Efek anestesi ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing melalui studi radiografi kontras

EFEK ANESTESI KETAMIN-ACEPROMAZIN TERHADAP
MOTILITAS SALURAN PENCERNAAN KUCING MELALUI STUDI
RADIOGRAFI KONTRAS

RIO ADITYA

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Anastesi
Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran Pencernaan Kucing Melalui
Studi Radiografi Kontras adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Rio Aditya
NIM B04080179

ABSTRAK
RIO ADITYA. Efek Anestesi Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran
Pencernaan Kucing Melalui Studi Radiografi Kontras. Dibimbing oleh DENI
NOVIANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari efek kombinasi
ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing lokal (Felis
catus) melalui studi radiografi kontras. Sampel diambil dari tiga kucing dewasa
jantan dengan bobot badan 2.5-3.5 kg. Radiograf diambil dari dua kelompok
perlakuan yaitu anestesi dan tanpa anestesi. Kombinasi anestesi ketamin 10 mg/kg
BB dan acepromazin 0.075 mg/kg BB diberikan pada kelompok perlakuan
anestesi secara intra muscular. Radiograf diambil dengan selang 5, 30, 60, 120,
dan 180 menit setelah pemberian 12 mg/kg BB bahan kontras barium sulfat
(BaSO4) 30% w/v secara per oral. Pengambilan radiograf dilakukan dengan

standar pandang ventrodorsal dan laterolateral. Data dianalisis secara deskriptif
dengan mengukur laju pergerakan BaSO4 menggunakan pembagian 5 zona ruang
abdomen. Data dibahas secara kuantitatif dengan mengukur amplitudo kontraksi
usus lalu diuji statistik ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kekuatan kontraktilitas pada kelompok perlakuan anastesi dibandingkan kelompok
tanpa anestesi. Laju pergerakan bahan kontras ditemukan lebih lambat pada
perlakuan anestesi. Dapat disimpulkan kombinasi anestesi ketamin-acepromazin
menyebabkan penurunan motilitas pada saluran pencernaan kucing.
Kata kunci: BaSO4, ketamin-acepromazin, motilitas usus, radiografi kontras

ABSTRACT
RIO ADITYA. Effect of Ketamin-Acepromazine on Gastrointestinal Tract
Motility in Cat Using Contrast Radiography Study. Supervised by DENI
NOVIANA.
The purpose of this research was to study ketamine-acepromazine
combination effect on gastrointestinal motility with contrast radiography method.
Three adult male domestic cats with body weight 2.5-3.5 kg were used in this
study. Radiographs were both taken in anesthetized (10 mg/kg BW ketamine and
0.075 mg/kg BW acepromazine) and unanesthetized within 1 week interval.
Radiographs were taken at 5, 30, 60, 120, and 180 minutes after administration of

12 mg/kg BW barium sulphate (30% w/v). Both ventrodorsal and laterolateral
views were used in this study. Data were then visually analyzed by locating transit
time of contrast agent in 5 zone division, and quantitatively by measuring the
contractibility then statistically tested with ANOVA. Results showed lower
contractility in anesthetized group compared to unanesthetized group in both
ventrodorsal and laterolateral view. Transit time was found slower in anesthetized
condition. In conclusion, the findings indicate that ketamine-acepromazine
depress the motility of gastrointestinal.
Keywords: BaSO4, contrast radiography, gastrointestinal motility, ketamineacepromazine

EFEK ANESTESI KETAMIN-ACEPROMAZIN TERHADAP
MOTILITAS SALURAN PENCERNAAN KUCING MELALUI STUDI
RADIOGRAFI KONTRAS

RIO ADITYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi


DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Efek Anestesi Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran
Pencernaan Kucing Melalui Studi Radiografi Kontras
Nama
: Rio Aditya
NIM
: B04080179

Disetujui oleh

Drh Deni Noviana, PhD
Pembimbing

Diketahui oleh


Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan berkah berlimpah bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima
kasih sedalam-dalamnya kepada Drh Deni Noviana, PhD selaku pembimbing
karya ilmiah yang dengan teliti dan sabar mau membimbing penulis dari awal
pencarian judul proposal hingga akhir penulisan skripsi.
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis juga berterima kasih dengan
segala bantuan dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak. Terima kasih
kepada Drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi, Drh Devi dan Drh Sita, staf Bagian
Bedah dan Radiologi serta rekan-rekan satu laboratorium angkatan 45 dan 46 yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Prof Dr Ir Wasmen Manalu selaku pembimbing akademik yang
selalu mendukung dan menyokong penulis dalam 4 tahun ini. Tak terlupa rasa

terima kasih kepada keluarga tersayang yang selalu mendoakan yang terbaik, serta
semua individu dan pribadi di IPB yang telah berkontribusi atas terbentuknya diri
penulis sekarang ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari kekurangan dalam
penulisan karya ilmiah ini dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penelitian selanjutnya. Semoga dengan karya ilmiah ini, tingkat kesadaran
mengenai ilmu feline medicine di Indonesia semakin meningkat, dan teknik
penggunaan diagnostik penunjang radiologi menjadi lebih baik.
Bogor, September 2013

Rio Aditya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Kucing Domestik (Felis catus)
Penggunaan Radiografi Kontras
Radiografi Abdominal
Obat Anestesi
Motilitas Usus
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Pemilihan Sampel dan Pembuatan Suspensi Kontras
Pengambilan Radiograf dan Pewarnaan Kontras
Pencucian Film
Analisis Sampel
Variabel yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Amplitudo Kontraksi Usus
Laju Pergerakan BaSO4
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
1
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5

5
6
6
8
8
8
8
9
14
15
15
15
16
18

DAFTAR TABEL
1 Waktu transit BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing
2 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketaminacepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf
dengan standar pandang laterolateral
3 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketaminacepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf

dengan standar pandang ventrodorsal
4 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan
anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang laterolateral
5 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan
anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang ventrodorsal

4

8

9
11
14

DAFTAR GAMBAR
1 Skema anatomi lambung dan usus halus kucing dengan standar pandang
laterolateral (A) dan ventrodorsal (B)
2 Skema anatomi usus besar kucing dengan standar pandang lateral (A)
dan ventrodorsal (B)
3 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa anestesi

dengan standar pandang laterolateral
4 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan
anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang laterolateral
5 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa anestesi
dengan standar pandang ventrodorsal
6 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan
anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang ventrodorsal

7
7
10
11
12
13

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kucing merupakan hewan peliharaan yang populer di Indonesia, selain
hewan lainnya seperti anjing, burung, dan hewan eksotik (Purwantoro 2010).
Ranah ilmu feline medicine telah berkembang dramatis selama dekade terakhir.
Walau kucing menjadi hewan peliharaan yang semakin umum dijumpai, tetapi
masih sedikit informasi yang tersedia terhadap anatomi dan sistem fisiologis
kucing (Rodan 2010). Dalam praktik hewan kecil, seringkali ditemukan kasus
mengenai kelainan motilitas saluran pencernaan. Perkembangan ilmu medis saat
ini telah sampai pada scintigraphy, yang menghitung waktu pengosongan
lambung dengan mendeteksi pergerakan jumlah bahan radioaktif dalam lambung
(Lee 2013). Akan tetapi, alat scintigraphy belum umum digunakan dalam
kedokteran hewan Indonesia saat ini. Penggunaan Computed Tomography (CT)
Scan dan juga Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan informasi
yang sama, akan tetapi keterbatasan dengan harga alat dan juga biaya menjadikan
CT Scan dan MRI belum umum digunakan di Indonesia (Choi et al 2012).
Penggunaan radiografi (sinar X) kontras merupakan alternatif dalam
memberikan informasi kualitatif waktu transit usus (Morgan 2008). Barium sulfat
(BaSO4) merupakan bahan kontras gastrointestinal (GI) paling umum yang selain
mudah didapat, juga melapisi mukosa GI dengan baik (Hoskins 2009). Saat ini,
BaSO4 tidak hanya digunakan dalam radiografi, tetapi juga untuk fluoroskopi dan
CT Scan. Bentuk bahan kontras bermacam-macam dengan berbagai konsistensi,
misalkan berbentuk cair, gel, atau seperti puding dengan beragam rasa. BaSO4
dapat menyebabkan gangguan fungsi pernafasan apabila teraspirasi atau
peradangan lokal apabila terjadi kebocoran organ pencernaan. Walaupun
demikian, BaSO4 masih digunakan karena harga yang terjangkau (Harris 2013).
Agen anestesi yang umum digunakan dalam dunia kedokteran hewan
adalah ketamin HCl. Sebagai sediaan anestesi, ketamin dikombinasikan dengan
sediaan yang lain untuk meminimalisir kecenderungan kekejangan yang
disebabkan oleh ketamin (Demirkan et al. 2002). Acepromazin (ACP) merupakan
contoh dari sediaan phenothiazin yang sering digunakan sebagai premedikasi pada
banyak pasien (Atalan et al. 2002). Hingga saat ini, belum terdapat penelitian
yang membahas efek dari kombinasi ketamin-acepromazin sebagai anestesi
terhadap motilitas saluran pencernaan pada kucing lokal dengan pendekatan studi
radiografi kontras.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mempelajari efek kombinasi
anestesi ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing lokal
(Felis catus) melalui studi radiografi kontras.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil melalui penelitian ini adalah menambah data
interpretasi radiografi hewan lokal Indonesia khususnya kucing yang banyak
menjadi pasien dalam dunia praktisi hewan kecil. Penelitian ini juga memberikan
gambaran efek anestesi kombinasi ketamin-acepromazin pada kucing. Hasil yang
diperoleh diharapkan dapat berguna untuk menjadi data pendukung untuk
radiografi kucing lokal dalam meningkatkan kualitas diagnosa dokter hewan
praktisi hewan kecil serta menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA
Kucing Domestik (Felis catus)
Menurut Fitzwater (1994), kucing domestik berukuran kecil, memiliki
berat 1.4 sampai 3.6 kg dan tinggi sampai bahu sekitar 35.5 sampai 61 cm. Warna
dapat bervariasi dari hitam, putih sampai jingga dan kombinasi diantaranya.
Pada kondisi normal, seekor kucing memiliki temperatur tubuh 37.839.2 °C, pulsus jantung 120-240 kali per menit, dan respirasi 20-30 kali per menit.
Kondisi tersebut dalam kondisi istirahat, di mana temperatur lingkungan dan
kelembaban normal, dan terdapat ventilasi yang cukup (Radostits 2000).

Penggunaan Radiografi Kontras
Sinar X memberikan pencitraan pada organ seperti paru-paru, jantung,
obstruksi intestinal, fraktura, dan lainnya. Densitas jaringan yang berbeda
menghasilkan opasitas berbeda. Struktur berdekatan sulit diidentifikasi apabila
memiliki tingkat opasitas sama. Suatu struktur yang dikelilingi oleh material
radiopaque, akan terlihat relatif radiolucent dan sebaliknya (Kealy et al. 2011).
Media kontras adalah penunjang diagnosa berbentuk substansi yang
dimasukkan dalam tubuh untuk mempertegas struktur yang kurang terlihat dengan
radiografi biasa. Agen kontras dapat bersifat positif maupun negatif. Barium sulfat
adalah agen kontras positif berbentuk suspensi (Kealy et al. 2011). Barium
bersifat inert, memiliki palatabilitas namun tidak memiliki potensi osmotik
sehingga tidak menyerap atau menyebabkan perubahan kadar air, dan baik dalam
melapisi mukosa. BaSO4 dapat dicampur dengan makanan untuk studi esofagus
dan faring. BaSO4 dipergunakan hanya untuk studi gastrointestinal dan hanya
diberikan per oral atau per rectal.
BaSO4 memiliki kontraindikasi mutlak terhadap sistem urinari, neurologi
dan vaskuler (McConnell 2009). Sifat inert BaSO4 akan bertahan dalam tubuh
sehingga apabila terjadi kebocoran ke dalam rongga toraks atau abdominal dapat
menyebabkan reaksi granulomatous. Media kontras iodin disarankan apabila
dicurigai perforasi. Aspirasi BaSO4 dapat pula terjadi pada hewan yang sulit
dalam menelan. Derajat keparahan tergantung pada volume yang teraspirasi, akan
tetapi mayoritas komplikasi yang terjadi lebih berasal dari aspirasi isi lambung
dibandingkan BaSO4. Pada reptil, BaSO4 dapat mengeras pada usus besar yang

3
dapat mengakibatkan obstruksi, namun sangat jarang pada anjing dan kucing
(McConnell 2009).

Radiografi Abdominal
Visualisasi abdomen bergantung pada faktor seperti perbedaan opasitas,
jumlah lemak abdomen, dan isi organ abdominal seperti udara atau gas pada
lambung yang dapat mempertegas hasil radiografi. Semua organ intraabdominal
memiliki opasitas jaringan lunak atau cairan, sehingga perbedaan yang tidak nyata
menyebabkan gangguan fungsional jarang terdeteksi dengan radiografi biasa.
Untuk memberikan detail pada abdomen, prosedur kontras dan ultrasonografi
umum dibutuhkan (Kealy et al. 2011). Pasien harus urinasi, defekasi lalu
dipuasakan 12-24 jam sebelum pengambilan radiograf untuk mereduksi ukuran
traktus gastrointestinal dan kantung kemih, serta mengurangi superimposition dari
viscera abdominalis (McConnell 2009). Posisi standar yang digunakan adalah
posisi laterolateral dan ventrodorsal. Posisi dorsoventral tidak umum digunakan
karena sternum akan menekan dan mengubah posisi organ. Untuk posisi
laterolateral, kaki belakang perlu ditarik ke kaudal untuk mencegah otot paha
menumpuk dengan bagian kaudal abdomen (Kealy et al. 2011).
Menurut Thrall (2002), lambung terletak kaudal dari hati dan kranial dari
kolon transversal. Axis dari lambung sejajar dengan tulang rusuk dalam posisi
laterolateral. Pilorus pada kucing umumnya terletak di garis tengah atau sedikit
lebih ke kiri. Ukuran lambung bervariasi tergantung isi dari lambung tersebut.
Pola gas dan cairan dalam lambung dapat dipengaruhi posisi pasien. Posisi
berbaring kanan mengakibatkan gas menuju bagian kardia dan fundus, sedangkan
posisi ventrodorsal menyebabkan gas berada di badan dan antrum pilorus. Usus
halus mengisi abdomen bagian tengah. Pada kucing, sekum berukuran kecil dan
biasanya tidak terlihat. Kolon ascenden terdapat di bagian kanan garis tengah, dan
pada fleksura hepatika berbelok ke kiri melewati garis tengah. Kolon berbelok ke
kaudal di fleksura empedu menuju kanal pelvis dan berubah nama menjadi rektum.

Obat Anestesi
Pada mayoritas studi radiografi abdominal pasien direkomendasikan untuk
disedasi, walaupun pada hewan sakit dapat dilakukan tanpa restrain kimiawi.
Penggunaan anestesi berbasis opioid seperti fentonyl dan midazolam menurunkan
motilitas usus pada manusia (Freye & Knufermann 1994). Acepromazin pada
dosis rendah memiliki efek minimal terhadap motilitas gastrointestinal sehingga
pada kucing kombinasi ketamin-diazepam atau ketamin-acepromazin dapat
digunakan (McConnell 2009). Ketamin menghasilkan efek stimulasi pada saraf
simpatis yang bekerja berlawanan dengan efek depresan dari sediaan anestesi lain
yang digunakan (Demirkan et al. 2002). Acepromazin memiliki efek spasmolitik
pada otot polos walaupun tidak terlalu signifikan, dan dapat meningkatkan waktu
transit gastrointestinal. Efek dari acepromazin berbeda-beda tergantung dari jenis
dan spesies hewan. Kucing relatif lebih resisten dan membutuhkan dosis yang
lebih tinggi untuk mendapatkan efek sedasi yang sesuai (Welsh 2009).

4
Menurut Thrall (2002), penggunaan obat sedasi sebaiknya dihindari karena
sebagian besar penggunaanya berefek pada motilitas gastrointestinal. Akan tetapi
di antara berbagai jenis anestesi, kombinasi ketamin-diazepam menyebabkan efek
minimum pada motilitas. Menurut Fass et al. (1995), ketamin tidak meningkatkan
waktu pengosongan lambung. Uji tersebut dilakukan pada anjing dengan dosis
ketamin bertingkat 0.3 mg/kg sampai 30 mg/kg dan diamati melalui manometer
perfusi. Walaupun terdapat variasi ekstrim dari waktu transit per individu, tabel
waktu transit dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Waktu transit BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing
Waktu

Struktur yang terlihat

Langsung

Lambung

5 menit

Lambung, duodenum

30 menit

Seluruh bagian usus halus

1 jam

Usus halus dan kolon.

Sumber: Thrall (2002)

Motilitas Usus
Pergerakan usus besar bersifat lambat dan terdiri dari haustral
contractions dan mass movements. Houstral contractions (kontraksi haustral)
yang merupakan kombinasi kontraksi segmental dari lapisan sirkuler dan
longitudinal otot polos, menghasilkan akumulasi pada segmen yang tidak
terstimulasi. Aktivitas usus besar dapat diinhibisi dari reflek peritoneointestinal
dan somatointestinal (Stephen & Edward 2004).
Setelah pemberian BaSO4, pengosongan lambung seharusnya sudah
dimulai pada 15 menit pertama pada sebagian besar pasien. Dalam gastrografi
dengan BaSO4, secara general lambung menjadi kosong dalam waktu 1-4 jam
pada anjing (Thrall 2002). Pada kucing, dibutuhkan waktu 80-100 menit untuk
80% pengosongan pada lambung (Gould 1990). Laju pengosongan lambung
adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti volume isi,
berbagai mekanisme refleks, medikasi tertentu, dan tipe dari media kontras yang
digunakan. Volume lumen yang meningkat mempercepat laju pengosongan
lambung, sehingga dosis dari media kontras harus disamakan. Dosis rendah dapat
memperlambat waktu pengosongan lambung, serta dapat menyebabkan diagnosis
false-positive obstruksi pilorus (Thrall 2002).
Faktor psikologis dan penyakit pada pilorus juga dapat menyebabkan
keterlambatan. Sekresi dari central corticotrophin releasing-factor (CRF) yang
terjadi saat hewan stress juga menginduksi penurunan motilitas usus halus dan
peningkatan gerakan propulsi kolon (Tache 2004).

5

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai dari bulan Januari sampai
dengan Maret 2012. Radiograf diambil dari 3 ekor kucing lokal yang dipelihara di
kandang Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Pengambilan gambar dan interpretasi hasil radiografi dilakukan di Laboratorium
Radiografi Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik Reproduksi dan
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, termometer,
stetoskop, alat pengukur waktu, tabung Erlenmeyer, esophagotube, syringe 20 mL,
mesin sinar-x unit portable, lampu illuminator, apron, kaset film, tempat
penyimpanan film, holder/frame, marker, processing machine (mesin pencucian)
manual, pengering, kamera, program MacBiophotonic ImageJ dari McMaster
Biophotonics Facility, Kanada.
Bahan yang digunakan adalah sediaan anthelmintik praziquantel-pyrantelfebantel, suspensi BaSO4 30% w/v (weight/volume), sediaan pre-anestesi atropin
sulfat, sediaan ketamin HCl 10%, sediaan acepromazin maleat 1.5%, film, larutan
developer (hidroquinon dan sodium carbonat), larutan fixer (garam ammonium
thiosulfat), dan larutan washer (air keran).

Pemilihan Sampel dan Pembuatan Suspensi Kontras
Sampel yang dipakai adalah 3 ekor kucing lokal dewasa berjenis kelamin
jantan dengan berat antara 2.5-3.5 kg. Aklimatisasi dilakukan dengan pemberian
antelmintik dan dikondisikan dalam kandang selama 2 minggu. Selama
pemeliharaan, kucing diberi makan dry cat food 2 kali sehari dan air secara ad
libitum. Kucing kemudian dipuasakan selama 24 jam sebelum dilakukan
pengambilan radiograf dengan tetap diberikan minum secara ad libitum.
Pembuatan suspensi kontras BaSO4 30% w/v (weight/volume) dilakukan
dengan mencampurkan 30 gram serbuk BaSO4 dengan 100 mL air di dalam
tabung erlemeyer.

Pengambilan Radiograf dan Studi Kontras
Radiograf diambil dalam dua kelompok perlakuan, anestesi dan tanpa
anestesi. Pengambilan radiografi setiap kelompok diberi jeda selama 7 hari. Preanestesi atropin sulfat diberikan dengan dosis 0.02 mg/kg BB SC sebelum
dilakukan pembiusan. Obat bius yang dipakai adalah ketamin dengan dosis 10
mg/kg BB IM dan acepromazin dengan dosis 0.075 mg/kg BB IM (Lukasik 1999).

6
Studi kontras dilakukan dengan memasukkan esophagotube sampai
kerongkongan dilanjutkan pemberian suspensi BaSO4 dengan dosis 12 mL/kg BB
PO menggunakan syringe 20 mL (McConnell 2009). Esophagotube kemudian
dibilas dengan memasukkan air dan udara yang bertujuan untuk mencegah adanya
suspensi BaSO4 yang teraspirasi. Posisi pengambilan radiograf bagian abdomen
dilakukan pada posisi laterolateral dan ventrodorsal dengan 2 jari setelah rusuk
terakhir sebagai titik pusat. Pengambilan radiograf pada posisi laterolateral dan
ventrodorsal pada selang menit ke-5, 30, 60, 120 dan 180 setelah pemberian
kontras dengan FFD (focal spot film distance) 100 cm dan nilai kVp (kilovoltage
peak) serta mAs (milliamperage second) yang disesuaikan sesuai tebal jaringan
(Thomas 2002).

Pencucian film
Film dicuci secara manual. Film yang telah digantung pada holder
dimasukkan ke dalam larutan developer dengan suhu 15-27 °C selama 3-5 menit,
Film kemudian dibilas di dalam larutan rinser untuk membersihkan film dari sisa
larutan developer. Film kemudian dimasukkan ke dalam larutan fixer dengan
waktu 2 kali waktu pencucian pada larutan developer. Film kemudian dicuci
selama 30-40 menit dalam larutan washer dan selanjutnya film dikeringkan.

Analisis Sampel
Radiograf yang dianalisis digantung pada illuminator dengan posisi kepala
menghadap ke kiri pada hasil radiografi laterolateral. Cahaya ruangan kemudian
dimatikan dan pengamatan difokuskan pada daerah abdomen. Analisis radiograf
dimulai dengan pencatatan tanggal pengambilan radiograf dan keterangan lain
yang menunjang seperti nama sampel, kVp (kilovolt peak), mAs (milliampere
second), kondisi perlakuan, dan waktu pengambilan.
Radiograf diubah menjadi bentuk digital dengan kamera beresolusi tinggi
untuk dilakukan pengamatan lanjutan. Pengamatan efek anestesi terhadap
motilitas usus secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur selisih dari kedua
diameter usus (amplitudo). Data diameter diambil pada daerah di mana gerakan
segmentasi usus berhasil digambarkan dengan radiografi kontras. Pengukuran
diameter usus menggunakan program MacBiophotonic ImageJ. Pengambilan
diameter dilakukan 3 kali dengan lokasi yang berbeda pada usus halus yang
berada di zona 3 pada kedua standar pandang. Hasil kedua kelompok perlakuan
dianalisis menggunakan uji ANOVA serta uji lanjutan Duncan.
Pengamatan deskriptif dilakukan dengan mengukur derajat opasitas dan
laju pergerakan BaSO4, melalui penentuan posisi bahan kontras dalam organ
pencernaan sesuai dengan 5 zona posisi anatomi traktus gastrointestinal kucing
yang ditunjukkan dengan angka 1-5 pada Gambar 2 dan Gambar 3 menurut Thrall
(2002). Lambung berada dalam zona 1 dan 2 pada kedua standar pandang serta
caudal dari titik acuan os vertebrae thoracalis ke-11 pada standar pandang
ventrodorsal (Gambar 2B). Usus halus terletak pada ruang tengah abdomen bagian
ventral dari os vertebrae lumbalis ke-3 pada standar pandang laterolateral

7
(Gambar 2A). Usus halus mengisi zona 3 dan 4 pada kedua standar pandang, dan
sebagian zona 5 pada standar pandang laterolateral. Zona 5 pada standar pandang
laterolateral diabaikan untuk menyamakan jumlah zona yang dijadikan acuan pada
kedua standar pandang. Pada Gambar 3A, usus besar terletak pada zona 3 dan 4,
sedangkan dalam posisi ventrodorsal (Gambar 3B), usus besar terlihat mengisi
zona 3 dan 4 dengan bentuk khas seperti kait.

Gambar 1 Skema anatomi lambung dan usus halus kucing dengan standar pandang
laterolateral (A) dan ventrodorsal (B). 1, zona 1; 2, zona 2; 3, zona 3; 4,
zona 4; 5, zona 5; D, duodenum; S/St, lambung; Py, pilorus; T11, os
vertebrae thoracalis ke 11; L1, os lumbalis pertama; L3, os lumbalis ke 3.
(Sumber: Thrall 2002)

Gambar 2 Skema anatomi usus besar kucing dengan standar pandang laterolateral
(A) dan ventrodorsal (B). 1, zona 1; 2, zona 2; 3, zona 3; 4, zona 4; 5,
zona 5; L1, os lumbalis pertama, St, lambung; C, kolon.
(Sumber: Thrall 2002)

8
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah waktu transit BaSO4
serta ukuran amplitudo kontraksi usus. Variabel ini diamati saat perlakuan tanpa
anestesi dan anestesi pada 5, 30, 60, 120, 180 menit pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari penelitian ini disajikan dalam dua parameter yaitu pengukuran
amplitudo kontraksi usus serta gambaran laju BaSO4 melalui penilaian derajat
opasitas dan posisi BaSO4 dalam interpretasi radiografi abdomen pada posisi
laterolateral dan ventrodorsal.

Amplitudo Kontraksi Usus
Kekuatan kontraksi usus menjadi faktor penentu pergerakan materi dalam
usus. Penyajian hasil data dibagi menjadi dua tabel dengan standar pandang
laterolateral dan ventrodorsal. Diameter a merupakan ukuran minimum diameter
usus halus saat gerakan peristaltik, di mana usus berkontraksi secara maksimum.
Diameter b adalah ukuran maksimum diameter usus, saat otot polos usus
berelaksasi. Amplitudo yang merupakan jarak maksimum antara satu gelombang
peristaltik tersebut, didapatkan dengan selisih diameter a dan b.

Tabel 2 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketaminacepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf
dengan standar pandang laterolateral
Waktu
(menit)

60
120
180
Ratarata

Tanpa anestesi

Anestesi

Diameter
a (mm)

Diameter
b (mm)

Amplitudo
(mm)

Diameter
a (mm)

Diameter
b (mm)

Amplitudo
(mm)

4.23±1.50
3.33±1.65
3.81±0.95

7.70±2.43
7.13±2.24
8.81±4.59

3.47±0.99 ax 2.60±1.26
3.80±1.33 ax 5.29±2.07
5.00±4.11 ax 3.52±1.07

4.74±1.56
7.08±3.67
5.03±2.39

2.14±0.47 ax
2.72±0.68 bx
2.26±0.50 abx

3.59±1.27

7.52±2.88

3.83±2.34

5.43±3.08

2.12±0.84

3.74±2.15

Diameter a, diameter saat usus kontraksi; diameter b, diameter saat usus relaksasi; amplitudo,
selisih diameter a dan b. Huruf superscript (a, b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan
perbedaan nyata (p