Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

(1)

ABSTRAK

ANUGRAH PANGGRAITO. Perbandingan Kandungan Seyawa Rotenoid dan Aktivitas Insektisida Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Hama Kubis Crocidolomia pavonana. Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan DJOKO PRIJONO.

Jenis tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati ialah kacang babi (Tephrosia vogelii Fabaceae). Daun kacang babi mengandung senyawa insektisida kelompok rotenoid seperti rotenon, deguelin, dan tefrosin. Lima belas sampel daun kacang babi yang dikumpulkan dari 8 lokasi di Jawa Barat diekstraksi menggunakan pelarut aseton dengan metode maserasi. Rendemen ekstrak yang diperoleh berkisar dari 7.10% sampai 13.75%. Hasil analisis kualitatif menggunakan kromatograf lapis tipis dengan eluen n-heksana:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) menunjukkan 3 bercak yang terpisah

dengan baik. Hasil analisis menggunakan kromatograf cair kinerja tinggi yang diperkuat dengan data kromatograf cair-spektrometer massa menunjukkan keberadaan rotenon (waktu retensi15.9menit) dan dua senyawa lain dengan waktu retensi di sekitar rotenon, yaitu deguelin (17.5menit) dan satu senyawa lain yang tidak teridentifikasi (13.6menit). Kisaran kandungan rotenon dalam 15 ekstrak kacang babi ialah 0.0475–0.3844% dengan kandungan rotenon tertinggi terdapat pada ekstrak daun kacang babi berbunga ungu asal daerah Panglejar, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung. Area deguelin tertinggi terdapat pada ekstrak daun kacang babi berbunga putih asal Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Kandungan rotenon dan deguelin secara terpisah tidak berkorelasi dengan aktivitas insektisida 15 ekstrak yang diperoleh sehingga perbedaan aktivitas insektisida di antara 15 ekstrak tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid secara keseluruhan.

ABSTRACT

ANUGRAH PANGGRAITO. Comparison of Rotenoid Content and Insecticide Activity of Tephrosia vogelii on a Cabbage Pest Crocidolomia pavonana. Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and DJOKO PRIJONO.

Fish-poison bean,Tephrosia vogelii(Fabaceae), is a potential source of botanical insecticides. Fish-poison bean leaves contain insecticidal rotenoid compounds including rotenone, deguelin, and tephrosin. Fifteen samples of fish-poison bean leaves collected from 8 locations in West Java ware extracted with acetone by maceration method. Yield of the extracts ranged from 7.10% to 13.75%. The result of qualitative analysis using thin layer chromatography with n-hexane:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) as eluent showed 3

well-separated spots. High performance liquid chromatography and liquid chromatography-mass spectrometer analyses identified rotenone (retention time 15.9 min) and two other compounds that have retention time in the proximity of rotenone’s retention time, i.e. deguelin (17.5 min) and one unidentified compound (13.6 min). Rotenone content in 15 extracts of fish-poison bean leaves ranged from 0.0475% to 0.3844%, in which the highest rotenone content was found in extract of purple-flowered fish-poison bean leaves from Panglejar area, Cikalong Wetan District, Bandung. The highest deguelin area was found in white-flowered fish-poison bean leaf sample from Cigombong District, Bogor.


(2)

PENDAHULUAN

Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena mata pencaharian sebagian besar penduduknya bertani. Produksi pertanian akan optimal jika didukung oleh penggunaan bibit unggul dan cara budi daya yang memadai termasuk pemilihan insektisida yang efektif, tetapi aman terhadap makhluk hidup bukan sasaran. Penggunaan insektisida sintetik dapat memberikan hasil yang cepat, tetapi penggu-naannya secara terus-menerus dan berlebihan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami hama, bahaya kesehatan, dan pencemaran lingkungan (Balk dan Koeman 1984; Metcalf 1986; Perryet al. 1998).

Berbagai dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintetik meningkatkan kesadaran orang untuk mencari alternatif yang aman bagi makhluk hidup berguna dan lingkungan. Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengen-dalian organisme pengganggu tumbuhan merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran, tetapi tetap aman untuk organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu golongan insektisida yang memenuhi persyaratan tersebut ialah insektisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (insektisida nabati) (Coats 1994).

Salah satu jenis tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati tetapi pengembangan produk komersialnya masih terbatas ialah Tephrosia vogelii

(Gambar 1). Tumbuhan yang termasuk dalam famili Fabaceae ini dikenal kaya akan isoflavonoid sebagai metabolit sekunder. Salah satu senyawa isoflavonoid yang terdapat dalam tanaman ini adalah senyawa insektisida kelompok rotenoid, seperti rotenon, deguelin, dan tefrosin (Delfelet al. 1970; Lambertet al. 1993; Koona dan Dorn 2005).

Menurut Prijono dan Pujianto (2008) ekstrak heksana daun T. vogelii memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana dengan LC50 0,14%. Baru-baru ini, Abizar dan Prijono (2010) melaporkan bahwa aktivitas insektisida pada daun T. vogelii berbunga ungu lebih tinggi daripada daun T. vogelii

berbunga putih.

Gambar 1 TanamanTephrosia vogelii.

Kandungan rotenon pada daun T. vogelii

(0.5–1.3%) lebih tinggi daripada bagian lain seperti tangkai daun, batang, dan akar (Delfel

et al. 1970). Peneliti tersebut juga melaporkan

bahwa deguelin pada daun 4–7 kali lebih tinggi daripada rotenon. Kandungan rotenon pada daun meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Pada salah satu galur T.

vogelii, kandungan rotenon daun meningkat

dari 0.3% (tanaman umur 42 hari) menjadi 1.1% pada umur 140 hari dan kandungan deguelin meningkat dari 1.1% menjadi 1.9% (Hagemannet al. 1972). Lambertet al.(1993) melaporkan bahwa konsentrasi rotenon pada kultur T. vogelii yang mengandung klorofil dapat mencapai 570 µ g per g bobot kering setelah inkubasi selama 20 hari.

Rotenoid aktif terhadap berbagai jenis serangga, bersifat sebagai racun perut dan racun kontak (Perryet al. 1998). Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q di kompleks 1 pada rantai transpor elektron di mitokondria (Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel tersebut menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya. Rotenon lebih beracun terhadap serangga daripada terhadap hewan menyusui. Sifat selektif tersebut tampaknya disebabkan oleh perbedaan laju detoksifikasi (Tomlin 2005).

Aktivitas insektisida bahan tumbuhan dari lokasi yang berbeda dapat berbeda. Sebagai contoh, ekstrak Aglaia odorata dari daerah Bogor dengan kondisi tanah basah dan curah hujan tinggi memiliki aktivitas insektisida terhadap larva C. pavonana yang lebih baik daripada daerah Bekasi dan Tegal dengan kondisi tanah relatif kering dan curah hujan rendah (Sawal 2005). Selain itu, A. odorata


(3)

sekitarnya memiliki sifat insektisida yang lebih baik daripada daerah dengan vegetasi yang beragam. Perbedaan aktivitas insektisida sediaan T. vogeliidari lokasi berbeda belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kandungan senyawa rotenoid dalam ekstrakT.

vogelii dari berbagai lokasi dan

membandingkan aktivitas insektisidanya.

METODE

Alat yang digunakan ialah peralatan kaca laboratorium, sudip, blender, pengayak 0.5 mm, kertas saring Whatman No. 41, membran filter teflon 0.2 µm, penguap putar, botol kecil, pelat TLC, tabung kaca pengembang TLC, lampu UV, kromatograf cair kinerja tinggi (HPLC), dan kromatograf cair-spektrometer massa (LC-MS).

Bahan yang digunakan ialah daun T,

vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat (Tabel 1),

daun brokoli (Brassica oleracea L. var.

italica), aseton, n-heksana, CH2Cl2, CHCl3,

EtOAc, MeOH, petroleum eter, Tween-80, dan akuades.

EkstraksiT. vogelii

Potongan daun T. vogelii yang telah dikeringudarakan selama 1 minggu digiling dengan blender, lalu diayak dengan pengayak

0.5 mm. Sebanyak 300 g serbuk daun diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan 1500 mL aseton (Delfel et al.

1970) [sampel dari Jatingangor-Sumedang, 194 g serbuk daun + 970 mL aseton] selama 24 jam dengan 6 kali ulangan maserasi. Cairan ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi disaring kemudian pelarutnya diuapkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 556 mbar. Air yang masih terkandung dalam ekstrak dihilangkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 72 mbar.

Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Ekstrak yang diperoleh dilarutkan dalam aseton dengan konsentrasi 1% (b/v). Kan-dungan rotenon dianalisis secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC) dengan eluen n-heksana:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) dan disinari di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm (modifikasi dari Andreiet al. 2002).

Analisis Kandungan Rotenoid Ekstrak T. vogelii

EkstrakT. vogelii dilarutkan dalam meta-nol dengan konsentrasi 5000 ppm. Profil gradien untuk pemisahan rotenon menggunakan HPLC adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Keadaan umum 8 lokasi di Jawa Barat tempat pengambilan sampel daunT. vogelii

Kecamatan-Kabupatena Letak lintang

Ketinggian di atas permukaan

laut (m dpl)

Kondisi lahan sekitar

Cigombong-Bogor (Cgb-Bgr)

6°44’3” LS

106°48’11” BT 505 Persawahan padi

Cikalong Wetan-Bandung (Ckw-Bdg)

6°43’33” LS

107°26’43” BT 689 Kebun teh

Cipanas-Cianjur (Cpn-Cnj)

6°43’23” LS

107°0’26” BT 1283 Kebun sayur

Cisarua-Bogor (Csr-Bgr)

6°41’18.5” LS

106°56’53” BT 946 Kebun sayur organik

Jatinangor-Sumedang (Jtn-Smd)

6°53’55” LS

107°49’9” BT 890 Halaman kampus

Lembang-Bandung (Lbg-Bdg)

6°48’33” LS

107°36’51” BT 1200

Kebun percobaan tanaman obat Megamendung-Bogor

(Mgm-Bgr)

6°42’43” LS

106°55’17” BT 1034 Hutan


(4)

sekitarnya memiliki sifat insektisida yang lebih baik daripada daerah dengan vegetasi yang beragam. Perbedaan aktivitas insektisida sediaan T. vogeliidari lokasi berbeda belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kandungan senyawa rotenoid dalam ekstrakT.

vogelii dari berbagai lokasi dan

membandingkan aktivitas insektisidanya.

METODE

Alat yang digunakan ialah peralatan kaca laboratorium, sudip, blender, pengayak 0.5 mm, kertas saring Whatman No. 41, membran filter teflon 0.2 µm, penguap putar, botol kecil, pelat TLC, tabung kaca pengembang TLC, lampu UV, kromatograf cair kinerja tinggi (HPLC), dan kromatograf cair-spektrometer massa (LC-MS).

Bahan yang digunakan ialah daun T,

vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat (Tabel 1),

daun brokoli (Brassica oleracea L. var.

italica), aseton, n-heksana, CH2Cl2, CHCl3,

EtOAc, MeOH, petroleum eter, Tween-80, dan akuades.

EkstraksiT. vogelii

Potongan daun T. vogelii yang telah dikeringudarakan selama 1 minggu digiling dengan blender, lalu diayak dengan pengayak

0.5 mm. Sebanyak 300 g serbuk daun diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan 1500 mL aseton (Delfel et al.

1970) [sampel dari Jatingangor-Sumedang, 194 g serbuk daun + 970 mL aseton] selama 24 jam dengan 6 kali ulangan maserasi. Cairan ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi disaring kemudian pelarutnya diuapkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 556 mbar. Air yang masih terkandung dalam ekstrak dihilangkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 72 mbar.

Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Ekstrak yang diperoleh dilarutkan dalam aseton dengan konsentrasi 1% (b/v). Kan-dungan rotenon dianalisis secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC) dengan eluen n-heksana:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) dan disinari di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm (modifikasi dari Andreiet al. 2002).

Analisis Kandungan Rotenoid Ekstrak T. vogelii

EkstrakT. vogelii dilarutkan dalam meta-nol dengan konsentrasi 5000 ppm. Profil gradien untuk pemisahan rotenon menggunakan HPLC adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Keadaan umum 8 lokasi di Jawa Barat tempat pengambilan sampel daunT. vogelii

Kecamatan-Kabupatena Letak lintang

Ketinggian di atas permukaan

laut (m dpl)

Kondisi lahan sekitar

Cigombong-Bogor (Cgb-Bgr)

6°44’3” LS

106°48’11” BT 505 Persawahan padi

Cikalong Wetan-Bandung (Ckw-Bdg)

6°43’33” LS

107°26’43” BT 689 Kebun teh

Cipanas-Cianjur (Cpn-Cnj)

6°43’23” LS

107°0’26” BT 1283 Kebun sayur

Cisarua-Bogor (Csr-Bgr)

6°41’18.5” LS

106°56’53” BT 946 Kebun sayur organik

Jatinangor-Sumedang (Jtn-Smd)

6°53’55” LS

107°49’9” BT 890 Halaman kampus

Lembang-Bandung (Lbg-Bdg)

6°48’33” LS

107°36’51” BT 1200

Kebun percobaan tanaman obat Megamendung-Bogor

(Mgm-Bgr)

6°42’43” LS

106°55’17” BT 1034 Hutan

Pangalengan-Bandung (Pgl-Bdg)

7°10’38” LS

107°36’44”BT 1550

Kebun sayur dan semak

a

Di Cigombong-Bogor hanya ditemukan tanaman T. vogeliiberbunga putih, sedangkan di 7 lokasi lain ditemukanT. vogeliiberbunga putih dan ungu.


(5)

fase gerak awal metanol:air (50:50, v/v) menuju (85:15, v/v) dalam 15 menit menggunakan kolom C18 (250 mm × 4.6 mm, ukuran partikel 5 µ m). Setiap sampel ekstrak dibuat 2 alikuot dan setiap alikuot disuntikkan 2 kali. Volume larutan sampel yang disuntikkan adalah 20 µ L dan laju aliran 1 mL/menit. Deteksi rotenon dilakukan pada panjang gelombang 295 nm dan deguelin pada 270 nm (Cabizzaet al.2004).

Analisis LC-MS dilaksanakan dengan menggunakan peralatan LC-MS yang terdapat di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek, Serpong. Sistem LC menggunakan kolom C18 (250 mm × 2 mm, diameter dalam 3.5 µ m). Eluen yang digunakan metanol:air (70:30, v/v), volume injeksi 20 µ L, dan laju aliran 1 mL/menit. Kondisi MS adalah sebagai berikut: sistem ESI (ionisasi semprotan elektron), aliran gas N22.5 L/menit, tegangan kuar (probe) 4 kV (diadaptasi dari Caboniet al.2005).

Uji Aktivitas EkstrakT. vogelii

Sebanyak 15 ekstrak T. vogelii yang daunnya diperoleh dari 8 lokasi di Jawa Barat diuji aktivitasnya untuk menentukan ekstrak teraktif. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode perlakuan pakan. Setiap ekstrakT. vogelii diuji pada konsentrasi 0.02 dan 0.15% (b/v). Setiap konsentrasi tersebut diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak T.

vogeliidalam campuran MeOH dan surfaktan

Tween 80 (5:1, v/v) kemudian diencerkan dengan air sesuai konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi akhir MeOH dan Tween 80 dalam suspensi ekstrak masing-masing 1 dan 0.2%.

Potongan daun brokoli (4 × 4) cm2dicelup hingga basah merata dalam suspensi ekstrak

T. vogeliidengan konsentrasi 0.02 dan 0.15%

(b/v). Daun brokoli kontrol dicelup dalam air yang mengandung MeOH 1% dan Tween 80 0.2%. Satu potong daun brokoli perlakuan atau kontrol diletakkan dalam cawan petri (diameter 10 cm) yang dialasi tisu, lalu 15 larva instar IIC. pavonanayang baru berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Perlakuan dilakukan sebanyak 6 ulangan dan keseluruhan pengujian diulang 2 kali kecuali ekstrakT. vogeliibunga putih dari Cikalong Wetan-Bandung (1 kali). Setelah 24 jam, daun brokoli lain yang juga telah dicelup dalam sediaan ekstrak ditambahkan ke dalam cawan petri percobaan dan pada 48 jam daun

hari sampai hari ketiga (Abizar dan Prijono 2010). Jumlah total larva yang mati dicatat. Data persentase mortalitas diubah ke arcsin proporsi lalu diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda

Duncan (α = 0.05). Data kandungan rotenoid

(rotenon dan deguelin) juga diolah dengan cara yang sama. Data hubungan antara kandungan rotenoid dan mortalitas serangga diolah dengan analisis korelasi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi dan Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Rendemen ekstrak dari 15 sampel daunT.

vogelii berkisar dari 7.10% (Cipanas-Cianjur

putih) sampai 13.75% (Lembang-Bandung putih) [Tabel 2]. Secara umum rendemen dari tanaman berbunga ungu lebih tinggi daripada tanaman berbunga putih. Perbedaan rendemen ekstrak dari 8 lokasi dapat disebabkan oleh perbedaan galur T. vogelii (perbedaan sifat genetika), umur tanaman, kondisi tanah, jenis vegetasi di sekitarnya, dan musim tahunan di lokasi tempat tumbuh tanaman (Kaufman et al.1999). Kondisi lokasi tempat pengambilan sampel daun sangat beragam (Tabel 1) sehingga tidak dapat dipastikan faktor yang paling menentukan perbedaan rendemen ekstrak.

Analisis kualitatif 15 ekstrak T. vogelii

dilakukan menggunakan TLC dengan fase diam gel silika 60 F254. Di antara 11 macam fase gerak (eluen) yang dicoba, yaitu n -heksana:CHCl3 (9:1) dan (19:1); EtOAc: CHCl3 (3:7), (1:9), dan (1:19); petroleum eter:aseton (7:3), (8:2), dan (9:1); n-heksana: CHCl3:MeOH (75:24.5:0.5); serta n-heksana:CH2Cl2:MeOH (75:24.5:0.5) dan (55:44:1), diperoleh eluen terbaik berupa campuran n-heksana:CH2Cl2: MeOH dengan nisbah 55:44:1 (v/v). Hasil analisis TLC dengan menggunakan eluen tersebut menunjukkan bahwa kelima belas ekstrak T.

vogelii memiliki 3 bercak yang terpisah

dengan baik, dengan faktor retensi (Rf) berturut-turut 0.54, 0.71, dan 0.77. Bercak ekstrak dengan Rf 0.71 diduga mengandung rotenon karena senyawa murni rotenon (Sigma) yang disertakan dalam analisis ini memiliki Rf 0.71 (Gambar 2). Untuk memastikan keberadaan rotenon, dilakukan


(6)

fase gerak awal metanol:air (50:50, v/v) menuju (85:15, v/v) dalam 15 menit menggunakan kolom C18 (250 mm × 4.6 mm, ukuran partikel 5 µ m). Setiap sampel ekstrak dibuat 2 alikuot dan setiap alikuot disuntikkan 2 kali. Volume larutan sampel yang disuntikkan adalah 20 µ L dan laju aliran 1 mL/menit. Deteksi rotenon dilakukan pada panjang gelombang 295 nm dan deguelin pada 270 nm (Cabizzaet al.2004).

Analisis LC-MS dilaksanakan dengan menggunakan peralatan LC-MS yang terdapat di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek, Serpong. Sistem LC menggunakan kolom C18 (250 mm × 2 mm, diameter dalam 3.5 µ m). Eluen yang digunakan metanol:air (70:30, v/v), volume injeksi 20 µ L, dan laju aliran 1 mL/menit. Kondisi MS adalah sebagai berikut: sistem ESI (ionisasi semprotan elektron), aliran gas N22.5 L/menit, tegangan kuar (probe) 4 kV (diadaptasi dari Caboniet al.2005).

Uji Aktivitas EkstrakT. vogelii

Sebanyak 15 ekstrak T. vogelii yang daunnya diperoleh dari 8 lokasi di Jawa Barat diuji aktivitasnya untuk menentukan ekstrak teraktif. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode perlakuan pakan. Setiap ekstrakT. vogelii diuji pada konsentrasi 0.02 dan 0.15% (b/v). Setiap konsentrasi tersebut diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak T.

vogeliidalam campuran MeOH dan surfaktan

Tween 80 (5:1, v/v) kemudian diencerkan dengan air sesuai konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi akhir MeOH dan Tween 80 dalam suspensi ekstrak masing-masing 1 dan 0.2%.

Potongan daun brokoli (4 × 4) cm2dicelup hingga basah merata dalam suspensi ekstrak

T. vogeliidengan konsentrasi 0.02 dan 0.15%

(b/v). Daun brokoli kontrol dicelup dalam air yang mengandung MeOH 1% dan Tween 80 0.2%. Satu potong daun brokoli perlakuan atau kontrol diletakkan dalam cawan petri (diameter 10 cm) yang dialasi tisu, lalu 15 larva instar IIC. pavonanayang baru berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Perlakuan dilakukan sebanyak 6 ulangan dan keseluruhan pengujian diulang 2 kali kecuali ekstrakT. vogeliibunga putih dari Cikalong Wetan-Bandung (1 kali). Setelah 24 jam, daun brokoli lain yang juga telah dicelup dalam sediaan ekstrak ditambahkan ke dalam cawan petri percobaan dan pada 48 jam daun perlakuan diganti dengan daun tanpa perlakuan. Jumlah larva yang mati dicatat tiap

hari sampai hari ketiga (Abizar dan Prijono 2010). Jumlah total larva yang mati dicatat. Data persentase mortalitas diubah ke arcsin proporsi lalu diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda

Duncan (α = 0.05). Data kandungan rotenoid

(rotenon dan deguelin) juga diolah dengan cara yang sama. Data hubungan antara kandungan rotenoid dan mortalitas serangga diolah dengan analisis korelasi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi dan Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Rendemen ekstrak dari 15 sampel daunT.

vogelii berkisar dari 7.10% (Cipanas-Cianjur

putih) sampai 13.75% (Lembang-Bandung putih) [Tabel 2]. Secara umum rendemen dari tanaman berbunga ungu lebih tinggi daripada tanaman berbunga putih. Perbedaan rendemen ekstrak dari 8 lokasi dapat disebabkan oleh perbedaan galur T. vogelii (perbedaan sifat genetika), umur tanaman, kondisi tanah, jenis vegetasi di sekitarnya, dan musim tahunan di lokasi tempat tumbuh tanaman (Kaufman et al.1999). Kondisi lokasi tempat pengambilan sampel daun sangat beragam (Tabel 1) sehingga tidak dapat dipastikan faktor yang paling menentukan perbedaan rendemen ekstrak.

Analisis kualitatif 15 ekstrak T. vogelii

dilakukan menggunakan TLC dengan fase diam gel silika 60 F254. Di antara 11 macam fase gerak (eluen) yang dicoba, yaitu n -heksana:CHCl3 (9:1) dan (19:1); EtOAc: CHCl3 (3:7), (1:9), dan (1:19); petroleum eter:aseton (7:3), (8:2), dan (9:1); n-heksana: CHCl3:MeOH (75:24.5:0.5); serta n-heksana:CH2Cl2:MeOH (75:24.5:0.5) dan (55:44:1), diperoleh eluen terbaik berupa campuran n-heksana:CH2Cl2: MeOH dengan nisbah 55:44:1 (v/v). Hasil analisis TLC dengan menggunakan eluen tersebut menunjukkan bahwa kelima belas ekstrak T.

vogelii memiliki 3 bercak yang terpisah

dengan baik, dengan faktor retensi (Rf) berturut-turut 0.54, 0.71, dan 0.77. Bercak ekstrak dengan Rf 0.71 diduga mengandung rotenon karena senyawa murni rotenon (Sigma) yang disertakan dalam analisis ini memiliki Rf 0.71 (Gambar 2). Untuk memastikan keberadaan rotenon, dilakukan analisis dengan HPLC dan LC-MS.


(7)

Sampela Rendemen ekstrak (%)b

Kandungan rotenon dalam ekstrak

(%, b/b)c

Area deguelin (unit)c

Cgb-Bgr putih (Cgb-Bgr/p) 10.98 0.1553f 55089656a

Ckw-Bdg putih (Ckw-Bdg/p) 9.47 0.1548f 44201731bc

Ckw-Bdg ungu (Ckw-Bdg/u) 10.14 0.3844a 41924449bc

Cpn-Cnj putih (Cpn-Cnj/p) 7.10 0.0487j 20875704f

Cpn-Cnj ungu (Cpn-Cnj/u) 8.20 0.1911d 22313932f

Csr-Bgr putih (Csr-Bgr/p) 10.73 0.1563f 51679163a

Csr-Bgr ungu (Csr-Bgr/u) 11.08 0.1933d 28200822e

Jtn-Smd putih (Jtn-Smd/p) 9.04 0.2825b 53391118a

Jtn-Smd ungu (Jtn-Smd/u) 9.91 0.0986g 23189679f

Lbg-Bdg putih (Lbg-Bdg/p) 13.75 0.0874h 45227044b

Lbg-Bdg ungu (Lbg-Bdg/u) 9.16 0.2392c 41136087c

Mgm-Bgr putih (Mgm-Bgr/p) 9.48 0.0475j 21178528f

Mgm-Bgr ungu (Mgm-Bgr/u) 9.88 0.1799e 27029095e

Pgl-Bdg putih (Pgl-Bdg/p) 9.59 0.0726i 34523616d


(8)

T. vogeliidenganMr394.99 dantr15.9 menit adalah rotenon. Berdasarkan pembandingan dengan data waktu retensi (relatif terhadap rotenon) dan bobot molekul senyawa rotenoid yang terdapat di literatur (Cabizza et al. 2004), komponen ekstrak T. vogelii dengan

Mr394.99 dantr17.5 menit diduga deguelin. Struktur molekul rotenon dan deguelin ditunjukkan pada Gambar 3.

OCH3

H3CO

O O O H H C O CH2

H3C

OCH3 H3CO

O O H H O CH3 CH3 Gambar 3 Struktur kimia rotenon (atas) dan

deguelin (bawah) (Cabizza et al

2004).

Kandungan rotenon dalam ekstrak T.

vogelii ditentukan berdasarkan hasil analisis

HPLC (Lampiran 5). Persamaan regresi linear hubungan antara konsentrasi rotenon dan area ialahy= 68350x- 6119 denganR2= 0.999 (Lampiran 6). Kandungan rotenon dalam ekstrak berkisar dari 0.0475% (Megamendung-Bogor, T. vogelii bunga putih) sampai 0.3844% (Cikalong Wetan-Bandung, T. vogelii bunga ungu) (Tabel 2). Seperti rendemen ekstrak, kandungan rotenon dalam ekstrak T. vogelii bunga ungu secara umum lebih tinggi daripada dalam ekstrakT,

vogeliibunga putih, kecuali pada sampel daun

dari Jatinangor-Sumedang. Sementara itu, area deguelin tertinggi terdapat pada daun T.

vogelii bunga putih dari Cigombong-Bogor

dan yang terendah pada sampel Cipanas-Cianjur bunga putih. Hasil analisis HPLC secara umum dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berbeda dengan rendemen ekstrak dan kandungan rotenon yang umumnya lebih

tinggi pada daun T. vogelii bunga ungu, kandungan deguelin pada daun T. vogelii

bunga putih dan ungu secara umum sebanding, kecuali pada sampel Cisarua-Bogor dan Jatinangor-Sumedang. Kandungan deguelin pada daun T. vogelii bunga putih kedua sampel tersebut masing-masing sekitar 1.8 dan 2.3 kali lebih tinggi daripada bunga ungu (Tabel 2).

Delfel et al. (1970) melaporkan bahwa kandungan total rotenon dan deguelin pada daun 7 sampel tanaman T. vogelii berkisar dari 2.3 sampai 3.8%. Kandungan deguelin pada penelitian ini lebih tinggi daripada rotenon (berdasarkan pembandingan area puncak rotenon dan deguelin pada kromatogram HPLC, Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan laporan Hagemannet al.(1972) yang menunjukkan bahwa kandungan deguelin pada daunT. vogeliisekitar 4–7 kali lebih tinggi daripada kandungan rotenon.

Aktivitas EkstrakT. vogelii

Perlakuan dengan ekstrakT. vogelii pada konsentrasi 0.02% hanya mengakibatkan tingkat mortalitas larva C. pavonana yang rendah hingga 72 jam setelah perlakuan (JSP) (Lampiran 8). Pada perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15%, tingkat mortalitas larva

masih rendah (data tidak ditunjukkan), kemudian meningkat nyata pada 48 dan 72 JSP (Lampiran 8). Tingkat mortalitas larva pada 72 JSP akibat perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15% berkisar dari 7.2%

(Jatinangor-Sumedang putih) sampai 62.8% (Cipanas-Cianjur ungu) (Tabel 3).

Perbedaan aktivitas ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid yang bersifat insektisida. Perbedaan kandungan senyawa aktif tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Berdasarkan ketinggian tempat tumbuh tanamanT. vogelii, terlihat bahwa pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1200 m dpl memiliki aktivitas insektisida yang lebih tinggi seperti pada sampel Cipanas-Cianjur, Lembang-Bandung, dan Pangalengan-Bandung (Tabel 1). Pada penelitian dengan menggunakan ekstrak A. odorata, Sawal (2005) melaporkan bahwa ekstrakA. odorata

dari daerah Bogor dengan kondisi tanah basah dan curah hujan tinggi serta kondisi vegetasi yang homogen di sekitarnya memiliki aktivitas insektisida terhadap larva yang lebih


(9)

Tabel 3 Mortalitas larva C. pavonanaakibat perlakuan dengan ekstrak T. vogelii

0.15 %

Sampela Mortalitas larva (%) pada 72 JSPb Cgb-Bgr putih 26.1cd Ckw-Bdg putih 10.0ef Ckw-Bdg ungu 18.3def Cpn-Cnj putih 32.4bcd Cpn-Cnj ungu 62.8a Csr-Bgr putih 35.8bcd Csr-Bgr ungu 21.2de Jtn-Smd putih 7.2f Jtn-Smd ungu 52.2ab Lbg-Bdg putih 48.9ab Lbg-Bdg ungu 51.4ab Mgm-Bgr putih 31.7bcd Mgm-Bgr ungu 32.9bcd Pgl-Bdg putih 44.4abc Pgl-Bdg ungu 47.8abc a

Kode sampel seperti pada Tabel 1.

b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

baik daripada daerah Bekasi dan Tegal dengan kondisi tanah relatif kering dan curah hujan rendah serta kondisi vegetasi yang beragam di sekitarnya.

Secara visual, larva yang makan daun perlakuan menunjukkan gejala keracunan berupa aktivitas bergeraknya berkurang (lemah), terlihat tidak sehat bila dibandingkan dengan larva kontrol, tubuhnya mengerut, dan akhirnya menjadi berwarna cokelat kehitaman. Rotenon bekerja relatif lambat dalam membunuh serangga. Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q di kompleks 1 pada rantai transpor elektron di mitokondria (Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel ini menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya. Kelumpuhan sistem otot pada alat mulut dan saluran pencernaan makanan menyebabkan serangga berhenti makan (Tomlin 2005).

Korelasi Antara Kandungan Rotenoid dan Aktivitas InsektisidaT. vogelii

Korelasi antara kandungan rotenon (r = 0.078) dan deguelin (r = 0.077) secara terpisah dengan aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat tidak nyata (Gambar 4 dan 5). Keragaman aktivitas 15 ekstrak T. vogelii

tersebut tampaknya juga disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid lain dalam daun T. vogelii, seperti tefrosin, rotenolon, dehidrodeguelin, dan elipton (Gaskins 1972 dan Zenget al.2002).

Gambar 4 Korelasi antara kandungan rotenon dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam 0 10 20 30 40 50 60 70

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area rotenon ( 105)


(10)

Gambar 5 Korelasi antara kandungan deguelin dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam setelah perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

beragam. Perlakuan dengan ekstrak tersebut pada konsentrasi 0.15% mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana dari 7.2% (T.

vogelii bunga putih dari

Jatinangor-Sumedang) sampai 62.8% (T. vogelii bunga ungu dari Cipanas-Cianjur). Aktivitas insektisida ekstrak tersebut tidak berkorelasi secara nyata dengan kandungan rotenon dan deguelin (analisis korelasi secara terpisah). Kandungan senyawa rotenoid lain tampaknya turut berperan dalam menentukan aktivitas insektisida ekstrakT. vogelii.

Saran

Kandungan senyawa aktif rotenoid pada tanaman T. vogelii perlu dianalisis secara lengkap sehingga dapat menjelaskan secara lebih utuh hubungan antara kandungan senyawa aktif tersebut dan aktivitas insektisidaT. vogelii. Selain standar rotenon, untuk analisis tersebut diperlukan standar deguelin dan standar senyawa rotenoid lainnya. Uji lanjut aktivitas insektisida juga diperlukan untuk menentukan LC50 dan LC95 ekstrakT. vogeliiterhadap larvaC. pavonana

sehingga dapat dilakukan analisis korelasi antara kandungan senyawa rotenoid dan LC50 atau LC95ekstrakT. vogelii.

DAFTAR PUSTAKA

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji

Tephrosia vogelii J. D. Hooker

(Leguminosae) dan ekstrak buah Piper

cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva

Crocidolomia pavonana. JHPT Trop

10:1-12.

Andrei CC, Vieira PC, Fernandes JB, Silva MFGF da, Fo ER. 2002. New spirorotenoids from Tephrosia candida.

Z Naturforsch 57c:418-D422.

Balk F, Koeman JH. 1984. Future Hazards from Pesticide Use, with Special

Refer-ence to West Africa and South-East Asia.

Gland (Switzerland): IUCN.

Cabizza M et al. 2004. Rotenone and rotenoids in cube resins, formulations, and residues on olives. J Agric Food Chem52:288-293.

Caboni P, Sarais G, Angioni A, Garau VL, Cabras P. 2005. Fast and versatile multiresidue method for the analysis of botanical insecticides on fruits and vegetables by HPLC/DAD/MS. J Agric

Food Chem53:8644-8649.

Coats JR. 1994. Risks from natural versus synthetic insecticides. Annu Rev

Entomol39:489-515.

Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff AI. 1970. Distribution of rotenone and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fraction. J

Agric Food Chem18:385-390.

0 10 20 30 40 50 60 70

10 20 30 40 50 60

Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area deguelin ( 106)


(11)

Gambar 5 Korelasi antara kandungan deguelin dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam setelah perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

beragam. Perlakuan dengan ekstrak tersebut pada konsentrasi 0.15% mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana dari 7.2% (T.

vogelii bunga putih dari

Jatinangor-Sumedang) sampai 62.8% (T. vogelii bunga ungu dari Cipanas-Cianjur). Aktivitas insektisida ekstrak tersebut tidak berkorelasi secara nyata dengan kandungan rotenon dan deguelin (analisis korelasi secara terpisah). Kandungan senyawa rotenoid lain tampaknya turut berperan dalam menentukan aktivitas insektisida ekstrakT. vogelii.

Saran

Kandungan senyawa aktif rotenoid pada tanaman T. vogelii perlu dianalisis secara lengkap sehingga dapat menjelaskan secara lebih utuh hubungan antara kandungan senyawa aktif tersebut dan aktivitas insektisidaT. vogelii. Selain standar rotenon, untuk analisis tersebut diperlukan standar deguelin dan standar senyawa rotenoid lainnya. Uji lanjut aktivitas insektisida juga diperlukan untuk menentukan LC50 dan LC95 ekstrakT. vogeliiterhadap larvaC. pavonana

sehingga dapat dilakukan analisis korelasi

DAFTAR PUSTAKA

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji

Tephrosia vogelii J. D. Hooker

(Leguminosae) dan ekstrak buah Piper

cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva

Crocidolomia pavonana. JHPT Trop

10:1-12.

Andrei CC, Vieira PC, Fernandes JB, Silva MFGF da, Fo ER. 2002. New spirorotenoids from Tephrosia candida.

Z Naturforsch 57c:418-D422.

Balk F, Koeman JH. 1984. Future Hazards from Pesticide Use, with Special

Refer-ence to West Africa and South-East Asia.

Gland (Switzerland): IUCN.

Cabizza M et al. 2004. Rotenone and rotenoids in cube resins, formulations, and residues on olives. J Agric Food Chem52:288-293.

Caboni P, Sarais G, Angioni A, Garau VL, Cabras P. 2005. Fast and versatile multiresidue method for the analysis of botanical insecticides on fruits and vegetables by HPLC/DAD/MS. J Agric

Food Chem53:8644-8649.

Coats JR. 1994. Risks from natural versus synthetic insecticides. Annu Rev

Entomol39:489-515.

Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff AI. 1970. Distribution of rotenone and deguelin in Tephrosia vogelii and 0 10 20 30 40 50 60 70

10 20 30 40 50 60

Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area deguelin ( 106)


(12)

PERBANDINGAN KANDUNGAN SENYAWA ROTENOID

DAN AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK

Tephrosia vogelii

TERHADAP HAMA KUBIS

Crocidolomia pavonana

ANUGRAH PANGGRAITO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

(14)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Maserasi 15 sampelT.

vogeliimenggunakan

aseton selama 24 jam dengan 6 kali ulangan

Analisis LC-MS Ekstrak paling aktif

Analisis 15 ekstrakT.

vogeliidengan HPLC

Uji aktivitas 15 ekstrakT.

vogeliidengan

metode celup daun Uji kualitatif 15 ekstrak

T. vogeliidengan TLC;

eluenn-heksana: diklorometana:metanol


(15)

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min 0 250 500 750 1000 mV Detector A:295nm 1/ 0/ /1 5. 81 8/ 61 65 94 9 2/ 1/ R et en on /1 6. 53 6/ 13 18 26 5 3/ 0/ /1 7. 64 3/ 15 62 67 18

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 mV

Detector A Ch2:270nm

/1 4 .6 2 4 /1 3 6 3 3 9 5 9 /1 6 .3 7 2 /4 2 0 7 8 6 0 3

Lampiran 2 Kromatogram HPLC ekstrak daun T. vogelii bunga ungu dari Cikalong Wetan-Bandung dengan deteksi UV

Waktu retensi (menit)

Sin y al (m V )

Waktu retensi (menit)

Sin y al (m V ) λ=295 nm λ=270 nm


(16)

Lampiran 3 Kromatogram ekstrak T. vogelii berbunga ungu dari Cipanas-Cianjur (atas) dan spektrum massa pada waktu retensi 13.6, 15.9, dan 17.5 menit (bawah)

0 5.8 11.6 17.4 23.2 29.0

Retention Time (Min)

375.0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

BPI=>NR(2.00)=>SM5

T17.5

T15.9

T13.6

338.0 408.6 479.2 549.8 620.4 691.0

Mass (m/z)

0 1324.3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

392.98

393.97 394.97

432.89 614.56

409.95 577.70 656.16

370.91


(17)

lanjutan Lampiran 3

348.0 450.8 553.6 656.4 759.2 862.0

Mass (m/z)

0 1868.0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

394.99

395.97

598.64 389.36

826.05 508.81

432.84 676.88 781.05

348.0 450.8 553.6 656.4 759.2 862.0

Mass (m/z)

0 240.5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

394.99

395.96

396.59

598.60

417.90 811.04

353.58 520.03 693.88 751.81

tr=17.5 menit


(18)

0 5.8 11.6 17.4 23.2 29.0 Retention Time (Min)

471.4

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

I

nt

en

si

ty

T15.8

382.0 394.4 406.8 419.2 431.6 444.0

Mass (m/z)

0 3791.8

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

395.06

396.06

417.02

397.04 432.95


(19)

Konsentrasi standar (ppm) Area

2 134763

2 134252

4 267240

4 261372

6 400433

6 390505

8 543849

8 548326

10 676787

10 675870

12 818661

12 846792

14 946529

14 945167

16 1065665

16 1076125

18 1234429

18 1202121

20 1368802

20 1376832

y= 68350x- 6119

= 0.999

0 3 6 9 12 15

A

re

a

(

×

1

0


(20)

Lampiran 7 Kandungan rotenon dan deguelin dalam ekstrak 15 sampel daunT. vogeliiberdasarkan analisis menggunakan HPLC

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Cigombong-Bogor putih (Cgb-Bgr)

1 506609 52345795

524865±23481.42 55089656±1830459.89 7.7686 0.1553

2 503513 56074282

3 551014 56024197

4 538325 55914351

Cikalong Wetan-Bandung putih (Ckw-Bdg)

1 501107 43623735

522938±22253.65 44201731±583433.42 7.7404 0.1548

2 506753 43774862

3 538451 44706435

4 545443 44701892

Cikalong Wetan-Bandung ungu (Ckw-Bdg)

1 1318265 42078603

1307647±25007.64 41924449±187135.98 19.2212 0.3844

2 1337912 42078007

3 1289622 41698577

4 1284788 41842608

Cipanas-Cianjur putih (Cpn-Cnj)

1 149193 21011033

160381± 10054.62 20875704± 313118.02 2.436 0.0487

2 154962 21251985

3 171014 20660856

4 166355 20578942

Cipanas-Cianjur ungu (Cpn-Cnj)

1 660459 22029178

646934±13387.70 22313932±352157.83 9.5546 0.1911

2 655390 21990268

3 640512 22641769


(21)

lanjutan Lampiran 7

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Cisarua-Bogor putih (Csr-Bgr)

1 511817 53396021

527999±19732.61 51679162±2273002.23 7.8145 0.1563

2 510788 53882928

3 539576 49788799

4 549817 49648902

Cisarua-Bogor ungu (Csr-Bgr)

1 639366 27848544

654623±18203.56 28200821±424343.53 9.667 0.1933

2 644680 27974971

3 654092 28804511

4 680356 28175260

Jatinangor-Sumedang putih (Jtn-Smd)

1 310928 22641769

330782±19769.42 23189679±522286.64 4.9291 0.0986

2 316677 22848082

3 346581 23580378

4 348941 23688488

Jatinangor-Sumedang ungu (Jtn-Smd)

1 970148 50847736

959218±20056.66 53391118±2904918.71 14.1234 0.2825

2 981592 50903384

3 938557 55875240

4 946574 55938113

Lembang-Bandung putih (Lbg-Bdg)

1 283800 38054620

292530±7671.46 45227044±8399084.54 4.3694 0.0874

2 288819 52345795

3 300892 37854146


(22)

lanjutan Lampiran 7

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Lembang-Bandung ungu (Lbg-Bdg)

1 834072 41395948

811423±21491.54 41136087±242803.15 11.9611 0.2392

2 822885 41186778

3 803297 41151898

4 785437 40809724

Megamendung-Bogor putih (Mgm-Bgr)

1 144413 21943632

156198±10352.53 21178528±841878.98 2.3748 0.0475

2 151358 21864660

3 167753 20545308

4 161267 20360511

Megamendung-Bogor ungu (Mgm-Bgr)

1 610439 26328169

608791±11928.70 27029095±472225.19 8.9965 0.1799

2 624985 27220688

3 601043 27358845

4 598697 27208677

Pangalengan-Bandung putih (Pgl-Bdg)

1 237760 34567948

241953±4305.26 34523616±553004.33 3.6294 0.0726

2 247934 35230735

3 241632 34405881

4 240487 33889899

Pangalengan-Bandung ungu (Pgl-Bdg)

1 811780 35418603

787274±37582.89 34959465±348795.55 11.6078 0.2321

2 826906 34597484

3 757358 34814925


(23)

Lampiran 8 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak daun T. vogelii pada konsentrasi 0.02 dan 0.15%

SampelT. vogeliia

Konsentrasi 0.02% Konsentrasi 0.15% Mortalitas (%)

pada 48 JSP

Mortalitas (%) pada 72 JSP

Mortalitas (%) pada 48 JSP

Mortalitas (%) pada 72 JSP

Cgb-Bgr putih 0.0 1.1 10.0 26.1

Ckw-Bdg putih 1.1 1.7 3.3 10.0

Ckw-Bdg ungu 0.6 2.2 2.2 18.3

Cpn-Cnj putih 2.2 3.4 7.8 32.4

Cpn-Cnj ungu 4.4 5.6 22.8 62.8

Csr-Bgr putih 0.6 0.6 19.0 35.8

Csr-Bgr ungu 0.6 1.7 12.8 21.2

Jtn-Smd putih 0.0 0.0 4.4 7.2

Jtn-Smd ungu 0.0 0.0 43.9 52.2

Lbg-Bdg putih 0.0 0.0 18.5 48.9

Lbg-Bdg ungu 0.5 1.6 33.5 51.4

Mgm-Bgr putih 0.6 1.7 15.6 31.7

Mgm-Bgr ungu 0.0 0.0 15.0 32.9

Pgl-Bdg putih 0.0 0.6 31.1 44.4

Pgl-Bdg ungu 0.0 0.6 29.4 47.8

a


(24)

PERBANDINGAN KANDUNGAN SENYAWA ROTENOID

DAN AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK

Tephrosia vogelii

TERHADAP HAMA KUBIS

Crocidolomia pavonana

ANUGRAH PANGGRAITO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(25)

ABSTRAK

ANUGRAH PANGGRAITO. Perbandingan Kandungan Seyawa Rotenoid dan Aktivitas Insektisida Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Hama Kubis Crocidolomia pavonana. Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan DJOKO PRIJONO.

Jenis tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati ialah kacang babi (Tephrosia vogelii Fabaceae). Daun kacang babi mengandung senyawa insektisida kelompok rotenoid seperti rotenon, deguelin, dan tefrosin. Lima belas sampel daun kacang babi yang dikumpulkan dari 8 lokasi di Jawa Barat diekstraksi menggunakan pelarut aseton dengan metode maserasi. Rendemen ekstrak yang diperoleh berkisar dari 7.10% sampai 13.75%. Hasil analisis kualitatif menggunakan kromatograf lapis tipis dengan eluen n-heksana:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) menunjukkan 3 bercak yang terpisah

dengan baik. Hasil analisis menggunakan kromatograf cair kinerja tinggi yang diperkuat dengan data kromatograf cair-spektrometer massa menunjukkan keberadaan rotenon (waktu retensi15.9menit) dan dua senyawa lain dengan waktu retensi di sekitar rotenon, yaitu deguelin (17.5menit) dan satu senyawa lain yang tidak teridentifikasi (13.6menit). Kisaran kandungan rotenon dalam 15 ekstrak kacang babi ialah 0.0475–0.3844% dengan kandungan rotenon tertinggi terdapat pada ekstrak daun kacang babi berbunga ungu asal daerah Panglejar, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung. Area deguelin tertinggi terdapat pada ekstrak daun kacang babi berbunga putih asal Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Kandungan rotenon dan deguelin secara terpisah tidak berkorelasi dengan aktivitas insektisida 15 ekstrak yang diperoleh sehingga perbedaan aktivitas insektisida di antara 15 ekstrak tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid secara keseluruhan.

ABSTRACT

ANUGRAH PANGGRAITO. Comparison of Rotenoid Content and Insecticide Activity of Tephrosia vogelii on a Cabbage Pest Crocidolomia pavonana. Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and DJOKO PRIJONO.

Fish-poison bean,Tephrosia vogelii(Fabaceae), is a potential source of botanical insecticides. Fish-poison bean leaves contain insecticidal rotenoid compounds including rotenone, deguelin, and tephrosin. Fifteen samples of fish-poison bean leaves collected from 8 locations in West Java ware extracted with acetone by maceration method. Yield of the extracts ranged from 7.10% to 13.75%. The result of qualitative analysis using thin layer chromatography with n-hexane:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) as eluent showed 3

well-separated spots. High performance liquid chromatography and liquid chromatography-mass spectrometer analyses identified rotenone (retention time 15.9 min) and two other compounds that have retention time in the proximity of rotenone’s retention time, i.e. deguelin (17.5 min) and one unidentified compound (13.6 min). Rotenone content in 15 extracts of fish-poison bean leaves ranged from 0.0475% to 0.3844%, in which the highest rotenone content was found in extract of purple-flowered fish-poison bean leaves from Panglejar area, Cikalong Wetan District, Bandung. The highest deguelin area was found in white-flowered fish-poison bean leaf sample from Cigombong District, Bogor.


(26)

PERBANDINGAN KANDUNGAN SENYAWA ROTENOID

DAN AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK

Tephrosia vogelii

TERHADAP HAMA KUBIS

Crocidolomia pavonana

ANUGRAH PANGGRAITO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(27)

Judul Skripsi

: Perbandingan Kandungan Senyawa Rotenoid dan Aktivitas

Insektisida Ekstrak

Tephrosia vogelii

terhadap Hama Kubis

Crocidolomia pavonana

Nama Mahasiswa

: Anugrah Panggraito

NIM

: G44061424

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Gustini Syahbirin, MSi

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc

NIP 19600819 198903 2 002

NIP 19590827 198303 1 005

Mengetahui

Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS


(28)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari Maret sampai Desember 2010 di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB, dan Laboratorium Kimia LIPI Puspiptek Serpong. Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang berjudul “Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbasis Ekstrak Tanaman Tephrosia vogelii untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana dan Hama Kutu Paracoccus marginatus“(Ketua Peneliti: Ir. Djoko Prijono, MAgrSc), dengan dana dari Program Insentif Riset Terapan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Gustini Syahbirin, MSi dan Ir. Djoko Prijono, MAgrSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, motivasi, saran, dan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Umu Cholifah, serta keluarga, atas doa, kasih sayang, dan motivasinya. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Petronella Nanotek, SP, MSi, Mahathir Muhammad, SP, dan Muhamad Abizar, SP atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Eko Firmansyah dan Sdri. Siti Rachmah Nurhayati atas bantuan dan arahannya yang diberikan selama penelitian di Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB dan kepada Ibu Puspa DN Lotulung, SSi atas arahannya selama penelitian di Laboratorium Kimia LIPI Puspiptek Serpong. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis kepada Bp. Agus Sudrajat dan seluruh rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman (Catur Hertika, Ridho Putrotomo, dan Astri Febrianni), serta teman-teman Kimia 43 (Arif Sadono, Farid Anwar, Muhamad Irvan, Nafiul Umam, Risal Yusaldi, Tyas Cipta Katresna, dan Wahyu Sugiarto) atas bantuan, motivasi, diskusi, dan kebersamaan selama penulis menempuh studi dan menjalankan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2011


(29)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1988 dari Ayah Wahyana dan Ibu Trismi Kurniati, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SMAN 19 Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Kimia IPB tahun 2007/2008 dan 2008/2009. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Bahan Alam pada tahun 2010. Penulis juga berkesempatan melaksanakan kegiatan praktik lapangan di PT Bintang Toedjoe, Jakarta Timur pada tahun 2009.


(30)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 METODE

EkstraksiT. vogelii... 2 Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii... 2 Analisis Kandungan Rotenoid EkstrakT. vogelii ... 2 Uji Aktivitas EkstrakT. vogelii ... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi dan Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii... 3 Hasil Analisis EkstrakT. vogeliiMenggunakan HPLC dan LC-MS ... 4 Aktivitas EkstrakT. vogelii... 5 Korelasi antara Kandungan Rotenoid dan Aktivitas InsektisidaT. vogelii.... 6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 7 Saran... 7 DAFTAR PUSTAKA ... 7 LAMPIRAN ... 9


(31)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Keadaan umum 8 lokasi di Jawa Barat tempat pengambilan sampel daun

T. vogelii ... 2

2 Rendemen ekstrak, kandungan rotenon dalam ekstrak, dan area deguelin hasil ekstraksi daunT. vogeliidari 8 lokasi di Jawa Barat ... 4

3 Mortalitas larvaC. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrakT. vogelii0.15 % .. 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 TanamanTephrosia vogelii ... 1

2 Kromatogram lapis tipis ekstrakT. vogeliimenggunakan eluenn-heksana:CH2Cl2 :MeOH 55:44:1 ... 4

3 Struktur kimia rotenon dan deguelin ... 5

4 Korelasi antara kandungan rotenon dan mortalitas larvaC. pavonanapada 72 jam setelah perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15% ... 6

5 Korelasi antara kandungan deguelin dan mortalitas larvaC. pavonanapada 72 jam akibat perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15% ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir penelitian ... 10

2 Kromatogram HPLC ekstrak daunT. vogelii bunga ungu dari Cikalong Wetan-Bandung dengan deteksi UV ... 11

3 Kromatogram ekstrak T. vogelii berbunga ungu dari Cipanas-Cianjur dan spektrum massa pada waktu retensi 13.6, 15.9, dan 17.5 ... 12

4 Kromatogram dan spektrum massa standar rotenon menggunakan LC-MS... 14

5 Hasil analisis standar rotenon menggunakan HPLC ... 15

6 Kurva standar rotenon berdasarkan data area ... 15

7 Kandungan rotenon dan deguelin dalam ekstrak 15 sampel daunT. vogelii berdasarkan analisis menggunakan HPLC ... 16

8 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak daun T. vogelii pada konsentrasi 0.02 dan 0.15% ... 19


(32)

PENDAHULUAN

Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena mata pencaharian sebagian besar penduduknya bertani. Produksi pertanian akan optimal jika didukung oleh penggunaan bibit unggul dan cara budi daya yang memadai termasuk pemilihan insektisida yang efektif, tetapi aman terhadap makhluk hidup bukan sasaran. Penggunaan insektisida sintetik dapat memberikan hasil yang cepat, tetapi penggu-naannya secara terus-menerus dan berlebihan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami hama, bahaya kesehatan, dan pencemaran lingkungan (Balk dan Koeman 1984; Metcalf 1986; Perryet al. 1998).

Berbagai dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintetik meningkatkan kesadaran orang untuk mencari alternatif yang aman bagi makhluk hidup berguna dan lingkungan. Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengen-dalian organisme pengganggu tumbuhan merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran, tetapi tetap aman untuk organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu golongan insektisida yang memenuhi persyaratan tersebut ialah insektisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (insektisida nabati) (Coats 1994).

Salah satu jenis tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati tetapi pengembangan produk komersialnya masih terbatas ialah Tephrosia vogelii

(Gambar 1). Tumbuhan yang termasuk dalam famili Fabaceae ini dikenal kaya akan isoflavonoid sebagai metabolit sekunder. Salah satu senyawa isoflavonoid yang terdapat dalam tanaman ini adalah senyawa insektisida kelompok rotenoid, seperti rotenon, deguelin, dan tefrosin (Delfelet al. 1970; Lambertet al. 1993; Koona dan Dorn 2005).

Menurut Prijono dan Pujianto (2008) ekstrak heksana daun T. vogelii memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana dengan LC50 0,14%. Baru-baru ini, Abizar dan Prijono (2010) melaporkan bahwa aktivitas insektisida pada daun T. vogelii berbunga ungu lebih tinggi daripada daun T. vogelii

berbunga putih.

Gambar 1 TanamanTephrosia vogelii.

Kandungan rotenon pada daun T. vogelii

(0.5–1.3%) lebih tinggi daripada bagian lain seperti tangkai daun, batang, dan akar (Delfel

et al. 1970). Peneliti tersebut juga melaporkan

bahwa deguelin pada daun 4–7 kali lebih tinggi daripada rotenon. Kandungan rotenon pada daun meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Pada salah satu galur T.

vogelii, kandungan rotenon daun meningkat

dari 0.3% (tanaman umur 42 hari) menjadi 1.1% pada umur 140 hari dan kandungan deguelin meningkat dari 1.1% menjadi 1.9% (Hagemannet al. 1972). Lambertet al.(1993) melaporkan bahwa konsentrasi rotenon pada kultur T. vogelii yang mengandung klorofil dapat mencapai 570 µ g per g bobot kering setelah inkubasi selama 20 hari.

Rotenoid aktif terhadap berbagai jenis serangga, bersifat sebagai racun perut dan racun kontak (Perryet al. 1998). Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q di kompleks 1 pada rantai transpor elektron di mitokondria (Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel tersebut menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya. Rotenon lebih beracun terhadap serangga daripada terhadap hewan menyusui. Sifat selektif tersebut tampaknya disebabkan oleh perbedaan laju detoksifikasi (Tomlin 2005).

Aktivitas insektisida bahan tumbuhan dari lokasi yang berbeda dapat berbeda. Sebagai contoh, ekstrak Aglaia odorata dari daerah Bogor dengan kondisi tanah basah dan curah hujan tinggi memiliki aktivitas insektisida terhadap larva C. pavonana yang lebih baik daripada daerah Bekasi dan Tegal dengan kondisi tanah relatif kering dan curah hujan rendah (Sawal 2005). Selain itu, A. odorata


(33)

sekitarnya memiliki sifat insektisida yang lebih baik daripada daerah dengan vegetasi yang beragam. Perbedaan aktivitas insektisida sediaan T. vogeliidari lokasi berbeda belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kandungan senyawa rotenoid dalam ekstrakT.

vogelii dari berbagai lokasi dan

membandingkan aktivitas insektisidanya.

METODE

Alat yang digunakan ialah peralatan kaca laboratorium, sudip, blender, pengayak 0.5 mm, kertas saring Whatman No. 41, membran filter teflon 0.2 µm, penguap putar, botol kecil, pelat TLC, tabung kaca pengembang TLC, lampu UV, kromatograf cair kinerja tinggi (HPLC), dan kromatograf cair-spektrometer massa (LC-MS).

Bahan yang digunakan ialah daun T,

vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat (Tabel 1),

daun brokoli (Brassica oleracea L. var.

italica), aseton, n-heksana, CH2Cl2, CHCl3,

EtOAc, MeOH, petroleum eter, Tween-80, dan akuades.

EkstraksiT. vogelii

Potongan daun T. vogelii yang telah dikeringudarakan selama 1 minggu digiling dengan blender, lalu diayak dengan pengayak

0.5 mm. Sebanyak 300 g serbuk daun diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan 1500 mL aseton (Delfel et al.

1970) [sampel dari Jatingangor-Sumedang, 194 g serbuk daun + 970 mL aseton] selama 24 jam dengan 6 kali ulangan maserasi. Cairan ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi disaring kemudian pelarutnya diuapkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 556 mbar. Air yang masih terkandung dalam ekstrak dihilangkan dengan penguap putar pada suhu 50 ºC dan tekanan 72 mbar.

Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Ekstrak yang diperoleh dilarutkan dalam aseton dengan konsentrasi 1% (b/v). Kan-dungan rotenon dianalisis secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC) dengan eluen n-heksana:CH2Cl2:MeOH (55:44:1) dan disinari di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm (modifikasi dari Andreiet al. 2002).

Analisis Kandungan Rotenoid Ekstrak T. vogelii

EkstrakT. vogelii dilarutkan dalam meta-nol dengan konsentrasi 5000 ppm. Profil gradien untuk pemisahan rotenon menggunakan HPLC adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Keadaan umum 8 lokasi di Jawa Barat tempat pengambilan sampel daunT. vogelii

Kecamatan-Kabupatena Letak lintang

Ketinggian di atas permukaan

laut (m dpl)

Kondisi lahan sekitar

Cigombong-Bogor (Cgb-Bgr)

6°44’3” LS

106°48’11” BT 505 Persawahan padi

Cikalong Wetan-Bandung (Ckw-Bdg)

6°43’33” LS

107°26’43” BT 689 Kebun teh

Cipanas-Cianjur (Cpn-Cnj)

6°43’23” LS

107°0’26” BT 1283 Kebun sayur

Cisarua-Bogor (Csr-Bgr)

6°41’18.5” LS

106°56’53” BT 946 Kebun sayur organik

Jatinangor-Sumedang (Jtn-Smd)

6°53’55” LS

107°49’9” BT 890 Halaman kampus

Lembang-Bandung (Lbg-Bdg)

6°48’33” LS

107°36’51” BT 1200

Kebun percobaan tanaman obat Megamendung-Bogor

(Mgm-Bgr)

6°42’43” LS

106°55’17” BT 1034 Hutan


(34)

fase gerak awal metanol:air (50:50, v/v) menuju (85:15, v/v) dalam 15 menit menggunakan kolom C18 (250 mm × 4.6 mm, ukuran partikel 5 µ m). Setiap sampel ekstrak dibuat 2 alikuot dan setiap alikuot disuntikkan 2 kali. Volume larutan sampel yang disuntikkan adalah 20 µ L dan laju aliran 1 mL/menit. Deteksi rotenon dilakukan pada panjang gelombang 295 nm dan deguelin pada 270 nm (Cabizzaet al.2004).

Analisis LC-MS dilaksanakan dengan menggunakan peralatan LC-MS yang terdapat di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek, Serpong. Sistem LC menggunakan kolom C18 (250 mm × 2 mm, diameter dalam 3.5 µ m). Eluen yang digunakan metanol:air (70:30, v/v), volume injeksi 20 µ L, dan laju aliran 1 mL/menit. Kondisi MS adalah sebagai berikut: sistem ESI (ionisasi semprotan elektron), aliran gas N22.5 L/menit, tegangan kuar (probe) 4 kV (diadaptasi dari Caboniet al.2005).

Uji Aktivitas EkstrakT. vogelii

Sebanyak 15 ekstrak T. vogelii yang daunnya diperoleh dari 8 lokasi di Jawa Barat diuji aktivitasnya untuk menentukan ekstrak teraktif. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode perlakuan pakan. Setiap ekstrakT. vogelii diuji pada konsentrasi 0.02 dan 0.15% (b/v). Setiap konsentrasi tersebut diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak T.

vogeliidalam campuran MeOH dan surfaktan

Tween 80 (5:1, v/v) kemudian diencerkan dengan air sesuai konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi akhir MeOH dan Tween 80 dalam suspensi ekstrak masing-masing 1 dan 0.2%.

Potongan daun brokoli (4 × 4) cm2dicelup hingga basah merata dalam suspensi ekstrak

T. vogeliidengan konsentrasi 0.02 dan 0.15%

(b/v). Daun brokoli kontrol dicelup dalam air yang mengandung MeOH 1% dan Tween 80 0.2%. Satu potong daun brokoli perlakuan atau kontrol diletakkan dalam cawan petri (diameter 10 cm) yang dialasi tisu, lalu 15 larva instar IIC. pavonanayang baru berganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Perlakuan dilakukan sebanyak 6 ulangan dan keseluruhan pengujian diulang 2 kali kecuali ekstrakT. vogeliibunga putih dari Cikalong Wetan-Bandung (1 kali). Setelah 24 jam, daun brokoli lain yang juga telah dicelup dalam sediaan ekstrak ditambahkan ke dalam cawan petri percobaan dan pada 48 jam daun perlakuan diganti dengan daun tanpa perlakuan. Jumlah larva yang mati dicatat tiap

hari sampai hari ketiga (Abizar dan Prijono 2010). Jumlah total larva yang mati dicatat. Data persentase mortalitas diubah ke arcsin proporsi lalu diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda

Duncan (α = 0.05). Data kandungan rotenoid

(rotenon dan deguelin) juga diolah dengan cara yang sama. Data hubungan antara kandungan rotenoid dan mortalitas serangga diolah dengan analisis korelasi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi dan Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Rendemen ekstrak dari 15 sampel daunT.

vogelii berkisar dari 7.10% (Cipanas-Cianjur

putih) sampai 13.75% (Lembang-Bandung putih) [Tabel 2]. Secara umum rendemen dari tanaman berbunga ungu lebih tinggi daripada tanaman berbunga putih. Perbedaan rendemen ekstrak dari 8 lokasi dapat disebabkan oleh perbedaan galur T. vogelii (perbedaan sifat genetika), umur tanaman, kondisi tanah, jenis vegetasi di sekitarnya, dan musim tahunan di lokasi tempat tumbuh tanaman (Kaufman et al.1999). Kondisi lokasi tempat pengambilan sampel daun sangat beragam (Tabel 1) sehingga tidak dapat dipastikan faktor yang paling menentukan perbedaan rendemen ekstrak.

Analisis kualitatif 15 ekstrak T. vogelii

dilakukan menggunakan TLC dengan fase diam gel silika 60 F254. Di antara 11 macam fase gerak (eluen) yang dicoba, yaitu n -heksana:CHCl3 (9:1) dan (19:1); EtOAc: CHCl3 (3:7), (1:9), dan (1:19); petroleum eter:aseton (7:3), (8:2), dan (9:1); n-heksana: CHCl3:MeOH (75:24.5:0.5); serta n-heksana:CH2Cl2:MeOH (75:24.5:0.5) dan (55:44:1), diperoleh eluen terbaik berupa campuran n-heksana:CH2Cl2: MeOH dengan nisbah 55:44:1 (v/v). Hasil analisis TLC dengan menggunakan eluen tersebut menunjukkan bahwa kelima belas ekstrak T.

vogelii memiliki 3 bercak yang terpisah

dengan baik, dengan faktor retensi (Rf) berturut-turut 0.54, 0.71, dan 0.77. Bercak ekstrak dengan Rf 0.71 diduga mengandung rotenon karena senyawa murni rotenon (Sigma) yang disertakan dalam analisis ini memiliki Rf 0.71 (Gambar 2). Untuk memastikan keberadaan rotenon, dilakukan analisis dengan HPLC dan LC-MS.


(35)

Sampela Rendemen ekstrak (%)b

Kandungan rotenon dalam ekstrak

(%, b/b)c

Area deguelin (unit)c

Cgb-Bgr putih (Cgb-Bgr/p) 10.98 0.1553f 55089656a

Ckw-Bdg putih (Ckw-Bdg/p) 9.47 0.1548f 44201731bc

Ckw-Bdg ungu (Ckw-Bdg/u) 10.14 0.3844a 41924449bc

Cpn-Cnj putih (Cpn-Cnj/p) 7.10 0.0487j 20875704f

Cpn-Cnj ungu (Cpn-Cnj/u) 8.20 0.1911d 22313932f

Csr-Bgr putih (Csr-Bgr/p) 10.73 0.1563f 51679163a

Csr-Bgr ungu (Csr-Bgr/u) 11.08 0.1933d 28200822e

Jtn-Smd putih (Jtn-Smd/p) 9.04 0.2825b 53391118a

Jtn-Smd ungu (Jtn-Smd/u) 9.91 0.0986g 23189679f

Lbg-Bdg putih (Lbg-Bdg/p) 13.75 0.0874h 45227044b

Lbg-Bdg ungu (Lbg-Bdg/u) 9.16 0.2392c 41136087c

Mgm-Bgr putih (Mgm-Bgr/p) 9.48 0.0475j 21178528f

Mgm-Bgr ungu (Mgm-Bgr/u) 9.88 0.1799e 27029095e

Pgl-Bdg putih (Pgl-Bdg/p) 9.59 0.0726i 34523616d


(36)

T. vogeliidenganMr394.99 dantr15.9 menit adalah rotenon. Berdasarkan pembandingan dengan data waktu retensi (relatif terhadap rotenon) dan bobot molekul senyawa rotenoid yang terdapat di literatur (Cabizza et al. 2004), komponen ekstrak T. vogelii dengan

Mr394.99 dantr17.5 menit diduga deguelin. Struktur molekul rotenon dan deguelin ditunjukkan pada Gambar 3.

OCH3

H3CO

O O O H H C O CH2

H3C

OCH3 H3CO

O O H H O CH3 CH3 Gambar 3 Struktur kimia rotenon (atas) dan

deguelin (bawah) (Cabizza et al

2004).

Kandungan rotenon dalam ekstrak T.

vogelii ditentukan berdasarkan hasil analisis

HPLC (Lampiran 5). Persamaan regresi linear hubungan antara konsentrasi rotenon dan area ialahy= 68350x- 6119 denganR2= 0.999 (Lampiran 6). Kandungan rotenon dalam ekstrak berkisar dari 0.0475% (Megamendung-Bogor, T. vogelii bunga putih) sampai 0.3844% (Cikalong Wetan-Bandung, T. vogelii bunga ungu) (Tabel 2). Seperti rendemen ekstrak, kandungan rotenon dalam ekstrak T. vogelii bunga ungu secara umum lebih tinggi daripada dalam ekstrakT,

vogeliibunga putih, kecuali pada sampel daun

dari Jatinangor-Sumedang. Sementara itu, area deguelin tertinggi terdapat pada daun T.

vogelii bunga putih dari Cigombong-Bogor

dan yang terendah pada sampel Cipanas-Cianjur bunga putih. Hasil analisis HPLC secara umum dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berbeda dengan rendemen ekstrak dan kandungan rotenon yang umumnya lebih

tinggi pada daun T. vogelii bunga ungu, kandungan deguelin pada daun T. vogelii

bunga putih dan ungu secara umum sebanding, kecuali pada sampel Cisarua-Bogor dan Jatinangor-Sumedang. Kandungan deguelin pada daun T. vogelii bunga putih kedua sampel tersebut masing-masing sekitar 1.8 dan 2.3 kali lebih tinggi daripada bunga ungu (Tabel 2).

Delfel et al. (1970) melaporkan bahwa kandungan total rotenon dan deguelin pada daun 7 sampel tanaman T. vogelii berkisar dari 2.3 sampai 3.8%. Kandungan deguelin pada penelitian ini lebih tinggi daripada rotenon (berdasarkan pembandingan area puncak rotenon dan deguelin pada kromatogram HPLC, Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan laporan Hagemannet al.(1972) yang menunjukkan bahwa kandungan deguelin pada daunT. vogeliisekitar 4–7 kali lebih tinggi daripada kandungan rotenon.

Aktivitas EkstrakT. vogelii

Perlakuan dengan ekstrakT. vogelii pada konsentrasi 0.02% hanya mengakibatkan tingkat mortalitas larva C. pavonana yang rendah hingga 72 jam setelah perlakuan (JSP) (Lampiran 8). Pada perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15%, tingkat mortalitas larva

masih rendah (data tidak ditunjukkan), kemudian meningkat nyata pada 48 dan 72 JSP (Lampiran 8). Tingkat mortalitas larva pada 72 JSP akibat perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15% berkisar dari 7.2%

(Jatinangor-Sumedang putih) sampai 62.8% (Cipanas-Cianjur ungu) (Tabel 3).

Perbedaan aktivitas ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid yang bersifat insektisida. Perbedaan kandungan senyawa aktif tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Berdasarkan ketinggian tempat tumbuh tanamanT. vogelii, terlihat bahwa pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1200 m dpl memiliki aktivitas insektisida yang lebih tinggi seperti pada sampel Cipanas-Cianjur, Lembang-Bandung, dan Pangalengan-Bandung (Tabel 1). Pada penelitian dengan menggunakan ekstrak A. odorata, Sawal (2005) melaporkan bahwa ekstrakA. odorata

dari daerah Bogor dengan kondisi tanah basah dan curah hujan tinggi serta kondisi vegetasi yang homogen di sekitarnya memiliki aktivitas insektisida terhadap larva yang lebih


(37)

Tabel 3 Mortalitas larva C. pavonanaakibat perlakuan dengan ekstrak T. vogelii

0.15 %

Sampela Mortalitas larva (%) pada 72 JSPb Cgb-Bgr putih 26.1cd Ckw-Bdg putih 10.0ef Ckw-Bdg ungu 18.3def Cpn-Cnj putih 32.4bcd Cpn-Cnj ungu 62.8a Csr-Bgr putih 35.8bcd Csr-Bgr ungu 21.2de Jtn-Smd putih 7.2f Jtn-Smd ungu 52.2ab Lbg-Bdg putih 48.9ab Lbg-Bdg ungu 51.4ab Mgm-Bgr putih 31.7bcd Mgm-Bgr ungu 32.9bcd Pgl-Bdg putih 44.4abc Pgl-Bdg ungu 47.8abc a

Kode sampel seperti pada Tabel 1.

b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

baik daripada daerah Bekasi dan Tegal dengan kondisi tanah relatif kering dan curah hujan rendah serta kondisi vegetasi yang beragam di sekitarnya.

Secara visual, larva yang makan daun perlakuan menunjukkan gejala keracunan berupa aktivitas bergeraknya berkurang (lemah), terlihat tidak sehat bila dibandingkan dengan larva kontrol, tubuhnya mengerut, dan akhirnya menjadi berwarna cokelat kehitaman. Rotenon bekerja relatif lambat dalam membunuh serangga. Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q di kompleks 1 pada rantai transpor elektron di mitokondria (Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel ini menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya. Kelumpuhan sistem otot pada alat mulut dan saluran pencernaan makanan menyebabkan serangga berhenti makan (Tomlin 2005).

Korelasi Antara Kandungan Rotenoid dan Aktivitas InsektisidaT. vogelii

Korelasi antara kandungan rotenon (r = 0.078) dan deguelin (r = 0.077) secara terpisah dengan aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat tidak nyata (Gambar 4 dan 5). Keragaman aktivitas 15 ekstrak T. vogelii

tersebut tampaknya juga disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid lain dalam daun T. vogelii, seperti tefrosin, rotenolon, dehidrodeguelin, dan elipton (Gaskins 1972 dan Zenget al.2002).

Gambar 4 Korelasi antara kandungan rotenon dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam 0 10 20 30 40 50 60 70

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area rotenon ( 105)


(38)

Gambar 5 Korelasi antara kandungan deguelin dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam setelah perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

beragam. Perlakuan dengan ekstrak tersebut pada konsentrasi 0.15% mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana dari 7.2% (T.

vogelii bunga putih dari

Jatinangor-Sumedang) sampai 62.8% (T. vogelii bunga ungu dari Cipanas-Cianjur). Aktivitas insektisida ekstrak tersebut tidak berkorelasi secara nyata dengan kandungan rotenon dan deguelin (analisis korelasi secara terpisah). Kandungan senyawa rotenoid lain tampaknya turut berperan dalam menentukan aktivitas insektisida ekstrakT. vogelii.

Saran

Kandungan senyawa aktif rotenoid pada tanaman T. vogelii perlu dianalisis secara lengkap sehingga dapat menjelaskan secara lebih utuh hubungan antara kandungan senyawa aktif tersebut dan aktivitas insektisidaT. vogelii. Selain standar rotenon, untuk analisis tersebut diperlukan standar deguelin dan standar senyawa rotenoid lainnya. Uji lanjut aktivitas insektisida juga diperlukan untuk menentukan LC50 dan LC95 ekstrakT. vogeliiterhadap larvaC. pavonana

sehingga dapat dilakukan analisis korelasi antara kandungan senyawa rotenoid dan LC50 atau LC95ekstrakT. vogelii.

DAFTAR PUSTAKA

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji

Tephrosia vogelii J. D. Hooker

(Leguminosae) dan ekstrak buah Piper

cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva

Crocidolomia pavonana. JHPT Trop

10:1-12.

Andrei CC, Vieira PC, Fernandes JB, Silva MFGF da, Fo ER. 2002. New spirorotenoids from Tephrosia candida.

Z Naturforsch 57c:418-D422.

Balk F, Koeman JH. 1984. Future Hazards from Pesticide Use, with Special

Refer-ence to West Africa and South-East Asia.

Gland (Switzerland): IUCN.

Cabizza M et al. 2004. Rotenone and rotenoids in cube resins, formulations, and residues on olives. J Agric Food Chem52:288-293.

Caboni P, Sarais G, Angioni A, Garau VL, Cabras P. 2005. Fast and versatile multiresidue method for the analysis of botanical insecticides on fruits and vegetables by HPLC/DAD/MS. J Agric

Food Chem53:8644-8649.

Coats JR. 1994. Risks from natural versus synthetic insecticides. Annu Rev

Entomol39:489-515.

Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff AI. 1970. Distribution of rotenone and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fraction. J

Agric Food Chem18:385-390.

0 10 20 30 40 50 60 70

10 20 30 40 50 60

Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area deguelin ( 106)


(39)

Gaskins MHet al. 1972. Tephrosia vogelii:A Source of Rotenoids for Insecticidal and

Piscicidal Use. Technical Bulletin 1445.

Washington D.C: U.S. Government Printing office.

Hagemann JW, Pearl MB, Higgins JJ, Delfel NE, Earle FR. 1972. Rotenone and deguelin inTephrosia vogelii at several stages of maturity. J Agric Food Chem

20:906-908.

Hollingworth RM. 2001. Inhibitor and uncouplers of mitochondrial oxidative phosphorylation. Di dalam: Krieger Ret al., editor. Handbook of Pesticide

Toxicology. Vol 2. San Diego: Academic

Pr. hlm 1169-1227.

Kaufman PB, Cseke LJ, Warber S, Duke JA, Brielmann HL. 1999. Natural Products

from Plants. Boca Raton: CRC Pr.

Koona P, Dorn S. 2005. Extracts from

Tephrosia vogelii for the protection of

stored legume seeds against damage by three bruchid species. Ann Appl Biol

147:43-48.

Lambert N, Trouslot MF, Nef-Campa C, Crestin H. 1993. Production of rotenoids by heterotrophic and photomixotriphic cell cultures of

Tephrosia vogelii. Phytochemistry

34:1515-1520.

Metcalf RL. 1986. The ecology of insect-cides and the chemical control of insects. Di dalam: Kogan M, editor. Ecological

Theory and Integrated Pest Management

Practice. New York: J Wiley. hlm

251-297.

Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and

Environment: Retrospects and

Prospects. Berlin: Springer.

Prijono D, Pudjianto. 2008. Pengembangan formulasi insektisida botani yang dibakukan berbasis daun kacang babi

(Tephrosia vogelii Hook.f.,

Legumi-nosae) dan buah kemukus (Piper cubeba

L.f., Piperaceae) [laporan Research Grant Program B]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Sawal A. 2005. Keefektifan ekstrak Aglaia

odorata Lour. (Meliaceae) asal Bogor,

Bekasi, dan Tegal terhadap larva

Crocidolomia pavonana (F.)

(Lepido-ptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Tomlin CDS, editor. 2005. The e-Pesticide

Manual: a World Compendium

[CD-ROM]. Ed ke–13. Version 3.1. Farnham: BCPC.

Zeng XN, Coll J, Zhang SX, Liu XQ, Camps F. 2002. Modification of the analytical method for rotenoids in plants.Chinese J


(40)

(41)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Maserasi 15 sampelT.

vogeliimenggunakan

aseton selama 24 jam dengan 6 kali ulangan

Analisis LC-MS Ekstrak paling aktif

Analisis 15 ekstrakT.

vogeliidengan HPLC

Uji aktivitas 15 ekstrakT.

vogeliidengan

metode celup daun Uji kualitatif 15 ekstrak

T. vogeliidengan TLC;

eluenn-heksana: diklorometana:metanol


(42)

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min 0 250 500 750 1000 mV Detector A:295nm 1/ 0/ /1 5. 81 8/ 61 65 94 9 2/ 1/ R et en on /1 6. 53 6/ 13 18 26 5 3/ 0/ /1 7. 64 3/ 15 62 67 18

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 min

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 mV

Detector A Ch2:270nm

/1 4 .6 2 4 /1 3 6 3 3 9 5 9 /1 6 .3 7 2 /4 2 0 7 8 6 0 3

Lampiran 2 Kromatogram HPLC ekstrak daun T. vogelii bunga ungu dari Cikalong Wetan-Bandung dengan deteksi UV

Waktu retensi (menit)

Sin y al (m V )

Waktu retensi (menit)

Sin y al (m V ) λ=295 nm λ=270 nm


(1)

0 5.8 11.6 17.4 23.2 29.0 Retention Time (Min)

471.4

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

I

nt

en

si

ty

T15.8

382.0 394.4 406.8 419.2 431.6 444.0

Mass (m/z)

0 3791.8

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

In

te

ns

ity

395.06

396.06

417.02

397.04 432.95


(2)

Konsentrasi standar (ppm) Area

2 134763

2 134252

4 267240

4 261372

6 400433

6 390505

8 543849

8 548326

10 676787

10 675870

12 818661

12 846792

14 946529

14 945167

16 1065665

16 1076125

18 1234429

18 1202121

20 1368802

20 1376832

y= 68350x- 6119

= 0.999

0 3 6 9 12 15

A

re

a

(

×

1

0


(3)

16 Lampiran 7 Kandungan rotenon dan deguelin dalam ekstrak 15 sampel daunT. vogeliiberdasarkan analisis menggunakan HPLC

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Cigombong-Bogor putih (Cgb-Bgr)

1 506609 52345795

524865±23481.42 55089656±1830459.89 7.7686 0.1553

2 503513 56074282

3 551014 56024197

4 538325 55914351

Cikalong Wetan-Bandung putih (Ckw-Bdg)

1 501107 43623735

522938±22253.65 44201731±583433.42 7.7404 0.1548

2 506753 43774862

3 538451 44706435

4 545443 44701892

Cikalong Wetan-Bandung ungu (Ckw-Bdg)

1 1318265 42078603

1307647±25007.64 41924449±187135.98 19.2212 0.3844

2 1337912 42078007

3 1289622 41698577

4 1284788 41842608

Cipanas-Cianjur putih (Cpn-Cnj)

1 149193 21011033

160381± 10054.62 20875704± 313118.02 2.436 0.0487

2 154962 21251985

3 171014 20660856

4 166355 20578942

Cipanas-Cianjur ungu (Cpn-Cnj)

1 660459 22029178

646934±13387.70 22313932±352157.83 9.5546 0.1911

2 655390 21990268

3 640512 22641769


(4)

lanjutan Lampiran 7

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Cisarua-Bogor putih (Csr-Bgr)

1 511817 53396021

527999±19732.61 51679162±2273002.23 7.8145 0.1563

2 510788 53882928

3 539576 49788799

4 549817 49648902

Cisarua-Bogor ungu (Csr-Bgr)

1 639366 27848544

654623±18203.56 28200821±424343.53 9.667 0.1933

2 644680 27974971

3 654092 28804511

4 680356 28175260

Jatinangor-Sumedang putih (Jtn-Smd)

1 310928 22641769

330782±19769.42 23189679±522286.64 4.9291 0.0986

2 316677 22848082

3 346581 23580378

4 348941 23688488

Jatinangor-Sumedang ungu (Jtn-Smd)

1 970148 50847736

959218±20056.66 53391118±2904918.71 14.1234 0.2825

2 981592 50903384

3 938557 55875240

4 946574 55938113

Lembang-Bandung putih (Lbg-Bdg)

1 283800 38054620

292530±7671.46 45227044±8399084.54 4.3694 0.0874

2 288819 52345795

3 300892 37854146


(5)

18 lanjutan Lampiran 7

Sampel Ulangan Area

rotenon

Area deguelin

Rerata area rotenon ± SD

Rerata area deguelin ± SD

Konsentrasi rotenon (ppm)

dalam larutan 5000 ppm

Kandungan rotenon dalam

ekstrak (%)

Lembang-Bandung ungu (Lbg-Bdg)

1 834072 41395948

811423±21491.54 41136087±242803.15 11.9611 0.2392

2 822885 41186778

3 803297 41151898

4 785437 40809724

Megamendung-Bogor putih (Mgm-Bgr)

1 144413 21943632

156198±10352.53 21178528±841878.98 2.3748 0.0475

2 151358 21864660

3 167753 20545308

4 161267 20360511

Megamendung-Bogor ungu (Mgm-Bgr)

1 610439 26328169

608791±11928.70 27029095±472225.19 8.9965 0.1799

2 624985 27220688

3 601043 27358845

4 598697 27208677

Pangalengan-Bandung putih (Pgl-Bdg)

1 237760 34567948

241953±4305.26 34523616±553004.33 3.6294 0.0726

2 247934 35230735

3 241632 34405881

4 240487 33889899

Pangalengan-Bandung ungu (Pgl-Bdg)

1 811780 35418603

787274±37582.89 34959465±348795.55 11.6078 0.2321

2 826906 34597484

3 757358 34814925


(6)

Lampiran 8 Mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak daun T. vogelii pada konsentrasi 0.02 dan 0.15%

SampelT. vogeliia

Konsentrasi 0.02% Konsentrasi 0.15%

Mortalitas (%) pada 48 JSP

Mortalitas (%) pada 72 JSP

Mortalitas (%) pada 48 JSP

Mortalitas (%) pada 72 JSP

Cgb-Bgr putih 0.0 1.1 10.0 26.1

Ckw-Bdg putih 1.1 1.7 3.3 10.0

Ckw-Bdg ungu 0.6 2.2 2.2 18.3

Cpn-Cnj putih 2.2 3.4 7.8 32.4

Cpn-Cnj ungu 4.4 5.6 22.8 62.8

Csr-Bgr putih 0.6 0.6 19.0 35.8

Csr-Bgr ungu 0.6 1.7 12.8 21.2

Jtn-Smd putih 0.0 0.0 4.4 7.2

Jtn-Smd ungu 0.0 0.0 43.9 52.2

Lbg-Bdg putih 0.0 0.0 18.5 48.9

Lbg-Bdg ungu 0.5 1.6 33.5 51.4

Mgm-Bgr putih 0.6 1.7 15.6 31.7

Mgm-Bgr ungu 0.0 0.0 15.0 32.9

Pgl-Bdg putih 0.0 0.6 31.1 44.4

Pgl-Bdg ungu 0.0 0.6 29.4 47.8

a


Dokumen yang terkait

Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbahan Ekstrak Brucea javanica, Piper aduncum, dan Tephrosia vogelii untuk Pengendalian Hama Kubis Crocidolomia pavonana

7 89 156

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Akivitas insektisida ekstrak piper retrofractum Vahl. dan Tephrosia vogelii Hook. f. terhadap Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella serta Keamanan Ekstrak tersebut terhadap Diadegma semiclausum

1 7 84

Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

1 11 52

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Aktivitas Insektisida dan Antioviposisi Ekstrak Biji Barringtonia asiatica (Lecythidaceae) terhadap Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae).

0 0 1

EFEKTIVITAS EKSTRAK BAW ANG PUTIH UNTUK PE NGENDALIAN HAMA K ROP KUBIS (Crocidolomia pavonana ).

0 0 14

Potensi Insektisida Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) - Repositori Universitas Andalas

0 0 9