Pendugaan Parameter Demografi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) di Situ Sangiang Taman Nasional Gunung Ciremai.

PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI MONYET EKOR
PANJANG (Macaca fascicularis RAFFLES 1821) DI SITU
SANGIANG TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

GALUH MASYITHOH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan
Parameter Demografi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles
1821) di Situ Sangiang Taman Nasional Gunung Ciremai adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Galuh Masyithoh
NIM E34110108

ABSTRAK
GALUH MASYITHOH. Pendugaan Parameter Demografi Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis Raffles 1821) di Situ Sangiang Taman Nasional Gunung
Ciremai. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA.
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) memiliki manfaat
di bidang biomedis sehingga banyak diekspor ke beberapa negara dunia seperti
Cina dan Amerika. Namun demikian monyet ekor panjang kerap terlibat konflik
dengan masyarakat. Situ Sangiang yang berada di Resort Sangiang Taman
Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu habitat bagi monyet ekor
panjang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui parameter demografi
monyet ekor panjang yang terdiri dari ukuran populasi, angka kelahiran, angka
kematian, sex ratio, dan struktur umur di Situ Sangiang, Resort Sangiang Taman

Nasional Gunung Ciremai. Penelitian dilakukan di Situ Sangiang pada tanggal 312 Maret 2015 dengan menggunakan metode titik terkonsentrasi terhadap 3
kelompok monyet ekor panjang. Hasil penelitian ini menunjukan monyet ekor
panjang di Situ Sangiang memiliki ukuran populasi sebesar 76 individu dengan
rata-rata ukuran kelompok sebesar 25.33 ± 8,40 individu . Sex ratio di kelompok
makam 1:1.4, kelompok cideres 1:1.5, dan kelompok ranca 1:1.2 dengan struktur
umur yang meningkat sehingga dapat menjamin kelestarian populasi.
Kata kunci: monyet ekor panjang, parameter demografi, situ sangiang

ABSTRACT
GALUH MASYITHOH. Estimation The Demographic Parameters of Long
Tailed Macaque (Macaca fasciculares Raffles 1821) in Situ Sangiang Mt. Ciremai
National Park. Supervised by YANTO SANTOSA.
Long-tailed macaque (Macaca fascicularis Raffles 1821) have wide use in
biomedical research hence being exported to many countries, such as China and
U.S.A. Indonesia is one of many countries that export long-tailed macaque. Even
so, they often have conflict with humans. Situ Sangiang which is located at
Sangiang Resort in Taman Nasional Gunung Ciremai (Mt. Ciremai National Park)
is one of many habitats of long-tailed macaque. This research aims to discover
demographical parameters of long-tailed macaque at Situ Sangiang, which are
population size, birth rate, mortality rate, sex ratio, and age structure. This

research was held at 3-12 March 2015 using concentration count method towards
three groups of long-tailed macaque. The data collected from the site indicated
that population of long-tailed macaque at Situ Sangiang is 76 individuals with an
average size of 25.33 ± 8,40 individuals per group. Sex ratio in the groups are
1:1.4 for makam group, 1:1.5 for cideres group, and 1:1.2 for ranca group with
progressive population structure that will ensure the prosperity of long tailedmacaque population.
Keywords: demographic parameters, long-tailed macaque, situ sangiang

PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI MONYET EKOR
PANJANG (Macaca fascicularis RAFFLES 1821) DI SITU
SANGIANG TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

GALUH MASYITHOH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan 3 - 12 Maret 2015 ini mengangkat tema
mengenai parameter demografi satwa, dengan judul Pendugaan Parameter
Demografi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) di Situ
Sangiang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr IR Yanto
Santosa DEA sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan
masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua tercinta Bapak Drs H
Nana Suhana dan Ibu Hj Rr Susilaningsih yang selalu mendoakan dan
melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis, dan kakak-kakak yang selalu
mendukung penulis. Selain itu kepada pihak Resort Sangiang, Bapak Lili Suryadi

beserta stafnya yang telah bekerjasama dan membantu memberikan informasi
dalam penelitian ini serta keluarga Bapak Engkos yang telah menjadi keluarga
kedua penulis di Sangiang. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada
Priscillia Christiani, Ken Dara Cita, Rizka Hari YP, Eterna Firliansyah, Panji
Prakoso, Tenrita Rizkiati, dan Priskila Agus Setianti yang selalu mendukung
penulis, keluarga besar KSHE 48, Tim PKLP TNGC 2015, dan teman-teman
KPM “Tarsius” X.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2015
Galuh Masyithoh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat Penelitian

3

Metode Pengumpulan Data

3

Pengolahan dan Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

7

Parameter Demografi

7

Karakteristik Vegetasi

12

SIMPULAN DAN SARAN

15


Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Hasil pengulangan kelompok makam
Hasil pengulangan kelompok cideres
Hasil pengulangan kelompok ranca
Populasi monyet ekor panjang
Kisaran ukuran populasi pada penelitian lain
Sex ratio monyet ekor panjang
Struktur umur tahunan rata-rata monyet ekor panjang
Natalitas monyet ekor panjang
Peluang hidup dan mortalitas monyet ekor panjang

Jumlah jenis dan kerapatan tumbuhan pada setiap plot pengamatan
Jenis dan kerapatan tumbuhan pakan monyet ekor panjang
Jenis dan bagian tumbuhan pakan yang dimakan monyet ekor
panjang

7
7
8
8
9
9
10
11
11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Lokasi Penelitian
Monyet ekor panjang jantan dewasa
Monyet ekor panjang betina dewasa
Monyet ekor panjang muda
Anak monyet ekor panjang
Bayi monyet ekor panjang

2
3
4
4
4
5

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Hasil pengulangan sex ratio
Pengulangan struktur umum kelompok makam
Pengulangan struktur umur kelompok cideres
Pengulangan struktur umur kelompok ranca
Pengulangan natalitas kelompok makam
Pengulangan natalitas kelompok cideres
Pengulangan natalitas kelompok ranca
Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok makam
Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok cideres
Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok ranca
Kerapatan tumbuhan di plot cideres
Kerapatan tumbuhan di plot makam
Kerapatan tumbuhan di plot ranca

18
18
18
18
19
19
19
20
20
20
21
21
22

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) merupakan salah
satu jenis primata yang paling berhasil dalam beradaptasi, penyebarannya meliputi
seluruh kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan (Roonwal dan Mahnot 1977).
Selain itu monyet ekor panjang memiliki manfaat di bidang biomedis, salah
satunya sebagai hewan model obesitas yang lebih realistik dibandingkan spesies
lain (Putra 2009). Monyet ekor panjang tersebut diekspor ke beberapa negara di
dunia seperti Cina dan Amerika serikat (Eudey 2008) oleh negara-negara
pengekspor monyet ekor panjang seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan
Thailand. Namun monyet ekor panjang kerap terlibat konflik dengan masyarakat
karena tidak jarang monyet ekor panjang mencari makan di ladang atau kebun
milik masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Hal ini dapat disebabkan
karena pakan yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan populasi. Selain itu
masuknya monyet ekor panjang ke ladang atau kebun masyarakat dapat juga
disebabkan oleh rusaknya habitat monyet ekor panjang. Gangguan pada habitat
monyet ekor panjang menyebabkan kontak dengan manusia menjadi intensif
(Hadi 2005).
Situ Sangiang merupakan salah satu habitat bagi monyet ekor panjang. Situ
Sangiang berada di Resort Sangiang Taman Nasional Gunung Ciremai yang
merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut
No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Hutan
Lindung Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Monyet ekor panjang yang ada di Situ Sangiang ini mengalami konflik dengan
masyarakat. Dalam mencari solusi yang tepat untuk mengatasi konflik ini, maka
diperlukan data terkait parameter demografi monyet ekor panjang. Kajian ilmiah
terkait parameter demografi yang tervalidasi pada dasarnya dapat menentukan
strategi konservasi monyet ekor panjang tersebut (Santosa 2010). Perkembangan
parameter demografi dari waktu ke waktu sangat diperlukan bagi analisis
kelestarian suatu spesies di masa yang akan datang (Santosa et al. 2012).
Parameter demografi yang dimiliki suatu populasi akan berbeda di setiap lokasi.
Akan tetapi belum ada data mengenai parameter demografi monyet ekor panjang
di Situ Sangiang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hal ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga parameter demografi monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdiri dari ukuran populasi, angka
kelahiran, angka kematian, sex ratio, dan struktur umur di Situ Sangiang Taman
Nasional Gunung Ciremai.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai data dasar bagi pihak Balai Taman
Nasional Gunung Ciremai dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan yang
terkait dengan pengelolaan spesies monyet ekor panjang.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Situ Sangiang, Resort Sangiang Taman Nasional
Gunung Ciremai pada tanggal 3-12 Maret 2015.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: peta tematik
lokasi penelitian, binokuler, GPS, pita meter, hand counter, tali raffia, kamera
digital, stopwatch, tally sheet pengamatan, dan alat tulis.

Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan
terkonsentrasi dan analisis vegetasi.

dengan

menggunakan

metode

titik

3
Metode titik terkonsentrasi (concentration count method)
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode titik terkonsentrasi
(concentration count method) terhadap 3 kelompok monyet ekor panjang dengan
10 kali ulangan untuk masing-masing kelompok. Lokasi pengamatan yaitu di
Blok Makam, Blok Cideres, dan Blok Ranca. Pengamatan dilakukan dua kali
yaitu pada pagi hari (06.00-10.00 WIB) dan siang hari (10.00-12.00 WIB). Data
yang digunakan merupakan ukuran terbesar yang teramati selama pengamatan.
Data yang dicatat selama pengamatan yaitu jumlah individu tiap kelompok,
jumlah individu berdasarkan jenis kelamin serta berdasarkan kelas umur. Dalam
menentukan umur setiap individu populasi di alam sangatlah sulit, oleh karena itu
dalam penelitian ini untuk menentukan struktur umur menggunakan pendekatan
yang berdasarkan Soma et al. (2009):
a. Jantan dewasa (9-21 tahun) ditandai oleh wajah dengan cambang kurang
lebat, berkumis, bantalan duduk kiri dan kanan menyatu, adanya skrotum.
Jantan dewasa memiliki morfologi badan besar, taring panjang, dan
tingkah laku cenderung superior seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Monyet ekor panjang dewasa
b. Betina dewasa (9-21 tahun), ditandai oleh wajah dengan cambang yang
lebat, berjenggot, bantalan duduk kiri dan kanan terpisah, adanya vulva
vagina. Betina dewasa memiliki ambing dan puting susu yang terlihat
menggantung.

Gambar 3 Monyet ekor panjang betina dewasa
c. Kelompok muda (4-9 tahun), pengamatan jantan dan betina digabung
menjadi satu karena secara morfologi belum terlihat adanya tanda-tanda
yang spesifik untuk membedakan jenis kelaminnya. Batas bawah umur
muda adalah berubahnya warna rambut hitam di kepala menjadi keabuabuan.

4

Gambar 4 Monyet ekor panjang muda
d. Anakan (0-4 tahun) yaitu monyet yang baru lahir, memiliki warna hitam
pada rambut kepala, dan masih digendong oleh induk monyet.

Gambar 5 Anak monyet ekor panjang

Gambar 6 Bayi monyet ekor panjang
Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan petak pengamatan
berukuran 20 x 20 m yang diletakkan mengelilingi pohon pusat yang merupakan
lokasi monyet ekor panjang banyak beraktivitas. Desain plot analisis vegetasi
dibuat seperti pada Gambar 7. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis
dan kerapatan tumbuhan yang dimanfaatkan monyet ekor panjang.

5

Gambar 7 Desain plot analisis vegetasi

Pengolahan dan Analisis Data
Pendugaan ukuran populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi
mengenai jumlah total individu satwa liar dalam suatu kawasan tertentu (Alikodra
2002). Pendugaaan ukuran populasi dihitung dan dianalisa untuk menghasilkan
informasi:
Jumlah individu total:

Pendugaan ukuran kelompok rata-rata:
Pendugaan variasi kelompok:

Pendugaan kisaran ukuran kelompok:

Keterangan: X = ukuran kelompok monyet ekor panjang rata-rata setiap lokasi
pengamatan (individu)
Xi = jumlah monyet ekor panjang pada kelompok ke-i (individu)
n = jumlah kelompok
S2 = variasi jumlah individu pada lokasi pengamatan (individu)
Natalitas
Natalitas akan dihitung menggunakan persamaan:
b = B/N

6
Keteragan: b = Angka kelahiran kasar
B = Jumlah individu anak
N = Jumlah individu betina produktif
Mortalitas
Nilai mortalitas diperoleh dengan pendekatan peluang hidup. Persamaan
yang digunakan untuk mengetahui nilai peluang hidup dan mortalitas adalah
sebagai berikut:
Peluang hidup setiap kelas umur (ax):

Keterangan: N(x,t) = jumlah populasi pada kelas umur x pada waktu ke-t
Mortalitas setiap kelas umur (Mi)
Mi = 1-ax
Sex ratio
Sex ratio dihitung dengan persamaan:
Keterangan: S = Sex Ratio
J = Jumlah Jantan
B = Jumlah Betina
Struktur umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap
kelas umur dari suatu populasi. Struktur umur dapat digunakan untuk mencapai
keberhasilan perkembangan populasi satwa liar, sehingga dapat menilai suatu
prospek kelestarian satwa liar (Alikodra 2002). Struktur umur diperoleh dengan
menghitung dan mengelompokan jumlah jantan dewasa, betina dewasa, jantan
muda, betina muda, anak dan bayi (Santosa dan Sitorus, 2008).
Kerapatan vegetasi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian termasuk dalam tipe habitat hutan sub pegunungan yang
berada di Resort Sangiang Taman Nasional Gunung Ciremai. Jumlah hari hujan
merata sepanjang tahun dengan kisaran curah hujan per tahun 2000 – 4000
mm/tahun. Kelembaban udara di Taman Nasional Gunung Ciremai pada malam
hari berkisar antara 94 – 99%, sedangkan pada siang hari berkisar antara 63%-

7
92%. Suhu udara berkisar 15-20 oC pada saat malam hari, sedangkan pada saat
siang hari berkisar 19 – 24 oC.
Parameter Demografi
Ukuran populasi dan komposisi kelompok
Penelitian dilakukan terhadap 3 kelompok monyet ekor panjang yang
berada di sekitar Situ Sangiang dengan menggunakan 10 kali ulangan dengan
hasil pengulangan disajikan pada Tabel 1 untuk kelompok makam, Tabel 2 untuk
kelompok cideres, dan Tabel 3 untuk kelompok ranca.

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata-rata

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata-rata

Tabel 1 Hasil pengamatan kelompok makam
Jumlah Individu (ekor)
Dewasa
Muda
Anak
Jantan
Betina
5
7
11
7
5
6
8
5
5
7
11
7
5
7
11
7
4
7
11
7
5
7
11
7
5
7
11
7
4
5
9
7
5
7
11
7
5
7
11
7
48
67
105
68
4.8
6.7
10.5
6.8
Tabel 2 Hasil pengamatan kelompok cideres
Jumlah Individu (ekor)
Dewasa
Muda
Anak
Jantan
Betina
3
6
6
3
4
6
6
3
4
5
5
3
4
5
6
3
4
6
6
3
4
6
6
3
4
6
6
3
4
6
6
3
2
6
5
2
4
6
6
3
37
58
58
29
3.7
5.8
5.8
2.9

Bayi
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
19
1.9

Bayi
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
18
1.8

8

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata-rata

Tabel 3 Hasil pengamatan kelompok ranca
Jumlah Individu (ekor)
Dewasa
Muda
Anak
Jantan
Betina
3
4
5
5
5
6
6
5
5
6
6
5
5
6
6
5
4
5
4
4
5
6
6
5
5
6
6
5
5
6
6
5
5
6
6
5
5
6
6
5
47
57
57
49
4.7
5.7
5.7
4.9

Bayi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
1

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data terbanyak yang
diperoleh selama pengamatan yang kemudian ditampilkan dalam Tabel 4.
Populasi monyet ekor panjang di Situ Sangiang memiliki jumlah total individu
(ukuran populasi) monyet ekor panjang sebanyak 76 individu. Hasil pengolahan
data menunjukkan bahwa kelompok monyet ekor panjang di Situ Sangiang
memiliki rata-rata ukuran kelompok sebesar 25.33 ± 8,40 individu.

Lokasi
Makam
Cideres
Ranca

Tabel 4 Populasi monyet ekor panjang
Dewasa
Muda
Anak
Jantan
Betina
5
7
11
7
4
6
6
3
5
6
6
5

Bayi
2
2
1

Hasil penelitian ini berbeda jika dibandingkan dengan dengan hasil
penelitian terkait populasi monyet ekor panjang yang dilakukan oleh Supartono
(2001) di HPHTI PT RAPP, Kusmardiastuti (2010), Hidayat (2012), Anggraeni
(2013), dan Sampurna (2014). Kisaran ukuran populasi monyet ekor panjang
berdasarkan penelitian lain ditampilkan dalam Tabel 5.
Meskipun hasil yang ditunjukkan berbeda, ukuran masing-masing kelompok
monyet dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Medway (1977) bahwa
dalam satu kelompok monyet ekor panjang terdiri dari 8 sampai 40 individu.
Pernyataan ini diperkuat oleh Nowak (1999) yang mengatakan bahwa dalam satu
kelompok monyet ekor panjang rata-rata terdiri dari 6 – 100 individu. Kelompok
makam memiliki ukuran kelompok terbesar, karena di sekitar makam ketersediaan
pakan melimpah baik pakan alami maupun pakan non alami.

9
Tabel 5 Kisaran ukuran populasi pada penelitian lain
Peneliti
Kisaran Ukuran Populasi
Lokasi
(individu)
Supartono (2001)
18-53
HPHTI PT RAPP
48-68
SM Paliyan
Kusmardiastuti (2010)
20-45
Hutan Kaliurang
Hidayat (2012)
23-31
HPGW
Kawasan wisata ekosistem
mangrove wonorejo
Anggraeni (2013)
9-43
Pulau Peucang
Sampurna (2014)
9-42
Sex ratio
Pengelompokkan monyet ekor panjang berdasarkan jenis kelamin hanya
dilakukan terhadap kelas umur dewasa karena sulit untuk dilakukan terhadap
kelas umur muda, anak, dan bayi. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
dalam Tabel 6, dapat dilihat bahwa sex ratio dari kelompok makam diperoleh
1:1.4, kelompok cideres diperoleh 1:1.5, dan kelompok ranca 1:1.2. Nilai ini
menunjukkan bahwa jumlah betina hanya sedikit lebih banyak dibandingkan
jumlah jantan.
Tabel 6 Sex ratio monyet ekor panjang
Sex Ratio
Kelompok
Jantan
Betina
Makam
1
1.4
Cideres
1
1.5
Ranca
1
1.2
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di HPGW
yang dilakukan Hidayat (2012) sebesar 1 : 1.54 dan hasil penelitian di Pulau
Peucang yang dilakukan Sampurna (2014) sebesar 1 : 1.2. Akan tetapi hasil
penelitian ini berbeda dengan yang diungkapkan Napier dan Napier (1985) bahwa
rasio perbandingan normal jumlah jantan dan betina dalam satu grup lebih kurang
1:2. Jika jumlah jantan dewasa lebih banyak dari jumlah betina dewasa dapat
menyebabkan tingginya tingkat ketegangan (perkelahian) dalam memperebutkan
betina birahi (Swindler 1998). Semakin banyak jumlah betina dewasa, maka
kompetisi antara jantan untuk mendekati betina akan semakin rendah (Berard et
al. 1993).
Struktur umur
Monyet ekor panjang dalam penelitian, pengelompokkan menurut kelas
umur dilakukan berdasarkan ciri-ciri kualitatif. Kelemahan dari pengelompokkan
secara kualitatif adalah selang waktu antar kelas umur tidak sama dan terjadinya
akumulasi individu pada satu kelas umur yang memiliki selang terlebar. Hal ini
dapat mengakibatkan timbulnya gambaran struktur populasi yang menurun. Oleh
karena itu perlu dilakukan penyusunan populasi pada setiap kelas umur ke dalam

10
selang waktu yang sama (rata-rata tahunan), yakni dengan membagi ukuran
populasi pada setiap kelas umur dengan lebar selang kelasnya (Priyono 1998)
seperti yang terlihat pada Tabel 7.

Plot
Makam

Cideres

Ranca

Tabel 7 Struktur umur tahunan rata-rata monyet ekor panjang
Kelas
Selang
Rata-rata
Umur (tahun)
Jumlah Populasi
Umur
Umur
Tahunan
Anak
0–4
4
9
2.25
Muda
4–9
5
11
2.2
Dewasa
9 – 21
12
12
1
Anak
0–4
4
5
1.25
Muda
4–9
5
6
1.2
Dewasa
9 – 21
12
10
0.83
Anak
0–4
4
6
1.5
Muda
4–9
5
6
1.2
Dewasa
9 – 21
12
11
0.92

Jika merujuk pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa kelompok monyet ekor
panjang di Situ Sangiang dibagi dalam kelas umur dewasa, muda dan anak dengan
struktur umur tahunan kelompok makam untuk Dewasa : Muda : Anak adalah 1 :
2.2 : 2.25, kelompok cideres 0.83 : 1.2 : 1.25, dan kelompok ranca 0.92 : 1.2 : 1.5.
Sehingga struktur umur tahunan monyet ekor panjang di Situ Sangiang yaitu
Dewasa : Muda : Anak (2.75 : 4.6 : 5).Struktur umur dapat dipakai untuk menilai
keberhasilan perkembangbiakan satwaliar, sehingga dapat digunakan pula untuk
menilai prospek kelestarian satwaliar (Alikodra 2002). Struktur umur tahunan
monyet ekor panjang di Situ Sangiang berdasarkan hasil pengolahan data
menunjukan pola struktur umur yang meningkat (progressive population), artinya
jumlah populasi anak lebih banyak dibanding populasi kelas muda dan dewasa,
begitu juga kelas muda lebih banyak dibanding kelas dewasa. Dengan kondisi
struktur umur progressive population maka kelestarian populasi akan terjamin,
karena dengan semakin banyaknya jumlah individu pada struktur umur anak dan
muda akan memberikan jaminan keproduktifan populasi atau angka natalitas akan
tetap tinggi.
Natalitas
Nilai natalitas yang dihitung dalam penelitian ini merupakan nilai natalitas
kasar. Nilai natalitas spesifik monyet ekor panjang di alam tidak dapat dihitung
secara tepat karena umur setiap individu monyet ekor panjang di alam tidak dapat
ditentukan secara pasti, pengelompokkan umur setiap individu berdasarkan ciriciri kualitatif, dan selang waktu antar kelas umur tidak sama (Priyono 1998). Nilai
natalitas monyet ekor panjang di Situ Sangiang ditampilkan dalam Tabel 8.
Kelompok
Makam
Cideres
Ranca

Tabel 8 Natalitas monyet ekor panjang
Bayi
Betina Dewasa
2
7
2
6
1
6

Natalitas
0.29
0.33
0.17

11
Jika dilihat pada tabel 8, kelompok makam memiliki nilai natalitas kasar
yaitu 0.29, kelompok cideres 0.33, dan kelompok ranca 0.17. Nilai natalitas kasar
ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di kawasan lindung HPHTI PT
RAPP adalah 0.22 untuk kelompok monyet ekor panjang di blok sempadan
Sungai Onangan dan 0.14 untuk kelompok monyet ekor panjang di blok kebun
karet (Supartono 2001) dan nilai natalitas kasar di HPGW adalah 0.24 (Hidayat
2012), sedangkan nilai natalitas kasar monyet ekor panjang di SM Paliyan
Yogyakarta dan Hutan Kaliurang memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 0.44 –
0.67 (Kusmardiastuti 2010). Kelimpahan jumlah pakan sangat berpengaruh
terhadap tingkat kesuksesan proses reproduksi monyet ekor panjang. Ketika
jumlah pakan melimpah, maka kelahiran terjadi lebih cepat dan lebih sering (Lang
2006). Pada masa bunting jumlah monyet ekor panjang betina yang bunting akan
meningkat pada saat puncak musim berbuah pohon pakan (Knott et al. 2009).
Mortalitas
Angka laju kematian populasi monyet ekor panjang dapat diduga dari
peluang hidup populasi dari setiap kelas umurnya (Supartono 2001). Dalam
penelitian ini untuk memperoleh nilai mortalitas dihitung dengan menggunakan
pendekatan 1 - peluang hidup pada setiap kelas umur yang ditampilkan pada
Tabel 9. Asumsi yang digunakan adalah bahwa kondisi populasi tahun ini identik
dengan kondisi populasi pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sulitnya
mendapatkan data kematian moyet ekor panjang selama satu tahun karena waktu
penelitian yang tidak sampai satu tahun.
Tabel 9 Peluang hidup dan mortalitas monyet ekor panjang
Peluang Hidup
Angka Kematian
Kelompok
anak-muda muda-dewasa anak-muda
muda-dewasa
Makam

0.98

0.45

0.02

0.55

Cideres
Ranca

0.96
0.8

0.69
0.76

0.04
0.2

0.31
0.24

Hasil penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Supartono (2001), Hidayat (2012) dan Kusmardiastuti
(2010). Nilai mortalitas monyet ekor panjang di kawasan lindung HPHTI PT
RAPP adalah 0.25 pada kelas umur anak – muda dan 0.75 pada kelas umur muda
– dewasa (Supartono 2001), nilai mortalitas monyet ekor panjang di HPGW
adalah 0.64 pada kelas umur anak – muda dan 0.30 pada kelas umur muda –
dewasa (Hidayat 2012), serta nilai mortalitas monyet ekor panjang di SM Paliyan
Yogyakarta adalah 0.11 – 0.42 pada kelas umur anak – muda; 0.69 – 0.87 pada
kelas umur muda - dewasa dan di Hutan Kaliurang adalah 0.13 – 0.58 pada kelas
umur anak – muda; 0.58 – 0.76 pada kelas umur muda – dewasa (Kusmardiastuti
2010). Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai mortalitas terbesar terjadi pada kelas
umur muda menuju dewasa. Tingginya nilai mortalitas pada kelas umur muda
yang beranjak dewasa diperkirakan terjadi karena adanya perebutan posisi ketua
kelompok antara jantan muda dan jantan dewasa. Menurut Rowe (1996), pada
kelompok primata apabila jantan pra dewasa menjadi dewasa maka ia harus keluar

12
dari kelompoknya dan membuat kelompok yang baru atau berkelahi melawan
pemimpin kelompoknya untuk merebut kedudukan sebagai pemimpin dalam
kelompok tersebut. Selain itu perkelahian ini juga dapat disebabkan perebutan
betina birahi. Pejantan yang kalah akan meninggalkan kelompoknya dan
membentuk kelompok baru (Swindler 1998).

Karakteristik Vegetasi
Jika dilihat pada Tabel 10 plot cideres memiliki kerapatan individu yang
tinggi pada tingkat semai dan pohon, sedangkan plot makam memiliki kerapatan
yang tinggi pada tingkat pancang dan tiang. Plot ranca memiliki jumlah jenis
terbanyak pada tingkat semai, tiang dan pohon. Sedangkan jumlah jenis pada
tingkat pancang paling banyak ditemukan di plot makam.
Tabel 10 Jumlah jenis dan kerapatan tumbuhan pada setiap plot pengamatan
Plot
Tingkat Pertumbuhan Jumlah Jenis
Kerapatan (ind/ha)
Makam
Semai
2
1500
Pancang
9
1360
Tiang
11
290
Pohon
5
27.5
Cideres
Semai
3
2500
Pancang
6
933.333
Tiang
7
240
Pohon
8
70
Ranca
Semai
4
1875
Pancang
8
1080
Tiang
12
250
Pohon
10
22.5
Dalam Tabel 11 disajikan data jenis dan kerapatan tumbuhan pakan
monyet ekor panjang. Tumbuhan pakan merupakan salah satu faktor pembatas
bagi pertumbuhan populasi satwaliar, termasuk monyet ekor panjang (Bismark
1984). Berdasarkan jumlah jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang yang
ditemukan, pada plot makam terdapat 8 jenis, pada plot ciders terdapat 6 jenis,
dan pada plot ranca terdapat 11 jenis. Keseluruhan jumlah jenis tumbuhan yang
menjadi pakan monyet ekor panjang sebanyak 18 jenis dari total 36 jenis
tumbuhan yang ditemukan. Jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang yang
memiliki prospek lestari adalah saninten dan haripingku beureum karena terdapat
individu dalam tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon. Saninten
memiliki kerapatan 1833.333 individu/ha pada tingkat semai, 80 individu/ha pada
tingkat pancang, 113.333 individu/ha pada tingkat tiang, dan 48.75 individu/ha
pada tingkat pohon. Saninten terdapat di ketiga plot, akan tetapi paling banyak
ditemukan di plot cideres. Sedangkan haripingku beureum memiliki kerapatan
1000 individu/ha pada tingkat semai, 200 individu/ha pada tingkat pancang, 90
individu/ha pada tingkat tiang, dan 13.75 individu/ha pada tingkat pohon.
Haripingku beureum paling banyak ditemukan di plot makam.

13
Tabel 11 Jenis dan kerapatan tumbuhan pakan monyet ekor panjang
Kerapatan (ind/ha)
Nama Lokal
Nama latin
Semai Pancang
Tiang
Pohon
Bambu
Bambusa sp.
5
Haripingku
Dysoxylum ramiflorum
1000
200
90
13.75
beureum
Miq
Haripingku
Dysoxylum nutans Miq
375
40
2.5
bodas
Calliandra callothyrus
Kaliandra
200
Meissn
Homalanthus populneus
Kareumbi
280
13.33
5
Pax
Dysoxylum amooroides
Kedoya
500
26.67
5
Miq
*Kiara
2.5
beureum
*Kiara bodas
26.67
6.67
8.75
Kihaji
Dysoxylum alliaceum Bl
40
10
2.5
koneng
Kihampelas
Ficus ampelas Burm
80
Dacrycarpus imbricatus
Kijamuju
15
2.5
Blume
Kisalam
625
100
35
Kondang
Ficus variegata Bl
15
Glochidion crytostylum
Mareme
186.67
Miq
Nangsi
Villebrunea rubescens Bl
200
70
5
Pandan
Pandanus sp.
240
Castanopsis argentea A. 1833.
Saninten
80
113. 33 48.75
Dc
33
Artocarpus elasticus
Teureup
10
Reinw
Keterangan: *nama lokal

Jika merujuk pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa monyet ekor panjang
tidak memakan seluruh bagian tumbuhan. Hal ini dikarenakan alat pencernaan
monyet ekor panjang hanya mampu mencerna makanan yang mudah dicerna
seperti buah-buahan, dan pucuk-pucuk daun atau daun muda, namun tidak dapan
mencerna daun-daun yang telah tua (MacKinnon dan MacKinnon 1980). Bagian
tumbuhan di Situ Sangiang yang banyak dimakan monyet ekor panjang adalah
buah dan daun. Ketersediaan pakan monyet ekor panjang tergantung musim.
Seperti yang dikatakan Santoso (1996), bahwa bagian tertentu yang dimakan
monyet ekor panjang seperti daun muda, bunga, buah dan tunas tidak tersedia
sepanjang tahun (musiman).

14
Variasi jenis tumbuhan yang dimakan mengikuti musim yang terjadi di
habitat tempat tinggal monyet ekor panjang. Jika pada bulan tertentu ketersediaan
suatu jenis makanan tidak ada, maka akan beralih ke jenis makanan lain yang
ketersediaannya melimpah (Fuentes dan Dolhinow 1999). Saat ketersediaan pakan
alami menurun maka monyet ekor panjang yang ada di plot cideres dan ranca
akan mencari makan ke kebun penduduk yang berbatasan langsung dengan
kawasan hutan. Sedangkan monyet ekor panjang yang ada di plot makam selain
memakan pakan alami, kelompok ini memperoleh pakan dari makanan yang
diberikan oleh pengunjung. Wheatley (1989) mengatakan bahwa makanan yang
berasal dari pengunjung lebih mudah didapat, memiliki nilai kalori yang lebih
tinggi dan bersifat temporer.
Tabel 12 Jenis dan bagian tumbuhan pakan yang dimakan monyet ekor panjang
Bagian
Yang
Nama Lokal
Nama Latin
Keterangan
dimakan
Buah Daun
Bambu
Bambusa sp.

Hasil pengamatan di
lapang
Haripingku
Dysoxylum ramiflorum

Hasil pengamatan di
beureum
Miq
lapang
Haripingku
Dysoxylum nutans Miq

Hasil pengamatan di
bodas
lapang
Kaliandra
Calliandra callothyrus

Hasil pengamatan di
Meissn
lapang
Kareumbi
Homalanthus populneus

Informasi dari
Pax
pegawai resort
Kedoya
Dysoxylum amooroides

Hasil pengamatan di
Miq
lapang
Kiara beureum*


Hasil pengamatan di
lapang
Kiara bodas*


Hasil pengamatan di
lapang
Kihaji koneng
Dysoxylum alliaceum

Informasi dari
Bl
pegawai resort
Kihampelas
Ficus ampelas Burm


Hasil penelitian
Supartono (2001)
Kijamuju
Dacrycarpus imbricatus

Informasi dari
Blume
pegawai resort
Kisalam*

Informasi dari
pegawai resort
Kondang
Ficus variegata Bl


Hasil penelitian
Fadilah (2003)
Mareme
Glochidion crytostylum

Informasi dari
Miq
pegawai resort
Keterangan: *nama lokal

15
Tabel 12 Jenis dan bagian tumbuhan pakan yang dimakan monyet ekor panjang
(lanjutan)
Bagian
Yang
Nama Lokal
Nama Latin
Keterangan
dimakan
Buah Daun
Nangsi
Villebrunea rubescens

Hasil pengamatan di
Bl
lapang
Pandan
Pandanus sp.

Hasil penelitian
Fadilah (2003)
Saninten
Castanopsis argentea

Hasil pengamatan di
A. Dc
lapang
Teureup
Artocarpus
elasticus

Hasil penelitian
Reinw
Supartono (2001)
Keterangan: *nama lokal

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Monyet ekor panjang di Situ Sangiang memiliki prospek untuk lestari
karena dengan kondisi struktur umur progressive population maka semakin
banyak jumlah individu pada struktur umur anak dan muda akan menjamin angka
natalitas akan tetap tinggi. Selain itu sex ratio populasi pun masih seimbang
sehingga perkawinan dapat terjadi.

Saran
Perlu dilakukan monitoring secara berkala untuk mengetahui perkembangan
populasi monyet ekor panjang. Selain itu dapat dilakukan pemanenan apabila
populasi monyet ekor panjang memiliki jumlah yang berlebih atau sex ratio tidak
seimbang. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan populasi
monyet ekor panjang. Pemanenan terhadap individu jantan dapat mengurangi
persaingan antar jantan dalam memperebutkan betina

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni IWS. 2013. Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Kawasan Wkowisata Mangrove Wonorejo dan Sekitarnya,
Surabaya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

16
Berard J, Nurnberg P, Epplen JT, Schmidtke J. 1993. Male rank, reproductive
behavior and reproductive success in free-ranging rhesus macaques.
Primates. 34:481-489.
Bismark M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Eudey AA. 2008. The crab-eating macaque (Macaca fascicularis) widespread and
rapidly declining. J Primate Conservation 23:129-132.
Fadilah A. 2003. Evaluasi Habitat dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis Raffles 1821) di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil
Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fuentes A, Dolhinow P. 1999. The Nonhuman Primates. London (GB): Mayfield
Publishing company.
Hadi I. 2005. Feeding ecology of long-tailed macaques at Cikakak monkey park
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayat A. 2012. Studi Populasi dan Pola Penggunaan Ruang Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Pendidikan Gunung Walat [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusmardiastuti. 2010. Penentuan Kuota Panen Monyet ekor Panjang Macaca
fascicularis Berdasarkan Parameter Demografi [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Lang KC. 2006. Primate Factsheets: Long-tailed macaque (Macaca fascicularis)
Taxonomy,
Morphology,
&
Ecology
.
.
(diakses tanggal 29 Mei 2015)
MacKinnon JR, MacKinnon KS. 1980. Niche differentiation in primate
communication. Di dalam DJ Chivers, editor. Malayan Forest Primates.
New York (US): Plenum Press. hlm 187.
Medway L. 1977. Mammals of Borneo : Field Keys and Annotated Checklist.
Kualalumpur (ML): Percetakan Sdn. Bhd.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cromwell,
London (GB): The British Museum (Natural History).
Nowak RM. 1999. Waklker’s Primates of The World. Baltimore, London (UK):
The Johns Hopkins University Press.
Putra IGAA. 2009. Polimorfisme gen penyandi karakter obesitas (MC4R/reseptor
melanokortin 4) pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) asal Bali,
Jawa Timur, dan Sumatera [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Priyono A. 1998. Penentuan Ukuran Populasi Optimal Monyet ekor Panjang
(Macaca fascicularis Raffles) dalam Penangkaran dengan Sistem
Pemeliharaan di Alam Bebas: Studi Kasus di PT Musi Hutan Persada [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. New York (US):
Pogonias Press.
Sampurna B. 2014. Pendugaan Parameter Demografi dan Model Pertumbuhan
Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pulau Peucang, TN
Ujung Kulon. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santosa Y, Sitorus F. 2008. Pendugaan Parameter Demografi dan Pola
Penyebaran Spasial Walabi Lincah (Macropus agilis papuanus) di Kawasan

17
Taman Nasional Wasur Studi Kasus di Savana Campuran Udi-Udi Seksi
Pengelolaan III Wasur, Papua. Media Konservasi. 2:13:65-70.
Santosa Y. 2010. Permasalahan dan peran pendugaan parameter demografi
populasi dalam konservasi jenis satwaliar. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Santosa Y, Muhammad RYZ, Rahman DA. 2012. Pendugaan parameter
demografi dan bentuk sebaran spasial biawak komodo (Varanus
komodoensis Ouwens 1912) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17(2):159-165.
Santoso N. 1996. Analisis Habitat dan Potensi Pakan Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Pulau Tinjil. Media Konservasi. 5 (1):
5-9.
Soma IG, Wandia IN, Suatha IK, Widyastuti SK, Ompis ALT, arjentinia GY.
2009. Dinamika populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di
hutan wisata alas Kedaton tabanan. Buletin Veteriner Udayana. 1(2):47-53.
Supartono T. 2001. Studi Habitat dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis Raffles, 1821) di Kawasan Lindung HPHTI PT. Riau Andalan
Pulp and Paper [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Swindler DR. 1998. Introduction to the Primates. Seattle (US): University of
Washington Press.
Roonwal ML, Monhot SM. 1977. Primate of South Asia. Cambridge: Harvard
Univ Pr.
Wheatley BP. 1989. Diet of Balinese Temple Monkeys, Macaca fascicularuis.
Kyoto University Overseas Research Report of Studies on Asian NonHuman Primates. Kyoto (JP): Kyoto University Primate Research Institute.
7:62-75.

18
Lampiran 1 Hasil pengulangan sex ratio
Makam
Cideres
Ulangan
Jantan
Betina
Jantan
Betina
1
5
7
3
6
2
5
6
4
6
3
5
7
4
5
4
5
7
4
5
5
4
7
4
6
6
5
7
4
6
7
5
7
4
6
8
4
5
4
6
9
5
7
2
6
10
5
7
4
6
Rata-rata
4.8
6.7
3.7
5.8

Ranca
Jantan
3
5
5
5
4
5
5
5
5
5
4.7

Lampiran 2 Pengulangan struktur umur kelompok makam
Rata-rata Tahunan
Ulangan
Anak
Muda
1
2.25
2.20
2
1.75
1.6
3
2.25
2.2
4
2.25
2.2
5
2.25
2.20
6
2.25
2.2
7
2.25
2.2
8
2.00
1.8
9
2.25
2.2
10
2.25
2.2
Rata-rata
2.18
2.10
0.96
Lampiran 3 Pengulangan struktur umur kelompok cideres
Rata-rata Tahunan
Ulangan
Anak
Muda
1
1.25
1.2
2
1.25
1.2
3
1
1
4
1
1
5
1.25
1.2
6
1.25
1.2
7
1.25
1.2
8
1.25
1.2
9
1
1
10
1.25
1.2
Rata-rata
1.18
1.14

Betina
4
6
6
6
5
6
6
6
6
6
5.7

Dewasa
1
0.92
1
1
0.92
1
1
0.75
1
1.00

Dewasa
0.75
0.83
0.75
0.75
0.83
0.83
0.83
0.83
0.67
0.83
0.79

19
Lampiran 4 Pengulangan struktur umur kelompok ranca
Rata-rata Tahunan
Ulangan
Anak
Muda
1
1.5
1
2
1.5
1.2
3
1.5
1.2
4
1.5
1.2
5
1.25
0.8
6
1.5
1.2
7
1.5
1.2
8
1.5
1.2
9
1.5
1.2
10
1.5
1.2
Rata-rata
1.48
1.14

Dewasa
0.67
0.92
0.92
0.92
0.75
0.92
0.92
0.92
0.92
0.92
0.88

Lampiran 5 Pengulangan natalitas kelompok makam
Ulangan
Bayi
Betina dewasa
1
2
7
2
2
6
3
2
7
4
2
7
5
2
7
6
2
7
7
2
7
8
1
5
9
2
7
10
2
7
Rata-rata
1.9
6.7

Natalitas
0.29
0.33
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.20
0.29
0.29
0.28

Lampiran 6 Pengulangan natalitas kelompok cideres
Ulangan
Bayi
Betina dewasa
1
2
6
2
2
6
3
1
5
4
1
5
5
2
6
6
2
6
7
2
6
8
2
6
9
2
6
10
2
6
Rata-rata
1.8
5.80

Natalitas
0.33
0.33
0.20
0.20
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.31

20
Lampiran 7 Pengulangan natalitas kelompok ranca
Ulangan
Bayi
Betina dewasa
1
1
4
2
1
6
3
1
6
4
1
6
5
1
5
6
1
6
7
1
6
8
1
6
9
1
6
10
1
6
Rata-rata
1
5.7

Natalitas
0.25
0.17
0.17
0.17
0.20
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.18

Lampiran 8 Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok makam
Peluang Hidup
Mortalitas
Ulangan
Anak - Muda Muda - Dewasa
Anak - Muda
Muda – Dewasa
1
0.98
0.45
0.02
0.55
2
0.91
0.57
0.09
0.43
3
0.98
0.45
0.02
0.55
4
0.98
0.45
0.02
0.55
5
0.98
0.42
0.02
0.58
6
0.98
0.45
0.02
0.55
7
0.98
0.45
0.02
0.55
8
0.90
0.42
0.10
0.58
9
0.98
0.45
0.02
0.55
10
0.98
0.45
0.02
0.55
Rata-rata
0.96
0.46
0.04
0.54
Lampiran 9 Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok cideres
Peluang Hidup
Mortalitas
Ulangan
Anak - Muda Muda - Dewasa
Anak – Muda
Muda - Dawasa
1
0.96
0.63
0.04
0.38
2
0.96
0.69
0.04
0.31
3
0.8
0.83
0.2
0.17
4
0.96
0.69
0.04
0.31
5
0.96
0.69
0.04
0.31
6
0.96
0.69
0.04
0.31
7
0.96
0.69
0.04
0.31
8
0.96
0.69
0.04
0.31
9
1
0.67
0
0.33
10
0.96
0.69
0.04
0.31
Rata-rata
0.95
0.70
0.05
0.30

21

Lampiran 10 Pengulangan peluang hidup dan mortalitas kelompok ranca
Peluang Hidup
Mortalitas
Ulangan
Anak - Muda Muda – Dewasa
Anak - Muda
Muda - Dewasa
1
0.67
0.67
0.33
0.33
2
0.8
0.76
0.2
0.24
3
0.8
0.76
0.2
0.24
4
0.8
0.76
0.2
0.24
5
0.64
0.94
0.36
0.06
6
0.80
0.76
0.20
0.24
7
0.8
0.76
0.2
0.24
8
0.8
0.76
0.2
0.24
9
0.8
0.76
0.2
0.24
10
0.8
0.76
0.2
0.24
Rata-rata
0.77
0.77
0.23
0.23

22

24

Lampiran 11 Kerapatan tumbuhan di plot cideres
Semai
K (ind/ha) Pancang
Benda
166.667
Kareumbi
Kedoya
500.000
Kiara bodas
Saninten
1833.333
Mareme
Muncang
Rotan
Saninten

Lampiran 12 Kerapatan tumbuhan di plot makam
Semai
K (ind/ha) Pancang
Haripingku
1000
Gawulan
beureum
Tisuk
500
Gintung
Haripingku
beureum
Kaliandra
Kareumbi
Kihaji koneng

K (ind/ha)
160.000
26.667
186.667
80.000
400.000
80.000

Tiang

Pohon

Benda
Kareumbi
Kedoya
Kiara bodas
Pulus
Saninten
Tisuk

K (ind/ha)
6.667
13.333
26.667
6.667
33.333
113.333
40.000

K (ind/ha)
240

Tiang
Benda

K (ind/ha)
10

K (ind/ha)
12.5

40
200

Cerem
Gintung

20
30

Pohon
Haripingku
beureum
Kiara Bodas
Kihaji koneng

200

Haripingku
beureum
Kareumbi
Kihaji koneng

90

Nangsi

5

10
10

Saninten

5

120
40

Ambit
Bambu
Benda
Kedoya
Kiara bodas
Pulus
Saninten
Tisuk

K (ind/ha)
1.67
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
40.00
3.33

2.5
2.5

2

Lampiran 12 Kerapatan tumbuhan di plot makam (lanjutan)
Semai
K (ind/ha)
Pancang
K (ind/ha)
Kihampelas
80
Nangsi
120
Rotan
320

Lampiran 13 Kerapatan tumbuhan di plot ranca
Semai
K (ind/ha)
Pancang
Haripingku
Hambirung
bodas
375
Kiamis
Kicau
Kisalam
Pulus

250
250
625
375

Kiamis
Kicau
Kisalam
Nangsi
Pandan
Pulus
Rotan
Tisuk

K (ind/ha)
40
60
120
100
80
240
20
380
40

Tiang
Kikeuyeup
Nangsi
Pedem
Pulus
Tisuk

Tiang
Hambirung
Hampru badak
Haripingku bodas
Kiamis
Kiceuhay
Kijamuju
Kisalam
Kondang
Nangsi
Pedem
Pulus
Teureup

K (ind/ha)
10
50
10
30
20

K (ind/ha)
25
5
40
15
15
15
35
15
20
25
25
10

Pohon

K (ind/ha)

Pohon
Hampru badak
Haripingku
beureum
Haripingku
bodas
Kiara beureum
Kiara Bodas
Kibeusi
Kiceuhay
Kijamuju
Pedem
Saninten
Tisuk

K (ind/ha)
1.25
1.25
2.5
2.5
1.25
1.25
2.5
2.5
1.25
3.75
2.5

23

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Juli 1993. Penulis
merupakan putri ke 5 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Drs. H. Nana
Suhana dan Ibu Hj. Rr. Susilaningsih. Penulis lulus Sekolah Menengah Atas
(SMA) dari SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2011, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian
Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Pada saat penulis melaksanakan pendidikannya di IPB, penulis
melaksanakan berbagai praktik lapang. Penulis melaksanakan Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2013 di CA Pananjung
Pangandaran dan SM Gunung Sawal. Penulis melaksanakan Praktik
Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2014 di Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW) dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada tahun 2015
di TN Gunung Ciremai. Selain itu penulis juga mengikuti ekspedisi
RAFFLESIA HIMAKOVA di CA Bojonglarang Jayanti pada tahun 2013.
Penulis juga aktif mengikuti organisasi di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis merupakan panitia Gebyar
HIMAKOVA pada tahun 2013, panitia kegiatan seminar nasional ekspedisi
HIMAKOVA pada tahun 2014, ketua diklat Kelompok Pemerhati Mamalia
(KPM) “Tarsius” pada tahun 2014, dan bendahara Biro Kekeluargaan
HIMAKOVA periode 2013/2014. Penulis merupakan anggota Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA)
yang tergabung dalam KPM “Tarsius” dan Biro Kekeluargaan.