Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KULIT KAYU
MINDI (Melia azedarach Linn.) TERHADAP RAYAP TANAH
Coptotermes curvignathus Holmgren

ROMI IRKA PUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Anti Rayap Zat
Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Romi Irka Putra
NIM E24090015

ABSTRAK
ROMI IRKA PUTRA. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia
azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren.
Dibimbing oleh WASRIN SYAFII
Melia azedarach Linn. yang dikenal dengan nama mindi adalah pohon cepat
tumbuh yang banyak ditanam saat ini untuk kebutuhan bahan baku industri kayu.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh kadar zat ekstraktif kulit kayu mindi dan
mengetahui sifat bioaktivitasnya terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren serta mengidentifikasi kandungan senyawa bioaktifnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan zat ekstraktif kulit mindi sebesar
7.54%. Ekstrak asetonnya difraksinasi bertingkat dengan pelarut n-heksan, etil
eter, dan etil asetat. Uji sifat anti rayap menunjukkan bahwa semua fraksi (nheksan, etil eter, etil asetat, dan residu) memiliki sifat anti rayap dengan fraksi
teraktifnya adalah fraksi etil asetat. Persentase mortalitas fraksi etil asetat ini
mencapai 100% pada konsentrasi 6%, 8%, dan 10% serta kehilangan berat kertas

uji terendah sebesar 6.3% pada konsentrasi 10%. Berdasarkan analisis Pyrolysis
Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS) diketahui bahwa ada 6
komponen utama yang terdapat dalam fraksi etil asetat, yaitu pirokatekol, asam
asetat, katekol, dioktil ftalat, asam palmitat, sitosterol, dan kelompok asam lainnya
seperti asam karbonat, asam sinamat, dan asam miristat.
Kata kunci: Coptotermes curvignathus Holmgren, ekstraktif, Melia azedarach
Linn., sifat anti rayap

ABSTRACT
ROMI IRKA PUTRA. Anti-termite Properties of Melia azedarach Linn. Bark
Extractives against Subterranean Termite Coptotermes curvignathus Holmgren.
Supervised by WASRIN SYAFII
Melia azedarach Linn. known as mindi in Indonesia is fast growing
species which widely planted for raw material of wood-based industries. The
objectives of this research are to obtain extractives content of mindi’s bark, to
determine it’s bioactivity against subterranean termite Coptotermes curvignathus
Holmgren, and to identify bioactive components of the fraction. The result
showed that acetone extract from bark of mindi was 7.54%. The acetone extract
was then successively fractionated with n-hexane, ethyl-eter and ethyl-acetate
solvents. All fraction showed anti-termite properties against Coptotermes

curvignathus Holmgren and ethyl-acetate fraction showed the highest anti-termite
properties. The mortality reached 100% at concentration of 6%, 8%, and 10% and
lowest weight loss was 6.3% at concentration of 10%. Based on the Pyrolysis Gas
Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS) analysis, there were 6 main
components contained in the ethyl-acetate fraction, i.e: pyrocatechol, acetic acid,
cathecol, dioctyl phthalate, palmitic acid, sitosterol, and other acid group
(carbonic acid, cinnamic acid, myristic acid).
Keywords: anti-termite properties, Coptotermes
extractives, Melia azedarach Linn.

curvignathus

Holmgren,

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KULIT KAYU
MINDI (Melia azedarach Linn.) TERHADAP RAYAP TANAH
Coptotermes curvignathus Holmgren

ROMI IRKA PUTRA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia
azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren
: Romi Irka Putra
Nama
NIM
: E24090015


Disetujui oleh

Prof Dr IT WasTin Syafii, MAgr
Pembimbing

Tanggal Lulus:

o3 nEC 20\3

Judul Skripsi : Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia
azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren
Nama
: Romi Irka Putra
NIM
: E24090015

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah sifat
anti rayap, dengan judul Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia
azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Wasrin Syafii,
MAgr selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Supriyatin dan Bapak Gunawan selaku staf Laboratorium Kimia
Hasil Hutan Fahutan IPB, dan Ibu Rusty Rushelia, BSc dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga
dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Romi Irka Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2


Bahan dan Alat

2

Persiapan Bahan Baku

3

Proses Ekstraksi dan Fraksinasi

3

Penentuan Kadar Zat Ekstraktif

4

Persiapan Uji Anti Rayap

4


Pengujian Sifat Anti Rayap

5

Mortalitas Rayap

5

Kehilangan Berat Kertas Uji

6

Analisis Komponen Kimia

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7


Kadar Zat Ekstraktif

7

Mortalitas Rayap

8

Kehilangan Berat Kertas Uji

10

Analisis Komponen Kimia

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Kadar zat ekstraktif dan hasil fraksinasi ekstrak aseton kulit kayu mindi
(M. azedarach) (% berdasarkan berat kering oven)
2 Mortalitas rata-rata rayap tanah C. curvignathus setelah pengumpanan
selama 21 hari pada kertas uji yang mengandung ekstrak kulit mindi
(%)
3 Kehilangan berat kertas uji selulosa setelah pengumpanan selama 21
hari terhadap rayap tanah C. curvignathus (%)
4 Senyawa dominan dalam fraksi terlarut etil asetat ekstrak kulit kayu
mindi

7

8
10
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Proses ekstraksi dan fraksinasi bertingkat
Metode pengumpanan kertas uji
Ekstrak aseton kulit mindi dan fraksi terlarutnya
Mortalitas rata-rata rayap tanah C. curvignathus pada beberapa
tingkatan konsentrasi
5 Kehilangan berat kertas uji selulosa setelah pengumpanan terhadap
rayap tanah C. curvignathus pada beberapa tingkatan konsentrasi
6 Kertas uji setelah pegumpanan terhadap rayap tanah selama 21 hari

4
5
7
8
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis Pyr-GCMS fraksi etil asetat ekstrak aseton kulit kayu
mindi (M. azedarach)

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keawetan alami kayu merupakan ketahanan kayu secara alamiah terhadap
serangan organisme perusak seperti jamur dan serangga. Sifat ini penting bagi
kayu karena dapat menentukan umur pakai dari kayu tersebut. Menurut Sumarni
dan Muslich (2004), umur pakai kayu menentukan manfaat kayu tersebut karena
kayu yang kuat sekalipun akan berkurang manfaatnya apabila umur pakainya
pendek. Menurut Tsoumis (1991), keawetan kayu secara alami ditentukan oleh
jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak
kayu yang terdapat di dalam kayu seperti tanin, alkaloid, saponin, fenol, kuinon
dan damar. Rowell (2005) juga menyatakan bahwa zat ekstraktif bertanggung
jawab terhadap warna, bau, dan keawetan kayu.
Salah satu organisme perusak kayu yang sangat berbahaya adalah rayap
tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Menurut Nandika et al. (2003),
intensitas serangan dan kerusakan pada bangunan gedung akibat serangan rayap di
berbagai daerah sangat besar. Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan
perumahan di kota-kota besar mencapai 70%. Bahkan, lebih dari dua puluh tahun
terakhir ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan
bangunan yang paling mengganggu di Indonesia. Potensi kerugian ekonomis
akibat serangan rayap pada perumahan di Indonesia mencapai 1.67 trilyun rupiah
(Rakhmawati 1996), bahkan pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 2.80 trilyun
rupiah (Nandika et al. 2003).
Saat ini, pengendalian serangan rayap kebanyakan menggunakan bahan
kimia. Akan tetapi, penggunaan bahan kimia ini cenderung menimbulkan masalah
terhadap kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, perlu diupayakan mencari
bahan alternatif yang lebih aman terhadap lingkungan (biodegradable) dan mudah
terbaharui (renewable), salah satunya adalah bahan yang berasal dari tumbuhan
atau pohon.
Tarmadi et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak daun dan kulit bintaro
(Carbera odollam Gaertn) serta daun kecubung (Brugmansia candida Pers)
memiliki senyawa bioaktif yang dapat meningkatkan mortalitas rayap tanah.
Selain itu, Djenontin et al. (2012) menyatakan bahwa ekstrak biji mimba
(Azadirachta indica) memiliki senyawa bioaktif yang bersifat anti rayap . Ekstrak
kayu laban (Vitex pubescens Vahl.) juga dilaporkan memiliki senyawa bioaktif
yang berperan sebagai anti rayap (Oramahi dan Yoshimura 2013). Selain itu,
ekstrak kulit pohon mimosa (Acacia mollissima) yang mengandung senyawa pcumaric acid dan katekol, serta quebracho (Shinopsis lorentzii) yang mengandung
senyawa rutin dan asam galat dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu
ramah lingkungan untuk mencegah serangan rayap Reticulitermes grassei
Clement (Tascioglu et al. 2012)
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih
besar dibandingkan kayu. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurdyana (2012) yang
menyatakan bahwa kadar ekstraktif kulit mindi (Melia azedarach Linn.) lebih
besar dibanding kayunya yaitu 6.65% untuk kulit, 1.54% kayu gubal, dan 1.52%
kayu teras. Salah satu komponen kimia mindi yang bersifat toksik terhadap

2
serangga dan hewan adalah azadirachtin. Selain itu, juga terdapat komponen
kimia seperti meliantriol dan gedunin (Azam et al. 2013).
Febrina (2009) melaporkan bahwa ekstrak tumbuhan mindi yang
disemprotkan pada daun tembakau menyebabkan peningkatan mortalitas pada
larva Spodoptera litura Fab. dan menurunkan kerusakan daun tersebut oleh larva.
Selain itu, Nurdyana (2012) menyatakan bahwa ekstrak bagian kayu teras pohon
mindi memiliki sifat antioksidan yang tinggi, bahkan melebihi antioksidan
vitamin C. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, diduga ekstraktif kulit kayu mindi
berpotensi mengandung senyawa bioaktif yang memiliki toksisitas terhadap
organisme perusak seperti rayap. Sehingga, perlu dilakukan penelitian terhadap
potensi ekstraktif kulit kayu mindi sebagai anti rayap.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kadar zat ekstraktif kulit kayu
mindi yang diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut aseton dan fraksinasi dengan
pelarut n-heksan, etil eter, dan etil asetat serta menguji aktifitas masing-masing
fraksi ekstrak tersebut terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus dan
kehilangan berat kertas uji. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
mengidentifikasi komponen kimia fraksi teraktif dari ekstrak kulit mindi.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi kulit
kayu mindi yang selama ini menjadi limbah sebagai bahan pengawet kayu
alternatif yang ramah lingkungan, bersifat renewable dan biodegradable. Hal ini
dapat memberikan kontribusi terhadap efisiensi pemanfaatan pohon secara
menyeluruh atau the whole tree utilization.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini meliputi proses ekstraksi dan fraksinasi bertingkat kulit kayu
mindi (M. azedarach) yang dilanjutkan dengan pengujian terhadap rayap tanah
menggunakan sampel uji berupa kertas selulosa. Pengujian komponen kimia
fraksi teraktif menggunakan metode Pyrolysis Gas Chromatography Mass
Spectrometry (Pyr-GCMS). Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai
September 2013 yang berlokasi di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan
dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pohon mindi
berumur ± 6 tahun yang berasal dari daerah Bogor. Pelarut yang digunakan adalah
aseton, n-heksan, etil eter, dan etil asetat dengan kualifikasi bahan teknis. Bahanbahan lain yang digunakan antara lain: aquades, alkohol 96%, media pasir, dental
cement atau gip, kertas saring, kertas selulosa, dan rayap tanah C. curvignathus.

3
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah willey mill, mesh screen
ukuran 40-60 mesh, rotary vacuum evaporator, oven, funnel separator, PyrGCMS QP2010 Shimadzu, erlenmeyer, gelas piala, petridish, timbangan, cup
(wadah) pengumpanan, dan desikator.
Persiapan Bahan Baku
Kulit kayu mindi segar dipotong-potong menjadi serpihan kecil, kemudian
dikeringudarakan selama beberapa hari sampai kadar air ± 15%. Serpihan kulit
kayu mindi yang telah kering digiling menggunakan willey mill dan disaring
menggunakan mesh screen sehingga diperoleh serbuk berukuran 40-60 mesh.
Setelah itu, diukur kadar air serbuk.
Proses Ekstraksi dan Fraksinasi
Serbuk kulit kayu mindi sebanyak ± 2000 g yang telah dikeringudarakan
diekstrak dengan pelarut aseton dalam toples besar yang ditutup rapat.
Penambahan pelarut aseton dilakukan sedikit demi sedikit hingga seluruh serbuk
terendam dengan perbandingan tinggi serbuk dan pelarut 1 : 3. Pengadukan
dilakukan dengan menggunakan spatula dan setelah itu disimpan selama 48 jam.
Kemudian larutan ekstrak disaring ke botol lain dan ekstraksi dilakukan secara
berulang kali sehingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih.
Ekstrak aseton yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator pada suhu 30-40 oC dan tekanan 400 mmHg untuk memisahkan
pelarut dan ekstrak pekat sampai volume menjadi 1 L. Kemudian larutan tersebut
diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam petridish yang telah diketahui
berat kering tanurnya. Kemudian larutan ekstrak tersebut dikeringkan
menggunakan oven pada suhu ± 40-60 oC sampai beratnya konstan. Ekstrak
kering tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering ekstrak aseton yang diperoleh.
Ekstrak aseton yang tersisa dievaporasi sehingga volumenya menjadi 100
mL. Ekstrak aseton ini difraksinasi secara berturut-turut dengan n-heksan, etil eter,
dan etil asetat. Fraksinasi yang dilakukan adalah dengan memasukkan larutan
yang telah kental ke dalam funnel separator, kemudian tambahkan pelarut nheksan sebanyak 75 mL serta aquades sebanyak 20 mL. Campuran ini dikocok
dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksan dipisahkan dari
residu lalu dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dengan nheksan ini dilakukan berulang-ulang hingga fraksi pelarut berwarna jernih.
Residu dari hasil fraksinasi dengan n-heksan selanjutnya ditambahkan
dengan pelarut etil eter sebanyak 75 mL. Campuran ini dikocok dan didiamkan
sehingga terjadi pemisahan dan kemudian fraksi terlarutnya dipisahkan dari residu
dan disimpan dalam botol tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan hingga diperoleh
fraksi pelarut etil eter berwarna jernih.
Hal yang sama dilakukan terhadap residu dari fraksinasi etil eter
menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 75 mL. Setelah campuran dikocok dan
didiamkan hingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan dari
residu dan disimpan dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan
berulang hingga diperoleh pelarut etil asetat berwarna jernih.

4
Bagan proses fraksinasi bertingkat zat ekstraktif kulit kayu mindi dengan
menggunakan empat macam pelarut disajikan sebagai berikut:

Gambar 1 Proses ekstraksi dan fraksinasi bertingkat
Penentuan Kadar Zat Ekstraktif
Sebanyak 10 mL larutan ekstrak aseton dan larutan hasil fraksinasi terlarut
dalam n-heksan, etil eter, etil asetat, dan residunya yang telah diuapkan
dikeringkan dalam petridish dengan oven pada suhu ± 40-60 oC sampai diperoleh
berat konstannya. Kadar zat ekstraktif yang diperoleh dari hasil ekstraksi dan
fraksinasi bertingkat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Kandungan Ekstraktif =

Wa
x100%
Wb

Keterangan:
Wa = berat padatan ekstraktif (g)
Wb = berat kering oven serbuk (g)

Persiapan Uji Anti Rayap
Setelah mendapatkan padatan zat ekstraktif yang dilakukan dengan
pengeringan dalam oven pada suhu 40-60 oC, tahap berikutnya adalah pembuatan
konsentrasi larutan ekstraktif dengan menggunakan pelarut aseton. Penentuan
konsentrasi larutan ekstraktif berdasarkan perbandingan berat ekstraktif dengan
berat kertas uji (w/w) pada berbagai tingkat konsentrasi (2%, 4%, 6%, 8%, dan
10%) serta 0% sebagai kontrol.
Metode pengujian mengacu kepada metode cellulose pads yang telah
dilakukan oleh Yanti et al. (2012) dengan modifikasi. Kertas uji yang digunakan
adalah kertas selulosa yang terlebih dahulu dikeringkan dengan oven pada suhu

5
103±2 oC selama 24 jam untuk mengetahui berat kering ovennya. Setelah
dikeringkan, kertas uji ditimbang untuk mengetahui berat awalnya. Jumlah kertas
uji yang digunakan dalam penelitian sebanyak 66 buah yaitu kombinasi 5
konsentrasi, 3 ulangan, dan kertas uji untuk kontrol sebanyak 6 buah (3 buah
kontrol dengan penambahan aseton dan 3 buah kontrol tanpa penambahan aseton).
Setiap kertas uji ditetesi 1 mL larutan ekstrak yang mengandung padatan
ekstraktif sesuai kebutuhan konsentrasinya. Kertas uji kontrol ditetesi dengan 1
mL pelarut aseton, sedangkan kertas uji kontrol yang lain tanpa penambahan
pelarut aseton. Setelah itu, kertas uji dikeringkan pada suhu ruang selama ± 1
minggu untuk menghilangkan pelarut asetonnya.
Pengujian Sifat Anti Rayap
Kertas uji yang telah diberi perlakuan dengan penambahan zat ekstraktif
dimasukkan ke dalam botol uji dengan media berupa pasir yang berukuran 30-50
mesh sebanyak 10 g yang telah dicampur dengan 2 mL aquades. Rayap tanah
yang digunakan berjumlah 50 ekor yang terdiri dari 45 ekor kasta pekerja dan 5
ekor kasta prajurit. Pengumpanan dilakukan selama 21 hari dengan penyimpanan
pada tempat gelap. Skema pengumpanan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2
berikut ini :

Gambar 2 Metode pengumpanan kertas uji
Mortalitas Rayap
Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap 3 hari selama 21 hari.
Mortalitas ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
Mortalitas Rayap =
Keterangan:
K = jumlah rayap yang mati (ekor)
50= jumlah rayap awal (ekor)

K
x100%
50

6
Kehilangan Berat Kertas Uji
Perhitungan persentase kehilangan berat kertas uji dilakukan setelah
pengumpanan selama 21 hari, dengan menggunakan persamaan berikut :
Kehilangan berat =

B 0  B1
x100%
B0

Keterangan :
B0 = berat kering oven kertas uji sebelum pengumpanan (g)
B1 = berat kering oven kertas uji setelah pengumpanan (g)
Analisis Komponen Kimia
Analisis komponen kimia menggunakan alat Pyr-GCMS QP2010
Shimadzu. Alat ini bekerja pada suhu pirolisis 400 oC selama 1 jam, dengan suhu
pyrolizer dan transfer tube 280 oC, suhu detektor relatif, suhu injeksi 280 oC, dan
suhu awal kolom 50 oC dengan peningkatan 15 oC per menit sampai 280 oC.
Analisis komponen kimia dilakukan pada ekstrak yang memiliki aktivitas anti
rayap tertinggi.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Zat Ekstraktif
Kadar zat ekstraktif kulit kayu mindi (M. azedarach) yang diperoleh dari
hasil ekstraksi dengan pelarut aseton dan fraksinasi bertingkat dengan pelarut nheksan, etil eter, dan etil asetat tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Kadar zat ekstraktif dan hasil fraksinasi ekstrak aseton kulit kayu mindi
(M. azedarach) (% berdasarkan berat kering oven)
Bobot
(g)1)
25.60
13.74
58.96
52.60
150.90

Fraksi Terlarut
n-heksan
etil eter
etil asetat
residu
ekstrak aseton

Kandungan dalam
Kulit Mindi (%)2)
1.28
0.69
2.95
2.62
7.54

Kandungan dalam Ekstrak
Aseton Kulit Mindi (%)3)
16.96
9.10
39.07
34.86
100

1)

Keterangan :

berat kering tanur (BKT)
% BKT (bobot fraksi terhadap bobot awal serbut kulit mindi)
3)
% BKT (bobot fraksi terhadap berat ekstrak aseton)

2)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa kandungan zat ekstraktif kulit kayu mindi yang
diekstrak dengan pelarut aseton adalah 7.54%. Hasil fraksinasi bertingkat ekstrak
asetonnya menunjukkan bahwa fraksi terlarut etil asetat merupakan fraksi
terbanyak (2.95%), kemudian residu (2.62%), fraksi n-heksan (1.28%), dan yang
terendah yaitu fraksi etil eter (0.69%). Selain jenis pelarut, banyaknya zat
ekstraktif yang dapat diekstrak juga tergantung pada cara dan proses ekstraksi,
ukuran serbuk dan kadar air serbuk (Syafii et al. 1994).

AC

Gambar 3 Ekstrak aseton kulit mindi dan fraksi terlarutnya
Keterangan:
AC = Ekstrak Aseton ; NH = Fraksi N-heksan; EE = Fraksi Etil Eter
EA = Fraksi Etil Asetat; RE = Residu
Ekstrak kulit kayu mindi yang dihasilkan memiliki warna yang beragam
untuk setiap fraksinya. Hal ini diduga bergantung pada jenis senyawa yang

8
terlarut oleh masing-masing pelarut. Ekstrak aseton berwarna cokelat kemerahmerahan, fraksi terlarut n-heksan dan etil eter berwarna kekuning-kuningan, tetapi
fraksi etil eter lebih gelap dibanding fraksi n-heksan. Fraksi etil asetat berwarna
coklat tua dan fraksi residu berwarna coklat kehitaman.
Mortalitas Rayap
Tabel 2 Mortalitas rata-rata rayap tanah C. curvignathus setelah pengumpanan
selama 21 hari pada kertas uji yang mengandung ekstrak kulit mindi (%)
Fraksi
Terlarut

Konsentrasi Fraksi (%)
6
Mortalitas (%)
83.33
88.67
83.33
89.33
93.33
100
82.00
86.00
8.00
8.00
5.33
5.33

2

n-heksan
etil eter
etil asetat
residu
KA*
KK**

4

68.00
79.33
92.00
71.33
8.00
5.33

Keterangan

8

10

90.00
95.33
100
88.67
8.00
5.33

91.33
99.33
100
93.33
8.00
5.33

: * kontrol berupa kertas uji ditambah aseton
** kontrol berupa kertas uji tanpa penambahan aseton

Mortalitas Rayap (%)

120.00
100.00

80.00
60.00
40.00
20.00

0.00
2

4

6

8

10

KA

KK

Konsentrasi Ekstrak (%)
n-heksan
residu
Gambar 4

etil eter
kontrol aseton

etil asetat
kontrol tanpa aseton

Mortalitas rata-rata rayap tanah C. curvignathus pada beberapa
tingkatan konsentrasi

Nilai mortalitas rayap tanah C. curvignathus setelah pengumpanan
merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pengaruh zat ekstraktif kulit
kayu mindi terhadap rayap tanah. Pada tahap awal, rayap akan melakukan
penyesuaian dengan lingkungan baru yang disediakan sehingga pada tahap ini
aktivitas rayap masih rendah yang ditandai dengan rendahnya mortalitas dan
kehilangan berat kertas uji.

9
Tabel 2 menunjukkan bahwa keempat jenis fraksi terlarut dan tingkat
konsentrasi memberikan nilai mortalitas yang beragam yaitu berkisar antara 68%100%. Fraksi etil asetat menunjukan nilai mortalitas tertinggi dibandingkan fraksifraksi yang lain. Mortalitas 100% dicapai pada konsentrasi 6%, 8%, dan 10%,
sedangkan fraksi lain tidak ada mortalitas yang mencapai 100%. Hal ini
menandakan bahwa tingkat racun fraksi terlarut etil asetat paling tinggi.
Selanjutnya adalah fraksi etil eter, n-heksan, dan yang terendah adalah fraksi
residu.
Berdasarkan nilai mortalitas rayap di atas, konsentrasi ekstrak berkorelasi
positif dengan mortalitas rayap. Peningkatan mortalitas seiring dengan
peningkatan konsentrasi terjadi pada semua fraksi yang diuji, seperti yang
tergambar pada Gambar 4. Hal ini sesuai dengan laporan Yuan dan Hu (2012)
yang melakukan penelitian terhadap ekstrak daun Lantana camara Mozelle,
dimana mortalitas rayap Reticulitermes flavipes meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan.
Pada kertas uji kontrol, terdapat perbedaan mortalitas antara kertas kontrol
yang ditambahkan aseton dengan kertas tanpa penambahan aseton. Nilainya yaitu
masing-masing 8.00% dan 5.33%. Hal ini diduga, masih terdapatnya sisa-sisa
aseton yang tidak menguap sehingga menyebabkan aroma di dalam botol uji
meningkatkan stress pada rayap tanah. Selain itu, adanya rayap yang mati pada
kertas uji kontrol diduga disebabkan ketidakmampuan rayap untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru yang belum tentu sama persis dengan habitat awalnya,
serta rayap dihadapkan pada kondisi tidak ada pilihan bahan makanan lain. Jika
dibandingkan dengan kertas uji berekstrak, mortalitas kontrol jauh lebih kecil.
Ada beberapa kemungkinan mekanisme kematian rayap yang diakibatkan
oleh senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak kulit mindi. Kemungkinan
pertama adalah senyawa bioaktif mematikan protozoa yang merupakan simbion
rayap dalam mendekomposisi selulosa di dalam perut rayap. Radek (1999)
menyebutkan tiga diantara spesies flagellata yang ada di usus belakang rayap
adalah Pseudotrichonympha grassi, Holomastigotes hartmannii, dan
Spirotrichonympha leidyi. Kematian protozoa tersebut menyebabkan aktivitas
enzim selulase yang dikeluarkan protozoa tersebut terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan rayap tidak memperoleh energi yang dibutuhkan sehingga rayap
tersebut mati. Kemungkinan kedua adalah senyawa bioaktif tersebut merusak
sistem saraf yang menyebabkan sistem saraf tidak berfungsi dan pada akhirnya
akan mematikan rayap (Arif et al. 2006).

10
Kehilangan Berat Kertas Uji
Tabel 3 Kehilangan berat kertas uji selulosa setelah pengumpanan selama 21 hari
terhadap rayap tanah C. curvignathus (%)
Fraksi
Terlarut
n-heksan
etil eter
etil asetat
residu
KA*
KK**

4

21.70
20.80
15.50
28.00
32.40
39.50

Keterangan

Kehilangan Berat (%)

Konsentrasi Fraksi (%)
6
Kehilangan Berat (%)
19.50
18.40
19.00
18.70
13.80
11.60
22.10
19.60
32.40
32.40
39.50
39.50

2

8

10

16.20
15.30
9.80
16.90
32.40
39.50

14.50
12.50
6.30
15.60
32.40
39.50

: * kontrol berupa kertas uji ditambah aseton
** kontrol berupa kertas uji tanpa penambahan apapun

50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
2

4

6

8

10

KA

KK

Konsentrasi Ekstrak (%)
n-heksan
residu

etil eter
kontrol aseton

etil asetat
kontrol tanpa aseton

Gambar 5 Kehilangan berat kertas uji selulosa setelah pengumpanan terhadap
rayap tanah C. curvignathus pada beberapa tingkatan konsentrasi
Tabel 3 menunjukkan keragaman nilai persentase kehilangan berat kertas
uji pada tingkat konsentrasi zat ekstraktif yang diberikan dan jenis fraksi terlarut.
Rata-rata kehilangan berat kertas uji setelah pengumpanan berkisar antara 6.30%28.00%. Secara umum, terdapat korelasi negatif antara konsentrasi ekstrak dengan
persentase kehilangan berat kertas uji. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak,
semakin rendah nilai persentase kehilangan berat kertas uji dan sebaliknya,
semakin rendah konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi persentase kehilangan
berat kertas uji. Hal ini senada dengan penelitian Singh dan Sushilkumar (2008)
yang melaporkan rentang kehilangan berat sampel uji pada konsentrasi ekstrak
1%-20% sebesar 48.80%-18.77%. Hal ini disebabkan karena semakin besar
konsentrasi, maka semakin banyak jumlah racun yang ditambahkan sehingga
rayap akan menolak untuk memakan kertas uji. Respon penurunan berat kertas uji
ini diduga juga berkaitan dengan tingkat mortalitas rayap, dimana semakin tinggi

11
tingkat mortalitas rayap, maka semakin rendah kehilangan berat kertas selulosa
dan sebaliknya semakin rendah mortalitas rayap maka semakin tinggi kehilangan
berat kertas ujinya.
Kertas uji yang ditambahkan larutan residu memiliki nilai persentase
kehilangan berat tertinggi yaitu 28%; 22.1%; 19.6%; 16.9%; dan 15.6% untuk
konsentrasi 2%; 4%; 6%; 8%; dan 10%. Kehilangan berat kertas uji fraksi etil
eter dan n-heksan tidak berbeda jauh yaitu berkisar antara 20.8%-12.5% dan
21.7%-14.5%. Hal berbeda terjadi pada kertas uji fraksi etil asetat yang memiliki
nilai kehilangan berat kertas uji paling rendah yaitu berkisar antara 15.5%-6.3%
untuk konsentrasi ekstrak 2%-10%. Sejalan dengan penelitian Khalil et al. (2009)
terhadap rayap Coptotermes gestroi menggunakan ekstrak kulit Rhizophora
apiculata, menyimpulkan bahwa fraksi etil asetat paling ampuh mengurangi
kehilangan berat kertas uji karena ekstraknya mengandung campuran asam
karboksilat aromatik atau fenolik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa fraksi etil
asetat memiliki zat bioaktif yang sangat beracun bagi rayap tanah dibanding fraksi
lain.
Fraksi residu memiliki sifat anti rayap terendah karena kehilangan berat
sampel uji yang tinggi serta mortalitas rayap yang rendah dibandingkan fraksi
lainnya. Hal ini diduga karena residu pada tingkat konsentrasi tersebut
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti gula-gula yang dapat
meningkatkan konsumsi rayap. Akan tetapi, kehilangan berat kertas uji fraksi
residu tidak lebih besar dari kertas uji kontrol. Kehilangan berat kertas uji kontrol
jauh lebih besar dibandingkan kertas uji berekstrak. Kertas dengan penambahan
aseton berkurang beratnya sebesar 32.40%, sedangkan kertas uji tanpa
penambahan aseton lebih besar yaitu 39.50%. Berdasarkan hasil pengujian ini,
diduga penambahan aseton juga turut mempengaruhi aktifitas makan rayap karena
selain mortalitas yang lebih tinggi, kertas uji dengan penambahan aseton juga
mengalami penurunan berat yang lebih rendah dibanding kertas uji tanpa
penambahan aseton. Berdasarkan data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraksi etil asetat merupakan fraksi yang paling aktif dalam menghambat aktivitas
rayap.

Gambar 6 Kertas uji setelah pengumpanan terhadap rayap tanah selama 21 hari
(NH = n-heksan; EE = etil eter; EA = etil asetat; RE = residu; KA =
kontrol aseton; KK = kontrol tanpa aseton)

12
Analisis Komponen Kimia
Analisis komponen kimia dilakukan terhadap fraksi yang memiliki sifat
anti rayap paling aktif sesuai pengujian mortalitas dan kehilangan berat, yaitu
fraksi etil asetat. Hasil analisis menunjukkan terdapat setidaknya 66 jenis
komponen kimia yang terkandung dalam fraksi ini. Konsentrasi tiap komponen
kimianya beragam, berkisar antara 0.24%-10.39%. Data lengkap hasil analisis
Pyr-GCMS disajikan pada Lampiran 1 dan beberapa senyawa dominannya
tercantum pada Tabel 4.
Senyawa kimia dominan yang terdapat pada fraksi terlarut etil asetat kulit
kayu mindi adalah pirokatekol dan katekol. Tascioglu et al. (2012) menyebutkan
bahwa senyawa fenolik ini bersifat sebagai anti rayap. Sjostrom (1995) juga
menyatakan bahwa senyawa fenol, terpenoid-terpenoid rendah, dan asam-asam
resin dapat melindungi kayu dari kerusakan secara mikrobiologis atau serangan
serangga. Selain itu, senyawa yang memiliki nama umum catechol atau catechin
ini memiliki sifat bioaktif sebagai antikanker pada sel usus yang dibiakkan pada
tikus uji oleh Weyant et al. (2001).
Tabel 4 Senyawa dominan dalam fraksi terlarut etil asetat ekstrak aseton kulit
kayu mindi
Konsentrasi
Relatif (%)

Bioaktivitas

1,2-Benzenediol (CAS) Pyrocatechol
(pirokatekol)

10.39

Anti rayap, anti kanker

Acetic acid (CAS) Ethylic acid
(asam asetat)

7.49

Analgesik, anti bakteri

4 methyl cathecol (katekol)

5.00

Anti rayap, anti kanker

1,2-Benzenedicarboxylic acid, dioctyl ester
(CAS) Dioctyl phthalate (dioktil ftalat)

4.37

Larvasida

Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid
(asam heksadekanoat, asam palmitat)

3.83

Inhibitor mutasi

Stigmast-5-En-3-Ol, Oleat (sitosterol)

3.26

Analgesik

Nama Senyawa

Senyawa kimia lainnya adalah asam asetat. Andrade et al. (2007) dan Eze
et al. (2013) yang menyebutkan bahwa senyawa asam asetat bersifat analgesik
dan anti bakteri. Senyawa asam heksadekanoat atau asam palmitat juga memiliki
konsentrasi dominan di dalam fraksi terlarut etil asetat ini. Asam palmitat
merupakan komponen asam lemak yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor
mutasi pada sel Saccaromyces cerevisae yang diinfeksi mutagen YTPT1 (Molenar
et al. 1988). Selain senyawa-senyawa tersebut, terdapat juga senyawa lain yang
konsentrasinya cukup besar yaitu dioktil ftalat dan sitosterol. Menurut Torane et
al. (2011), senyawa dioktil ftalat memiliki sifat larvasida, sedangkan senyawa
sitosterol memiliki sifat bioaktivitas sebagai senyawa analgesik dan anti inflamasi
(Raga et al. 2010). Selain itu, juga terdapat kelompok asam lainnya seperti asam
karbonat, asam sinamat dan asam miristat, namun dengan konsentrasi relatif yang
lebih kecil yaitu 2.29%, 1.02% dan 0.80%.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak aseton kulit kayu mindi yang diperoleh dari penelitian ini sebesar
7.54% yang terbagi kedalam empat fraksi yaitu 1.28% fraksi n-heksan, 0.69%
fraksi etil eter, 2.95% fraksi etil asetat, dan 2.62% residu. Berdasarkan persentase
mortalitas rayap tanah dan kehilangan berat kertas uji, fraksi etil asetat memiliki
toksisitas tertinggi, diikuti fraksi etil eter, n-heksan, dan residu. Konsentrasi
ekstrak memiliki korelasi positif dengan persentase mortalitas rayap dan
berkorelasi negatif dengan persentase kehilangan berat kertas uji. Beberapa
komponen kimia yang terdapat dalam fraksi etil asetat adalah pirokatekol, asam
asetat, katekol, dioktil ftalat, asam heksadekanoat atau asam palmitat, sitosterol
dan kelompok asam lainnya seperti asam karbonat, asam sinamat dan asam
miristat. Sehingga, ekstrak kulit kayu mindi berpotensi sebagai anti rayap tanah C.
curvignathus.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi dan menguji
senyawa bioaktif yang terdapat di dalam fraksi ekstrak etil asetat kulit kayu mindi
sehingga diketahui jenis senyawa yang paling berperan dalam menentukan
ketahanan kayu terhadap organisme perusak.

14

DAFTAR PUSTAKA
Andrade SF, Cardoso LGV, Carvalho JCT, Bastos JK. 2013. Anti-inflammatory
and antinociceptive activities of extract, fractions, and populnoic acid from
bark wood of Austroplenckia populnea. J Ethnopharmacol. 109(2007): 464471.
Arif A, Usman MN, Samma F. 2006. Sifat anti rayap dari ekstrak ijuk aren
(Arenga pinnata Merr.). Jurnal Perennial. 3(1):15-18.
Azam MM, Rashid ANM, Towfique NM, Sen MK, Nasrin S. 2013.
Pharmacological potentials of Melia azedarach L.-A review. Am J Biosci.
1(2): 44-49.
Djenontin TS, Amusant N, Dangou J, Wotto DV, Avlessi F, Dahouénon AE,
Lozano P, Ploch D, Sohounhloué KCD. 2012. Screening of repellent,
termiticidal and preventive activities on wood, of Azadirachta indica and
Carapa procera (Meliaceae) seeds oils. J Biol Sci. 1(3): 25-29.
Eze, Tochukwu H, Wurochekke, Usman A. 2013. Anti-bacterial effect of different
fractionations of acetic acid leaf extract of Parinari curatellifolia. Br J
Pharm Res. 3(2): 195-201.
Febrina S. 2009. Zat ekstraktif kulit kayu mindi (Melia azedarach Linn.) dan
pengaruhnya terhadap tingkat mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura Fab)
pada tanaman tembakau Deli (Nicotina tobacco L) [skripsi]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Khalil HPS, Kong NH, Ahmad MN, Bhat AH, Jawaid M, Jumat S. 2009.
Selective solvent extraction of the bark of Rhizophora apiculata as an antitermite agent against Coptotermes gestroi. J Wood Chem Technol. 29: 286304.
Molenaar CMT, Prange R, Gallwitz D. 1988. A carboxyl-terminal cysteine
residue is required for palmitic acid binding and biological activity of the
ras-related yeast YPT1 protein. The EMBO Journal. 7(4): 971 -976.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta (ID): Muhammadiyah University Press.
Nurdyana M. 2012. Aktivitas antioksidan zat ekstraktif dari pohon mindi (Melia
Azedarach Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oramahi HA, Yoshimura T. 2013. Antifungal and antitermitic activities of wood
vinegar from Vitex pubescens Vahl. J Wood Sci. 59(4): 344-350.
Radek R. 1999. Flagellates, bacteria, and fungi associated with termites: diversity
and function in nutrition - a review. Ecotropica. 5: 183-196.
Raga DD, Cheng CLC, Lee KCLC, Olaziman WJP, De Guzman VJA, Shen CC,
Franco Jr. FC, Ragasa CY. 2010. Bioactivities of triterpenes and sterol from
Syzygium samarangense. Journal of Natuforsch. 66(5-6): 235-244.
Rakhmawati D. 1996. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada
bangunan perumahan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rowel RM. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Florida
(US): CRC Press.
Singh N, Sushilkumar. 2008. Anti termite activity of Jatropa curcas Linn..
biochemicals. J Appl Sci Environ Manage. 12(3): 67-69.

15
Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar dan Penggunaan. Sastrohamidjojo
H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry Fundamental and
Application. Ed ke-2.
Syafii W, Sofyan K, Nandika D, Febrianto F. 1994. Laporan penelitian;
kemungkinan pemanfaatan zat ekstraktif kayu tropis Indonesia sebagai
bahan pengawet. Bogor(ID): Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Sumarni G, Muslich M. 2004. Keawetan 52 jenis kayu Indonesia. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. 22(1):1-8.
Tarmadi D, Prianto AH, Guswenrivo I, Kartika T, Yusuf S. 2007. Pengaruh
ekstrak bintaro (Carbera odollam Gaertn) dan kecubung (Brugmansia
candida Pers) terhadap rayap tanah Coptotermes sp. J Trop Wood Sci
Technol. 5(1): 38-42.
Tascioglu C, Yalcin M, Troya T, Sivrikaya H. 2012. Termiticidal properties of
some wood and bark extracts used as wood preservatives. Bioresources.
7(3): 2960-2969.
Torane RC, Kamble GS, Kale AA, Gadkari TV, Deshpande NR. 2011.
Quantification of dioctyl phthalate from Ehretia laevis Roxb by HPTLC. J
Chem Pharm Res Sir Parashurambhau College. 3(3): 48-51.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood, Structure, Properties, and
Utilization. New York (US): Nonstrand Reinhold.
Weyant MJ, Carothers AM, Dannenberg AJ, Bertagnolli MM. 2001. Catechin
inhibits intestinal tumor formation and suppresses focal adhesion kinase
activation in the mouse. Cancer Research. 61: 118–125.
Yanti H, Syafii W, Darma IGKT. 2012. Bioaktivitas zat ekstraktif kulit Acacia
auriculiformis A.cunn.ex Benth terhadap rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren). Jurnal Tengkawang. 2(2): 82-93.
Yuan Z, Hu XP. 2012. Repellent, antifeedent, and toxic activities of Lantana
camara leaf extract against Reticulitermes flavipes (Isoptera:
Rhinotermitidae). J Econ Entomol. 105(6): 2115-2121.

16
Lampiran 1 Hasil analisis Pyr-GCMS fraksi etil asetat ekstrak aseton kulit kayu
mindi (M. azedarach)

17
Lanjutan Lampiran 1

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kab. Agam, Sumatera Barat tanggal 08 Juni 1991 yang
merupakan anak ke empat dari lima bersaudara pasangan bapak M. Eri dan ibu
Zubaidah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Tilatang Kamang dan pada
tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Mayor Teknologi
Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah
mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Cikeong dan Gunung Tangkuban
Perahu pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) berlokasi di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, dan Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi pada tahun 2012,
serta Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Tanjungenim Lestari
Pulp and Paper, Muara Enim, Sumatera Selatan. Selain itu, penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Silvikultur pada tahun 2012.
Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi disamping kegiatan
perkuliahan, diantaranya menjadi Ketua Kelompok Minat Kimia Hasil Hutan
Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2011, anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman 2010-2013, serta Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari
Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Mindi (Melia
azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren” di
bawah bimbingan Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr.