Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu

(1)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN

UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DAN IKAN KERAPU

KASIM MANSYUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008


(3)

RINGKASAN

Kasim Mansyur. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN IKAN KERAPU. Di bawah bimbingan: Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

Penelitian ini dilakukan di Pulau Lingayan dan memiliki tujuan; (1) menganalisisi potensi sumberdaya perairan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menganalisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan; dan (3) merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Beberapa faktor pembatas parameter fisika dan kimia perairan menjadi input dalam analisis spasial yang menggunakan Sistem Informasi Geografis dan analisis daya dukung lingkungan, selain itu juga dilakukan analisis kelayakan usaha, dan analisis SWOT dan QSPM.

Berdasarkan analisis terhadap beberapa faktor pembatas fisika kimia perairan untuk budidaya rumput laut dan ikan kerapu, diketahui bahwa potensi sumberdaya lingkungan di Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut metode tali rawai adalah seluas 786,5 Ha, dan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA adalah seluas 119,2 Ha. Daya dukung lingkungan untuk budidaya rumput laut metode tali rawai adalah sebanyak 9.166 unit usaha budidaya, sedangkan ikan kerapu sistem KJA sebanyak 4.985 unit KJA ikan kerapu. Penilaian kelayakan usaha menggunakan investment criteria

menunjukkan angka positif, untuk budidaya rumput laut nilai R/C: 2,13 sedangkan budidaya Ikan Kerapu memiliki nilai R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81 %. Ini menunjukkan usaha budidaya tersebut layak dikembangkan.

Berdasarkan analisis SWOT dan QSPM, strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan adalah: (1) memfasilitasi penyediaan bibit unggul untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menfasilitasi pengembangan usaha budidaya laut menjadi usaha ekonomi produktif masyarakat pulau yang berkelanjutan; (3) menfasilitasi terbentuknya kelompok usaha nelayan pembudidaya dan peningkatan kemampuan SDM; (4) menfasilitasi penyediaan modal usaha pengembangan budidaya laut; (5) pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat Pulau Lingayan melalui peningkatan produksi dan kualitas hasil laut dari budidaya; (6) menfasilitasi akses pasar yang lebih luas yang dapat diakses oleh masyarakat; dan (7) membuat dan menetapkan perencanaan tata ruang kawasan budidaya laut di Pulau Lingayan.

Kata kunci : Pengelolaan, Budidaya Rumput Laut, Budidaya Ikan Kerapu, Pulau Lingayan


(4)

ABSTRACT

Kasim Mansyur. MANAGEMENT OF LINGAYAN ISLAND RESOURCES FOR SEAWEEDS CULTURE AND GROUPERS CULTURE DEVELOPMENT. Under supervision of Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA and DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

This research was done in Lingayan island. The aims of this research are; (1) to identify the environmental resources potencies for enhance seaweeds culture and grouper culture; (2) To analyse economic visibility effort in enhancing seaweeds and grouper in Lingayan island; and (3) develop seaweed culture and groupers culture strategy in Lingayan Island. The research used Geografis Information System Analysis, Visibility study, SWOT analysis and QSPM.

The potencies of environment resources in Lingayan Island for seaweeds culture was 786,5 ha and to grouper culture was 119,2 ha. For seaweed culture, with capacity per unit is about 9.166 units, and groupers culture is about 4.985 units. Cashflow of activities of seaweed cultures analysed by R/C 2.13 and groupers cultures by R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81%.

The primary strategies of management are: (1) to facilitate a seeds supply to support seaweeds culture and groupers cultures development, (2) to facilitate the local community achievement of enhancing marine culture activity as a primary livelihood sustainable activity, (3) to facilitate local community in a fishers group and include training programs, (4) to facilitate capital adequacy effort for marine culture, (5) community empowerment and to enhancing economy of community at Lingayan island with encreasing of productivity and quality marine culture product, (6) to facilitate opening of broader market of which can be accessed by local community, (7) Build spatial planning for marine culture zone in Lingayan island.


(5)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Insititut Pertanian Bogor.


(6)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN

UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DAN IKAN KERAPU

KASIM MANSYUR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul : Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu N a m a : Kasim Mansyur

N R P : C 251 030 091

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(8)

(9)

PRAKATA

Puji syukur dari segenap keikhlasan hati kepada Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, yang mengajarkan makhluknya melalui perantara Kalam-Nya, yang tiada hentinya mengurus dan memelihara mahluk-Nya siang dan malam, yang memberikan pelajaran dan petunjuk pada yang dikehendaki-Nya dan membebani mahluknya sesuai kemampuannya, sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini adalah hasil penelitian yang insyaAllah memberikan pengayaan dan manfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis telah mendapatkan kemudahan dan bantuan dari berbagai pihak, olehnya tidaklah berlebihan untuk menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedarma, DEA, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dan masukan;

2. Bapak/ibu staf pengajar dan administrasi PS. SPL IPB yang membantu proses penyelesaian studi penulis;

3. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Mansyur Djima dan ibundaku tercinta Saharia (alm) ayahanda mertuaku Tis’in dan ibunda mertuaku Nurbayti, untuk semua keikhlasan, doa dan dukungannya.

4. Istriku Musayyadah Tis’in yang diamanahkan-Nya kepadaku untuk menyempurnakan ibadahku dan dia;

5. Segenap keluarga besar penulis atas kasih sayang, cinta dan motivasinya. 6. Teman-teman seperjuangan di SPL-IPB atas dukungan dan kerjasamanya. 7. Staf sekretariat dan perpustakaan yang membantu dengan koleksi

buku-bukunya serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, layaknya tiap-tiap makhluk ciptaan-Nya, pun tulisan ini tiada belum mencapau paripurna dan memiliki kekurangan, olehnya penulis mengharapkan saran dan koreksi konstruktif dari pembaca dan penggunanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita petunjukka dan karunia serta meridhoi segala aktivitas kekhalifahan kita, amin

Bogor, Maret 2008 P e n u l i s


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maluku Utara pada tanggal 03 April 1975 dari Ayah Mansyur Djima dan Ibu Saharia. Penulis adalah anak kelima dari tujuh orang bersaudara.

Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Eksplorasi Sumberdaya Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2000. Penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB pada Tahun 2003.

Penulis pernah bekerja di Lembaga Maritim Nusantara (LEMSA) Makassar sebagai koordinator program, pada Tahun 2000 – Tahun 2003. Sejak Tahun 2000 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai dosen Universitas Cokroaminoto Makassar, dan juga bekerja di Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai technical secretary sejak Tahun 2006.


(11)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN

UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DAN IKAN KERAPU

KASIM MANSYUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008


(13)

RINGKASAN

Kasim Mansyur. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN IKAN KERAPU. Di bawah bimbingan: Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

Penelitian ini dilakukan di Pulau Lingayan dan memiliki tujuan; (1) menganalisisi potensi sumberdaya perairan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menganalisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan; dan (3) merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Beberapa faktor pembatas parameter fisika dan kimia perairan menjadi input dalam analisis spasial yang menggunakan Sistem Informasi Geografis dan analisis daya dukung lingkungan, selain itu juga dilakukan analisis kelayakan usaha, dan analisis SWOT dan QSPM.

Berdasarkan analisis terhadap beberapa faktor pembatas fisika kimia perairan untuk budidaya rumput laut dan ikan kerapu, diketahui bahwa potensi sumberdaya lingkungan di Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut metode tali rawai adalah seluas 786,5 Ha, dan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sistem KJA adalah seluas 119,2 Ha. Daya dukung lingkungan untuk budidaya rumput laut metode tali rawai adalah sebanyak 9.166 unit usaha budidaya, sedangkan ikan kerapu sistem KJA sebanyak 4.985 unit KJA ikan kerapu. Penilaian kelayakan usaha menggunakan investment criteria

menunjukkan angka positif, untuk budidaya rumput laut nilai R/C: 2,13 sedangkan budidaya Ikan Kerapu memiliki nilai R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81 %. Ini menunjukkan usaha budidaya tersebut layak dikembangkan.

Berdasarkan analisis SWOT dan QSPM, strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan adalah: (1) memfasilitasi penyediaan bibit unggul untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; (2) menfasilitasi pengembangan usaha budidaya laut menjadi usaha ekonomi produktif masyarakat pulau yang berkelanjutan; (3) menfasilitasi terbentuknya kelompok usaha nelayan pembudidaya dan peningkatan kemampuan SDM; (4) menfasilitasi penyediaan modal usaha pengembangan budidaya laut; (5) pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat Pulau Lingayan melalui peningkatan produksi dan kualitas hasil laut dari budidaya; (6) menfasilitasi akses pasar yang lebih luas yang dapat diakses oleh masyarakat; dan (7) membuat dan menetapkan perencanaan tata ruang kawasan budidaya laut di Pulau Lingayan.

Kata kunci : Pengelolaan, Budidaya Rumput Laut, Budidaya Ikan Kerapu, Pulau Lingayan


(14)

ABSTRACT

Kasim Mansyur. MANAGEMENT OF LINGAYAN ISLAND RESOURCES FOR SEAWEEDS CULTURE AND GROUPERS CULTURE DEVELOPMENT. Under supervision of Prof. DR. Ir. Dedi Soedharma, DEA and DR. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

This research was done in Lingayan island. The aims of this research are; (1) to identify the environmental resources potencies for enhance seaweeds culture and grouper culture; (2) To analyse economic visibility effort in enhancing seaweeds and grouper in Lingayan island; and (3) develop seaweed culture and groupers culture strategy in Lingayan Island. The research used Geografis Information System Analysis, Visibility study, SWOT analysis and QSPM.

The potencies of environment resources in Lingayan Island for seaweeds culture was 786,5 ha and to grouper culture was 119,2 ha. For seaweed culture, with capacity per unit is about 9.166 units, and groupers culture is about 4.985 units. Cashflow of activities of seaweed cultures analysed by R/C 2.13 and groupers cultures by R/C: 1.23; NPV: Rp.9.870.509; Net B/C: 1.07 dan IRR: 22.81%.

The primary strategies of management are: (1) to facilitate a seeds supply to support seaweeds culture and groupers cultures development, (2) to facilitate the local community achievement of enhancing marine culture activity as a primary livelihood sustainable activity, (3) to facilitate local community in a fishers group and include training programs, (4) to facilitate capital adequacy effort for marine culture, (5) community empowerment and to enhancing economy of community at Lingayan island with encreasing of productivity and quality marine culture product, (6) to facilitate opening of broader market of which can be accessed by local community, (7) Build spatial planning for marine culture zone in Lingayan island.


(15)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Insititut Pertanian Bogor.


(16)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU LINGAYAN

UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DAN IKAN KERAPU

KASIM MANSYUR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

Judul : Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu N a m a : Kasim Mansyur

N R P : C 251 030 091

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(18)

(19)

PRAKATA

Puji syukur dari segenap keikhlasan hati kepada Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, yang mengajarkan makhluknya melalui perantara Kalam-Nya, yang tiada hentinya mengurus dan memelihara mahluk-Nya siang dan malam, yang memberikan pelajaran dan petunjuk pada yang dikehendaki-Nya dan membebani mahluknya sesuai kemampuannya, sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini adalah hasil penelitian yang insyaAllah memberikan pengayaan dan manfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis telah mendapatkan kemudahan dan bantuan dari berbagai pihak, olehnya tidaklah berlebihan untuk menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedarma, DEA, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dan masukan;

2. Bapak/ibu staf pengajar dan administrasi PS. SPL IPB yang membantu proses penyelesaian studi penulis;

3. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Mansyur Djima dan ibundaku tercinta Saharia (alm) ayahanda mertuaku Tis’in dan ibunda mertuaku Nurbayti, untuk semua keikhlasan, doa dan dukungannya.

4. Istriku Musayyadah Tis’in yang diamanahkan-Nya kepadaku untuk menyempurnakan ibadahku dan dia;

5. Segenap keluarga besar penulis atas kasih sayang, cinta dan motivasinya. 6. Teman-teman seperjuangan di SPL-IPB atas dukungan dan kerjasamanya. 7. Staf sekretariat dan perpustakaan yang membantu dengan koleksi

buku-bukunya serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, layaknya tiap-tiap makhluk ciptaan-Nya, pun tulisan ini tiada belum mencapau paripurna dan memiliki kekurangan, olehnya penulis mengharapkan saran dan koreksi konstruktif dari pembaca dan penggunanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita petunjukka dan karunia serta meridhoi segala aktivitas kekhalifahan kita, amin

Bogor, Maret 2008 P e n u l i s


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maluku Utara pada tanggal 03 April 1975 dari Ayah Mansyur Djima dan Ibu Saharia. Penulis adalah anak kelima dari tujuh orang bersaudara.

Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Eksplorasi Sumberdaya Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2000. Penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB pada Tahun 2003.

Penulis pernah bekerja di Lembaga Maritim Nusantara (LEMSA) Makassar sebagai koordinator program, pada Tahun 2000 – Tahun 2003. Sejak Tahun 2000 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai dosen Universitas Cokroaminoto Makassar, dan juga bekerja di Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai technical secretary sejak Tahun 2006.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil ... 8

2.2. Potensi Dan Kendala Pengembangan Pulau-Pulau Kecil ... 9

2.3. Pengembangan Budidaya Laut di Pulau-Pulau Kecil ... 11

2.4. Budidaya Rumput Laut ... 12

2.5. Budidaya Ikan Kerapu ... 14

2.6. Budidaya Laut Yang Berkelanjutan ... 16

2.7. Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut ... 17

2.7.1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis ... 17

2.7.2. Daya Dukung Lingkungan ... 18

2.8. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Laut ... 19

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

3.2. Pengumpulan Data ... 23

3.3. Responden ... 25

3.4. Analisis Data ... 26

3.4.1. Analisis Kesesuaian Dan Potensi Lahan ... 26

3.4.2. Analisis Daya Dukung Lingkungan ... 30

3.4.3. Analisis Kelayakan Usaha ... 30

3.4.4. Perumusan Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Dan Ikan Kerapu ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Letak Geografis dan Administrasi ... 37

4.1.2. Aksesibilitas ... 37

4.1.3. Topografi dan Fisiografi ... 37

4.1.4. Klimatologi ... 39

4.2. Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat ... 41

4.2.1. Penduduk ... 41

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 41

4.2.3. Mata Pencaharian ... 41

4.3. Sarana dan Prasarana ... 42


(22)

4.3.2. Sarana Pendidikan ... 43 4.3.3. Sumber Air Bersih ... 43 4.3.4. Energi Listrik ... 44 4.3.5. Sarana Ibadah ... 44 4.3.6. Sarana Telekomunikasi ... 44 4.3.7. Sarana Pendukung Perikanan ... 45 4.4. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan ... 45 4.4.1. Perikanan Tangkap ... 45 4.4.2. Perikanan Budidaya ... 46 4.5. Aspek Teknis Budidaya Laut ... 47 4.5.1. Ketersediaan Bibit ... 47 4.5.2. Ketersediaan Bahan ... 48 4.5.3. Ketersediaan Pakan ... 49 4.5.4. Aksesibilitas dan Keterjangkauan Pasar ... 50 4.5.5. Kelembangaan Ekonomi ... 51 4.6. Potensi Sumberdaya ... 52 4.6.1. Karakterisitik Fisika Perairan ... 53 4.6.2. Karakteristik Kimia Perairan ... 61 4.7. Kondisi Ekosistem ... 65 4.7.1. Terumbu Karang ... 65 4.7.2. Lamun ... 67 4.7.3. Mangrove ... 67 4.7.4. Vegetasi Darat ... 68 4.7.5. Potensi Lainnya ... 69 4.8. Potensi Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu ... 70 4.8.1. Kesesuaian Lahan/Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut .... 70 4.8.2. Kesesuaian Lahan/Perairan Untuk Budidaya Ikan Kerapu ... 75 4.8.3. Penataan Kawasan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu 78 4.8.4. Daya Dukung Lingkungan Untuk Pengembangan Budidaya

Rumput Laut ... 81 4.8.5. Daya Dukung Lingkungan Untuk Pengembangan Budidaya

Ikan Kerapu ... 82 4.9. Kelayakan Usaha Budidaya ... 83 4.9.1. Budidaya Rumput Laut ... 83 4.9.2. Budidaya Ikan Kerapu ... 84 4.10. Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Dan Ikan Kerapu di Pulau Lingayan ... 87 4.11. Arahan Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Budidaya

Rumput Laut Dan Ikan Kerapu di Pulau Lingayan ... 100 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 107 5.2. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN ... 114


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi ... 12 2 Kriteria yang diinginkan untuk lokasi budidaya rumput laut... 13 3 Jenis ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan .... 15 4 Nilai ideal yang dinginkan dari parameter utama pemilihan lokasi

perairan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA ... 16 5 Parameter lingkungan perairan yang digunakan dalam penelitiaan ... 24 6 Matriks kesesuaian lahan/perairan untuk budidaya rumput laut metode tali

rawai (long lines) ... 27 7 Matriks kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA... 28 8 Matriks IFAS dan EFAS dalam analisis SWOT ... 34 9 Matriks gabungan IFAS dan EFAS... 34 10 Matriks perencanaan strategis kuantitatif/QSPM (David, 2001) ... 36 11 Harga ikan karang menurut jenisnya... 51 12 Kondisi terumbu karang di Pulau Lingayan ... 66 13 Matrix pembobotan dan scoring kesesuaian untuk

budidaya rumput laut ... 71 14 Data dan kriteria faktor pembatas / kualitas perairan di Pulau Lingayan

untuk analisis kesesuaian budidaya rumput laut ... 72 15 Potensi perairan/lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut

Metode tali rawai (long lines... 73 16 Data dan kriteria faktor pembatas / kualitas perairan di Pulau Lingayan

untuk analisis kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu sistem KJA... 75 17 Kriteria kesesuaian berdasarkan pemberian bobot dan

skor pada tiap-tiap parameter ... 76 18 Potensi perairan di pulau Lingayan untuk budidaya ikan kerapu

dengan sistem KJA ... 76 19 Potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya laut

setelah dilakukan penataan kawasan budidaya di P.Lingayan ... 79 20 Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya ikan kerapu .. 86 21 Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ... 97 22 Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) ... 98 23 Strategi pengembangan budidaya laut di pulau Lingayan... 99


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pikir pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut

dan ikan kerapu di Pulau Lingayan ... 7 2 Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan data parameter

lingkungan di Pulau Lingayan... 22 3 Tipe pantai di Pulau Lingayan; (A) tipe pantai berpasir; (B) tipe pantai

berbatu yang tersusun dari batuan gamping terumbu; dan

(C) tipe pantai berbatu yang tersusun dari batuan granit ... 39 4 Beberapa aktivitas ekonomi masyarakan di Pulau Lingayan ... 42 5 Sarana pendidikan sekolah dasar di Pulau Lingayan... 43 6 Sumber air bersih di Pulau Lingayan ... 44 7 Sarana perikanan tangkap di Pulau Lingayan... 45 8 Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Pulau Lingayan ... 46 9 Budidaya rumput laut di Pulau Lingayan ... 47 10 Grafik pasang surut di perairan Pulau Lingayan ... 53 11 Peta kedalam perairan di Pulau Lingayan ... 57 12 Peta kecerahan perairan di Pulau Lingayan ... 58 13 Peta kekeruhan perairan di Pulau Lingayan ... 59 14 Peta sebaran suhu perairan di Pulau Lingayan ... 60 15 Peta sebaran subtrat dasar perairan di Pulau Lingayan ... 61 16 Peta sebaran salinitas perairan di Pulau Lingayan ... 62 17 Kondisi tutupan karang yang masih bagus dan didominasi

oleh Acropora sp. ... 65 18 Grafik penutupan karang di perairan sekitar Pulau Lingayan (DKP,2006) 66 19 Kondisi padang lamun di sekitar perairan Pulau Lingayan yang didominasi oleh jenis Enhalus acoroides dan Cymodocea sp. ... 67 20 Ekosistem mangrove di Pulau Lingayan yang didominasi

yang didominasi oleh jenis Rhizophora sp. dan Avicennia sp. ... 68 21 Beberapa jenis vegetasi darat yang dominan di Pulau Lingayan ... 68 22 Beberapa biota laut yang dilindungi dan dieksploitasi di P.Lingayan ... 70 23 Peta potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya

rumput laut metode tali rawai (longlines) di Pulau Lingayan ... 74 24 Peta potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu

sistem KJA di Pulau Lingayan ... 77 25 Peta penataan kawasan budidaya rumput laut dan ikan kerapu


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data hasil pengukuran kualitas perairan di sekitar Pulau Lingayan .... 114 2. Analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni)

metode tali rawai di Pulau Lingayan ... 115 3. Proyeksi cashflow usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni)

metode tali rawai di Pulau lingayan ... 117 4. Analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau

Lingayan ... 116 5. Proyeksi cashflow usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA

di pulau lingayan ... 117 6. Matriks SWOT ... 118 7. Matriks Quantitative Strategies Planning Matriks (QSPM) ... 119 8. Citra Satelit Quickbird Pulau Lingayan ... 120


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau-pulau kecil di Indonesia sampai saat ini masih kurang tersentuh oleh aktifitas pembangunan. Hal ini dilatarbelakangi atas beberapa alasan, antara lain: (1) kebanyakan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni karena ukurannya yang relatif sangat kecil; (2) kalaupun berpenghuni, jumlah penduduknya sedikit sehingga tidak menjadi prioritas utama dalam pembangunan; dan (3) pulau-pulau kecil cenderung terisolasi dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sehingga diperlukan investasi yang besar (high cost investment) dalam pembangunannya. Kenyataan ini cukup menggambarkan bahwa eksistensi pulau-pulau kecil di Indonesia kerap menjadi daerah hinterland yang termarjinalkan. Padahal pulau-pulau kecil di Indonesia pada kenyataannya memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh eksistensi sumberdaya alam dan ekosistem alami dengan produktifitas tinggi, seperti : terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Sumberdaya hayati laut tersebut memiliki potensi keragaman dan nilai ekonomis tinggi dari berbagai biota laut yang berinteraksi di dalamnya.

Pulau-pulau kecil memiliki arti penting dalam pengembangannya, antara lain: (i) secara ekonomi, potensi sumberdaya hayati dan non-hayati cukup besar, sehingga pengembangannya yang optimal dan berkelanjutan bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru, (ii) secara sosial, pengembangan pulau- pulau kecil selain akan meningkatkan harkat dan martabat masyarakat pulau, juga akan mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah; (iii) secara geopolitik, pengembangan pulau-pulau kecil terutama di kawasan perbatasan akan menjamin keamanan dan ketahanan wilayah NKRI; dan (iv) secara ekologis, pengembangan pulau-pulau kecil akan meningkatkan pengawasan terhadap ancaman kerusakan ekosistem yang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun manusia.

Pulau Lingayan yang pada beberapa referensi (Peraturan Presiden RI No.78 Tahun 2005 dan Dishidros TNI-AL, 2003) disebut dengan Pulau Lingian, merupakan salah satu dari 92 buah pulau kecil terluar di Indonesia. Secara administratif, Pulau Lingayan merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tolitoli


(27)

sejak Tahun 2000, yang sebelumnya merupakan wilayah administratif Kabupaten Buol Tolitoli. Berdasar pada UU No. 51 Tahun 1999, Kabupaten Buol Tolitoli dimekarkan menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Tolitoli sebagai Kabupaten induk, dan Kabupaten Buol sebagai Kabupaten hasil pemekaran. Pulau Lingayan adalah satu dari 38 buah pulau kecil terluar yang telah berpenghuni dimana masyarakat yang tinggal di pulau ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan (DKP, 2006).

Berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Lingayan, belum mampu meningkatkan taraf hidup mereka atau dengan kata lain bahwa tingkat kesejahteraan mereka masih sangat rendah. Masyarakat di Pulau Lingayan sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya alam yang terdapat di sekitar pulau. Mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari dari kegiatan perikanan tangkap dengan komoditas berbagai jenis ikan karang dan utamanya ikan karang hidup (berbagai jenis ikan kerapu, sunu dan napoleon). Selain itu terdapat pula sebagian kecil masyarakat yang masih bertahan dengan melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Pulau Lingayan tidak saja dilakukan oleh masyarakat pulau, tetapi juga oleh dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan yang kerap melakukannya dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan dan bius (potassium sianida). Berbagai aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan baik yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Lingayan maupun oleh nelayan dari luar kawasan telah memberikan tekanan bagi kondisi sumberdaya yang ada di pulau ini. Hal ini diindikasikan dengan semakin menurunnya kondisi ekosistem terumbu karang di sekitar Pulau Lingayan dan lebih lanjut berpengaruh pada semakin berkurangnya jumlah tangkapan ikan nelayan.

Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Buol Tolitoli melalui Dinas Pertanian pada Tahun 1999 telah melakukan upaya peningkatan ekonomi masyarakat nelayan Pulau Lingayan dengan melakukan program pengembangan mata pencarian alternatif melalui usaha budidaya rumput laut. Program ini berjalan selama lima bulan dan dilakukan melalui pemberian bibit rumput laut (Eucheuma sp.) dan bantuan modal usaha. Akan tetapi program ini tidak mencapai tujuannya karena memiliki beberapa kelemahan dalam perencanaannya, yang diindikasikan dengan tidak berkelanjutannya usaha budidaya laut tersebut, tidak berkembang menjadi usaha ekonomi produktif, dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Lingayan.


(28)

Eksistensi Pulau Lingayan sebagai pulau kecil terluar dan berpenghuni memiliki arti yang cukup strategis dan mendapatkan perhatian pemerintah pada beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah Kabupaten Tolitoli melalui Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai salah satu institusi yang mengemban tugas pelayanan bagi masyarakat khususnya bagi nelayan, pembudidaya, pengolah dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Tolitoli telah mengarahkan dan mencanangkan program pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Lebih lanjut program ini sejalan dengan misi pembangunan perikanan dan kelautan Kabupaten Tolitoli Tahun 2006-2011, yang antara lain: (i) meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan; (ii) meningkatkan pelayanan prima bagi pengembangan usaha perikanan dan kelautan yang berdaya saing; (iii) meningkatkan pembinaan dan kualitas pelaku perikanan dan kelautan secara berkeadilan; (iv) meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; (v) meningkatkan pengembangan revitalisasi budidaya udang, rumput laut, dan ikan kerapu; dan (vi) meningkatkan pengelolaan dan pemberdayaan pulau kecil terluar.

Pengembangan budidaya laut di Pulau Lingayan dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan menggairahkan perekonomian masyarakat Pulau Lingayan, dimana juga dimaksudkan untuk mengurangi dampak merugikan bagi ekosistem utama yang ada akibat ekstraksi langsung sumberdaya alam di sekitar pulau yang cenderung meningkat (Diskanlut Kabupaten Tolitoli, 2006).

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan yang diarahkan dan dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolitoli melalui Dinas Perikanan dan Kelautannya, sudah semestinya dapat bercermin pada program serupa sebelumnya yang pernah dilakukan di pulau ini. Kelemahan perencanaan program yang tidak didasari atas pemahaman potensi yang ada dan berbagai faktor internal dan ekternal yang dihadapi menyebabkan implementasi program ini tidak mencapai tujuannya, dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Lingayan, keberlanjutan usaha budidaya, dan berkembang menjadi usaha ekonomi produktif masyarakat pulau.


(29)

Pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan sudah semestinya didasari pada pemahaman kondisi dan karakteristik lingkungan perairan yang ada di Pulau Lingayan dan dapat memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan bagi masyarakat Pulau Lingayan untuk tujuan pemberdayaan dan mengangkat taraf hidup mereka. Selain itu pemahaman terhadap kondisi internal dan eksternal sangat penting untuk menyusun perencanaan pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu kedepan.

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Belum ada data dan informasi berkenaan dengan potensi dan daya dukung lingkungan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Tidak adanya dukungan data dan informasi ini lebih lanjut menjadi permasalahan dan kelemahan dalam perumusan rencana strategi pengembangan budidaya laut di Pulau Lingayan kedepan,

b. Belum ada kajian kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Sebagaimana diketahui, bahwa budidaya rumput laut dan ikan kerapu merupakan kegiatan ekonomi yang membutuhkan kajian dan telaah dari aspek kelayakan usahanya,

c. Belum tersusunnya perencanaan strategi pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Tidak adanya rencana strategi menyebabkan kelemahan dalam pencapaian tujuan program kedepan. Berdasarkan pada perumusan permasalahan tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan suatu kajian pengelolaan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis potensi sumberdaya perairan Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu,

2. Menganalisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan,


(30)

3. Merumuskan stategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dan rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Tolitoli dalam mengimplementasikan program pengelolaan sumberdaya Pulau Lingayan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu kedepan. Selain itu, penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, pengusaha perikanan, dan investor untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan melalui dua pendekatan, yakni pendekatan kedaulatan dan pendekatan ekonomi. Sedangkan prinsip-prinsip dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Paradigma pembangunan perikanan yang berkembang saat ini adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dimana diharapkan nelayan mampu mengembangkan keanekaragaman sumberdaya perikanan yang ada menjadi tumpuan di masa mendatang secara mandiri. Salah satu alternatif yang cukup strategis adalah melalui peningkatan kegiatan budidaya laut, khususnya budidaya dengan komoditas ekspor, seperti budidaya rumput Iaut dan ikan kerapu. Hal ini sejalan dengan arahan dan pencanangan oleh Pemerintah Kabupaten Tolitoli untuk mengembangkan Pulau Lingayan sebagai lokasi pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu.

Pengelolaan pemanfaatan sumberdaya Pulau Lingayan harus memenuhi segenap kriteria pembangunan berkelanjutan, yakni secara ekonomi efisien dan optimal (economically sound), secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat diterima masyarakat (sosio-culturally accepted and just), secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly). Begitu pula dalam pelaksanaan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan, semestinya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai


(31)

dan sesuai daya dukungnya, serta bisa memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan bagi masyarakat.

Analisis potensi sumberdaya lingkungan perairan dalam hal kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungannya, dilakukan melalui pendekatan analisis spasial. Analisis ini akan menggunakan faktor-faktor pembatas lingkungan, yakni kondisi fisika dan kimia perairan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah pendekatan analisis spasial yang digunakan untuk menganalisis potensi lingkungan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Selain itu, hal penting dalam menentukan potensi lingkungan perairan untuk kegiatan budidaya laut adalah pembatasan pada sistem budidaya yang akan dikembangkan. Dengan demikian, dalam penelitian ini sistem budidaya rumput laut adalah yang menggunakan tali rawai (longlines) dan lepas dasar, serta budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Dengan demikian kriteria faktor pembatas lingkungan untuk potensi lahan disesuaikan dengan jenis komoditi dan sistem budidaya tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa budidaya rumput laut dan ikan kerapu merupakan kegiatan ekonomi yang membutuhkan kajian dan telaah dari aspek kelayakan usahanya. Untuk itu dilakukan analisis kelayakan usaha melalui

investment criteria. Dengan demikian akan diketahui apakah pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di pulau Lingauan dapat memenuhi skala ekonomi yang optimal dan memberikan keuntungan bagi masyarakat Pulau Lingayan kedepan.

Input dalam perumusan strategi pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan didasarkan pada hasil analisis dan pemahaman dan telaah terhadap berbagai faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Analisis dilakukan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Analisis SWOT digunakan dalam perumusan strategi ini, dengan demikian diharapkan dapat dirumuskan kebijakan yang tepat bagi pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu laut di Pulau Lingayan (Gambar 1).


(32)

Gambar 1 Kerangka pikir pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan

Potensi Sumberdaya Pulau Lingayan

Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu

di Pulau Lingayan Kelayakan Usaha

Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu

Perumusan Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput

Laut dan Ikan Kerapu

Kesesuaian, Potensi, dan Daya Dukung Lahan/Perairan untuk Budidaya

Rumput Laut dan Ikan Kerapu

Kriteria Pemilihan Lokasi : - Budidaya Rumput Laut - Budidaya Ikan Kerapu Penilaian

dan Pengkajian

Kondisi/Faktor Internal dan

Eksternal Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya

Rumput Laut dan Ikan Kerapu di Pulau Lingayan


(33)

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

Pada hakekatnya yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland) dan memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat insuler. Keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup dan dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut (Dahuri, 1998).

Beberapa karakteristik yang umum dijumpai di pulau-pulau kecil dapat dikategorikan ke dalam aspek lingkungan hidup dan sosial-ekonomi-budaya. Karakteristik yang berkaitan dengan lingkungan hidup menurut Brookfield (1990) dalam Dahuri (2003) antara lain :

a. Pulau-pulau kecil memiliki daerah resapan (catchment area) yang sempit, sehingga sumber air tawar yang tersedia sangat rentan terhadap pengaruh instrusi air laut,

b. Pulau-pulau kecil memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka (rasio antara panjang garis pantai dengan luas area relatif besar), sehingga lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh dinamika perairan di sekitarnya,

c. Spesies organisme yang hidup di pulau-pulau kecil pada umumnya bersifat endemik,

d. Pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam terestrial yang sangat terbatas, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam mineral, air tawar, maupun dengan kehutanan dan pertanian.

Menurut Hein (1990) dalam Dahuri (2003), bahwa karakteristik pulau-pulau kecil yang berkaitan dengan faktor sosial-ekonomi-budaya antara lain : a. Pulau-pulau kecil memiliki infrastruktur yang sangat terbatas sehingga

sulit mengundang kegiatan bisnis dari luar pulau (diseconomies of scale), b. Pulau-pulau kecil memiliki pasar domestik dan sumberdaya alam yang

kecil, sehingga iklim usahanya kurang kompetitif. Hal ini akan mempersulit terjalinnya kerjasama melalui perdagangan internasional yang sangat kompetitif,


(34)

c. Kegiatan ekonomi di pulau-pulau kecil sangat terspesialisasi, yakni eksport dan tergantung pada import,

d. Pulau-pulau kecil biasanya sangat tergantung pada bantuan luar meskipun memiliki potensi yang bernilai strategis,

e. Jumlah penduduk yang ada di pulau-pulau kecil tidak banyak dan biasanya saling mengenal satu sama lainnya, serta terikat oleh hubungan persaudaraan.

Secara teoritis, ada beberapa kriteria dalam menentukan batasan suatu pulau kecil, yakni: (1) batasan fisik-luas pulau: (2) batasan ekologis; dan (3) keunikan budaya. Di wilayah pulau-pulau kecil terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir tersebut dapat bersifat alamiah atau buatan (man-made).

2.2. Potensi Dan Kendala Pengembangan Pulau-Pulau Kecil

Potensi sumberdaya alam di pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (non renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental secvices). Sumberdaya yang dapat pulih antara lain: sumberdaya ikan, plankton, benthos, moluska, krustasea, mamalia laut, rumput laut atau seaweed, lamun atau seagrass, mangroves dan terumbu karang. Selanjutnya, sumberdaya alam yang tidak dapat pulih antara lain: minyak dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Sedangkan yang termasuk jasa-jas lingkungan adalah pariwisata, perhubungan laut, dan lainnya (Bengen, 2006). Selain segenap potensi pembangunan di atas, ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja bagi kesinambungan pembangunan ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup manusia. Yang paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem pesisir dan lautan di pulau-pulau kecil sebagai pengatur iklim global (termasuk dinamika La-Nina ), siklus hidrologi dan biogekimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan tersebut mestinya secara seimbang diikuti dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan .

Potensi yang umumnya dimiliki pulau-pulau kecil menurut Dolman (1990)


(35)

kegiatan kepariwisataan. Pengembangan marikultur atau budidaya laut di pulau-pulau kecil diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak merusak lingkungan. Kegiatan budidaya laut yang sesuai untuk pulau-pulau kecil dari jenis komoditi perikanan yang biasanya dibudidayakan antara lain : rumput laut, berbagai jenis ikan kerapu, teripang, dan kerang-kerangan.

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar mengacu pada Peraturan Presiden No. 78, Tahun 2005, tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Peraturan Presiden ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap 92 buah pulau kecil terluar di Indonesia dan dinilai sangat stategis untuk menyikapi dan mengambil langkah langkah yang tepat terhadap berbagai isu dan permasalahan yang muncul terkait PPKT. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan kedaulatan dan pendekatan ekonomi. Sedangkan prinsi-prinsip dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. (Numbery, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat 3 (tiga) tujuan pokok yang ingin dicapai dengan diterbitkannya Pepres tersebut, yaitu: (1) menjaga keutuhan NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; (2) memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, dan (3) memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih dihadapkan pada berbagai kendala antara lain letaknya yang terpencil, terbatasnya sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia. Disamping itu, didalam pemanfaatan pulau-pulau kecil perlu memperhitungkan daya dukung pulau mengingat sifatnya yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya di kawasan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat sehingga dapat diwujudkan pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat (Dahuri, 2003).

Kawasan pulau-pulau kecil kerap dihadapkan dengan beberapa kendala yang mesti menjadi perhatian dalam upaya pengembangannya. Menurut UNESCO (1991) beberapa kendala pembangunan pulau-pulau kecil sebagai berikut :

a. Ukuran yang kecil dan terisolasi (keterasingan), menyebabkan penyediaan sarana dan prasarana menjadi sangat mahal, serta minimnya


(36)

sumberdaya manusia yang handal yang mau bekerja di pulau-pulau kecil tersebut

b. Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi dan transportasi sehingga turut menghambat pembangunan hampir semua pulau-pulau kecil di dunia

c. Keterbatasan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir (coastal ecosystem) dan satwa liar, yang pada gilirannya menentukan daya dukung suatu sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan manusia penghuni dan segenap kegiatan pembangunan.

d. Produktivitas sumbedaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di setiap unit ruang (lokasi) di dalam pulau dan terdapat di sekitar pulau (seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir) saling terkait satu sama lainnya.

e. Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan pembangunan yang ingin dikembangkan.

2.3. Pengembangan Budidaya Laut di Pulau-Pulau Kecil

Pengembangan budidaya laut yang hendak diwujudkan di pulau kecil adalah sistem usaha perikanan yang mampu menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menguntungkan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Untuk dapat merealisasikannya maka pengembangan budidaya perikanan seyogyanya didasarkan pada beberapa hal, yaitu: (i) potensi dan kesesuaian wilayah untuk jenis budidaya, (ii) kemampuan dan aspirasi masyarakat setempat dalam mengadopsi dan menerapkan teknologi budidaya, (iii) pendekatan sistem bisnis perikanan budidaya secara terpadu, dan (iv) kondisi serta pencapaian hasil pembangunan budidaya perikanan yang menjadi leading sector (Dahuri, 2003).

Kondisi biofisik wilayah pesisir pulau-pulau kecil di Indonesia berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga berimplikasi pada kesesuaian (sustability) untuk jenis budidaya perikanan yang dikembangkan (Dahuri, 2003). Dalam pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat (DKP, 2001), bahwa pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau sama dengan 2000 km2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan terbatas, dan


(37)

Jenis-jenis komoditas yang dapat dikembangkan meliputi ikan kerapu, teripang pasir, kerang-kerangan, dan rumput laut.

Dahuri (2002) mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil, kegiatan pengembangan budidaya perikanan dapat dilakukan melalui pembenihan, pembudidayaan, penyiapan prasarana, serta pengelolaan kesehatan organisme dan lingkungan. Kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan produksi usaha budidaya perikanan.

2.4. Budidaya Rumput Laut

Rumput laut (seaweed) merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda, yaitu berbentuk thallus. Budidaya rumput laut di Indonesia banyak dilakukan karena memiliki manfaat antara lain: sebagai pupuk organik, bahan baku industri makanan dan kosmetika, sampai obat-obatan. Rumput laut yang banyak dikembangkan yaitu jenis Eucheuma cottonii. Jenis ini banyak digunakan oleh industri makanan, kosmetika dan farmasi di dunia karena banyak mengandung carragenan (Nontji, 1993). Jenis-jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi

Jenis Rumput Laut Kelompok Penghasil

Eucheuma sp Karaginophytes Karaginan

Gracillaria sp Agarophytes Agar

Gelidium sp Agarophytes Agar

Sargasum sp Alginophytes Alginat

Sumber : BRKP (2001)

Dalam melakukan budidaya rumput laut, pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha budidaya. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha rumput laut, hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan tumbuh rumput laut (Anonim, 1992). Kriteria kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) seperti pada Tabel 2.


(38)

Tabel 2 Kriteria yang diinginkan untuk lokasi budidaya rumput laut. No Parameter Sangat Sesuai (S1) Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) Sumber

1 Kedalaman (m) 1,0 – 5,0 0,5 - <1,0 atau

>5,0 - <10,0

<0,5 atau >10,0 Aslan (1998); Utoyo (2000)

2 Kecepatan Arus (m/s) 0,20 – 0,30 0,10 – 0,19 atau

0,30-0,40

< 0,10 atau >0,40 Aslan (1998); Sulistijo (1996)

3 Nitrat (mg/l) 0,90 – 3,00 0,10 - <0,90

atau 3,00 – 3,50

<0,10 atau >3,50 Sulistijo (1996)

4 Fosfat ((mg/l) 0,02 – 1,00 0,01 - <0,02

atau

< 1,00 – 2,00

<0,01 atau >2,00 Sulistijo (1996)

5 Kecerahan (%) 80 - 100 60 - <80 <60 Aslan (1998)

6 Suhu (oC) 28 - 30 26 - 27 atau

30 - 33

<26 atau >33 Djurjani (1999)

7 Salinitas (ppt) 28 - 32 25 – 27 atau

33 - 35

<25 atau >35 Aslan (1998); Djurjani (1999)

8 Oksigen terlarut (mg/l) >4,00 2,00 – 4,00 <2,00 Djurjani (1999)

9 pH 7,00 – 8,50 6,50 - <7,00 <6,50 atau >8,50 Djurjani (1999)

10 Kekeruhan (NTU) <10,00 10,00 – 40,00 >40,00 Aslan (1998);

Hidayat (1994)

11 Tinggi Gelombang (m) 0,20 – 0,30 0,10 – 0,20 atau

0,30 – 0,40

<0,10 atau >0,40 Aslan (1998); Hidayat(1994)

12 Substrat Dasar Pasir,

Pecahan Karang

Karang, Pasir Berlumpur

Lumpur Indriani dan

Sumiarsih (1991); Hidayat (1994)

13 Keterlindungan Terlindung

(teluk, selat) Cukup terlindung (perairan dangkal dengan karang penghalang) Terbuka (perairan terbuka) Efendi (2004)

Selain pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, metode penanaman juga perlu diperhatikan. Menurut Aslan (1998), terdapat tiga metode penanaman rumput laut berdasarkan posisi tanam terhadap dasar perairan, yaitu : (i) metode dasar (bottom method); (ii) metode lepas dasar (off bottom method); dan (iii) metode apung (floating method).

Syamsudin (2004), menyatakan bahwa pemilihan metode budidaya rumput laut memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan thallus rumput laut yang dibudidayakan. Ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan produktivitas 3 (tiga) metode budidaya rumput laut, yaitu metode tali rawai/apung, metode lepas dasar, dan metode dasar. Selanjutnya dikatakan bahwa metode tali rawai/apung merupakan metode budidaya rumput laut yang paling produktif dengan laju pertumbuhan harian thallus rata-rata 7,67% per hari, metode lepas dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata


(39)

7,54% per hari, dan metode dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata sebesar 2,12% perhari. Dengan menggunakan metode tali rawai/apung dan metode lepas dasar pada kedalaman yang sesuai, thallus rumput laut yang dibudidayakan dapat mencapai berat 4 – 5 kali lipat dari berat awal thallus. Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk mencapai produktivitas yang tinggi, budidaya rumput laut disarankan untuk dilakukan dengan metode tali rawai/apung dan metode lepas dasar pada kedalaman yang sesuai

2.5. Budidaya Ikan Kerapu

Ikan kerapu adalah jenis ikan laut yang banyak dijadikan komoditas budidaya, karena memiliki nilai penting di pasar dalam dan luar negeri (Laining et al., 2003). Hal ini disebabkan faktor tingginya harga jual ikan kerapu sebagai ikan konsumsi, terutama harga di pasar eksport seperti di Negara Singapore dan Hongkong (Trisakti, 2003).

Keramba jaring apung (KJA) adalah salah satu teknik budidaya ikan kerapu yang cukup produktif dan intensif dengan konstruksi yang tersusun dari karamba-karamba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai (Sunyoto, 1996). Salah satu keuntungan budidaya ikan kerapu dengan KJA dibandingkan dengan teknologi selain KJA yaitu ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi tanpa khawatir akan kekurangan oksigen (Basyarie, 2001). Sedangkan keuntungan KJA lainnya ialah hemat lahan, tingkat produkivitasnya tinggi, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal, jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak perlu pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah dipanen (Sunyoto, 1996).

Budidaya ikan kerapu dengan menggunakan KJA terdiri dari serangkaian kegiatan (Sunyoto, 1996), yaitu:

a. Pemilihan dan penentuan lokasi KJA dengan mempertimbangkan faktor-faktor gangguan alam (badai dan gelombang besar), adanya predator, pencemaran, konflik pengguna, faktor kenyamanan dan kondisi hidrografi. b. Pembuatan disain dan konstruksi KJA dengan mempertimbangkan

ukuran, disain, bahan baku dan daya tahannya, harga dan faktor lainnya. c. Penentuan Tata letak KJA dengan mempertimbangkan faktor kondisi


(40)

keramba (luas dan kedalaman), ukuran mata jaring, jumlah keramba yang searah dengan arus, jarak antar ke-ramba dan lama pemeliharaan. d. Pengadaan sarana budidaya, seperti kerangka rakit, jaring kurungan,

pelampung, jangkar, keramba, pengadaan benih dan tenaga kerja.

Selanjutnya Sunyoto (1996) mengatakan pengelolaan budidaya ikan kerapu terdiri dari kegiatan penebaran benih dengan padat penebarannya, pendederan, pembesaran, pemberian pakan dan pengelolaannya, pencegahan timbulnya penyakit ikan, perawatan sarana budidaya dan pengamatan kualitas air, serta kegiatan panen, penanganan pasca panen dan pemasarannya.

Budidaya ikan kerapu telah dikembangkan secara intensif karena dorongan permintaan pasar dan harga jual yang tinggi. Selain itu, pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jarung apung diperkirakan mampu mengurangi kerusakan terumbu karang karena teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan (Subandar, 2003). Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan demersal yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pasar yang baik di dalam maupun di luar negeri seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan Jenis Ikan

No

Nama Indonesia Nama Latin 1 Kerapu malabar Epinephelus malabaricus

2 Kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus

3 Kerapu lumpur Epinephelus suillus

4 Kerapu sunu Plectropomus spp

5 Kerapu bebek Cromileptis altivelis Sumber : Balai Budidaya Laut Lampung, 1998

Berkaitan dengan pengembangan budidaya ikan dalam KJA, pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya. Pemilihan lokasi ideal tidak boleh dilakukan secara gegabah karena menyangkut modal yang tidak sedikit dan kelangsungan usaha. Menurut Anonim (1998), lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan dalam KJA harus memenuhi kriteria lingkungan untukbudidaya karena akan menentukan tingkat keberhasilan budidaya tersebut. Pemilihan lokasi yang tepat akan mempengaruhi nilai ekonomis budidaya karena membutuhkan biaya pengelolaan, tingkat produksi ikan dan mortalitas. Apabila di suatu wilayah perairan telah ditetapkan zonasi peruntukannya, maka KJA harus diletakkan pada zona budidaya yang telah ditetapkan. Kriteria budidaya ikan kerapu dalam KJA seperti pada Tabel 4.


(41)

Tabel 4 Nilai ideal yang diinginkan dari parameter utama pemilihan lokasi perairan untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA

No Parameter Sangat Sesuai

(S1) Cukup Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) Sumber

1 Keterlindungan Terlindung Agak Terlindung Tidak

Terlindung

Sutrisno et al

(2000)

2 Kedalaman (m) 10 – 20 >20 - 25 atau

4 - <10

<4 atau >25 Sunyoto (1996); Utojo dkk (2000)

3 DO (mg/l) 5,00 – 8,00 3,00 - <5,00 <3,00 atau

>8,00

Djurjani (1999); Sunyoto (1996)

4 Salinitas (ppt) 30,00 – 35,00 25,00 - <30,00 <25,00 atau

>35,00

Sunyoto (1996)

5 Gelombang (m) <0,20 0,20 – 0,50 >0,50 Akbar dan

Sudaryanto (2001)

6 Arus (m/s) 0,20 – 0,40 0,05 - <0,20 atau

>0,40 – 0,50

<0,05 atau >0,50

Sunyoto (1996)

7 Suhu (oC) 27,00 – 32,00 20,00 – 26,00 <20,00 atau

>32,00

Amin (2001); Djurdjani (1999)

8 Kecerahan (m) > 5,00 3,00 - <5,00 <3,00 Al Qodri et al

(1999)

9 BOT 21,00 – 25,00 10,00 – 20,00 atau

26,00 – 50,00

<10,00 atau >50,00

Akbar dan Sudaryanto (2001); Al Qodri (1999)

10 Subtrat Dasar Pasir, Pecahan

Karang, Karang

Pasir Berlumpur Lumpur

2.6. Budidaya Laut Yang Berkelanjutan

Dalam konsep pengembangan pulau-pulau kecil didasarkan atas potensi yang dominan di pulau tersebut (Heriawan et al, 1999), terutama budidaya laut. Dalam pengembangan budidaya laut perlu memperhatikan aspek daya dukung lingkungan demi keberlanjutan kegiatan tersebut. Salah satu faktor yang merupakan dasar pertimbangan pemilihan lokasi peruntukan lahan untuk budidaya perikanan laut adalah kemampuan daya dukung ruang. Kemampuan daya dukung yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga kelestarian produksi tetap terjamin (DKP, 2002).

Pengembangan budidaya laut di Indonesia berjalan sangat lamban disebabkan karena adanya berbagai permasalahan yang dihadapi, yaitu: masalah yang berkaitan dengan alam/lingkungan, sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi. Lee (1997) menyatakan bahwa untuk keberlanjutan usaha pengembangan budidaya laut, harus didukung oleh lingkungan, kondisi sosial ekonomi, dan kelembagaan.


(42)

Pengembangan budidaya laut didasari pada pemahaman bahwa kegiatan budidaya laut mampu memberikan konstribusi yang baik kepada pelaku budidaya maupun terhadap lingkungan, melalui 3 (tiga) aspek ‘sustainability’ , yaitu : 1. Keberlanjutan Sosial. Budidaya laut memiliki kontrol terhadap siklus produksi

yang tinggi dengan teknik yang relatif budah, sehingga kebergantungan masyarakat lokal terhadap orang luar (outsiders) dalam melakukan budidaya laut dapat direduksi seminim mungkin dalam periode waktu relatif singkat. Dengan demikian akan memberikan keberlanjutan sosial dalam penerapannya.

2. Keberlanjutan Ekologis. Budidaya laut merupakan ‘extractive-based activity’ yaitu rasionalisasi pengelolaan SDA hayati perikanan melalui penambahan produksi dari kegiatan diluar penangkapan. Dengan demikian akan mengurangi dampak ekologis dari aktivitas ekstraksi langsung dari alam.

3. Keberlanjutan Ekonomi. Budidaya laut dapat dilakukan sepanjang tahun, sehingga memungkinkan produksi yang kontinyu. Selanjutnya, penggunaan sumberdaya dan spesies ekonomis tinggi seperti rumput laut dan ikan kerapu dapat memberikan nilai return yang sangat tinggi.

2.7. Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut 2.7.1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pembangunan pada dasarnya merupakan usaha untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pendapatan daerah tanpa meninggalkan aspek lingkungan (Hartono, 1995). Pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari terwujud apabila terpenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : (i) keharmonisan spasial, (ii) kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan, dan (iii) pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian (sustability) lahan dan keharmonisan antara pemanfaatan (Bengen, 2002).

Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi zona preservasi dan konservasi. Keharmonisan spasial juga menuntut penataan dan pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfatan dilakukan secara bijaksana, artinya suatu kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan


(43)

pembangunan yang dimaksud, oleh karena itu diperlukan suatu analisis kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan pesisir (Bengen, 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa kesesuaian pemanfaatan lahan pesisir dan laut untuk berbagai pemanfaatan pulau-pulau kecil seperti perikanan budidaya perikanan didasarkan pada kriteria kesesuaian untuk setiap kegiatan tersebut. Kriteria ini disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan untuk kegiatan yang dimaksud.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pulau kecil untuk budidaya laut, informasi untuk mendukung pengelolaannya sangat diperlukan. Pengelolaan informasi meliputi pengumpulan, pemprosesan, penelusuran, dan analisis data menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunaannya pada waktu yang diinginkan. Pengelolaan informasi sedemikian dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografis/SIG (Dahuri et al., 2004). Sistem Informasi Geografis sebagai sebuah sistem yang mempunyai kesamaan dengan sistem informasi lainnya, dimana sistem ini juga merupakan satu kesatuan yang terdiri dari berbagai subsistem yang mempunyai tugas masing-masing, dan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengelola sejumlah data yang bervariasi dan cukup kompleks sehingga dihasilkan suatu bentuk informasi yang dapat dipakai untuk proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijaksanaan dalam berbagai bidang yang melibatkan aspek keruangan atau spasial (Soenarmo, 1994).

SIG merupakan sistem informasi yang bersifat terpadu, karena data yang dikelola adalah data spasial. Dalam SIG data grafis di atas peta dapat disajikan dalam dua model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor. Model data vektor menyajikan data grafis (titik, garis, poligon) dalam struktur format vektor. Struktur data vektor adalah suatu cara untuk membandingkan informasi garis dan areal ke dalam bentuk satuan-satuan data yang mempunyai besaran, arah dan keterkaitan (Borrough, 1987 dalam Soenarmo, 1994).

2.7.2. Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan memperbaharui diri (Sunu, 2001). Daya dukung lingkungan adalah jumlah populasi organisme akuatik yang dapat didukung oleh suatu kawasan/areal atau volume perairan tanpa mengalami penurunan kualitas perairan tersebut.


(44)

Rachmansyah (2004), menyatakan daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Jadi daya dukung adalah ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang, predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas

Konsep daya dukung telah lama dikenal dan dikembangkan dalam lingkungan budidaya perikanan, seiring dengan peningkatan pemahaman akan pentingnya pengelolaan lingkungan budidaya untuk menunjang kontinyuitas produksi. Dalam perencanaan atau desain suatu sistem produksi budidaya baik ikan maupun rumput laut maka nilai daya dukung merupakan faktor penting dalam menjamin siklus produksi dalam jangka waktu lama.

Scones (1993) dalam Soselisa (2006) membagi daya dukung lingkungan menjadi dua, yaitu: daya dukung ekologis (ecologycal carrying capacity) dan daya dukung ekonomis (economic carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen. Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter-paremater kelayakan usaha secara ekonomi.

2.8. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Laut

Keberhasilan suatu usaha pemanfaatan sumberdaya akan dinilai dari besarnya pendapatan yang diperoleh (keuntungan). Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk, sedangkan biaya merupakan semua pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dapat diketahui menguntungkan atau tidak, dapat diukur dengan menggunakan indikator perimbangan antara penerimaan dan biaya. Berdasarkan pengukuran tersebut, jenis usaha dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) jenis usaha yang bersifat musiman, dan (2) jenis usaha yang bersifat tahunan. Jenis usaha musiman biasanya memiliki karakteristik : (1) periode produksi lebih dari satu kali dalam setahun, (2) umumnya memerlukan


(45)

modal relatif kecil, (3) diusahakan dalam skala kecil dan teknologi yang sederhana. Jenis usaha musiman ini dianalisis dengan R/C (revenue cost ratio).

Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha menguntungkan bila R/C > 1, usaha berada pada titik impas bila R/C = 1, dan usaha merugi bila R/C < 1 .

Jenis usaha tahunan memiliki karakteristik antara lain: (1) memiliki periode produksi yang lebih lama, kurang lebih satu tahun atau lebih, (2) umumnya memerlukan modal dan investasi cukup besar, (3) diusahakan dalam skala besar/proyek. Menurut Kadariah et al (1999), dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha tahunan, di kembangkan melalui pendekatan analisis beberapa indeks (investment criteria). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada, tiga diantaranya adalah (1) NPV, (2) Net B/C, (3) IRR. Selanjutnya Kusumastanto (1998), mengemukakan kriteria yang digunakan dalam evaluasi kebijakan untuk usaha yang bersifat tahunan adalah sebagai berikut :

1. Net Present Value (NPV), adalah analisis yang memperhitungkan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya.

Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha dinyatakan layak bila NPV >0, jika NPV =0 berarti usaha tersebut mengembalikan persis sebesar interest rate, dan jika NPV < 0 berarti usaha tidak layak dilakukan.

2. Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol.

Jika ternyata IRR suatu usaha sama dengan nilai i (discount rate), maka NPV dari proyek itu adalah sebesar 0, jika IRR< discount rate, berarti NPV < 0. Oleh karena itu, nilai IRR suatu usaha yang lebih besar/sama dengan nilai

discount rate menyatakan usaha layak untuk dilaksanakan, sedangkan IRR<0 memberikan tanda bahwa usaha tidak layak dilakukan.

3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersi dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri dari present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt – Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada


(46)

Net B/C akan terdapat apabila paling sedikit salah satu Bt – Ct bersifat negatif.

Dengan perkataan lain NPV proyek= 0. Kalau rumus memberikan hasil lebih besar dari 1, berarti NPV >0. NET B/C >1 merupakan tanda usaha layak, sedangkan NET B/C <1 merupakan tanda usaha tidak layak

Alternatif-alternatif kegiatan dari hasil langkah-langkah diatas, kemudian disusun berdasarkan rasio manfaat-biaya (Benefit-Cost Ratio). Pada umumnya para pengambil kebijakan hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio lebih dari satu. Dengan kata lain, agar secara ekonomi layak, sebuah alternatif kegiatan diharapkan memberikan lebih banyak manfaat daripada biaya yang harus dikeluarkan. Dari semua alternatif yang rasionya lebih besar dari satu (B/C>1), biasanya alternatif dengan rasio tertinggi cenderung dipilih. Bagi para pengambil keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka kepada kegiatan usaha yang dapat memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang menghasilkan social returns atau economic returns yang paling tinggi.


(47)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, yaitu pada bulan Desember Tahun 2006 sampai bulan April Tahun 2007. Bulan pertama dialokasikan untuk tahap persiapan penelitian, bulan kedua dan ketiga dilakukan pengumpulan data, sedangkan pada bulan keempat dan kelima dilakukan pengolahan data, analisis data, dan penulisan tesis.

Lokasi penelitian adalah di perairan sekitar Pulau Lingayan, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Dampal Utara, Kabupaten Tolitoli, Propinsi Sulawesi Tengah. Pulau ini secara geografis berada pada posisi 00o 58' 10" - 00o 59' 30" Lintang Utara dan 120o 14' 07” - 120o 15' 20” Bujur Timur (Gambar 2).

ð ð ð ð ð ð ð ð St 5 St 8 St 1 St 7 St 3 St 2 St 4 St 6

Peta Lokasi Penelitian Dan Stasiun Pengamatan

Parameter Lingkungan

Keterangan :

Di Perairan Pulau Lingayan

ð Stasiun Pengamatan/Sampling

Sumber :

1.Citra Satelit Quick Bird Luaran November 2006 2.Peta Navigasi Skala 1: 50.000 DIHIDROS TNI-AL

3.Peta Lingkungan Laut Nusantara Skala 1:25.000. BAKOSURTANAL 4.Survey Lapangan Tahun 2006

N Km 1 0.5 0 0.5

Gambar 2 Peta lokasi penelitian dan stasiun pengukuran data parameter lingkungan di Pulau Lingayan


(48)

3.2. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu: (1) data primer, dan (2) data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui pengamatan, pengukuran, telaah langsung dilapangan, dan juga melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner yang dilakukan kepada responden berbagai stakeholders, sedangkan data sekunder diperoleh dari rangkaian studi kepustakaan. Data sekunder bersumber dari data dan informasi yang relevan dengan penelitian, yang diinventarisir dari berbagai sumber, yaitu: (i) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tolittoli dan Propinsi Sulawesi Tengah, (ii) Kantor Pemerintah Desa, (iii) Kantor Pemerintah Kecamatan, (iv) BAPPEDA, (v) BPS, dan (vi) Departemen Kelautan dan Perikanan.

Data dan informasi yang dikumpulan dalam penelitian ini menjadi bahan yang digunakan dalam analisis selanjutnya, yaitu meliputi: (1) analisis untuk menentukan kesesuaian dan potensi lahan/perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan; (2) analisis daya dukung lahan; (3) analisis kelayakan usaha pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu; dan (4) perumusan strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan. Berikut komponen data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Data Kondisi Lingkungan Perairan. Data ini menjadi input dalam analisis penentuan kesesuaian dan potensi lahan/perairan serta analisis daya dukungnya untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu. Beberapa data parameter lingkungan perairan dibagi menjadi parameter fisika perairan dan kimia perairan (Tabel 5). Pengumpulan data ini dilakukan melalui pengumpulan langsung dilapangan melalui metode survey dengan teknik sampling dan juga dikumpulkan dari ketersediaan data sekunder yang ada dan bersumber dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Pengumpulan data parameter lingkungan dilakukan di 8 (delapan) stasiun pengamatan/pengukuran (Gambar 2). Beberapa parameter tersebut, yaitu: (i) suhu, (ii) kecerahan, (iii) kekeruhan, (iv) pH, (v) salinitas, (vi) nitrat, (vii) fosfat, (viii) BOT, dan (ix) DO, dikumpulkan melalui pengukuran insitu dan


(1)

Lampiran 5. Proyeksi cashflow usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA di Pulau Lingayan

Tahun ke - n

No Komponen

0 1 2 3 4 5

A. Hasil

1 Penerimaan Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000

Jumlah (A) Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000 Rp 174.960.000

B Biaya

1 Investasi

Kayu Kaso (8x12) Rp 1.200.000

Kayu Kaso (5x7) Rp 700.000

Papan Rp 700.000

Pelampung Drum Rp 1.125.000

Jaring PE : D - 12 (0.5") Rp 2.500.000

Jaring PE : D - 12 (0.5") Rp 1.875.000

Tali PE : D-8 mm Rp 337.500

Tali PE : D-12 mm Rp 495.000

Jangkar Rp 600.000

Biaya Pembuatan Rp 1.500.000

Perahu Mesin Rp 9.000.000

Bak Penampung Rp 300.000

2 Replacement Cost

Kayu Kaso (8x12) Rp 1.200.000

Kayu Kaso (5x7) Rp 700.000

Papan Rp 700.000

Pelampung Drum Rp 1.125.000

Jaring PE : D - 12 (0.5") Rp 2.500.000 Rp 2.500.000


(2)

Tali PE : D-8 mm Rp 337.500 Rp 337.500

Tali PE : D-12 mm Rp 495.000 Rp 495.000

Jangkar Rp 600.000

Biaya Pembuatan Rp 1.500.000

Perahu Mesin Rp 9.000.000

Bak Penampung Rp 300.000

Bahan dan Peralatan Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Boks Steoroform Rp 192.000 Rp 192.000 Rp 192.000 Rp 192.000 Rp 192.000 Rp 192.000 3 Biaya Perawatan Rp 2.807.000 Rp 2.807.000 Rp 2.807.000 Rp 2.807.000 Rp 2.807.000 Rp 2.807.000 4 Bibit Kerapu 50 gr (SR = 60%) Rp 64.800.000 Rp 64.800.000 Rp 64.800.000 Rp 64.800.000 Rp 64.800.000 Rp 64.800.000 5 Pakan Rp 42.525.000 Rp 42.525.000 Rp 42.525.000 Rp 42.525.000 Rp 42.525.000 Rp 42.525.000 7 Biaya Pemeliharaan dan Operasional Rp 12.480.000 Rp 12.480.000 Rp 12.480.000 Rp 12.480.000 Rp 12.480.000 Rp 12.480.000

Jumlah (B) Rp 144.636.500 Rp 124.304.000 Rp 129.511.500 Rp 124.304.000 Rp 129.511.500 Rp 139.429.000

Net Benefit (A-B) Rp (144.636.500) Rp 50.656.000 Rp 45.448.500 Rp 50.656.000 Rp 45.448.500 Rp 35.531.000 DF (12 %) 1,00 0,83 0,69 0,58 0,48 0,40 PV Net Benefit (PV A-B) (144.636.500,00) 42.213.333,33 31.561.458,33 29.314.814,81 21.917.679,40 14.279.112,01

NPV Rp (5.350.102)

PV+ Rp 139.286.398

PV- Rp (144.636.500)

Net B/C 0,96


(3)

Lampiran 6 Matrik SWOT strategi pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Pulau Lingayan

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)

1 Potensi dan daya dukung lahan/perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu

1 Pengelolaan budidaya laut yang kurang baik

Internal 2 Dukungan kebijakan Pemerintah Kabupaten untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di P.Lingayan 2 Keterbatasan dalam penyediaan modal usaha/ kelembagaan dan permodalan terbatas 3 Dukungan masyarakat pulau dan ketersediaan sumberdaya manusia/tenaga

kerja

3 Keterbatasan dalam memanfaatkan potensi pasar, pola tata niaga belum efektif dan lancar

4 Ketersediaan bahan dan pakan untuk mendukung pengembangan usaha budidaya ikan kerapu

4 Belum ada pengaturan ruang kawasan pengembangan budidaya laut

5 Terdapatnya lembaga keuangan yang potensial untuk mendukung pengembangan usaha budidaya

5 Penyediaan bibit masih sangat tergantung dari sumber di luar daerah

Eksternal 6 Aksesibilitas dan jangkauan pasar relatif baik 6 Konflik kepentingan antar elit desa

7 Terdapat anggota masyarakat yang telah melakukan usaha budidaya rumput laut dan penampungan ikan karang hidup

Peluang (Opportunies) Stategi S - O Stategi W - O

1 Usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di pulau Lingayan layak dikembangkan dari perspektif ekonomi

1 Menfasilitasi pengembangan usaha budidaya laut menjadi usaha ekonomi produktif masyarakat pulau yang berkelanjutan.

1 Menfasilitasi terbentuknya Kelompok Usaha Nelayan (KUN) dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia

2 Potensi pasar rumput laut dan ikan kerapu terbuka lebar dan sangat prospektif

2 Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat pulau Lingayan melalui peningkatan produksi dan kualitas hasil laut dari hasil budidaya

2 Menfasilitasi penyediaan modal usaha pengembangan budidaya laut

3 Tersedia sumber bibit unggul (rumput laut dan ikan kerapu) untuk mendukung pengembangan budidaya laut

3 Menfasilitasi akses pasar yang lebih luas yang dapat diakses oleh masyarakat

4 Terdapatnya lembaga penelitiaan dan pelatihan serta program pemerintah untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Indonesia

4 Membuat dan menetapkan perencanaan tata ruang kawasan budidaya laut di P. Lingayan

5 Memfasilitasi penyediaan bibit unggul untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu

Ancaman (Threats) Stategi S - T Stategi W - T

1 Fluktuasi harga penjualan rumput laut dan ikan kerapu 1 Mengefektifkan pemasaran produk hasil laut/hasil budidaya dengan memperpendek rantai pemasaran

1 Mendorong kemandirian lokal melalui diversifikasi usaha nelayan 2 Meningkatnya harga bibit dan kegagalan pengadaan dan penyediaan bibit

dari luar lokasi

2 Mengupayakan pemenuhan bibit secara mandiri


(4)

Lampiran 7 Matriks Quantitative Strategies Planning Matriks (QSPM)

Alternatif Strategi Alternatif Strategi

SO1 SO2 ST1 ST2 ST3 WO1 WO2 WO3 WO4 WO5 WT1

Bobot

AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS

Kekuatan (Stengths)

Potensi dan daya dukung lahan/perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu

0,17

4 0,667 3 0,5 0 0,00 1 0,167 1 0,167 Dukungan kebijakan Pemerintah Kabupaten

untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di P.Lingayan

0,13

4 0,533 4 0,533 3 0,40 4 0,533 2 0,267 3 0,4 4 0,53 3 0,40 4 0,533 4 0,533 Dukungan masyarakat pulau dan ketersediaan

sumberdaya manusia/tenaga kerja

0,13 3 0,4 4 0,533 1 0,13 1 0,133 3 0,4 2 0,267 2 0,27 1 0,133 3 0,4

Ketersediaan bahan dan pakan untuk mendukung pengembangan usaha budidaya ikan kerapu

0,10

3 0,3 2 0,2 0 0,00 1 0,1 0 0

Terdapatnya lembaga keuangan yang potensial untuk mendukung pengembangan usaha budidaya

0,07

2 0,133 2 0,133 0 0,00 2 0,133 0 0

Aksesibilitas dan jangkauan pasar relatif baik 0,03 1 0,033 1 0,033 3 0,10 1 0,033 1 0,033

Terdapat anggota masyarakat yang telah melakukan usaha budidaya rumput laut dan penampungan ikan karang hidup

0,03

1 0,033 2 0,067 0 0,00 0 0 0 0 1 0,033

Kelemahan (Weaknesses)

Pengelolaan budidaya laut yang kurang baik

0,07 4 0,267 1 0,07 1 0,07 1 0,067 4 0,267 1 0,067

Keterbatasan dalam penyediaan modal usaha/ kelembagaan dan permodalan terbatas

0,03

3 0,1 4 0,13 1 0,03 0 0 3 0,1 2 0,067

Keterbatasan dalam memanfaatkan potensi

pasar, pola tata niaga belum efektif dan lancar 0,07 1 0,07 3 0,2 0 0,00 4 0,27 0 0 0 0 1 0,067

Belum ada pengaturan ruang kawasan

pengembangan budidaya laut 0,03 1 0,033 0 0,00 0 0,00 4 0,133 0 0 1 0,033

Penyediaan bibit masih sangat tergantung dari

sumber di luar daerah 0,03 2 0,067 3 0,1 3 0,10 0 0,00 1 0,033 4 0,133 1 0,033


(5)

Peluang (Opportunies) 0 Usaha budidaya rumput laut dan ikan kerapu di

pulau Lingayan layak dikembangkan dari perspektif ekonomi

0,16 3 0,474 2 0,316 4 0,632 4 0,63 2 0,32 3 0,474 3 0,474

Potensi pasar rumput laut dan ikan kerapu

terbuka lebar dan sangat prospektif 0,21 4 0,842 3 0,632 3 0,632 4 0,84 4 0,84 2 0,421 4 0,842

Tersedia sumber bibit unggul (rumput laut dan ikan kerapu) untuk mendukung pengembangan budidaya laut

0,21 3 0,632 1 0,211 1 0,211 3 0,63 0 0,00 1 0,211 4 0,842

Terdapatnya lembaga penelitiaan dan pelatihan serta program pemerintah untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di Indonesia

0,16 2 0,316 2 0,316 2 0,32 2 0,316 3 0,474 1 0,16 4 0,63 1 0,158 4 0,632

Ancaman (Threats)

Fluktuasi harga penjualan rumput laut dan ikan kerapu

0,11 4 0,42 1 0,105

Meningkatnya harga bibit dan kegagalan pengadaan dan penyediaan bibit dari luar lokasi

0,05

4 0,211 4 0,211 2 0,105

Aktivitas "destruktif fishing" (DF) di sekitar perairan P. Lingayan

0,11 4 0,421 2 0,211

T o t a l 4,36 3,47 1,44 1,69 1,29 3,61 3,56 2,66 2,46 4,47 0,79

Keterangan : AS : attractiveness score; WAS

: weighted attractiveness score

S1, S2,..,Sn : strategi ke-1, 2,...,n


(6)

0.5 0 0.5 1Km

Skala :

1 : 40.000

Proyeksi...Transverse Mercator Sistem Grid ...UTM

Datum ... WGS 1984 Zone UTM ...50 N

PS. Pengelolaan Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2007

Kasim Mansyur NRP. C251 030 091

S N

E W

PULAU LINGAYAN

KABUPATEN TOLITOLI

PROVINSI SULAWESI TENGAH

NOVEMBER 2006

Lampiran 8 Citra Satelit Quickbird, Pulau Lingayan Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah