Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor.
KEPRIBADIAN AUDITOR TERHADAP SKEPTISISME
PROFESIONAL AUDITOR
(Studi pada Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Disusun Oleh:
GHINA LUTHFY NURUTAMI NIM. 1002947
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
(Studi pada Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung)
Oleh
Ghina Luthfy Nurutami
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Ghina Luthfy Nurutami 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
AUDITOR
(Studi pada Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung) SKRIPSI
Oleh :
Ghina Luthfy Nurutami NIM. 1002947
(4)
i Ghina Luthfy Nurutami, 2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHANPERNYATAAN KEASLIAN NASKAH
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ... 10
1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12
2.1. Kajian Pustaka ... 12
2.1.1. Auditing ... 12
2.1.1.1. Pengertian Auditing ... 12
2.1.1.2. Jenis-jenis Audit ... 13
2.1.2. Auditor ... 14
2.1.2.1. Pengertian Auditor ... 14
2.1.2.2. Jenis-jenis Auditor ... 15
2.1.3. Penetapan Risiko Kecurangan ... 16
2.1.4. Kemampuan Mendeteksi Kecurangan ... 18
2.1.5. Kecurangan dan Jenis Kecurangan ... 19
2.1.6. Tipe Kepribadian... 20
(5)
ii Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
2.1.6.2. Faktor Penentu Kepribadian ... 21
2.1.6.3. Teori Tipe Kepribadian Jung ... 22
2.1.6.4. Tipe Kepribadian Menurut MBTI (Myers Briggs Type Indicator) ... 24
2.1.7 Skeptisisme Profesional ... 29
2.1.7.1 Pengertian Skeptisisme ... 29
2.1.7.2 Pengertian Profesional ... 30
2.1.7.3 Pengertian Skeptisisme Profesional Auditor ... 30
2.1.8 Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor.... ... 32
2.1.9 Pengaruh Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor.... ... 34
2.2. Penelitian Terdahulu ... 35
2.3. Kerangka Pemikiran ... 36
2.4. Hipotesis ... 40
BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Objek Penelitian ... 41
3.2. Metode Penelitian ... 41
3.2.1. Desain Penelitian... 41
3.2.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel ... 42
3.2.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45
3.2.3.1. Populasi Penelitian ... 45
3.2.3.2. Sampel Penelitian ... 46
3.2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.2.4.1. Jenis dan Skala Pengukuran Data ... 47
3.2.5. Teknik Analisis Data ... 49
3.2.5.1. Uji Validitas ... 49
3.2.5.2. Uji Reliabilitas ... 50
3.2.5.3. Uji Asumsi Klasik ... 51
3.2.5.4. Teknik Analisis Regresi Berganda dengan Variable Dummy ... 53
3.2.5.5. Uji Hipotesis ... 54
(6)
iii Ghina Luthfy Nurutami, 2014
3.2.5.5.2. Uji Hipotesis ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
4.1. Hasil Penelitian ... 57
4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57
4.1.2. Struktur Organisasi Kantor Akuntan Publik ... 68
4.1.3. Data Responden ... 70
4.1.4. Deskripsi dan Data Variabel Penelitian ... 71
4.1.4.1. Pengujian Validitas Instrumen ... 71
4.1.4.2. Pengujian Reliabilitas Instrumen ... 74
4.1.4.3. Gambaran Hasil Penelitian ... 75
4.1.4.3.1. Variabel Penetapan Risiko Kecurangan ... 75
4.1.4.3.2. Variabel Tipe Kepribadian Auditor ... 78
4.1.4.3.3. Variabel Skeptisisme Profesional Auditor ... 80
4.1.4.4. Uji Asumsi Klasik ... 82
4.1.4.4.1. Uji Normalitas Data ... 82
4.1.4.4.2. Uji Linearitas... 83
4.1.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ... 84
4.1.4.5. Analisis Regresi Berganda dengan Variabel Dummy ... 85
4.1.4.6. Uji Hipotesis ... 87
4.1.4.6.1. Uji t ... 87
4.1.4.6.2. Uji F ... 88
4.1.4.6.3. Uji Koefisien Determinasi... 90
4.2. Pembahasan ... 90
4.2.1. Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan terhadap Skeptisisme Profesional Auditor.... ... 91
4.2.2. Pengaruh Tipe Kepribadian Auditor terhadap Skeptisisme Profesional Auditor… ... 93
4.2.3. Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor terhadap Skeptisisme Profesional Auditor ... 96
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 98
(7)
iv Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
5.2. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(8)
v Ghina Luthfy Nurutami, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kasus yang melibatkan Akuntan Publik di Indonesia ... 5
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 35
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 43
Tabel 3.2 Daftar KAP di Kota Bandung ... 45
Tabel 3.3 Skor Jawaban ... 48
Tabel 3.4 Interpretasi Skor ... 48
Tabel 4.1 Daftar KAP di Kota Bandung ... 59
Tabel 4.2 Daftar Kuesioner yang Disebar dan Diterima ... 61
Tabel 4.3 Demografi Responden ... 70
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Penetapan Risiko Kecurangan ... 72
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Skeptisisme Profesional Auditor ... 73
Tabel 4.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 74
Tabel 4.7 Frekuensi Jawaban Penetapan Risiko Kecurangan ... 76
Tabel 4.8 Frekuensi Jawaban Tipe Kepribadian Auditor ... 78
Tabel 4.9 Frekuensi Jawaban Skeptisisme Profesional Auditor ... 80
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas ... 83
Tabel 4.11 Hasil Uji Linearitas ... 84
Tabel 4.12 Hasil Uji Heteroskedastisistas ... 85
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi ... 86
Tabel 4.14 Hasil Uji t ... 87
Tabel 4.15 Hasil Uji F ... 89
(9)
vi Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
DAFTAR GAMBAR
(10)
Abstrak
Oleh:
Ghina Luthfy Nurutami
Pembimbing: R. Nelly Nur Apandi, SE., M.Si., Ak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode asosiatif. Populasi pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di Kota Bandung, pengambilan sampel menggunakan teknik
convinient/judgement sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat melalui
penyebaran kuesioner. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan pengujian statistik analisis regresi berganda dengan variabel dummy. Berdasarkan perhitungan analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan software SPSS 20 for windows terhadap kuesioner yang disebar kepada 51 auditor di KAP di Kota Bandung, menghasilkan bahwa penetapan risiko kecurangan berpengaruh signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor sebesar 0,671 dengan nilai signifikansi 0,000<0,05, sedangkan tipe kepribadian auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor sebesar 0,001 dengan nilai signifikansi 0,984>0,05, dan penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor berpengaruh signifikan secara simultan terhadap skeptisisme profesional auditor sebesar 0,717 atau sebesar 71,7% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata kunci: penetapan risiko kecurangan, tipe kepribadian auditor, skeptisisme profesional auditor.
(11)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Abstract
By:
Ghina Luthfy Nurutami
Supervisor: R. Nelly Nur Apandi, SE., M.Si., Ak.
This study is aimed at investigating the effect of fraud risk assessment and types of auditors’ personality toward auditors’ professional skepticism. The hypothesis of this study is that fraud risk assessment and types of auditors’ personality give an effect to auditors’ professional skepticism. Associative method is employed in this study. The population of this study is the auditors who work in some public accountant firms in Bandung. The type of sampling method used in this study is convenient/judgment sampling. The data used in this study is primary data which are collected through questionnaire. The data are then analyzed using statistical test namely multiple regression statistical with dummy variable. Based on the multiple regression statistical test with the use of SPSS 20 for windows toward the questionnaire given to 51 auditors in public accountant firms in Bandung, fraud risk assessment gives a significant effect to auditors’ professional skepticism, as much as 0.671 with the significant value of 0.000<0.05, while the types of auditors’ personality do not give a significant effect to auditors’ professional skepticism since they give an effect as much as 0.001 with the significant value of 0.984>0.05, and fraud risk assessment and types of auditors’ personality simultaneously give a significant effect toward auditors’ professional skepticism as much as 0.717 or 71.7% and the rest is affected by other factors which are not analyzed in this study.
Keywords: fraud risk assessment, types of auditors’ personality, auditors’ professional skepticism
(12)
1.1Latar Belakang
Meningkatnya persaingan di bidang bisnis, merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini. Sehubungan dengan usaha perbaikan perekonomian di Indonesia, pemerintah telah menggalakkan suatu prinsip tata kelola good corporate governance (GCG). Salah satu bentuk penerapan prinsip GCG ini adalah transparasi laporan keuangan.
Dalam penyusunan laporan keuangan setiap perusahaan tidak luput dari kesalahan ataupun kecurangan yang terjadi disetiap proses penyusunannya. Tingkat kehandalan laporan keuangan sangatlah penting bagi para pelaku bisnis, baik untuk kepentingan pihak eksternal maupun pihak internal.
Berdasarkan ketentuan Bapepam dan LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), laporan keuangan yang disampaikan baik untuk penawaran umum maupun untuk laporan berkala, wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam dan LK. Kewajiban audit tersebut berlaku bagi emiten dan perusahaan publik yang merupakan entitas tunggal maupun sebagai induk perusahaan dari anak perusahaan yang dimilikinya (Buletin Akuntansi Staf No. 9). Oleh karena itu proses audit sangatlah penting untuk dilakukan. Audit diperlukan dalam rangka untuk mengurangi risiko informasi. Dengan adanya audit
(13)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Akuntan publik atau seringkali kita sebut dengan auditor merupakan suatu profesi yang ada dengan kepercayaan masyarakat sebagai suatu landasan bahwa akuntan publik itu ada dan dibutuhkan, dengan adanya kepercayaan masyarakat ini maka seorang akuntan publik harus bertindak independen dan profesional. Akuntan publik menjadi suatu profesi yang dipercaya oleh masyarakat dalam suatu pemeriksaan dan diharapkan dapat menggunakan kepercayaan yang diberikan dengan baik dan mampu bertanggung jawab atas pendapat yang diberikan. Oleh karena itu sangatlah penting bagi seorang auditor untuk memperhatikan sikap profesionalnya, salah satunya ialah sikap skeptis yang dimiliki oleh auditor.
Di dalam setiap penugasan audit, seorang auditor dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya, sehingga auditor dapat menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama dan terhindar dari kegagalan audit. Didalam SPAP 2011:SA seksi 230, menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Dalam pengumpulan bukti-bukti audit, auditor harus mampu menggunakan skeptisisme professionalnya seperti menanyakan hal-hal yang kurang jelas kepada klien. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa auditor tidak menganggap bahwa kliennya tidak jujur namun juga auditor tidak menganggap bahwa kliennya jujur.
(14)
Jadi dalam hal ini auditor harus memiliki sikap skeptis yaitu mempercayai klien namun semua itu perlu dipertanyakan kembali.
Skeptisisme profesional diperlukan oleh seorang auditor untuk menilai kembali kemungkinan kecurangan material (Maghfirah dan Syahril, 2008). Dengan sikap skeptisisme yang rendah dari seorang auditor dapat menimbulkan kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh klien, dimana dari informasi dan bukti-bukti yang auditor dapat dari klien hanya kekeliruan yang akan auditor temukan, bukan kecurangan. Karena kecurangan yang dilakukan tidak mungkin klien berikan informasinya, melainkan kecurangan pasti ditutupi oleh klien. Oleh karena itu diperlukanlah sikap skeptis yang dimiliki oleh auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Rendahnya sikap skeptis yang dimiliki auditor dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit dapat menurunkan kualitas auditor dalam memberikan opini yang dikeluarkannya.
Hal itu dapat dilihat dengan adanya beberapa kasus yang membuktikan bahwa auditor kurang memiliki sikap skeptis dan mengabaikan sikap profesionalnya. Seperti contoh kasus pada perusahaan Satyam yang dipimpin oleh Ramalinga Raju pada tahun 2009 silam. Berdasarkan DetikFinance, pada kasus ini dimana tanggal 7 Januari 2009, pimpinan Satyam, Ramalinga Raju secara tiba-tiba mengumumkan bahwa sekitar 1,04 milyar dolar saldo kas dan bank Satyam adalah palsu. Di dalam suratnya yang dikirimkan pada jajaran direksi Satyam, beliau mengakui telah memalsukan nilai pendapatan bunga diterima dimuka, mencatat kewajiban lebih rendah dari yang seharusnya dan menggelembungkan
(15)
terakhir mengaudit Satyam, yaitu Pricewaterhouse Coopers India mengumumkan bahwa laporan auditnya berpotensi tidak akurat dan tidak reliabel karena dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen Satyam. Dengan adanya kasus ini terbukti bahwa pentingnya sikap skeptisisme profesional yang dimiliki oleh auditor. Kecurangan yang dilakukan oleh pimpinan Satyam tidak akan terjadi lebih besar apabila auditor menanyakan pertanyaan yang dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh pimpinan Satyam. Hal tersebut tentu disebabkan karena auditor tidak melakukan tindakan yang semestinya dalam menunjukan sikap skeptis pada saat melakukan audit.
Di Indonesia juga terdapat beberapa skandal audit yang dilakukan oleh auditor yang kurang memperhatikan sikap skeptisisme profesionalnya. Diantaranya adalah kasus PT. KAI yang terjadi beberapa tahun silam dimana pada saat itu, hasil auditnya tidak mau ditandatangani oleh dewan komisaris dikarenakan terdapat kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan tidak diketahui serta tidak terdeteksi oleh auditor. Pada KAP diwilayah Bandung juga terdapat beberapa kasus diantaranya adalah pembekuan izin KAP dan AP Sugiono Poulus melalui KMK No. 704/KM.1/2008 selama enam bulan karena melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)-SPAP dalam pelaksanaan audit. Dalam hal ini, penulis menganalogikan bahwa ketika seorang auditor melanggar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) berarti auditor tersebut telah melakukan pelanggaran diantara standar umum, pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, hal tersebut menggambarkan ketidak profesionalan yang dimiliki oleh auditor, yang dimana sikap skeptis merupakan bagian dari sikap profesional yang
(16)
dimiliki auditor, maka KAP dan AP Sugiono Poulus dibekukan selama 6 bulan karena melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)-SPAP dan mengabaikan sikap profesionalnya. Adapun beberapa kasus yang melibatkan Akuntan Publik yang terjadi di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 1.1 Kasus yang melibatkan Akuntan Publik di Indonesia
Tahun/No KAP KASUS
KMK No. 423/KM.06 /2006
AP. Petrus Mitra Winata
Melakukan pelanggaran terhadap SPAP yaitu
pembatasan penugasan audit dengan melakukan audit umum laporan keuangan PT Muzatek Jaya & PT Luhur Artha Kencana tahun buku berakhir 31 Desember 2004 KMK No. 17/PMK.01 /2008 AP. Drs. Basyiruddin Nur
Belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing (SA)-Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan konsolidasian PT. Datascrip dan Anak Perusahaan tahun buku 2007, yang dinilai berpotensi
berpengaruh cukup signifikan terhadap laporan auditor independen KMK No. 175/KM.1/ 2008 AP. Drs. Eduard Luntungan
Melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)-SPAP dalam pelaksanaan audit laporan keuangan PT. Sampaga Raya untuk periode yang berakhir tanggal 30 Juni 2005 dan PT. Hasil Bumi Persada untuk periode yang berakhir tanggal 23 April 2004 KMK No. 1124/KM.1 /2009 AP. Drs. Hans B. Makarao
Belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing (SA)-Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT. Samcon tahun buku 2008, yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap Laporan Auditor Independen KMK No. 896/KM.1/ 2008 AP. Drs. Muhammad Zen
Melak ukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)-SPAP dalam pelaksanaan audit laporan
keuangan PT. Pura Binaka Mandiri tahun buku 2007 yang berpengaruh cukup signifikan terhadap laporan auditor independen
(17)
Dari beberapa kasus yang melibatkan Akuntan Publik diatas dapat terlihat dengan jelas betapa pentingnya sikap skeptisisme yang dimiliki auditor. Menurut Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul “Berpikir Kritis dalam Auditing”
(2011:83), berdasarkan teori pembentukan sikap dari Siegel dan Marconi (1989) menyatakan bahwa sikap dipegaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah faktor psikologikal dan faktor personal. Dalam penelitian ini beberapa faktor yang paling mempengaruhi sikap skeptis diantaranya adalah penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor. Penetapan risiko kecurangan mempengaruhi skeptisisme profesional auditor sebagai faktor psikologis dimana atasan auditor yang memberikan penetapan risiko kecurangan akan memberikan motivasi pada auditor dalam melakukan audit di lapangan, sedangkan tipe kepribadian sebagai faktor personal yang dimiliki oleh auditor dimana tipe kepribadian ini akan menciptakan predisposisi pada pengembangan sikap tertentu (Tuanakotta, 2011:83-84).
Penetapan risiko kecurangan merupakan hal penting bagi auditor dalam melakukan audit. Hal ini dikarenakan dengan penetapan risiko kecurangan yang dilakukan auditor sebelum melaksanakan audit dilapangan dapat membantu auditor dalam menemukan kecurangan atau potensi klien untuk melakukan kecurangan. Penetapan risiko kecurangan merupakan metodologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan yang ada pada suatu organisasi (Vona Leonard, 2008:40). Dengan diberikannya penetapan risiko kecurangan dapat memberikan motivasi pada auditor yang bertugas dilapangan untuk lebih memiliki sikap skeptis.
(18)
Berdasarkan SPAP 316, penaksiran risiko kecurangan merupakan tindakan yang harus dilakukan auditor dalam melakukan audit atas pelaporan keuangan (general). Penelitian sebelumnya dari Payne dan Ramsay (2005), mengatakan bahwa skeptisisme profesional dipengaruhi oleh penetapan risiko kecurangan yang diberikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam melakukan audit di lapangan. Seorang auditor yang di berikan penaksiran risiko kecurangan yang rendah maka dia akan menjadi kurang skeptis dibandingkan dengan auditor yang menerima penaksiran risiko kecurangan yang tinggi.
Tipe kepribadian merupakan suatu hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang, bahwa tipe kepribadian ini sebenarnya mempengaruhi auditor dalam melakukan audit, karena tidak semua individu cocok atau mampu menjadi seorang auditor. Hal ini dikarenakan auditor yang selalu dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda ketika melakukan audit dilapangan. Dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit dibutuhkan professional judgement yang dimiliki oleh auditor untuk memberikan keyakinan yang memadai, orang yang mampu untuk selalu berusaha melihat sesuatu sebagai sebuah bukti dan mampu memberikan keyakinan yang memadai itu adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertentu. Menurut Dashiell, dalam Yusuf dan Juntika (2007) mengatakan bahwa kepribadian merupakan gambaran total mengenai tingkah laku individu yang terorganisasi. Kepribadian seseorang terbentuk oleh dua faktor utama, yaitu (1) faktor keturunan atau faktor genetik adalah merupakan faktor dasar dari pembentuk kepribadian seseorang, dan (2) faktor lingkungan, yaitu
(19)
faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang berdasarkan dimana seseorang tumbuh dan dibesarkan.
Dalam penelitian Suzy (2008), menyatakan bahwa tipe kepribadian seseorang menjadi salah satu faktor yang menentukan sikap yang dimiliki oleh individu tersebut, termasuk sikap skeptisme yang terdapat pada diri individu tersebut. Auditor dengan tipe kepribadian NT dan ST berdasarkan teori
Myers-Briggs cenderung lebih memiliki sikap skeptis. Akuntan publik yang memiliki
sikap skeptis yang tinggi biasanya memiliki ciri-ciri kepribadian yang selalu berpikiran masuk akal dan dalam membuat keputusan berdasarkan pada fakta yang ada.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis berkesimpulan bahwa pentingnya penetapan risiko kecurangan sebagai faktor psikologis dan tipe kepribadian sebagai faktor personal dari auditor dalam mempengaruhi sikap skeptis profesional seorang auditor. Dalam penelitian ini penulis ingin mengembangkan penelitian dari penelitian terdahulu dari Suzy (2008), dimana dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan variabel penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian sebagai variabel independen karena menurut penulis faktor psikologis dan faktor personal merupakan faktor yang paling mempengaruhi sikap skeptis yang terbentuk dalam diri seorang auditor dan adanya ketidak konsistenan hasil dari penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa penetapan risiko kecurangan tidak berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor, namun penelitian lain mengatakan bahwa penetapan risiko kecurangan berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor. Adapun
(20)
perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penulis memilih KAP di Bandung sebagai objek penelitian karena memiliki karakteristik dan tingkat risiko yang dihadapi berbeda dibandingkan KAP di Jakarta. Maka, penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor terhadap Skeptisisme Profesional Auditor”. Penelitian ini dilakukan kepada auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penetapan risiko kecurangan terhadap skeptisisme profesional auditor di Kantor Akuntan Publik di kota Bandung?
2. Bagaimana pengaruh tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor di Kantor Akuntan Publik di kota Bandung?
3. Bagaimana pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diutarakan diatas maka maksud dan tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor.
(21)
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh penetapan risiko kecurangan terhadap skeptisisme profesional auditor.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian terhadap skeptisisme profesional auditor.
1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Dari segi keilmuan, hasil dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya dan pengembangan lebih lanjut khususnya dalam bidang auditing dan akuntansi keperilakuan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penulis berharap, informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah:
1. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya mengenai penetapan risiko kecurangan, tipe kepribadian auditor dan skeptisisme profesional auditor.
(22)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran mengenai penetapan risiko kecurangan, tipe kepribadian auditor dan skeptisisme profesional auditor.
(23)
3. Bagi pihak lain
Hasil penilaian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi maupun bahan kajian bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai penetapan risiko kecurangan, tipe kepribadian auditor dan skeptisisme profesional auditor.
(24)
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Auditing
2.1.1.1 Pengertian Auditing
Auditing didefinisikan sebagai pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen (Arens, 2008:4).
Dalam definisi lain auditing juga diartikan sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2008:3).
Berdasarkan beberapan pengertian tentang audit dari beberapa sumber diatas maka dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu proses sistematis pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai informasi yang ada yang dilakukan oleh pihak independen untuk menentukan tingkat kesesuaian antara informasi dengan ketentuan yang berlaku umum dan telah ditetapkan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran informasi yang ada dengan ketentuan
(25)
yang telah ditetapkan dan kemudian dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.1.1.2 Jenis-jenis Audit
Menurut Arens (2008; 16-19) akuntan publik melakukan tiga jenis utama audit, yang terbagi kedalam tiga kategori:
1. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional.
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan mencakup penghimpun dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan.
3. Audit Laporan keuangan (Financial Statement Audit)
Audit Laporan Keuangan mencakup penghimpun dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan sutau entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum.
(26)
Berdasarkan referensi diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis audit terdiri dari audit operasional, audit kepatuhan dan audit laporan keuangan. Ruang lingkup audit seorang auditor dapat dibedakan berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit. Di dalam audit operasional, auditor menentukan apakah kegiatan yang dilakukan suatu entitas sudah berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis, audit operasional menghasilkan rekomendasi kepada perusahaan untuk menjadikan perusahaan tersebut lebih baik lagi. Audit kepatuhan berarti seorang auditor menetukan apakah kegiatan finansial dan organisasi yang dilakukan oleh suatu entitas sudah sesuai dengan peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan atau belum. Sedangkan, dalam audit laporan keuangan seorang auditor memeriksa kesesuaian antara laporan keuangan dengan kriteria yang berlaku dan menghasilkan opini sebagai output dari audit laporan keuangan.
2.1.2 Auditor
2.1.2.1 Pengertian Auditor
Auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (Arens, 2008). Dapat disimpulkan bahwa auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
(27)
2.1.2.2 Jenis-jenis Auditor
Arens (2008; 19-21) menyatakan beberapa jenis auditor yang berpraktik dewasa ini, yaitu:
1. Kantor Akuntan Publik
Kantor akuntan publik bertanggungjawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak perusahaan serta organisasi nonkomersial yang lebih kecil. Sebutan kantor akuntan publik mencerminkan fakta bahwa auditor yang menyatakan pendapat audit atas laporan keuangan harus memiliki lisensi sebagai akuntan publik. KAP sering kali disebut auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal.
2. Auditor badan akuntablitas pemerintah
Adalah auditor yang bekerja untuk Government Accountability Office
(GAO) sebuah badan nonpartisipan dalam cabang legislatif pemerintah
federal. Dengan diketuai oleh Comptroler General, GAO hanya melapor dan bertanggung jawab kepada kongres. Tanggung jawab utama GAO adalah melaksanakan fungsi audit bagi kogres dan badan ini memikul banyak tanggung jawab audit yang sama seperti sebuah KAP.
3. Agen Penerimaan negara
IRS, dibawah arahan Commissioner of Internal Revenue, bertanggung jawab untuk memberlakukan peraturan pajak federal sebagaimana yang didefinisikan oleh kongres dan diinterprestasikan oleh pengadilan. Salah
(28)
satu tanggung jawab utama IRS adalah mengaudit SPT pajak wajib pajak untuk menentukan apakah SPT itu sudah mematuhi aturan pajak yang berlaku. Audit ini murni bersifat audit ketaatan. Auditor yang melakukan pemeriksaan ini disebut internal revenue agent (agen penerimaan negara).
4. Auditor Internal
Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan, baik Negara maupun swasta, yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.1.3 Penetapan Risiko Kecurangan
SAS 99 memberikan pedoman bagi auditor dalam menilai risiko kecurangan. Auditor harus mempertahankan tingkat skeptisisme profesional ketika mempertimbangkan serangkaian informasi yang luas, termasuk faktor-faktor risiko kecurangan, untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan. Auditor memikul tanggung jawab untuk menanggapi risiko kecurangan dengan merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak bahwa salah saji yang material, apakah akibat kekeliruan atau kecurangan, akan terdeteksi (Arens, 2008:436).
(29)
Sumber informasi yang digunakan untuk menilai risiko kecurangan menurut Arens (2008:437) sebagai berikut:
Komunikasi di antara tim audit. SAS 99 mewajibkan tim audit mengadakan diskusi untuk berbagi wawasan di antara anggota tim audit yang lebih berpengalaman serta untuk “curah pendapat”.
Pengajuan pertanyaan kepada manajemen. SAS 99 mengharuskan auditor untuk mengajukan pertanyaan spesifik tentang kecurangan dalam setiap audit.
Faktor-faktor risiko. SAS 99 mengharuskan auditor mengevaluasi apakah faktor-faktor risiko kecurangan mengindikasikan adanya insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan, kesempatan untuk berbuat curang, atau sikap atau rasionalisasi yang digunakan untuk membenarkan tindakan yang curang.
Prosedur analitis. Auditor harus melaksanakan prosedur analitis selama tahap perencanaan dan penyelesaian audit untuk membantu mengidentifikasikan transaksi atau peristiwa tidak biasa yang mungkin mengindikasikan adanya salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Informasi lainnya. Auditor harus mempertimbangkan semua infromasi yang sudah diperoleh dalam setiap tahap atau bagian audit ketika menilai risiko kecurangan. Kebanyakan prosedur penilaian risiko yang dilakukan auditor untuk menilai risiko salah saji yang
(30)
material selama tahap perencanaan dapat mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih tinggi.
Setelah risiko kecurangan diidentifikasi dan didokumentasikan, auditor harus mengevaluasi faktor-faktor yang mengurangi risiko kecurangan sebelum mengembangkan respons yang tepat terhadap risiko kecurangan itu.
2.1.4 Kemampuan Mendeteksi Kecurangan
Seorang auditor dinyatakan memiliki pengetahuan dalam mendeteksi kecurangan ketika auditor tersebut melakukan pertimbangan penting untuk mengungkap kecurangan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko kecurangan. Faktor risiko yang dimaksud adalah sejumlah ketidakberesan (irregularities) yang terjadi atau akan terjadi ketika kondisi kecurangan berupa insentif, kesempatan dan rasionalisasi sedang berlangsung (Arens, Leder dan Beasley, 2008:432).
Menurut Arleen, dkk. (2009:16), definisi pengetahuan mendeteksi kecurangan adalah perolehan informasi memadai tentang pendeteksian kecurangan yang didapat dari berbagai pelatihan formal dan pengalaman yang dapat membuat auditor menjadi lebih ahli dalam mendeteksi kecurangan. Pengetahuan auditor tentang pendeteksian kecurangan yang semakin berkembang karena pengalaman kerja diaplikasikan untuk menilai faktor risiko kecurangan, meningkatkan kesadaran klien akan eksistensi kecurangan tersebut dan menyusun mekanisme pelaporan untuk mengungkap kecurangan tersebut.
(31)
Berdasarkan uraian diatas, seorang auditor dinyatakan memiliki pengetahuan memadai dalam mendeteksi kecurangan jika auditor tersebut cakap dalam menetapkan risiko kecurangan, meningkatkan kesadaran organisasi yang dikelola klien (organization awareness) dan merancang sistem pelaporan (reporting system) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengetahuan dalam mendeteksi kecurangan yang diaplikasikan untuk menilai faktor risiko kecurangan, meningkatan kesadaran klien akan eksistensi kecurangan tersebut dan menyusun sistem pelaporan untuk mengungkap kecurangan tersebut. Penetapan risiko kecurangan merupakan suatu penaksiran dalam mengetahui seberapa besar tingkat kegagalan seorang auditor dalam mendeteksi terjadi kecurangan yang dilakukan oleh manajemen.
2.1.5 Kecurangan dan Jenis Kecurangan
Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja (Arens, 2008). Dua kategori yang termasuk jenis kecurangan yang utama adalah pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva. Terdapat tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva yang diuraikan dalam SAS 99 (AU 316) dimana ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle).
(32)
Gambar 2.1 Fraud Triangle
1. Insentif/tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan
2. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan
3. Sikap/rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegwai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
2.1.6 Tipe Kepribadian
2.1.6.1 Pengertian Kepribadian
Dalam buku Sumadi yang berjudul “Psikologi Kepribadian” (2011:205), Gordon W. Allport (1897-1967) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Insentif/Tekanan
(33)
Stephen P. Robbins (2003) dalam Sumadi (2011), kepribadian adalah jumlah total cara-cara yang ditempuh individu untuk bereaksi terhadap dan berinteraksi dengan yang lain. Penentu kepribadian menurut Robbins dianggap terbentuk dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan yang diperlemah oleh faktor situasi.
2.1.6.2 Faktor Penentu Kepribadian
Dalam Sumadi (2011), Robbins (2003) mengatakan bahwa penentu kepribadian dianggap terbentuk dari beberapa faktor diantaranya ialah:
1. Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan sejak lahir. Ukuran fisik, wajah yang menarik, jenis kelamin, temperamen, komposisi dan refleksi otot, level energi dan ritme biologis adalah karateristik yang umumnya dianggap entah sepenuhnya atau secara substansial dipengaruhi oleh siapa orang tua mereka.
2. Faktor lingkungan
Di antara faktor-faktor yang memberikan tekanan pada formasi kepribadian kita adalah budaya dimana kita dibesarkan, kondisi awal kita, norma di tengah keluarga, teman, kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Lingkungan dimana kita berada memberikan peran yang penting dalam membentuk kepribadian kita.
(34)
3. Faktor situasi
Faktor situasi mempengaruhi efek dari keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seorang individu, walaupun umumnya stabil dan konsisten, justru berubah dalam situasi-situasi yang berbeda. Permintaan yang bervariasi dari situasi yang berbeda menimbulkan aspek yang berbeda dari kepribadian seseorang.
2.1.6.3 Teori Tipe Kepribadian Jung
Jung tidak berbicara tentang kepribadian melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche ialah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu: (1) alam sadar (kesadaran), dan (2) alam tak sadar (ketidaksaran) (Sumadi, 2011:156). Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsi kedua-duanya adalah penyesuaian, yaitu:
(1) alam sadar: penyesuaian terhadap dunia luar, (2) alam tak sadar: penyesuaian terhadap dunia dalam.
Batas antara kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah-ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidakpastian itu dapat bertambah atau berkurang, namun dalam kenyataannya daerah kesadaran itu hanya merupakan sebagian kecil saja daripada alam kejiwaan.
Dalam Sumadi (2011:170), Jung berpendapat bahwa struktur psyche itu tidak statis, melainkan dinamis, dalam gerak yang terus-menerus. Dinamika ini
(35)
disebabkan oleh energi psikis yang oleh Jung disebut libido. Lobido itu tidak lain dari intensitas kejadian psikis, yang hanya dapat diketahui lewat peristiwa-peristiwa psikis itu. Pengertian libido di sini dipergunakan seperti energi dalam ilmu alam, jadi sebagai abstraksi, yang menyatakan relasi-relasi dinamis. Dalam hal ini perlu diingat bahwa energi yang disebut libido itu berbeda penggunaannya dengan pengertian energi pada Aristoteles, yang mengartikan sebagai “prinsip pembentuk”.
Teori kepribadian mendata dan mengartikan karakteristik seseorang setepat dan sesederhana mungkin. Berbeda dengan teori kepribadian psikoanalitis lain, psikologi Jung tidak menekankan peran alam bawah sadar dan fokus pada aspek kesadaran dari kepribadian, pembuatan keputusan, dan dampak kepribadian terhadap pemahaman. Karena orientasi ini, teori Jung terus memberikan pengaruh yang penting dalam ilmu psikologi (Sumadi:2011).
Teori Jung menekankan kepribadian individual secara keseluruhan (tipe), bukan karakteristik yang terpisah (sifat). Menurut teori, tipe terdiri dari bermacam sifat yang berinteraksi membentuk kepribadian. Karena dampak interaksi ini, sifat pada satu tipe akan memiliki dampak yang berbeda pada kepribadian tipe lain yang memiliki sifat yang sama.
Teori Jung mendalilkan delapan sifat kepribadian utama yang terdiri dari empat dimensi utama yang saling berlawanan (dikotomis), yakni:
1. Extravert (E) vs. Introvert (I),
(36)
3. Thinking (T) vs. Feeling (F), dan
4. Judging (J) vs. Perceiving (P).
Kedelapan sifat ini muncul dalam setiap individu dengan derajat yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki kecenderungan pembawaan terhadap satu dari dua sifat dalam tiap dikotomi. Empat sifat utama (preferen) berinteraksi membentuk tipe kepribadian. Namun, empat sifat lainnya tetap ada dalam kepribadian, dan individu dapat menggunakannya dengan cukup baik.
2.1.6.4 Tipe Kepribadian Menurut MBTI (Myers Briggs Type Indicator)
Dalam Tuanakotta (2011) dikatakan bahwa C. G. Jung (1921-1971) membuat teori tipe kepribadian untuk mengenali pribadi atau diri seseorang juga untuk mengukur profil kepribadian seseorang. Myers Briggs Type Indicator (MBTI), merupakan instrumen tes yang sangat populer dikalangan pemerhati kepribadian individu. MBTI dikembangkan oleh Katharine Cook Briggs dan putrinya yang bernama Isabel Briggs Myers. Dari merekalah kemudian nama MBTI berasal. MBTI dipergunakan untuk membantu mengenali rangkaian pilihan atau preferensi seseorang serta memberi pemahaman mendalam tentang gaya kepemimpinan, gaya kerja dan gaya komunikasi, bukan mengukur kecakapan, kemampuan atau pengembangan diri yang dicapai. MBTI bersifat deskriptif bukan bersifat menentukan. Jadi aplikasi praktisnya untuk memahami diri sendiri maupun orang lain, menghargai perbedaan, pengembangan diri, memilih karir, penyelesaian konflik serta memperbaiki komunikasi. MBTI tidak mengukur gangguan kejiwaan, abnormalitas, emosi, trauma, daya belajar, tingkat
(37)
kedewasaan, penyakit, intelegensia. Dalam Tuannakotta (2011:98-101), dikatakan bahwa MBTI menginventarisasi 16 pasangan kepribadian yang merupakan kombinasi dari empat pasang preferensi manusia sebagai berikut:
1. Extroversion dan introversion atau Extraverted Characteristics dan
Introverted Characteristic (E dan I)
Ekstroversion artinya tipe pribadi yang terbuka, suka bergaul, menyenangi
interaksi sosial dengan orang lain, dan berfokus pada the world outside the
self. Sebaliknya tipe introversion adalah orang yang memiliki kepribadian
yang tertutup, senang menyendiri, reflektif, dan tidak begitu suka bergaul dengan banyak orang. Orang introvert lebih suka mengerjakan aktivitas yang tidak banyak menutut interaksi misalnya membaca, menulis, dan berpikir secara imajinatif. Kedua preferensi ini dapat dilihat sebagai berikut:
Extraversion Introversion
1. Bertindak dulu, pikir belakangan
2. Merasa terbeban jika tidak ada interaksi dengan dunia luar
3. Terbuka terhadap dan termotivasi dunia luar (manusia dan benda)
4. Menikmati hubungan manusia yang beraneka ragam dan yang berubah-ubah
1. Berpikir dulu, bertindak belakangan
2. Sering kali memerlukan waktu menyendiri (“private time”) untuk “isi baterai” 3. Termotivasi secara internal,
pikiran acap kali begitu aktif sampai “tertutup” terhadap dunia luar
4. Preferensi pada komunikasi dan hubungan yang bersifat satu-lawan-satu
2. Sensing dan Intuition (S dan N)
Tipe dikotomi kedua ini melihat bagaimana seseorang memproses data. Sensing memproses data dengan cara bersandar pada fakta yang
(38)
konkrit, factual facts, dan melihat data apa adanya. Sensing adalah concrete
thinkers. Sementara tipe intuition memproses data dengan melihat pola dan
impresi, serta melihat berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Intuition adalah abstract thinkers. Kedua preferensi ini dapat dilihat sebagai berikut:
Sensing Intuition
1. Secara naluriah, hidup dalam kekinian, dengan perhatian kepada peluang hari ini. 2. Menggunakan akal sehat
(common sense) dan mencari solusi praktis merupakan hal yang automatis dan insting baginya.
3. Memorinya sarat dengan detail mengenai fakta dan peristiwa masa lalu.
4. Akan berimprovisasi dengan baik berdasarkan pengalaman masa lalu.
5. Menyukai informasi yang jelas dan konkret; membenci tebak-menebak jika faktanya kabur.
1. Secara naluriah, hidup di masa yang akan datang, dengan
perhatian kepada
kemungkinan-kemungkinan di kemudian hari.
2. Menggunakan imajinasi dan menemukan kemungkinan baru merupakan hal yang otomatis dan insting baginya. 3. Memorinya menekankan pola,
konteks dan hubungan.
4. Mengimprovisasi dengan baik pemahaman teoritis.
5. Nyaman dengan data yang meragukan dan tidak meyakinkan, dimana ia harus menebak-nebak makna di belakang data tersebut.
3. Thinking dan Feeling (T dan F).
Tipe dikotomi yang ketiga ini melihat bagaimana orang berproses mengambil keputusan. Thinking adalah mereka yang selalu menggunakan logika dan kekuatan analisa untuk mengambil keputusan. Sementara feeling adalah mereka yang melibatkan perasaan, empati serta nilai-nilai yang diyakini ketika hendak mengambil keputusan. Kedua preferensi ini dapat dilihat sebagai berikut:
(39)
Thinking Feeling
1. Secara insting mencari fakta dan logika dalam situasi dimana keputusan diambil. 2. Secara alamiah mengenal
tugas dan kerja yang harus diselesaikan.
3. Mudah memberi analisis yang objektif dan kritis.
4. Menerima konflik sebagai sesuatu yang alamiah, bagian normal dari hubungan antarmanusia.
1. Seacar insting menggunakan perasaan dan dampak terhadap manusia dalam mengambil keputusan.
2. Secara alamiah peka terhadap kebutuhan dan reaksi manusia. 3. Secara alamiah mencari konsensus dan opini yang populer.
4. Merasa tidak nyaman dengan konflik; bereaksi negatif terhadap ketidakharmonisan.
4. Judging dan Perceiving (J dan P).
Tipe dikotomi yang terakhir ini ingin melihat derajat fleksibilitas seseorang. Judging disini bukan berarti judgemental (atau
menghakimi). Judging disini diartikan sebagai tipe orang yang selalu bertumpu pada rencana yang sistematis, serta senantiasa berpikir dan bertindak secara sekuensial (tidak melompat-lompat). Sementara tipe
perceiving adalah mereka yang bersikap fleksibel, adaptif, dan bertindak
secara random untuk melihat beragam peluang yang muncul. Kedua preferensi ini dapat dilihat sebagai berikut:
Judging Perceiving
1. Merencanakan banyak sekali detail sejak awal, sebelum mengambil tindakan.
2. Berfokus pada tindakan yang berkaitan dengan tugas; selesaikan segmen demi segmen yang penting sebelum maju atau berpindah lebih lanjut
3. Bekerja paling baik dan menghindari stress ketika bisa menyelesaikan tugas sebelum
1. Merasa nyaman masuk ke dalam tindakan tanpa rencana atau membuat rencana sembari berjalan.
2. Menyukai multi pekerjaan pada saat yang bersamaan,
senang dengan
keanekaragaman, campuran antara kerja dan bermain. 3. Secara alamiah toleran
terhadap waktu, bekerja sangat baik jika mendekati
(40)
batas waktu.
4. Secara alamiah menggunakan target, tanggal penyelesaian tugas dan rutinitas standar untuk mengelola kehidupan.
batas waktu.
4. Secara insting menghindari komitmen yang menghambat fleksibilitas, kebebasan dan keanekaragaman.
Dalam MBTI (Myers-Briggs Type Indicator), tipe kepribadian manusia dibedakan menjadi 4 pasang preferensi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan 4 pasang preferensi tersebut didapatkan 16 kombinasi tipe kepribadian menurut Myers-Briggs Type Indicator, yaitu ESTJ, ESTP, ESFJ, ESFP, ENTJ, ENTP, ENFJ, ENFP, ISTJ, ISTP, ISFJ, ISFP, INTJ, INTP, INFJ, dan INFP.
Dimana dari ke 4 pasang preferensi manusia di atas terdapat 2 pasang preferensi yang lebih mempengaruhi sikap skeptis, yaitu tipe kepribadian Sensing dan Intuition (S dan N) dan tipe kepribadian Feeling dan Thinking (F dan T), dari kedua tipe kepribadian tersebut didapat 2 kombinasi tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian kombinasi ST dan NT serta SF dan NF. Dimana berdasarkan teori
Myers-Briggs Type Indicator tipe kepribadian kombinasi ST dan NT cenderung
lebih memiliki sikap skeptis lebih tinggi dibandingkan dengan tipe kepribadian kombinasi SF dan NF (Tuanakotta, 2011). Dalam penelitian ini, tipe kepribadian dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Tipe kepribadian kombinasi ST dan NT yang terdiri dari: ESTJ
ESTP ENTJ ENTP
(41)
ISTJ ISTP INTJ INTP
b. Tipe kepribadian kombinasi SF dan NF yang terdiri dari: ESFJ
ESFP ENFJ
ENFP
ISFJ ISFP INFJ INFP
2.1.7 Skeptisisme Profesional
2.1.7.1 Pengertian Skeptisisme
Istilah “skeptisisme” berasal dari kata yunani skeptomai yang secara
harafiah pertama-tama berarti “saya pikirkan dengan seksama” atau “saya lihat dengan teliti”, kemudian dari situ diturunkan arti yang biasa dihubungkan dengan
kata tersebut, yakni “saya meragukan”. Para filsuf Yunani Kuno dibuat bertanya
-tanya oleh adanya beberapa gejala pengalaman keindraan, seperti ilusi, mimpi, halusinasi yang kadang sulit dibedakan dari persepsi keindraan yang ”normal” terhadap benda-benda fisik. Pengalaman-pengalaman yang secara statistis tidak biasa seperti itu menimbulkan pertanyaan dalam benak mereka tentang keandalan
(42)
persepsi indrawi dan dengan demikian memunculkan keraguan tentang pengalaman perceptual yang kebanyakan orang begitu juga mengandaikan kebenarannya (Luluk, 2010:05).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa skeptisisme merupakan sikap seseorang untuk mempertimbangkan, menilai dari suatu kejadian untuk mencari nilai kebenaran dari kejadian tersebut, berusaha untuk mencari bukti, klarifikasi dan penyesuaian dengan berbagai perspektif dan argumen.
2.1.7.2 Pengertian Profesional
Profesionalisme adalah bertanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang di bebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat (Mulyadi, 2009:78).
Menurut Siagian (2009:163) profesionalisme adalah:
“Keandalan dan keahlian dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan.”
Dari beberapa pendapat diatas, maka profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu bentuk tanggung jawab dan keandalan yang dilakukan lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab saja melainkan keseriusan dalam melaksanakan tugas agar terciptanya mutu yang tinggi.
2.1.7.3 Pengertian Skeptisisme Profesional Auditor
Skeptisisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit
(43)
Seseorang yang berprofesi dibidang auditing diharuskan untuk selalu bersikap professional dalam melaksanakan tugasnya dengan cermat dan seksama. Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (SA seksi 230, paragraf 01).
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisisme profesional (SA Seksi 230, paragraf 06). Dalam Rosihan (2013), Hurt et al. (2008) menyatakan skeptisme adalah “Sifat yang ada dalam diri individu auditor, sama dengan sikap keperilakuan lainnya seperti rasa ingin tahu, kehati-hatian, dan extrovert”. Setiap individu auditor
memiliki sifat skeptis yang merupakan sifat bawaan dari lahir akan tetapi tingkat skeptis antar individu berbeda. Sifat skeptis bawaan tersebut secara tidak langsung akan terbawa pada kegiatan profesional seorang auditor. Karakteristik skeptisisme profesional menurut Hurt (2008) terdiri dari: “(a) Mempertanyakan dalam pikiran, (b) Penangguhan keputusan, (c) Mencari pengetahuan, (d) Memahami antar
pribadi, (e) Harga diri, dan (f) Kemandirian.” Karakteristik skeptisisme tersebut
berhubungan dengan bagaimana cara seorang auditor untuk memperoleh informasi, menganalisa informasi, dan mengambil keputusan dari informasi yang diperoleh.
Skeptisisme profesional auditor diperlukan terutama untuk menjaga citra profesi akuntan publik. Oleh karena itu, dalam hal pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menuntut auditor untuk mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Selanjutnya, kompetensi dan
(44)
kecukupan bukti audit tersebut dinilai dalam proses audit dengan menggunakan skeptisisme professional saat proses tersebut berlangsung.
Skeptisisme bukanlah sikap sinis, tetapi merupakan sikap yang mengharapkan untuk mempertanyakan, meragukan atau tidak setuju dengan penyajian klien. Tetapi hal ini bukan berarti auditor harus menanamkan asumsi bahwa manajemen tidak jujur dan juga menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak perlu dipertanyakan lagi. Oleh karena itu, auditor tidak harus puas dengan bukti yang diberikan manajemen. Sebab, skeptisisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (SA Seksi 230, paragraf 06 dan 07).
SAS 1 menyatakan bahwa, dalam melaksanakan skeptisisme profesional, auditor tidak mengasumsikan bahwa manajemen tidak jujur tetapi juga tidak mengasumsikan kejujuran absolut. Untuk menjaga sikap skeptisisme profesional auditor maka auditor harus memperhatikan beberapa hal dalam setiap penugasannya, yaitu (1) pikiran yang selalu mempertanyakan dan (2) evaluasi kritis atas bukti audit (Arens, 2008:436-437).
2.1.8 Pengaruh Penetapan Risiko Kecurangan Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Penetapan risiko kecurangan merupakan metodologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan yang ada pada suatu organisasi, yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui bagian-bagian apa saja yang memiliki tingkat risiko kecurangan yang tinggi (Vona Leonard, 2008).
(45)
Auditing” (2011:83-84), berdasarkan teori pembentukan sikap dari Siegel dan Marconi (1989) menyatakan bahwa sikap dipegaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah faktor psikologikal dan faktor personal. Penetapan risiko kecurangan merupakan faktor psikologikal yang dimiliki oleh auditor yang mempengaruhi sikap skeptis yang dimilikinya. Dengan melakukan penetapan risiko kecurangan ini maka secara langsung akan menekankan kepada auditor untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi pernyataan dan informasi yang diberikan oleh klien, selain itu dengan dilakukannya penetapan risiko kecurangan yang diberikan oleh atasan auditor kepada auditor yang bertugas dilapangan bertujuan untuk memberikan motivasi dalam melakukan tugasnya dilapangan sehingga menimbulkan sikap skeptis yang tinggi pada bukti audit yang diperiksanya. Oleh karena itu, penetapan risiko kecurangan dapat berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor karena, semakin tinggi penetapan risiko kecurangan yang dihadapi auditor maka akan berpengaruh terhadap sikap skeptisisme profesionalnya. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Payne dan Ramsay (2005) bahwa skeptisisme profesional dipengaruhi oleh penetapan risiko kecurangan yang diberikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam melakukan audit di lapangan. Seorang auditor yang diberikan penaksiran risiko kecurangan yang rendah maka dia akan menjadi kurang skeptis dibandingkan dengan auditor yang menerima penaksiran risiko kecurangan yang tinggi.
(46)
2.1.9 Pengaruh Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Tipe kepribadian merupakan suatu hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang, bahwa tipe kepribadian ini sebenarnya mempengaruhi auditor dalam melakukan audit, karena tidak semua individu cocok atau mampu menjadi seorang auditor. Hal ini dikarenakan auditor yang selalu dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda ketika melakukan audit dilapangan. Dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit dibutuhkan professional judgement yang dimiliki oleh auditor untuk memberikan keyakinan yang memadai, orang yang mampu untuk selalu berusaha melihat sesuatu sebagai sebuah bukti dan mampu memberikan keyakinan yang memadai itu adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertentu. Kepribadian adalah sesuatu yang telah ada di dalam setiap individu masing-masing yang khas dalam menentukan caranya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (Sumadi, 2011). Tipe kepribadian auditor menjadi salah satu faktor yang menentukan sikap yang dimiliki oleh auditor tersebut, termasuk sikap skeptisme yang terdapat pada diri auditor tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul
“Berpikir Kritis dalam Auditing” (2011:83-84), berdasarkan teori pembentukan
sikap dari Siegel dan Marconi (1989) menyatakan bahwa sikap dipegaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah faktor psikologikal dan faktor personal. Tipe kepribadian auditor merupakan faktor personal yang dimiliki oleh seorang auditor dimana tipe kepribadian ini akan menciptakan predisposisi pada pengembangan sikap tertentu. Oleh karena itu, tipe kepribadian auditor berpengaruh terhadap
(47)
skeptisisme profesional auditor karena, auditor yang memiliki tipe kepribadian kombinasi NT dan ST akan cenderung memiliki sikap skeptis yang tinggi karena selalu berpikiran masuk akal dan dalam membuat suatu keputusan selalu berdasarkan pada fakta yang ada. Hal itu telah dibuktikan oleh Suzy (2008) dalam penelitiannya yang mangatakan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT merupakan auditor yang memiliki skeptisme profesional yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor tipe kepribadian lainnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian
(Tahun)
Hasil Penelitian Perbedaan
1 Suzy Noviyanti Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (2008)
Hasil dalam penelitian ini bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan dalam kelompok yang di beri penetapan risiko kecurangan yang tinggi akan lebih skeptis dibandingkan kelompok yang diberi penetapan risiko kecurangan yg rendah dan auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT lebih skeptis dibandingkan dengan tipe yang lain.
Penulis tidak menggunakan model eksperimen dalam penelitian ini, waktu dan tempat penelitian.
2 Elizabeth A. Payne and Robert J. Ramsay
Fraud Risk Assessments and Auditors’ Professional Skepticism ( 2005)
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan dalam kelompok yang di beri penetapan risiko kecurangan yang tinggi akan lebih skeptis dibandingkan kelompok yang diberi penetapan risiko kecurangan yg rendah. Staff auditor lebih
Tidak ada variabel tipe kepribadian, waktu dan tempat penelitian.
(48)
skeptis dibandingkan dengan senior auditor. 3 Yuneita Anisma,
Zainal Abidin dan Cristina
Faktor yang Mempengaruhi Sikap Skeptisme Profesional Seorang Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Sumatera (2011)
Skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh pengalaman auditor, kesadaran etis, situasi audit dan profesionalisme.
Tidak ada variabel penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian, waktu dan tempat penelitian yang berbeda
2.3 Kerangka Pemikiran
Di era globalisasi ini, menimbulkan suatu tantangan baru bagi para pelaku bisnis, dimana persaingan bisnis yang semakin meningkat. Hal ini membuat para pelaku bisnis khususnya pihak eksternal menjadi lebih selektif untuk menanamkan modalnya. Hal ini tentu mempengaruhi pula pihak internal dimana ia membutuhkan pihak eksternal sebagai penanam modal. Oleh karena itu, tingkat kehandalan laporan keuangan sangatlah penting. Dalam penyusunan laporan keuangan setiap perusahaan tidak luput dari kesalahan ataupun kecurangan yang terjadi disetiap proses penyusunannya. Untuk menghindari hal tersebut maka proses audit sangatlah penting untuk dilakukan. Audit diperlukan dalam rangka untuk mengurangi risiko informasi.
Audit merupakan proses untuk memverifikasi antara bukti informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh standar yang berlaku umum dan kemudian dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dimana orang tersebut harus memiliki sikap profesional agar hasil audit yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan (Arens,
(49)
auditor harus mampu mengevaluasi bukti-bukti audit yang ditemukan dilapangan serta mampu menilai risiko kecurangan yang dihadapi oleh auditor sebelum melaksanakan tugasnya dilapangan.
Penetapan risiko kecurangan merupakan metodologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan yang ada pada suatu organisasi, yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui bagian-bagian apa saja yang memiliki tingkat risiko kecurangan yang tinggi (Vona Leonard, 2008). Dengan melakukan penetapan risiko kecurangan ini maka secara langsung akan menekankan kepada auditor untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi pernyataan dan informasi yang diberikan oleh klien, selain itu dengan dilakukannya penetapan risiko kecurangan yang diberikan oleh atasan auditor kepada auditor yang bertugas dilapangan bertujuan untuk memberikan motivasi dalam melakukan tugasnya dilapangan sehingga menimbulkan sikap skeptis yang tinggi pada bukti audit yang diperiksanya. Oleh karena itu, penetapan risiko kecurangan dapat berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor karena, semakin tinggi penetapan risiko kecurangan yang dihadapi auditor maka akan berpengaruh terhadap sikap skeptisisme profesionalnya. Selain itu, tipe kepribadian auditor juga penting diperhatikan dalam melaksanakan tugasnya yang bisa saja mempengaruhi sikap auditor di lapangan dalam mengevaluasi bukti-bukti audit yang ditemukan.
Tipe kepribadian merupakan suatu hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang, bahwa tipe kepribadian ini sebenarnya mempengaruhi auditor dalam melakukan audit, karena tidak semua individu cocok atau mampu menjadi
(50)
seorang auditor. Hal ini dikarenakan auditor yang selalu dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda ketika melakukan audit dilapangan. Dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit dibutuhkan professional judgement yang dimiliki oleh auditor untuk memberikan keyakinan yang memadai, orang yang mampu untuk selalu berusaha melihat sesuatu sebagai sebuah bukti dan mampu memberikan keyakinan yang memadai itu adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertentu. Kepribadian adalah sesuatu yang telah ada di dalam setiap individu masing-masing yang khas dalam menentukan caranya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (Sumadi, 2011). Tipe kepribadian auditor menjadi salah satu faktor yang menentukan sikap yang dimiliki oleh auditor tersebut, termasuk sikap skeptisme yang terdapat pada diri auditor tersebut. Oleh karena itu, tipe kepribadian auditor berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor karena, auditor yang memiliki tipe kepribadian kombinasi NT dan ST akan cenderung memiliki sikap skeptis yang tinggi karena selalu berpikiran masuk akal dan dalam membuat suatu keputusan selalu berdasarkan pada fakta yang ada. Hal itu telah dibuktikan oleh Suzy (2008) dalam penelitiannya yang mangatakan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT merupakan auditor yang memiliki skeptisme profesional yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor tipe kepribadian lainnya.
Skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (SPAP, 2011 SA seksi 230 hal 230). Dalam mengumpulkan bukti-bukti audit auditor harus menunjukan sikap skeptisisme profesionalnya dengan
(51)
memiliki pikiran yang skeptis atau menunjukan perilaku meragukan dan menanyakan kembali secara langsung apabila ada sesuatu yang diragukan dan kurang jelas guna menindak lanjuti keraguan auditor terhadap klien.
Sikap skeptisisme profesional auditor merupakan sikap yang harus dimiliki oleh auditor karena di dalam setiap penugasan audit, seorang auditor dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya sehingga auditor dapat menggunakan kemahiran profesionalnya dan terhindar dari kegagalan audit serta dengan sikap skeptis yang dimiliki auditor maka kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh klien dapat terdeteksi.
Hal ini senada dengan penelitian Maghfirah dan Syahril (2008), bahwa skeptisisme profesional diperlukan oleh seorang auditor untuk menilai kembali kemungkinan kecurangan material. Sikap skeptis seorang auditor dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah faktor psikologikal dan faktor personal (Tuanakotta, 2011). Dalam penelitian ini faktor penetapan risiko kecurangan merupakan faktor yang dilihat dari sisi psikologikal auditor sedangkan tipe kepribadian auditor merupakan faktor personal yang dimiliki oleh auditor. Oleh karena itu, penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor berpengaruh secara bersama-sama terhadap skeptisisme profesional auditor. Dengan sikap skeptisisme yang rendah dari seorang auditor dapat menimbulkan kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh klien. Oleh karena itu diperlukanlah sikap skeptis yang dimiliki oleh auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Rendahnya sikap skeptis yang dimiliki auditor dalam
(52)
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit dapat menurunkan kualitas auditor dalam memberikan opini yang dikeluarkannya.
Dalam penelitian ini penulis menggambarkan suatu kerangka pemikiran untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian terhadap skeptisisme profesional auditor adalah sebagai berikut:
H1
H3
H2
Gambar 2.1 Hubungan Variabel
2.4 Hipotesis
Berdasarkan paparan-paparan diatas mendorong penulis untuk menyusun suatu hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: penetapan risiko kecurangan berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor.
H2: tipe kepribadian berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor.
H3: penetapatan risiko kecurangan dan tipe kepribadian berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor.
Penetapan Risiko Kecurangan
Tipe Kepribadian Auditor
Skeptisisme Profesional Auditor
(53)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014 3.1 Obyek Penelitian
Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Obyek penelitian adalah fenomena atau masalah penelitian yang telah diabstraksi menjadi suatu konsep atau variabel. Obyek penelitian ditemukan melekat pada subyek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006: 118). Obyek penelitian merupakan sasaran dengan tujuan dan kegunaan untuk mendapatkan data tertentu.
Adapun obyek penelitian dalam penelitian ini adalah penetapan risiko kecurangan, tipe kepribadian auditor dan skeptisisme profesional auditor. Penelitian ini dilakukan pada kantor akuntan publik di kota Bandung. Responden dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) yang berada di kota Bandung.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Desain Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian asosiatif dalam melakukan penelitian ini. Menurut Sugiyono (2013:55) menjelaskan bahwa penelitian asosiatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
(54)
Pendekatan yang digunakan dalam mengangkat data yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode survey yang bertujuan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengambil sampel dari populasi yang tersedia. Data primer ini diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun dengan instrumen berupa kuesioner yang disebar pada kantor akuntan publik di Kota Bandung dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari auditor yang bekerja di KAP sebagai responden pada penelitian ini.
3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variabel dengan variabel lainnya. Tanpa opersionalisasi variabel, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar variabel yang masih bersifat konseptual. Menurut Sugiyono (2013:59) mengatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Di dalam penelitian ini variabel-variabel yang terkait harus memiliki hubungan dengan topik yang dibahas. Oleh karena itu, operasionalisasi variabel sangat diperlukan dalam penelitian ini agar di dapat hipotesis dan kesimpulan yang akurat tentang pengaruh penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian
(55)
auditor terhadap skeptisisme profesional auditor. Berikut penjelasan mengenai variabel-variabel dalam penelitian ini:
(56)
a) Variabel Independen (X)
Menurut Sugiyono (2013:59) mendefinisikan variabel independen sebagai variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Adapun variabel independen (variabel X) pada penelitian ini yaitu Penetapan Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian Auditor.
b) Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013:59). Adapun variabel dependen (Variabel Y) pada penelitian ini yaitu Skeptisisme Profesional Auditor.
Operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Nomor
Item
Skala
Penetapan Risiko Kecurangan (X1)
Penetapan risiko kecurangan adalah suatu bentuk cara yang yang dilakukan oleh auditor untuk menilai dan memperoleh bukti audit yang memadai dan nantinya digunakan sebagai acuan untuk mengetahui bagian-bagian apa saja yang memiliki tingkat risiko kecurangan yang tinggi
Arens (2008:437)
1. Komunikasi di antara tim audit
2. Pengajuan pertanyaan kepada manajemen
3. Faktor-faktor risiko
4. Prosedur analitis
5. Pertimbangan auditor atas semua informasi 1,2 3,4 5,6,7 8,9 10,11 Interval
(57)
Tipe Kepribadian Auditor (X2)
Penilaian yang menggunakan Myers-Biggs Type Indicator (MBTI) mengukur preferensi psikologis seseorang mengenai bagaimana persepsinya terhadap dunia dan bagaimana ia membuat keputusan. Tipe kepribadian dengan kombinasi ST dan NT cenderung lebih memiliki sikap skeptis dibanding dengan tipe kombinasi lainnya.
Tuanakotta (2011:98)
1. Extroversion - Introversion
2. Sensing – Intuiting 3. Thinking – Feeling 4. Judging - Perceiving
Nominal
Skeptisisme Profesional Auditor
(Y)
Skeptisme adalah sifat yang ada dalam diri individu auditor, sama dengan sikap keperilakuan lainnya seperti rasa ingin tahu, kehati-hatian, dan extrovert.
Hurtt, Eining dan Plumplee (2008:48)
Karakteristik Skeptisisme Profesional sebagai berikut: 1. Pikiran selalu bertanya (Questioning mind)
2. Suspensi pada penilaian (Suspension on judgement)
3. Pencarian pengetahuan (Search for knowledge)
4.Pemahaman interpersonal (Interpersonal understanding)
5. Percaya Diri (Self confidence)
6. Penentuan sendiri (Self determination) 1,2 3,4 5,6 7,8 9,10 11,12 Interval
(58)
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:115).
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Bandung.
Tabel 3.2 Daftar KAP di Kota Bandung
No. Nama
1 KAP. AF. RACHMAN & SOETJIPTO WS. 2 KAP. DRS. ATANG DJAELANI
3 KAP. DRS. BAMBANG BUDI TRESNO 4 KAP. DRS. DADI MUCHIDIN
5 KAP. DJOEMARMA, WAHYUDIN & REKAN
6 KAP. DRS. GUNAWAN SUDRADJAT
7 KAP. DR. H.E.R. SUHARDJADINATA & REKAN 8 KAP. DRS. JAJAT MARJAT
9 KAP. DRS. JOSEPH MUNTHE, MS. Ak. 10 KAP. KAREL, WIDYARTA
11 KAP. KOESBANDIJAH, BEDDY SAMSI & SETIASIH 12 KAP. DRS. LA MIDJAN & REKAN
13 KAP. DR. MOH. MANSUR SE. MM, Ak 14 KAP. PEDDY HF. DASUKI
15 KAP. RISMAN & ARIFIN 16 KAP. ROEBIANDINI &REKAN 17 KAP. DRS. RONALD HARYANTO 18 KAP. SABAR, CPA
19 KAP. SANUSI, SUPARDI & SOEGIHARTO 20 KAP. SUGIONO POULUS. SE., Ak., MBA
21 KAP. PROF. DR. H. TB HASANUDDIN, MSc &REKAN 22 KAP. DRA. YATI RUHIYATI
23 KAP. ABUBAKAR USMAN & REKAN (CAB)
(1)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada auditor senior dan junior yang bekerja pada KAP di Kota Bandung dan pembahasan mengenai penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini menunjukan hasil sebagai berikut:
1. Penetapan risiko kecurangan berpengaruh signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. Hal tersebut membuktikan bahwa ketika penetapan risiko kecurangan dilakukan dalam setiap pelaksanaan audit di lapangan maka dapat berpengaruh terhadap sikap skeptisisme yang dimiliki oleh auditor.
2. Tipe kepribadian auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. Hal ini disebabkan bahwa ternyata tipe kepribadian ST (Sensing; Thinking) dan NT (Intuition; Thinking) maupun SF (Sensing; Feeling) dan NF (Intuition; Feeling) memiliki sikap yang skeptis dalam melakukan audit di lapangan. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam melakukan audit di lapangan dibuat terlebih dahulu prosedur
(2)
99
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
audit yang mana seorang auditor itu bekerja berdasarkan prosedur audit yang ada, sehingga baik auditor tersebut memiliki tipe kepribadian ST (Sensing; Thinking) dan NT (Intuition; Thinking) maupun SF (Sensing; Feeling) dan NF (Intuition; Feeling) akan tetap memiliki sikap skeptis dalam melakukan audit di lapangan.
3. Penetapan risiko kecurangan dan tipe kepribadian auditor berpengaruh signifikan secara simultan terhadap skeptisisme profesional auditor.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Auditor, berdasarkan gambaran variabel yang telah dibahas pada bab 4 sebaiknya auditor lebih memperhatikan faktor-faktor risiko yang dimiliki klien agar lebih tepat dalam menetapkan risiko kecurangan dalam setiap penugasan audit. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja auditor dalam menggunakan sikap skeptisisme profesionalnya diperlukan peningkatan terkait pemahaman interpersonal dengan tujuan membantu auditor agar lebih mampu dalam memahami bagaimana seseorang berperilaku dan alasan dari seseorang berperilaku.
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk dapat mengembangkan penelitian yang telah dilakukan ini, yaitu dengan menambahkan variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini untuk diteliti dan
(3)
100
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diyakini memiliki pengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor seperti variabel prosedur audit yang berbasis ISA (International Standards on Auditing), pendeteksian kecurangan atau beban kerja. Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti dalam penelitian ini, ada baiknya bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan lebih banyak responden dengan pengalaman yang dimiliki lebih dari dua tahun dimana auditor yang menjadi responden itu mampu untuk memberikan partisipasi yang dapat mempengaruhi hasil dan kesimpulan penelitian.
(4)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Agoes S., (2008). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Arens, A. Alvin, Randal J. Elder & Mark S. Beasley., (2008). Auditing dan Jasa Assurance pendekatan terintegrasi, Buku Satu, Edisi Indonesia, Alih Bahasa: Herman Wibowo, Jakarta: Salemba Empat.
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. (2008). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal.
Hafifah Nasution dan Fitriany. (2012). Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Jakarta.
Imam Ghozali. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.
Khalida Sofia. (2011). Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Auditor. Publikasi Jurusan Pendidikan FPEB Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Luluk Masruroh. (2010). Makalah Logika Saintifik Skeptisisme. Institut Agama Islam Sunan Ampel Fakultas Dakwah Prodi Psikologi, Surabaya.
Maghfirah dan Syahril, (2008). Hubungan Skeptisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Mulyadi. (2009). Auditing. Cetakan ke-6. Jakarta: Salemba Empat.
Payne, Elizabeth A. and Ramsay, Robert J. (2005). “Fraud Risk Assessment and Auditors’ Professional Skepticsm.” Managerial Auditing Journal 20 no. 3:321-330.
Rosihan Yunsri Galaxy. (2013). Fraud Risk Assessment terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Implikasinya Terhadap Prosedur Audit yang Efektif Berbasis Risiko. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.
(5)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suzy Noviyanti. (2008). Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol.5, No.1, 102-125.
Tuanakotta, Theodorus M., (2011). Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Vona Leonard W. (2008). Fraud Risk Assessment: Building A Fraud Audit Program. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc'
Yunieta Anisma dkk., (2011). Faktor yang Mempengaruhi Sikap Skeptisme Profesional Seorang Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Sumatera. Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2:490-497.
Yusuf SLN dan Juntika N. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda. www.bapepam.go.id
www.finance.detik.com www.ppajp.depkeu.go.id
(6)
Ghina Luthfy Nurutami, 2014
Pengaruh Penetapan Risiko Kekurangan dan Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
HASIL UJI ASUMSI KLASIK
UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 51
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,36839312
Most Extreme Differences
Absolute ,079
Positive ,079
Negative -,065
Kolmogorov-Smirnov Z ,564
Asymp. Sig. (2-tailed) ,908
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
UJI HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,241 ,179 1,352 ,183
rata_x1 ,010 ,047 ,032 ,224 ,824
a. Dependent Variable: abs
UJI LINEARITAS
ANOVA Table
Sum of Squares
df Mean
Square
F Sig.
rata_y * rata_x1
Between Groups
(Combined) 14,608 22 ,664 5,494 ,000
Linearity 11,206 1 11,206 92,727 ,000
Deviation from Linearity
3,402 21 ,162 1,340 ,232
Within Groups 3,384 28 ,121