Biomassa dan Cadangan Karbon Biomassa Vegetasi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Karbon

  Karbon dapat dijumpai di atmosfer sebagai karbon dioksida, di dalam jaringan tubuh mahluk hidup, dan terbesar dijumpai dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat di dalam perut bumi. Karbon masuk ke dalam tubuh suatu organisme melalui rantai makanan. Karbon dioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa pada berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau kemudian masuk ke tubuh organisme melalui proses pencernaan dan kembali ke udara melalui proses respirasi. Rangkaian proses ini menghasilkan siklus yang lengkap dan disebut sebagai siklus karbon. Meskipun demikian, tidak semua karbon pada tubuh organisme kembali ke atmosfer, sebagian ada yang terikat membentuk biomassa tubuh (Wirakusumah, 2003).

  Muhdi (2008) menyatakan jumlah karbon di atmosfer dipengaruhi oleh besarnya hasil fotosintesis, respirasi tegakan, respirasi serasah, dan respirasi tanah. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, karbon dioksida yang diserap dari udara, serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, karbon dioksida oleh tanaman diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya disimpan dalam organ tumbuhan seperti daun, batang, ranting, bunga, dan buah (Hairiah, 2007).

  Biomassa dan Cadangan Karbon Biomassa Vegetasi

  Brown (1997) menyatakan biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa

  2

  adalah gr per m atau ton per ha. Biomassa juga didefenisikan sebagai total berat kering dari bahan organik dinyatakan dalam satuan kilogram atau ton (Krisnawati dkk., 2012).

  Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan pohon, dan tumbuhan bawah lainnya, tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya ditambah dengan biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah. Pohon (dan organisme fototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO

  2 dari

  atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan-lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktifitas primer. Dalam aktifitas respirasi, sebagian CO yang

  2

  sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk CO

  2 ke atmosfer. Selain

  melalui respirasi, sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui berbagai proses, misalnya dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya (Sutaryo, 2009).

  Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis berupa selulosa, lignin, gula, bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol,

  Menurut Sutaryo (2009) biomassa dapat dihitung dengan 4 cara, yaitu : 1. Sampling dengan pemanenan (Destructive Sampling) secara in situ.

  Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya.

  hutan secara in situ Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.

  3. Pendugaan melalui penginderaan jauh Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil penginderaan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar.

  4. Pembuatan model.

  Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamatan in situ atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan alometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa.

  Cadangan Karbon

  Cadangan karbon adalah jumlah karbon dalam suatu pool. Pool karbon adalah suatu sistem yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomassa hutan, produk-produk kayu, tanah dan atmosfer. Penyerapan karbon adalah proses memindahkan karbon dari atmosfer dan menyimpannya dalam reservoir (Masripatin dkk., 2010).

  Hariah et al. (2011) menyebutkan bahwa cadangan karbon atau karbon tersimpan pada ekosistem daratan disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu:

  1. Bagian hidup (biomassa)

  Massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting, dan

tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan

tanaman semusim.

  2. Bagian mati (nekromassa)

  Massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan

(batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah,

tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum terlapuk.

  3. Tanah (bahan organik tanah)

  Bahan organik tanah adalah sisa makhluk hidup (tanaman, hewan, dan

manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya

dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya < 2 mm.

  Wibowo (2010) menyebutkan terdapat lima sumber karbon (carbon pools ), yaitu : 1.

  Karbon di atas permukaan tanah a.

  Biomasa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang berasal dari biomasa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar penyimpanan C di daratan.

  b.

  Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.

  2. Karbon di dalam tanah Biomasa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.

  3. Nekromassa Merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting dari C.

  4. Serasah Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

  5. Bahan organik tanah Sisa tanaman, hewan, dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, dimana sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

  Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2011) di Taman Kota I Bumi Serpong Damai (BSD) yang bertujuan untuk mengetahui biomassa dan simpanan karbon, memberikan hasil bahwa nilai karbon tersimpan pada taman kota yang memiliki 20 jenis pohon, termasuk dalam 13 famili dengan jumlah tegakan menyebutkan bahwa nilai karbon tersimpan pada suatu tegakan dipengaruhi oleh diameter tegakan tersebut, dan pada suatu kawasan nilai karbon tersimpan dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan dari vegetasi penyusunnya.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih dan Suhesti (2010) di Hutan Kota Pekanbaru adalah potensi rata-rata kandungan karbon pada hutan kota yang berbentuk jalur yaitu 56,15 Ton/Ha dan pada hutan kota berbentuk gerombol yaitu 69,47 Ton/Ha. Perbedaan kandungan karbon disebabkan adanya perbedaan kerapatan, diameter, tinggi pohon, dan faktor lingkungan. Dimana semua faktor ini berkolerasi positif dengan potensi karbon tegakan per hektar.

  Nilai karbon tersimpan pada tegakan agroforestri di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok, dan Kecamatan Wampu yang telah dilakukan Malau (2013) berturut-turut yaitu 58,438 Ton/Ha, 63,005 Ton/Ha, dan 56,76 Ton/Ha. Hasil penelitian yang dilakukan Bakri (2009) di Taman Wisata Alam Taman Eden (Toba Samosir, Sumatera Utara) dengan 18 jenis tanaman yang terdapat, diperoleh nilai cadangan karbon sebesar 95,81 Ton/Ha.

  Setiawan (2007) melakukan penelitian dibeberapa RTH di Bandar Lampung. Pada RTH hutan kota diperoleh cadangan karbon sebesar 840,62 Ton/Ha pada 34 jenis pohon yang terdapat. Pada RTH jalur hijau jalan dengan 44 jenis pohon yang terdapat adalah 723,09 Ton/Ha. Pada RTH jalur hijau sungai sebesar 643,88 Ton/Ha dengan 37 jenis pohon yang terdapat, dan pada RTH jalur hijau pantai dengan 12 jenis pohon yang terdapat adalah 115,85 Ton/Ha. Isdiyantoro (2007) melakukan penelitian tentang pendugaan karbon dengan citra landsat pada RTH Jakarta Timur yang terdiri dari taman dan diperoleh cadangan karbon secara berturut-turut 184,975 Ton/Ha, 162,050 Ton/Ha, 181,805 Ton/Ha, dan 183,710 Ton/Ha.

  Masripatin dkk., (2010) menyatakan bahwa cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar 7,5–264,70 Ton/Ha. Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon. Pada umumnya cadangan karbon pada kawasan bukan hutan pada berbagai jenis tanaman dan umur berkisar antara 0,7–932,96 Ton/Ha.

  Kemampuan menyimpan karbon dapat juga terjadi diluar kawasan hutan pada beberapa pemanfaatan lahan yang terdapat berbagai tumbuhan. Hutan kota dan RTH yang didominasi oleh tumbuhan berupa pepohonan kemampuan menyimpan karbonnya lebih tinggi bahkan hampir sama dengan kawasan hutan lahan kering primer. Lahan yang dikelola masyarakat dalam bentuk agroforestri yang di dalamnya terdapat pepohonan juga potensial dalam menyimpan karbon.

  Ruang Terbuka Hijau

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Penataan RTHKP meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian RTHKP. Tujuan penataan RTHKP adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan tujuan penyelenggaraan RTH adalah : a.

  Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat c.

Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih

  Fungsi dan manfaat Ruang Terbuka Hijau Kota menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan :

  1. Ruang Terbuka Hijau Kota mempunyai fungsi : a.

  Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan b.

  Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan c.

  Sebagai sarana rekreasi d.

  Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara e.

  Sebagai sarana penelitian, dan pendidikan, serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran Iingkungan f.

  Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah g.

  Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro h. Sebagai pengatur tata air.

  2. Manfaat yang dapat diperoleh dan Ruang Terbuka Hijàu Kota antara lain : a.

  Memberikan kesegaran, kenyamanan, dan keindahan lingkungan b.

  Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota c. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga, dan buah.

  Tipologi RTH menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan : 1.

  Secara Fisik, RTH dapat dibedakan menjadi : a.

  RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional. b.

  RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.

  2. Secara fungsi, RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

  3. Secara struktur ruang, RTH dapat dibedakan menjadi : b.

  Pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar) c. Pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.

  4. Secara hak kepemilikan, RTH dibedakan menjadi : a.

  RTH publik, yaitu RTH Taman dan Hutan Kota (taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota, dan sabuk hijau (green belt)) dan RTH jalur hijau jalan (pulau jalan dan median jalan, jalur pejalan kaki, dan ruang dibawah jalan layang).

  b.

  RTH privat, yaitu RTH pekarangan (pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha, serta taman atap bangunan), RTH taman dan hutan kota (taman RT, taman RW, taman kelurahan, dan taman kecamatan), dan RTH jalur hijau jalan (pulau jalan dan median jalan dan jalur pejalan kaki).

  Hutan Kota

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota mendefenisikan hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Fungsi hutan kota adalah untuk : a.

  Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika b. Meresapkan air c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota d. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008, bentuk hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu : a.

  Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan b. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau bergerombol kecil c. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dan sebagainya.

  Struktur hutan kota diklasifikasikan menjadi : a. Berstrata dua, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya b.

  Berstrata banyak, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam.

  Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah memiliki ketinggian yang bervariasi, sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung, tajuk cukup rindang dan kompak, mampu menjerap dan menyerap cemaran udara, tahan terhadap hama penyakit, berumur panjang, toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air, tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri, batang dan sistem percabangan kuat, batang tegak kuat dan tidak mudah patah, sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor, serasah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat allelopati agar tumbuhan lain dapat tumbuh baik sebagai penutup tanah, jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous), dan memiliki perakaran yang dalam.

  Taman Kota

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan mendefenisikan taman kota adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.

  (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80%-90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.

  Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman kota yaitu tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap, ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang, perawakan dan bentuk tajuk cukup indah, kecepatan tumbuh sedang, berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, jenis tanaman tahunan atau musiman, jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal, tahan terhadap hama penyakit tanaman, mampu menjerap dan menyerap cemaran udara, dan sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.

  Jenis-Jenis Vegetasi Di RTH

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMENPU) Nomor 5 Tahun 2008 menyebutkan bahwa vegetasi/ tumbuhan adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput. Pohon adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. Perdu adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.

  Palem adalah istilah umum untuk menyebut tumbuh yang memiliki batang menyerupai kelapa atau sejenisnya. Secara taksonomi palem merujuk pada anggota-anggota dari familia arecaceae atau palmae (Sutaryo, 2009). Palem termasuk kelas Monocoty ledoneae, Ordo Arecales, dan Famili Arecaceae.

  Tumbuhan ini tersebar di daerah tropik, dan hutan hujan tropik. Menyukai tanah yang gembur serta lembab. Menurut Witono dkk., (2000), palem dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur, dan tanah berbatu. Palem juga dapat tumbuh pada berbagai kemiringan dari tanah datar, tanah berbukit, dan tanah berlereng terjal. Palem tumbuhnya ada yang berumpun ada pula yang tunggal (soliter). Beberapa jenis palem mempunyai duri di batang, atau pelepah daun, dan di tulang daun. Tidak semua palem berbentuk pohon meskipun palem umumnya dikenal mempunyai tubuh yang semampai. Ada jenis- jenis yang berbentuk liana, yaitu menyerupai tali yang memerlukan pohon lain sebagai panjatan untuk hidupnya.

  Pangemanan dkk., (2008) menyebutkan beberapa jenis palem yang berpotensi sebagai pengisi ruang terbuka hijau (RTH) adalah jenis palem eksotis dan jenis palem alam. Jenis eksotis yaitu Cyrtotachis renda (Palem merah dari Kalimatan), Roystonea regia (Palem raja), Pinanga kuhlii, Rhapis exelsa, dan

  Chrysalidocarpus lutescens (Palem kuning). Jenis Alam terdiri dari Areca vestiaria (Pinang Yaki khas Sulawesi Utara), Pinanga caesia (Pinang

  Tutul, khas Sulawesi Utara), Oncosperma horridum (Bayeh), Corypha gebanga (Lontar), Levistonia rotundifolia (Woka), Pigaffeta filaris (Nibong),

  Arenga microcarpa (Sagu Baruk), Oncosperma tigillarium, Licuala spinosa, Areca orsicarpa , dan Caryota mitis (Sarei).