Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

(1)

PENGARUH PENGALAMAN, PELATIHAN DAN

SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP

PENDETEKSIAN KECURANGAN

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta)

Oleh: Fakhri Hilmi NIM : 105082002659

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Fakhri Hilmi

NIM : 1050 8200 2659

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil atau karya penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 25 Januari 2011


(3)

PENG

PENGARUH PENGALAMAN, PELATIHAN DAN

SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP

PENDETEKSIAN KECURANGAN

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh

Fakhri Hilmi 1050 8200 2659

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Azzam Jasin, M.B.A. Reskino, SE., Ak., M.Si. NIP: 197708142006042003

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(4)

Hari ini Senin Tanggal 14 Juni 2010 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fakhri Hilmi, NIM : 105082002659 dengan judul skripsi “PENGARUH

PENGALAMAN, PELATIHAN DAN SKEPTISISME PROFESIONAL

AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak.

Penguji II Penguji III

Dr. Amilin, SE., Ak., M. Si Penguji I


(5)

Hari Senin, Tanggal 07 Maret 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Fakhri Hilmi, NIM: 105082002659, dengan judul skripsi “PENGARUH

PENGALAMAN, PELATIHAN DAN SKEPTISISME PROFESIONAL

AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 07 Maret 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE., MM

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Azzam Jasin M.B.A. Reskino, SE., Ak., M.Si

Pembimbing I Pembimbing II


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Fakhri Hilmi

Tempat dan Tanggal Lahir : Tangerang, 02 Juni 1987 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Kp. Ketapang No. 12 Rt 02/04 Cipondoh, Tangerang

Banten 15147 No. Telepon : 0856 9770 3428

Email :fakhri_hilmi@yahoo.com

B. Pendidikan

1. Pendidikan Formal

- 2005 – 2011 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Akuntansi

- 2002 – 2005 : Madrasah Aliyah Negeri 1 Tangerang - 1999 – 2002 : Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tangerang - 1993 – 1999 : Sekolah Dasar Negeri Petir IV

2. Pendidikan Informal

- 2005 – 2007 : Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam, Ciputat - 2002 – 2005 : Pondok Pesantren Salafi Roudlotus Salaam C. Pengalaman Kerja

- Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Bank Niaga, Tahun 2009 - Accurate Software Implementator, Tahun 2010

D. Pengalaman Organisasi


(7)

“PENGARUH PENGALAMAN, PELATIHAN DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN

KECURANGAN”

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta)

Oleh: Fakhri Hilmi

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengalaman, pelatihan, dan skeptisisme profesional auditor eksternal di wilayah Jakarta terhadap pendeteksian kecurangan yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan. Metode pemilihan sampel menggunakan purposive sampling method, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi 0,000; pelatihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,519; skeptisisme profesional auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000; dan pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000.

Kata kunci: Pengalaman, Pelatihan, Skeptisisme Profesional Auditor, Pendeteksian Kecurangan


(8)

“THE INFLUENCE OF EXPERIENCE, TRAINING AND SKEPTICAL AUDITOR BEHAVIORS ON FRAUD DETECTION”

(Empirical Research on Public Auditor at Jakarta)

By: Fakhri Hilmi

ABSTRACT

The purpose of this research is analysis the influence of experience, training and skeptical auditor behaviors on fraud detection that may occur at the company. The sampling method used in this research is purposive sampling method, while the analysis method used to analyze data is multiple regression method.

The results of this research that experience has a significant influence on fraud detection with a significance rate 0.000; training did not have a significant influence on fraud detection with a significance rate 0.519; skeptical auditor behavior has a significant influence on fraud detection with a significance rate 0.000; and experience, training, skeptical auditor behaviors have a significant influence simultaneously on fraud detection with a significance rate 0.000.


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhammdulillaahirobbil’alamiin, dengan mengucap syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kesehatan badan dan akal serta bimbingan dan perlindungan-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam tauladan sepanjang zaman. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul “Pengaruh Pengalaman, Pelatihan dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Penulis juga banyak mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Selesainya skripsi ini juga tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan baik dalam bidang akademis, material dan spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah (Drs. Sukardi M.Pd.), Ibu (Dra. Yiyih Barihah), Adik (Hafiz Farihi, Wardatul Ashfia dan Riziq Mubarok) yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini (I’m nothing without my family).

2. Bapak Prof. Dr. Azzam Jasin, M.B.A. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan arahan kepada penulis sehingga selesainya penelitian ini.

3. Ibu Reskino, SE., Ak., M.Si., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis.


(10)

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menuntut ilmu di bangku kuliah dan lainnya yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu.

9. Seluruh teman-teman di pesantren, teman kost, dan teman di Fakultas Eknomi dan Bisnis khususnya teman-teman di jurusan akuntansi yang telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di kampus dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat berguna bagi semuanya, dan juga bagi teman – teman yang ingin melakukan penelitian berikutnya khususnya untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Januari 2011


(11)

DAFTAR ISI

Surat Pernyataan... i

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... iii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstrak ... vi

Abstract... vii

Kata Pengantar ...viii

Daftar Isi... x

Daftar Tabel ...xiii

Daftar Gambar...xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Audit ... 8

1. Definisi Audit ... 8

2. Jenis-Jenis Audit ... 9

3. Tujuan Pemeriksaan Akuntansi (Audit) ... 11

4. Jenis-Jenis Auditor ... 11

B. Pengalaman, Pelatihan dan Skeptisisme Profesional Auditor ... 13


(12)

C. Kecurangan (Fraud) ... 19

1. Jenis-Jenis Kecurangan ... 21

2. Pemicu Terjadinya Kecurangan (Fraud)... 22

3. Teknik Dalam Mencegah Tindakan Kecurangan ... 24

D. Keterkaitan Antar Variabel ... 24

1. Pengalaman Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan (Fraud)... 24

2. Pelatihan Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan (Fraud) ... 27

3. Skeptisisme Profesional Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan (Fraud)... 29

E. Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 37

B. Metode Penentuan Sampel... 37

C. Metode Pengumpulan Data... 38

D. Metode Analisis Data... 38

1. Uji Kualitas Data ... 38

2. Uji Asumsi Klasik ... 40

3. Uji Hipotesis ... 42

E. Operasional Variabel Penelitian ... 44

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

1. Tempat dan Waktu Penelitian... 48

2. Demografi Responden ... 50

B. Uji Kualitas Data ... 53

1. Uji Validitas ... 53

2. Uji Reliabilitas ... 57

C. Uji Asumsi Klasik... 57

1. Uji Normalitas ... 57


(13)

D. Hasil Uji Hipotesis... 61

1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 61

2. Hasil Uji Regresi Secara Parsial (Uji t) ... 62

3. Hasil Uji Signifiknsi Simultan (Uji F) ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Implikasi ... 67

C. Keterbatasan dan Saran... 68

1. Keterbatasan ... 68

2. Saran ... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor 2.1 Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan ... 17

Nomor 2.2 Penelitian Terdahulu ... 32

Nomor 3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 46

Nomor 4.1 Wilayah dan Nama KAP ... 49

Nomor 4.2 Sample dan Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 49

Nomor 4.3 Jenis Kelamin Responden ... 50

Nomor 4.4 Pendidikan Responden... 51

Nomor 4.5 Jabatan Responden... 52

Nomor 4.6 Lama Berprofesi Sebagai Auditor ... 52

Nomor 4.7 Uji Validitas Pengalaman ... 53

Nomor 4.8 Uji Validitas Pelatihan ... 54

Nomor 4.9 Uji Validitas Skeptisisme Profesional Auditor... 54

Nomor 4.10 Uji Validitas Skeptisisme Profesional Auditor (Setelah Pengeliminasian Pertanyaan Kuesioner Yang Tidak Valid) 55 Nomor 4.11 Uji Validitas Pendeteksian Kecurangan ... 56

Nomor 4.12 Hasil Uji Reliabilitas... 57

Nomor 4.13 Uji Multikolonieritas ... 59

Nomor 4.14 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 61

Nomor 4.15 Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor 2.1 Kerangka Pemikiran ... 36 Nomor 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot... 58 Nomor 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ...72 Lampiran 2 Matriks Tabulasi Data Penelitian...78 Lampiran 3 Hasil Uji Data Penelitian Dengan Software SPSS ...82


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kasus-kasus skandal akuntansi dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada perusahaan besar seperti Enron, Global Crossing, dan Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal, kasus serupa juga terjadi di Indonesia seperti yang terjadi pada PT Kimia Farma. Meski beberapa salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan kecurangan, tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.

Faktor pengalaman memegang peranan yang penting agar auditor dapat mendeteksi adanya tindak kecurangan, karena pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ, 1993 dalam Noviyani dan Bandi, 2002). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik


(18)

Libby (1995) dalam Koroy (2005) menyatakan bahwa pekerjaan auditor adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian (expertise). Semakin berpengalaman seorang auditor maka semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam mengungkap tindakan kecurangan (fraud) yang kerap terjadi dalam suatu perusahaan.

Penelitian Sularso dan Na’im (1999) tentang analisis pengaruh pengalaman akuntan pada pengetahuan dan penggunaan intuisi dalam mendeteksi kekeliruan didapat hasil akuntan pemeriksa berpengalaman memiliki ketelitian yang lebih tinggi mengenai kekeliruan, dan akuntan pemeriksa berpengalaman menggunakan intuisi lebih banyak dibandingkan dengan akuntan pemeriksa yang tidak berpengalaman.

Penelitian yang hampir sama tentang pengalaman auditor juga dilakukan oleh Noviyani dan Bandi (2002). Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh pengalaman dan pelatihan terhadap struktur pengetahuan auditor tentang kekeliruan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis kekeliruan. Hal senada juga ditemukan pada penelitian Bulchia (2008) yang menemukan bahwa auditor yang memiliki pengalaman cenderung lebih dapat mendeteksi kecurangan dibanding dengan auditor yang memiliki kurang pengalaman.


(19)

kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Melalui program pelatihan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui (Noviyani dan Bandi, 2002). Lebih jauh, Noviyani dan Bandi (2002) juga mendapatkan hasil bahwa pelatihan lebih yang didapatkan oleh auditor akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perhatian auditor pada departemen tempat kekeliruan terjadi.

Eynon dkk (1994) dalam Noviyani dan Bandi (2002) mengatakan bahwa pelatihan perlu dilakukan untuk membangun kesuksesan akuntan dan pendapat Boner dan Walker (1994) dalam Noviyani dan Bandi (2002) yang menyatakan bahwa pengalaman yang didapat dari program khusus, dalam hal ini melalui program pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam peningkatan keahlian daripada yang didapat dari program tradisional, dalam hal ini hanya dengan kurikulum yang ada tanpa pelatihan.

Fullerton dan Durtschi (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh skeptisisme profesional auditor dan pelatihan auditor terhadap kemampuan auditor dalam mengungkap kecurangan dan mendapatkan hasil bahwa dalam jangka pendek pelatihan auditor akan membuat kemampuan auditor internal untuk dapat mengungkap kecurangan menjadi meningkat.

Noviyanti (2007) dalam Herman (2009) menyatakan bahwa seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan, seharusnya tidak


(20)

tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Seorang auditor yang tidak skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai objek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.

Fullerton dan Durtschi (2004) menemukan bahwa auditor yang memiliki sikap skeptisisme profesional yang tinggi akan membuat auditor tersebut untuk selalu mencari informasi yang lebih banyak dan lebih signifikan daripada auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang rendah, dan hal ini mengakibatkan auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang tinggi akan lebih dapat mendeteksi adanya fraud karena informasi tambahan yang mereka miliki tersebut.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009), dan Fullerton dan Durtschi (2004). Herman (2009) meneliti tentang pengaruh pengalaman dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan, sedangkan Fullerton dan Durtschi (2004) meneliti tentang pengaruh skeptisisme profesional auditor terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan.


(21)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu: Fullerton dan Durtschi (2004) melakukan penelitiannya di Canada, Amerika Serikat sedangkan penelitian ini dilakukan di Jakarta, Indonesia. Fullerton dan Durtschi (2004) mengambil sampel penelitian terbatas hanya pada auditor internal sedangkan penelitian ini mengambil sampel hanya pada auditor eksternal, karena tanggung jawab untuk dapat mengungkap kecurangan (fraud) bukan hanya milik auditor internal namun juga auditor eksternal. Perbedaan lainnya antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa Herman (2009) dan Fullerton dan Durtschi (2004) menggunakan 2 variabel independen, yaitu: Herman (2009) menggunakan variabel pengalaman dan skeptisisme profesional auditor serta Fullerton dan Durtschi (2004) menggunakan variabel skeptisisme profesional auditor dan pelatihan auditor. Sedangkan penelitian ini menggunakan 3 variabel independen, yaitu: pengalaman, pelatihan, dan skeptisisme profesional auditor. Penggunaan ketiga variabel tersebut dirasa perlu oleh peneliti mengingat kemampuan auditor untuk dapat mendeteksi kecurangan didapat bukan saja dari teori pemeriksaan akuntansi (auditing) yang didapatnya selama masa kuliah, tetapi lebih banyak didapat dari pengalaman selama melakukan audit dan dari pelatihan yang diikutinya sehingga pengetahuan dan wawasan auditor mengenai kecurangan (fraud) bertambah. Selain itu, auditor harus memiliki sikap skeptisisme profesional agar auditor dapat mendeteksi kecurangan, bahkanAmerican Institute of Certified Public Accountants (AICPA) memberi


(22)

penekanan khusus mengenai skeptisisme profesional tersebut dalam SAS No. 99.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai “Pengaruh Pengalaman, Pelatihan dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, penulis mencoba membahas dan membatasi permasalahan. Adapun perumusan masalah di dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan?

2. Apakah pelatihan auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan?

3. Apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan?

4. Apakah pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini antara lain :


(23)

a. Untuk menguji secara empiris mengenai pengaruh pengalaman auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

b. Untuk menguji secara empiris mengenai pengaruh pelatihan auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

c. Untuk menguji secara empiris mengenai pengaruh skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

d. Untuk menguji secara empiris mengenai pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

2. Manfaat Penelitian

a. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori auditing, terutama kajian mengenai pendeteksian kecurangan yang terjadi pada perusahaan oleh auditor eksternal.

b. Memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap kemampuan auditor untuk dapat mendeteksi kecurangan.

c. Dapat dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Audit

1. Definisi Audit

Pengertian audit yang terdapat dalam report of the Comittee on Basic Auditing Concept of the American Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) dalam Boynton, Johnson dan Kell (2006:4) adalah sebagai berikut:

Audit is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users.

Sedangkan definisi audit yang dikemukakan oleh Elder, Beasley dan Arens (2008:4) adalah:

Audit is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.

Dari kedua definisi di atas dapat diperoleh pengertian bahwa kegiatan pemeriksaan akuntansi(audit)merupakan suatu proses sistematis yang berupa rangkaian langkah atau prosedur logis, berkerangka dan terorganisasi untuk dapat mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti audit. Pengumpulan bukti audit tersebut dilakukan secara objektif dan dengan sikap yang profesional dan independen, lalu auditor tersebut harus dapat menilai kesesuaian antara laporan keuangan yang dikeluarkan oleh


(25)

perusahaan yang diaudit dengan standar akuntansi yang berlaku berdasarkan temuan dan bukti audit yang berhasil dikumpulkan dan dievaluasi oleh auditor. Setelah auditor tersebut memberi penilaian atas kesesuaian laporan keuangan auditee dengan standar keuangan yang berlaku, maka kemudian auditor akan menyampaikan hasil laporan auditnya kepada pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan seperti kreditor, investor, maupun para pemegang saham. 2. Jenis-Jenis Audit

Boynton, Johnson dan Kell (2006:5) membagi jenis-jenis audit menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Audit Laporan Keuangan(Financial Statement Audit)

Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum(Generally Accepted Accounting Principles). b. Audit Kepatuhan(Compliance Audit)

Audit kepatuhan (compliance audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk meneteapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan atau peraturan tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit jenis ini berasal dari berbagai sumber. Sebagai


(26)

contoh, manajemen dapat mengeluarkan kebijakan atau ketentuan yang berkenaan dengan kondisi kerja, partisipasi dalam program pensiun, serta pertentangan kepentingan.

c. Audit Operasional(Operational Audit)

Audit operasional (Operational Audit) atau audit manajemen (Management Audit) adalah pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan. Dalam konteks audit manajemen, manajemen meliputi seluruh operasi internal perusahaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada berbagai pihak yang memiliki wewenang yang lebih tinggi. (Bayangkara, 2008:2)

Ketiga jenis audit yang disebutkan di atas pada dasarnya memiliki kegiatan inti yang sama, yaitu untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara fakta yang terjadi dengan standar yang telah ditetapkan. Audit laporan keuangan (financial statement audit)menetapkan tingkat keseuaian antara laporan keuangan dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), audit kepatuhan (compliance audit)menetapkan tingkat kesesuaian antara suatu pelaksanaan dan kegiatan pada perusahaan dengan peraturan yang berlaku seperti peraturan pemerintah, ketetapan manajemen atau peraturan lainnya, sedangkan audit operasional (operational audit) menetapkan tingkat kesesuaian antara operasional usaha pada bagian tertentu di perusahaan dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang telah ditetapkan manajemen.


(27)

3. Tujuan Pemeriksaan Akuntansi (Audit)

Tujuan pemeriksaan akuntansi sebagaimana yang dijelaskan oleh Bayangkara (2008:7) adalah sebagai berikut:

Audit keuangan dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan (manajemen) telah disusun melalui proses akuntansi yang berlaku umum dan menyajikan dengan sebenarnya kondisi keuangan perusahaan pada tanggal pelaporan dan kinerja manajemen pada periode tersebut. Dari hasil audit ini kemudian akuntan (auditor) memberikan opini sebagai tanda pengesahan atas laporan tersebut, untuk dapat digunakan oleh sebagian besar pemakai laporan keuangan.

Sedangkan menurut AICPA dalam SAS No. 1, tujuan pemeriksaan akuntansi adalah:

The objective of the ordinary examination of financial statement by the independent auditor is the expression of an opinion on the fairness with which they present, in all material respects, financial position, results of operations, and cash flows in conformity with generally accepted accounting principles.

Jadi, tugas utama auditor eksternal adalah untuk dapat membuat penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan juga untuk memberi penilaian bahwa laporan keuangan tersebut telah bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error)maupun kecurangan(fraud). 4. Jenis-Jenis Auditor

Secara umum Elder, Beasley dan Arens (2008:14) mengklasifikasikan auditor menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Akuntan Publik Terdaftar


(28)

sebagai konsultasi pajak, konsultan di bidang manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan laporan keuangan.

b. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah merupakan auditor yang bekerja pada pemerintah yang tugasnya tidak berbeda dengan tugas Kantor Akuntan Publik (KAP). Selain mengaudit informasi laporan keuangan seringkali melakukan evaluasi efisiensi dan efektifitas operasi sebagai program pemerintah dan BUMN.

c. Auditor Pajak

Auditor pajak merupakan auditor-auditor khusus dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) dan penyidikan pajak (Karipka) yang mempunyai tanggung jawab melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan

d. Auditor Intern

Auditor intern merupakan auditor yang bekerja di satu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan menejemen perusahaan. Auditor intern wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan.

Perbedaan antara keempatnya terletak pada tugas dan tempat kerja dimana auditor tersebut bekerja, auditor yang bekerja untuk suatu perusahaan disebut auditor internal, auditor yang bekerja pada lembaga


(29)

pemerintahan disebut auditor pemerintah, auditor yang bekerja sebagai lembaga tersendiri disebut auditor eksternal, sedangkan auditor yang bertugas untuk melakukan penyidikan pajak disebut auditor pajak.

B. Pengalaman, Pelatihan dan Skeptisisme Profesional Auditor 1. Pengalaman Auditor

MenurutThe Oxford English Dictionary (1978) pengalaman adalah pengetahuan atau keahlian yang didapat dari pengamatan langsung atau partisipasi dalam suatu peristiwa dan aktivitas yang nyata, sedangkan menurut Longman Advanced American Dictionary (2008) pengalaman adalah kejadian dan pengetahuan yang dialami atau dibagi kepada orang lain dalam kelompok tertentu. Dari dua pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa pengalaman merupakan pengetahuan, keahlian atau kejadian yang dialami sendiri atau orang lain yang terjadi dalam suatu peristiwa dan aktivitas yang nyata.

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Suraida (2005), pengalaman audit dapat diartikan sebagai pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Pengalaman audit akan membentuk seorang akuntan publik


(30)

Herliansyah dan Ilyas (2006) menyatakan bahwa pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik sehingga faktor pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997).

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas dan memungkinkan peningkatan kinerja auditor.

Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan satuan waktu. Sehingga auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan auditor yang berpengalaman. Karena semakin lamanya bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan memperluas pengetahuan auditor di bidang akuntansi dan auditing.

Begitu pula dengan banyaknya jumlah penugasan yang telah dilakukan oleh auditor dapat meningkatkan pengetahuan karena adanya kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit. Pengalaman berdasarkan lama bekerja dan banyaknya jumlah penugasan saling berkaitan erat, karena semakin lamanya seseorang menjadi auditor, tentunya jumlah penugasan yang pernah dilakukan pun akan semakin


(31)

banyak. Libby (1995) dalam Koroy (2005) menyatakan bahwa pekerjaan auditor adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian (expertise). Semakin berpengalaman seorang auditor maka semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam mengungkap tindakan kecurangan (fraud) yang kerap terjadi dalam suatu perusahaan. Dan menurut Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal pendeteksian kesalahan, memahami kesalahan secara akurat dan mencari penyebab kesalahan.

2. Pelatihan Auditor

Definisi pelatihan menurut Tanjung dan Arep (2002) dalam Bulchia (2008) adalah sebagai berikut:

Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian(skill)dan sikap(attitude).

Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang (Notoatmodjo, 1998 dalam Ayuni, 2008). Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas (Mangkunegara, 2000 dalam Ayuni, 2008).

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu proses pendidikan jangka pendek guna


(32)

memperoleh dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang khusus agar mampu untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan yang harus dimiliki dan didapat oleh auditor tersebut yaitu pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindakan kecurangan (fraud), sehingga tindak kecurangan (fraud) yang kerap terjadi dalam suatu organisasi dapat dicegah dan di deteksi keberadaannya.

Pelatihan di bidang fraud auditingmerupakan salah satu kegiatan pengembangan auditor untuk meningkatkan kualitas auditnya. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas auditor, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas Kantor Akuntan Publik (KAP) secara keseluruhan. Sebaiknya pelatihan dan pengembangan auditor dilakukan secara berkala dan teratur.

Pelatihan perlu dibedakan dari pendidikan. Menurut Notoatmodjo (1998) dalam Ayuni (2008) pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan. Pendidikan di sini adalah pendidikan jangka panjang atau pendidikan formal yang telah didapat oleh seorang auditor. Sedangkan pendidikan jangka pendek disebut dengan pelatihan. Perbedaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi secara teori dapat dilihat pada tabel berikut:


(33)

Tabel 2.1

Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan

No. Uraian Pendidikan Pelatihan

a Pengembangan Kemampuan Menyeluruh Spesifik b Area Kemampuan

Kognitif, afektif

dan psikomotor Psikomotor c Jangka waktu pelaksanaan Panjang Pendek d Materi yang diberikan Lebih umum Lebih khusus

e Penekanan penggunaan

metode belajar mengajar Konvensional Inkonvensional f Penghargaan akhir proses Gelar Sertifikat

3. Skeptisisme Profesional Auditor

Skeptisme profesional(professional scepticism) sebagaimana yang didefinisikan dalam PSA No. 70 tentang pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan adalah (PSA No. 70, paragraf 27):

Suatu sikap yang mencakup pikiran bertanya dan penentuan secara kritis bukti audit

Sedangkan AICPA mendefinisikannya sebagai berikut (AU 316): Professional skepticism in auditing implies an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence without being obsessively suspicious or skeptical. The Auditors are expected to exercise professional skepticism in conducting the audit, and in gathering evidence sufficient to support or refute management’s assertion

Hurtt, Eining, dan Plumlee (2003) dalam Kopp, dkk (2003) telah membangun sebuah model yang dapat menguraikan masalah skeptisisme profesional dalam konteks audit laporan keuangan ini. Model yang mereka buat tersebut mengatakan bahwa skeptisisme profesional auditor terdiri


(34)

cepat mengambil keputusan, (3) selalu mencari tahu, (4) mengerti antar-perorangan (5) percaya diri, dan (6) memiliki keteguhan hati. Kemudian keenam hal ini akan membawa seorang auditor pada 4 peningkatan sikap skeptis, yaitu peningkatan dalam hal pencarian tambahan, pendeteksian hal-hal yang kontradiktif, alternatif hal-hal yang mungkin terjadi, dan penelitian cermat atas keandalan suatu sumber.

Skeptisisme profesional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi auditor juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya jujur (IAI, 2000, SA Seksi 230; AICPA, 2002, AU 230). Pernyataan yang hampir sama juga terdapat pada ISA No. 200 (IFAC, 2004) yang mengatakan bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan sikap skeptisisme profesional, dengan mengakui bahwa ada kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.

Skeptisisme profesional auditor merupakan sikap (attitude)auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Karena bukti audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, maka skeptisisme profesional harus digunakan selama proses tersebut (IAI, 2000, SA seksi 230; AICPA, 2002, AU 230). Skeptisisme merupakan manifestasi dari obyektivitas. Skeptisisme tidak berarti bersikap sinis, terlalu banyak mengkritik, atau melakukan penghinaan.


(35)

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap seorang auditor yang seimbang antara curiga dan percaya atas informasi yang didapatnya selama proses audit yang dilakukan.

C. Kecurangan(Fraud)

Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan yang memerlukan tindak lanjut auditor untuk melakukan investigasi. Koroy (2008) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor penyebab tersebut adalah:

1. Karakteristik terjadinya kecurangan

2. Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan 3. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit

4. Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan.

Identifikasi atas faktor-faktor penyebab, menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mendeteksi kecurangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah menjadi alasan untuk menghindarkan upaya pendeteksian kecurangan yang lebih baik.


(36)

Kecurangan (fraud) perlu dibedakan dengan kekeliruan (error). Perbedaan antara kecurangan (fraud) dan kekeliruan (error) terdapat pada tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan yang dilakukan dilakukan dengan sengaja atau tidak. Kekeliruan dapat dideskripsikan sebagai “unintentional mistakes” (kesalahan yang tidak disengaja). Kekeliruan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, dari terjadinya transaksi, pendokumentasian, pencatatan, pengikhtisaran hingga proses menghasilkan laporan keuangan. Kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Sedangkan kecurangan sebagaimana yang didefinikan oleh AICPA (AU 316) adalah:

Fraud is an intentional act that results in a material misstatement in financial statements that are the subject of an audit

Definisi yang dikemukakan AICPA di atas memberi pengertian bahwa kecurangan adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan mengakibatkan adanya salah saji material dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan ini adalah subjek utama dalam audit.

Kesengajaan merupakan salah satu unsur yang harus ada agar suatu tindakan dapat dikatakan tindakan kecurangan (fraud). Dan salah satu kesulitan terbesar bagi auditor dalam mengungkap fraud adalah bagaimana cara mengevaluasi dan menilai apakah salah saji material yang terjadi dilakukan dengan dasar kesengajaan atau tidak. Bagaimanapun, kegiatan audit bukan ditujukan untuk menentukan adanya kesengajaan atau tidak, kewajiban auditor yang paling utama adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan


(37)

audit sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mendapatkan bukti yang cukup dan memadai untuk kemudian dapat menilai apakah laporan keuangan audittee bebas dari salah saji material atau tidak tanpa peduli salah saji material tersebut disengaja atau tidak.

Untuk dapat mencegah dan mengungkap tindak kecurangan, terlebih dahulu seorang auditor harus mengetahui jenis-jenis kecurangan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan, serta teknik dalam mencegah tindakan kecurangan

1. Jenis-Jenis Kecurangan

Kecurangan (Fraud) dibagi menjadi 3 bagian (Hall dan Singleton, 2007:285), yaitu:

a. Kecurangan Dalam Laporan Keuangan (fraudulent statement)

Kecurangan Dalam Laporan Keuangan (fraudulent statement) meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan.

b. Korupsi(corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Kecurangan (Fraud) jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Korupsi


(38)

meliputi penyuapan (bribery), konflik kepentingan (conflict of interest), pemberian tanda terima kasih yang tidak sah (Illegal Gratuity), dan pemerasan secara ekonomi(Economic Extortion). c. Penyalahgunaan Aset (Asset misappropriation)

Penyalahgunaan Aset (Asset misappropriation) meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangibleatau dapat diukur/dihitung(defined value).

Segala tindak kecurangan yang terjadi dalam perusahaan perlu untuk dapat dideteksi dan dicegah oleh auditor, karena segala tindak kecurangan yang terjadi dalam perusahaan dapat merugikan baik bagi perusahaan maupun bagi orang yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan seperi kreditor, pemegang saham dan lain sebagainya.

2. Pemicu Terjadinya Kecurangan(Fraud)

Dalam rangka membuat keputusan mengenai penilaian auditor atas risiko adanya kecurangan, seorang auditor harus mengerti bahwa ada tiga hal yang menjadi pemicu terjadinya kecurangan. Ketiga hal ini disebut sebagai segitiga kecurangan (Hall dan Singleton, 2007:264), yaitu:

a. Kesempatan (Opportunity)

Faktor kesempatan merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya tindakan kecurangan (fraud). Risiko adanya kesempatan bagi pegawai untuk dapat melakukan tindak kecurangan (fraud) dapat diperkecil dengan adanya pengendalian internal(internal control)yang


(39)

memadai dan terus melakukan pengawasan atas pengendalian internal tersebut.

b. Tekanan Situasional/Motivasi(Situational Pressure/Motivation)

Motivasi merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam hal terjadinya kecurangan, yang termasuk ke dalam kategori ini dapat berupa kebutuhan finansial, tantangan untuk dapat melakukan kecurangan tanpa terdeteksi atau tindakan balas dendam atas perlakuan perusahaan yang dinilai tidak adil

c. Rasionalisasi (Rationalization)

Rasionalisasi (Rationalization) merupakan pembenaran atas tindak kecurangan yang dilakukan. Contohnya adalah mereka (pelaku tindak kecurangan) mungkin akan bekerja lebih giat atau membayar di kemudian hari untuk membayar tindak kecurangan yang telah mereka lakukan tersebut.

Ada satu pendapat menarik mengenai segitiga kecurangan (the fraud triangle)yang dikemukakan oleh Koletar (2006:104), yaitu:

Fraud occurs when pressure, opportunity and rationalization come together. Most people have pressures. Everyone rationalizes. When internal control are absent or overridden, everyone also has an opportunity to commit fraud.

Kecurangan terjadi ketika secara bersamaan ada dorongan, kesempatan dan hal yang mendasari pikiran si pelaku kecurangan untuk melakukan kecurangan. Setiap orang pasti memiliki tekanan atau masalah dalam hidup yang dijalaninya dan kadang ada saja alasan bagi setiap orang untuk dapat melakukan kecurangan, ketika ada kelemahan dalam


(40)

pengendalian internal perusahaan yang diketahui oleh orang, maka orang tersebut memiliki kesempatan untuk dapat melakukan kecurangan. Jadi, ketiga hal ini, yaitu: dorongan, alasan/rasionalisasi dan kesempatan memiliki peranan yang penting bagi orang untuk dapat melakukan kecurangan.

3. Teknik Dalam Mencegah Tindakan Kecurangan

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka tindakan kecurangan dapat dicegah dengan (Trijayanti, 2008):

a. Membina, memelihara dan menjaga mental atau moral pegawai agar senantiasa bersikap jujur, disiplin, setia, beretika dan berdedikasi b. Membangun mekanisme sistem pengendalian intern yang efisien dan

efektif

Jadi, untuk dapat mencegah adanya tindakan kecurangan ada 2 sektor utama yang harus dibenahi oleh pihak manajemen, yaitu pembinaaan mental dan moral setiap pegawai yang bekerja pada perusahaan tersebut dan pembangunan sistem pengendalian internal yang cukup dan memadai agar kemungkinan dan risiko terjadinya tindak kecurangan dapat semakin diperkecil.

D. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengalaman Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan(Fraud)

Sehubungan dengan variabel pengalaman kerja, hasil penelitian mengenai pengalaman yang telah dikutip dari Sularso dan Na’im (1999) telah dilakukan oleh Hayesroth (1975), Hutchinson (1983), dan Murphy


(41)

dan Wright (1984) yang memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang substantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai frekuensi relatif peristiwa-peristiwa. Butt (1988) dalam Sularso dan Na’im (1999) mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgement frekuensi relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Demikian pula Frederick (1991) mendokumentasikan bahwa jumlah komponen pengendalian yang disebut(recall) oleh akuntan pemeriksa yang berpengalaman lebih banyak ketimbang yang belum. Marchant (1989) menemukan bahwa akuntan pemeriksa yanng berpengalaman mampu mengidentifikasi secara lebih baik mengenai kesalahan-kesalahan dan review analitik.

Penelitian Sularso dan Na’im (1999) tentang analisis pengaruh pengalaman akuntan pada pengetahuan dan penggunaan intuisi dalam mendeteksi kekeliruan didapat hasil akuntan pemeriksa berpengalaman memiliki ketelitian yang lebih tinggi mengenai kekeliruan, dan akuntan pemeriksa berpengalaman menggunakan intuisi lebih banyak dibandingkan dengan akuntan pemeriksa yang tidak berpengalaman.

Penelitian Bulchia (2008) tentang analisis pengaruh pengalaman dan pelatihan auditor terhadap pengetahuan auditor dalam mendeteksi kecurangan didapat hasil bahwa semakin besar pengalaman auditor dalam melaksanakan audit, semakin besar pula kecenderungan auditor untuk


(42)

dapat mendeteksi kecurangan, hal ini berarti bahwa auditor yang memiliki pengalaman cenderung lebih dapat mendeteksi kecurangan dibanding dengan auditor yang memiliki kurang pengalaman.

Suraida (2005) juga menyebutkan beberapa penelitian mengenai pengalaman. Diantaranya, Butt J.L (1988) mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif baik dalam tugas-tugas profesional dibandingkan dengan akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman, Merchant G.A (1989) menemukan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman mampu mengidentifikasikan secara lebih baik mengenai kesalahan-kesalahan dalam telaah analitik, sedangkan Libby dan Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman, auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit.

Penelitian yang hampir sama tentang pengalaman auditor juga dilakukan oleh Noviyani dan Bandi (2002). Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh pengalaman dan pelatihan terhadap struktur pengetahuan auditor tentang kekeliruan. Penelitian dilakukan terhadap 39 auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa yang memiliki posisi partner, supervisor dan asisten auditor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis kekeliruan.

Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa pengalaman akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk mengetahui kekeliruan yang ada


(43)

di perusahaan yang menjadi kliennya. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa pelatihan yang dilakukan oleh auditor akan meningkatkan keahlian mereka untuk melakukan audit. Keahlian audit dan kemampuan untuk mengetahui kekeliruan merupakan salah satu bagian dari kompetensi auditor.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa auditor yang berpengalaman lebih memiliki kemampuan untuk mendeteksi kecurangan (fraud) dibanding dengan auditor yang kurang/tidak berpengalaman, sehingga peneliti mengajukan hipotesis:

Ha1: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap pendeteksian

kecurangan

2. Pelatihan Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan (Fraud)

Akuntan memerlukan berbagai keterampilan dan keahlian tertentu dalam rangka meraih kesuksesan dalam karirnya sebagai auditor eksternal, kurikulum yang ada belum cukup membangun kesuksesan akuntan, masih diperlukan pelatihan-pelatihan melalui kursus-kursus pendidikan profesional lanjutan (Eynon dkk, 1994) dalam Noviyani dan Bandi (2002). Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup (IAI, 2004). Program pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam peningkatan keahlian auditor.

Pelatihan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta, yang akhirnya akan


(44)

menimbulkan perubajan perilaku aspek-aspek kognitif, keterampilan dan sikap (Harmalik, 2000 dalam Noviyani dan Bandi, 2002). Peningkatan pengetahuan yang didapat dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus (Bonne dan Walker, 1994 dalam Noviyani dan Bandi, 2002). Personel auditor baru yang menerima pelatihan dan umpan balik tentang deteksi kecurangan menunjukkan tingkat skeptis dan pengetahuan tentang kecurangan yang lebih tinggi dan mampu mendeteksi kecurangan dengan lebih baik dibanding dengan personel audit yang tidak menerima perlakuan tersebut (Carpenter, 2002).

Pelatihan bagi akuntan publik meliputi jenis dan kualitas pelatihan. Materi pelatihan harus dirancang dengan sebaik-baiknya. Pelatihan harus dibuat sistematis dan berjenjang sesuai dengan tingkatan auditor yang ada di Kantor Akuntan Publik (KAP). Pelatihan terhadap junior auditor akan berbeda dengan pelatihan bagi manajer auditor. Pelatihan bisa diselenggarakan oleh organisasi profesi atau dilakukan secara mandiri oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap staf auditor. Pelatihan harus dilakukan untuk mengisi kekurangan dan memberikan penekanan pada praktik auditing dan standar akuntansi bagi staf auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP).

Pendidikan dalam arti luas meliputi pendidikan formal, pelatihan atau pendidikan berkelanjutan. Pelatihan lebih yang didapatkan oleh


(45)

auditor akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perhatian auditor terhadap kekeliruan yang terjadi (Noviyani dan Bandi, 2002).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa auditor yang telah mengikuti pelatihan lebih banyak lebih memiliki kemampuan untuk mendeteksi kecurangan (fraud)dibanding dengan auditor yang mengikuti pelatihan lebih sedikit atau tidak sama sekali, sehingga peneliti mengajukan hipotesis:

Ha2: Pelatihan auditor berpengaruh terhadap pendeteksian

kecurangan

3. Skeptisisme Profesional Audit Dengan Pendeteksian Kecurangan(Fraud) Penelitian yang dilakukan oleh Fullerton dan Durtschi tentang pengaruh sikap skeptisisme profesional terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan pada auditor internal memberikan hasil bahwa auditor yang memiki sikap skeptisisme profesional yang tinggi akan membuat auditor tersebut untuk selalu mencari informasi yang lebih banyak dan lebih signifikan daripada auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang rendah, dan hal ini mengakibatkan auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang tinggi akan lebih dapat mendeteksi adanya fraudkarena informasi yang mereka miliki tersebut.

Hasil yang sama didapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) yang meneliti tentang pengaruh pengalaman dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan yang mendapatkan hasil bahwa skeptisisme profesional auditor berpengaruh


(46)

signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, semakin besar skeptisisme profesional seorang auditor maka semakin tinggi tingkat kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti pada tahun 2007 dalam Herman (2009) tentang skeptisisme profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan, yaitu meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor. Dengan kesimpulan bahwa jika auditor diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan, dan kepribadian mempengaruhi sikap skeptisisme profesional auditor.

Ha3: Skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap

pendeteksian kecurangan

Berdasarkan seluruh uraian mengenai pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor yang telah disebutkan di atas, peneliti mengajukan hipotesis penelitian yang mengasumsikan bahwa faktor pengalaman, pelatihan, dan skeptisisme profesional auditor secara simultan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis penelitian keempat, yaitu:

Ha4: Pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor

berpengaruh secara simultan terhadap pendeteksian kecurangan

Berikut ini penulis paparkan hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme


(47)

profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:


(48)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat

Analisis Hasil Penelitian 1 Edy Herman

(2009) Pengaruh Pengalaman dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan Variabel Independen: Pengalaman, Skeptisisme Pofesional Auditor Variabel Dependen: Pendeteksian Kecurangan Variabel Independen: Pelatihan Auditor Analisis regeresi berganda Pengalaman dan Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap

pendeteksian kecurangan

2 Bulchia (2008)

Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Auditor Terhadap Pengetahuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Variabel Independen: Pengalaman, Pelatihan Auditor Variabel Independen: Skeptisisme Pofesional Auditor Variabel Dependen: Pendeteksian Kecurangan Analisis regeresi berganda

 Terdapat pengaruh yang signifikan antara

pengalaman dan pelatihan auditor terhadap

pengetahuan auditor dalam mendeteksi kecurangan  Pengalaman auditor

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

pengetahuan auditor dalam mendeteksi kecurangan  Pelatihan auditor tidak


(49)

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu(Lanjutan)

No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat

Analisis Hasil Penelitian signifikan terhadap

pengetahuan auditor dalam mendeteksi kecurangan 3 Rosemary Fullerton dan Cindy Durtschi (2004)

The Effect of

Professional Skepticism on The Fraud Detection Skills of Internal

Auditors Variabel Independen: Pelatihan, Skeptisisme Pofesional Auditor Variabel Dependen: Pendeteksian Kecurangan Variabel Independen: Pengalaman Analisis regeresi berganda

 Internal auditor yang

memiliki tingkat skeptisisme profesional yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam

mendeteksi kecurangan  Pelatihan memiliki pengaruh

jangka pendek terhadap kemampuan auditor internal untuk mendeteksifraud 4 Putri

Noviyani dan Bandi

(2002)

Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan Variabel Independen: Pengalaman, Pelatihan Variabel Independen: Skeptisisme Pofesional Auditor Variabel Dependen: Pendeteksian Analisis regeresi berganda

 Pengalaman berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahuinya

 Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan dengan


(50)

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu(Lanjutan)

No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat

Analisis Hasil Penelitian Kecurangan jenis-jenis kekeliruan yang

berbeda yang diketahui auditor

 Pengalaman tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

perhatian auditor pada departemen tempat kekeliruan terjadi  Pelatihan lebih yang

didapatkan oleh auditor akan memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap perhatian auditor pada departemen tempat kekeliruan terjadi 5 Sri Sularso

dan Ainun Na’im (1999)

Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dan Penggunaan Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan Variabel Independen: Pengalaman Auditor Variabel Independen: Pelatihan, Skeptisisme Pofesional Auditor Analisis regeresi berganda

 Pengalaman berpengaruh positif terhadap

pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahuinya


(51)

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu(Lanjutan)

No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat

Analisis Hasil Penelitian Variabel Dependen: Kemampuan Auditor Dalam Mengidentifikasi Jenis Kekeliruan, Ketelitian, Pengetahuan Kekeliruan Yang Tidak Lazim, dan Penggunaan Intuisi Variabel Dependen: Pendeteksian Kecurangan

 Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan dengan jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahui auditor

 Pengalaman tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

perhatian auditor pada departemen tempat kekeliruan terjadi  Pelatihan lebih yang

didapatkan oleh auditor akan memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap perhatian auditor pada departemen tempat kekeliruan terjadi


(52)

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengalaman Auditor (X1)

Pelatihan Auditor (X2)

Skeptisisme Profesional Auditor (X )

Pendeteksian Kecurangan (Y)


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Jakarta. Penelitian dilakukan dengan mengambil beberapa sampel dari populasi yang telah peneliti tetapkan tersebut, yaitu auditor eksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pengalaman, pelatihan, dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.

Objek penelitian ini adalah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) di wilayah Jakarta. Lokasi ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena lokasi ini lebih mudah dijangkau, memiliki kondisi sosial ekonomi yang relatif sama serta diharapkan dengan memilih daerah tersebut sebagai lokasi penelitian, penulis bisa memperoleh jumlah responden yang lebih banyak sehingga kekuatan generalisasinya lebih tinggi.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel dipilih dengan menggunakan metode convenience sampling yang termasuk dalam nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Metode ini dapat


(54)

mengambil sampel dari elemen populasi yang tidak terbatas yang bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan (Indriantoro dan Supomo, 2002:130). C. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (Indriantoro dan Supomo, 2002:146). Data primer yang penulis gunakan yaitu dengan menggunakan kuesioner yang disampaikan secara langsung kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Jakarta dan mengkonfirmasi langsung ke KAP untuk memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas kuesioner tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Data sekunder dapat berupa buku dan majalah, publikasi pemerintah mengenai indikator ekonomi, data sensus, ikhtisar statistik, database, media, laporan tahunan perusahaan dan sebagainya (Sekaran, 2006:65)

D. Metode Analisis Data 1. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui seberapa baik ketepatan dan kecermatan suatu instrumen untuk mengukur konsep yang seharusnya


(55)

diukur. Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur (Indriantoro dan Supomo, 2002:181). Setiap butir pertanyaan dikatakan valid bila angka korelasional yang diperoleh dari perhitungan lebih besar atau sama dengan r kritis. Untuk menentukan r hitung didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan Pearson Correlationyang dilakukan dengan menggunakan program SPSS. b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas ini dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban dari responden melalui pertanyaan yang diberikan. Suatu kuesioner dikatakan reliable (handal) jika beberapa pengukuran terhadap subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda (Jogiyanto, 2009:120). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah alpha cronbach karena menggunakan jenis data likert.

Penelitian menggunakan bantuan program SPSS dalam menghitung Cronbach Alpha untuk menginterprestasikan nilai alpha yang diperoleh. Jika nilai Cronbach Alpha dari suatu variabel lebih besar dari 0,6 maka butir pertanyaan yang diajukan dalam pengukuran instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang memadai. Sebaliknya,


(56)

jika nilaiCronbach Alpha dari suatu variabel lebih kecil dari 0,6 maka butir pertanyaan tersebut tidakreliable.

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005:110). Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data (titik) menyebar menjauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka tidak menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Multikolinieritas

Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi menemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model


(57)

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Dalam penelitian ini uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah ada korelasi di antara variabel pengalaman auditor, pelatihan auditor dan skeptisisme profesional auditor. Model regresi yang tidak ada multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai besaran korelasi antar variabel bebas kurang dari 95%, VIF Variance Inflation factor) kurang dari angka 1.0 dan mempunyaii nilai tolerance lebih dari 0.1 atau 10% (Ghozali, 2005:91).

c. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varian yang dapat dilihat dari grafik plot. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasat pengambilan keputusan sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas, seta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. (Ghozali, 2005:105)


(58)

3. Uji Hipotesis

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka data yang telah diperoleh perlu dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan model analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Model ini digunakan karena penulis ingin mengetahui pengaruh variabel pengalaman auditor (X1), pelatihan auditor (X2) dan skeptisisme profesional auditor (X3) terhadap pendeteksian kecurangan. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

= + + + +

Keterangan:

Y : pendeteksian kecurangan

a : konstanta

b1b2b3 : koefisien regresi X1 : pengalaman auditor X1 : pelatihan auditor

X3 : skeptisisme profesional auditor

e : error

Untuk membuktikan kebenaran uji hipotesis, digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan oleh model regresi berganda, uji statistik ini meliputi:

a. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen.


(59)

Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Moddel Summary dan tertulisAdjusted R Square.

Nilai R2sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Jika nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen. (Ghozali, 2005:83)

b. Uji Signifikasi Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen untuk mengambil keputusan hipotesis diterima atau ditolak dengan membandingkan tingkat signifikasi sebesar 0,05.

Jika nilai probabilityF lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. (Ghozali, 2005:84)

c. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan


(60)

tingkat signifikasi 5% atau (α) = 0,05. Jika probability t lebih besar dari 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien signifikan). E. Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel adalah bagaimana menemukan dan mengukur variabel-variabel tersebut di lapangan dengan merumuskan secara singkat dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu: 1. Variabel bebas(independent variable)

Pengertian variabel independen yaitu variabel yang bebas dan mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengalaman auditor, pelatihan auditor dan skeptisisme profesional auditor.

a. Pengalaman Auditor (X1)

Pengalaman merupakan rentang waktu yang telah digunakan oleh auditor terhadap pekerjaan atau tugas mengaudit. Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan lebih baik.


(61)

b. Pelatihan Auditor (X2)

Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan(ability), keahlian(skill)dan sikap (attitude).

Peatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, pelatihan itu sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor junior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan.

c. Skeptisisme Profesional Auditor (X3)

Skeptisisme profesional yaitu sikap auditor yang akan membawa tindakannya pada tindakan yang akan selalu menanyakan dan menaksir secara kritis terhadap bukti audit.

2. Variabel terikat(dependent variable)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Yang menjadi variabel terikat (dependent variabe) dalam penelitian ini adalah pendeteksian kecurangan(fraud). Kecurangan adalah salah saji atau hilanngnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja.


(62)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Subvariabel Indikator Skala Nomor

Kuesioner

Pengalaman Auditor (Syamsiah, 2008)

Lama kerja Lama kerja sebagai auditor Interval 1

Intensitas tugas dan pengembangan karir

Dapat mengembangkan karir Interval 2 Seringnya melakukan tugas audit Interval 3 Kemampuan kerja

Mampu mengetahui kekeliruan dan

kecurangan Interval 4

Mampu mengatasi permasalahan Interval 5 Dapat mendeteksi kecurangan Interval 6

Membuat keputusan Mampu membuat keputusan Interval 7

Pembelajaran dari Pengalaman orang lain

Peningkatan kompetensi sebagai auditor

dengan belajar dari pengalaman auditor lain Interval 8

Pelatihan Auditor

(Cholifah, 2010) Intensitas Pelatihan yang diikuti

Intensitas seminar yang diikuti auditor Interval 9 Intensitas lokakarya yang diikuti auditor Interval 10 Intensitas symposium yang diikuti auditor Interval 11 Intensitas pelatihan audit yang diikuti

auditor Interval 12

Pernah mengikuti brevet pajak Interval 13 Pernah mengikuti pelatihan perbankan Interval 14 Skeptisisme Profesional

Auditor (Hurtt, Eining, dan Plumlee, 2003)

Evaluasi bukti audit

Pikiran yang penuh pertanyaan Interval 15 Memiliki penilaian kritis Interval 16 Tidak terlalu cepat mengambil keputusan Interval 17


(63)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian(Lanjutan)

Skeptisisme Profesional Auditor (Hurtt, Eining,

dan Plumlee, 2003)

Memahami penyedia bukti Mengerti antarperorangan Interval 18 Tindakan yang diambil berdasar

bukti audit

Bersikap percaya diri Interval 19

Memiliki keteguhan hati Interval 20

Sikap skeptis

Memperluas lingkup pencarian informasi Interval 21 Menemukan bukti audit yang kontradiktif Interval 22 Melihat solusi alternatif Interval 23

Meningkatkan kecermatan Interval 24

Pendeteksian Kecurangan (Fullerton)

Indikator Kecurangan Pada

Perusahaan Budaya perusahaan yang kurang baik Interval 25 - 28 Indikator Kecurangan Pada

Pelaksana

Adanya kesempatan untuk melakukan

kecurangan Interval 29 - 31

Adanya motivasi atau dorongan untuk

melakukan kecurangan Interval 32 - 35 Adanya rasionalisasi untuk melakukan

kecurangan Interval 36 - 42

Indikator Kecurangan Pada Bagian Akuntansi

Indikator kecurangan pada praktek akuntansi Interval 43 - 46 Indikator kecurangan pada laporan keuangan Interval 47 - 50


(64)

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Kantor Akuntan Publik adalah lembaga yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi akuntan publik dalam menjalankan pekerjaannya. Secara vertikal bagian-bagian Kantor Akuntan Publik dapat terdiri dari berbagai satu atau dua akuntan yang menjadi partner dalam kantor tersebut. Partner ini dibantu oleh beberapa pembantu (staff) yang memiliki fungsi pengawasan atas pelaksanaan pemeriksaan (supervisory staff) dan pembantu-pembantu pelaksana (auditor junior).

Penelitian ini dilakukan di 11 Kantor Akuntan Publik yang berada di Jakarta. Penelitian ini menganalisis pendeteksian kecurangan dengan pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor sebagai variabel yang mempengaruhinya.

Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada para responden di Kantor Akuntan Publik serta melalui teman yang bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik.

Daftar nama dan wilayah penyebaran kuesioner dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:


(65)

Tabel 4.1

Wilayah dan Nama KAP

No Nama Kantor Akuntan Publik Kuesioner

Dikirim Kembali 1 Ishak Saleh Soewando & Rekan 5 5 2 Tasnim Ali Widjanarko & Rekan 5 4

3 Abdul Hamid & Khairunnas 6 6

4 Drs. Usman & Rekan 5 3

5 Drs. Iwan Kurniawan 5 5

6 Drs. Sutopo Insja 6 4

7 Ratna Widjaja 5 4

8 Murni & Bakhtiar 5 5

9 Herman, Dody, Tanumihardja & Rekan 7 5 10 Noor Salim, Nursehan & Sinarahardja 5 4

11 Drs. Wirawan & Rekan 6 3

Penyebaran kuesioner dilakukan pada pertengahan bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Desember 2010. Kuesioner yang disebar sebangak 60 buah dan dari jumlah tersebut yang kembali sebanyak 51 buah kuesioner dan kuesioner yang kembali serta dapat diolah berjumlah 48 buah kuesioner. Hal ini dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.2

Sample dan Tingkat Pengembalian Kuesioner

Keterangan Jumlah Persentase

Kuesioner yang dikirim 60 100%

Kuesioner yang kembali 51 85%

Kuesioner yang tidak kembali 9 15%

Kuesioner kembali dan diolah 48 80%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari 60 kuesioner yang disebarkan yang dapat terkumpul sebanyak 51 buah kuesioner dengan tingkat pengembalian sebesar 85% dari total kuesioner. Kuesioner yang


(66)

menunjukkan tingkat pengembalian kuesioner yang cukup tinggi karena peneliti peneliti menelepon terlebih dahulu ke Kantor Akuntan Publik sebelum peneliti datang untuk melakukan penyebaran kuesioner.

2. Demografi Responden

Penjelasan demografi responden memberikan gambaran mengenai karakteristik responden yang diukur dengan skala nominal yang menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan presentase mengenai jabatan, jenis kelamin, pendidikan, dan lamanya bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik.

a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin

Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat dalam table 4.3 berikut:

Tabel 4.3

Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 33 68,75%

Perempuan 15 31,25%

Jumlah 48 100,00%

Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 33 orang atau sebesar 63%, sedangkan sisanya sebanyak 15 orang atau


(67)

sebesar 37% dari seluruh responden penelitian merupakan auditor yang berjenis kelamin perempuan.

b. Deskripsi responden berdasarkan pendidikan responden

Deskripsi responden berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat dalam table 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Pendidikan Responden

Pendidikan Jumlah Persentase

D3 4 8,33%

S1 39 81,25%

S2 5 10,42%

S3 0 0%

Jumlah 48 100%

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan jenjang pendidikan terakhir tersebar pada pendidikan D3 sebanyak 4 orang atau sebesar 8,33%, responden yang memiliki pendidikan terakhir Strata Satu (S1) memiliki jumlah yang terbanyak yaitu sebanyak 39 orang atau sebesar 81,25%, sedangkan responden yang berpendidikan terakhir Strata Dua (S2) sebanyak 5 orang atau sebesar 10,42% dan tidak ada satu orang responden pun yang berpendidikan terakhir Strata Tiga (S3).

c. Deskripsi responden berdasarkan jabatan responden

Deskripsi responden berdasarkan jabatan responden dapat dilihat dalam table 4.5 berikut:


(68)

Tabel 4.5 Jabatan Responden

Jabatan Jumlah Persentase

Manager 4 8,33%

Senior Auditor 19 39,58%

Junior Auditor 25 52,08%

Jumlah 48 100%

Pada tabel 4.5. dapat dilihat bahwa jabatan yang dimiliki oleh responden pada penelitian ini terdiri dari manager sebanyak 4 orang atau sebesar 8,33%, 19 orang atau sebesar 39,58% yang menjabat sebagai senior auditor dan yang menjabat sebagai junior auditor sebanyak 25 orang atau sebesar 52,08%.

d. Deskripsi responden berdasarkan lama waktu responden berprofesi sebagai auditor eksternal

Deskripsi responden berdasarkan lama waktu responden berprofesi sebagai auditor eksternal dapat dilihat dalam table 4.5 berikut:

Tabel 4.6

Lama Berprofesi Sebagai Auditor

Lama Bekerja Jumlah Persentase

1 – 3 Tahun 29 60,42%

3 – 5 Tahun 15 31,25%

> 5 Tahun 4 8,33%

Jumlah 48 100%

Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa lamanya waktu responden bekerja sebagai auditor terdiri dari 1 - 3 tahun sebanyak 29 orang atau sebesar 60,42%, 15 orang atau sebesar 31,25% yang berpengalaman


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan dengan melakukan pengumpulan data dari kuesioner yang disebarkan ke auditor eksternal yang bekerja di KAP di wilayah DKI Jakarta. Dengan menggunakan metode penelitian regresi berganda, data yang telah dikumpulkan dari kuesioner penelitian yang telah disebarkan kepada auditor eksternal tersebut kemudian di olah dengan menggunakan software SPSS (Statistic Program for Social Science) dan didapatkan hasil penelitian berikut ini: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengalaman auditor terhadap

pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti bahwa auditor yang memiliki pengalaman lebih banyak akan mampu mendeteksi kecurangan dari pada auditor yang tidak atau kurang mempunyai pengalaman.

2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan auditor terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,519 (lebih besar dari 0,5). Hal ini berarti bahwa pelatihan yang diikuti oleh auditor eksternal tidak secara serta merta membuat auditor eksternal tersebut dapat mendeteksi kecurangan dibandingkan dengan auditor eksternal yang tidak mengikuti pelatihan.


(2)

3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara skeptisisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti bahwa sikap skeptisisme profesional auditor sangat diperlukan oleh auditor ketika menjalankan tugas audit, karena auditor yang memilikik sikap skeptisisme profesional yang lebih tinggi akan lebih dapat mendeteksi adanya kecurangan bila dibandingkan dengan auditor dengan tingkat skeptisime profesional yang rendah.

4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor secara simultan terhadap pendeteksian kecurangan. Hal ini berarti bahwa ketiga faktor pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan auditor untuk dapat mendeteksi adanya kecurangan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05).

B. Implikasi

Berikut ini ditemukan beberapa implikasi yang relevan dengan penelitian, implikasi tersebut dapat dijabarkan antara lain:

1. Dapat digunakan sebagai pertimbangan, khususnya yang berkaitan dengan masalah pendeteksian kecurangan oleh auditor eksternal.

2. Dapat berguna untuk pengambilan kebijakan terhadap pendeteksian kecurangan oleh auditor eksternal sebagai langkah tegas untuk mengurangi resiko timbulnya kerugian, baik kerugian bagi pemerintah, stockholders, shareholders, maupun kerugian bagi auditor eksternal itu sendiri.


(3)

3. Bagi perusahaan, pendeteksian kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan tersebut dapat mencegah perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kerugian perusahaan baik secara finansial maupun non-finansial

4. Kalangan akademisi maupun para peneliti yang berminat terhadap masalah pendeteksian kecurangan khususnya oleh auditor eksternal, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

C. Keterbatasan dan Saran 1. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya sampel dalam penelitian ini hanya mencakup KAP di wilayah Jakarta, faktor internal dan eksternal yang dianalisis dalam penelitian ini sangat terbatas, penelitian ini tidak menggunakan metode wawancara dan hanya sedikit terlibat dalam aktivitas KAP, serta waktu penyebaran dan pengumpulan kuisioner antara bulan Oktober hingga Desember kurang tepat karena dilakukan saat auditor sedang sibuk mengaudit.

2. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya, adalah sebagai berikut:

a. Penelitian selanjutnya agar memperluas wilayah sampel penelitian. b. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambah variabel independen


(4)

kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan intelektual (IQ), serta variabel-variabel lain yang terkait dengan kualitas diri dan kompetensi auditor.

c. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode wawancara langsung kepada responden.

d. Penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan waktu penelitian yang tepat saat menyebarkan dan mengumpulkan kuesioner.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ananing. “Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing”, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 2006 Ayuni, Nurul Dwi. “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Auditor

Terhadap Kualitas Audit Atas Sistem Informasi Berbasis Komputer”, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008

Bayangkara, IBK. “Audit Manajemen:Prosedur dan Implementasi”, Salemba Empat, Jakarta, 2008

Boynton, Johnson dan Kell. “Modern Auditing: Assurance Services and the Integrity of Financial Reporting”, John Wiley & Sons, New Jersey, 2006 Bulchia. “Analisis Pengaruh Pengalaman Dan Pelatihan Auditor Terhadap

Pengetahuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan”, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008

Carpenter, Tina D.. “Audit Team Brainstorming, Fraud Risk Identification, and Fraud Risk Assesment: Implications of SAS No. 99”. The Accounting Review, 82(5): 1119-1140, 2007. http://www.ssrn.com/abstract=789484 diakses tanggal 2 Mei 2010

Elder, Beasley dan Arens. “Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach”, Pearson Prentice Hall, Canada, 2008

Fullerton, Rosemary R. Dan Cindy Durtschi. “The Effect of Professional Skepticism on The Fraud Detection Skills of Internal Auditors”. Utah State University, Working Paper. http://www.ssrn.com/abstract=1140267 diakses tanggal 2 Mei 2010

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005

Herliansyah, Yudhi dan Meifida Ilyas. “Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Penggunaan Bukti Tidak Relevan Dalam Auditor Judgment”, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang, 2006

Hall dan Singleton. “Information Technology: Auditing and Assurance”, Salemba Empat, Jakarta, 2007

Herman, Edy. “Pengaruh Pengalaman Dan Skeptisisme Professional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009

Indriantoro dan Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis”, BPFE-Yogyakarta, Yograkarta, 2002

Koletar Joseph W., “Fraud Exposed : What You Don’t Know Could Cost Your Company Millions”. John Wiley & Sons, New Jersey, 2006


(6)

Koroy, Tri Ramaraya. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 10, no. 1, Mei 2008:22-33

Longman Advanced American Dictionary, Pearson Education Limited, Letterpart, 2008

Nataline. “Pengaruh Batasan Waktu Audit, Pengetahuan Akuntansi dan Auditing, Bonus Serta Pengalaman Terhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang”, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Semarang, 2007

Noviyani, Putri dan Bandi. “Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan”, Simposium Nasional Akuntansi 5, Semarang, 2002

Sekaran, Uma. “Research Methods For Business”, Terjemahan: Kwan Men Yon, Salemba Empat, Jakarta, 2006

Sularso, Sri dan Ainun Na’im. “Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dan Penggunaan Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2 No. 2, Juli 1999:154-172

Suraida, Ida. “Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor”. Jurnal Akuntansi/Th.IX/02/Mei/2005

Syamsiah. “Pengaruh Etika Profesional Auditor, Keterampilan dan Pengalaman Auditor Terhadap Pemberian Opini Audit”, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010 The Oxford English Dictionary Volume III, Oxford University Press, Great

Britain, 1978

Trijayanti, Siti Sarah. “Pengaruh Peran Dan Tanggung Jawab Auditor Intern Terhadap Pencegahan Tindakan Kecurangan (Fraud)”, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008


Dokumen yang terkait

Analisis kinerja auditor dari perspektif gender pada kantor akuntan publik di Jakarta (studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta)

3 32 147

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh etika, Indenpendensi, pengalaman, dan keahlian auditor terhadap opini audit : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

3 14 155

Analisis pengaruh profesionalisme, independensi, keahlian, dan pengalaman auditor dalam mendeteksi kekeliruan (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

0 4 118

Pengaruh pengalaman auditor terhadap keahlian auditor dalam mengaudit perusahaan : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

0 5 92

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

pengaruh tindakan supervisi pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

3 43 157

Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi Auditor dan Kode Etik terhadap Audit Judgment (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta Selatan)

2 15 98

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)

2 7 171

PENGARUH PENGALAMAN, PELATIHAN PROFESIONAL DAN TINDAKAN SUPERVISI TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR PEMULA. (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta).

0 4 168