Pengelolaan Perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa untuk Usaha Budidaya Rumput Laut

PEN
NGELOLA
AAN PER
RAIRAN PESISIR
R
GUGUS
S PULAU KALEDU
UPA
UNTUK
K USAHA
A BUDIDA
AYA RUM
MPUT LA
AUT

AKH
HMAD MANSYUR
M
R

SEKOLA

AH PASC
CASARJA
ANA
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2010
0

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengelolaan Perairan pesisir
Gugus Pulau Kaledupa untuk Usaha Budidaya Rumput Laut adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Februari 2010
Akhmad Mansyur
NIM C251060051

ABSTRACT
AKHMAD MANSYUR. Coastal Management of Kaledupa Islands for
Phycoculture. Guided by Achmad Fahrudin and Irzal Effendi.
The aim of this study are: (1) the actual condition of the utilization coastal of
Kaledupa Islands (CKI), Wakatobi Regency Southeast Sulawesi Province for
phycoculture based on the suitability area and the seasons, (2) warranties parameters
for optimizing area utilization, (3) the grand utilization strategy of CKI for supporting
phycoculture. Suitability analysis, carrying capacity, utilization of regional strategies
and optimizes scenario are used for that purpose. The results of this study are showed
that 5 946.45 ha of CKI for supporting phycoculture were categorized to be three
areas: good stabile, good dominant and not yet good stabile. The area utilization were
showed over limited based on time period production and half of them had been
decreasing return to scale. Condition of constant return to scale have been reached at

areas through good stabile and some of not yet good stabile. There’s a potential
warranties area for Rp 14 454 608 to 42 952 034 per ha per year and can reach the
value Rp 14 431 399 per ha per season for importance rent or contract. The
management strategies of CKI are to improve the satisfaction of phycoculturers with
the scenario: (1) to repair structures of phycoculture methods, and time period of
phycoculture production; (2) to increase user, to compose groups and to reinforce
focus groups; and (3) to create guarantee access the capital and to improve input
structures of phycoculture.
Keywords: Coastal management, Kaledupa archipelagos, phycoculture

RINGKASAN
AKHMAD MANSYUR. Pengelolaan Perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa
untuk Usaha Budidaya Rumput Laut. Dibimbing oleh Achmad Fahrudin dan Irzal
Effendi.
Potensi perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa untuk usaha budidaya
memiliki rasio dengan sumberdaya manusia sebesar 1.55 ha/kk (Rp 58 802
901/kk/thn). Rasio ini menunjukkan perairan pesisir GPK, cukup bagi penciptaan
kesejahteraan melalui kegiatan budidaya rumput laut. Namun demikian, aktivitas
tersebut baru mencapai 9.70% dari 8 200 ha (KS & KSS) dan perkembangannya
berjalan lambat (2.80%/thn).

Kajian potensi tanpa pertimbangan musim disinyalir sebagai penghambat
usaha budidaya. Pemanfaatan seperti ini mendorong terjadinya produktivitas
rendah (< 1 ton/ha/panen). Akibatnya, pelaku budidaya berada pada situasi sulit
untuk mengembangkan modal usaha dan menimbulkan faktor ketidakpuasan.
Selain itu, keterbatasan akses modal, ikut berperan dalam kondisi ini. Dengan
demikian, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji: (1) kondisi aktual pemanfaatan
perairan pesisir GPK untuk usaha budidaya rumput laut berdasarkan kesesuaian
kawasan dan musim. (2) parameter agunan kawasan bagi akses modal dalam
menunjang optimalisasi pemanfaatan. (3) strategi dan skenario pengelolaan
perairan pesisir GPK sehingga tercipta kepuasan pelaku budidaya.
Survei lapang, wawancara dan studi literatur digunakan dalam pengumpulan
informasi dari Juli hingga Desember 2008. Data yang terkumpul dianalisis dengan
sistem informasi geografis (SIG) dengan mengintegrasikan persamaan laju
pertumbuhan harian (LPH) rumput laut, uji anova, dan uji Duncan. Selain itu,
digunakan pula analisis daya dukung budidaya efektif, rotasi produksi optimal,
demand capacity ratio, kebutuhan tenaga kerja, indeks relatif input dan skala
pengembalian usaha untuk mencapai tujuan pertama. Analisis net present value
dan sphere rent digunakan untuk mencapai tujuan kedua. Analisis kepuasan
pengguna dan titik impas pemanfaatan melalui excel solver dilibatkan untuk
tujuan ketiga.

Hasil analisis diperoleh bahwa perairan pesisir GPK tergolong alami dan
menunjang LPH antara 2.01 hingga 3.93% per hari (musim pancaroba dan timur).
Berdasarkan kriteria LPH 3% per hari dan jarak beda nyata pada taraf
kepercayaan 95%, maka interaksi antara LPH, stasiun dan musim menunjukkan
bahwa perairan ini terdapat pada kondisi stabil baik (KSB), dominan baik (KDB)
dan stabil belum baik (KSBB). Pemanfaatan kawasan ini dicirikan dengan
penggunaan input yang rendah, namun over limited berdasarkan periode waktu
produksi. Demikian pula struktur metode budidaya sehingga skala pengembalian
decreasing di sebagian besar lokasi pemanfaatan. Kondisi constant return to scale
dicapai pada KDB dan sebagian KSBB.
Potensi agunan perairan pesisir GPK diperoleh sekitar Rp 14 454 608
hingga 42 952 034 per hektar per tahun dan dapat mencapai Rp 14 431 399 per ha
per musim bagi kepentingan sewa atau kontrak. Akhirnya, Strategi pengelolaan
perairan pesisir GPK untuk meningkatkan kepuasan pelaku budidaya dapat
dilakukan dengan skenario: (1) perbaikan struktur metoda dan periode waktu

v

produksi budidaya; (2) pembentukan dan penguatan fungsi kelompok pelaku
budidaya; (3) pemberian jaminan akses modal melalui gabungan fitur perjanjian

bank & grameen, dan insentif harga bagi komoditas rumput laut.
Kata kunci: pengelolaan pensisir, Gugus Pulau Kaledupa, budidaya rumput laut

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR
GUGUS PULAU KALEDUPA
UNTUK USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

AKHMAD MANSYUR


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Tesis
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi

: Pengelolaan Perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa untuk
Usaha Budidaya Rumput Laut
: Akhmad Mansyur
: C251060051

: Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si.
Ketua

Ir. Irzal Effendi, M.Si
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA.

Tanggal Ujian: 5 Februari 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc.

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian sejak Juni hingga Desember 2008 ini adalah pengelolaan
perairan pesisir, dengan judul Pengelolaan Perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa
untuk Usaha Budidaya Rumput Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si.
selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Ir. Irzal Effendi, M.Si. selaku Anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dan pikirannya dalam
memberikan bimbingan kepada Penulis. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. selaku Dekan
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta stafnya dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria
Boer, DEA. selaku Ketua Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

beserta stafnya yang telah memberikan pelayanan administrasi secara baik.
Demikian juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dr. Ir.
Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku penguji dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan sumbangsi positifnya. Ucapan ini, tidak lupa disampaikan
kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor terutama
mahasiswa pada Program Studi SPL yang telah memberikan masukan dan saran
yang sangat bermanfaat dalam penulisan karya ini. Lebih khusus, ungkapan
terima kasih dihaturkan kepada ayah, ibu, istri dan anaku, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga laporan ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2010

Akhmad Mansyur

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambeua, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi,
Provinsi Sulawesi Tenggara pada 31 Maret 1974 sebagai anak pertama dari
pasangan H. La Ane Erek dan Hj. Muhaeni. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, lulus 1999. Pada 2000 menikah dengan
Nusriani, S.Pd. dan saat ini telah dikaruniahi seorang putra (Muhamat Julfikar
Erek).
Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Fakultas Pertanian Universitas
Haluoleo, Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara sejak 2003 hingga sekarang. Pada
2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan menyelesaikannya pada
Februari 2010.
Selama mengikuti program S2 penulis selalu aktif mengikuti dan
menyelenggarakan berbagai seminar baik itu bersifat lokal, nasional maupun
internasional yang berkaitan dengan Perikanan dan Kelautan, Ketahanan Nasional
maupun Pertanian. Selain itu, penulis juga memberikan kontribusi pada Forum
Wacana Pascasarjana IPB di Bidang Kerjasama dan Forum Wacana Pesisir IPB di
Bidang Sekretariat, Informasi dan Kerjasama.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviiii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ..................................................................................................1
Perumusan Masalah ..........................................................................................4
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................................8
Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................9
Kerangka Pemikiran.........................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 14
Pengelolaan Wilayah Pesisir ...........................................................................14
Konsep Ruang dan Kawasan Budidaya Rumput Laut ....................................17
Integrasi Masyarakat dalam Kawasan Budidaya Rumput Laut ......................24
Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Perairan
pesisir ..............................................................................................................27
Konsep Pembangunan Berkelanjutan .............................................................31
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 33
Waktu dan Lokasi Penelitian ..........................................................................33
Jenis dan Sumber Data ....................................................................................34
Penentuan Stasiun dan Teknik Sampling ........................................................34
Penentuan Responden .....................................................................................36
Pengambilan Data ...........................................................................................37
Analisis Data ...................................................................................................37
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 49
Kondisi Umum Wilayah Penelitian ................................................................49
Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut ................................................55
Daya Dukung Pemanfaatan Kawasan .............................................................69
Kondisi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Rumput Laut ................................86
Strategi dan Skenario Pengelolaan Kawasan Budidaya Rumput Laut ...........91
Akses Modal bagi Optimalisasi Pemanfaatan Kawasan ...............................102
Pembahasan...................................................................................................110
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 113
Kesimpulan ...................................................................................................113
Saran..............................................................................................................114
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 115
LAMPIRAN ........................................................................................................ 120

xi

DAFTAR TABEL

Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Matriks kesesuaian fisik kimia perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa
untuk budidaya rumput laut ..........................................................................18
Analisis budidaya Eucheuma cottonii sistem long line: satu KK (tiga
hingga empat orang anggota), delapan blok (0.20 ha) .....................................26
Metode penentuan responden penelitian ......................................................36
Matriks persepsi pengguna kawasan berdasarkan dimensi ekologi,
sosial dan ekonomi .......................................................................................43
Matriks keunggulan dimensi keseluruhan yang dapat dipersepsi oleh
pengguna kawasan ........................................................................................45
Matriks biaya pemanfaatan kawasan yang dikorbankan bagi kegiatan
budidaya........................................................................................................45
Matriks kepuasan pengguna yang memanfaatkan kawasan budidaya..........46
Matriks excel solver bagi optimasi pengguna potensial ...............................47
Matriks excel solver bagi titik impas penggunaan modal terhadap produksi ...48
Luas pulau-pulau berpenghuni di Gugus Pulau Kaledupa ...........................50
Data curah hujan selama sepuluh tahun (1995-2004) Kabupaten Wakatobi ....52
Keadaan penduduk Gugus Pulau Kaledupa selama kurun waktu 1996
hingga 2008 ..................................................................................................53
Keadaan penduduk Gugus Pulau Kaledupa berdasarkan kelompok umur
pada tahun 2008 ............................................................................................54
Rata-rata umum laju pertumbuhan harian rumput laut di setiap titik
sampel ...........................................................................................................59
Laju pertumbuhan harian rumput laut pada setiap stasiun berdasarkan
rataan musim dari jumlah kelompok thallus ................................................61
Laju pertumbuhan harian rumput laut di setiap musim berdasarkan
rataan kelompok thallus................................................................................62
Klasifikasi kawasan berdasarkan interaksi antara laju pertumbuhan
harian (LPH), musim dan stasiun .................................................................65
Jumlah kepala keluarga pelaku budidaya rumput laut..................................74
Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam satu unit usaha budidaya rumput
laut .............................................................................................................75
Rata-rata alokasi waktu disetiap jenis kegiatan budidaya rumput laut
dalam satu siklus produksi (jam) ..................................................................76
Rata-rata penggunaan input budidaya rumput laut dalam satu kali
proses produksi .............................................................................................78
Titik impas produk pada dua kawasan budidaya rumput laut ....................109

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11

12
13
14
15
16
17
18
19
20

Bagan kerangka pikir penelitian. ..................................................................13
Trade-off tujuan antar komponen pembangunan berkelanjutan
(Munasinghe 1993). ......................................................................................31
Lokasi penelitian di Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi,
Propinsi Sulawesi Tenggara. ........................................................................33
Peta kesesuaian kawasan budidaya rumput laut (sumber: Manfi 2003). ......35
Peta stasiun penelitian (sumber: Smart 2005, Manafi 2003). ........................35
Titik pengambilan sampel rumput laut untuk satu stasiun. ..........................36
Nilai rata-rata parameter fisik kimia perairan pesisir Gugus Pulau
Kaledupa. ......................................................................................................55
Peta kesesuaian kawasan budidaya rumput laut berdasarkan parameter
fisik kimia perairan. ......................................................................................60
Peta kesesuaian kawasan budidaya rumput laut berdasarkan parameter
rataan jumlah laju pertumbuhan harian kelompok thallus dalam suatu
rataan musim.................................................................................................63
Contoh Eucheuma cottonii yang rusak di perairan pesisir Sombano (Smart
2005)..............................................................................................................67
Perkembangan luas lokasi pemanfaatan kawasan budidaya Eucheuma
cottonii secara kumulatif di GPK dalam kurun waktu 1993-2004 (Fox
2005). ............................................................................................................67
Peta kesesuaian kawasan budidaya rumput laut berdasarkan parameter
laju pertumbuhan harian dan perubahan musim. ..........................................68
Perubahan biomasa (Bms) dan karaginan (Krg) Eucheuma cottonii
pada kawasan stabil baik (KSB). ..................................................................70
Perubahan biomasa (Bms) dan karaginan (Krg) Eucheuma cottonii
pada kawasan stabil belum baik (KSBB). ....................................................70
Present value karaginan (Krg) dan biomasa (Bms) Eucheuma cottonii
pada kawasan stabil baik (KSB). ..................................................................71
Present value karaginan (Krg) dan biomasa (Bms) Eucheuma cottonii
pada kawasan stabil belum baik (KSBB). ....................................................72
Rerata pendapatan bersih pelaku budidaya rumput laut di setiap
stasiun berdasarkan perubahan musim. ........................................................79
Nilai ekonomi kawasan budidaya rumput laut berdasarkan net present
value dalam skala musim. .............................................................................80
Nilai ekonomi kawasan budidaya rumput laut berdasarkan net present
value dalam skala tahun. ...............................................................................81
Nilai ekonomi kawasan budidaya rumput laut berdasarkan sphere rent
dalam skala tahun. ........................................................................................82
xv

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Nilai sewa atau kontrak kawasan berdasarkan sphere rent dalam skala
musim. .......................................................................................................... 83
Peta pemanfaatan kawasan budidaya rumput laut ....................................... 85
Persentase keberadaan KK dan tingkat memanfaatkan kawasan
budidaya rumput laut. .................................................................................. 88
Persentase keberadaan pengguna kawasan (KK) dan tingkat
penggunaan input budidaya rumput laut. ..................................................... 89
Skala pengembalian usaha pemanfaatan kawasan budidaya rumput
laut. ............................................................................................................... 90
Indeks relatif dari atribut dimensi ekologi pada setiap kawasan
budidaya rumput laut. .................................................................................. 93
Indeks relatif dari atribut dimensi sosial pada setiap kawasan budidaya
rumput laut. .................................................................................................. 95
Indeks relatif dari atribut dimensi ekonomi pada setiap kawasan
budidaya rumput laut. .................................................................................. 96
Indeks manfaat total dari keseluruhan dimensi pada setiap kawasan
budidaya rumput laut. .................................................................................. 98
Indeks relatif atribut biaya pada setiap kawasan pemanfaatan untuk
budidaya rumput laut. .................................................................................. 98
Indeks kompetisi atribut biaya pada setiap kawasan pemanfaatan
untuk budidaya rumput laut. ........................................................................ 99
Indeks kepuasan pengguna kawasan budidaya rumput laut....................... 100
Perubahan pengguna dan struktur biaya pemanfaatan kawasan ketika
akses modal direalisasikan. ........................................................................ 105
Optimalisasi pengguna dan struktur pemberian modal dalam
pemanfaatan kawasan ketika akses modal direalisasikan. ......................... 106
Rata-rata biaya per unit bibit berdasarkan biomasa dan kadar
karaginan pada kawasan stabil belum baik (KSBB). ................................. 107
Rata-rata biaya per unit bibit berdasarkan biomasa dan kadar
karaginan pada kawasan stabil baik (KSB)................................................ 109

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
15

Data yang diperlukan untuk penelitian pengelolaan kawasan budidaya
rumput laut di Gugus Pulau Kaledupa ........................................................121
Nilai parameter kualitas perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa ..............122
Uji faktorial terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut ......................123
Uji Duncan terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut .......................124
Uji present value biomasa dan karaginan rumput laut pada kawasan
stabil baik ....................................................................................................126
Uji present value biomasa dan karaginan pada kawasan stabil belum
baik .............................................................................................................127
Insentif harga dasar dan atap biomasa basah pada kawasan stabil
belum baik dan stabil baik ..........................................................................128
Analisis keuntungan rata-rata pelaku budidaya rumput laut ......................129
Analisis net present value (NPV) kawasan usaha budidaya rumput laut ...130
Analisis sphare rent (SR) kawasan usaha budidaya rumput laut ...............131
Analisis return to scale (RTS) usaha budidaya rumput laut ......................132
Analisis indeks relatif (IR) usaha budidaya rumput laut ............................134
Analisis strategi pengelolaan kawasan budidaya rumput laut ......................140
Analisis excel solver bagi optimasi pengelolaan kawasan budidaya
rumput laut ..................................................................................................143
Analisis excel solver bagi titik impas penggunaan modal terhadap
produksi .......................................................................................................144
Matriks ringkasan hasil penelitian ..............................................................145

xvii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gugus Pulau Kaledupa (GPK) merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
Wakatobi berdasarkan UU nomor 29/2003 tentang pembentukan Kabupaten
Bombana dan Wakatobi. Kabupaten Wakatobi melingkupi seluruh kawasan
Taman Nasional Laut Wakatobi (TNLW) yang ditetapkan sebelumnya dengan SK
Menteri Kehutanan RI nomor 393/Kpts-VI/1996. Oleh karena itu, GPK memiliki
dua peranan dalam konteks pengelolaan sumberdaya. Pertama, sebagai daerah
pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat Wakatobi pada
umumnya dan masyarakat GPK pada khususnya. Kedua, sebagai kawasan
konservasi sumberdaya yang harus dipertahan keberadaanya bagi kepentingan
daerah, nasional maupun internasional.
Salah satu bentuk kegiatan yang dapat menunjang kesejahteraan masyarakat
dan pelestarian sumberdaya adalah budidaya rumput laut. Menurut Anggadiredja et
al. (2006), rumput laut secara ekologi memegang peranan sebagai produsen primer
(penghasil bahan organik dan oksigen) di lingkungan perairan. Kedua bahan ini
perupakan sumber penghidupan bagi manusia dan biota akuatik seperti ikan, bulu
babi, penyu dan hewan herbivor lainnya. Dengan demikian rumput laut, disamping
plankton, berfungsi sebagai penyangga kehidupan dalam suatu lingkungan ekologi.
Dalam pertimbangan sosial, budidaya rumput laut telah dikenal oleh
masyarakat Kaledupa sebagai salah satu kegiatan yang mampu mempererat
hubungan antara masyarakat dengan lingkungan perairan. Fox (2005) menilai
bahwa pemanfataan perairan pesisir GPK untuk usaha budidaya rumput laut
mampu menumbuhkan rasa memiliki kawasan di kalangan masyarakat Kaledupa
untuk dijaga dan dipertahankan. Pandangan tersebut mengasumsikan pentingnya
keterlibatan sosial dalam pengelolaan perairan pesisir GPK melalui kegiatan
budidaya rumput laut. Dengan demikian, upaya konservasi terutama dari berbagai
aktivitas pemanfaatan sumberdaya laut yang tidak berwawasan lingkungan seperti
penggunaan racun dan atau bom dapat dilakukan secara bersama.
Dalam perspektif ekonomi, budidaya rumput laut dipandang sebagai kegiatan
yang dapat mendatangkan keuntungan. Effendi (2004) menyatakan bahwa campur

2

tangan masyarakat untuk memproduksi biota (rumput laut) melalui pemeliharaan
akan meningkatkan produktivitas perairan dan mendatangkan keuntungan secara
ekonomi. Anggadiredja et al. (2006) menambahkan bahwa tingkat permintaan akan
komoditas rumput laut (Eucheuma cottonii) terus mengalami peningkatan (rata-rata
10% per tahun). Demikian pula dengan harga yang mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 0.07% per tahun. Perkiraan kebutuhan dunia akan produk ini dapat mencapai
274 100 ton dengan harga sekitar U$ 0.82 kg-1 pada 2010. Kemampuan luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan tersebut mencapai 165 000 ton/tahun (Filiphina 77.2%;
Tanzania 5.4% dan lainnya 0.7%). Sisanya diharapkan dari Indonesia sebanyak
16.7%. Dengan demikian, budidaya rumput laut dipandang sebagai salah usaha yang
penting untuk dikembangkan dan dapat dijadikan salah satu matapencaharian utama
masyarakat.
Tingginya kebutuhan dunia akan produk rumput laut dapat dikaitkan dengan
dua hal pokok. Pertama, hidrokoloid yang berasal dari tumbuhan ini tidak
mengakibatkan efek samping terhadap kesehatan bila dikonsumsi dalam bentuk
makanan atau obat-obatan. Kedua, penggunaannya dalam industri nonpangan dan
berbagai industri lainnya semakin meluas seperti tekstil, cat, keramik dan kertas.
Upaya pemenuhan kebutuhan dunia akan komoditas ini, Indonesia hanya
menempati posisi kedua setelah Filiphina (77.2% berbanding 16.7%). Luas
pemanfaatan perairan pesisir Indonesia baru mencapai 9.7% bagi usaha ini
(Anggadiredja et al. 2006). Rendahnya tingkat pemanfaatan tersebut, disebabkan oleh
beberapa hal seperti:
a. Keterbatasan

permodalan

untuk

membantu

petani

nelayan

yang

membutuhkannya.
b. Keterbatasan penerapan dan alih teknologi budidaya rumput laut yang
dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen yang berkualitas
melalui penelitian, percontohan, pelatihan, magang dan penyuluhan;
c. Kurangnya penyediaan sumberdaya manusia terlatih melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan terstruktur sesuai segmen budidaya yang diminati
pembudidaya rumput laut.
d. Terbatasnya pola pengaman terpadu dengan mengikutsertakan masyarakat
dalam segmensegmen usaha, seperti pembibitan dan pembesaran;

3

e. Pengembangan Budidaya Rumput Laut masih dilaksanakan sendiri – sendiri
secara sektoral.
Dengan demikian, kondisi ini dipandang sebagai faktor pemicu yang mengakibatkan
Indonesia bukan sebagai negara produsen rumput laut dunia.
Pemanfaatan perairan pesisir untuk usaha budidaya rumput laut tergantung
pada ketersediaan sumberdaya alam (lokasi & bibit) dan sumberdaya manusia
(tenaga kerja). Salah satu potensi Indonesia untuk pengembangan usaha ini adalah
GPK yang memiliki perairan pesisir sekitar 13 900 ha termasuk tubir karang datar
(Duncan 2005). Perairan tersebut mengandung potensi untuk usaha budidaya
rumput laut sekitar 8 200 ha (Manafi 2003). Di sisi lain, GPK memiliki populasi
masyarakat dalam usia produktif secara ekonomi sekitar 60% dari total penduduk
17 604 jiwa. Dalam populasi ini terdapat 5 292 kepala keluarga yang berarti
bahwa setiap keluarga beranggotakan empat orang (PDKW 2006). Perbandingan
antara ketersediaan kawasan dan jumlah kepala keluarga adalah sekitar 1.55
ha/kk. Harapan tersebut melebihi standar ideal pemanfaatan (0.20 ha/kk) yang
dapat mensejahterakan satu keluarga dengan jumlah anggota tiga hingga empat
orang. Dala standar tersebut, keluarga atau pelaku budidaya bersangkutan dapat
memperoleh tingkat pendapatan sebesar Rp 33 600 000 atau keuntungan sekitar
Rp 24 052 000/kk/panen (Anggadiredja et al. 2006).
Optimalisasi pemanfaatan kawasan ini berjalan lambat. Fox (2005) menyatakan
bahwa tingkat pemanfaatan kawasan tersebut baru mencapai 795 ha dengan rata-rata
peningkatan sekitar 2.80% per tahun sejak awal pemanfaatannya (1993). Optimalisasi
pemanfaatan diperhadapkan pula dengan produktivitas kawasan yang berbeda-beda.
Smart (2005) menunjukkan kisaran produktivitas tersebut antara 0.02 hingga
8 (ton/ha)/panen kering dengan masa pemeliharaan rata-rata 41 hari. Sebagian besar
(97.30%) pemanfaatan kawasan ini masih tergolong dalam produktivitas < 1
(ton/ha)/panen kering atau 0.43 (ton/ha)/panen kering (jarak tanam 100x25 cm,
biomas awal 25 g, LPH 3%, konversi basah : kering adalah 7 : 1). Kondisi ini
memberikan contoh tentang pemilihan lokasi yang kurang baik sehingga dapat
berimplikasi terhadap menurunnya minat masyarakat Kaledupa untuk memanfaatkan
perairan pesisir dalam bidang usaha ini. Karenanya, diperlukan kajian pengelolaan
perairan pesisir GPK bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut.

4

Perumusan Masalah
perairan pesisir GPK ditetapkan sebagai salah satu kawasan Taman
Nasional Laut Wakatobi (TNLW). Penetapan tersebut didasarkan atas tingkat
keanekaragaman hayati yang tergolong tinggi. WWF dan TNC (2003)
menyatakan bahwa dalam TNLW terdapat 396 spesies karang Scleractinia, 10
spesies non Scleractinia dan 28 genera karang lunak. Selain itu, ditemukan 590
spesies ikan, 31 spesies Foraminifera dan 668 spesimen Stomopod.
Salah satu ketentuan yang memuat tentang pemanfaatan taman nasional
adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam
dan ekosistemnya. Dalam ketentuan umum UU tersebut dinyatakan bahwa taman
nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli dan
dikelola dengan sistem zonasi. Salah satu tujuan pemanfaatan taman ini adalah
sebagai penunjang budidaya yang dapat mengusahakan kelestarian sumberdaya
hayati dan lebih mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan kawasan untuk usaha budidaya yang mengunakan plasma
nutfah lokal (garangga kanse atau Caulerpa lentillifera) tidak berhasil mendukung
upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan masyarakat GPK. Jenis ini
banyak dijumpai disekitar Pulau Hoga dan di sebelah timur perairan laut Fatuhari.
Produksi terakhir mencapai 5 ton pada awal 1993, namun akibat turunannya harga
komoditas kering hingga mencapai Rp 50 kg-1, menjadikan usaha ini tidak
berkelanjutan sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat.
Berkurangnya salah satu unsur penunjang kesejahteraan masyarakat
berdampak pada peningkatan ekploitasi sumberdaya yang tidak ramah
lingkungan. Di antaranya adalah pengambilan batu karang, penggunaan racun
(sianida) dan bom dalam upaya penangkapan ikan (Hidayati at al. 2007).
Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa kondisi terumbu karang hidup mengalami
penurunan

hingga

mencapai

rata-rata

tutupan

sekitar

31%.

Hal

ini

mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan tutupan dari kondisi baik menjadi
kriteria cukup bila didasarkan pada kategori sangat baik (75–100%), baik (50–
74.90%), cukup (25–49.90%). Demikian pula dengan kondisi penangkapan ikan
yang dinyatakan bahwa 80, 49 dan 61% nelayan tradisional mengalami penurunan
hasil dari segi ukuran, jumlah dan jenis ikan (Duncan 2005).

5

Dampak dari turunnya harga rumput laut asal Kaledupa adalah timbulnya
upaya dari pedagang pengumpul lokal untuk memperolah bibit rumput luat yang
banyak diminati pasar dan bernilai ekonomi tinggi. Melalui Dinas Pertanian
Provinsi Sulawesi Tenggara, upaya itu diwujudkan dengan hadirnya rumput laut
dari jenis E. cottonii asal Sabah (Malaysia) di GPK. E. cottonii pertama kali
dibudidayakan oleh masyarakat Sombano di perairan sebalah Barat GPK,
kemudian menyebar hingga ke sebelah Timur GPK. Memperhatikan minat
masyarakat dan program perlindungan sumberdaya alam hayati, maka Pemerintah
Daerah Wakatobi mencanangkan perairan pesisir GPK sebagai sentral produksi
rumput kabupaten (PDKW 2006).
Potensi perairan pesisir GPK untuk budidaya rumput laut dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu sesuai (KS) dan sangat sesuai (KSS). Kedua kawasan ini memiliki
luas sekitar

4 500 dan 3 700 ha. Hal ini didasarkan atas parameter fisik kimia

perairan seperti pH, salinitas, suhu permukaan laut, kecepatan arus, kecerahan,
kekeruhan dan material dasar perairan dengan skor yang lebih tinggi bagi KSS
(Manafi 2003). Dalam pemanfaatannya, Smart (2005) menunjukkan adanya
perbedaan produksi di kedua kawasan. Namun demikian, keduanya belum
mempertimbangkan peranan musim yang dapat berpengaruh terhadap perubahan
produktivitas kawasan sebagaimana yang dibuktikan Sedana at al. (1985) di Pulau
Serangan, Provinsi Bali.
Sedana at al. (1985) menyatakan bahwa selama kurun waktu Oktober-November
(bulan kering) pertumbuhan rumput laut cenderung lebih cepat daripada Desember–
Maret (bulan basah). Pengamatan setiap empat minggu tercatat laju pertumbuhan
harian (LPH) antara 0.90–8.80% per hari. Romimohtarto (1985) dan Nontji (2005)
bahwa udara basah memperkuat pendinginan, akibatnya tingkat penguapan
menurun sehingga kadar salinitas rendah di lapisan permukaan. Dalam kondisi
seperti ini, rumput laut mengalami proses osmoregulasi (mekanisme penyerapan air
tawar terjadi) sehingga menyebabkan terhambatnya proses pertumbuhan. Selain itu,
diperolah bahwa perubahan LPH rumput laut dipengaruhi oleh usia pemeliharaan. LPH
tertinggi terdapat pada minggu-minggu awal, kemudian kecepatannya berkurang dan
setelah dua bulan laju pertumbuhannya menurun. LPH yang diperoleh berkisar antara

6

4.00–6.00% per hari. Perubahan ini sangat penting artinya untuk mengetahui waktu
optimal pemanfaatan kawasan selama satu kali proses produksi rumput laut.
Pengelolaan perairan pesisir GPK untuk usaha budidaya rumput laut yang tidak
mempertimbangkan usia pemeliharaan optimal (panen lebih awal atau lebih lambat)
akan diperhadapkan dengan beberapa kendala. Pertama, tidak terpetakannya fungsi
kawasan penunjang (penyedia bibit) dan fungsi kawasan pembesaran. Biasanya,
pelaku budidaya di GPK melakukan panen pada usia 45 hari untuk mengejar
kepentingan pasar yang memberikan standar tersebut tanpa memperhatikan
kemampuan kawasan dalam menunjang LPH rumput laut. Indikator biomasa dan
karaginan dapat digunakan dalam menyatakan suatu kawasan sebagai penyedia bibit
dan atau pembesaran. Sulistijo (1985) berpendapat bahwa tanaman Eucheuma dengan
LPH 2% per hari pada pemeliharaan di Bali selama 35 hari sudah dapat dilakukan
panenan karena tanaman sudah menjadi dua kali lipat biomasa semula. Demikian
pula Sulistijo, Syafri (1991) menyatakan bahwa tanaman E. cottonii di Pulau Pari
dengan LPH 3 hingga 5% per hari dapat mencapai kadar karaginan 35 hingga 45%
pada usia pemeliharaan enam minggu. Pernyataan ini memberikan pendekatan bahwa
ketika suatu kawasan hanya mampu menunjang LPH 2% per hari, maka usia
pemeliharaan optimal dalam kawasan tersebut dapat memberikan keuntungan dari
sisi biomasa (penyedia bibit). Ketika suatu kawasan mampu menunjang LPH 3% per
hari, maka kuntungan dari pengguna kawasan tersebut dapat diperoleh dari kadar
karaginan pada batas pemeliharaan optimal.
Kendala kedua adalah tidak terpetakannya mutu produksi dengan baik.
Kualitas E. cottonii ditentukan oleh kadungan karaginan yang terbentuk pada
dinding sel. Kandungan ini cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
usia pemeliharaan, namun demikian, pada usia tertentu sebagian kadar karaginan
akan terurai menjadi cadangan energi bagi pembentukan cabang baru (Apriyana,
2006). Penambahan usia pemeliharaan yang lebih lama menyebabkan gel yang
terbentuk dari kappa karaginan menjadi rapuh akibat efek ion potasium yang terus
berlanjut (Guiseley diacu dalam Apriyana 2006). Dengan demikian, pemutusan
rantai produksi yang lebih cepat dan atau lebih lambat akan berdampak pada
kundungan karaginan yang tidak optimal. Tambahannya adalah harga yang dapat
diperoleh selalu berada dibawah harga dasar (Rp 4 700 kg-1).

7

Ketiga, tidak terpetakannya insentifikasi harga yang dapat terjadi pada pasar di
tingkat lokal (pasaran bibit). Dalam hal ini, terdapat pengalaman pelaku bahwa
pergantian penggunaan bibit dari kawasan kurang subur ke lebih subur atau
sebaliknya dapat memberikan pertumbuhan rumput laut yang lebih baik. Pola
pemanfaatan seperti ini dapat menciptakan kondisi surplus dan defisit produksi bibit
apabila tidak memperhatikan usia pemeliharaan yang optimal. Dalam kondisi surplus
harga dapat berada di bawah harga dasar, sementara pada kondisi defisit, dapat
melebihi harga atap. Akibatnya, insentif harga ditingkat pelaku tidak teratur dan
perencanaan akan kebutuhan bibit baik untuk lokasi yang telah dimanfaatkan maupun
bagi program pengembangan kawasannya tidak dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka keterkaitan antara pengelolaan kawasan
dan usia pemeliharaan rumput laut adalah terjadi dalam hubungan perencanaan
bagi penentuan periode pemanfaatan kawasan (sekali proses produksi).
Munculnya usia pemeliharaan optimal, memudahkan dalam pengorganisasian
kawasan berdasarkan kemampuannya dalam menunjang produk rumput laut pada
titik optimal pemeliharaan. Akhirnya indikator kontrol dalam pemanfaatan
kawasan

dapat ditentukan berdasarkan kualitas rumput laut pada titik

pemeliharaan optimal.
Harapan hidup bagi masyarakat Kaledupa yang mengantungkan hidupnya pada
pemanfaatan perairan pesisir GPK semakin terbuka. Sebagaimana UU No. 5 tahun
1990 yang menyatakan bahwa pengelolaan taman nasional dilakukan dengan sistem
zonasi, maka Pemda Wakatobi menetapkan zona penggunaan lokal sebesar 54% dari
total wilayahnya. Harapan ini muncul pula dari UU No. 27 tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggariskan hak
pengusahaan perairan pesisir (HP-3) dalam bentuk sertifikat. Namun demikian,
ketentuan tersebut membutuhkan kelengkapan indikator pemanfaatan seperti nilai-nilai
produksi dan biaya yang diperlukan bagi ketentuan pengalihan hak, beban tanggungan
dan besarnya jaminan modal yang dapat diperuntukkan bagi pengguna kawasan.
Kriteria pemanfaatan perairan pesisir GPK sangat ditentukan oleh besarnya
partisipasi masyarakat. Berdasarkan jumlah KK sebagaimana disebutkan
sebelumnya, maka pemanfaatan perairan pesisir GPK dapat didistribusikan
berdasarkan persentase kawasan budidaya rumput laut (55% KS dan 45% KSS).

8

Distribusi kepala keluarga (KK) pada masing-masing kawasan dapat mencapai 2
911 dan 2 382 KK. Peruntukan lokasi pemanfaatan bagi masing-masing KK dapat
mencapai 1.54 dan 1.55 ha/KK. Dalam pandangan umum bahwa setiap KK akan
lebih memilih KSS dari pada KS, namun demikian, Fox (2005) menyatakan
bahwa masyarakat Kaledupa lebih memilih KS akibat faktor keamanan dari akses
transportasi dan kedekatan dengan lokasi pemukiman. Hal ini ditunjukkan dengan
tingginya tingkat pemanfaatan KS (> 41 KK/lokasi), sedangkan lainnya masih
berada dibawah 30 KK/lokasi.
Tingkat pemanfaatan kawasan yang tinggi dan terpusat pada satu lokasi dapat
menyebabkan berkurangnya produktivitas dan distribusi luasan pemanfaatan per KK.
Hal tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh pengguna. Fox (2005)
menilai bahwa kondisi tersebut cenderung membuat pengguna meninggalkan usaha
budidaya rumput laut, terutama pada musim-musim tertentu. Menyadari hal tersebut,
maka dalam pengelolaan perairan pesisir GPK perlu mempertimbangkan skala
pengembalian usaha dan jumlah pengguna kawasan dalam perumusan strategi dan
skenario untuk meningkatkan kepusan pelaku budidaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalah yang diangkat adalah:
1. Bagaimanakah kondisi aktual pemanfaatan perairan pesisir GPK untuk usaha
budidaya rumput laut berdasarkan kesesuaian kawasan dan musim?,
2. Bagaimanakah akses modal bagi optimalisasi pemanfaatan perairan pesisir GPK
untuk usaha budidaya rumput laut? dan
3. Bagaimanakah strategi dan skenario pengelolaan perairan pesisir GPK untuk
meningkatkan kepuasan pelaku budidaya?.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengkaji kondisi aktual pemanfaatan perairan
pesisir GPK untuk usaha budidaya rumput laut berdasarkan pertimbangan kesesuaian
kawasan dan musim. (2) mengkaji parameter agunan kawasan budidaya rumput laut
agar dapat dimanfaatkan secara optimal. (3) mengkaji strategi dan skenario pengelolaan
perairan pesisir GPK untuk meningkatkan kepuasan pelaku budidaya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai: (1) basis data
pemanfaatan perairan pesisir GPK untuk usaha budidaya rumput laut sehingga
pola pemanfaatannya dapat lebih terarah dan memiliki indikator nilai manfaat; (2)

9

landasan akses modal bagi pengembangan pemanfaatan kawasan dalam usaha
budidaya rumput laut; dan (3) landasan strategis pengelolaan perairan pesisir GPK
untuk usaha budidaya rumput laut di GPK agar tetap menguntungkan dan
menjamin kepuasan pelaku budidaya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dibatasi pada perairan pesisir laut yang sesuai dan sangat sesuai untuk
budidaya rumput laut menurut Manafi (2003) di Gugus Pulau Kaledupa (GPK),
2. Budidaya rumput laut dibatasi pada metode long line,
3. Parameter pertumbuhan rumput laut dibatasi pada pertambahan biomasa dan
kadar karaginan rumput laut (E. cottonii) berdasarkan usia pemeliharaan pada
Musim Timur, Barat dan Pancaroba dan
4. Kajian pengelolaan didasarkan pada pendekatan ekologi (luas ketersediaan &
alokasi waktu pemanfaatan kawasan optimal), sosial (ketersediaan tenaga &
alokasi waktu kerja serta demand capacity ratio), ekonomi (input: penggunaan
bibit, fasilitas produksi, luas pemanfaatan kawasan, operasional, tenaga kerja &
alokasi waktu kerja; output: nilai manfaat biomasa & keraginan).
Kerangka Pemikiran
Pengelolaan perairan pesisir GPK diperhadapkan pada dua hal pokok, yaitu
kebijakan nasional dan daerah. Secara nasional, perairan pesisir GPK harus dilestarikan
berdasarkan keaslian ekosistem sumberdaya hayati yang dimilikinya. Di sisi lain,
Pemerintah Daerah Wakatobi dituntut mensejahterakan masyarakatnya melalui
pemanfaatan semua potensi daerah. Salah satu aplikasi pemanfaatan perairan pesisir
GPK yang dapat mengadopsi kedua hal tersebut adalah budidaya E. cottonii dengan
sistem zonasi. Hal ini disebabkan oleh berperanan E. cottonii sebagai produsen primer
dalam lingkungan ekologi, penjalin hubungan yang erat antara masyarakat dan
lingkungan perairan pesisir. Selain itu, diharapkan mampu menciptakan kondisi
perekonomian yang mensejahterakan masyarakat. Dalam sistem zonasi, dimana
wilayah perairan dibagi menjadi kawasan-kawasan tertentu seperti kawasan budidaya
rumput laut berdasarkan karakteristik fisik kimia yang ada dapat memudahkan
penentuan batas pengelolaan sektoral dan inter koneksi antar sektor sumberdaya.

10

Pengelolaan perairan pesisir untuk usaha budidaya rumput laut perlu
mempertimbangkan dua hal yaitu kawasan budidaya dan populasi masyarakat
GPK. Kawasan, dipertimbangkan melalui keberadaan KSS dan KS dalam skala
luas (ha) berdasarkan parameter kualitas perairan laut dan pengaruh musim.
Masuknya peranan musim kedalam pengklasifikasian KSS dan KS dapat
memberikan gambaran tentang tingkat kestabilan kawasan dalam menunjang
produksi rumput laut di semua musim. Dengan demikian, kondisi aktualnya dapat
dibedakan berdasarkan produktivitas masing-masing kawasan di setiap musim.
Populasi masyarakat dipertimbangkan melalui ketersediaan tenaga kerja dan
modal. Tenaga kerja mengandung dua asumsi yaitu kepala keluarga (KK) sebagai
pemegang keputusan dan tenaga pendukung aktivitas KK dalam menjalankan usaha
budidaya E. cottonii. Tenaga pendukung dapat berasal dari anggota keluarga dan luar
keluarga yang didekati berdasarkan usia produktif secara ekonomi dan kebiasaan
masyarakat dalam melibatkan tenaga kerja. Modal dibangun berdasarkan dua asumsi.
(1) Alokasi waktu yang tersedia dalam satu keluarga untuk berpartisipasi dalam
kegiatan budidaya. Asumsi ini memberikan batasan kerja setiap orang yang
berpartisipasi pada suatu unit usaha sehingga sumbangsinya dapat berlangsung
beberapa unit usaha. (2) Kemampuan finansial keluarga untuk membangun usaha
tersebut. Asumsi ini memberikan batas terhadap kesediaan pelaku budidaya untuk
meraih kepuasan melalui usaha budidaya E. cottonii.
Hubungan antara kedua pertimbangan pengelolaan tersebut membentuk
karakteristik pemanfaatan yang tergabung kedalam skala pengembalian usaha.
komponen-komponen penyusun dalam gabungan ini adalah luas penggunaan
kawasan, bibit, fasilitas produksi, oprasional, tenaga dan alokasi waktu kerja
(input) serta jumlah produksi (output). Masing-masing komponen selanjutnya
diestimasi untuk merumuskan strategi pengelolaan perairan pesisir GPK untuk
usaha budidaya E. cottonii berdasarkan pendekatan ekologi, sosial dan ekonomi.
Terdapat dua aspek yang digunakan sebagai atribut dimensi dalam pendekatan
ekologi yaitu ketersediaan kawasan dan produksi E. cottonii. Ketersediaan
merupakan perbandingan antara luas masing-masing kawasan dengan luas blok
budidaya yang kemudian disesuaikan dengan koefisien budidaya efektif.
Perbandingan ini manggambarkan kemampuan efektif suatu kawasan dalam

11

menunjang metoda budidaya (long line) yang digunakan. Aspek produksi (AP)
merupakan produktivitas E. cottonii dalam mencapai titik optimal (TO) biomasa dan
karaginan. Perhatian utama diantara keduanya adalah periode waktu pencapaian TO
manfaat karaginan karena kualitas dari E. cottonii ditentukan oleh kandungan ini.
Dengan demikian atribut AP memberikan batasan terhadap periode waktu optimal
pemanfaatan kawasan dalam sekali proses produksi sehingga diharapkan dapat
membantu proses perencanaan terutama penentuan fungsi kawasan.
Pendekatan sosial menggunakan dua atribut dari komponen skala
pengembalian usaha yang dilengkapi dengan atribut demand capacity ratio (DCR)
sebagai penghubung atau interaksi antara pendekatan sosial-ekologi. Dua atribut
pertama adalah beban kerja budidaya dan penggunaan tenaga kerja dalam satu
siklus produksi. Atribut ini menggambarkan tentang alokasi waktu yang perlu
dikorbankan untuk menekuni kegiatan budidaya dan tingkat penyerapan tenaga
kerja dalam satu unit usaha. Dalam hubungannya, kedua atribut memiliki
keterkaitan dengan asumsi modal pertama sebagaimana disebutkan di atas. DCR
menggambarkan tentang tingkat kepadatan pemanfaatan suatu kawasan. Dalam
hal ini, peluang distribusi atau penambahan unit usaha (KK) adalah terdapat pada
kawasan yang memiliki tingkat kepadatan rendah, sedangkan pada kepadatan
tinggi perlu mendapat pertimbangan menurut pendekatan ekologi-ekonomi.
Pendekatan ekonomi didasarkan atas komponen-komponen skala pengembalian
usaha yang dinyatakan dalam bentuk nilai tukar atau harga. Dalam hal ini, komponen
luas penggunaan kawasan (LPK) terlebih dahulu dipisahkan untuk sementara akibat
nilai tukarnya yang belum dapat dinyatakan. Selain LPK, komponen input merupakan
kekuatan modal yang dialokasikan pelaku bagi usaha budidaya E. cottonii. Besarnya
nilai-nilai atribut ini memberikan gambaran tentang skala biaya ditingkat pelaku yang
dapat dinyatakan dalam indeks relatif rendah, sedang dan tinggi untuk kepemilikan
masing-masing komponen input. Demikian pula dengan atribut output yang merupakan
tingkat produksi sebagai penerimaan setelah dikonfersi dengan harga penjualan.
Dengan demikian, pemetaan ekonomi berdasarkan indeks relatif diharapkan mampu
memudahkan penentuan prioritas perencanaan dalam mendorong tingkat kepuasan
pelaku budidaya E. cottonii.

12

Hubungan pendekatan ekologi-ekonomi diharapkan dapat menyatakan nilai
agunan suatu kawasan pemanfaatan. Dalam hubungan ini, terdapat selisih antara
bia