PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat

kecurangan yang dilakukan dalam penyajian laporan keuangan tidak kalah
maraknya dengan skandal-skandal di lingkup internasional. Meskipun tidak
seluruhnya disebabkan karena kecurangan yang disengaja, namun salah saji yang
terjadi dalam laporan keuangan juga memberikan dampak pada seluruh pihak
yang berkepentingan menggunakan laporan keuangan tersebut (Lastanti, 2005),
bahkan fraud yang dilakukan dalam laporan keuangan dapat menyebabkan
kerugian yang sangat besar bagi investor, kreditor, dan auditor sendiri (Anugerah
dkk, 2011). Oleh karena itu, untuk memastikan agar laporan keuangan terbebas
dari salah saji material, diperlukan pemeriksaan akuntansi yang dilakukan oleh
auditor sebagai pihak independen.
Pemeriksaan akuntansi atau auditing adalah proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk memastikan kesesuaian
pernyataan-pernyataan tersebut dengan standar yang berlaku serta penyampaian

hasil-hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 1992). Karena
kepercayaan yang diberikan oleh para pemakai yang berkepentingan kepada
auditor, seperti investor, kreditor, pemerintah, bank, dan stakeholders lainnya baik

1

2

internal maupun eksternal, maka auditor harus dapat menghasilkan kualitas audit
yang baik yang dapat diandalkan.
Untuk dapat menghasilkan kualitas audit yang baik, auditor bertanggung
jawab merencanakan dan melaksanakan audit demi mendapatkan kepastian bahwa
laporan keuangan tidak mengandung kesalahan material yang disebabkan oleh
kecurangan maupun kekeliruan (Auditing Standard Boards, 2011). Dalam
International Standard on Auditing 200 (IAASB, 2009), auditor diharuskan untuk
menjaga dan mempertahankan pertimbangan profesional dan skeptisisme
profesionalnya selama merencanakan dan melaksanakan audit. Hal yang sama
ditekankan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IAPI, 2011) pada Standar
Umum yang ketiga tentang kemahiran profesional atau due professional care
yang menuntut auditor untuk selalu bersikap skeptis profesional dalam menyusun

perencanaan, mengumpulkan bukti, dan menilai bukti audit.
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa skeptisisme profesional,
yang terdapat dalam Standar Umum yang ketiga, due professional care,
merupakan sikap yang penting dimiliki oleh auditor. Penelitian Rahman (dalam
Bawono, 2010) secara empiris memberikan bukti bahwa due professional care
adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian Louwers
dkk (2008) menyimpulkan bahwa kegagalan audit dalam berbagai kasus
cenderung disebabkan karena kurangnya sikap skeptisisme profesional auditor
dan due professional care daripada kekurangan atau celah dalam standar auditing.
Dalam melakukan setiap tahapan audit, auditor perlu mengevaluasi apakah
pengendalian berjalan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Saat auditor

3

memprediksi bahwa ada kemungkinan terjadinya kecurangan yang dilakukan
klien, maka auditor sewajarnya meningkatkan tingkat skeptisismenya terhadap
klien yang diauditnya (Peecher, 1996). Banyak penelitian yang telah dilakukan
untuk menentukan faktor-faktor yang dapat memengaruhi skeptisisme profesional
auditor. Penelitian Chung dkk (2005) menemukan bahwa mood (suasana hati)
dapat memengaruhi skeptisisme profesional auditor. Suasana hati positif

menyebabkan menurunnya skeptisisme profesional auditor sedangkan suasana
hati negatif menyebabkan meningkatnya skeptisisme profesional auditor.
Penelitian Shelton dkk (dalam Hurtt, 2003) yang dilakukan pada KAP The Big
Four menemukan bahwa meningkatnya risiko terjadinya fraud menyebabkan
meningkatnya skeptisisme profesional auditor. Penelitian Asare dan McDaniel
(dalam Hurtt, 2003) menemukan bahwa kedekatan antara auditor dan klien dapat
memengaruhi skeptisisme profesional auditor, semakin dekat auditor dengan
kliennya, semakin rendah skeptisisme profesionalnya, dan sebaliknya. Selain itu,
skeptisisme juga dapat meningkat seiring banyaknya pengalaman yang diperoleh
auditor. Pengalaman, pengetahuan akan bisnis, dan risiko yang dihadapi, berperan
dalam evaluasi yang dilakukan. Pengalaman masa lalu auditor dapat membantu
auditor untuk mengeliminasi atau meminimalkan risiko salah saji material yang
dikarenakan kesalahan maupun kesengajaan (Gallegos, 2003).
Penelitian mengenai skeptisisme profesional yang dilakukan di Indonesia
masih sangat minim. Penelitian Suraida (2005) dan Suprianto (2010) mengenai
pengaruh etika, kompetensi, pengalaman, dan risiko audit terhadap skeptisisme
profesional auditor dan ketepatan pemberian opini akuntan publik menyimpulkan

4


bahwa etika, kompetensi, risiko dan pengalaman memiliki pengaruh positif
terhadap skeptisisme profesional, hanya saja Suraida menemukan bahwa variabelvariabel tersebut memiliki tingkat pengaruh yang berbeda. Etika, kompetensi, dan
pengalaman audit secara parsial hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap
skeptisisme, namun secara simultan memiliki pengaruh yang cukup signifikan,
sedangkan untuk risiko audit sendiri, secara partial dan simultan, dengan variabel
etika, kompetensi, dan pengalaman, memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap skeptisisme profesional. Anugerah dkk (2011) dalam penelitiannya
menemukan bahwa etika, pengalaman audit, risiko audit, dan faktor-faktor
situasional audit (seperti risiko deteksi, dan ketidakwajaran laporan keuangan)
memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional. Penelitian Gusti dan
Ali (2006) juga menggunakan skeptisisme profesional, akan tetapi hanya sebagai
variabel independen yang digunakan untuk mengukur pengaruhnya terhadap
ketepatan pemberian opini auditor. Hasil yang mereka peroleh menunjukkan
bahwa skeptisisme profesional memiliki hubungan yang signifikan terhadap
pemberian opini audit oleh akuntan publik.
Dari banyaknya penelitian yang dilakukan di luar negeri dan beberapa di
Indonesia, peneliti menyadari pentingnya skeptisisme profesional dalam auditing
terutama dalam melakukan evaluasi bukti audit secara kritis. Seperti yang
tercantum dalam SPAP SA seksi 310, 330 dan 333 (IAPI, 2011), auditor perlu
melakukan banyak hal yang berhubungan dengan pihak lain yang terkait dengan

klien dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti audit, sebagai contoh membangun
pemahaman dengan klien, melakukan konfirmasi dengan pihak ketiga, meminta

5

pengakuan manajemen, dan komunikasi dengan karyawan klien. Hal-hal tersebut
mengharuskan auditor untuk memiliki kemampuan berkomunikasi interpersonal
yang baik. Kemampuan berkomunikasi interpersonal merupakan kemampuan
untuk bekerja sama dengan baik dengan orang lain, dan menerima orang lain
tanpa prasangka (Matin dkk, 2010). Sikap skeptis dan kemampuan interpersonal
auditor ini erat kaitannya dengan ilmu psikologi, ilmu yang secara intens
mempelajari proses berpikir dan berperilaku manusia, dan merupakan ilmu yang
paling memiliki peralatan lengkap dalam menemukan insight tentang manusia
Indonesia dengan berbagai potensi kreatifnya (Rahardjo, 2010). Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan psikologi
untuk membantu dalam analisis data dan pembahasan hasil.
Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang memiliki kontribusi terhadap
skeptisisme profesional, baik yang meningkatkan maupun menurunkan. Namun,
penelitian-penelitian terdahulu tersebut hanya meneliti faktor satu demi satu

berdasarkan teori-teori yang sudah ada dan diujikan secara empiris kepada para
responden untuk mengetahui pengaruhnya terhadap skeptisisme profesional. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, peneliti akan mencari tahu faktor-faktor yang
memengaruhi skeptisisme profesional secara menyeluruh dengan menggunakan
penelitian yang bersifat eksplorasi untuk memperoleh jawaban responden secara
lebih terbuka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan data
dikumpulkan menggunakan dengan kuesioner pertanyaan terbuka (open-ended
questionnaire) sehingga jawaban para responden tidak akan dibatasi oleh teori

6

atau pilihan jawaban yang disediakan oleh peneliti. Dengan begitu, penelitian
dengan judul “Faktor-Faktor yang Meningkatkan Skeptisisme Profesional
Auditor” ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pendapat para
responden secara langsung terhadap faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
skeptisisme profesional auditor dan usaha-usaha yang dilakukan untuk
meningkatkannya.

1.2


Rumusan Masalah
Seperti yang disebutkan oleh Louwers dkk (2008), skeptisisme profesional

auditor merupakan faktor yang paling penting yang memengaruhi kualitas audit
yang akan dihasilkan. Untuk dapat mempertahankan kualitas audit tersebut,
seorang auditor harus dapat menjaga skeptisisme profesionalnya. Agar auditor
dapat mempertahankan sikap skeptisisme profesionalnya, maka perlu dieskplorasi
terlebih dahulu faktor-faktor yang berkontribusi terhadap skeptisisme profesional
mereka. Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah:
1. Faktor-faktor apa yang memiliki kontribusi terhadap skeptisisme
profesional auditor?
2. Usaha-usaha apa yang dilakukan auditor untuk meningkatkan
skeptisisme profesionalnya?

7

1.3

Tujuan Penelitian

Untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang menurut responden memiliki

kontribusi terhadap skeptisisme profesional auditor, serta upaya yang mereka
lakukan untuk meningkatkan skeptisisme profesional mereka.

1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi para auditor profesional, dan

manfaat teoritis.
a. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini bagi para auditor adalah memberikan
informasi mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap skeptisisme
profesional beserta usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk melatih dan
mengembangkan skeptisisme profesional tersebut agar dapat menyusun
perencanaan dan melaksanakan audit dengan baik dan menghasilkan
kualitas audit yang tinggi.
b. Manfaat Teoritis
Selain manfaat praktis bagi auditor profesional, penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yakni untuk memperkaya
pengetahuan dan penelitian mengenai skeptisisme profesional dalam
bidang akademis di Indonesia.

8

1.5

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dan mendasari

skeptisisme profesional yang akan diteliti dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang meliputi
penjelasan mengenai pemilihan populasi dan penentuan sampel,
data, perumusan analisis, serta tahapan-tahapan analisis.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang analisis mengenai faktor-faktor yang
meningkatkan skeptisisme profesional auditor berdasarkan data
yang diperoleh dan teori-teori yang mendasarinya.
BAB V

PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan, implikasi, dan
saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.