. Nilai Ekonomi Ekowisata Laut Di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Tnkps).

NILAI EKONOMI EKOWISATA LAUT DI PULAU HARAPAN
TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

MEYLIANA ASTRIYANTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Nilai Ekonomi Ekowisata
Laut di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2015
Meyliana Astriyantika
NIM E352140126

RINGKASAN
MEYLIANA ASTRIYANTIKA. Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau
Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Dibimbing oleh
HARNIOS ARIEF dan TUTUT SUNARMINTO.
Pulau Harapan merupakan kawasan pulau yang berada di zona pemukiman
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Melimpahnya sumberdaya
alam laut dan keindahan pemandangan alam menjadi daya tarik wisatawan ke
lokasi ini, sehingga terlihat adanya nilai manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi.
Hal tersebut dapat dilihat dengan kesediaan pengunjung untuk membayar
sejumlah uang hanya untuk melihat keindahan berbagai potensi sumberdaya di
Pulau Harapan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi sumberdaya alam
yang menjadi objek kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu (TNKpS), kesediaan pengunjung untuk membayar dalam
kegiatan ekowisata di Pulau Harapan, serta menghitung nilai ekonomi kegiatan
ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015, dengan
menggunakan kuesioner untuk mengetahui persepsi pengunjung dan kesediaan
membayar, serta perhitungan nilai ekonomi langsung di Pulau Harapan.
Sumberdaya alam di Pulau Harapan didominasi oleh sumberdaya abiotik
(23,34%). Kesediaan pengunjung untuk membayar (Rp 500.000,00-Rp
1.000.000,00) ternyata lebih tinggi dibandingkan jumlah yang selama ini mereka
bayarkan dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan (Rp 300.000,00-Rp
500.000,00). Kegiatan ekowisata di Pulau Harapan secara garis besar dipesan
pengunjung dengan sistem paket kepada agen wisata, dan berdasarkan
perhitungan nilai ekonomi langsung diperoleh bahwa nilai ekonomi dalam
penawaran wisata paket akan semakin rendah jika jumlah rombongan wisata
semakin banyak tiap kelompoknya, begitu juga sebaliknya akan semakin tinggi
jika jumlah orang dalam rombongan semakin sedikit.
Kata kunci: ekowisata laut, nilai ekonomi, Pulau Harapan

SUMMARY
MEYLIANA ASTRIYANTIKA. The Economic Value of Marine Ecotourisme in
Harapan Island, Kepulauan Seribu Marine National Park (TNKpS). Supervised by
HARNIOS ARIEF and TUTUT SUNARMINTO.
Harapan Island is the area of the island situated in the settlement of the

Kepulauan Seribu Marine National Park (TNKpS). The abundance of natural
resources of the sea and the beauty of the natural landscape into a tourist attraction
to this location, so it looks the existence value of benefits and high economic
value. It can be seen by the visitor's willingness to pay a sum of money just to see
the beauty of the various resource potential in the Harapan island. This research
was conducted to examine the potential of natural resources becomes the object of
ecotourism activities in Harapan island, TNKpS, the visitor's willingness to pay
for ecotourism activities in Harapan island, as well as calculating the economic
value of ecotourism activities in Harapan island, TNKpS.
The research was conducted in December 2014 until April 2015, using a
questionnaire to find out the perception of visitors and the willingness to pay as
well as economic calculation of the value of direct in Harapan island. Natural
resources in Harapan island is dominated by resources abiotik (23,34 %).Visitor’s
willingness to pay (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) is actually higher than the
number of which have so far they pay in ecotourism activities in Harapan island
(Rp 300.000,00-Rp 500.000,00 ). Ecotourism activities in Harapan island as a
broad outline ordered visitors with a system of packages to tourist agent, and
based on the calculation of economic value obtained that direct economic value in
bidding package tourism will be more low if the number of tourist a troupe of the
more every their group, so also in contrast to the higher if the number of people in

a procession of the less.
Keywords: economic value, marine ecotourisme, Harapan Island

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

NILAI EKONOMI EKOWISATA LAUT DI PULAU HARAPAN
TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

MEYLIANA ASTRIYANTIKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Adjat Sudrajat, MS

Judul Tesis : Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau Harapan Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu (TNKpS)
Nama
: Meyliana Astriyantika
NIM
: E352140126

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Harnios Arief, MScF
Ketua

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai
April 2015 ini ialah ekowisata, dengan judul Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di
Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF dan
Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing. Terima kasih pula
penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF dan Dr Ir Rachmad
Hermawan, MScF yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis selama
di jenjang pendidikan Magister, serta Bapak Dr Ir Adjat Sudrajat, MS selaku
penguji luar komisi pada sidang tesis. Di samping itu, penghargaan yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu, masyarakat Pulau Kelapa Dua dan masyarakat Pulau Harapan, yang telah
membantu dan bekerja sama selama pengumpulan data penelitian ini.
Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya dan secara khusus penulis
mempersembahkan karya ilmiah tesis ini kepada Ayahanda Masrun Dani, SE,
Mama Hermaini dan adik-adikku tersayang Intan Saraswati, Trima Relisa Andani,
dan Maharani Pratiwi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan

dukungan yang tidak pernah terhenti.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga Nepenthes
Rafflesiana KSHE 47, DKSHE, HIMAKOVA, FAHUTAN IPB, Kelompok
Pemerhati Ekowisata, KEMALA IPB, Agit Permana Ramadan, Andika Septiana
Suryaningsih, Rifanti Diana Lutfi, Anggita Puspitasari, Rahmi Nur Khairiah, Ade
Surahman, Widia Dwi Mentari, dan Achmad Fauzi, serta seluruh teman-teman
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semua kebersamaan dan
kekeluargaan yang erat selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Meyliana Astriyantika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah, Legalitas, dan Status Kawasan TNKpS
Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan
Ekowisata TNKpS
Pengembangan Wisata Perairan Berkelanjutan
Konsep Nilai Ekonomi Ekowisata
Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu
Kerjasama dan Kemitraan
Konsep Persepsi
3 METODE
Kerangka Pikir Penelitian
Waktu dan Tempat
Alat dan Obyek
Jenis Data
Prosedur Pengambilan Data
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum dan Potensi Pulau Harapan
Potensi Ekowisata di Pulau Harapan
Persepsi dan Kesediaan Pengunjung untuk Membayar
Pendugaan Nilai Ekonomi Ekowisata di Pulau Harapan
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
3

3
3
6
7
9
10
12
13
15
16
16
17
18
18
19
19
21
21
22
26
38
46
46
47
49
53
60

DAFTAR TABEL
1 Batas Wilayah Kerja RPW Pulau Harapan
2 Produk Domestik Bruto Sektor Pariwisata Atas Dasar Harga Konstan
2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Pada Tahun 2010-2012
3 Daftar Mitra Balai TNKpS
4 Prosedur Penelitian
5 Jumlah Penduduk di Tiap Pulau Pemukiman Kelurahan Pulau Harapan
6 Kegiatan Ekowisata Bahari yang Dapat Dikembangkan
7 Zonasi di Kawasan Ekowisata Bahari
8 Potensi Sumberdaya Pulau Harapan
9 Contoh Paket Wisata yang Ditawarkan di Lokasi Pulau Harapan
10 Nilai Ekonomi Paket Wisata di Pulau Harapan
11 Nilai Ekonomi Obyek Wisata Pulau Harapan
12 Perbandingan Harga Wisata Pulau Harapan dan Tanjung Benoa
13 Perbedaan Fasilitas Ekowisata di Pulau Harapan dan Tanjung Benoa
14 Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai

6
8
14
19
21
24
24
24
38
40
41
41
42
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Presentase Zonasi TNKpS
Kerangka Pikir Penelitian
Peta Lokasi Penelitian
Potensi Objek Daya Tarik Wisata Laut Pulau Harapan
Gerbang Taman
Saung di Taman Terpadu
Jenis Kelamin dan Pekerjaan Responden
Aspek Motivasi Pengunjung
Jenis Kegiatan Ekowisata yang Disukai
Estimasi Waktu Berkunjung
Waktu Aktivitas per hari
Penilaian Pengunjung Terhadap Ketersediaan Objek di Pulau Harapan
Penilaian Pengunjung Terkait Ketersediaan Sarana Penunjang
Papan Selamat Datang
Pelabuhan Pulau Harapan
Persepsi Pengunjung Terkait Pengelolaan Wisata
Biaya Wisata yang Dihabiskan Pengunjung di Pulau Harapan
Jumlah Biaya yang Dihabiskan Pengunjung di Pulau Harapan
Biaya yang Sanggup Dikeluarkan dengan Melihat Potensi Sumberdaya
di Pulau Harapan
20 Posisi Biaya yang Dihabiskan Pengunjung dan Kesediaan Membayar
21 Sektor Ekonomi Pendukung Sektor Ekowisata

5
16
17
24
25
25
26
27
28
29
30
31
32
33
33
33
34
35
36
37
44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis Karang di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTK TNKpS
2 Jenis Ikan Hias di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTKP TNKpS
3 Kuesioner Penelitian

49
50
56

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepulauan Seribu ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut dengan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002. Penetapan zonasi di
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) didasarkan pada Keputusan
Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.05/VI-KK/2004
yang membagi kawasan TNKpS ke dalam 4 zona, yaitu Zona Inti, Zona
Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Pemukiman.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) tersusun oleh ekosistem
pulau-pulau kecil dan perairan laut dangkal, yang terdiri dari gugus kepulauan
dengan 78 pulau kecil, 86 gosong pulau, hamparan laut dangkal, terumbu karang
tipe karang tepian (fringing reef), mangrove dan lamun. Ekosistem-ekosistem
yang terdapat di TNKpS antara lain mangrove, terumbu karang, lamun, gosong
dan lagun. TNKpS memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik dari
tumbuhan laut, terumbu karang dan potensi alam lainnya seperti jenis-jenis
burung air, ikan hias, dan biota laut lainnya. TNKpS juga sebagai habitat bagi
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi (BTNKpS 2008).
Sumberdaya alam pesisir yang melimpah menjadikan kawasan TNKpS
sangat diminati masyarakat luas sebagai tujuan wisata bahari. Pengelola
memanfaatkan hal tersebut untuk pengembangan kegiatan ekowisata pada zona
yang diperbolehkan dan batasan yang ditetapkan. Lokasi wisata tidak hanya di
zona pemanfaatan wisata, tetapi juga di zona pemukiman, sebagai contoh yaitu di
Pulau Harapan. Keindahan sumberdaya alam yang menjadi objek daya tarik
ekowisata di kawasan ini memiliki nilai manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi,
hal tersebut dapat dilihat dengan kesediaan pengunjung untuk membayar sejumlah
uang hanya untuk melihat keindahan berbagai potensi sumberdaya di lokasi Pulau
Harapan.
Pengelolaan suatu kawasan dalam pelaksanaannya sebagai kawasan yang
dikembangkan menjadi lokasi tujuan wisata banyak orang (massal), kawasan ini
harus dipertimbangkan berbagai aspek penunjang untuk mendukung kelestarian
ekologi, sosial dan ekonomi sebagai aspek penting dalam kegiatan ekowisata.
Berdasarkan hal tersebut, maka akan dikaji persepsi pengunjung terkait objek dan
sarana prasarana wisata di Pulau Harapan untuk mengetahui motivasi serta
kepuasan pngunjung, bagaimana potensi sumberdaya alam di kawasan Pulau
Harapan TNKpS yang menjadi daya tarik ekowisata, dan seberapa besar nilai
ekonomi yang terkandung dari masing-masing sumberdaya tersebut, serta
bagaimana kesesuaian nilai ekonomi yang ditawarkan terhadap kesesuaian nilai
ekonomi sumberdaya di kawasan konservasi. Kondisi ini karena permintaan
pengunjung sangat berdampak pada pendapatan nilai ekonomi yang diperoleh
masyarakat setempat maupun agen wisata Pulau Harapan, dimana nilai ekonomi
tersebut dapat dihitung dari nilai ekonomi nyata, yang kemudian dilakukan
analisis terkait faktor-faktor pendukung kegiatan ekowisata agar besaran harga
yang ditetapkan mampu mencapai ideal sesuai dengan keistimewaan objek hingga
mencapai pengelolaan SDAH yang lestari.

2
Perumusan Masalah
Kawasan Pulau Harapan memiliki manfaat baik secara langsung maupun
tidak langsung. Manfaat tersebut, diantaranya yaitu sebagai objek wisata, habitat
satwa, sumber air dan kawasan konservasi berbagai sumberdaya alam. Dalam
penelitian ini, fokus yang dikaji mengenai kegiatan ekowisata. Manfaat ekowisata
terutama dalam aspek ekonomi, belum terlalu optimal dikembangkan, terutama
yang menyangkut nilai ideeal suatu sumberdaya alam yang menjadi objek daya
tarik. Berbagai biaya yang ditawarkan oleh pengelola wisata hanya sekedar
berpatokan pada biaya transportasi, namun tidak memperhatikan besar kandungan
nilai ekonomi obyek tersebut dan besarnya nilai yang harus dikeluarkan untuk
menjaga kelestarian sumberdaya agar tetap tersedia baik di kawasan wisata. Untuk
itu pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini, diantaranya:
a. Apakah sumberdaya alam yang menjadi potensi ekowisata di Pulau Harapan
sudah optimal dimanfaatkan?
b. Bagaimana kesesuaian nilai ekonomi ekowisata di Pulau Harapan dilihat dari
kesediaan pengunjung untuk membayar atau WTP dengan pengeluaran real
pengunjung?
c. Apakah nilai ekonomi ekowisata di Pulau Harapan mampu mencukupi
kebutuhan biaya pengelolaan dan berdampak pada masyarakat?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
Mengkaji potensi sumberdaya alam yang menjadi objek kegiatan ekowisata di
Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).
Mengkaji kesediaan pengunjung untuk membayar dalam kegiatan ekowisata
di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).
Menghitung pendugaan nilai ekonomi kegiatan ekowisata di Pulau Harapan
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).
Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai
aktivitas dan objek wisata yang ditawarkan dan nilai ekonomi masing-masing
aktivitas tersebut dalam kegiatan ekowisata laut di Pulau Harapan, Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS), sehingga potensi sumberdaya alam
yang ada dapat ditawarkan dengan nilai yang sesuai dengan tetap menjaga
kelestariannya. Selain itu juga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan suatu
pedoman untuk menentukan nilai ekonomi yang ideal sesuai dengan potensi
sumberdaya alam yang terdapat di kawasan Pulau Harapan dengan
mempertimbangkan aspek lesejahteraan masyarakat (agen wisata) dan
pemanfaatan lestari bagi sumberdaya alam yang menjadi objek wisata.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ditinjau dari aspek kewilayahan, ruang lingkup penelitian berada di
kawasan Pulau Harapan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu. Dengan pengambilan lokasi penelitian hanya
pada 1 pulau, maka potensi ekowisata, nilai ekonomi dan faktor pengambilan
keputusan untuk pengelolaan oleh masyarakat akan berbeda dengan kawasan
pulau-pulau lainnya. Hal ini karena adanya perbedaan kondisi sosial masyarakat,
keunikan sumberdaya alam, sistem pengelolaan taman nasional dan status zonasi
kawasan taman nasional.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah, legalitas, dan status kawasan TNKpS
Kawasan pelestarian alam (KPA) TNKpS terbentuk sejak tahun 2002,
namun memiliki sejarah yang panjang hingga mencapai bentuk Taman Nasional
seperti saat ini. Berdasarkan statistik BTNKpS (2012) tercatat bahwa kawasan
konservasi ini mengalami dua kali perubahan fungsi kawasan konservasi dengan
13 point penting yang memicu terjadinya perubahan fungsi kawasan. Sebelum
ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, TNKpS merupakan kawasan dengan
intensitas pengambilan material laut yang tinggi seperti batu karang, pasir laut,
serta eksploitasi keanekaragaman hayati laut secara tidak ramah lingkungan oleh
masyarakat setempat maupun diluar masyarakat sekitar. Sehingga dibuat aturanaturan yang mengatur kegiatan tersebut seperti Perda Kotapraja Jakarta Raya No.
7 tahun 1962, Keputusan Gubernur No. Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969,
Keputusan Gubernur/Kepala DKI Jakarta Nomor: Ea.6/1/36/1970 tanggal 31
Desember 1970. Peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk
melindungi kawasan Kepulauan Seribu dari kerusakan, hingga pada pada tahun
1982 ditetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan suaka alam (KSA) dengan
status Cagar Alam Laut Pulau Seribu berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982.
Kegiatan selanjutnya yakni dilakukan penataan kawasan yang di mulai sejak
tahun 1986 melalui kegiatan pembagian zonasi kawasan (Zona Inti, Zona
Pelindung, Zona Pemanfaatan Intensif, serta Zona Penyangga) (Data statistik
BTNKpS 2012). Kegiatan penataan wilayah selanjutnya adalah kegiatan
pemasangan pelampung suar, titik referensi dan papan nama Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu pada tahun 1999. Pada tahun 2000 dilakukan kegiatan
penunjukan kawasan TNKpS dengan luas daratan 39,50 ha dan perairan: 108.000
ha.
Fungsi Cagar Alam yang dikhususkan untuk perlindungan total kawasan
kurang sejalan dengan kondisi kawasan kepulauan seribu yang telah dihuni
banyak masyarakat pada pulau-pulau pemukiman. Sehingga pada tahun 2002
ditetapkanlah kawasan Cagar Alam Laut Pulau Seribu menjadi Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu dengan luas 107.489 ha untuk menyeimbangkan

4
kepentingan konservasi dan ekonomi masyarakat berdasarkan Keputusan
Kementerian Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
dan Ekosistemnya, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi. Sedangkan kawasan pelestarian alam sendiri didefinisikan
sebagai kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun laut yang
mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Penetapan pembagian zonasi disahkan pada tahun 2004 yang meliputi Zona
Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona Pemukiman (Surat
Keputusan Direktur Jenderal PHKA Departemen Kehutanan Nomor : SK.05/IVKK/2004 tanggal 27 Januari 2004) selanjutnya pada tahun 2006 dibentuklah 20
taman nasional model yang salah satunya adalah TNKpS (Keputusan Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006).
Legalitas kawasan dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang memuat undangundang serta peraturan lain yang mengatur penunjukan, penetapan, alih fungsi
kawasan pada Kepulauan Seribu. Berdasarkan penelusuran dokumen di Balai
TNKpS, terdapat 14 dokumen penting yang berkaitan dengan legalitas kawasan
dan perubahan-perubahannya.
Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 disebutkan bahwa, kawasan
taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari:
1. Zona Inti
Zona inti merupakan zona dengan persyaratan yang ketat, yaitu bagian yang
mutlak harus dilindungi dan dilestarikan. Perubahan sekecil apapun akibat
campur tangan manusia harus dicegah. Dengan demikian zona ini tertutup
untuk umum.
2. Zona Pemanfaatan
Zona pemanfaatan merupakan zona yang mempunyai bentuk kegiatan paling
luas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan adalah
kegiatan pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, pemulihan jenis tumbuhan dan satwa asli, dan
kegiatan penunjang budi daya. Selain itu pembangunan sarana pariwisata alam
boleh dilakukan di dalam zona pemanfaatan.
3. Zona lainnya sesuai dengan keperluan
Zona di luar kedua zona tersebut yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan
sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona
rehabilitasi, dan zona lainnya.
Kawasan Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman hayati dan nonhayati yang tinggi, sehingga sudah diberlakukan peraturan-peraturan dalam
mengatur pemanfaatannya. Akan tetapi akibat tingkat pemanfaatan yang tinggi
maka dilakukan tindakan perlindungan kawasan agar tidak rusak dengan cara
penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan cagar alam. Kawasan Cagar Alam
Laut Pulau Seribu merupakan lokasi pemukiman yang dihuni oleh masyarakat
yang besar maka dilakukan pertimbangan untuk menyeimbangkan keperluan

5
konservasi dan ekonomi masyarakat yang realisasinya merupakan pengalihan
fungsi kawasan menjadi kawasan taman nasional dengan empat zona (inti,
perlindungan, pemanfaatan wisata, dan pemukiman).
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu memiliki luas 107.489 ha yang dibagi
kedalam empat zonasi (Gambar 1) berdasarkan fungsi dan peruntukannya. Zonasi
yang terdapat di TNKpS meliputi zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan
wisata, dan zona pemukiman (zona khusus). Dasar-dasar penetapan zonasi
kawasan berdasarkan pada urgensi tipologi kawasan tersebut sesuai dengan
karakteristik dan potensi yang terkandung pada area tersebut. Adapun presentase
zonasi TNKpS ditunjukan pada Gambar 1.

Zona
Pemukiman
16%

Zona Inti
4%

Zona
Perlindungan
24%

Zona Pemanfaatan
Wisata
56%

Gambar 1 Persentase Zonasi TNKpS
Pada kawasan zona inti yang memiliki fungsi perlindungan total kawasan
dan tidak memperbolehkan perubahan lanskap dan aktivitas manusia, memiliki
keanekaragaman yang harus dilindungi salah satunya adalah habitat Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata) seperti pada Pulau Peteloran Barat dan Timur,
terdapatnya ekosistem mangrove alami, serta ekosistem terumbu karang alami.
Zona inti menjadi area yang mendukung sistem esensial kehidupan serta
pengendalian masalah seperti intrusi air laut, abrasi bibir pantai. Zona penyangga
difungsikan sebagai daerah pendukung dan pelindung zona inti.
Zona perlindungan mencakup kegiatan yang berkaitan dengan fungsi
perlindungan kawasan dan ekosistemnya serta keanekaragaman yang terkandung
di dalamnya. Zona pemanfaatan wisata ditujukan untuk jenis pemanfaatan wisata
bahari, wisata pendidikan dan wisata lain yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan. Zona pemanfaatan ditetapkan sebagai area pemanfaatan wisata karena
memiliki keindahan alami yang dapat dijadikan obyek dan daya tarik wisata
sehingga mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, namun tetap
dalam pengawasan dan pengawalan dari pihak Taman Nasional. Sedangkan zona
pemukiman yang merupakan zona khusus dalam perundang-undangan, ditetapkan
karena merupakan pusat pemerintahan, pemukiman dan aktivitas manusia yang
ada sebelum adanya Taman Nasional. Hal tersebut dilakukan untuk

6
menyeimbangkan antara kepentingan konservasi dan kebutuhan akan tempat
tinggal serta ruang untuk beraktivitas bagi masyarakat.

Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan
Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan terletak di Seksi
Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Pulau Harapan, Kelurahan Pulau
Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. RPW Pulau Harapan mempunyai
wilayah kerja dengan luas 9.210 Ha yang meliputi perairan Pulau Harapan, Pulau
Opak Besar, Gosong Opak Besar, Pulau Pamegaran, Gosong Pamegaran, Pulau
Bulat, Pulau Kuburan Cina/ Rosa, Pulau Bira Besar, Pulau Bira Kecil, Gosong
Bira Besar, Pulau Kayu Angin Bira, Pulau Belanda, dan Gosong Belanda.
Batas wilayah kerja Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan
yaitu sebelah Utara berbatasan dengan RPW Pulau Perak, sebelah Selatan
berbatasan dengan RPW Pulau Kotok dan RPW Pulau Pramuka pada SPTN
Wilayah III Pulau Pramuka, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Alur
Lalu Lintas Kapal Indonesia, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan RPW
Pulau Kelapa pada SPTN Wilayah I Pulau Kelapa. Batas wilayah tersebut
ditunjukkan dengan titik-titik batas dengan koordinat sebagaimana yang
tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Batas wilayah kerja RPW Pulau Harapan
Batas
Titik Batas
Koordinat
Bujur Timur
Lintang Selatan
1
2
3
4
5
0
1. Sebelah utara
Titik 17
106 33’ 47,003”
5° 35' 59,846"
Titik 18
1060 40’ 0,008”
5° 35' 58,871"
0
2. Sebelah selatan
Titik 10
106 34’ 27,689”
5° 40' 37,875"
Titik 11
1060 36’ 10,000”
5° 40' 37,720"
Titik 12
1060 40’ 0,012”
50 40’ 37,000”
0
3. Sebelah barat
Titik 10
106 34’ 27,689”
5° 40' 37,875"
0
Titik 13
106 33’ 46,868”
5° 37' 45,148"
Titik 14
1060 33’ 27,690”
5° 37' 44,875"
0
Titik 16
106 33’ 47,000”
5° 36' 34,000"
Titik 17
1060 33’ 47,003”
5° 35' 59,846"
4. Sebelah timur
Titik 12
1060 40’ 0,012”
5° 40' 37,000"
0
Titik 18
106 40’ 0,008”
5° 35' 58,871"
Sumber: Peta Pembagian Wilayah Kerja Resort Tahun 2013
No

Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan berkedudukan di Pulau
Harapan, Kelurahan Pulau Harapan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas seharihari, RPW Pulau Harapan mempunyai sebuah ruang kerja yang difungsikan
sebagai Kantor Resort yang berada di Pulau Harapan dan Pos Jaga di Pulau Bira
Besar. Secara hirarki organisasi, RPW Pulau Harapan merupakan Pelaksana
Teknis yang berada di bawah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN)
Wilayah II Pulau Harapan.

7
RPW Pulau Harapan dipimpin oleh Kepala Resort yang merupakan Jabatan
Non Struktural yang ditunjuk/ditetapkan oleh Kepala Balai. Dalam rangka
melaksanakan tugas dan fungsinya, maka ditetapkan Susunan Organisasi Resort
sesuai dengan Keputusan Kepala Balai Nomor SK.29/BTNKpS-1/2013 tanggal 22
November 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Resort
pada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, yang terdiri dari :
1. Kepala Resort
2. Koordinator Urusan Perlindungan
3. Koordinator Urusan Pengawetan
4. Koordinator Urusan Pemanfaatan
5. Koordinator Urusan Pengelolaan Daerah Penyangga
6. Kelompok Jabatan Fungsional (Polhut/ PEH/ Penyuluh)
Ekowisata TNKpS
Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat
yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk
setempat (TIES 1990). Ekowisata yang dimaksud dalam kriteria ini adalah
ecological tourism yaitu suatu model pengembangan pariwisata yang bertanggung
jawab ke daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara kaidah
alam untuk menikmati dan menghargai alam dan segala bentuk budaya yang
menyertainya, yang mendukung konservasi, melibatkan unsur pendidikan dan
pemahaman, memiliki dampak yang rendah dan keterlibatan aktif sosio ekonomi
masyarakat
setempat
(Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Kerusakan
Keanekaragaman Hayati 2001).
Sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap perekonomian
Indonesia, dapat dilihat dari kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional. Data
BPS menunjukkan, bahwa PDB pariwisata terus meningkat sejak tahun 2010
sampai 2013. Pada tahun 2010 kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional
sebesar Rp 78.833,6 Milyar atau 3,40% dari total PDB yaitu Rp 2.314.458,8
Miliar. Pada tahun 2011 PDB pariwisata yaitu meningkat menjadi Rp 83.462
milliar atau 3,38% dari total PDB yaitu Rp 2.464.566,1 Milliar. Pada tahun 2012
PDB pariwisata meningkat menjadi Rp 88.265 milliar dan kontribusinya
mengalami penurunan tipis menjadi 3,37% terhadap PDB nasional. Sementara
pada tahun 2013, PDB sektor pariwisata meningkat menjadi Rp 93.937,9 milliar
dan kontribusi mengalami peningkatan tipis menjadi 3,39% terhadap PDB
nasional.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional relatif stabil, tetapi laju
pertumbuhan sektor PDB sektor pariwisata mengalami tren yang meningkat. Pada
tahun 2010 laju pertumbuhan PDB sektor pariwisata sebesar 4,5% dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan PDB sektor pariwisata
mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu menjadi 5,8% dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan PDB sektor pariwisata
mengalami penurunan yang tipis yaitu menjadi 5,75%, namun pada tahun 2013
mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu menjadi 6,42% daripada
tahun sebelumnya. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki posisi strategis
dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Dengan sumbangan devisa negara
mencapai 10 miliar dolar AS tahun 2013 membuat sector pariwisata berada di

8
posisi ke-4 setelah migas,batubara dan kelapa sawit. Hal tersebut seperti terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Produk domestik bruto sektor pariwisata atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha (Miliar Rupiah) pada tahun 2010-2013.
No.
1.
2.
3.
4.

Sektor Wisata
Hotel
Restoran
Jasa Hiburan
Kontribusi Sektor
Pariwisata Terhadap
PDB Nasional (%)

2010
78.833,6
16.230,9
52.931,1
9.671,6

2011
83.462,5
17.868,6
52.931,1
9.671,6

2012
83.462,5
19.540,0
52.931,1
9.671,6

2013
83.462,5
21.232,4
52.931,1
9.671,6

3,40

3,38

3,37

3,39

4,5

5,8

5,75

6,42

Laju Pertumbuhan
PDB Sektor
Pariwisata (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik
Kekayaan alam dan uniknya budaya lokal yang kita miliki dapat memberikan
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara untuk
mengunjungi objek-objek wisata yang ada di Indonesia. Sektor pariwisata dapat
menyerap 7,43 juta orang atau 6,87% dari kesempatan kerja di Indonesia dan
menyumbang devisa negara untuk pembangunan nasional rata-rata per tahun sebesar
US$ 6.655.750,36 (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012).
Pengembangan pariwisata di Indonesia dewasa ini telah banyak dilakukan di wilayahwilayah berpotensi wisata. Hal ini disebabkan semakin tingginya tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap wisata di tengah kesibukan mereka. Tingginya kebutuhan
masyarakat dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara rata-rata
mengalami peningkatan sebesar 1,55% atau 229.658 kunjungan per tahun
(Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012). Salah satu kegiatan wisata
yang dilakukan adalah kegiatan wisata alam.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah lama menjadi tujuan wisata,
lokasi yang dijadikan wisata sudah ditetapkan melalui zona pemanfaatan wisata,
yang terdiri dari Pulau Kelor Barat, Gosong Laga, Gosong Sepa, Pulau Sepa Barat
dan Timur, Pulau Jukung, Pulau Melinjo, Pulau Cina, Pulau Semut Besar dan
Kecil, Pulau Melintang, Pulau Perak, Pulau Petondan Barat dan Timur, Pulau
Panjang Bawah, Pulau Putri, Pulau Tongkeng, Pulau Macan Kecil, Pulau Putri
Besar dan Kecil, Pulau Matahari, Pulau Kayu Angin Bira, Pulau Bira Besar dan
Kecil, Pulau Genteng Besar dan Kecil, Pulau Kuburan Cina dan Pulau Bulat
beserta perairannya.
Jumlah wisatawan yang datang ke TNKpS mencapai ribuan, namun jumlah
wisata juga tergantung dengan kondisi cuaca. Jumlah wisata yang datang ke
Kepulauan Seribu cenderung ke mass tourism, sedangkan untuk kawasan
konservasi (TNKpS) kegiatan wisatanya berbasis ecotourism. TNKpS hanya
menyediakan akomodasi, seluruh pengelolaan kegiatan wisata diserahkan ke
masyarakat sebagai wujud pemberdayaan masyarakat, karena ekowisata pada
intinya perjalanan yang mengutamakan konservasi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

9
Wisatawan yang datang selalu menginginkan atraksi atau obyek wisata yang
baru. Hal ini yang menyebabkan wisatawan ingin berwisata ke zona inti. Selama
ini belum ada jalur intrepretasi di TNKpS, karena wilayah TNKpS kebanyakan
hanya perairan tidak termasuk daratannya, daratan yang menjadi wilayah TNKpS
hanya pada zona inti. Wisatawan yang datang mayoritas hanya ingin bersenangsenang saja dan menikmati keindahan alam Kepulauan Seribu. Akan tetapi jika
wisata yang bersifat edukasi, pada umumnya wisatawan meminta untuk
berkunjung ke lokasi pelestarian Penyu Sisik yang berada di Pulau Pramuka dan
Pulau Kelapa Dua, rehabilitasi Elang di Pulau Kotok Besar dan lokasi penanaman
mangrove, lamun dan kegiatan lainnya yang dapat menambah pengetahuan bagi
wisatawan.
Wisatawan kelas menengah keatas cenderung ke resort-resort wisata, seperti
resort wisata Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Macan, Pulau Sepa dan pulau-pulau
lainnya. Segi pemasaran yang telah dilakukan oleh TNKpS melalui website,
booklet, leaflet, dan pameran wisata. Booklet dan leaflet hanya di berikan pada
wisatawan yang minta dan bersifat random.
Pengembangan Wisata Perairan Berkelanjutan
Menurut Hall (2001), wisata perairan dibagi menjadi dua bagian yaitu
wisata pesisir dan wisata bahari. Wisata pesisir meliputi kegiatan leisure dan
aktivitas yang dilakukan di perairan lepas pantai, seperti berperahu, memancing,
snorkling, dan menyelam. Sedangkan wisata bahari lebih mengarah pada perairan
laut, seperti memancing di laut dan berlayar menggunakan kapal pesiar.
Kegiatan wisata perairan seperti ini menjadi daya tarik yang telah lama
diminati oleh masyarakat, dan sejak dahulu sudah dikenal sebagai potensi wisata
yang menarik. Dengan kondisi yang seperti itu, maka wisata perairan terusmenerus dikembangkan di berbagai lokasi karena diharapkan mampu mendorong
potensi ekonomi maupun upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata
dilakukan dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan
kekayaan hayati secara terpadu. Pada tahap berikutnya, dikembangkan model
pengelolaan kawasan wisata berorientas pelestarian lingkungan (Kurnianto 2008).
Menurut Yulianda (2007), jenis kegiatan yang dapat dikembangkan untuk
kategori perairan pesisir maupun bahari adalah rekreasi pantai, berenang,
berjemur, olahraga pantai, berperahu, memancing, wisata mangrove, wisata selam,
dan wisata snorkling. Pengembangan industri wisata berkelanjutan berarti
mengintegrasikan pertimbangan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan ke
dalam pengambilan keputusan pengelolaan di seluruh komponen industri
pariwisata (Kurnianto 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan programprogram sebagai berikut:
1. Pengembangan sistem manajemen wisata berkelanjutan.
2. Pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam.
3. Pengelolaan limbah.
4. Perencanaan dan pengelolaan tata guna lahan.
5. Pengelolaan sumberdaya alam dan warisan budaya.
6. Pengembangan sistem dan mekanisme keamanan dan keselamatan.

10
Konsep Nilai Ekonomi Ekowisata
Nilai dari suatu barang dan jasa sangat membantu seorang individu
masyarakat atau organisasi dalam mengambil suatu keputusan. Penilaian ekonomi
sumberdaya alam merupakan peralatan teknis yang dapat dipercaya dan logis
untuk digunakan sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dalam
pengelolaan sumberdaya alam. Nilai atau perhitungan moneter dapat
menunjukkan keperdulian yang kuat terhadap aset sumberdaya alam dan
lingkungan, dapat menjadi pendukung untuk pemihakan/advokasi terhadap
kualitas lingkungan, sebagai dasar pembanding secara kuantitatif dalam bentuk
moneter terhadap beberapa alternatif pilihan dalam pemutusan suatu kebijakan
atau pemanfaatan dana (Yunus 2005).
Penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat
penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam
yang semakin langka, sebagai rekomendasi tertentu pada kegiatan perencanaan
dan pengelolaan (Yunus 2005). Ada tiga langkah yang dikemukakan oleh
Ruitenbeek (1991) dalam menilai suatu ekosistem secara alami, yaitu:
1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem.
2. Kuantifikasi segenap manfaat ke dalam nilai uang.
3. Pilihan dan evaluasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam yang
terkandung dalam ekosistem tersebut.
Menurut Davis dan Johnson (1987) pendugaan permintaan terhadap manfaat
intangible seperti rekreasi dapat dilakukan dengan pendekatan metode biaya
perjalanan (Travel Cost Methods). Metode tersebut berdasarkan pada kesediaan
membayar dari pengunjung (willingness to pay), dalam penilaian manfaat rekreasi
dari sumber daya hutan, pendekatan kesediaan membayar dilakukan dengan
pendugaan kurva permintaan yang menggambarkan kesediaan dari pengunjung
untuk membayar biaya yang perlu dikeluarkan untuk dapat menikmati suatu
kegiatan rekreasi. Secara umum, jumlah biaya perjalanan ini adalah termasuk
biaya pulang dan pergi ditambah dengan nilai uang dan waktu yang dihabiskan
untuk perjalanan dan rekreasi tersebut. Kemudian fungsi permintaan terhadap
daerah rekreasi tersebut diestimasi dengan menggunakan biaya perjalanan itu
sebagai representase dari nilai atau harga lokasi kunjungan itu, kalau lokasi
perjalanan adalah barang lingkungan maka besarnya biaya perjalanan dipandang
sebagai nilai yang diperoleh dari penyediaan barang lingkungan tersebut (Yoeti,
2002).
Selanjutnya Hufscmind et al. (1996), menyatakan bahwa dalam permintaan
rekreasi alam, semakin jauh tempat tinggal pengunjung dari suatu tepat rekreasi
tertentu, maka permintaan rekreasi terhadap tempat semakin rendah. Sebaliknya
untuk para pengunjung yang tempat tinggalnya dekat dengan tempat rekreasi
tersebut, maka permintaan semakin tinggi. Dalam kaitannya dengan surplus
konsumen, para konsumen yang datang dari tempat jauh dengan biaya perjalanan
yang mahal, dianggap memiliki surplus ekonomi yang rendah, dan sebaliknya
mereka yang bertempat tinggal lebih dekat dengan tempat rekreasi dengan biaya
perjalanan yang rendah memiliki surplus konsumen yang lebih besar. Surplus
konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayar oleh pembeli untuk
suatu produk dan kesediaan untuk membayar. Surplus konsumen mencerminkan

11
manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua barang pada tingkat harga
yang rendah yang sama (Hakim, 2004).
Gray et al. (1997) menyatakan bahwa analisis ekonomi merupakan
perhitungan sosial bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya
proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini,
yang dihitung adalah seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil
proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati
benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut.
Dalam penelitian ini konsep ekonomi menurut pandangan ecological
economics lebih diperkuat karena pada konsep tersebut tujuan valuasi tidak
semata terkait dengan maksimalisasi kesejahteraan individu, melainkan juga
terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza
dan Folke 1997). Selain itu juga, Bishop (1979) menyatakan bahwa valuasi
berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan
ekologi dan keadilan distribusi tersebut.
Biaya yang terkandung dalam setiap sumberdaya bukan hanya biaya
langsung yang diperlukan untuk mengkonversi ekosistem, sehingga nilai-nilai
ekosistem yang hilang akibat konversi tersebut harus pula dipertimbangkan.
Masalahnya, nilai ekonomi tersebut tidak seluruhnya dapat didekati dengan
menggunakan pendekatan pasar (market approach), sehingga seringkali diabaikan
dalam pengambilan keputusan yang melibatkan sektor swasta (private) maupun
sektor publik. Dengan demikian, estimasinya seringkali masuk ke dalam kategori
underestimate yang pada akhirnya berdampak pada “kesalahan” tingkat
eksploitasi terhadap ekosistem tersebut.
Pendekatan nilai ekonomi paling sedikit memiliki tiga pokok kajian (HoSung OH 1993), yaitu:
1. Membahas penggunaan dan degradasi sumberdaya, terutama untuk
memahami secara ekonomi dalam penetapan harga yang dipandang terlalu
rendah, property right yang belum sempurna, struktur intensif yang
berkontribusi pada kerugian pada lingkungan.
2. Mengukur jasa lingkungan, meliputi pengukuran maksimalisasi aset
lingkungan. Untuk memaksimalkan nilai aset lingkungan, maka harus
diketahui nilai jasa lingkungan, termasuk penggunaan dalam penerimaan
limbah.
3. Menghambat degradasi lingkungan untuk mencapai tahap pembangunan
berkelanjutan.
Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu ekonomi lingkungan menerangkan
bahwa kerusakan lingkungan merupakan masalah eksternalitas yang akan
mengarah pada kegagalan pasar jika hal tersebut tidak menjadi perhatian khusus
pada sistem pengelolaan ekowisata yang memafaatkan sumberdaya alam. Dalam
suatu pengambilan keputusan sistem pengelolaan ekowisata, jika aset lingkungan
dikesampingkan, maka akan menyebabkan terjadinya penggunaan sumberdaya
lingkungan yang tidak efisien sehingga menimbulkan kerusakan. Untuk mengatasi
tidak adanya nilai tersebut, maka perlu adanya valuasi melalui pemberian nilai
moneter (monetizing), sehingga memiliki basis dalam membandingkan antara
perlindungan dan pemanfaatan lingkungan.

12
Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu
Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu (AJWKS) merupakan himpunan
lembaga-lembaga wisata di Kepulauan Seribu yang berdiri pada tahun 2012. Latar
belakang pembentukan asosiasi ini merupakan inisiasi salah satu dari masyarakat
Pulau Pramuka, dibawahi oleh Pemda dan dibina oleh TNKpS.
Tujuan dibentukanya AJWKS yaitu untuk memudahkan komunikasi antar
lembaga wisata, yang mencakup travel, guide, dan dive centre. Hingga tahun 2014
perkembangan AJWKS masih dalam tahap sosialisasi lembaga-lembaga wisata
secara keseluruhan karena belum seluruhnya lembaga wisata mengetahui tentang
adanya AJWKS dan keharusan menjadi anggota. Harapan AJWKS terkait
perkembangan wisata yaitu semua masyarakat kepulauan seribu menjadi
pengelola wisata, sementara pekerjanya adalah orang dari luar pulau.
Sistem pemasaran yang dilakukan AJWKS dalam mengembangkan wisata
melalui kaskus dan milist, alasan tidak menggunakan media cetak karena
keterbatasan dana. Sumber pendanaan AJWKS murni dari anggota AJWKS.
Sampai saat ini AJWKS masih fokus dalam perekrutan lembaga-lembaga wisata
sebagai anggota dan upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan
latihan yang diberikan oleh TNKpS dan Sudin pariwisata, selain itu juga
dilakukan sharing antar anggota.
AJWKS menganggap dampak wisata sangat besar dari segi ekonomi dan
tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan maupun ekologi dan budaya.
Sehingga dalam peningkatan taraf hidup masyarakat diperlukan pengembangan
wisata dengan memaksimalkan potensi Kepulauan Seribu. Pada pengembangan
wisata di Kepulauan Seribu belum memiliki prinsip-prinsip konservasi maupun
edukasi yang diterapkan. Prinsip AJWKS dalam pengembangan wisata hanya
prinsip partisipasi masyarakat dan ekonomi.
Guide Tour and Travel (Gurita) merupakan himpunan guide dan travel
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang yang berdiri pada tahun 2012. Gurita
beranggotakan 80 orang dari berbagai usia. Latar belakang terbentuknya Gurita
yaitu ingin adanya perbedaan harga paket travel dan guide, sehingga tujuan
dibentuknya Gurita yaitu standarisasi atau menyamakan harga paket travel dan
guide agar tidak ada kesenjangan serta tidak menjatuhkan harga travel dan guide.
Selain itu juga dengan adanya Gurita memudahkan untuk menyamakan persepsi
terkait ekowisata yang berbasis lingkungan.
Gurita mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku untuk
anggotanya dalam mengembangkan ekowisata, secara garis besar SOP Gurita
mengenai menjaga biota dan obyek wisata, keselamatan pengunjung, efektifitas
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan konservasi serta edukasi. Hal ini
dimaksudkan agar guide merangkap sebagai interpreter.
Kegiatan evaluasi rutin yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali,
sedangkan kegiatan untuk meningkatkan kualitas SDM dilakukan setiap enam
bulan sekali dengan cara mengikuti pelatihan, pendidikan dan sertifikasi yang
diadakan oleh TNKpS.

13
Kerjasama dan Kemitraan
Kerjasama dan kemitraan merupakan hal yang lazim dan dilakukan oleh
nyaris seluruh lembaga yang melakukan berbagai kegiatan, agar tujuan yang ingin
dicapai dapat terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Pemilihan mitra yang
akan diajak untuk bekerjasama merupakan mitra yang memiliki tujuan sama
walau dengan potensi yang dimiliki berbeda. Dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan dan rencana kerja yang telah dibuat, pihak Taman Nasional Kepulauan
Seribu (TNKpS) bermitra dengan beberapa pihak sebagai upaya untuk menjalin
kerjasama agar program yang telah disusun dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan dengan maksimal.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak dalam kegiatan konservasi. Adapun pihak yang menjadi mitra
dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah
2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
3. Pihak Swasta
4. Masyarakat.
Kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut mencakup bidang pemberdayaan
masyarakat, pelestarian Penyu Sisik, rehabilitasi Elang Bondol, konservasi
terumbu karang dan kegiatan wisata. Selain menjalin kerjasama dengan berbagai
lembaga yang memiliki status kelegalan sebagai institusi dan secara dominan
memiliki kantor di luar kawasan TNKpS, pihak pengelola Taman Nasional
Kepulauan Seribu juga menjalin kerjasama sejak awal dengan masyarakat
setempat, karena dalam membangun suatu kegiatan atau sistem pengelolaan
ekowisata, peran dan partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting yang
membedakannya dengan bentuk pariwisata lainnya. Masyarakat harus dilibatkan
dan diperhatikan persepsinya dalam pengelolaan lingkungan sebab masyarakat
memiliki peran ganda, yakni sebagai subyek dan obyek. Sebagai obyek mereka
harus dapat menikmati hasil pengelolaan secara adil dan merata, sebagai subyek
mereka perlu terus meningkatkan dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat menjadi
pengelola yang baik (Untung, 1995 dalam Harihanto, 2001).
Kerjasama tersebut mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak,
sebagai berikut :
1. Kerjasama dengan berbagai pihak membantu dalam pengelolaan konservasi.
2. Kerjasama pelestarian Penyu Sisik, meningkatkan jaminan keberhasilan
penangkaran, dan meningkatkan kapasitas pengetahuan mengenai pelestarian
Penyu Sisik.
3. Pemberdayaan masyarakat meningkat dengan banyak pihak yang terlibat.
4. Kapasitas dan kualitas masyarakat mengenai lingkungan dan konservasi
meningkat.
5. Pelestarian terumbu karang meningkat.
6. Memudahkan dalam pengelolaan kawasan.
7. Bagi lembaga lain, kerjasama ini mampu meningkatkan minat pengunjung
dengan adanya daya tarik pelestarian penyu tersebut.
8. Menjadi sumber informasi bagi pengelola TNKpS.

14
Hingga bulan Februari 2014 tercatat lima mitra yang masih aktif menjalin
kerjasama dengan TNKpS. Daftar mitra yang masih aktif bekerjasama dengan
TNKpS disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Daftar Mitra Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
No
Nama mitra
Fokus kerjasama
Lokasi
1 PT. Pulau Sepa
Upaya
pelestarian
Penyu
Sisik, Pulau
Permai
pengembangan, pemanfaatan atraksi wisata. Sepa
2 Jakarta Animal
Rehabilitasi Elang Bondol,
TNKpS
Aid Networking Pembinaan SPKP dalam pemanfaatan/
pengolahan sampah.
(JAAN)
3 CNOOC SES
Upaya konservasi dan pengembangan TNKpS
Ltd.
ekonomi daerah, diantaranya program
pemberdayaan ekonomi, pengembangan
SDM serta konservasi ataupun kegiatan lain.
4 Yayasan
Pengelolaan ekosistem terumbu karang TNKpS
Terumbu
Kepulauan Seribu yang lebih baik.
Karang
Indonesia
(Terangi)
5 PT United
Upaya pelestarian Penyu Sisik beserta Pulau
Adventures
habitatnya,
Pengembangan
aktivitas Macan
pelestarian Penyu Sisik (sumber daya alam Kecil
hayati) sebagai ODTW Pengembangan
atraksi wisata alam pada habitat Penyu Sisik
di Pulau Macan Kecil.
Sumber: Laporan monitoring dan evaluasi kerjasama dan mita semester I 2013
Kerjasama dan kemitraan merupakan kegiatan pengelolaan bersama pada
berbagai aspek, peran pengelola Taman Nasional dalam kerjasama tersebut
menjadi penting karena berkaitan dengan area kerja yang dikelola, sehingga
penting mengidentifikasi peran Taman Nasional dalam kerjasama tersebut. Salah
satu caranya yakni Taman Nasional menjadi pihak yang mengawasi dan
membimbing jalannya program pada masing-masing mitra, kemudian Taman
Nasional ikut berperan aktif dalam pelaksanaan program yang dilakukan mitra
yang bekerjasama. Kegiatan monitoring program dan kerjasama dilakukan setiap
3 bulan sekali, dan setiap 6 bulan sekali dilakukan monitoring serta evaluasi untuk
mengetahui perkembangan program-program yang telah dilaksanakan dan
mengakomodir keperluan administrasi.
JAAN (Jakarta Animal Aid Network), Yayasan Terangi, PT. Pulau Sepa
Permai, PT. United Adventures, dan CNOOC Ses. Ltd merupakan lembagalembaga yang menjalin kerjasama dalam sebuah MoU dalam berbagai upaya
pengelolaan konservasi. JAAN merupakan LSM yang bekerjasama dengan
TNKpS dalam rehabilitasi dan pelepasliaran Elang Bondol serta pemberdayaan
masyarakat. Yayasan Terangi memiliki fokus kerjasama dalam pelestarian
terumbu karang. Selain itu yayasan Terangi juga melakukan pemberdayaan
masyarakat melalui pelatihan-pelatihan konservasi dan pemanduan ekowisata. PT.

15
Pulau Sepa Permai dan PT. United Adventures memiliki fokus kerjasama bidang
pelestarian penyu sisik serta menjadikannya sebagai atraksi wisata edukasi, dan
CNOOC Ses. Ltd memiliki fokus peran pada pemberdayaan masyarakat melalui
Sentra P