Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesesuaian Ekstrak
Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii
terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Annisa Nurfajrina
NIM A34090043

4


5

ABSTRAK
ANNISA NURFAJRINA. Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk
Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis,
Crocidolomia pavonana. Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO.
Ulat Crocidolomia pavonana merupakan salah satu hama utama tanaman
sayuran Brassicaceae. Salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan
ialah dengan menggunakan insektisida nabati. Penelitian ini bertujuan menentukan
campuran antara ekstrak daun Tephrosia vogelii dan ekstrak Piper spp.
(P. aduncum, P. betle, P. cubeba, P. retrofractum, dan P. sarmentosum) yang aktif
dan sinergis terhadap larva C. pavonana. Setiap bahan tumbuhan diekstraksi
dengan pelarut etil asetat dan ekstrak yang diperoleh diuji toksisitasnya terhadap
larva instar II C. pavonana dengan metode celup daun. Daun kubis perlakuan
diberikan selama 48 jam lalu larva uji diberi daun tanpa perlakuan pada 48 jam
berikutnya. Jumlah larva yang mati dihitung setiap hari hingga hari ke-4 lalu data
mortalitas larva diolah dengan analisis probit. Pada 96 jam setelah perlakuan (JSP),
LC50 ekstrak T. vogelii, P. aduncum, dan P. retrofractum berturut-turut 0.046%,
0.105%, dan 0.125%. Perlakuan dengan ekstrak P. betle 1%, P. cubeba 0.6%, dan

P. sarmentosum 1% mengakibatkan tingkat mortalitas larva C. pavonana yang
rendah, yaitu berturut-turut 16.7%, 10%, dan 34.4% pada 72 JSP. Berdasarkan nilai
LC50, LC95, dan indeks kombinasi, campuran ekstrak T. vogelii dengan P. aduncum
dan P. retrofractum lebih beracun dibandingkan dengan ekstrak tunggalnya pada
pengujian terpisah dan bersifat sinergis. Pencampuran ekstrak P. sarmentosum
0.2% atau air rebusan P. betle 10 g/100 ml sedikit meningkatkan toksisitas ekstrak
T. vogelii terhadap larva C. pavonana. Dengan demikian, ekstrak P. aduncum dan
P. retrofractum potensial untuk digunakan dalam bentuk campuran untuk
meningkatkan toksisitas ekstrak T. vogelii sebagai alternatif pengendalian terhadap
hama C. pavonana.
Kata kunci: Crocidolomia pavonana, insektida nabati campuran, sinergis,
Piperaceae, Tephrosia vogelii

6

7

ABSTRACT
ANNISA NURFAJRINA. The Suitability of Piper spp. (Piperaceae) Extracts to
Improve the Toxicity of Tephrosia vogelii Extract on Cabbage Head Caterpillar,

Crocidolomia pavonana. Supervised by DJOKO PRIJONO.
Crocidolomia pavonana is one of major pests of Brassica vegetable crops.
One of the viable control alternatives against this pest is the use of botanical
insecticides. This study was conducted to determine the suitability of extracts of
Piper spp. (P. aduncum, P. betle, P. cubeba, P. retrofractum, and P. sarmentosum)
to increase the toxicity of Tephrosia vogelii leaf extract against C. pavonana larvae.
Plant materials were extracted separately with ethyl acetate and the resulting
extracts were tested against second instar larvae C. pavonana using a leaf-dip
feeding method. Extract-treated cabbage leaves were provided to the test larvae for
48 hours then the larvae were fed untreated leaves for the following 48 hours. The
number of dead larvae was counted daily until day 4 then larval mortality data were
subjected to probit analysis. At 96 hours after treatment (HAT), LC50 of T. vogelii,
P. aduncum, and P. retrofractum extracts was 0.046%, 0.105%, and 0.125%
respectively. The treatment with extracts of P. betle 1%, P. cubeba 0.6%, and
P. sarmentosum 1% caused low larval mortality at 72 HAT, i.e. 16.7%, 10%, and
34.4%, respectively. LC50 and LC95 of mixtures of T. vogelii extract with
P. aduncum and P. retrofractum extracts were smaller than those of each extract
tested separately and the mixtures had synergistic joint action against C. pavonana
larvae. Addition of P. sarmentosum extract 0.2% or boiled P. betle aqueous extract
10% somewhat increased the toxicity of T. vogelii extract. Thus, P. aduncum and

P. retrofractum extracts are potential to be used in mixtures to increase the toxicity
of T. vogelii extract, especially for controlling C. pavonana.
Keywords: Crocidolomia pavonana, botanical insecticide mixtures, synergistic
joint action, Piperaceae, Tephrosia vogelii.

8

9

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


10

11

KESESUAIAN EKSTRAK Piper spp. (PIPERACEAE) UNTUK
MENINGKATKAN TOKSISITAS EKSTRAK Tephrosia vogelii
TERHADAP ULAT KROP KUBIS, Crocidolomia pavonana

ANNISA NURFAJRINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

12

13
Judul Skripsi

: Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk
Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap
Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana
Nama Mahasiswa : Annisa Nurfajrina
NIM
: A34090043

Disetujui oleh

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

Keses aiar. Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk
Meningkcnkan T ksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap
Ulat Krop Kubi s, Crocidolomia pavonana
Nama Mahasiswa: Annisa Nur a j ri na
NIM
A34090043
Judul Skripsi

If.

セ@

ko Prijono, MAgrSc.

D sen Pembimbing

Ketua Departemen

T ang:::al

Ius:

1 1 FEB

2014

14

15

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Kesesuaian Ekstrak Piper spp.

(Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap
Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus
kepada:
1. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, masukan, dan arahan selama ini;
2. Dr. Ir. Supramana, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
saran dan motivasi kepada penulis;
3. Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan akademik selama masa kuliah;
4. Alm. Ayahanda H.E. Suhendi, Ibunda Hj. Siti Djulaeha, Papah Dwi Murtiyanto,
kakak-kakak, adik-adik, serta seluruh keluarga penulis yang telah banyak
mencurahkan tenaga, pikiran, dan do’a untuk penulis;
5. Rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Pak Agus
Sudrajat, Eka Chandra Lina, MSi., Risnawati, MSi., Yeni Midel Pebrulita, MSi.,
Efy Sarce Tiven, SP., Trijanti A. Widinni Asnan, SP., Gracia Mediana, SP.,
Muhammad Sigit Susanto, Wirathazia Enbya L. Chenta, dan Masaidah Cardi;
6. Teman-teman Program Kreativitas Mahasiswa, Martha Theresia Panjaitan,

Aulia Rakhman, Endah Wahyuni, dan Fatku Shirot Prayogo;
7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman terutama Desy
Permatasari, Nugi Gutamala, Kavy Shobah, Nadzirum Mubin dan Bunga
Aprillia Ayuning;
8. serta pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2014
Annisa Nurfajrina

16

17

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Perbanyakan Tanaman Pakan
Pembiakan Serangga Uji
Ekstraksi
Pengujian Toksisitas
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Ekstrak Tunggal
Toksisitas Ekstrak Campuran
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
ix
1
1
5
5
6
6
6
6
6
7
7
7
8
9
9
14
18
19
22
26

18

19

DAFTAR TABEL

1 Produksi, luas panen, dan produktivitas kubis di Indonesia, 20082012
2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak
kacang babi dan Piper spp. terhadap larva C. pavonana
3 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas campuran
ekstrak kacang babi dan Piper spp. terhadap larva C. pavonana
4 Sifat aktivitas campuran ekstrak kacang babi dengan ekstrak sirih
hutan dan ekstrak kacang babi dengan ekstrak cabai jawa terhadap
larva C. pavonana

1
12
13

16

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia rotenolon (a), tefrosin (b), rotenon (c), dan deguelin
(d) dari T. vogelii.
2 Struktur kimia dilapiol dari sirih hutan (a), alilpirokatekol dari sirih
(b), kubebin dari kemukus (c), miristisin dari karuk (d), dan
piperisida dari cabai jawa (e).
3 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak tunggal kacang babi I (A), kacang babi II (B), sirih hutan
(C), dan cabai jawa (D)
4 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak tunggal sirih (A), karuk (B), dan kemukus (C)
5 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
campuran ekstrak Tv + Pa 1:1 (A), Tv + Pr 1:1 (B), Tv + Ps 0.2%
(C), dan Tv + air rebusan Pb (D).

2

3

10
11

15

20

21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kacang babi I
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kacang babi II
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak sirih hutan
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak sirih
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kemukus
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak cabai jawa
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak karuk
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan dengan campuran
ekstrak kacang babi dan sirih hutan
9 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan dengan campuran
ekstrak kacang babi dan cabai jawa
10 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak
kacang babi dan karuk 0.2%
11 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak
kacang babi dan air rebusan sirih 10%

23
23
23
23
24
24
24
24
25
25
25

22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kubis (Brassica oleracea var. capitata) merupakan salah satu tanaman
sayuran penting karena sering digunakan dalam berbagai jenis menu makanan
sehari-hari. Produksi kubis di Indonesia selama periode 2008-2012 berfluktuasi;
dari tahun 2008 sampai 2010 produksi meningkat lalu turun pada tahun 2011 dan
meningkat lagi pada tahun 2012. Sementara itu, produktivitas turun pada tahun
2009 dan selalu meningkat pada 3 tahun berikutnya (Tabel 1).
Tabel 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas kubis di Indonesia, 2008-2012
Tahun

Produksi (ton)

Luas panen (ha)

Produktivitas (ton/ha)

2008
2009
2010
2011
2012

1 323 702
1 358 113
1 385 044
1 363 741
1 450 037

61 540
67 793
67 532
65 323
64 277

21.51
20.03
20.51
20.88
22.56

Sumber : Deptan (2013a, 2013b, 2013c).

Salah satu faktor pembatas dalam upaya peningkatan produksi kubis adalah
serangan hama dan penyakit. Ulat krop kubis Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama pada tanaman kubis
selain ulat daun Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Serangan
kedua jenis hama tersebut dapat mengakibatkan kegagalan panen bila tidak
dilakukan tindakan pengendalian yang tepat (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993).
Petani kubis umumnya menggunakan insektisida sintetik untuk
mengendalikan hama C. pavonana karena keterbatasan cara-cara nonkimia yang
efektif di tingkat petani. Aplikasi insektisida sintetik dapat dilakukan dengan mudah
dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat, tetapi penggunaan secara berlebihan dan
terus-menerus dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, di antaranya resistensi
dan resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami hama dan keracunan pada
organisme bukan sasaran lain, terdapatnya residu pestisida pada hasil panen, dan
pencemaran lingkungan (Perry et al. 1998). Untuk mengurangi berbagai dampak
tersebut, perlu dikembangkan sarana pengendalian alternatif yang efektif terhadap
hama sasaran tetapi relatif aman terhadap lingkungan. Insektisida nabati memiliki
sifat tersebut sehingga sesuai untuk dikembangkan sebagai alternatif pengendalian.
Salah satu jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan insektisida
nabati ialah kacang babi Tephrosia vogelii (Leguminosae). Daun kacang babi
diketahui mengandung senyawa rotenon dan senyawa rotenoid lain yang bersifat
insektisida, seperti deguelin, rotenolon, tefrosin, dan elipton (Delfel et al. 1970)
(Gambar 1). Rotenon aktif terhadap berbagai jenis serangga, bersifat sebagai racun
perut dan racun kontak (Djojosumarto 2008).

2

Gambar 1 Struktur kimia rotenolon (a), tefrosin (b), rotenon (c), dan deguelin (d)
dari kacang babi. Sumber: Lambert et al. (1993)
Ekstrak daun dan biji kacang babi dilaporkan bersifat insektisida, antifeedant,
dan repellent terhadap ulat krop kubis C. pavonana, kumbang daun
Henosepilachna sparsa, dan ulat P. xylostella (Prakash dan Rao 1997). Abizar dan
Prijono (2010) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat daun kacang babi yang berasal
dari kebun organik Bina Sarana Bakti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor,
memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan LC50
0.075% pada 96 jam setelah perlakuan (JSP). Nailufar (2011) juga melaporkan
bahwa ekstrak daun kacang babi yang berasal dari Kawasan Agropolitan,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, memiliki nilai LC50 sebesar 0.108% pada 96
JSP.
Insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran
ekstrak dua atau lebih jenis tumbuhan. Penggunaan campuran insektisida nabati
yang bersifat sinergis akan lebih ekonomis karena dosis penggunaan lebih rendah
dibandingkan dengan dosis penggunaan insektisida secara terpisah. Penggunaan
campuran insektisida nabati dengan sasaran berbeda dapat meningkatkan spektrum
aktivitas. Selain itu, penggunaan campuran insektisida nabati dapat mengurangi
ketergantungan pada satu jenis tumbuhan karena tumbuhan sumber ekstrak tidak
selalu terdapat melimpah di setiap daerah (Dadang dan Prijono 2008).
Famili tumbuhan lain yang potensial digunakan sebagai sumber insektisida
nabati ialah Piperaceae. Sebagai contoh, perlakuan dengan ekstrak buah sirih hutan
0.09%, buah kemukus 0.35%, dan cabai jawa 0.5% mengakibatkan kematian larva
C. pavonana sebesar 100% pada 48 JSP (Nailufar 2011; Abizar dan Prijono 2010;
Saryanah 2008).

3
Berbagai jenis Piper mengandung senyawa yang memiliki gugus
metilendioksifenil yang dapat menghambat kerja enzim monooksigenase yang
biasanya menguraikan senyawa asing termasuk insektisida (Scott et al. 2008).
Dengan demikian ekstrak Piper berpotensi memiliki efek sinergis bila dicampurkan
dengan ekstrak tumbuhan lain. Spesies Piper yang diteliti, yaitu sirih hutan
P. aduncum, sirih P. betle, kemukus P. cubeba, cabai jawa P. retrofractum, dan
karuk P. sarmentosum, mengandung satu atau lebih senyawa yang memiliki gugus
metilendioksifenil di dalam strukturnya (Parmar et al. 1997). Senyawa-senyawa
tersebut antara lain dilapiol dari sirih hutan (Bernard et al. 1995), piperlonguminine
dari sirih (Pradhan et al. 2013), kubebin dari kemukus (Usia et al. 2005), piperisida
dari cabai jawa (Scott et al. 2008), dan miristisin dari karuk (Qin et al. 2010)
(Gambar 2).

a

b

c

d

e
Gambar 2 Struktur kimia dilapiol dari sirih hutan (a), piperlonguminine dari sirih
(b), kubebin dari kemukus (c), miristisin dari karuk (d), dan piperisida
dari cabai jawa (e). Sumber: berturut-turut Bernard et al. (1995);
Pradhan et al. (2013); Harmatha dan Nawrot (2002); Qin et al. (2010);
dan Scott et al. (2008).

4
Hasyim (2011) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak n-heksana buah
sirih hutan pada konsentrasi 0.20% mengakibatkan kematian larva C. pavonana
instar II lebih dari 95%. Lebih lanjut ia melaporkan bahwa komponen utama dalam
fraksi aktif dari ekstrak n-heksana buah sirih hutan adalah dilapiol.
Amrulloh (2008) melaporkan bahwa ekstrak etanol sirih hutan bersifat
antibakteri dan anticendawan. Perlakuan dengan ekstrak tersebut pada konsentrasi
2.5% menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan
zona hambatan sebesar 3.128 mm dan pada konsentrasi 10% menghambat
pertumbuhan cendawan Fusarium oxysporum sebesar 19.856 mm (diameter cawan
9 cm). Anggraini (2012) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak etanol daun
sirih konsentrasi 30% mengakibatkan mortalitas sebesar 27.5% terhadap lalat
Chrysomya dewasa.
Senyawa lignan yang terdapat dalam buah kemukus, seperti kubebin, bersifat
antifeedant terhadap kumbang gudang Sitophilus granarius, Tribolium castaneum,
dan Trogoderma granarium (Harmatha dan Nawrot 2002). Nugroho (2008)
melaporkan bahwa fraksi heksana padatan buah kemukus aktif terhadap larva
C. pavonana dengan LC50 0.421%.
Ekstrak buah cabai jawa memiliki senyawa aktif isobutilamida tak jenuh,
seperti piperisida, dengan aktivitas insektisida yang kuat dan bekerja sebagai racun
saraf sehingga efek mematikannya berlangsung relatif cepat (Scott et al. 2008).
Salah satu fraksi kromatografi vakum cair ekstrak etil asetat buah cabai jawa
memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan nilai
LC50 0.017% pada 72 JSP (Zarkani 2008).
Ekstrak eter daun karuk dilaporkan bersifat antifeedant yang kuat dan toksik
secara kontak terhadap larva dan imago kumbang Brontispa longissima. Perlakuan
dengan minyak atsiri eter daun karuk pada konsentrasi 2000 mg/L menghambat
makan sekitar 92% pada larva instar I B. longissima. Perlakuan kontak dengan dosis
8 µl per serangga menyebabkan mortalitas larva B. longissima sebesar 100% pada
perlakuan larva instar I-V dan sekitar 98% pada imagonya (Qin et al. 2010).
Pencampuran ekstrak beberapa spesies Piperaceae dengan ekstrak daun
kacang babi diharapkan dapat meningkatkan toksisitas ekstrak tersebut. Beberapa
hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak buah sirih hutan, buah
kemukus, dan buah cabai jawa bersifat sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak
daun kacang babi berdasarkan pengujian toksisitas terhadap larva C. pavonana.
Hasil penelitian Nailufar (2011) menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun
kacang babi dan buah sirih hutan (1:5) bersifat sinergistik kuat terhadap larva
C. pavonana pada taraf LC50 dan LC95 pada pengamatan 48, 72, dan 96 JSP. Pada
96 JSP, campuran ekstrak daun kacang babi dan buah kemukus (5:9) bersifat
sinergistik kuat pada taraf LC50 dan sinergistik lemah pada taraf LC95 (Abizar dan
Prijono 2010). Saryanah (2008) melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol daun
kacang babi dan cabai jawa bersifat sinergistik lemah pada taraf LC50 dan LC95 pada
pengamatan 48 dan 72 JSP. Pengaruh ekstrak daun sirih dan karuk dalam
meningkatkan aktivitas insektisida ekstrak tumbuhan lain belum pernah diteliti.
Untuk menentukan ekstrak Piper yang paling sesuai dalam meningkatkan toksisitas
ekstrak kacang babi, perlu dilakukan pengujian menggunakan bahan yang sama dan
dalam periode yang sama pula.

5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan campuran antara ekstrak daun kacang
babi dan ekstrak Piper spp. (P. aduncum, P. betle, P. cubeba, P. retrofractum, dan
P. sarmentosum) yang aktif dan sinergis terhadap larva C. pavonana.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang campuran
ekstrak daun kacang babi dengan ekstrak spesies Piper yang aktif dan sinergis
sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian yang ramah lingkungan
terhadap hama C. pavonana pada tanaman sayuran Brassicaceae.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB),
dari Maret 2013 sampai Desember 2013.
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah
sirih hutan P. aduncum yang berasal dari Kabupaten Kampar, Riau; daun sirih
P. betle dan buah cabai jawa P. retrofractum yang diperoleh dari pasar tradisional
di Bogor; buah kemukus P. cubeba yang diperoleh dari pasar tradisional di
Yogyakarta; daun karuk P. sarmentosum yang diperoleh dari desa Cibanteng,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor; dan daun kacang babi T. vogelii yang
berasal dari Kawasan Agropolitan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Perbanyakan Tanaman Pakan
Benih kubis ‘KK Cross’ disemai pada nampan semai 50-lubang yang diisi
media tanam berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.
Bersamaan dengan penyemaian dilakukan pemupukan dengan pupuk majemuk
‘Dekastar’ (NPK 18-9-10+TE). Bibit kubis berumur 3 minggu dipindahkan ke
dalam polybag kapasitas 5 L yang diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 3:1 (v/v). Pada setiap polybag ditanam 1 bibit tanaman. Pemeliharaan
tanaman kubis yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, penyulaman,
penyiangan gulma, dan pengendalian hama secara mekanis. Daun tanaman kubis
yang telah berumur 2 bulan digunakan sebagai pakan larva C. pavonana dan untuk
pengujian.
Pembiakan Serangga Uji
Serangga C. pavonana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
koloni C. pavonana yang diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, dan koloni C. pavonana keturunan generasi pertama dari populasi
lapangan. Koloni larva keturunan generasi pertama dari populasi lapangan
digunakan pada pengujian kedua ekstrak daun kacang babi serta campuran ekstrak
daun kacang babi dan air rebusan daun sirih. Hal ini dilakukan karena saat itu koloni
laboratorium C. pavonana tidak dapat lagi menghasilkan keturunan dalam jumlah
cukup untuk pengujian.
Pembiakan serangga dilakukan mengikuti prosedur yang dikemukakan
oleh Prijono dan Hassan (1992). Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan
plastik-kasa berbingkai kayu (50 cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi pakan larutan
madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas yang digantungkan di dalam
kurungan. Daun kubis ditempatkan dalam tabung film berisi air dan diletakkan di
dalam kurungan sebagai tempat peletakan telur. Kelompok telur pada daun kubis
dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke dalam wadah
plastik (35 cm x 25 cm x 6 cm) berjendela kasa yang dialasi kertas stensil, dan

7
diletakkan daun kubis bebas pestisida sebagai pakannya. Larva instar II digunakan
untuk pengujian. Bila tidak digunakan untuk pengujian, sebagian larva dipelihara
lebih lanjut dalam wadah plastik berisi daun kubis. Menjelang berpupa, larva
dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang berisi serbuk gergaji sebagai medium
untuk berpupa. Pupa beserta kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastikkasa seperti di atas hingga muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.
Ekstraksi
Daun kacang babi, sirih, karuk dan buah sirih hutan dipotong kecil-kecil lalu
dikeringudarakan, sedangkan buah cabai jawa dan buah kemukus dikeringudarakan
dalam keadaan utuh. Setiap bahan tumbuhan digiling menggunakan blender hingga
menjadi serbuk, kemudian diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan
0.5 mm. Serbuk tumbuhan tersebut masing-masing sebanyak 200 g direndam dalam
etil asetat dengan perbandingan 1:8 (w/v). Perendaman diulang sebanyak 3 kali
(Nailufar 2011). Rendaman tersebut diaduk dan dibiarkan selama sekurangkurangnya 24 jam. Cairan hasil rendaman disaring menggunakan corong kaca yang
dialasi kertas saring Whatman No. 41 diameter 185 mm dan ditampung dalam labu
penguap. Hasil saringan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 50 ºC dan tekanan 240 mbar sehingga diperoleh ekstrak kasar. Setiap ekstrak
yang diperoleh disimpan di dalam lemari es (± 4 ºC) hingga digunakan untuk
pengujian.
Pengujian Toksisitas
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Pengujian dilakukan melalui 2 tahap, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan.
Uji pendahuluan dilakukan hanya untuk ekstrak daun sirih dan karuk. Pada uji
pendahuluan, kedua ekstrak tersebut diuji pada konsentrasi 0.25%, 0.5%, dan 1%
(w/v). Setiap perlakuan terdiri atas 6 ulangan. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan metode celup daun (Abizar dan Prijono 2010). Setiap ekstrak
dicampur dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween 80 dengan perbandingan
5:1 (v/v) (konsentrasi akhir 1.2%), kemudian ditambahkan akuades sehingga
didapatkan suspensi dengan konsentrasi yang diinginkan. Akuades yang hanya
mengandung pelarut metanol dan pengemulsi Tween 80 dengan konsentrasi 1.2%
(5:1 v/v) digunakan sebagai larutan kontrol. Semua suspensi ekstrak dikocok
dengan menggunakan pengocok ultrasonik agar ekstrak dapat tersuspensikan secara
merata di dalam air (Abizar dan Prijono 2010).
Potongan daun kubis (4 cm x 4 cm) dicelupkan dalam suspensi ekstrak
dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata, kemudian dikeringudarakan di
atas kertas stensil. Daun kontrol dicelup dalam larutan kontrol yang sesuai. Satu
potong daun perlakuan atau daun kontrol dimasukkan ke dalam cawan petri
(diameter 9 cm) yang dialasi tisu. Sebanyak 15 larva instar II C. pavonana yang
baru berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi daun kontrol atau
daun perlakuan yang sesuai. Larva tersebut dibiarkan makan selama 24 jam. Setelah
24 jam, satu potong daun kontrol atau daun perlakuan ditambahkan ke dalam cawan
petri tadi. Dua puluh empat jam berikutnya, daun perlakuan diganti dengan daun
tanpa perlakuan. Jumlah larva yang mati diamati dan dicatat setiap hari sampai hari
ke-3 (72 jam setelah perlakua [JSP]).

8
Uji lanjutan dilakukan terhadap ekstrak daun kacang babi dan ekstrak Piper
spp. yang aktif terhadap larva C. pavonana (mortalitas ≥ 80%). Setiap perlakuan
diuji pada 6 taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian
serangga uji antara 15% dan 95%. Cara perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan
sama seperti uji pendahuluan, tetapi pada uji lanjutan pengamatan dilakukan sampai
hari ke-4. Data mortalitas kumulatif pada 48, 72, dan 96 JSP diolah dengan analisis
probit dengan menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran
Ekstrak daun kacang babi diuji dalam bentuk campuran dengan ekstrak buah
sirih hutan dan cabai jawa pada nisbah konsentrasi 1:1 (w/w). Campuran ekstrak
diuji masing-masing pada 6 taraf konsentrasi yang ditentukan berdasarkan hasil
pengujian ekstrak secara terpisah. Ekstrak daun karuk 0.2% dicampurkan dengan 6
taraf konsentrasi ekstrak daun kacang babi. Ekstrak daun kacang babi pada 6 taraf
konsentrasi juga diuji dengan pengencer air rebusan daun sirih (konsentrasi 10
g/100 ml). Ekstrak daun kacang babi dicampur dengan pelarut metanol dan
pengemulsi Tween 80 seperti sebelumnya, kemudian ditambahkan air rebusan daun
sirih sehingga didapatkan suspensi dengan konsentrasi yang diinginkan. Cara
pengujian dan waktu pengamatan pada uji campuran ekstrak sama dengan uji
lanjutan ekstrak tunggal. Data mortalitas kumulatif pada 48, 72, dan 96 JSP diolah
dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Sifat aktivitas campuran ekstrak daun kacang babi dengan ekstrak buah sirih
hutan dan cabai jawa dianalisis berdasarkan model kerja bersama berbeda dengan
menghitung indeks kombinasi pada taraf LC50 dan LC95. Indeks kombinasi (IK)
pada taraf LCx tersebut dihitung dengan rumus berikut (Chou dan Talalay 1984):
IK =

LC � ��
LC � �� LC � ��
LC � ��
+
+[
x
]
LC �
LC �
LC �
LC �

LCx1 dan LCx2 masing-masing merupakan LCx ekstrak daun kacang babi
dan salah satu ekstrak Piper yang diujikan pada pengujian terpisah; LCx1(cm) dan
LCx2(cm) masing-masing LCx ekstrak daun kacang babi dan salah satu ekstrak Piper
dalam campuran yang mengakibatkan mortalitas x (misal 50% dan 95%). Nilai LCx
tersebut diperoleh dengan cara mengalikan LCx campuran dengan proporsi
konsentrasi ekstrak kacang babi atau salah satu ekstrak Piper dalam campuran.
Kategori sifat interaksi campuran adalah sebagai berikut (diadaptasi dari Gisi
1996):
a. bila IK < 0.5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat;
b. bila 0.5 ≤ IK ≤ 0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah;
c. bila 0.77 < IK ≤ 1.43, komponen campuran bersifat aditif;
d. bila IK > 1.43, komponen campuran bersifat antagonistik.
Untuk menentukan sifat aktivitas campuran ekstrak daun kacang babi
dengan ekstrak daun sirih dan daun karuk, LC50 dan LC95 campuran ekstrak tersebut
dibandingkan dengan LC50 dan LC95 ekstrak tunggal daun kacang babi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Ekstrak Tunggal
Perlakuan dengan ekstrak daun kacang babi pada pengujian I dan II
mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana yang meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu dan makin besarnya konsentrasi ekstrak (Gambar 1A dan 1B).
Pola yang serupa juga teramati pada perlakuan dengan ekstrak buah sirih hutan dan
cabai jawa (Gambar 1C dan 1D). Mortalitas serangga uji meningkat tajam antara
24 dan 48 JSP, sedangkan pada 72 JSP umumnya hanya terjadi sedikit peningkatan
mortalitas serangga uji.
Perlakuan dengan ekstrak daun sirih dan daun karuk mengakibatkan kematian
larva C. pavonana yang rendah, yaitu perlakuan dengan kedua ekstrak tersebut pada
konsentrasi tertinggi (1%) mengakibatkan kematian larva C. pavonana masingmasing 16.7% dan 34.4% pada 72 JSP (Gambar 2A dan 2B). Ekstrak etanol daun
sirih aktif sebagai antimikroba dan antibakteri (Amrulloh 2008) tetapi
membutuhkan dosis yang tinggi apabila digunakan sebagai insektisida (Anggraini
2012). Ekstrak eter daun karuk dilaporkan memiliki sifat antifeedant yang kuat dan
toksik secara kontak terhadap larva dan imago Brontispa longissima (Qin et al.
2009). Hasil penelitian ini yang berbeda dengan hasil penelitian Qin et al. (2009)
mungkin disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa dalam daun karuk yang
digunakan dan perbedaan serangga uji.
Ekstrak buah kemukus memiliki toksisitas yang rendah terhadap larva
C. pavonana. Pada konsentrasi tertinggi yaitu 0.6%, mortalitas yang dihasilkan
kurang dari 30% (Gambar 2C), berbeda dengan hasil penelitian Abizar dan Prijono
(2010) yakni 100%. Nugroho (2008) juga melaporkan bahwa perlakuan dengan
fraksi padatan ekstrak buah kemukus 0.5% mengakibatkan mortalitas >80% pada
72 JSP. Hasil yang berbeda dalam penelitian ini disebabkan tidak diperolehnya
fraksi padatan yang aktif seperti yang dilaporkan oleh Nugroho (2008) serta Abizar
dan Prijono (2010).
Hasil analisis probit menunjukkan bahwa LC50 dan LC95 ekstrak daun kacang
babi, buah sirih hutan, dan buah cabai jawa makin kecil pada pengamatan setelah
48 JSP (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan pola peningkatan mortalitas serangga uji,
yaitu mortalitas larva C. pavonana masih meningkat setelah 48 JSP (Gambar 1).
Pada 96 JSP, LC50 ekstrak kacang babi I, sirih hutan, dan cabai jawa berturut-turut
0.046%, 0.105%, dan 0.125%, sedangkan LC95 ketiga ekstrak tersebut berturutturut 0.272%, 0.272%, dan 0.239% (Tabel 2). Berdasarkan nilai LC95 tersebut dapat
dikemukakan bahwa ekstrak kacang babi, sirih hutan, dan cabai jawa berpotensi
digunakan sebagai bahan insektisida nabati, karena LC95 ketiga ekstrak tersebut
tidak lebih dari 0.3%. Dadang dan Prijono (2008) menyatakan bahwa insekstisida
nabati yang diekstrak dengan pelarut organik dikatakan memiliki potensi yang baik
bila pada konsentrasi ≤ 1% dapat mengakibatkan mortalitas serangga uji ≥ 80%.

10

Mortalitas (%)

100

A

80

0.035

60

0.078

0.121
40

0.164

20

0.207

0

0.250

Mortalitas (%)

100 0 B

Mortalitas (%)

24

48

72

96

Konsentrasi (%)

80

0.025

60

0.060
0.095

40

0.130

20

0.165

0

0.200

100 0 C

24

48

72

96

Konsentrasi (%)

80

0.075

60

0.110
0.145

40

0.180

20

0.215

0

0.250

100 0 D
Mortalitas (%)

Konsentrasi (%)

24

48

72

96

Konsentrasi (%)

80

0.040

60

0.080
0.120

40

0.160

20

0.200

0

0.250
0

24

48

72

96

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 1 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
dengan ekstrak daun kacang babi I (A), daun kacang babi II (B), buah
sirih hutan (C), dan buah cabai jawa (D)

11

Mortalitas (%)

40

Konsentrasi (%)

A

0.250

30

0.500
1.0

20
10
0

Mortalitas (%)

40

0

24
B

30

48

72
Konsentrasi (%)

Waktu pengamatan (JSP)

0.250

B

0.500
1.0

20
10
0

Mortalitas (%)

40

0

24
C

48

72
Konsentrasi (%)

Waktu pengamatan (JSP)

0.250

30

0.320
0.390

20

0.460
0.530

10

0.600

0
0

24

48

72

96

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 2 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
dengan ekstrak daun sirih (A), daun karuk (B), dan buah kemukus (C)

 

12

13

14
Toksisitas Ekstrak Campuran
Tingkat mortalitas serangga uji pada perlakuan dengan campuran ekstrak
kacang babi dan sirih hutan meningkat tajam antara 24 dan 48 JSP. Pada 72 JSP,
tingkat mortalitas sudah mencapai 100% pada perlakuan campuran ekstrak tersebut
dari konsentrasi 0.082% hingga konsentrasi tertinggi (0.150%) dan tingkat
mortalitas mencapai lebih dari 90% untuk semua konsentrasi perlakuan pada 96 JSP
(Gambar 3A). Nilai LC50 dan LC95 campuran ekstrak kacang babi dan sirih hutan
berturut-turut 3.1 dan 5.8 kali lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak tunggal
kacang babi serta 7.0 dan 5.8 kali lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak tunggal
sirih hutan (Tabel 2).
Pada 48 JSP, mortalitas serangga uji pada perlakuan dengan campuran
ekstrak kacang babi dan cabai jawa meningkat nyata hingga lebih dari 50% pada
hampir semua taraf konsentrasi uji kecuali pada konsentrasi terendah (0.037%)
yaitu kurang dari 50%. Tingkat mortalitas 100% mulai terjadi pada 72 JSP yaitu
pada perlakuan konsentrasi 0.105% dan 0.150% (Gambar 3B). Pada 96 JSP, LC50
dan LC95 campuran ekstrak kacang babi dan cabai jawa berturut-turut 1.6 dan 4.2
kali lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak tunggal kacang babi serta 4.3 dan
3.6 kali lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak tunggal cabai jawa (Tabel 2).
Campuran ekstrak kacang babi dan sirih hutan dalam penelitian ini (LC50 dan
LC95 pada 96 JSP masing-masing 0.015% dan 0.047%) lebih aktif daripada
campuran ekstrak tersebut yang dilaporkan oleh Nailufar (2011) (LC50 dan LC95
masing-masing 0.043% dan 0.097%). Sementara campuran ekstrak kacang babi dan
cabai jawa dalam penelitian ini (LC50 dan LC95 pada 72 JSP masing- masing 0.037%
dan 0.077%) juga lebih aktif daripada yang dilaporkan oleh Saryanah (2008) (LC50
dan LC95 masing-masing 0.150% dan 0.258%). Berdasarkan uraian tersebut dapat
dikemukakan bahwa campuran ekstrak kacang babi baik dengan ekstrak sirih hutan
maupun dengan ekstrak cabai jawa dalam penelitian ini memiliki toksisitas yang
lebih tinggi baik dibandingkan dengan ekstrak tunggalnya secara terpisah maupun
dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya.
Pada 96 JSP, campuran ekstrak kacang babi dan karuk 0.2% memiliki LC50
sekitar 1.8 kali lebih besar daripada ekstrak kacang babi I sedangkan LC95-nya
sekitar 1.5 kali lebih rendah. Perlakuan dengan ekstrak karuk 0.2% mengakibatkan
mortalitas larva C. pavonana sebesar 23.3%. Pada 96 JSP, campuran ekstrak kacang
babi dan air rebusan sirih memiliki LC50 dan LC95 berturut-turut 1.3 dan 1.4 kali
lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak kacang babi II. Perlakuan dengan air
rebusan sirih 10 g/100 ml mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana hanya 1.1%.
Dengan demikian, penambahan ekstrak karuk dan sirih dapat sedikit meningkatkan
toksisitas ekstrak kacang babi terhadap larva C. pavonana.
Berdasarkan indeks kombinasi (IK), campuran ekstrak kacang babi dengan
cabai jawa bersifat sinergistik kuat kecuali pada taraf LC50 waktu pengamatan 72
JSP bersifat sinergistik lemah. Ekstrak sirih hutan bila dicampurkan dengan ekstrak
kacang babi bersifat sinergistik kuat pada taraf LC50 dan LC95 untuk semua waktu
pengamatan, yaitu 48, 72, dan 96 JSP (Tabel 4). Baik ekstrak sirih hutan maupun
ekstrak cabai jawa memiliki senyawa aktif yang mengandung gugus
metilendioksifenil, misalnya dilapiol (sirih hutan) dan piperisida (cabai jawa), yang
dapat menghambat enzim yang biasa menguraikan insektisida sehingga bersifat
sinergis (Scott et al. 2008).

15

Mortalitas (%)

100

80

0.037

60

0.060
0.082

40

0.105

20

0.127

0

0.150

Mortalitas (%)

100 0

24

Mortalitas (%)

48

72

96

Konsentrasi (%)

B

80

0.037

60

0.060
0.082

40

0.105

20

0.127

0
100 0 C

Mortalitas (%)

Konsentrasi (%)

A

0.150
24

48

72

96

Konsentrasi (%)

80

0.025

60

0.060
0.095

40

0.130

20

0.165

0
100 0

0.200
D

24

48

72

96

80
60
40
20
0
0

24
48
72
Waktu pengamatan (JSP)

Konsentrasi (%)
0.025
0.060
0.095
0.130
0.165
0.200

96

Gambar 3 Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
campuran ekstrak Tv + Pa 1:1 (A), Tv + Pr 1:1 (B), Tv + Ps 0.2% (C),
dan Tv + air rebusan Pb (D). Kode ekstrak seperti pada Tabel 3

16
Tabel 4 Sifat aktivitas campuran ekstrak kacang babi (Tv) dengan sirih hutan (Pa)
dan ekstrak kacang babi dengan cabai jawa (Pr) terhadap larva
C. pavonana
Waktu
Indeks kombinasi
Sifat interaksib
Campuran
pengamatan
ekstrak
LC50
LC95
LC50
LC95
(JSP)a
Tv + Pa (1:1)
48
0.169
0.423
Sin. kuat
Sin. kuat
72
0.231
0.235
Sin. kuat
Sin. kuat
96
0.196
0.179
Sin. kuat
Sin. kuat
Tv + Pr (1:1)
48
0.410
0.399
Sin. kuat
Sin. kuat
72
0.539
0.309
Sin. lemah Sin. kuat
96
0.467
0.271
Sin. kuat
Sin. kuat
a

JSP = jam setelah perlakuan. b Sin = sinergistik.

Daun kacang babi mengandung senyawa aktif rotenon dan senyawa rotenoid
lain seperti deguelin dan tefrosin (Delfel et al. 1970). Rotenon aktif terhadap
berbagai jenis serangga, bersifat sebagai racun perut dan racun kontak
(Djojosumarto 2008). Rotenon bekerja lambat dalam membunuh serangga tetapi
dapat menyebabkan serangga segera berhenti makan. Alat mulut serangga kadangkadang menjadi lumpuh sehingga serangga berhenti makan dan mati kelaparan.
Mekanisme kerja rotenon dalam tubuh serangga adalah mengganggu fungsi enzim
respirasi yang mengakibatkan kegagalan pada fungsi-fungsi pernapasan (Matsamura
1985). Rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan
koenzim Q pada kompleks I dari rantai transpor elektron di dalam mitokondria
(Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel tersebut
menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang
selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan
lainnya.
Piper spp. mengandung gugus metilendioksifenil yang merupakan ciri
penting dari sejumlah sinergis insektisida yang dapat menghambat aktivitas enzim
sitokrom P450, yang dapat menguraikan senyawa asing termasuk insektisida
(Matsumura 1985; Usia et al. 2005). Enzim pemetabolisme senyawa asing tersebut
tidak dapat menguraikan bahan aktif insektisida lain yang dicampurkan (Bernard et
al. 1990). Terhambatnya enzim tersebut mengakibatkan senyawa aktif dalam
ekstrak kacang babi yang dicampurkan tidak terurai dan dapat tetap bekerja.
Perbedaan toksisitas di antara ekstrak 5 spesies Piper dalam penelitian ini
dapat disebabkan oleh perbedaan jenis, banyaknya, dan toksisitas senyawa aktif
dalam 5 spesies Piper tersebut (Bernard et al. 1995; Parmar et al. 1997; Usia et al.
2005; Scott et al. 2008; Qin et al. 2010; Pradhan et al. 2013). Perbedaan struktur
senyawa aktif dalam 5 spesies Piper tersebut dapat memengaruhi kemampuan
senyawa aktif tersebut dalam menghambat enzim pemetabolisme senyawa asing
sehingga dapat mengakibatkan perbedaan sifat aktivitas campuran ekstrak 5 spesies
Piper tersebut dengan ekstrak daun kacang babi (Scott et al. 2008).
Penggunaan insektisida nabati dalam bentuk campuran yang bersifat sinergis
dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan sebagai bahan baku,
meningkatkan spektrum aktivitas insektisida, lebih ekonomis karena dosis yang

17
digunakan lebih rendah dibandingkan dengan dosis komponen masing-masing
secara terpisah dan dapat menunda timbulnya resistensi hama terhadap insektisida
(Dadang dan Prijono 2008). Kacang babi dan Piper spp. mudah dibudidayakan dan
dapat tumbuh dengan cepat sehingga bahan baku insektisida nabati dari jenis
tumbuhan tersebut dapat diperoleh dengan cukup mudah. Dengan demikian,
campuran ekstrak kacang babi dengan Piper spp. yang bersifat sinergis layak untuk
dikembangkan lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN
Ekstrak yang aktif terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana)
berdasarkan urutan toksisitas dari yang tertinggi adalah ekstrak daun kacang babi
(Tephrosia vogelii), buah sirih hutan (Piper aduncum), dan buah cabai jawa (Piper
retrofractum) dengan nilai LC50 berturut-turut 0.046%, 0.105%, dan 0.125%.
Ekstrak buah kemukus (Piper cubeba) tidak aktif terhadap larva C. pavonana
(kematian kurang dari 30%). Hal ini disebabkan saat proses ekstraksi tidak
ditemukan fraksi padatan yang aktif. Ekstrak daun karuk (Piper sarmentosum) dan
daun sirih (Piper betle) memiliki toksisitas rendah yaitu pada konsentrasi tertinggi
(1%) mengakibatkan kematian larva C. pavonana tidak lebih dari 40%.
Campuran ekstrak daun kacang babi baik dengan ekstrak buah sirih hutan
maupun dengan ekstrak buah cabai jawa memiliki toksisitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak tunggalnya secara terpisah dan bersifat sinergis
sehingga kedua ekstrak Piper tersebut potensial untuk digunakan dalam bentuk
campuran dengan ekstrak daun kacang babi sebagai alternatif pengendalian
terhadap hama C. pavonana. Pencampuran ekstrak daun karuk 0.2% atau air
rebusan daun sirih 10 g/100 ml hanya sedikit meningkatkan toksisitas ekstrak daun
kacang babi terhadap larva C. pavonana.
Campuran ekstrak yang aktif dapat diuji keefektifannya terhadap hama lain
dan diuji keamanannya terhadap beberapa musuh alami hama serta diuji
keefektifannya untuk mengendalikan hama di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia
vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L.
(Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). JHPT Trop. 10(1):1-12.
Amrulloh I. 2008. Uji potensi ekstrak daun sirih (Piper betle L.) sebagai
antimikroba terhadap bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan jamur
Fusarium oxysporum [skripsi]. Malang(ID): Universitas Islam Negeri
Malang.
Anggraini T. 2012. Uji efektivitas ekstrak daun sirih (Piper betle) sebagai
insektisida lalat Chrysomya dengan metode semprot [skripsi]. Malang(ID):
Universitas Brawijaya.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, SanchezVindas P, Hasbun C, Poveda L, Roman LS, Arnason JT. 1995. Insecticidal
defenses of Piperaceae from the Neotropics. J Chem Ecol. 21(6):801-814.
Chou TC, Talalay P. 1984. Quantitative analysis of dose-effect relationships: the
combined effects of multiple drugs or enzyme inhibitors. Adv Enzyme Regl.
22(3):27-55.
Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan
Pengembangan. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor.
Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff IA. 1970. Distribution of rotenone and
deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions. J
Agric Food Chem. 18(3):385-390.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013a. Luas panen kol/kubis menurut provinsi,
2008-2012 [Internet]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik
Indonesia;
[diunduh
2014
Januari
24].
Tersedia
pada:
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/ATAP-Horti2012/LP-KolKubis
.pdf.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013b. Produksi kol/kubis menurut provinsi,
2008-2012 [Internet]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik
Indonesia;
[diunduh
2014
Januari
24].
Tersedia
pada:
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/ATAP-Horti2012/Prod-Kol
Kubis.pdf.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013c. Produktivitas kol/kubis menurut provinsi,
2008-2012 [Internet]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik
Indonesia;
[diunduh
2014
Januari
24].
Tersedia
pada:
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/ATAP-Horti2012/Prodtv-Kol
Kubis.pdf.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Gisi U. 1996. Synergistic interaction of fungicides in mixtures. Phytopathology.
86(11):1273-1279.
Harmatha J, Nawrot J. 2002. Insect feeding deterrent activity of lignans and related
phenylpropanoids with a methylenedioxyphenyl (piperonyl) structure moiety.
Entomol Exp Appl. 104(1):51-60.

20
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai insektisida
botani terhadap larva Crocidolomia pavonana [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative
phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D,
Hodgson et al., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2. San Diego
(US): Academic Press. hlm 1169-1227.
Kato MJ, Furlan M. 2007. Chemistry and evolution of the Piperaceae. Pure Appl
Chem. 79(4):529–538.
Lambert N, Trouslot MF, Nef-Campa C, Crestin H. 1993. Production of rotenoids
by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii.
Phytochemistry. 34(6):1515-1520.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOraSoftware.
Matsumura F. 1985. Toxicology of Insecticides. Ed ke-2. New York (US): Plenum
Press.
Nailufar N. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugroho DA. 2008. Aktivitas residu ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) dan
daun Tephrosia vogelii Hook. f. (Leguminosae) terhadap larva Crocidolomia
pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Parmar VS, Jain SC, Bisht KS, Jain R, Taneja PO, Jha A, Tyagi OD, Prasad AK,
Wengel J,Olsen CE, Boll PM. 1997. Phytocehmistry of the genus Piper.
Phytochemistry 46(4):597-673.
Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. Berlin (DE): Springer-Verlag.
Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton (US):
CRC Press.
Prijono D, Hassan E. 1992. Life cycle and demography of Crocidolomia binotalis
Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) on broccoli in the laboratory. Indones J Trop
Agric. 4(1):18−24.
Qin W, Huang S, Li C, Chen S, Peng Z. 2009. Biological activity of the essential
oil from the leaves of Piper sarmentosum Roxb. (Piperaceae) and its chemical
constituens on Brontispa longissima (Gestro) (Coleoptera: Hispidae). Pestic
Biochem Physiol. 96(3):132-139.
Pradhan D, Suris KA, Pradhan DK, Biswasroy P. 2013. Golden heart of the nature:
Piper betle L. J Pharm Phytochem. 1(6):147-167
Saryanah NA. 2008. Toksisitas campuran ekstrak Piper retrofractum Vahl.
(Piperaceae) dan Tephrosia vogelii Hook f. (Leguminosae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sastrosiswojo B, Setiawati W. 1993. Hama-hama tanaman kubis dan cara
pengendaliannya. Di dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Kubis.
Bandung (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Penelitian Hortikultura. hlm 39-50.

21
Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. A review of Piper spp.
(Piperaceae) phytochemistry, insecticidal activity and mode of action.
Phytochem Rev. 7(1):65-75.
Usia T, Watabe T, Kadota S, Tezuka Y. 2005. Potent CYP3A4 inhibitory
constituents of Piper cubeba. J Nat Prod. 68(1):64-68.
Zarkani A. 2008. Aktivitas insektisida ekstrak Piper retrofractum Vahl. dan
Tephrosia vogelii Hook. f. terhadap Crocidolomia pavonana (F.) dan Plutella
xylostella (L.) serta keamanan ekstrak tersebut terhadap Diadegma
semiclausum (Hellen) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

22

LAMPIRAN

24

23
Lampiran 1 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kacang babi I
Konsentrasi
(%, w/v)
0.035
0.078
0.121
0.164
0.207
0.250

Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
48
72

24
13.3
14.4
14.4
14.4
16.7
27.8

21.1
41.1
65.6
60.0
73.3
97.8

35.5
62.2
77.8
83.3
83.3
100

96
42.2
66.7
80.0
85.6
87.8
100

a

JSP = jam setelah perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 15 larva instar II x
6 ulangan untuk semua perlakuan. Kematian kontrol kurang dari 15%.

Lampiran 2 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kacang babi II
Konsentrasi
(%, w/v)

24

0.025
0.060
0.095
0.130
0.165
0.200

1.1
2.2
1.1
2.2
3.3
3.3

Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
48
72
5.6
17.8
8.9
33.7
53.3
76.7

6.7
24.4
32.2
77.5
78.9
91.1

96
7.8
26.7
48.9
83.1
81.1
91.1

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

Lampiran 3 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak sirih hutan
Konsentrasi
(%, w/v)
0.075
0.110
0.145
0.180
0.215
0.250

Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
48
72

24
6.7
20.0
18.9
25.5
32.2
91.1

21.1
38.9
47.8
68.9
96.7
100

32.2
51.1
51.1
71.1
96.7
100

96
36.7
53.3
54.4
73.3
96.7
100

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

Lampiran 4 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak sirih
Konsentrasi
(%, w/v)
0.075
0.110
0.145

Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
24
48
6.7
15.6
10.0

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1.

8.9
18.9
14.4

72
8.9
18.9
16.7

24
Lampiran 5 Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak kemukus
Konsentrasi
(%, w/v)
0.250
0.320
0.390
0.460
0.530
0.600

Mortalitas kumulatif (%) pada JSPa
48
72

24
4.4
8.9
5

Dokumen yang terkait

Bioaktivitas Ekstrak Biji Aglaia harmsiana Terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia binotalis

2 16 7

Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbahan Ekstrak Brucea javanica, Piper aduncum, dan Tephrosia vogelii untuk Pengendalian Hama Kubis Crocidolomia pavonana

7 89 156

Formulasi Ekstrak Tanaman Aglaia Odorata Dan Piper Aduncum Untuk Pengendalian Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

0 2 46

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Buah Piper aduncum (Piperaceae) dan Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 7 63

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Akivitas insektisida ekstrak piper retrofractum Vahl. dan Tephrosia vogelii Hook. f. terhadap Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella serta Keamanan Ekstrak tersebut terhadap Diadegma semiclausum

1 7 84

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Selektivitas Formulasi Ekstrak Biji Barringtonia Asiatica L. (Lecythidaceae) Terhadap Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana (F). Dan Parasitoid Telur Trichogramma Spp. Serta Dampaknya Terhadap Bibit Tanaman Brassicaceae.

0 1 1