Studi Kasus Kista Uterus Pada Kuda Di Pulau Jawa Dan Madura.

STUDI KASUS KISTA UTERUS PADA KUDA DI PULAU
JAWA DAN MADURA

DEA AMIRANITYA MASITHAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Kista
Uterus pada Kuda di Pulau Jawa dan Madura adalah benar karya Saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015

Dea Amiranitya Masithah
NIM B04110141

ABSTRAK
DEA AMIRANITYA MASITHAH. Studi Kasus Kista Uterus pada Kuda di Pulau
Jawa dan Madura. Dibimbing oleh AMROZI dan LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Kista uterus merupakan salah satu faktor penyebab subfertilitas pada kuda.
Banyak dokter hewan percaya bahwa kista uterus yang besar dapat menghambat
mobilitas embrio, sehingga mengancam kebuntingan pada kuda. Studi kasus ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan data mengenai prevalensi kista
uterus pada kuda di Pulau Jawa dan Madura berdasarkan data sekunder dari hasil
pemeriksaan ultrasonografi pada 2913 ekor kuda. Prevalensi kista uterus dianalisis
secara deskriptif. Pada studi kasus ini kista uterus yang ditemukan adalah kista
limfatik. Kista limfatik pada studi kasus ini ditemukan di lapisan endometrium di
daerah kornua uterus (kanan dan kiri) dan korpus uterus. Kista limfatik yang
ditemukan berukuran 2.5-3.5 cm. Prevalensi rata-rata kista uterus pada kuda di
Pulau Jawa dan Madura adalah 2.7 %. Umumnya terjadi pada kuda tua yang
berumur di atas 10 tahun. Kuda yang memiliki kista uterus masih memiliki
kemungkinan untuk bunting.


Kata kunci: kista, kuda betina, prevalensi, uterus

ABSTRACT
DEA AMIRANITYA MASITHAH. Case Study Uterine Cysts in Mares in Java
and Madura Island. Supervised by AMROZI and LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Uterine cysts is one of the factors that causes subfertility in mares. Many
veterinarians believe that large uterine cysts affects the mobility of embryo, thus
threatening pregnancy in mares. The aim of this study was to identify and provide
data on the prevalence of uterine cysts in the mares in Java and Madura island.
Analysis of secondary data of ultrasonography in 2913 mares were done.
Prevalence of uterine cysts was analyzed descriptively. The result of this study
showed all of the mares had lymphatic cyst. These lymphatic cysts were found in
the endometrial lining of the cornua uterine (right and left) and corpus uterine.
The size of lymphatic cysts was 2.5-3.5 cm. The average prevalence of uterine
cysts in mares on the Java and Madura island is 2.7 %. Mostly occurs in older
mares over the age of 10 years. The mare who have uterine cysts still have the
possibility to pregnant.
Keywords: cyst, mare, prevalence, uterine

STUDI KASUS KISTA UTERUS PADA KUDA DI PULAU

JAWA DAN MADURA

DEA AMIRANITYA MASITHAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyusun skripsi ini. Judul skripsi yang
dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada tahun 2006-2014 ini adalah
“Studi Kasus Kista Uterus pada Kuda di Pulau Jawa dan Madura”. Adapun

penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Drh Amrozi, PhD
selaku Pembimbing I, Dr Drh Ligaya I.T.A Tumbelaka, MSc, SpMP selaku
Pembimbing II, dan Drh H Abdul Zahid Ilyas, MSi selaku Pembimbing
Akademik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua,
keluarga, sosialita, serta teman-teman atas segala doa dan dukungannya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Penulis dapat
menghasilkan skripsi yang bermanfaat bagi Penulis lain dan juga bagi Pembaca.

Bogor, Oktober 2015
Dea Amiranitya Masithah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Studi Kasus

1

Manfaat Studi Kasus


1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Jenis Kuda

2

Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Kuda

3

Kista Uterus

4

Ultrasonografi


5

METODE STUDI KASUS

6

Tempat dan Waktu

6

Materi dan Metode Pelaksanaan

6

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Gambaran Ultrasound Kista Uterus

7

Prevalensi Kejadian Kista Uterus

8

Hubungan Kista Uterus dengan Umur Kuda

8

Hubungan Kista Uterus dengan Kebuntingan

9

Pengobatan Kista Uterus


9

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN


15

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Alat reproduksi kuda betina
Lapisan endometrium
Gambaran kista uterus dengan ultrasonografi

Gambaran ultrasound kista uterus
Grafik hubungan kista uterus dengan umur
Spool antibiotik dan oksitosin secara intrauteri
Elektrokoagulasi kista uterus
Penghilangan kista uterus dengan laser

3
4
5
7
8
10
11
11

DAFTAR TABEL
1 Hubungan antara kista uterus dengan kebuntingan

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prevalensi kejadian kista uterus per tahun

15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuda merupakan hewan yang berukuran paling besar di kelas Mammalia
dan salah satu hewan ungulata dari ordo Perissodactyla. Kuda termasuk dalam
genus Equus (Equus caballus). Awalnya, kuda memegang peranan penting dalam
pengangkutan orang dan barang selama ribuan tahun. Seiring dengan
perkembangan zaman, hewan satu ini pun mulai diminati sebagai hewan
peliharaan (Fathmanto 2008) dan dalam beberapa bidang olahraga, diantaranya
pacuan kuda, ketangkasan berkuda, dan polo. Namun, populasi kuda di Indonesia
semakin lama semakin menurun. Menurut Kementan (2014), secara nasional
jumlah kuda telah berkurang dari populasi 418 618 pada tahun 2010 menjadi
408 665 pada tahun 2011. Hal ini sering disebabkan karena kegagalan reproduksi.
Hal itulah yang mendorong banyaknya upaya untuk meningkatkan
populasi. Upaya untuk meningkatkan populasi salah satunya adalah dengan
pemanfaatan ultrasonografi. Ultrasonografi dimanfaatkan untuk pemeriksaan
kebuntingan dan gangguan reproduksi pada kuda. Salah satu gangguan reproduksi
pada kuda adalah kista uterus.
Kista uterus merupakan suatu struktur yang berisi cairan yang dapat terjadi
saat uterus dalam keadaan normal maupun sedang mengalami radang (Kenney
dan Ganjam 1975). Kista uterus merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
pada subfertilitas kuda betina. Banyak dokter percaya, bahwa pengaruh kista
uterus sangat besar pada awal mobilitas embrio, sehingga mengancam
kebuntingan dari kuda tersebut (Ley et al. 2002). Namun, beberapa dokter
mengamati perkembangan embrio tetap normal dan kuda tetap bunting walaupun
mempunyai satu atau lebih kista uterus (Ley et al. 2002). Kejadian kista uterus
akan meningkat seiring bertambahnya paritas dan umur. Kista uterus sering terjadi
pada kuda yang berumur lebih dari 10 tahun (Stanton et al. 2004). Di Indonesia
belum ada data tentang kejadian kista uterus dan pengaruhnya terhadap performa
reproduksi pada kuda yang dapat digunakan dalam program manajemen
reproduksi.

Tujuan Studi Kasus
Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data
prevalensi kista uterus pada kuda di Pulau Jawa dan Madura berdasarkan diagnosa
ultrasonografi.

Manfaat Studi Kasus
Studi kasus ini bermanfaat memberikan data mengenai prevalensi kista
uterus pada kuda di Pulau Jawa dan Madura melalui data pemeriksaan
ultrasonografi. Hal ini dikarenakan belum ada data lain yang dilaporkan mengenai
kasus kista uterus pada kuda di Indonesia.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Kuda
Jenis kuda yang terdapat pada studi kasus ini, terdiri dari kuda lokal
Indonesia, warmblood, thoroughbred, kuda arab, kuda generasi, dan kuda pacu
Indonesia (KPI). Kuda yang diternakkan oleh penduduk Indonesia telah ada
sebelum kedatangan bangsa Eropa. Peternakan kuda saat itu belum memenuhi
persyaratan teknis beternak, karena kuda hidup di alam bebas dan sangat
tergantung pada kebaikan alam. Akibatnya peternakan kuda rakyat menghasilkan
kuda dengan kualitas yang rendah. Kuda yang terdapat di Indonesia
pemuliabiakannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi
badan kuda ini berkisar antara 1.15–1.35 m dan tergolong dalam jenis poni. Kuda
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kepala besar, wajah rata, leher tegak dan
lebar, daun telinga kecil, punggung lurus, letak ekor tinggi dan berbentuk oval,
dada lebar, bentuk kuku kecil, dan kaki depan lebih berkembang dibandingkan
kaki belakang (Jacoebs 1994). Beberapa jenis kuda lokal Indonesia, diantaranya
adalah kuda sumba, kuda timor, kuda priangan, kuda jawa, kuda makassar, kuda
batak, kuda gayo, kuda lombok, kuda bali, kuda sedel, dan kuda flores (Sudardjat
2003).
Kuda warmblood terbentuk dari persilangan antara kuda hotblood, seperti
kuda arab, dengan coldblood, seperti kuda clydesdales dan percherons.
Persilangan ini menghasilkan kuda pacu dengan bentuk badan yang besar, cepat,
dan lebih jinak. Kuda warmblood terkenal dibidang olahraga, seperti Olympic,
untuk perlombaan dressage dan banyak diternakkan untuk kompetisi. Kuda
hanoverian merupakan kuda yang paling terkenal dari ras ini (Siegal 1996).
Kuda thoroughbred dikembangkan oleh keluarga raja Inggris.
Penggunaannya di Inggris menyebabkan muncul istilah “olahraga raja”. Hal ini
dikarenakan bangsawan Inggris baik pria maupun wanita mengembangbiakan dan
melombakan thoroughbred yang penampilannya baik. Selain kecerdasannya,
karakteristik yang lain adalah kecepatan lari dan daya tahannya, seperti telah
dibuktikan dalam arena perlombaan flat dan jumping seperti Kentucky Derby dan
English Grand National Steeplechase (Blakely dan Bade 1994).
Kuda arab dapat dianggap sebagai cikal bakal berbagai jenis kuda di dunia.
Kuda arab dianggap sebagai ras kuda tertua. Para sultan di India telah
menyebarluaskan kuda arab ke berbagai negara lain di Asia. Salah satu caranya
adalah melalui hadiah perkawinan (Siegal 1996). Melalui ekspansi tentara Arab ke
berbagai penjuru negara pada awal abad pertengahan, maka kuda arab menyebar
ke berbagai penjuru dunia. Kuda arab tersebut kemudian dikawinsilangkan
dengan kuda lokal di daerah masing-masing negara. Sampai saat ini telah dikenal
lima ekor kuda pejantan arab yang terkemuka, yaitu The Byerley Turk, The Leeds
Arabian, The Dardley Arabian, The Alcock Arabian, dan The Godolphin Arabian
(Siegal 1996).
Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up
dari kuda betina Indonesia dengan pejantan thoroughbred sampai generasi ketiga
(G3) dan generasi keempat (G4) (Rahman 2012). Grading up adalah usaha
persilangan untuk membentuk ras baru yang memanifestasikan karakter tertentu

3
dengan cara menyilangkan betina lokal dengan pejantan ras lain yang diinginkan.
Perkembangan perkudaan di Indonesia mengikuti arah persilangan terhadap darah
thoroughbred dengan sistem persilangan grading up sesuai keputusan Persatuan
Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) tahun 1975 (Rahman 2012).

Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Kuda Betina
Alat reproduksi kuda betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus, serviks,
vagina, dan vulva (Gambar 1 A, B). Ovarium merupakan organ kelamin primer
betina yang berfungsi memproduksi ovum dan hormon (Sendel 2010). Setelah
ovum dikeluarkan, ovum akan melewati oviduk. Oviduk memiliki struktur
panjang berbentuk saluran dari ujung ovarium sampai kornua uterus. Oviduk
berfungsi untuk menyalurkan ovum dan tempat fertilisasi. Uterus terdiri dari
korpus uterus dan kornua uterus (Senger 1999). Tipe uterus kuda disebut uterus
simpleks bipartitus, karena ukuran korpus uterus lebih besar dari kornua uterus
dengan perbandingan 60:40 (Morel 1999). Dinding uterus terdiri dari beberapa
lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan perimetrium (Gambar 2). Uterus
dilindungi oleh sebuah “pintu”, yaitu serviks. Serviks memiliki struktur yang
keras dengan panjang 10 cm, terdapat antara vagina dan uterus. Serviks akan
terbuka saat estrus atau melahirkan dan tertutup saat tidak estrus atau bunting.
Vagina merupakan jalan kelahiran yang berada antara serviks dan vulva. Vulva
merupakan bagian luar dari traktus urogenital, jalan kelahiran, dan tempat
keluarnya urin (Sendel 2010).

A

B

Gambar 1 Alat reproduksi kuda betina, (A) longitudinal view dan (B) frontal view
(Gilbert et al. 2011)

4

Gambar 2 Lapisan dinding uterus kuda, dari lumen: endometrium, miometrium, dan
perimetrium (Charlotte 2002)
Organ reproduksi kuda betina akan terus berkembang hingga masuk masa
pubertas. Masa pubertas kuda adalah antara umur 12-18 bulan. Kuda betina yang
sudah dewasa kelamin akan memasuki siklus estrus. Siklus estrus kuda terdiri dari
dua fase: fase folikular dan fase luteal. Fase folikular umumnya terjadi selama 6
hari dan kemudian ovulasi pada 24-48 jam sebelum berakhirnya estrus. Setelah
berakhirnya estrus kuda akan memasuki fase luteal. Fase luteal terjadi selama 15
hari (Sendel 2010).
Kuda yang sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh kemudian akan
dikawinkan. Jantan akan mendeposisikan semennya di bagian depan serviks.
Pergerakan otot dari uterus akan merespon migrasi sperma ke oviduk. Folikel
yang ruptur akan merangsang ovum untuk keluar dan ditangkap oleh fimbria dari
infundibulum. Fimbria membantu ovum menuju oviduk dan bertemu dengan
sperma. Hasil fertilisasi akan berkembang menjadi zigot, yang merupakan awal
dari embrio. Embrio bergerak menuju uterus selama 6 hari. Beberapa studi
membuktikan, bahwa embrio bergerak dalam uterus sampai 16 atau 17 hari
setelah ovulasi. Hal ini dikarenakan meningkatnya uterine tone, penebalan
dinding uterus, dan perbesaran dari vesikel. Setelah sampai di uterus, embrio akan
implantasi. Sekitar hari ke-35 embrio implantasi dan pembentukkan plasenta
berlangsung pada hari ke-40 sampai ke-45 (Sendel 2010).

Kista Uterus
Kista uterus memiliki struktur yang berisi cairan, ditutupi membran tipis,
permukaan yang halus hingga kasar, dan memiliki batas yang irregular
(Gambar 3). Kista uterus memiliki berbagai bentuk, seperti silindris, memanjang,
lobular, dan multilobular. Kehadiran kista uterus dapat dijadikan indikator adanya
gangguan uterus. Kista uterus dibagi menjadi dua, yaitu kista limfatik dan kista
glandular. Kista limfatik disebabkan karena terhambatnya saluran limfatik (Brook
dan Frankel 1987; Tannus dan Thun 1995; Wilson 1985). Kista limfatik
merupakan kista yang sering terjadi. Diameter kista limfatik mulai dari 1-15 cm.
Kista limfatik paling sering terjadi di daerah bifurcatio pada lapisan endometrium

5
atau miometrium (Bracher et al. 1992; Tannus dan Thun 1995). Kista limfatik
dapat didiagnosis melalui palpasi perektal, palpasi intrauteri, histeroskopi, biopsi
endometrium, dan ultrasonografi (Wilson 1985).
Jenis kista uterus yang lain adalah kista glandular. Kista glandular
disebabkan karena perbesaran glandular pada kelenjar endometrium. Perbesaran
ini dapat disebabkan karena fibrosis periglandular (Brook dan Frankel 1987;
Tannus dan Thun 1995). Ukuran dari kista glandular umumnya hanya 0.1-1 cm
(Tannus dan Thun 1995). Kista ini terdapat pada endometrium dan ditemukan di
setiap area uterus. Kista glandular hanya dapat didiagnosis menggunakan
histeroskopi dan pemeriksaan histologi (Wilson 1985).

Gambar 3

Gambaran kista uterus (tanda panah) dengan ultrasonografi akan
menghasilkan gambaran anechoic pada area tengahnya dan
hyperechoic pada area membrannya, serta terbentuk acoustic
enhancement (area terang) di bawah kista uterus (Stanton et al. 2004)

Pada beberapa kasus, jumlah dan diameter kista uterus dapat menghambat
mobilitas vesikel embrio dan membatasi kemampuan konsepsi awal. Hal ini akan
menghambat kebuntingan (Bracher et al. 1992; Tannus dan Thun 1995). Selain itu,
kista uterus juga dapat menghambat penyerapan nutrisi dari embrio dan
mengakibatkan kematian embrio dini (Brook dan Frankel 1987; Tannus dan Thun
1995). Namun, keberadaan kista uterus tidak selalu mengganggu perkembangan
embrio. Perkembangan embrio dapat terganggu, bila kista uterus berada pada
lapisan superfisial endometrium, besar, dan luas (mengurangi luas permukaan
plasenta).

Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan peralatan instrumentasi modern yang
menggunakan sifat fisika ultrasound dan interaksi fungsi peralatan dengan
jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang sonographer (Goddard 1995).
Prinsip ultrasonografi didasarkan pada kemampuan dari berbagai jaringan dan
cairan yang mampu menghantarkan gelombang suara frekuensi tinggi. Sebuah
gelombang suara dipancarkan dari sebuah probe dan proporsi gelombang yang
dipantulkan diterima oleh probe. Gelombang suara tersebut kemudian dikonversi
menjadi impuls listrik dan ditampilkan pada layar sebagai gambar bergerak.

6
Kemampuan alat USG untuk menghasilkan gambar yang baik tergantung
pada frekuensi gelombang suara yang diukur dalam satuan megahertz (MHz).
Ultrasonografi memiliki tiga jenis echo untuk mendeskripsikan gambar, yaitu
hyperechoic (echogenic) artinya ekogenisitas terang, menampakkan warna putih
pada sonogram atau memperlihatkan ekogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan
sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen, dan lemak. Hypoechoic
(echopoor) menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram atau
memperlihatkan area dengan ekogenisitas lebih rendah dari pada sekelilingnya,
contohnya jaringan lunak. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo,
menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh
dari gelombang contohnya cairan (Ginther dan Pierson 1984).
Salah satu contoh penggunaan USG adalah untuk pemeriksaan saluran
reproduksi kuda. Probe yang cocok untuk pemeriksaan saluran reproduksi kuda
adalah probe dengan frekuensi gelombang sebesar 5 MHz (Ginther dan Pierson
1984). Probe yang digunakan adalah jenis linier array.

METODE STUDI KASUS
Tempat dan Waktu
Data studi kasus ini diambil dari peternak kuda di Pulau Jawa dan Madura
yang telah diperiksa status reproduksinya pada tahun 2006-2014. Pengolahan data
dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor dari bulan Maret-Juli 2015.

Materi dan Metode Pelaksanaan
Kuda yang terdapat dalam studi kasus ini adalah kuda yang berada di Pulau
Jawa dan Madura, yaitu kuda warmblood, thoroughbred, kuda arab, kuda lokal
Indonesia, cross breed, dan kuda pacu Indonesia. Studi kasus ini menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi. Ultrasonografi
(USG) yang digunakan adalah Sonoscap Vet A6 yang dilengkapi dengan linear
probe 7.5 MHz. Linear probe dimasukkan melalui rektal mengarah ke kantung
kemih, kemudian dilanjutkan ke bagian dorsal kanan dan kiri sehingga diperoleh
gambaran organ reproduksi secara lengkap sampai bagian apeks kornua uterus.
Data dan gambar organ reproduksi (uterus) dikumpulkan dan dianalisa.

Analisis Data
Data prevalensi kista uterus ditabulasikan menggunakan Microsoft Excel
2010, kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan
prevalensi kista uterus setiap tahunnya.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Ultrasound Kista Uterus
Pemeriksaan ultrasonografi adalah cara yang umum digunakan untuk
mendeteksi kista uterus. Gambaran ultrasound kista uterus yang diperiksa
memberikan gambaran anechoic pada daerah tengahnya yang berisi cairan dan
gambaran hyperechoic pada membrannya (Gambar 4 C, D). Gambaran kista
uterus yang terlihat memiliki batas yang irregular, bentuk yang beragam, dan
gelombang suara yang diteruskan oleh cairan akan membentuk acoustic
enhancement (area terang) pada bagian bawah kista uterus (Wilson 1985; Kahn
2004; Stanton et al. 2004). Diameter kista uterus yang diukur berkisar antara 2.53.5 cm. Ukuran kista uterus > 3 cm dapat mengganggu mobilitas dari embrio
(Robinson dan Kim 2009). Lokasi kista uterus yang ditemukan terletak pada
lapisan endometrium di daerah korpus uterus dan kornua uterus (Gambar 4 C, D).
Penelitian dari Tannus dan Thun (1995), dari 55 ekor yang terdapat kista uterus
sebanyak 33.8 % terjadi di korpus uterus, 16.4 % di bifurcatio, dan sisanya terjadi
di kornua uterus. Menurut Wilson (1985), lokasi kista uterus dapat mempengaruhi
mobilitas embrio. Gambaran kista uterus, diameter kista uterus, dan lokasi kista
uterus menunjukkan bahwa kista uterus yang ditemukan adalah kista limfatik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari beberapa peneliti, bahwa diameter kista limfatik
berukuran dari 1-20 cm dan ukurannya akan terus bertambah dengan seiring
pertambahan umur (Kenney dan Ganjam 1975; Tannus dan Thun 1995).

A

C
B
D
Gambar 4 Gambaran ultrasound daerah uterus (lingkaran putih): (A) uterus normal
dalam fase estrus, (B) kebuntingan umur 14 hari yang terdapat vesikel
berisi embrio (tanda panah), (C, D) kista uterus (tanda panah) di lapisan
endometrium (Dokumen pribadi)
Cara lain untuk mendiagnosis kista uterus dapat dilakukan dengan palpasi
perektal (Kenney dan Ganjam 1975) dan histeroskopi (Bartmann et al. 2008).
Palpasi perektal biasanya digunakan untuk mendeteksi kista uterus yang
berukuran besar (Kenney dan Ganjam 1975). Sementara itu, kista uterus yang
berukuran kecil dapat didiagnosis dengan histeroskopi. Histeroskopi digunakan
untuk visualisasi permukaan kista uterus. Histeroskopi menggunakan endoskop

8
dengan panjang 1 m dan cahaya sebesar 100-300 W. Cairan steril atau gas, seperti
karbondioksida, dapat digunakan untuk pengamatan histeroskopi (Wilson 1985).

Prevalensi Kista Uterus
Pada studi kasus ini terdapat 2913 ekor yang diperiksa dan terdapat 57 ekor
yang terdeteksi memiliki kista uterus. Kista uterus ini terjadi pada tahun 2006
sebanyak 6 ekor, tahun 2007 sebanyak 2 ekor, tahun 2009 sebanyak 13 ekor,
tahun 2011 sebanyak 5 ekor, tahun 2012 sebanyak 8 ekor, tahun 2013 sebanyak
19 ekor, dan tahun 2014 sebanyak 4 ekor. Prevalensi rata-rata kista uterus pertahun di Pulau Jawa dan Madura sebesar 2.7 % (Lampiran 1).
Menurut beberapa peneliti, prevalensi kista uterus pada kuda yang fertil dan
subfertil sebesar 13-22 % (Stanton et al. 2004). Penelitian lain melaporkan
prevalensi kista uterus pada kuda berumur tua dan subfertil sebesar 55 % (Bracher
et al. 1992). Sementara itu, pada studi lain dari 259 ekor dengan riwayat sehat
sebanyak 58 ekor memiliki kista uterus dan prevalensi kista uterusnya sebesar
22.4 % (Tannus dan Thun 1995). Hal ini dapat dinyatakan bahwa prevalensi kista
uterus di Pulau Jawa dan Madura sangat rendah. Prevalensi kista uterus pada kuda
akan bertambah seiring dengan paritas dan umur (Stanton et al. 2004).

Hubungan Kista Uterus dengan Umur Kuda

Jumlah Penderita (ekor)

Pada studi kasus ini kuda yang memiliki kista uterus dibagi menjadi dua
kelompok umur, yaitu 8-10 tahun sebagai kelompok umur muda dan > 10 tahun
sebagai kelompok umur tua. Terlihat bahwa terdapat 23 ekor berumur muda
(40.3 %) dan 34 ekor berumur tua (59.7 %). Kasus kista uterus pada studi kasus
ini lebih banyak terjadi pada kelompok umur tua (Tabel 2). Sebuah studi di Swiss
membagi kuda menjadi tiga kelompok umur, yaitu < 7 tahun, 7-14 tahun, dan
> 14 tahun. Pada kuda berumur < 7 tahun sebesar 5.9 %, umur 7-14 tahun sebesar
35.3 %, dan umur > 14 tahun sebesar 58.8 % (Ferreira et al. 2008).
40
35
30
25
20
15
10
5
0

34
23

8-10

>10
Umur (tahun)

Gambar 5 Grafik hubungan kista uterus dengan umur. Kista uterus lebih tinggi
terjadi pada kelompok umur di atas 10 tahun

9
Peneliti di Jerman tidak menemukan bukti kista uterus di kuda berumur < 10
tahun (Liedl et al. 1987). Robinson dan Kim (2009), menyatakan bahwa kuda
berumur di atas 11 tahun memiliki resiko terkena kista uterus 4 kali lebih besar
dibandingkan kuda muda. Hubungan antara kehadiran kista uterus dengan
perbedaan umur pada studi kasus ini tidak begitu nyata. Namun, dapat dipastikan
bahwa makin tua umur kuda, maka makin besar kemungkinan terjadinya kista
uterus. Kasus kista uterus ini menyerupai penelitian dari Ferreira et al. (2008).

Hubungan Kista Uterus dengan Kebuntingan
Pada studi kasus ini dari 57 ekor yang memiliki kista uterus, 6 ekor dapat
bunting. Kebuntingan terjadi pada tahun 2009 sebanyak 1 ekor, tahun 2012
sebanyak 2 ekor, dan tahun 2013 sebanyak 3 ekor. Persentase kebuntingan pada
studi kasus ini adalah sebesar 10.52 % (Tabel 1). Penelitian lain menjelaskan dari
9 ekor yang memiliki kista uterus sebanyak 7 ekor yang bunting (77.8 %) (Leidl
et al. 1987) dan dari 185 ekor yang memiliki kista uterus sebanyak 146 ekor yang
bunting (78.92 %) (Kollmann et al. 2008). Persentase kebuntingan pada studi
kasus ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan penelitian lain. Hal ini
dapat disebabkan karena keberadaan kista uterus menyebabkan penurunan
pregnancy rate pada kuda. Hal ini serupa dengan penelitian di Swiss, bahwa kista
uterus akan menurunkan fertilitas atau pregnancy rate sebesar 10 % pada hari ke14 dan ke-40 pasca perkawinan. Hal ini dikarenakan kista uterus mempengaruhi
migrasi transuteri dari konsepsi setelah ovulasi dan mengakibatkan penurunan dari
total luas uterus yang mengakibatkan rendahnya fertilitas (Leidl et al. 1987; Eilts
dan Scholl 1995; Allen 1997).
Tabel 1 Hubungan antara kista uterus dengan kebuntingan
Tahun

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Total

Kista Uterus (ekor)

6

2

0

13

0

5

8

19

4

57

Kebuntingan (ekor)

0

0

0

1

0

0

2

3

0

6

Persentase (%)

0

0

0

7.7

0

0

25

12.5

0

10.52

Adams et al. (1987), menyatakan kuda dengan satu atau dua kista uterus
masih dapat bunting. Jadi, direkomendasikan untuk menghilangkan kista uterus
yang berukuran besar atau dengan jumlah yang banyak pada kuda dengan kasus
berkurangnya fertilitas atau kuda yang mengalami kehilangan kebuntingan
(Bartmann 1997).

Pengobatan Kista Uterus
Pada studi kasus ini pengobatan kista uterus pada kuda dilakukan dengan
memberikan spool antibiotik intrauteri (Gambar 5). Spool merupakan cara
memasukkan obat dengan kateter dan syringe. Antibiotik yang digunakan adalah
gabungan dari gentamisin (Genta-Jet®) 10% dengan dosis 2.0 x 103 mg/2.0 x 102
ml saline atau penicillin-streptomycin (Pen-duo-Strep®) dengan dosis 2.0 x 105

10
IU/25 kg BB dan 2.5 x 105 IU/25 kg BB, dengan oksitosin dengan dosis
10 mg/ml selama 5 hari berturut-turut. Pemberian spool ini bertujuan untuk
mengobati endometritis yang umumnya menyertai kasus kista uterus. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Tannus dan Thun (1995), bahwa umumnya kista uterus
disertai gangguan endometrium. Sedangkan kista uterusnya belum pernah
dilakukan pengobatan secara kausatif, sehingga keberhasilan dari pengobatan ini
masih sangat rendah.

Gambar 6 Spool antibiotik dan oksitosin secara intrauteri dengan kateter dan
syringe (Dokumen pribadi)
Teknik pengobatan di negara lain sudah lebih berkembang dibandingkan
di Indonesia. Pengobatan kausatif di negara lain dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya:
1. Teknik manual
Teknik manual diantaranya dilakukan dengan ablasi, penusukan,
dan aspirasi (Stanton et al. 2004; Bracher et al. 1996; Wolfsdorf 2002).
Ablasi dapat dilakukan secara langsung dengan memasukkan tangan
secara perektal atau intrauteri, kemudian kista uterus dirupturkan dengan
cara ditekan. Selain dengan ablasi, dapat dilakukan dengan penusukkan
dan aspirasi menggunakan needle (Stanton et al. 2004; Bracher et al.
1996; Wolfsdorf 2002). Cara manual ini lebih mudah dilakukan saat kuda
sedang estrus (Stanton et al. 2004).
2. Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi adalah salah satu cara yang harus dipandu
menggunakan histeroskopi (Brook dan Frankel 1987). Elektrokoagulasi ini
menggunakan kawat polipektomi yang dihubungkan dengan loop untuk
kista yang berukuran besar (Gambar 6 A, B). Penggunaan alat ini akan
menyebabkan terbentuknya scar (Gambar 6 C). Elektrokoagulasi yang
berbentuk penusuk untuk kista uterus yang berukuran kecil (Gambar 6 D)
(Bartmann et al. 2008).

11

A

B

Gambar 7

C

D

Elektrokoagulasi, (A, B, C) kista uterus yang berukuran besar
menggunakan elektrokoagulasi dengan loop dan kawat polipektomi
dan menyebabkan terbentuknya scar, (D) kista uterus yang berukuran
kecil menggunakan elektrokoagulasi berbentuk penusuk (tanda panah)
(Bartmann et al. 2008)

3. Laser
Pada umumnya laser yang digunakan adalah laser Neodymium:
Yttrium Aluminium Garnet (Nd:YAG) (Gambar 7). Panjang gelombang
yang digunakan sebesar 1.06 µm (Bilkslager et al. 1993). Tipe laser ini
memiliki daya penetrasi yang tinggi dan menghasilkan hamburan radiasi.
Teknik ini menggunakan energi sebesar 50-100 W dengan continuous
mode. Keberhasilan dari pengobatan kausatif ini sangat tinggi, berkisar
antara 85-100 % (Bilkslager et al. 1993). Teknik menggunakan laser harus
dipandu dengan histeroskopi untuk memudahkan pengamatan area uterus.
Pengobatan ini juga dapat dibantu dengan pengisian ruang uterus dengan
menggunakan karbondioksida untuk memperluas area pandang uterus.

Gambar 8 Penghilangan kista uterus dengan laser yang ditempelkan pada
permukaan kista uterus, hingga membran kista uterus
berlubang (Bilkslager et al. 1993)
Kuda yang memiliki kista uterus yang berukuran besar dan jumlah yang
banyak dapat menyebabkan reproduksi yang buruk, sehingga lebih baik dilakukan
pengobatan. Pengobatan telah terbukti mengembalikan fertilitas pada beberapa
kuda. Tidak setiap kista uterus perlu ditangani secara klinis, karena banyak juga
kista uterus yang tidak menyebabkan masalah (Wolfsdorf 2002).

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Prevalensi rata-rata kista uterus di Pulau Jawa dan Madura adalah 2.7 %.
Umumnya terjadi pada kuda berumur di atas 10 tahun. Kuda yang memiliki kista
uterus masih memiliki kemungkinan untuk bunting.

Saran
Metode pengobatan tidak cukup hanya dengan spool antibiotik dan oksitosin,
sehingga perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi
yang ada seperti di negara lain. Pilihan teknologi yang lain untuk menghilangkan
kista uterus bisa dengan manual, elektrokoagulasi, dan laser.

DAFTAR PUSTAKA
Adams GP, Kastelic JP, Bergfelt DR. 1987. Effect of uterine inflamation and
ultrasonically-detected uterine phatology on fertility in the mare. J Repro
Fert. 35:445-454.
Allen WR. 1997. Kethole laser ablation of translumenal adhesions and
endometrial cysts in the uterine of thoroughbred mares. Pferdeheilkunde.
13:536.
Bartmann CP. 1997. Hysteroscopy and minimal invansive endouterine surgery in
the mare. Pferdeheilkunde. 13:474-482.
Bartmann CP, Kollmann M, Schiemann V, Stief B, Schoon HA, Klug E. 2008.
Hysteroscopic removal of uterine cysts in mares I-hysteroscopy and
surgical procedurs. Leipzig (DE): Pferdeheilkunde.
Bilkslager AT, Tate LP, Weinstock D. 1993. Effects of neodymium:yttrium
aluminum garnet laser irradiation on endometrium and on endometrial
cysts in six mares. J Vet Surg. (22):351-6.
Blakely J, Bade DH. 1994. Ilmu Peternakan (terjemahan). Ed ke-4. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Bracher V, Mathius S, Allen WR. 1992. Videoendoscopic evaluation of the
mare`s uterus. J Eq Vet. 24:279-284.
Bracher V, Mathias S, Allen WR. 1996. Influence of chronic degenerative
endometritis (endometrosis) on placental development in the mare. J Eq
Vet. 28:180-188.
Brook D, Frankel K. 1987. Electrocoagulative removal of endometrial cysts in the
mare. J Eq Vet Sci. 7:77-81.
Charlotte L. 2002. Gross anatomy. OSU College of Veterinary Medicine
[internet].
[diunduh
2015
Okt
8].
Tersedia
pada:
htpps://instruction.cvhs.okstate.edu/Histology/HistologyReference/index.h
tm.

13
Eilts BE, Scholl DT. 1995. Prevalence of endometrial cysts and their effect on
fertility. J Biol Repro Mono. 1:527-532.
Fathmanto M. 2008. Status Kesehatan dan Manajemen Pemeliharaan Kuda
Delman di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ferreira JC, Gastal EL, Ginther OT. 2008. Uterine blood flow and perfusion in
mares with uterine cysts: effect of the size of the cystic area and age.
Winconsin (USA): J Rep. 135: 541-550. doi: 10.1530/REP-07-0447.
Gilbert RD, Fabio DP, Ronald JE, Paul N, Jerome CN, Donald P, Patricia LS,
Katrin H, Brad ES. 2011. The gonads and genital tract of horse. The
Merck Manual [internet]. [diunduh 2015 Okt 8]. Tersedia pada:
htpp://www.merckvetmanual.com/pethealth/horse_disorders_and_disease/
reproductive_disorders_of_horses/the_gonads_and_genital_tract_of_horse
s.html.
Ginther OJ, Pierson RA. 1984. Ultrasonic anatomy and pathology of the equine
uterus. Theriogenology. 21:505–516.
Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England (GB): CABI.
Jacoebs TN. 1994. Budidaya Ternak Kuda. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Kahn W. 2004. Veterinary Reproductive Ultrasonography. Germany (DE): Die
Deutsche Bibliothek.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Populasi Kuda di Indonesia. Jakarta
(ID): Kementerian Pertanian.
Kenney RM, Ganjam VK. 1975. Selected pathological changes of the mare uterus
and ovary. J Repro Fertil Suppl. 23:335-339.
Kollmann M, Claus PB, Viola S, Erich K, Christin E, Heinz AS. 2008.
Hysteroscopic removal of uterine cysts in mares II-follow up and long
term fertility analysis with regard to patho-histological findings. Leipzig
(GR): Pferdeheilkunde.
Leidl W, Kaspar B, Kahn W. 1987. Endometriumzysten bel stunten. teil 2.
Klinische Untersuchungen: Tierarztl Prax. 15: 281-289.
Ley WB, Russell GH, Holyoak GR. 2002. Laser ablation of endometrial and
lymphatic cysts. Stillwater (OK): Elsivier Science.
Mina CG, Davies M. 2008. Equine Reproductive Physiology, Breeding, and Stud
Management. Oxon (GB): CABI.
Morel DMCG. 1999. Equine Artificial Insemination. Oxon (GB): CABI
Publishing.
Rahman AM. 2012. Performa Reproduksi Kuda Pacu Indonesia [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Robinson NE, Kim AS. 2009. Current Therapy in Equine Medicine. Missouri
(US): Elsivier.
Sendel T. 2010. Anatomy, Physiology, and Reproduction in The Mare. Ontario
(PR): OMAFRA
Senger PL. 1999. Pathways to Pregnancy and Parturation. Pallman (US):
Washington State University.
Siegal M. 1996. Book of Horses: A Complete Medical Reference Guide for Horses
and Foals. California (US): Harper Collins Publishers.
Stanton MB, John VS, Pugh DG. 2004. Endometrial cysts in the mare. Auburn
(AL): J Eq Vet Sci. 24:14-19.

14
Sudardjat S. 2003. Sambutan Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan pada
Acara Semiloka Perkudaan di Indonesia. Jakarta, 4 September 2003.
Tannus RJ, Thun R. 1995. Influence of endometrial cysts on conception rate of
mares. J Vet Med A. 42:275-283.
Wilson DL. 1985. Diagnostic and therapeutic hysteroscopy for endometrial Cysts
in mares. J Vet Med. 80:59-63.
Wolfsdorf KE. 2002. Endometrial cysts. Lexington (US). Proceedings of the
Bluegrass Equine Reproduction Symposium.

15
Lampiran 1

Prevalensi Kejadian Kista Uterus (/tahun)

Tahun

2006

2007

Ras

Owner/Stable

WB
G
G
G
G
G
G
WB

Manggala Stb
Pamulang Stb
Tombo Ati Stb
Sukun Stb
Tombo Ati Stb
Pamulang Stb
Tombo Ati Stb
Pamulang Stb

G
G
THB
THB
G
G
G
G
G
Arab X
G
G
G

Tn. H Ridwan
Tn. H Ridwan
Tn. Dudung
Pamulang Stud n Stb
Tn. Karna Rajusa
Bintang Madura Stb
Pabrik Rokok Djagung
KTS Stb
Tn. H Wahyudi
Tn. Ricky
Intan Stb
Bintang Madura Stb
Tn. Bambang

2008

2009

2010

2011

2012

Arab
Lokal
Cross Breed
WB
G
G
G
THB
G
G
G
Cross/G1

Tn. Ricky
Tn. Hero
Tn. Adinda
Nia Lavenia
Tn. Yukio
Nikita Stb
Tn. Pak Sis
Bintang Madura Stb
Tombo Ati Stb
Tonsea Stb
Putra Persada Stb
Ny. Iven
Aragon Stb

Kista
Uterus
(ekor)

Jumlah
Kuda
(ekor)

Prevalensi (%)

6

85

7.1

2

38

5.3

0

280

0

13

371

3.5

0

394

0

5

408

1.2

8

506

1.6

16

Tahun

2013

2014

Ras
G
G
THB
G
G
G
G
G
THB
G
G
THB
G
G
G
G
G
G
G
KPI
G
G
G

Owner/Stable

Tonsea Stb
Tn. Cheng Kwo Kwai
Eclips Stud and Stb
Tn. Dedy
Tn. Benny
Aragon Stb
Eclips Stud and Stb
Tn. Pras
Tn. Pras
Tn. Josep
Joglo Plawang Stb
Aragon Stb
Nn. Adlia
Joglo Plawang Stb
Tn. H. Ismail
Aragon Stb
Tn. H. Ery
Janendra Stb
Tn. Josep
Aragon Stb
Tn. H. Ismail
Tn. H. Harto
Tanjungsari Stb
Total
Rata-rata (/tahun)

Kista
Uterus
(ekor)

Jumlah
Kuda
(ekor)

Prevalensi (%)

19

608

3.1

4

223

1.8

57
6

2913
324

23.6
2.7

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dea Amiranitya Masithah yang dilahirkan di Cianjur pada
tanggal 26 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Ayah penulis bernama Ikhsan Hafidz dan Ibu penulis bernama Dewi Ratnawulan.
Penulis merupakan alumni dari SMPN 2 Depok dan SMAN 5 Depok. Penulis
masuk ke Institut Pertanian Bogor dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan
pada tahun 2011.
Kegiatan penulis di luar akademik yaitu sebagai sekretaris divisi eksternal
pada Himpunan Minat Profesi Satwa Liar, Fakultas Kedokteran, Institut Pertanian
Bogor tahun 2013-2014, Bendahara departemen Budaya dan Olah Raga BEM-B
pada tahun 2013-2014, reporter majalah Vetzone pada tahun 2012, bendahara
seminar nasional Himpunan Minat Profesi Satwa Liar, Fakultas Kedokteran,
Institut Pertanian Bogor tahun 2013-2014, serta acara kepanitiaan lain pada acaraacara kampus. Penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Bank Mandiri pada
tahun 2012-2013.