coming as a result of rehabilitation project from 7 years ago.
Keywords:Bulaksetra, CO2, mangrove, carbonsequestration, substrate, stands.
BIOMASSA DAN SERAPAN KARBON (CARBON
SEQUESTRATION) PADA TEGAKAN, NEKROMASSA KAYU
DAN SUBSTRAT MANGROVE DI BULAKSETRA,
PANGANDARAN
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah karbon, dengan judul Biomassa dan Serapan
Karbon (Carbon Sequeatration) pada Tegakan, Nekromas Kayu dan Substrat
Mangrove di Bulaksetra, Pangandaran ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terimakasih penulis haturkan untuk berbagai pihak yang berperan
besar dalam skripsi ini, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mama, Papa, Mba Maretha Widoarny Pratama, Mba Malyda Dwidoarni
Gustin serta seluruh keluarga atas doa, cinta dan dukungan yang selalu
diberikan.
Bapak Dr Alan Frendy Koropitan SPi MSi dan Ibu Adriani Sunuddin SPi
MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, saran, dan
pengetahuannya dalam bimbingannya.
Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc selaku dosen penguji atas bimbingannya.
Pengurus Ilalang atas bantuan dan arahan dalam pengamatan data.
Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan atas ilmu
yang diberikan selama penulis belajar di IPB.
Teman-teman ITK 47 yang telah bersedia membagi ilmu kepada penulis
Sahabat yang selalu mendukung dan membantu dalam segala hal Ryani
Khairozi dan ‘Abdu Syakir.
Teman yang selalu memberi semangat Novi, Dio, Haris, Wira, Oob, bang
Agung, Dudu, Kak Aulia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Manova Triwidoarni Mutiara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
vi
vi
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Pengukuran Biomassa Pohon (tegakan mangrove)
Pengukuran Nekromassa Kayu
Pengukuran Serasah
Pengukuran C-organik dengan metode Walkey and Black
3
3
3
3
4
4
5
5
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Mangrove Bulaksetra
Karakteristik Habitat Mangrove di Area Pengamatan
Biomassa Serap Karbon oleh Mangrove Rhizophora mucronata
Kandungan C-Organik dan Tekstur Substrat Mangrove
6
6
7
8
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
17
DAFTAR TABEL
1. Parameter fisik habitat mangrove Rhizophora mucronata Dekat Sungai
dan Dekat Pantai
2. Potensi biomassa serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata
3. Kandungan C-organik dan tekstur substrat mangrove di Bulaksetra
7
8
11
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
Lokasi pengamatan dan sampling mangrove di Bulaksetra
Skema pembagian sub-plot sampling mangrove
Komposisi jenis mangrove di Bulaksetra (Zahara et al. 2015)
Diagram nilai serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata di
Bulaksetra
5. Diagram C-organik tiap strata kedalaman
6. Nilai simpanan karbon mangrove di berbagai jenis hutan (Donato et al.
2011)
7. Komposisi teksture substrat mangrove Rhizophora mucronata
3
4
6
9
12
13
13
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
Hasil analisis dengan menggunakan metode Walkey and Black
Contoh perhitungan nilai C-organik (satuan g C/m3)
Perhitungan kemiringan pantai di Bulaksetra, Pangandaran,
Uji Statistik (Uji-T) dengan selang kepercayaan 95%
Profil pasang surut tipe campuran ganda di Pangadaran
6. Dokumentasi Lapang
17
18
19
19
20
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim di dunia semakin cepat yang akan menyebabkan kenaikan
suhu muka bumi yang terjadi karena gas rumah kaca. Gas rumah kaca menurut
IPCC (1996) terbagi menjadi empat yaitu CO2, N2O, metana (CH4) dan uap air.
Proses pemanasan global terjadi ketika matahari memancarkan radiasi gelombang
pendek dan bumi meradiasikan gelombang panjang ke atmosfer namun karena
keberadaan gas rumah kaca, maka energi panasnya terperangkap sehingga suhu
permukaan bumi naik. Fenomena ini akan berdampak serius apabila efek gas
rumah kaca terus berlangsung. Dampaknya akan mengancam kehidupan semua
makhluk hidup di muka bumi terutama akibat emisi CO2 yang sangat tinggi.
Ekosistem laut juga sangat berperan penting dalam menurunkan emisi gas rumah
kaca. CO2 dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman
yang digunakan dalam proses fotosintesis (Nellemann et al.2009). Penyerapan
CO2 melalui fotosintesis tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga di wilayah
perairan dan ekosistem perairan pesisir. Ekosistem pesisir mampu menyerap CO2
secara efektif melalui vegetasi pesisir yang dikenal dengan konsep blue carbon.
Blue carbon merupakan konsep baru dalam mengurangi emisi CO2 di bumi.
Menurut UNEP (2009), blue carbon adalah CO2 di atmosfer yang diserap oleh
ekosistem pesisir (mangrove, lamun, etuari dan rawa payau) melalui fotosintesis
dan menyimpan (sequestration) karbon tersebut di dalam sedimen (substrate).
Secara umum, penerapan konsep blue carbon dominan peruntukkannya pada
tumbuhan daratan. Luas daratan Indonesia lebih kecil daripada luas perairan laut.
Perairan dan pesisir laut Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah dengan
potensi yang tinggi. Penurunan jumlah hutan mangrove akibat aktivitas manusia
ataupun lainnya berdampak terhadap daya serap karbon di bumi. Penurunan hutan
mangrove di dunia sebesar 30-50% dalam kurun waktu setengah abad terakhir
akibat pembangunan pesisir, perluasan tambak, penebangan pohon, dan bencana
alam (Donato et al. 2011).
Hutan mangrove merupakan produsen primer yang dapat menyerap karbon
dengan tingkat intensitas yang lebih besar daripada tumbuhan daratan. Hal ini
dikarenakan mangrove melakukan fotosintesis secara kimia dengan proses
asimilasi gas CO2 (serap karbon). Kemampuan asimilasi karbon oleh hutan
mangrove lebih tinggi 4 (empat) kali lebih banyak daripada kebanyakan hutan
tropis lainnya di seluruh dunia, seperti penelitian yang dikalukan oleh Donato et
al. 2011 mangrove merupakan hutan yang simpanan karbonnya tertinggi di
kawasan tropis yaitu 1.023 Mg C/Ha (cadangan C di atas permukaan). Biomassa
serap karbon oleh vegetasi bervariasi menurut umur, spesies, morfologi, dan
lokasi (Whittaker dan Linkens,1975).
Jasa lingkungan mangrove kini mulai dikaitkan dengan upaya mitigasi
perubahan iklim (meningkatkan gas CO2), khususnya dalam konteks penyerapan
karbon atmosfer. Penyerapan karbon oleh mangrove merupakan proses yang unik
dibandingkan vegetasi lain yang menjadi kerabatnya di daratan, karena karbon
pada mangrove dapat dijumpai hampir di seluruh bagian tubuhnya, termasuk
2
tegakan (batang), nekromassa, akar, daun, bahkan substratnya. Keberadaan
mangrove yang kian terancam menjadi suatu masalah yang serius. Kerusakan
mangrove terjadi karena bencana alam seperti tsunami dan faktor lain yang
merusaknya adalah penebangan pohon mangrove secara liar dan alih-fungsi lahan
mangrove menjadi tambak, seperti yang terjadi di Bulaksetra Pangandaran. Lahan
mangrove yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman dan tambak oleh
masyarakat sekitar dan bencana tsunami pada tahun 2006 menjadi alasan khusus
untuk melakukan penelitian ini.Metode utama dalam mengukur biomassa serap
karbon ada tiga yaitu, metode panen, metode rataan pohon dan metode alometrik
(Komiyama et al.2007). Data besarnya simpanan karbon dalam mangrove di
Indonesia masih sedikit, sehingga diperlukan penelitian mengenai serapan karbon
pada tegakan, nekromasa kayu dan substrat mangrove untuk menghitung tingkat
efektifitas daya serapan karbon.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik biomassa mangrove
dan potensi serapan karbon (carbon sequestration) pada tegakan, nekromassa
kayu dan substrat mangrove Rhizophora mucronata di Bulaksetra, Pangandaran.
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2014-Maret 2015
pengambilan sampel dan pengukuran serap karbon. Lokasi pengamatan mangrove
dan pengambilan sampel bertempatdi Bulaksetra, Desa Babakan, Kabupaten
Pangandaran yang terletak pada koordinat 07°40’49,4” LS dan 108°40’47,1” BT
(Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi
Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Gambar 1 Lokasi pengamatan dan sampling mangrove di Bulaksetra
Bahan
Bahan penelitian ini adalah sampel tegakan, nekromassa, serasah, dan
substrat mangrove Rhizophora mucronata. Substrat mangrove diambil sedalam
satu meter dari permukaan untuk dianalisis tekstur sedimen dan kandungan Corganiknya.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, refraktometer,
pH meter, transek kuadrat, GPS (Global Positioning System), paralon, plastik
timbangan digital, dan kamera.
4
Prosedur Analisis Data
Pengukuran Biomassa Pohon (tegakan mangrove)
Pengukuran biomassa serap karbon dilakukan pada satu area dengan
membentangkan transek pada vegetasi mangrove yang kerapatannya sedang di
kawasan mangrove yang Dekat Pantai. Transek pengamatan mangrove berukuran
5 m x 40 m, yang di dalamnya dibagi menjadi dua sub-plot yaitu zona Dekat
Sungai dan zona Dekat Pantai; mengacu pada teknik yang diterapkan Hairiah dan
Rahayu (2007). Sub-plot yang terbentuk dibagi lagi menjadi 3 petak berukuran 50
cm x 50 cm (Gambar 2). Petak tersebut digunakan untuk sampling tegakan,
nekromassa, serasah dan substrat mangrove Rhizophora mucronata.
Gambar 2 Skema pembagian sub-plot sampling mangrove
Berat jenis (BJ) kayu digunakan untuk perhitungan data. Nilai BJ didapat
dengan cara memotong salah satu cabang, ukur panjang, diameter dan berat
basahnya. Cabang yang telah dipotong kemudian dimasukkan dalam oven pada
suhu 100 ⁰C selama 48 jam. Timbang berat kering dan hitung volume dan BJ
kayu dengan rumus:
Vs (cm3) = π R2 T.............................................................(1)
�� =
��
��
.................................................................................(2)
Dimana: R = jari-jari potongan kayu = ½ x diameter (cm); T = Panjang kayu (cm);
BJ = Berat Jenis (g cm-3); BK = Berat Kering (g); Vs = Volume kering
5
Pengukuran Nekromassa Kayu
Nekromassa kayu adalah pohon mati yang masih berdiri maupun yang
roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang utuh yang berdiameter
5 cm dan panjang 0,5 m (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Pengukuran nekromasa kayu hampir sama dengan pengukuran tegakan
mangrove yaitu mengambil contoh kayu ukuran 10 cm, timbang untuk
mengetahui berat basah dan masukkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80
⁰C untuk menghitung nilai BJ dengan menggunakan rumus volume dan BJ. Nilai
ρ = BJ: (Rifyunando 2011)
Vs (cm3) = ρ R2 T .............................................................(3)
Dimana: R = jari-jari potongan kayu = ½ x diameter (cm); T = Panjang kayu (cm);
ρ = BJ; Vs = Volume kering
Pengukuran Serasah
Pengukuran serasah dengan menempatkan kuadrat kayu berukuran 50 cm x
50 cm di dalam sub-plot (5 m x 40 m) secara acak, dengan mengambil sampel
yang terdapat di kuadrat daun-daun dan ranting-ranting yang telah gugur yang
terdapat didalam plot dan selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari agar
tanah yang menempel pada serasah dapat terpisah. Ambil sampel sebanyak 100
gram, keringkan dalam oven selama 48 jam dan suhu 80 °C.
����� =
��
��
× ����� ..............................................(4)
Dimana: BK = Berat Kering (g); BB = Berat Basah (g)
Pengukuran C-organik dengan metode Walkey and Black
Bahan organik tanah merupakan semua tekstur bukan mineral yang
ditentukan sebagai komponen penyusun tanah. Prisip metode ini adalah karbon
organik yang mudah teroksidasi dalam tanah mereduksi Cr2O72- yang berwarna
jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Sisa Cr2O72dititrasi dengan FeSO4 yang diketahui normalitasnya. Cara pengukuran C-organik
dengan metode Walkey and Black dilakukan tahapan:
1. Penimbangan: 0,50 gram sampel tanah ukuran < 0,50 mm ditimbang dan
dimasukkan dalam erlenmayer 500 ml
2. Oksidasi:
10 ml K2Cr2O7 1N ditambahkan sampel dan dikocok,kemudian
ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat, dikocok kembali dan diamkan
selama 30 menit. Kemudian diencerkan dengan 200 ml air
aquades dan dibiarkan dingin.
3. Titrasi:
3-4 tetes indikator ferroin 0,025 M ditambahkan dan dititrasi
dengan larutan FeSO4 0,5 N sampai terjadi perubahanwarna
(dari hijau gelap menjadi biru) dan pada titrasi akhir berubah
menjadi merah marun.
(�� ������−�� ������)×0.003 ×� ×100
..................(5)
% � ������� =
���
Dimana f= 1,33
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Mangrove Bulaksetra
Bulaksetra merupakan desa yang terletak di Kabupaten Pangandaran, pada
koordinat 07°40’49,4” LS dan 108°40’47,1” BT. Kawasan Mangrove Bulaksetra
merupakan kawasan konservasi mangrove seluas ±17 Ha, yang dikelola oleh
komunitas pencinta alam Ilalang khususnya pasca kejadian tsunami tahun 2007.
Sebelumnya, mangrove alami yang ada di Bulaksetra adalah Avicennia,
Sonneratia, dan Nypa, yang kemudian dialih-fungsikan oleh penduduk sekitar
menjadi kawasan tambak serta pemukiman oleh nelayan lokal.
Tahun 2006 terjadi tsunami yang menghancurkan kawasan Bulaksetra
hingga melumpuhkan aktivitas. Lahan di kawasan Bulaksetra mengalami
kekosongan kembali. Satu tahun pasca-tsunami (tahun 2007), pemerintah
setempat dibantu oleh komunitas pecinta alam Ilalang melakukan rehabilitas
kawasan Bulaksetra dengan menanam bibit mangrove yang baru. Mangrove yang
ditanam merupakan spesies Rhizophora mucronata. Menurut Zahara et al. (2015),
komunitas mangrove yang ada di Bulaksetra terdiri atas 14 spesies (Gambar 3).
Mangrove yang tumbuh asli di Bulaksetra adalah spesies Avicennia,
Sonneratia, dan Nypa yang sudah tumbuh lebih kurang 25 tahun disekitar
kawasan, namun keberadaannya sudah semakin jarang yang diakibatkan alihfungsi lahan yang menyebabkan spesies mangrove yang tumbuh asli mengalami
penurunan jumlah. Spesies asli yang mampu bertahan dengan baik hingga
sekarang adalah jenis Nypa. Kondisi ini dapat dijelaskan dengan melihat Gambar
3 bahwa jenis Nypa masih mendominasi kawasan mangrove di kawasan
Bulaksetra. Spesies lain yang mendominasi adalah spesies Excoecaria agallocha.
Mangrove yang didatangkan adalah spesies Rhizophora mucronata.
Gambar 3 Komposisi jenis mangrove di Bulaksetra (Zahara et al. 2015)
7
Karakteristik Habitat Mangrove di Area Pengamatan
Ada empat parameter lingkungan yang diukur, yaitu suhu, salinitas, pH, dan
tipe substrat di dua zona tumbuhnya mangrove Rhizophora mucronata. Kedua
zona tersebut adalah zona Dekat Sungai dan zona Dekat Pantai. Hasil pengukuran
keempat parameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1
Parameter fisik habitat mangrove Rhizophora mucronata Dekat
Sungai dan Dekat Pantai
Parameter
Suhu (⁰C)
Salinitas (‰)
pH
Tipe substrat
Zona mangrove
Dekat Sungai
30
25
7
Pasir berlumpur
Dekat Pantai
31
23
8
Pasir berlumpur
Menurut Nybakken dan Bertness (2005) pada umumnya kandungan bahan
organik lebih banyak ditemukan dalam tipe substrat lumpur dibandingkan
sedimen pasir. Tabel 1 secara umum diketahui bahwa jenis substrat mangrove di
kedua zona pengamatan Rhizophora mucronata adalah substrat pasir berlumpur.
Karakteristik substrat mangrove yang demikian (Tabel 1) bersifat basah,
mengandung garam, sedikit oksigen, dan kaya bahan organik (Darmadi et al.
2014). Tipe substrat memengaruhi pertumbuhan mangrove. Pada tipe substrat
mangrove pasir berlumpur umumnya tumbuh jenis Avicennia dan Sonneratia, ini
dikarenakan jenis akar Avicennia dan Sonneratia yang berbentuk cakar ayam yang
mampu beradaptasi dengan jenis substrat pasir berlumpur. Spesies Avicennia
merupakan spesies asli yang ada di Bulaksetra, Pangandaran. Hal ini serupa
dengan pendapat Bengen (2000) penyebaran dan zonasi mangrove tergantung oleh
berbagai faktor lingkungan. Tipe zonasi mangrove yang ada di Indonesia salah
satunya adalah; daerah yang paling dekat dengan pantai memiliki jenis substrat
agak berpasir, sering ditumbuhi oleh jenis Avicennia. Pada zona ini jenis
Avicennia berasosiasi dengan jenis Sonneratia yang tumbuh pada daerah dominan
lumpur yang kaya akan bahan organik. Lebih ke arah darat, umumnya vegetasi
mangrove yang tumbuh adalah jenis Rhizophora, Bruguiera dan Xylocarpus. Jenis
mangrove terakhir yang menjadi penutup dan berbatasan langsung dengan
vegetasi darat adalah Nypa fruticans.
Salinitas di lokasi pengamatan yaitu 25 ‰ zona Dekat Sungai dan 23 ‰
zona Dekat Pantai. Nilai salinitas yang lebih tinggi di zona Dekat Sungai,
dipengaruhi oleh kondisi pasang air laut yang berlangsung saat pengamatan
dilakukan. Ketika pasang, air laut masuk ke dalam zona Dekat Sungai melalui
muara menuju ke sungai, sehingga memengaruhi nilai salinitas di sana. Ada
perbedaan nilai pH antara zona Dekat Pantai dan zona Dekat Sungai, namun
nilainya masih dalam kisaran yang normal untuk kehidupan biota mangrove. pH
perairan merupakan parameter lingkungan yang berhubungan dengan susunan
spesies dari komunitas dan proses-proses hidupnya. Kondisi perairan dengan nilai
pH kurang dari 4 merupakan perairan dengan kondisi asam dan menyebabkan
organisme yang hidup mati, sedangkan perairan dengan nilai pH lebih dari 9,5
8
merupakan perairan yang tidak produktif (Hasbi 2004). Nilai pH yang didapat dari
kedua zona masih dalam kisaran normal, seperti yang dijelaskan oleh Hasbi
(2004) nilai pH sangat produktif 7,5-8,5.
Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove selain pada
Tabel 1 adalah kemiringan pantai. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan
studi penelitian di Bulaksetra Pangandaran, yang mana pertumbuhan mangrove
dipengaruhi oleh kemiringan pantai. Kemiringan pantai Bulaksetra, Pangandaran
memiliki kategori landai dengan nilai 0,0928 ° (Lampiran 3). Sumekar (1999)
menjelaskan dalam penelitiannya di Kabupaten Bangkalan-Madura, pantai yang
memiliki kemiringan pantai yang landai cenderung cepat surut, menyebabkan air
laut pada saat pasang naik cukup lama. Kemiringan pantai juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan vegetasi mangrove. Vegetasi dekat pantai di lokasi
pengamatan ditumbuhi dengan spesies Avicennia sp. dan Sonneratia sp. secara
umum mengikuti sebuah pola zonasi. Spesies lain yang tumbuh di lokasi
pengamatan yaitu, Rhizhopora mucronata yang pertama kali ditanam pasca
tsunami 2007. Penanaman spesies Rhizophora sudah berlangsung selama tujuh
tahun. Terdapat 2 pohon dan 3 semai Rhizophora yang tumbuh sejajar dengan
garis pantai. Rhizhophora mucronata memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal ini
karena spesies Rhizophora tubuh pada substrat yang lebih dominan lumpur
sehingga spesies Rhizophora melakukan adaptasi terhadap substrat pasir
berlumpur. Substrat pasir termasuk ke dalam komponen zonasi pantai. Zonasi
pantai yang memiliki tingkat kemiringan rendah akan berdampak terhadap
semakin lebatnya vegetasi yang tumbuh di sekitar.
Pertumbuhan vegetasi mangrove juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tipe pasang surut yang terjadi di Pangadaran adalah pasang surut campuran ganda
(Lampiran 5). Tipe pasang surut campuran ganda merupakan karakteristik umum
perairan pantai selatan, karena pantai selatan langsung berhadapan dengan
samudera sehingga pasang surut yang terjadi adalah tipe ganda.
Biomassa Serap Karbon oleh Mangrove Rhizophora mucronata
Pengukuran nilai serap karbon telah dilakukan untuk tegakan, akar,
nekromassa dan serasah mangrove Rhizophora mucronata di masing-masing
zona. Hasil pengukuran tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Potensi biomassa serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata
Zona mangrove
Tipe mangrove
Total (g
C/m2)
Dekat Sungai
(g C/m2)
1.990
Dekat Pantai
(g C/m2)
1.345
Akar
199
135
334
Nekromassa
716
628
1.344
0
260
260
Tegakan
Serasah
3.335
9
Biomassa dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu, biomassa di atas
substrat mangrove dan biomassa didalam substrat mangrove. Biomassa atas
substrat mangrove mencakup batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah.
Biomassa dalam substrat mangrove adalah akar. Pengukuran biomassa mangrove
dilakukan pengukuran pada bagian atas mangrove. Seperti yang dijelaskan oleh
Kusmana et al. (2008) bahwa besarnya biomassa ditentukan oleh diameter, tinggi
tanaman, kerapatan kayu, dan kesuburan substrat mangrove. Kandungan karbon
yang terdapat pada tanaman menggambarkan seberapa besar pohon dapat
mengikat CO2 dari udara.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan potensi biomassa karbon yang
diserap oleh setiap parameter yang diukur dalam satuan g C/m2 yang diperoleh
dari perhitungan nilai BJ. Pohon pada kondisi Dekat Sungai dan kondisi Dekat
Pantai hasilnya tidak jauh berbeda karena kondisi lapangan yang menunjukkan
daerah mangrove yang diteliti tidak berdeda dari kondisi substrat, pH, dan
salinitas. Penelitian dalam pengukuran biomassa dan kandungan karbon dilakukan
dengan menggunakan pendekatan volume batang dengan kerapatan volume kayu
mangrove sehingga tidak merusak lingkungan (destructive sampling). Pengukuran
akar dilakukan dengan cara dengan mengestimasi dari persamaan alometrik.
Berdasarkan diameter akar utama (proximal root) Hairiah dan Rahayu (2007).
Sehingga pengukuran akar dilakukan dengan menggunakan nilai terpasang
(default value) yaitu nisbah pohon:akar pada hutan tropik basah dengan
menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk:akar adalah 4:1 untuk
pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 di tanah-tanah
miskin.
Jumlah C tersimpan (g C/m2)
6000
5000
4000
Serasah
3000
Nekromasa berkayu
Akar
2000
Tegakan mangrove
1000
0
Dekat Sungai
Dekat Pantai
Total
Gambar 4 Diagram nilai serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata di
Bulaksetra
Gambar 4 menjelaskan tentang nilai karbon pada setiap zona dan total
karbon dari kedua zona (Tabel 2). Kandungan biomassa terbesar berturut-turut
terdapat pada tegakan mangrove, nekromasa kayu, akar dan serasah mangrove
baik pada zona Dekat Sungai maupun zona Dekat Pantai, tegakan mangrove
menyimpan karbon di seluruh bagian tubuhnya. Hal ini sependapat dengan
penelitian Ilmiliyana et al. (2012) pada penelitiannya Estimasi Stok Karbon pada
Tegakan Pohon Rhizophora stylosa di Pantai Camplong, Sampang, Madura
10
bahwa penyerapan stok karbon terbesar terjadi pada tegakan mangrove,
nekromasa, akar dan serasah. Ditemukan 18 tegakan mangrove di lokasi
pengamatan dengan ketinggian antara 4,7 m tegakan terendah dan 7 m tegakan
tertinggi. Hasil yang diperoleh sama dengan hasil penelitian Rifyunando (2011)
yang dilakukan di kawasan hutan mangrove Leuweung Sancang Kabupaten Garut.
Jumlah karbon tersimpan pada tegakan mangrove yaitu 1.345 g C/m2 pada zona
Dekat Sungai dan 1.990 g C/m2 pada zona Dekat Pantai. Menurut Hairiah dan
Rahayu (2007) distribusi biomassa pada tiap komponen tegakan mangrove
menggambarkan besarnya distribusi hasil fotosintesis tegakan mangrove yang
disimpan oleh tanaman. Melalui proses fotosintesis, CO2 diudara diserap oleh
tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat
untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam
bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga. Walaupun aktifitas fotosintesis
terjadi di daun, namun distribusi hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk
pertumbuhan batang. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih
baik dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut
menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen
penyusun kayu dibanding air, sehingga biomassa batang menjadi lebih besar.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan selang kepercayaan 95%,
terjadi perbedaan yang nyata (Walpole 1993). Perbedaan nyata terhadap
ketinggian pohon dan jumlah pohon di lokasi penelitian dengan biomassanya. Ada
hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassanya.
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Catur dan Sidiyasa (2001)
bahwa biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsionaldengan
semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon
mempunyai hubungan dengan diameter pohon.
Nilai karbon pada akar didapat dari estimasi persamaan alometrik.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan nilai terpasang (default value) yaitu
nisbah pohon:akar. Seperti yang telah dijelaskan nisbah pohon:akar pada lahan
basah adalah 10:1 maka nilai karbon pada akar adalah 135 g C/m2 untuk zona
Dekat Sungai dan 199 g C/m2 untuk zona Dekat Pantai.
Serasah mangrove adalah serasah daun yang masih utuh (serasah kasar), dan
bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan ukurannya > 2
mm. Biomassa yang diperoleh dari serasah mangrove berturut-turut zona Dekat
Sungai dan zona Dekat Pantai adalah 0 dan 260 g C/m2. Nilai biomassa serap
karbon untuk serasah mangrove di zona Dekat Sungai tidak diperoleh karena
serasah yang ada telah terbawa arus pasang memasuki sungai yang letaknya
bersebelahan dengan sub-plot pengamatan. Nilai serasah memiliki nilai yang
cukup rendah ini dikarenakan serasah mangrove banyak ditemukan dalam bentuk
daun. Daun lebih banyak menyimpan kandungan airnya dibandingkan dengan
kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Amira (2008) dimana
daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada
umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi air dan unsur hara mineral.
Pendapat lain disampaikan oleh Hilmi (2003) bahwa daun memilki jumlah
stomata yang lebih banyak daripada lentisel yang terdapat pada batang, sehingga
menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun dan rongga
yang ada pada daun akan banyak terisi air.
11
Kandungan C-Organik dan Tekstur Substrat Mangrove
Mangrove mempunyai ciri-ciri substrat yang selalu basah, mengandung
garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya akan bahan
organik. Substrat memiliki peranan dalam penyerapan C-organik dalam setiap
kondisi.
Tabel 3
Kandungan C-organik dan tekstur substrat mangrove di Bulaksetra
Kedalaman
Kandungan
substrat
C-organik
mangrove
(g C/m2)
(cm)
13,34
1 - 31
3,94
31 – 70
1,58
71 – 100
Tekstur substrat (%)
Pasir
Kasar
Pasir
Halus
Debu
Kasar
Debu
Halus
Liat
Kasar
Liat
Halus
17,13
20,26
54,2
40,25
65,61
43,12
17,72
6,51
1,03
12,03
5,40
0,17
5,24
0,97
1,09
7,63
1,25
0,39
Tabel 3 menunjukkan hasil penyerapan C-organik pada substrat mangrove.
Pengambilan sampel dilakukan pada titik tunggal dengan kedalaman 100 cm yang
dibagi menjadi 3 tingkat kedalaman yaitu 1-30 cm, 31-70 cm dan 71-100 cm
(Lampiran 2). Selain analisis C-organik juga dilakukan analisis tekstur substrat.
Analisis tekstur substrat dilakukan dengan 6 (enam) kelas tekstur substrat, yaitu
pasir kasar, pasir halus, debu kasar, debu halus, liat kasar dan liat halus. Setiap
kedalaman memiliki kandungan tekstur substrat yang berbeda-beda, pada setiap
kedalaman tekstur pasir mendominasi tinggi dibandingkan dengan tekstur yang
lainnya. Tekstur pasir mendominasi setiap kawasan karena lokasi pengamatan
sampel ini dilakukan dekat dengan pantai.
Hasil penelitian kandungan C-organik pada tekstur substrat mangrove
menunjukkan hasil yang rendah, salah satu penyebabnya adalah alih-fungsi lahan
pada lokasi pengamatan yang dijadikan sebagai tambak, pemukiman dan aktivitas
lain yang berdampak terhadap penurunan karbon di substrat mangrove. Ong
(1993) menjelaskan bahwa data emisi karbon dari perubahan pemanfaatan lahan
mangrove belum dipahami dengan baik. Gangguan terhadap simpanan karbon
disetiap lahan mengakibatkan terjadinya emisi yang tinggi. Bukti bahwa alihfungsi lahan berdampak pada biomassa vegetasi dan juga menurunkan karbon
substrat mangrove secara sigifikan.
Kandungan tekstur substrat sangat berpengaruh terhadap kandungan Corganik. Pada tekstur substrat pasir tidak dapat menyimpan C-organik banyak ini
dikarenakan pori pada pasir yang besar dan tidak dapat mengikat karbon dengan
baik. Pendapat ini sesuai dengan Kohnken et al. (1995) bahwa tanah bertekstur
kasar (pasir) mempunyai kandungan bahan organik sangat rendah. Hakim et al.
(1986) menyatakan bahwa tanah yang didominasi oleh partikel berukuran kasar
(pasir) akan didominasi oleh pori makro. Tinnginya pori makro akan
menyebabkan kondisi aerob yang selanjutnya akan mendorong oksidasi bahan
organik menjadi mineral-mineral tanah. Tekstur pasir berfungsi sebagai kerangka
tanah yang berperan aerasi tanah. semakin tinggi pasir maka semakin baik
pertukaran udara tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap oksigen bahan
organik tanah menjadi mineral-mineral tanah.
12
Kandungan C-Organik (gC/m2)
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 - 30
31 - 70
Skala kedalaman substrat (cm)
71 - 100
Gambar 5 Diagram C-organik tiap strata kedalaman
Kandungan C-organik pada setiap kedalaman substrat mangrove secara
berturut-turut adalah 13,34 g C/m2, 3,94 g C/m2 dan 1,58 g C/m2. Nilai
kandungan C-organik yang tertinggi terdapat pada kedalaman 1-30 cm. Menurut
Hairiah dan Rahayu (2007) jumlah karbon tersimpan antara lahan berbeda-beda
tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis substrat
mangrovenya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon suatu lahan
menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan substrat mangrovenya baik atau
dengan kata lain jumlah karbon tersimpan diatas substrat mangrove (biomassa
tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam substrat
mangrove (bahan organik tanah). Nilai kandungan C-organik dipengaruhi oleh
jenis tekstur substrat pada lokasi penelitian.Kedalaman 1-30 cm jenis substrat
debu dan liat cukup tinggi dibandingkan pada kedalaman 31-70 cm dan 71-100
cm. Tekstur liat mampu mengikat C-organik dengan baik, hal tersebut juga
sependapat dengan Foth (1998) berpendapat bahwa terdapat kecenderungan suatu
korelasi antara kandungan liat tanah dengan kandungan bahan organik .Semakin
besar kandungan liat maka semakin tinggi kandungan bahan organik, karena
molekul-molekul organik yang diadopsi oleh liat dilindungi secara parsial dari
perombakan oleh mikroorganisme. Darmawijaya (1990) juga berpendapat sama
bahwa tekstur liat paling berpengaruh terhadap kadar bahan organik tanah karena
tekstur liat mempunyai luas permukaan jenis paling besar yaitu 800 m2/g, luas
permukaan jenis yang besar sangat aktif dalam absorpsi air. Oleh karena itu, tanah
yang didominasi oleh tekstur liat mempunyai daya pagang air yang besar dan pori
yang rendah. Keadaan yang pertukaran udara tidak lancar atau semi anaerob akan
berpengaruh terhadap dekomposisi bahan organik, yaitu bahan organik akan
mengalami proses humifikasi sehingga dihasilkan senyawa-organik yang tahan
terhadap pelapukan (Stavenson 1982).
Nilai kandungan C-organik di Bulaksetra termasuk rendah pada bagian
substrat dibandingkan dengan penelitian Donato et al. (2011) yang dijelaskan
dalam penelitiannya Mangrove Among the Most Carbon-Rich Forests in the
Tropics (Gambar 6) bahwa substrat dengan kedalaman kurang dari 30 cm mampu
menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan bagian yang lainnya. Perbedaan
13
ini disebabkan oleh jenis substrat di Bulaksetra terkena dampak langsung tsunami
pada tahun 2006. Substrat yang ada di daerah tersebut merupakan substrat baru
yang terbawa ombak pada kejadian tsunami.
Gambar 6 Nilai simpanan karbon mangrove di berbagai jenis hutan (Donato et
al. 2011)
Komposisi substrat (%)
70
60
50
Pasir Kasar
40
Pasir Halus
30
Debu Kasar
20
Debu Halus
Liat Kasar
10
Liat Halus
0
1 - 30
30 - 70
Substrat (cm)
70 - 100
Gambar 7 Komposisi teksture substrat mangrove Rhizophora mucronata
Gambar 7 meunjukkan hasil C-organik dan tekstur substrat mangrove
dalam diagram batang. Tekstur pasir mendominasi setiap lapisan. Komposisi
tekstur pada lapisan 1-30 cm memiliki kombinasi tekstur yang bercampur antara
keenam tekstur dibandingkan dengan kedalaman 31-70 cm dan 71-100 cm.
Percampuran substrat setiap kedalaman memiliki dominan tekstur yang berbedabeda. Tekstur pada kedalaman 1-30 cm adalah jenis substrat lempung berpasir,
kedalaman 31-70 cm adalah jenis substat pasir berlempung dan kedalaman 71-100
cm adalah jenis substrat pasir. Kedalaman 71-100 cm tekstur pasir mendominasi,
baik pasir kasar maupun pasir halus. Hasil ini dapat terlihat bahwa semakin dalam
sampel yang diambil, tekstur pasir semakin mendominasi. Kandungan karbon
yang diperoleh juga termasuk dalam kategori rendah, mangrove memanfaatkan
bahan organik untuk pertumbuhannya. Seperti yang dijelaskan oleh Chauvet
14
(1987) bahwa kandungan C/N rasio yang rendah dikarenakan bahan organik
dimanfaatkan kembali oleh mangrove untuk pertumbuhan.
Substrat adalah tempat dimana akar-akar mangrove dapat tumbuh.
Karaktristik substrat yang baik menentukan banyaknya tegakan mangrove yang
dapat tumbuh dan berkembang (Arief 2003). Gambar 7 menunjukkan jenis tekstur
substrat yang dominan adalah pasir. Sesuai kondisi pengambilan sampel yang
dekat dengan pantai, jenis mangrove yang tumbuh di kondisi substrat ini adalah
jenis Avicennia dan Sonneratia. Hal ini sependapat dengan Indah et al. (2008)
bahwa substrat yang dominan pasir merupakan yang sangat cocok untuk
mangrove jenis Avicennia, hal ini dikarenakan jenis perakaran yang efektif
sebagai perangkap pasir. Avicennia tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan
yang teduh atau berlumpur tebal yang biasanya tumbuh di dalam hutan. Seperti
yang dijelaskan oleh Komiyama et al. (2007), kondisi substrat mempengaruhi
pertumbuhan mangrove.Berdasarkan zonasi mangrove yang tumbuh lebih dekat
dengan pantai dengan substrat dominan pasir banyak tumbuh jenis Avicennia sp.
dan Sonneratia sp. sedangkan kondisi substrat yang lebih banyak lumpur jenis
Rhizophora dan Bruguiera. Substrat jenis pasir tidak dapat mengikat karbon
dengan baik.
Gambar 7 merupakan hasil analisis yang menunjukkan tekstur substrat yang
dominan adalah pasir di setiap strata kedalaman. Substrat merupakan tempat
menyimpan (sequestration) karbon yang terjadi pada mangrove melalui proses
fotosintesis. Jenis substrat juga mempengaruhi spesies mangrove yang tumbuh.
Jenis teksur substrat berpasir akan ditumbuhi oleh mangrove spesies Avicennia
dan Sonneratia. Seperti yang terjadi di Bulaksetra, spesies asli yang tumbuh
adalah Avicennia dan Sonneratia. Namun, karena adanya penanaman kembali
pasca tsunami dengan spesies Rhizophora mucronata yang umumnya tumbuh di
jenis substrat berlumpur menyebabkan pertumbuhan mangrove jenis Rhizophora
lamban untuk tumbuh dan berpengaruh terhadap penyimpanan (sequestration)
karbon, sehingga nilai simpanan (sequestration) karbon yang terjadi di Bulaksetra
termasuk rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Donato et al. (2011)
(Gambar 6).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai tertinggi biomassa dalam menyerap karbon oleh mangrove Rhizophora
mucronata di Bulaksetra, tertinggi terdapat pada tegakan; sedangkan yang
terendah adalah pada serasah di zona Dekat Sungai. Kandungan C-organik dalam
substrat mangrove Rhizophora yang tertinggi ada pada level permukaan
(kedalaman 1-30 cm), yang diduga dipengaruhi oleh keberadaan tekstur liat dalam
substrat tersebut. Jenis mangrove Rhizophora kurang cocok di tanam di
Bulaksetra karena perbedaan jenis substrat yang mempengaruhi penyimpanan
(sequestration) karbon yang kurang maksimal.
15
Saran
Penelitian biomassa serap karbon yang dilakukan kali ini perlu diterapkan
juga untuk spesies mangrove lain, khususnya yang asli merupakan komunitas
lokal dan dominan di kawasan Bulaksetra, seperti Nypa fruticans.
DAFTAR PUSTAKA
Amira S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhizophora apiculata Bl. di Hutan
Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Konisius. Yogyakarta.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia
Catur WA dan S Kadek. 2001. Model pendugaan biomassa pohon mahoni (swietenia
macrophylla king) di atas permukaan tanah. Jakarta
ChauvetE. 1987. Changes in the Chemical Composition of Alder, Poplar dan Willo
Leaves During Decomposition in A River. Hydrobiologia 148: 35-44
Darmadi, MWLewaru dan MAK Alexander. 2014. Struktur Komunitas Vegetasi
Mangrove berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa Cangkring
Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Universitas Padjajaran: Bandung
Darmawijaya MI. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 411p.
Donato DC, JB Kauffman, DMurdiyarso, SKurnianto, M Stidhamdan M Kanninen.
2011. Mangroves among the most carbon-richforests in the tropics. Nature
Geoscience. DOI: 10.1038
Foth HD. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 782p.
Hairiah K dan S Rahayu. 2007. Pengukuran ‘karbon tersimpan’ di berbagai macam
penggunaan lahan. World AgroforestryCentre. ICRAF, SEA Regional Office,
University of Brawijaya, Indonesia.
Hakim N, MY Nyakpa, AM Lubis, SG Nugroho, MA Diha, GB Hong dan HH
Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488p.
Hasbi. 2004. Studi Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Pantai Larea-Rea
Kabupaten Sanjai. (Skripsi). UNHAS Makassar.
Hilmi E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi kasus
di Indragiri Hilir Riau. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Indah R, A Jabarsyah dan A Laga. 2008. Perbedaan Substrat dan Distribusi Jenis
Mangrove (Studi Kasus: Hutan Mangrove di Kota Tarakan). Universitas Borneo
Tarakan. Kalimantan. 19 hal.
Imiliyana A, M Muryono dan H Purnobasuki. 2012. Estimasi Stok Karbon pada
Tegakan Pohon Rhizophora stylosa di Pantai Camplong, Sampang-Madura.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC]. 1996. Guidelines for National
Greenhouse Gas Inventories. Switzerland.
16
Kitamura S, C Anwar, A Chaniago dan S Baba. 1997. Buku Panduan Mangrove di
Indonesia. Proyek Pengembangan Manajemen Mangrove Berkelanjutan,
Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan Japan International Corporation
Agency. Jakarta
Kohnken G, S Elke, A Ellen dan H Eberhard. 1995. The Cognitive Interview and the
Assessment of the Credibility of Adult’ Statment. Journal of Applied Psychology,
80; 671-684.
Komiyama A, JE Ong dan S Poungparn. 2007. Allometry, Biomass, and Productivy
of mangrove forest: A review. Faculty of Applied Biological Sciences, Gifu
University, Japan.
Kusmana C, Wibowo IC, Budi SW, Siregar IZ, Tiryana Tdan Sukardjo S. 2008.
Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea International Corporation
Agency the Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area Damaged By
Tsunami in Aceh Project.
Nellemann C, E Corcoran, DM Duarte, L Valdes, CD Young, L Fonseca dan G
Grimsditch. 2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations
Environment Programme, GRID-Arendal. Birkeland Trykkeri AS. Norway
Ong JE. 1993. Mangroves a carbon source and sink. Chemosphere 27:1097-1107.
Polidoro BA, CE Kent, C Lorna, NCDuke, ME Aaron, CE Joanna dan JF Elizabeth.
2010. The loss of species: Mangrove extinction risk and geographic areas of
global corners, PLoSONE 5(4):e10095
Rifyunando R. 2011. Estimasi stok karbon mangrove di kawasan cagar alam
Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas
pendidikan Indonesia.Bandung
Stavenson FJ. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. John
Willey and Sons. Inc. New York. 399p.
Sumekar R. 1999. Pengaruh Substrat Pendukung terhadap Pertumbuhan Vegetasi
Mangrove(Studi Kasus: Hutan Pantai Desa Tengket dan Dessa Kool –
Kab.Bangkalan-Madura. Universitas Indonesia.
Walpole RE. 1993. Pengantar statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Whittaker RH dan GE Likens. 1975. The biosphere and man. In: Lieth, H., Whittaker,
R.H. (Eds.), Primary Productivity the Biosphere. Ecological Studies, vol. 14.
Springer, Berlin, pp. 305-328.
Widyastuti M dan SL Wahyu. 1998. Identifikasi dan Pengukuran Parameter Fisik di
Lapangan. Kerjasama Fakultas Geologi-UGM dengan Bakosurtanal BANDA
dalam rangka Proyek MREP Sulawesi Selatan. Gadjah Mada University Press.
World Trade Organization and United Nations Environmental Program. 2009. Trade
and Climate Change: WTO-UNEP Report. Geneva. WTO
Zahara P, D Aryany, MA Putri dan MAH Akbar. 2015. Model Seascape Mangrove
dalam Mendukung Potensi Kelautan di Bulaksetra, Kabupaten Pangandaran,
Jawa Barat (Laporan Kemajuan PKM). IPB: Bogor
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis dengan menggunakan metode Walkey and Black
18
Lampiran 2 Contoh perhitungan nilai C-organik (satuan g C/m3)
Diketahui :
ml blanko
ml sampel
Bobot sampel (BKU)
f
kadar air (KA)
Bobot kering oven (BKM)
Diameter
Kedalaman
Ditanyakan : % C-organik? (ppt)
Jawab :
�� =
=
: 10,20
: 8,50
: 0,5 gram
: 1,33
:?
: 0,499 gram
: 2,54 cm
: 30 cm
��� − ���
× 100
���
0,5−0,499
0,499
× 100
= 0,2 %
(�������� − ��������) × 0,003 × � × 100
���
(�������� − ��������) × 0,003 × � × 100
=
���
(10,20 − 8,50) × 0,003 × 1,33 × 100
=
= 1,359 %
0,499
% � − ������� =
1,359 % C-Organik, setara dengan :
% � − �������
1,359
� − ������� (����) =
× ��� =
× 0,499 ����
100
100
= 6,78 × 10−3 ���� = 6,78 �� �
2,54 2
� 5,0604 ��2
������ = � � = 3,14 × �
2
2
������� =
6,78
% � − �������
=
= 1,3398 �� � �−2
������
5,0604
= 13,34 � � �−2
19
Lampiran 3 Perhitungan kemiringan pantai di Bulaksetra, Pangandaran,
Diketahui : p = 1,67 m
q = 18 m
ditanyakan : r? Dan θ?
Jawab :
r 2 = p 2 + q2
= �p2 + q2
= �(1,67)2 + (18)2
= 18,08 �
�
tan � = �
1,67
tan � = 18
= 0,0928°
Lampiran 4 Uji Statistik (Uji-T) dengan selang kepercayaan 95%
Uji - T
Test Value = 0
T
db
Sig, (2-tailed)
Nilai ragam
Selang kepercayaan 95%
Batas bawah
pohon_ke
dekat_pantai
dekat_sungai
,
7,550
10,457
11,379
17
17
17
,000
,000
,000
9,50000
21,00000
24,57778
6,8452
16,7632
20,0209
Batas atas
12,1548
25,2368
29,1346
20
Lampiran 5 Profil pasang surut tipe campuran ganda di Pangadaran
Lampiran 6 Dokumentasi Lapang
Nekromasa
GPS Map 60CSx
21
Pengambilan sampel sarasah
Penimbangan sampel
Oven untuk pengeringan sampel
Mangrove Rhizophora mucronata
Akar mangrove Rhizophora mucronata
Lokasi Pengambilan sampel
Proses pengeringan sampel
Substrat mangrove analisis c-organik
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Ciamis pada tanggal 20 Nopember 1992, putri ke tiga dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Widadi dan Ibu Suparni, Penulis
menggenggam bangku pendidikan dasar di SD N 5 Babakan, melanjutkan
pendidikan menengahnya di SMP N 1 Pangandaran melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMA N 1 Pangandaran, Tahun 2010 penulis mengikuti Ujian
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar menjadi mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi
Mahasiswa Daerah di Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC), Penulis juga
aktif dalam berbagai kepanitian di antaranya yaitu sebagai Divisi Hubungan
Masyarakat dan Komunikasi (HUMAS) dalam acara Konservasi dan Survei
Lapang Kelautan II (Konsurv) pada tahun 2012, Divisi Humas dalam acara
Konsurv III tahun 2013, Divisi Humas dalam acara KAMP LUNA tahun 2012,
Anggota Majalah Oceanic ITK divisi Fotografi tahun 2013, Anggota Bina Desa
FPIK-IPB tahun 2013, Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar yaitu
Seminar Nasional Maritim “Institut Maritim Indonesia” tahun 2013, Seminar
Nasional “Kepelabuhan dan Industri Transportasi Laut” tahun 2012, Seminar
Nasional KOMPAS “Kompas Saba Kampus” dan pelatihan Fotografi Jurnalistik
tahun 2013, Bulan Januari 2014 penulis mengikuti magang di Koran Radar
Pangandaran,
(CARBON SEQUESTRATION) PADA TEGAKAN,
NEKROMASSA KAYU DAN SUBSTRAT MANGROVE DI
BULAKSETRA, PANGANDARAN
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Biomassa dan Serapan
Karbon (Carbon Sequestration) pada Tegakan, Nekromassa Kayu dan Substrat
Mangrove di Bulaksetra, Pangandaran” adalah benar karya saya dengan arahan
dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari2016
Manova Triwidoarni Mutiara
NIM C54100056
ABSTRAK
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA. Biomassa dan Serapan Karbon (Carbon
Sequestration) pada Tegakan, Nekromassa Kayu dan Substrat Mangrove di
Bulaksetra, Pangandaran. Dibimbing oleh ALAN FRENDY KOROPITAN dan
ADRIANI SUNUDDIN.
Mangrove mampu menyerap CO2 atmosfer melalui mekanisme fotosintesis, sehingga
dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim yang hasilnya disimpan pada akar,
batang, daun, serta tegakan mati (nekromasa) dan substratnya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji penyerapan karbon oleh mangrove Rhizophora mucronata.
Pengukuran dan sampling dilakukan pada November 2014 dan Maret 2015 di
Bulaksetra pada 2 plot pengamatan: dekat sungai dan dekat pantai. Metode
pengukuran biomassa dan karbon tersimpan mengacu pada Hairiah dan Rahayu
(2007), sedangkan analisis C-organik dengan metode Walkey and Black. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa parameter fisik di lokasi penelitian mempengaruhi
biomassa dan serap karbon mangrove. Total biomassa karbon pada tegakan, akar,
nekromasa kayu dan serasah adalah 3.335 g C/m2, 334 g C/m2, 1.344 g C/m2 dan 260
g C/m2. Kandungan karbon di substrat mangrove pada kedalaman 1-30 cm, 31-70 cm
dan 71-100 cm adalah 13,34 g C/m2, 3,94 g C/m2,dan 1,58 g C/m2; dengan jenis
struktur sedimen lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir. Hasil pengukuran
serapan karbon di substrat mangrove sangat rendah dibandingkan dengan hasil kajian
sebelumnya di lokasi lain..Hal ini diakibatkan oleh spesies mangrove yang diukur
bukanlah asli tumbuh di Bulaksetra, melainkan hasil rehabilitasi yang baru berusia 7
tahun sejak penanaman.
Kata kunci: Bulaksetra, CO2, mangrove, serapan karbon, substrat, tegakan
ABSTRACT
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA. Biomass and Carbon Sequestration in the
Mangrove Stands, Wood, Necromass and Substrate in Bulaksetra,
Pangandaran.Under Supervision by ALAN FRENDY KOROPITAN and ADRIANI
SUNUDDIN.
Mangroves have the ability to absorb atmospheric CO2 by photosynthesis and the
results are stored in the form of biomass in roots, trunks, leaves, also preserved in
woody necromass, and substrates; thus, they play a role in climate change mitigation.
The present research aimed to study the CO2 absorption in the mangrove Rhizophora
mucronata. Biomass measurement and sampling were carried out on November 2014
and March 2015 in Bulaksetra which divided beach into two plots located near the
river and near the beach. Method for measuring mangrove biomass was following
Hairiah and Rahayu (2007), while Walkey and Black method was applied for
measuring C-organic in mangrove substrate. The research results showed that
physical parameters in each location were affecting mangroves biomass and carbon
sequestered within. Carbon sequestration in individual parts of mangrove biomass
were 3.335 g C/m2(stands), 334 g C/m2(roots), 1.344 g C/m2(necromass) and 260 g
C/m2(litters). Carbon contents in sediment substrate at 1-30 cm, 31-70 cm and 71-100
cm were 13.34 g C/m2, 3.94 g C/m2 and 1.58 g C/m2, with sediment types of clay sand,
sand clay and sand. The measurement result of carbon sequestration in mangrove
sediment is lower than previous studies in other regions. It is due to the mangrove
species that was measured in the present study, is not origin species in Buluksetra.
The current species was coming as a result of rehabilitation project from 7 years ago.
Keywords:Bulaksetra, CO2, mangrove, carbonsequestration, substrate, stands.
BIOMASSA DAN SERAPAN KARBON (CARBON
SEQUESTRATION) PADA TEGAKAN, NEKROMASSA KAYU
DAN SUBSTRAT MANGROVE DI BULAKSETRA,
PANGANDARAN
MANOVA TRIWIDOARNI MUTIARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah karbon, dengan judul Biomassa dan Serapan
Karbon (Carbon Sequeatration) pada Tegakan, Nekromas Kayu dan Substrat
Mangrove di Bulaksetra, Pangandaran ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terimakasih penulis haturkan untuk berbagai pihak yang berperan
besar dalam skripsi ini, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mama, Papa, Mba Maretha Widoarny Pratama, Mba Malyda Dwidoarni
Gustin serta seluruh keluarga atas doa, cinta dan dukungan yang selalu
diberikan.
Bapak Dr Alan Frendy Koropitan SPi MSi dan Ibu Adriani Sunuddin SPi
MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, saran, dan
pengetahuannya dalam bimbingannya.
Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc selaku dosen penguji atas bimbingannya.
Pengurus Ilalang atas bantuan dan arahan dalam pengamatan data.
Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan atas ilmu
yang diberikan selama penulis belajar di IPB.
Teman-teman ITK 47 yang telah bersedia membagi ilmu kepada penulis
Sahabat yang selalu mendukung dan membantu dalam segala hal Ryani
Khairozi dan ‘Abdu Syakir.
Teman yang selalu memberi semangat Novi, Dio, Haris, Wira, Oob, bang
Agung, Dudu, Kak Aulia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Manova Triwidoarni Mutiara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
vi
vi
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Pengukuran Biomassa Pohon (tegakan mangrove)
Pengukuran Nekromassa Kayu
Pengukuran Serasah
Pengukuran C-organik dengan metode Walkey and Black
3
3
3
3
4
4
5
5
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Mangrove Bulaksetra
Karakteristik Habitat Mangrove di Area Pengamatan
Biomassa Serap Karbon oleh Mangrove Rhizophora mucronata
Kandungan C-Organik dan Tekstur Substrat Mangrove
6
6
7
8
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
17
DAFTAR TABEL
1. Parameter fisik habitat mangrove Rhizophora mucronata Dekat Sungai
dan Dekat Pantai
2. Potensi biomassa serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata
3. Kandungan C-organik dan tekstur substrat mangrove di Bulaksetra
7
8
11
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
Lokasi pengamatan dan sampling mangrove di Bulaksetra
Skema pembagian sub-plot sampling mangrove
Komposisi jenis mangrove di Bulaksetra (Zahara et al. 2015)
Diagram nilai serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata di
Bulaksetra
5. Diagram C-organik tiap strata kedalaman
6. Nilai simpanan karbon mangrove di berbagai jenis hutan (Donato et al.
2011)
7. Komposisi teksture substrat mangrove Rhizophora mucronata
3
4
6
9
12
13
13
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
Hasil analisis dengan menggunakan metode Walkey and Black
Contoh perhitungan nilai C-organik (satuan g C/m3)
Perhitungan kemiringan pantai di Bulaksetra, Pangandaran,
Uji Statistik (Uji-T) dengan selang kepercayaan 95%
Profil pasang surut tipe campuran ganda di Pangadaran
6. Dokumentasi Lapang
17
18
19
19
20
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan iklim di dunia semakin cepat yang akan menyebabkan kenaikan
suhu muka bumi yang terjadi karena gas rumah kaca. Gas rumah kaca menurut
IPCC (1996) terbagi menjadi empat yaitu CO2, N2O, metana (CH4) dan uap air.
Proses pemanasan global terjadi ketika matahari memancarkan radiasi gelombang
pendek dan bumi meradiasikan gelombang panjang ke atmosfer namun karena
keberadaan gas rumah kaca, maka energi panasnya terperangkap sehingga suhu
permukaan bumi naik. Fenomena ini akan berdampak serius apabila efek gas
rumah kaca terus berlangsung. Dampaknya akan mengancam kehidupan semua
makhluk hidup di muka bumi terutama akibat emisi CO2 yang sangat tinggi.
Ekosistem laut juga sangat berperan penting dalam menurunkan emisi gas rumah
kaca. CO2 dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman
yang digunakan dalam proses fotosintesis (Nellemann et al.2009). Penyerapan
CO2 melalui fotosintesis tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga di wilayah
perairan dan ekosistem perairan pesisir. Ekosistem pesisir mampu menyerap CO2
secara efektif melalui vegetasi pesisir yang dikenal dengan konsep blue carbon.
Blue carbon merupakan konsep baru dalam mengurangi emisi CO2 di bumi.
Menurut UNEP (2009), blue carbon adalah CO2 di atmosfer yang diserap oleh
ekosistem pesisir (mangrove, lamun, etuari dan rawa payau) melalui fotosintesis
dan menyimpan (sequestration) karbon tersebut di dalam sedimen (substrate).
Secara umum, penerapan konsep blue carbon dominan peruntukkannya pada
tumbuhan daratan. Luas daratan Indonesia lebih kecil daripada luas perairan laut.
Perairan dan pesisir laut Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah dengan
potensi yang tinggi. Penurunan jumlah hutan mangrove akibat aktivitas manusia
ataupun lainnya berdampak terhadap daya serap karbon di bumi. Penurunan hutan
mangrove di dunia sebesar 30-50% dalam kurun waktu setengah abad terakhir
akibat pembangunan pesisir, perluasan tambak, penebangan pohon, dan bencana
alam (Donato et al. 2011).
Hutan mangrove merupakan produsen primer yang dapat menyerap karbon
dengan tingkat intensitas yang lebih besar daripada tumbuhan daratan. Hal ini
dikarenakan mangrove melakukan fotosintesis secara kimia dengan proses
asimilasi gas CO2 (serap karbon). Kemampuan asimilasi karbon oleh hutan
mangrove lebih tinggi 4 (empat) kali lebih banyak daripada kebanyakan hutan
tropis lainnya di seluruh dunia, seperti penelitian yang dikalukan oleh Donato et
al. 2011 mangrove merupakan hutan yang simpanan karbonnya tertinggi di
kawasan tropis yaitu 1.023 Mg C/Ha (cadangan C di atas permukaan). Biomassa
serap karbon oleh vegetasi bervariasi menurut umur, spesies, morfologi, dan
lokasi (Whittaker dan Linkens,1975).
Jasa lingkungan mangrove kini mulai dikaitkan dengan upaya mitigasi
perubahan iklim (meningkatkan gas CO2), khususnya dalam konteks penyerapan
karbon atmosfer. Penyerapan karbon oleh mangrove merupakan proses yang unik
dibandingkan vegetasi lain yang menjadi kerabatnya di daratan, karena karbon
pada mangrove dapat dijumpai hampir di seluruh bagian tubuhnya, termasuk
2
tegakan (batang), nekromassa, akar, daun, bahkan substratnya. Keberadaan
mangrove yang kian terancam menjadi suatu masalah yang serius. Kerusakan
mangrove terjadi karena bencana alam seperti tsunami dan faktor lain yang
merusaknya adalah penebangan pohon mangrove secara liar dan alih-fungsi lahan
mangrove menjadi tambak, seperti yang terjadi di Bulaksetra Pangandaran. Lahan
mangrove yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman dan tambak oleh
masyarakat sekitar dan bencana tsunami pada tahun 2006 menjadi alasan khusus
untuk melakukan penelitian ini.Metode utama dalam mengukur biomassa serap
karbon ada tiga yaitu, metode panen, metode rataan pohon dan metode alometrik
(Komiyama et al.2007). Data besarnya simpanan karbon dalam mangrove di
Indonesia masih sedikit, sehingga diperlukan penelitian mengenai serapan karbon
pada tegakan, nekromasa kayu dan substrat mangrove untuk menghitung tingkat
efektifitas daya serapan karbon.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik biomassa mangrove
dan potensi serapan karbon (carbon sequestration) pada tegakan, nekromassa
kayu dan substrat mangrove Rhizophora mucronata di Bulaksetra, Pangandaran.
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2014-Maret 2015
pengambilan sampel dan pengukuran serap karbon. Lokasi pengamatan mangrove
dan pengambilan sampel bertempatdi Bulaksetra, Desa Babakan, Kabupaten
Pangandaran yang terletak pada koordinat 07°40’49,4” LS dan 108°40’47,1” BT
(Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi
Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Gambar 1 Lokasi pengamatan dan sampling mangrove di Bulaksetra
Bahan
Bahan penelitian ini adalah sampel tegakan, nekromassa, serasah, dan
substrat mangrove Rhizophora mucronata. Substrat mangrove diambil sedalam
satu meter dari permukaan untuk dianalisis tekstur sedimen dan kandungan Corganiknya.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, refraktometer,
pH meter, transek kuadrat, GPS (Global Positioning System), paralon, plastik
timbangan digital, dan kamera.
4
Prosedur Analisis Data
Pengukuran Biomassa Pohon (tegakan mangrove)
Pengukuran biomassa serap karbon dilakukan pada satu area dengan
membentangkan transek pada vegetasi mangrove yang kerapatannya sedang di
kawasan mangrove yang Dekat Pantai. Transek pengamatan mangrove berukuran
5 m x 40 m, yang di dalamnya dibagi menjadi dua sub-plot yaitu zona Dekat
Sungai dan zona Dekat Pantai; mengacu pada teknik yang diterapkan Hairiah dan
Rahayu (2007). Sub-plot yang terbentuk dibagi lagi menjadi 3 petak berukuran 50
cm x 50 cm (Gambar 2). Petak tersebut digunakan untuk sampling tegakan,
nekromassa, serasah dan substrat mangrove Rhizophora mucronata.
Gambar 2 Skema pembagian sub-plot sampling mangrove
Berat jenis (BJ) kayu digunakan untuk perhitungan data. Nilai BJ didapat
dengan cara memotong salah satu cabang, ukur panjang, diameter dan berat
basahnya. Cabang yang telah dipotong kemudian dimasukkan dalam oven pada
suhu 100 ⁰C selama 48 jam. Timbang berat kering dan hitung volume dan BJ
kayu dengan rumus:
Vs (cm3) = π R2 T.............................................................(1)
�� =
��
��
.................................................................................(2)
Dimana: R = jari-jari potongan kayu = ½ x diameter (cm); T = Panjang kayu (cm);
BJ = Berat Jenis (g cm-3); BK = Berat Kering (g); Vs = Volume kering
5
Pengukuran Nekromassa Kayu
Nekromassa kayu adalah pohon mati yang masih berdiri maupun yang
roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang utuh yang berdiameter
5 cm dan panjang 0,5 m (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Pengukuran nekromasa kayu hampir sama dengan pengukuran tegakan
mangrove yaitu mengambil contoh kayu ukuran 10 cm, timbang untuk
mengetahui berat basah dan masukkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80
⁰C untuk menghitung nilai BJ dengan menggunakan rumus volume dan BJ. Nilai
ρ = BJ: (Rifyunando 2011)
Vs (cm3) = ρ R2 T .............................................................(3)
Dimana: R = jari-jari potongan kayu = ½ x diameter (cm); T = Panjang kayu (cm);
ρ = BJ; Vs = Volume kering
Pengukuran Serasah
Pengukuran serasah dengan menempatkan kuadrat kayu berukuran 50 cm x
50 cm di dalam sub-plot (5 m x 40 m) secara acak, dengan mengambil sampel
yang terdapat di kuadrat daun-daun dan ranting-ranting yang telah gugur yang
terdapat didalam plot dan selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari agar
tanah yang menempel pada serasah dapat terpisah. Ambil sampel sebanyak 100
gram, keringkan dalam oven selama 48 jam dan suhu 80 °C.
����� =
��
��
× ����� ..............................................(4)
Dimana: BK = Berat Kering (g); BB = Berat Basah (g)
Pengukuran C-organik dengan metode Walkey and Black
Bahan organik tanah merupakan semua tekstur bukan mineral yang
ditentukan sebagai komponen penyusun tanah. Prisip metode ini adalah karbon
organik yang mudah teroksidasi dalam tanah mereduksi Cr2O72- yang berwarna
jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Sisa Cr2O72dititrasi dengan FeSO4 yang diketahui normalitasnya. Cara pengukuran C-organik
dengan metode Walkey and Black dilakukan tahapan:
1. Penimbangan: 0,50 gram sampel tanah ukuran < 0,50 mm ditimbang dan
dimasukkan dalam erlenmayer 500 ml
2. Oksidasi:
10 ml K2Cr2O7 1N ditambahkan sampel dan dikocok,kemudian
ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat, dikocok kembali dan diamkan
selama 30 menit. Kemudian diencerkan dengan 200 ml air
aquades dan dibiarkan dingin.
3. Titrasi:
3-4 tetes indikator ferroin 0,025 M ditambahkan dan dititrasi
dengan larutan FeSO4 0,5 N sampai terjadi perubahanwarna
(dari hijau gelap menjadi biru) dan pada titrasi akhir berubah
menjadi merah marun.
(�� ������−�� ������)×0.003 ×� ×100
..................(5)
% � ������� =
���
Dimana f= 1,33
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Mangrove Bulaksetra
Bulaksetra merupakan desa yang terletak di Kabupaten Pangandaran, pada
koordinat 07°40’49,4” LS dan 108°40’47,1” BT. Kawasan Mangrove Bulaksetra
merupakan kawasan konservasi mangrove seluas ±17 Ha, yang dikelola oleh
komunitas pencinta alam Ilalang khususnya pasca kejadian tsunami tahun 2007.
Sebelumnya, mangrove alami yang ada di Bulaksetra adalah Avicennia,
Sonneratia, dan Nypa, yang kemudian dialih-fungsikan oleh penduduk sekitar
menjadi kawasan tambak serta pemukiman oleh nelayan lokal.
Tahun 2006 terjadi tsunami yang menghancurkan kawasan Bulaksetra
hingga melumpuhkan aktivitas. Lahan di kawasan Bulaksetra mengalami
kekosongan kembali. Satu tahun pasca-tsunami (tahun 2007), pemerintah
setempat dibantu oleh komunitas pecinta alam Ilalang melakukan rehabilitas
kawasan Bulaksetra dengan menanam bibit mangrove yang baru. Mangrove yang
ditanam merupakan spesies Rhizophora mucronata. Menurut Zahara et al. (2015),
komunitas mangrove yang ada di Bulaksetra terdiri atas 14 spesies (Gambar 3).
Mangrove yang tumbuh asli di Bulaksetra adalah spesies Avicennia,
Sonneratia, dan Nypa yang sudah tumbuh lebih kurang 25 tahun disekitar
kawasan, namun keberadaannya sudah semakin jarang yang diakibatkan alihfungsi lahan yang menyebabkan spesies mangrove yang tumbuh asli mengalami
penurunan jumlah. Spesies asli yang mampu bertahan dengan baik hingga
sekarang adalah jenis Nypa. Kondisi ini dapat dijelaskan dengan melihat Gambar
3 bahwa jenis Nypa masih mendominasi kawasan mangrove di kawasan
Bulaksetra. Spesies lain yang mendominasi adalah spesies Excoecaria agallocha.
Mangrove yang didatangkan adalah spesies Rhizophora mucronata.
Gambar 3 Komposisi jenis mangrove di Bulaksetra (Zahara et al. 2015)
7
Karakteristik Habitat Mangrove di Area Pengamatan
Ada empat parameter lingkungan yang diukur, yaitu suhu, salinitas, pH, dan
tipe substrat di dua zona tumbuhnya mangrove Rhizophora mucronata. Kedua
zona tersebut adalah zona Dekat Sungai dan zona Dekat Pantai. Hasil pengukuran
keempat parameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1
Parameter fisik habitat mangrove Rhizophora mucronata Dekat
Sungai dan Dekat Pantai
Parameter
Suhu (⁰C)
Salinitas (‰)
pH
Tipe substrat
Zona mangrove
Dekat Sungai
30
25
7
Pasir berlumpur
Dekat Pantai
31
23
8
Pasir berlumpur
Menurut Nybakken dan Bertness (2005) pada umumnya kandungan bahan
organik lebih banyak ditemukan dalam tipe substrat lumpur dibandingkan
sedimen pasir. Tabel 1 secara umum diketahui bahwa jenis substrat mangrove di
kedua zona pengamatan Rhizophora mucronata adalah substrat pasir berlumpur.
Karakteristik substrat mangrove yang demikian (Tabel 1) bersifat basah,
mengandung garam, sedikit oksigen, dan kaya bahan organik (Darmadi et al.
2014). Tipe substrat memengaruhi pertumbuhan mangrove. Pada tipe substrat
mangrove pasir berlumpur umumnya tumbuh jenis Avicennia dan Sonneratia, ini
dikarenakan jenis akar Avicennia dan Sonneratia yang berbentuk cakar ayam yang
mampu beradaptasi dengan jenis substrat pasir berlumpur. Spesies Avicennia
merupakan spesies asli yang ada di Bulaksetra, Pangandaran. Hal ini serupa
dengan pendapat Bengen (2000) penyebaran dan zonasi mangrove tergantung oleh
berbagai faktor lingkungan. Tipe zonasi mangrove yang ada di Indonesia salah
satunya adalah; daerah yang paling dekat dengan pantai memiliki jenis substrat
agak berpasir, sering ditumbuhi oleh jenis Avicennia. Pada zona ini jenis
Avicennia berasosiasi dengan jenis Sonneratia yang tumbuh pada daerah dominan
lumpur yang kaya akan bahan organik. Lebih ke arah darat, umumnya vegetasi
mangrove yang tumbuh adalah jenis Rhizophora, Bruguiera dan Xylocarpus. Jenis
mangrove terakhir yang menjadi penutup dan berbatasan langsung dengan
vegetasi darat adalah Nypa fruticans.
Salinitas di lokasi pengamatan yaitu 25 ‰ zona Dekat Sungai dan 23 ‰
zona Dekat Pantai. Nilai salinitas yang lebih tinggi di zona Dekat Sungai,
dipengaruhi oleh kondisi pasang air laut yang berlangsung saat pengamatan
dilakukan. Ketika pasang, air laut masuk ke dalam zona Dekat Sungai melalui
muara menuju ke sungai, sehingga memengaruhi nilai salinitas di sana. Ada
perbedaan nilai pH antara zona Dekat Pantai dan zona Dekat Sungai, namun
nilainya masih dalam kisaran yang normal untuk kehidupan biota mangrove. pH
perairan merupakan parameter lingkungan yang berhubungan dengan susunan
spesies dari komunitas dan proses-proses hidupnya. Kondisi perairan dengan nilai
pH kurang dari 4 merupakan perairan dengan kondisi asam dan menyebabkan
organisme yang hidup mati, sedangkan perairan dengan nilai pH lebih dari 9,5
8
merupakan perairan yang tidak produktif (Hasbi 2004). Nilai pH yang didapat dari
kedua zona masih dalam kisaran normal, seperti yang dijelaskan oleh Hasbi
(2004) nilai pH sangat produktif 7,5-8,5.
Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove selain pada
Tabel 1 adalah kemiringan pantai. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan
studi penelitian di Bulaksetra Pangandaran, yang mana pertumbuhan mangrove
dipengaruhi oleh kemiringan pantai. Kemiringan pantai Bulaksetra, Pangandaran
memiliki kategori landai dengan nilai 0,0928 ° (Lampiran 3). Sumekar (1999)
menjelaskan dalam penelitiannya di Kabupaten Bangkalan-Madura, pantai yang
memiliki kemiringan pantai yang landai cenderung cepat surut, menyebabkan air
laut pada saat pasang naik cukup lama. Kemiringan pantai juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan vegetasi mangrove. Vegetasi dekat pantai di lokasi
pengamatan ditumbuhi dengan spesies Avicennia sp. dan Sonneratia sp. secara
umum mengikuti sebuah pola zonasi. Spesies lain yang tumbuh di lokasi
pengamatan yaitu, Rhizhopora mucronata yang pertama kali ditanam pasca
tsunami 2007. Penanaman spesies Rhizophora sudah berlangsung selama tujuh
tahun. Terdapat 2 pohon dan 3 semai Rhizophora yang tumbuh sejajar dengan
garis pantai. Rhizhophora mucronata memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal ini
karena spesies Rhizophora tubuh pada substrat yang lebih dominan lumpur
sehingga spesies Rhizophora melakukan adaptasi terhadap substrat pasir
berlumpur. Substrat pasir termasuk ke dalam komponen zonasi pantai. Zonasi
pantai yang memiliki tingkat kemiringan rendah akan berdampak terhadap
semakin lebatnya vegetasi yang tumbuh di sekitar.
Pertumbuhan vegetasi mangrove juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tipe pasang surut yang terjadi di Pangadaran adalah pasang surut campuran ganda
(Lampiran 5). Tipe pasang surut campuran ganda merupakan karakteristik umum
perairan pantai selatan, karena pantai selatan langsung berhadapan dengan
samudera sehingga pasang surut yang terjadi adalah tipe ganda.
Biomassa Serap Karbon oleh Mangrove Rhizophora mucronata
Pengukuran nilai serap karbon telah dilakukan untuk tegakan, akar,
nekromassa dan serasah mangrove Rhizophora mucronata di masing-masing
zona. Hasil pengukuran tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Potensi biomassa serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata
Zona mangrove
Tipe mangrove
Total (g
C/m2)
Dekat Sungai
(g C/m2)
1.990
Dekat Pantai
(g C/m2)
1.345
Akar
199
135
334
Nekromassa
716
628
1.344
0
260
260
Tegakan
Serasah
3.335
9
Biomassa dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu, biomassa di atas
substrat mangrove dan biomassa didalam substrat mangrove. Biomassa atas
substrat mangrove mencakup batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah.
Biomassa dalam substrat mangrove adalah akar. Pengukuran biomassa mangrove
dilakukan pengukuran pada bagian atas mangrove. Seperti yang dijelaskan oleh
Kusmana et al. (2008) bahwa besarnya biomassa ditentukan oleh diameter, tinggi
tanaman, kerapatan kayu, dan kesuburan substrat mangrove. Kandungan karbon
yang terdapat pada tanaman menggambarkan seberapa besar pohon dapat
mengikat CO2 dari udara.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan potensi biomassa karbon yang
diserap oleh setiap parameter yang diukur dalam satuan g C/m2 yang diperoleh
dari perhitungan nilai BJ. Pohon pada kondisi Dekat Sungai dan kondisi Dekat
Pantai hasilnya tidak jauh berbeda karena kondisi lapangan yang menunjukkan
daerah mangrove yang diteliti tidak berdeda dari kondisi substrat, pH, dan
salinitas. Penelitian dalam pengukuran biomassa dan kandungan karbon dilakukan
dengan menggunakan pendekatan volume batang dengan kerapatan volume kayu
mangrove sehingga tidak merusak lingkungan (destructive sampling). Pengukuran
akar dilakukan dengan cara dengan mengestimasi dari persamaan alometrik.
Berdasarkan diameter akar utama (proximal root) Hairiah dan Rahayu (2007).
Sehingga pengukuran akar dilakukan dengan menggunakan nilai terpasang
(default value) yaitu nisbah pohon:akar pada hutan tropik basah dengan
menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk:akar adalah 4:1 untuk
pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 di tanah-tanah
miskin.
Jumlah C tersimpan (g C/m2)
6000
5000
4000
Serasah
3000
Nekromasa berkayu
Akar
2000
Tegakan mangrove
1000
0
Dekat Sungai
Dekat Pantai
Total
Gambar 4 Diagram nilai serap karbon pada mangrove Rhizophora mucronata di
Bulaksetra
Gambar 4 menjelaskan tentang nilai karbon pada setiap zona dan total
karbon dari kedua zona (Tabel 2). Kandungan biomassa terbesar berturut-turut
terdapat pada tegakan mangrove, nekromasa kayu, akar dan serasah mangrove
baik pada zona Dekat Sungai maupun zona Dekat Pantai, tegakan mangrove
menyimpan karbon di seluruh bagian tubuhnya. Hal ini sependapat dengan
penelitian Ilmiliyana et al. (2012) pada penelitiannya Estimasi Stok Karbon pada
Tegakan Pohon Rhizophora stylosa di Pantai Camplong, Sampang, Madura
10
bahwa penyerapan stok karbon terbesar terjadi pada tegakan mangrove,
nekromasa, akar dan serasah. Ditemukan 18 tegakan mangrove di lokasi
pengamatan dengan ketinggian antara 4,7 m tegakan terendah dan 7 m tegakan
tertinggi. Hasil yang diperoleh sama dengan hasil penelitian Rifyunando (2011)
yang dilakukan di kawasan hutan mangrove Leuweung Sancang Kabupaten Garut.
Jumlah karbon tersimpan pada tegakan mangrove yaitu 1.345 g C/m2 pada zona
Dekat Sungai dan 1.990 g C/m2 pada zona Dekat Pantai. Menurut Hairiah dan
Rahayu (2007) distribusi biomassa pada tiap komponen tegakan mangrove
menggambarkan besarnya distribusi hasil fotosintesis tegakan mangrove yang
disimpan oleh tanaman. Melalui proses fotosintesis, CO2 diudara diserap oleh
tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat
untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam
bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga. Walaupun aktifitas fotosintesis
terjadi di daun, namun distribusi hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk
pertumbuhan batang. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih
baik dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut
menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen
penyusun kayu dibanding air, sehingga biomassa batang menjadi lebih besar.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan selang kepercayaan 95%,
terjadi perbedaan yang nyata (Walpole 1993). Perbedaan nyata terhadap
ketinggian pohon dan jumlah pohon di lokasi penelitian dengan biomassanya. Ada
hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassanya.
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Catur dan Sidiyasa (2001)
bahwa biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsionaldengan
semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon
mempunyai hubungan dengan diameter pohon.
Nilai karbon pada akar didapat dari estimasi persamaan alometrik.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan nilai terpasang (default value) yaitu
nisbah pohon:akar. Seperti yang telah dijelaskan nisbah pohon:akar pada lahan
basah adalah 10:1 maka nilai karbon pada akar adalah 135 g C/m2 untuk zona
Dekat Sungai dan 199 g C/m2 untuk zona Dekat Pantai.
Serasah mangrove adalah serasah daun yang masih utuh (serasah kasar), dan
bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan ukurannya > 2
mm. Biomassa yang diperoleh dari serasah mangrove berturut-turut zona Dekat
Sungai dan zona Dekat Pantai adalah 0 dan 260 g C/m2. Nilai biomassa serap
karbon untuk serasah mangrove di zona Dekat Sungai tidak diperoleh karena
serasah yang ada telah terbawa arus pasang memasuki sungai yang letaknya
bersebelahan dengan sub-plot pengamatan. Nilai serasah memiliki nilai yang
cukup rendah ini dikarenakan serasah mangrove banyak ditemukan dalam bentuk
daun. Daun lebih banyak menyimpan kandungan airnya dibandingkan dengan
kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Amira (2008) dimana
daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada
umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi air dan unsur hara mineral.
Pendapat lain disampaikan oleh Hilmi (2003) bahwa daun memilki jumlah
stomata yang lebih banyak daripada lentisel yang terdapat pada batang, sehingga
menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun dan rongga
yang ada pada daun akan banyak terisi air.
11
Kandungan C-Organik dan Tekstur Substrat Mangrove
Mangrove mempunyai ciri-ciri substrat yang selalu basah, mengandung
garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya akan bahan
organik. Substrat memiliki peranan dalam penyerapan C-organik dalam setiap
kondisi.
Tabel 3
Kandungan C-organik dan tekstur substrat mangrove di Bulaksetra
Kedalaman
Kandungan
substrat
C-organik
mangrove
(g C/m2)
(cm)
13,34
1 - 31
3,94
31 – 70
1,58
71 – 100
Tekstur substrat (%)
Pasir
Kasar
Pasir
Halus
Debu
Kasar
Debu
Halus
Liat
Kasar
Liat
Halus
17,13
20,26
54,2
40,25
65,61
43,12
17,72
6,51
1,03
12,03
5,40
0,17
5,24
0,97
1,09
7,63
1,25
0,39
Tabel 3 menunjukkan hasil penyerapan C-organik pada substrat mangrove.
Pengambilan sampel dilakukan pada titik tunggal dengan kedalaman 100 cm yang
dibagi menjadi 3 tingkat kedalaman yaitu 1-30 cm, 31-70 cm dan 71-100 cm
(Lampiran 2). Selain analisis C-organik juga dilakukan analisis tekstur substrat.
Analisis tekstur substrat dilakukan dengan 6 (enam) kelas tekstur substrat, yaitu
pasir kasar, pasir halus, debu kasar, debu halus, liat kasar dan liat halus. Setiap
kedalaman memiliki kandungan tekstur substrat yang berbeda-beda, pada setiap
kedalaman tekstur pasir mendominasi tinggi dibandingkan dengan tekstur yang
lainnya. Tekstur pasir mendominasi setiap kawasan karena lokasi pengamatan
sampel ini dilakukan dekat dengan pantai.
Hasil penelitian kandungan C-organik pada tekstur substrat mangrove
menunjukkan hasil yang rendah, salah satu penyebabnya adalah alih-fungsi lahan
pada lokasi pengamatan yang dijadikan sebagai tambak, pemukiman dan aktivitas
lain yang berdampak terhadap penurunan karbon di substrat mangrove. Ong
(1993) menjelaskan bahwa data emisi karbon dari perubahan pemanfaatan lahan
mangrove belum dipahami dengan baik. Gangguan terhadap simpanan karbon
disetiap lahan mengakibatkan terjadinya emisi yang tinggi. Bukti bahwa alihfungsi lahan berdampak pada biomassa vegetasi dan juga menurunkan karbon
substrat mangrove secara sigifikan.
Kandungan tekstur substrat sangat berpengaruh terhadap kandungan Corganik. Pada tekstur substrat pasir tidak dapat menyimpan C-organik banyak ini
dikarenakan pori pada pasir yang besar dan tidak dapat mengikat karbon dengan
baik. Pendapat ini sesuai dengan Kohnken et al. (1995) bahwa tanah bertekstur
kasar (pasir) mempunyai kandungan bahan organik sangat rendah. Hakim et al.
(1986) menyatakan bahwa tanah yang didominasi oleh partikel berukuran kasar
(pasir) akan didominasi oleh pori makro. Tinnginya pori makro akan
menyebabkan kondisi aerob yang selanjutnya akan mendorong oksidasi bahan
organik menjadi mineral-mineral tanah. Tekstur pasir berfungsi sebagai kerangka
tanah yang berperan aerasi tanah. semakin tinggi pasir maka semakin baik
pertukaran udara tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap oksigen bahan
organik tanah menjadi mineral-mineral tanah.
12
Kandungan C-Organik (gC/m2)
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 - 30
31 - 70
Skala kedalaman substrat (cm)
71 - 100
Gambar 5 Diagram C-organik tiap strata kedalaman
Kandungan C-organik pada setiap kedalaman substrat mangrove secara
berturut-turut adalah 13,34 g C/m2, 3,94 g C/m2 dan 1,58 g C/m2. Nilai
kandungan C-organik yang tertinggi terdapat pada kedalaman 1-30 cm. Menurut
Hairiah dan Rahayu (2007) jumlah karbon tersimpan antara lahan berbeda-beda
tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis substrat
mangrovenya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon suatu lahan
menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan substrat mangrovenya baik atau
dengan kata lain jumlah karbon tersimpan diatas substrat mangrove (biomassa
tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam substrat
mangrove (bahan organik tanah). Nilai kandungan C-organik dipengaruhi oleh
jenis tekstur substrat pada lokasi penelitian.Kedalaman 1-30 cm jenis substrat
debu dan liat cukup tinggi dibandingkan pada kedalaman 31-70 cm dan 71-100
cm. Tekstur liat mampu mengikat C-organik dengan baik, hal tersebut juga
sependapat dengan Foth (1998) berpendapat bahwa terdapat kecenderungan suatu
korelasi antara kandungan liat tanah dengan kandungan bahan organik .Semakin
besar kandungan liat maka semakin tinggi kandungan bahan organik, karena
molekul-molekul organik yang diadopsi oleh liat dilindungi secara parsial dari
perombakan oleh mikroorganisme. Darmawijaya (1990) juga berpendapat sama
bahwa tekstur liat paling berpengaruh terhadap kadar bahan organik tanah karena
tekstur liat mempunyai luas permukaan jenis paling besar yaitu 800 m2/g, luas
permukaan jenis yang besar sangat aktif dalam absorpsi air. Oleh karena itu, tanah
yang didominasi oleh tekstur liat mempunyai daya pagang air yang besar dan pori
yang rendah. Keadaan yang pertukaran udara tidak lancar atau semi anaerob akan
berpengaruh terhadap dekomposisi bahan organik, yaitu bahan organik akan
mengalami proses humifikasi sehingga dihasilkan senyawa-organik yang tahan
terhadap pelapukan (Stavenson 1982).
Nilai kandungan C-organik di Bulaksetra termasuk rendah pada bagian
substrat dibandingkan dengan penelitian Donato et al. (2011) yang dijelaskan
dalam penelitiannya Mangrove Among the Most Carbon-Rich Forests in the
Tropics (Gambar 6) bahwa substrat dengan kedalaman kurang dari 30 cm mampu
menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan bagian yang lainnya. Perbedaan
13
ini disebabkan oleh jenis substrat di Bulaksetra terkena dampak langsung tsunami
pada tahun 2006. Substrat yang ada di daerah tersebut merupakan substrat baru
yang terbawa ombak pada kejadian tsunami.
Gambar 6 Nilai simpanan karbon mangrove di berbagai jenis hutan (Donato et
al. 2011)
Komposisi substrat (%)
70
60
50
Pasir Kasar
40
Pasir Halus
30
Debu Kasar
20
Debu Halus
Liat Kasar
10
Liat Halus
0
1 - 30
30 - 70
Substrat (cm)
70 - 100
Gambar 7 Komposisi teksture substrat mangrove Rhizophora mucronata
Gambar 7 meunjukkan hasil C-organik dan tekstur substrat mangrove
dalam diagram batang. Tekstur pasir mendominasi setiap lapisan. Komposisi
tekstur pada lapisan 1-30 cm memiliki kombinasi tekstur yang bercampur antara
keenam tekstur dibandingkan dengan kedalaman 31-70 cm dan 71-100 cm.
Percampuran substrat setiap kedalaman memiliki dominan tekstur yang berbedabeda. Tekstur pada kedalaman 1-30 cm adalah jenis substrat lempung berpasir,
kedalaman 31-70 cm adalah jenis substat pasir berlempung dan kedalaman 71-100
cm adalah jenis substrat pasir. Kedalaman 71-100 cm tekstur pasir mendominasi,
baik pasir kasar maupun pasir halus. Hasil ini dapat terlihat bahwa semakin dalam
sampel yang diambil, tekstur pasir semakin mendominasi. Kandungan karbon
yang diperoleh juga termasuk dalam kategori rendah, mangrove memanfaatkan
bahan organik untuk pertumbuhannya. Seperti yang dijelaskan oleh Chauvet
14
(1987) bahwa kandungan C/N rasio yang rendah dikarenakan bahan organik
dimanfaatkan kembali oleh mangrove untuk pertumbuhan.
Substrat adalah tempat dimana akar-akar mangrove dapat tumbuh.
Karaktristik substrat yang baik menentukan banyaknya tegakan mangrove yang
dapat tumbuh dan berkembang (Arief 2003). Gambar 7 menunjukkan jenis tekstur
substrat yang dominan adalah pasir. Sesuai kondisi pengambilan sampel yang
dekat dengan pantai, jenis mangrove yang tumbuh di kondisi substrat ini adalah
jenis Avicennia dan Sonneratia. Hal ini sependapat dengan Indah et al. (2008)
bahwa substrat yang dominan pasir merupakan yang sangat cocok untuk
mangrove jenis Avicennia, hal ini dikarenakan jenis perakaran yang efektif
sebagai perangkap pasir. Avicennia tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan
yang teduh atau berlumpur tebal yang biasanya tumbuh di dalam hutan. Seperti
yang dijelaskan oleh Komiyama et al. (2007), kondisi substrat mempengaruhi
pertumbuhan mangrove.Berdasarkan zonasi mangrove yang tumbuh lebih dekat
dengan pantai dengan substrat dominan pasir banyak tumbuh jenis Avicennia sp.
dan Sonneratia sp. sedangkan kondisi substrat yang lebih banyak lumpur jenis
Rhizophora dan Bruguiera. Substrat jenis pasir tidak dapat mengikat karbon
dengan baik.
Gambar 7 merupakan hasil analisis yang menunjukkan tekstur substrat yang
dominan adalah pasir di setiap strata kedalaman. Substrat merupakan tempat
menyimpan (sequestration) karbon yang terjadi pada mangrove melalui proses
fotosintesis. Jenis substrat juga mempengaruhi spesies mangrove yang tumbuh.
Jenis teksur substrat berpasir akan ditumbuhi oleh mangrove spesies Avicennia
dan Sonneratia. Seperti yang terjadi di Bulaksetra, spesies asli yang tumbuh
adalah Avicennia dan Sonneratia. Namun, karena adanya penanaman kembali
pasca tsunami dengan spesies Rhizophora mucronata yang umumnya tumbuh di
jenis substrat berlumpur menyebabkan pertumbuhan mangrove jenis Rhizophora
lamban untuk tumbuh dan berpengaruh terhadap penyimpanan (sequestration)
karbon, sehingga nilai simpanan (sequestration) karbon yang terjadi di Bulaksetra
termasuk rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Donato et al. (2011)
(Gambar 6).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai tertinggi biomassa dalam menyerap karbon oleh mangrove Rhizophora
mucronata di Bulaksetra, tertinggi terdapat pada tegakan; sedangkan yang
terendah adalah pada serasah di zona Dekat Sungai. Kandungan C-organik dalam
substrat mangrove Rhizophora yang tertinggi ada pada level permukaan
(kedalaman 1-30 cm), yang diduga dipengaruhi oleh keberadaan tekstur liat dalam
substrat tersebut. Jenis mangrove Rhizophora kurang cocok di tanam di
Bulaksetra karena perbedaan jenis substrat yang mempengaruhi penyimpanan
(sequestration) karbon yang kurang maksimal.
15
Saran
Penelitian biomassa serap karbon yang dilakukan kali ini perlu diterapkan
juga untuk spesies mangrove lain, khususnya yang asli merupakan komunitas
lokal dan dominan di kawasan Bulaksetra, seperti Nypa fruticans.
DAFTAR PUSTAKA
Amira S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhizophora apiculata Bl. di Hutan
Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Konisius. Yogyakarta.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia
Catur WA dan S Kadek. 2001. Model pendugaan biomassa pohon mahoni (swietenia
macrophylla king) di atas permukaan tanah. Jakarta
ChauvetE. 1987. Changes in the Chemical Composition of Alder, Poplar dan Willo
Leaves During Decomposition in A River. Hydrobiologia 148: 35-44
Darmadi, MWLewaru dan MAK Alexander. 2014. Struktur Komunitas Vegetasi
Mangrove berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa Cangkring
Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Universitas Padjajaran: Bandung
Darmawijaya MI. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 411p.
Donato DC, JB Kauffman, DMurdiyarso, SKurnianto, M Stidhamdan M Kanninen.
2011. Mangroves among the most carbon-richforests in the tropics. Nature
Geoscience. DOI: 10.1038
Foth HD. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 782p.
Hairiah K dan S Rahayu. 2007. Pengukuran ‘karbon tersimpan’ di berbagai macam
penggunaan lahan. World AgroforestryCentre. ICRAF, SEA Regional Office,
University of Brawijaya, Indonesia.
Hakim N, MY Nyakpa, AM Lubis, SG Nugroho, MA Diha, GB Hong dan HH
Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488p.
Hasbi. 2004. Studi Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Pantai Larea-Rea
Kabupaten Sanjai. (Skripsi). UNHAS Makassar.
Hilmi E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi kasus
di Indragiri Hilir Riau. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Indah R, A Jabarsyah dan A Laga. 2008. Perbedaan Substrat dan Distribusi Jenis
Mangrove (Studi Kasus: Hutan Mangrove di Kota Tarakan). Universitas Borneo
Tarakan. Kalimantan. 19 hal.
Imiliyana A, M Muryono dan H Purnobasuki. 2012. Estimasi Stok Karbon pada
Tegakan Pohon Rhizophora stylosa di Pantai Camplong, Sampang-Madura.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC]. 1996. Guidelines for National
Greenhouse Gas Inventories. Switzerland.
16
Kitamura S, C Anwar, A Chaniago dan S Baba. 1997. Buku Panduan Mangrove di
Indonesia. Proyek Pengembangan Manajemen Mangrove Berkelanjutan,
Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan Japan International Corporation
Agency. Jakarta
Kohnken G, S Elke, A Ellen dan H Eberhard. 1995. The Cognitive Interview and the
Assessment of the Credibility of Adult’ Statment. Journal of Applied Psychology,
80; 671-684.
Komiyama A, JE Ong dan S Poungparn. 2007. Allometry, Biomass, and Productivy
of mangrove forest: A review. Faculty of Applied Biological Sciences, Gifu
University, Japan.
Kusmana C, Wibowo IC, Budi SW, Siregar IZ, Tiryana Tdan Sukardjo S. 2008.
Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea International Corporation
Agency the Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area Damaged By
Tsunami in Aceh Project.
Nellemann C, E Corcoran, DM Duarte, L Valdes, CD Young, L Fonseca dan G
Grimsditch. 2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations
Environment Programme, GRID-Arendal. Birkeland Trykkeri AS. Norway
Ong JE. 1993. Mangroves a carbon source and sink. Chemosphere 27:1097-1107.
Polidoro BA, CE Kent, C Lorna, NCDuke, ME Aaron, CE Joanna dan JF Elizabeth.
2010. The loss of species: Mangrove extinction risk and geographic areas of
global corners, PLoSONE 5(4):e10095
Rifyunando R. 2011. Estimasi stok karbon mangrove di kawasan cagar alam
Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas
pendidikan Indonesia.Bandung
Stavenson FJ. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. John
Willey and Sons. Inc. New York. 399p.
Sumekar R. 1999. Pengaruh Substrat Pendukung terhadap Pertumbuhan Vegetasi
Mangrove(Studi Kasus: Hutan Pantai Desa Tengket dan Dessa Kool –
Kab.Bangkalan-Madura. Universitas Indonesia.
Walpole RE. 1993. Pengantar statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Whittaker RH dan GE Likens. 1975. The biosphere and man. In: Lieth, H., Whittaker,
R.H. (Eds.), Primary Productivity the Biosphere. Ecological Studies, vol. 14.
Springer, Berlin, pp. 305-328.
Widyastuti M dan SL Wahyu. 1998. Identifikasi dan Pengukuran Parameter Fisik di
Lapangan. Kerjasama Fakultas Geologi-UGM dengan Bakosurtanal BANDA
dalam rangka Proyek MREP Sulawesi Selatan. Gadjah Mada University Press.
World Trade Organization and United Nations Environmental Program. 2009. Trade
and Climate Change: WTO-UNEP Report. Geneva. WTO
Zahara P, D Aryany, MA Putri dan MAH Akbar. 2015. Model Seascape Mangrove
dalam Mendukung Potensi Kelautan di Bulaksetra, Kabupaten Pangandaran,
Jawa Barat (Laporan Kemajuan PKM). IPB: Bogor
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis dengan menggunakan metode Walkey and Black
18
Lampiran 2 Contoh perhitungan nilai C-organik (satuan g C/m3)
Diketahui :
ml blanko
ml sampel
Bobot sampel (BKU)
f
kadar air (KA)
Bobot kering oven (BKM)
Diameter
Kedalaman
Ditanyakan : % C-organik? (ppt)
Jawab :
�� =
=
: 10,20
: 8,50
: 0,5 gram
: 1,33
:?
: 0,499 gram
: 2,54 cm
: 30 cm
��� − ���
× 100
���
0,5−0,499
0,499
× 100
= 0,2 %
(�������� − ��������) × 0,003 × � × 100
���
(�������� − ��������) × 0,003 × � × 100
=
���
(10,20 − 8,50) × 0,003 × 1,33 × 100
=
= 1,359 %
0,499
% � − ������� =
1,359 % C-Organik, setara dengan :
% � − �������
1,359
� − ������� (����) =
× ��� =
× 0,499 ����
100
100
= 6,78 × 10−3 ���� = 6,78 �� �
2,54 2
� 5,0604 ��2
������ = � � = 3,14 × �
2
2
������� =
6,78
% � − �������
=
= 1,3398 �� � �−2
������
5,0604
= 13,34 � � �−2
19
Lampiran 3 Perhitungan kemiringan pantai di Bulaksetra, Pangandaran,
Diketahui : p = 1,67 m
q = 18 m
ditanyakan : r? Dan θ?
Jawab :
r 2 = p 2 + q2
= �p2 + q2
= �(1,67)2 + (18)2
= 18,08 �
�
tan � = �
1,67
tan � = 18
= 0,0928°
Lampiran 4 Uji Statistik (Uji-T) dengan selang kepercayaan 95%
Uji - T
Test Value = 0
T
db
Sig, (2-tailed)
Nilai ragam
Selang kepercayaan 95%
Batas bawah
pohon_ke
dekat_pantai
dekat_sungai
,
7,550
10,457
11,379
17
17
17
,000
,000
,000
9,50000
21,00000
24,57778
6,8452
16,7632
20,0209
Batas atas
12,1548
25,2368
29,1346
20
Lampiran 5 Profil pasang surut tipe campuran ganda di Pangadaran
Lampiran 6 Dokumentasi Lapang
Nekromasa
GPS Map 60CSx
21
Pengambilan sampel sarasah
Penimbangan sampel
Oven untuk pengeringan sampel
Mangrove Rhizophora mucronata
Akar mangrove Rhizophora mucronata
Lokasi Pengambilan sampel
Proses pengeringan sampel
Substrat mangrove analisis c-organik
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Ciamis pada tanggal 20 Nopember 1992, putri ke tiga dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Widadi dan Ibu Suparni, Penulis
menggenggam bangku pendidikan dasar di SD N 5 Babakan, melanjutkan
pendidikan menengahnya di SMP N 1 Pangandaran melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMA N 1 Pangandaran, Tahun 2010 penulis mengikuti Ujian
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar menjadi mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi
Mahasiswa Daerah di Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC), Penulis juga
aktif dalam berbagai kepanitian di antaranya yaitu sebagai Divisi Hubungan
Masyarakat dan Komunikasi (HUMAS) dalam acara Konservasi dan Survei
Lapang Kelautan II (Konsurv) pada tahun 2012, Divisi Humas dalam acara
Konsurv III tahun 2013, Divisi Humas dalam acara KAMP LUNA tahun 2012,
Anggota Majalah Oceanic ITK divisi Fotografi tahun 2013, Anggota Bina Desa
FPIK-IPB tahun 2013, Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar yaitu
Seminar Nasional Maritim “Institut Maritim Indonesia” tahun 2013, Seminar
Nasional “Kepelabuhan dan Industri Transportasi Laut” tahun 2012, Seminar
Nasional KOMPAS “Kompas Saba Kampus” dan pelatihan Fotografi Jurnalistik
tahun 2013, Bulan Januari 2014 penulis mengikuti magang di Koran Radar
Pangandaran,