Performa Produksi Dan Karakteristik Organ Dalam Ayam Kampung Umur 12-16 Minggu Yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli Dan Disuplementasi Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn)

(1)

i

PERFORMA PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK ORGAN

DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 12-16 MINGGU

YANG DIINFEKSI CACING

Ascaridia galli

DAN

DISUPLEMENTASI EKSTRAK DAUN

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

Linn)

SKRIPSI NOVA SIMAMORA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ii RINGKASAN

NOVA SIMAMORA. D24061644. 2011. PERFORMA PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 12-16 MINGGU YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli DAN DISUMPLEMENTASI EKSTRAK DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Sri Suharti S.Pt, M.Si

Salah satu parasit yang menyerang bagian saluran pencernaan ayam kampung adalah cacing Ascaridia galli. Parasit cacing dalam saluran pencernaan ayam kampung ini dapat dicegah pertumbuhannya dengan penambahan obat anticacing (anthelmintik). Anthelmintik yang biasanya digunakan peternak dan dijual di pasaran adalah anthelmintik sintetis yang harganya relatif lebih mahal. Dampak negatif dari penggunaan anthelmintik sintetis adalah adanya residu bagi manusia yang mengkonsumsi. Masalah tersebut mendorong upaya pencarian anthelmintik yang berasal dari herbal yang murah dan mudah. Salah satu herbal yang potensial sebagai anthelmintik adalah daun jarak pagar (J. curcas Linn). Kandungan daun jarak pagar yang diduga memiliki aktifitas anthelmintik adalah tanin, saponin, flavanoid dan triterpenoid. Berdasarkan potensi ekstrak daun jarak pagar sebagai anthelmintik, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun jarak pagar untuk mencegah pertumbuhan A. galli sehingga dapat meningkatkan produksi.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, PAU-IPB, Laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan 80 ekor ayam kampung. Pada saat ayam berumur 12 minggu, ayam diinfeksi terlebih dahulu oleh telur infektif cacing A. galli. Setelah satu minggu, ayam diberi perlakuan dengan menggunakan ekstrak daun jarak pagar dan albendazole. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari : R1 = Ransum basal (kontrol), R2 = Ransum basal + 5% EDJ dalam 1 ml air, R3 = Ransum basal + 10% EDJ dalam 1 ml air, dan R4 = Ransum basal + 1% albendazole dalam 1 ml air. Peubah yang diamati antara lain : pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, persentase bobot organ dalam (hati, limpa, jantung, ginjal, usus halus, dan rempela), dan panjang relatif usus (cm/100 gram Bobot badan). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (analysis of variance /ANOVA). Perbedaan yang nyata antar perlakuan diuji dengan uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EDJ sebesar 5% dan 10% tidak meningkatkan pertambahan bobot badan ayam kampung. Namun demikian, pemberian EDJ 10% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 2,52% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sementara pemberian albendazole dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 14,61% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pemberian EDJ 5% menghasilkan pertambahan bobot badan yang


(3)

iii lebih rendah 6,55% dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam kampung terbaik diperoleh pada perlakuan albendazole.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun jarak pagar dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan A.galli karena mengandung senyawa aktif saponin dan tanin yang memiliki sifat anthelmintik. Pemberian albendazole dapat menghasilkan bobot usus yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol dan EDJ 10%. Bobot badan akhir yang dihasilkan EDJ 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan EDJ 5%, namun masih belum dapat menyamai pemberian obat cacing sintetik (albendazole). Kata-kata kunci : Jatropha curcas L, Ascaridia galli, ayam kampung, performa,


(4)

iv ABSTRACT

Performances and Characteristics of Internal Organs of Kampong Chickens Aged 12-16 Weeks Infected with Ascaridia galli and Supplemented with

Jatropha curcas Leaves Extract

N. Simamora, Sumiati and Sri Suharti

J. curcas leaf contains some active substances such as flavonoid, saponin, steroid, phenol hidroquinon, triterpenoid and alkaloid which have a potential role as natural anthelmintics to replace synthetic anthelmintic for poultry. This study was carried out to investigate the effect of J. curcas Linn leaves extract and albendazole on performances and internal organs percentage of kampong chickens aged 12-16 weeks. The chickens kept in cage system during 28 days. A completely randomized design (CRD) with four treatments and four replications was used in this experiment. The treatments were : Basal diet (R1), Basal diet + 5% J. curcas Linn leaves extract in water (R2), Basal diet + 10% J. curcas Linn leaves extract in water (R3), and Basal diet + 1% albendazole in water (R4). The parameters observed were performances (feed consumption, final body weight, body weight gain and feed conversion) and internal organs percentage (liver, heart, gizzard, kidney, spleen, intestines, length of intestines and relative length of intestines). Data were analyzed using analysis of variance. The treatment effects were further analyzed using Duncan multiple range test. The results showed that supplementation of J. curcas Linn leaves extract and albendazole did not affect the feed consumption, feed conversion, body weight gain and internal organ percentage. However, supplementation of albendazole decreased (p<0.05) the small intestine percentage. It is concluded that supplementation of J. curcas Linn leaves extract up to 10% was not effective as albendazole to increase body weight gain.

Keywords : Jatropha curcas Linn, Ascaridia galli, kampong chicken, performance, internal organ


(5)

v

PERFORMA PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK ORGAN

DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 12-16 MINGGU

YANG DIINFEKSI CACING

Ascaridia galli

DAN

DISUPLEMENTASI EKSTRAK DAUN

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

Linn)

NOVA SIMAMORA D24061644

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

vi Judul : Performa Produksi dan Karakteristik Organ Dalam Ayam Kampung Umur 12-16 Minggu yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Disuplementasi Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn)

Nama : Nova Simamora NIM : D24061644

Menyetujui,

Tanggal Ujian : 30 November 2010 Tanggal Lulus : Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Sumiati, M.Sc NIP. 19611017 198603 2 001

Pembimbing Anggota,

Dr. Sri Suharti S.Pt, M.Si NIP. 19741012 200501 2 002

Mengetahui : Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr NIP. 19670506 199103 1 001


(7)

vii RIWAYAT HIDUP

 

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1988 di Sibolga, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Richard Simamora dan Ibu Roselina Hutahaean.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD IMKA/YMCA, Jakarta. Penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SLTPK3 BPK Penabur Jakarta dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 31 Jakarta dan lulus pada tahun 2006.

Pada Tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun kedua terdaftar sebagai salah seorang mahasiswi dengan mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis tergabung dan aktif dalam Persekutuan Oikumene Protestan dan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan sebagai pengurus yaitu bendahara (2008/2009). Penulis juga tergabung dan aktif dalam organisasi Youth of Nations Ministry sebagai pengurus yaitu koordinator seksi doa (2008/2010).


(8)

viii KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kesetiaan, penyertaan dan kasih karunia melimpah yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kiranya kasih karunia Tuhan selalu tercurah bagi penulis.

Skripsi yang berjudul Performa Produksi dan Karakteristik Organ Dalam Ayam Kampung Umur 12-16 Minggu yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Disuplementasi Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada bulan Mei sampai Oktober 2009 di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, PAU-IPB, Laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun jarak pagar untuk mencegah pertumbuhan A. galli di dalam usus halus dan pengaruhnya terhadap performa produksi dan organ dalam ayam kampung. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2011


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……... ii

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Jarak Pagar ... 3

Ascaridia galli ... 5

Siklus Hidup Ascaridia galli ... 6

Pengaruh Ascaridia galli terhadap Performa ... 7

Anthelmintik ... 8

Saponin ... 10

Tanin ... 11

Ayam Kampung ... 13

Konsumsi Ransum ... 14

Pertambahan Bobot Badan ... 14

Konversi Ransum ... 15

Organ Dalam Ayam ... 16

Hati ... 16

Limpa ... 16

Rempela (Gizzard) ... 17

Ginjal ... 17

Jantung ... 18

Usus Halus ... 18

MATERI DAN METODE ... 20

Waktu dan Tempat ... 20

Materi ... 20

Ternak ... 20


(10)

x

Ransum dan Air Minum ... 20

Kandang dan Peralatan ... 20

Vaksinasi dan Obat-obatan ... 21

Metode ... 22

Perlakuan dan Rancangan Percobaan ... 22

Peubah yang diamati ... 22

Prosedur Penelitian ... 23

Penyediaan Telur Infektif Cacing Ascaridia galli ... 23

Pembuatan Ekstrak Daun Jarak ... 23

Persiapan Kandang ... 24

Pemeriksaan Derajat Infeksi Kecacingan Prainfeksi ... 25

Analisa Kandungan Tanin dan Saponin Ekstrak Daun Jarak Pagar ... 25

Metode Penginfeksian ... 26

Pemeriksaan Telur Tiap Gram Ekskreta (TTGE) ... 26

Pengukuran dan Pengamatan Organ Dalam ... 27

Pemeriksaan Usus Semua Perlakuan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Kandungan Saponin dan Tanin Ekstrak Daun Jarak ... 28

Telur Tiap Gram Ekskreta (TTGE) ... 30

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa ... 31

Konsumsi Ransum ... 32

Pertambahan Bobot Badan ... 33

Konversi Ransum ... 33

Bobot Badan Akhir ... 34

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Organ Dalam ... 35

Hati ... 35

Limpa ... 36

Jantung ... 37

Ginjal ... 37

Rempela (gizzard) ... 37

Usus Halus ... 38

Panjang Usus Halus dan Panjang Relatif Usus Halus ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMA KASIH ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 45


(11)

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Zat-zat Makanan Ransum Penelitian…….. ... 21 2. Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Jarak Pagar ... 28 3. Kandungan Saponin dan Tanin Ekstrak Daun Jarak dan Kandungan-

nya di dalam Ransum... 29 4. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi

Ransum selama 4 Minggu Penelitian (Umur 12-16 Minggu)... 32 5. Rataan Bobot Organ Dalam dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung Umur 16 Minggu yang Diberi Ekstrak Daun Jarak dan Albendazole.... 36

 


(12)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) …….. ... 4

2. Cacing A. galli ... 5

3. Telur A. galli ... 6

4. Siklus Hidup Cacing A. galli ... 7

5. Struktur Kimia Saponin …….. ... 11

6. Struktur Kimia Tanin ... 12

7. Proses Pembuatan Ekstrak Daun Jarak ... 24

8. Gambar Kandang saat Penelitian ... 25

9. Usus Halus Semua Perlakuan …….. ... 31 10. Grafik Bobot Badan Ayam Kampung selama 4 Minggu Pemeliharaan 35

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Kampung Selama 28 hari 46

2. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung selama 28 hari ... 46

3. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Kampung selama 28 hari... 46

4. Analisis Ragam Bobot Hati Ayam Kampung ... 46

5. Analisis Ragam Bobot Limpa Ayam Kampung ... 47

6. Analisis Ragam Bobot Jantung Ayam Kampung ... 47

7. Analisis Ragam Bobot Ginjal Ayam Kampung ... 47

8. Analisis Ragam Bobot Rempela Ayam Kampung ... 47

9. Analisis Ragam Panjang Relatif Usus Ayam Kampung ... 48

10. Analisis Ragam Bobot Usus Ayam Kampung ... 48

11. Uji Jarak Duncan Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jarak Pagar dan Albendazole terhadap Bobot Usus Ayam Kampung (12-16 Minggu) ... 48


(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam kampung merupakan salah satu unggas yang dikonsumsi manusia untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Produksi daging ayam memenuhi 62% dari kebutuhan daging nasional dan sebanyak 16% dari kebutuhan tersebut terpenuhi dari ayam buras. Populasi ayam buras di Indonesia mencapai 272.251.141 ekor (2007), 243.423.389 ekor (2008) dan 261.420.401 ekor pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2010). Konsumsi daging unggas Indonesia pada tahun 2009 hanya berkisar 6 kg/kapita/tahun

Seiring dengan pertambahan penduduk, maka terjadi peningkatan kebutuhan ayam kampung tiap tahunnya. Produksi ayam kampung di tingkat peternak banyak mengalami masalah, salah satunya adalah terdapatnya parasit cacing yang dapat menurunkan produksi ayam kampung. Masalah ini terjadi karena pemeliharaan tradisional (ekstensif) yang biasa dilakukan peternak sehingga potensi terserang parasit cacing sangat besar.

Salah satu parasit yang menyerang bagian saluran pencernaan ayam kampung adalah cacing Ascaridia galli. Cacing ini menyerang usus halus bagian tengah dan dapat menyebabkan peradangan di bagian usus. Cacing ini juga dapat menurunkan performa dan produksi telur ayam kampung karena biasanya menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva.Migrasi terjadi di dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan (enteritis hemoragi). Ayam yang terinfeksi akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrien sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Selain penurunan produksi, infeksi cacing ini juga dapat mengakibatkan kelainan pada organ dalam ayam kampung. Parasit cacing dalam saluran pencernaan ayam kampung ini dapat ditekan pertumbuhannya dengan penambahan obat anticacing (anthelmintik).

Anthelmintik yang biasanya digunakan peternak dan dijual di pasaran adalah anthelmintik sintetis yang harganya relatif lebih mahal misalnya adalah piperazin dan albendazole. Albendazole merupakan anthelmintik sintetis yang dapat membunuh lebih banyak cacing daripada piperazin. Selain nematoda, albendazole juga dapat membunuh jenis cacing cestoda. Dampak negatif dari penggunaan anthelmintik


(15)

2 sintetis ini adalah peningkatan populasi cacing yang resisten terhadap anthelmintik jika penggunaan yang cukup lama dan meninggalkan residu bagi manusia yang mengkonsumsi. Dengan adanya masalah tersebut mendorong upaya pencarian anthelmintik herbal yang murah dan mudah dalam mendapatkannya. Salah satu tanaman yang potensial sebagai anthelmintik herbal adalah daun jarak pagar (Jathropa curcas Linn). Tanaman herbal ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif anticacing sehingga tidak menimbulkan dampak negatif kepada ternak dan manusia yang mengkonsumsinya.

Jarak pagar (J. curcas L.) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang berwarna jernih kekuningan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak serta dapat digunakan sebagai obat pembasmi cacing kremi (Astuti, 2010).

Daun jarak yang diekstrak dengan air mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, saponin, tanin, fenol, triterpenoid, steroid dan flavanoid. Zat aktif daun jarak pagar yang diduga memiliki aktifitas anthelmintik adalah tanin, saponin, flavanoid dan triterpenoid. Mengingat potensi ekstrak daun jarak pagar sebagai anthelmintik, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun jarak pagar untuk mencegah pertumbuhan A. galli, sehingga dapat meningkatkan produksi dan mengurangi kelainan pada organ dalam ayam kampung.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun jarak pagar untuk mencegah pertumbuhan A. galli di dalam usus halus serta pengaruhnya terhadap performa produksi dan karakteristik organ dalam ayam kampung.


(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar

Jarak pagar (J. curcas L) adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae, satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Adapun klasifikasi jarakpagar berdasarkan Astuti (2010) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia, umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tetapi jarang ditemui berupa hamparan. Tanaman jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun belukar besar yang tingginya mencapai lima meter (Astuti, 2010)

Jarak pagar (J. curcas L.) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Minyak jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta untuk bahan pembuatan sabun dan kosmetik. Jarak pagar merupakan tanaman yang tahan kekeringan, mampu tumbuh dengan cepat, serta dapat digunakan sebagai sumber kayu bakar, mereklamasi lahan yang tererosi, dan sebagai pagar hidup di pekarangan atau pembatas lahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2006a). Panen perdana tanaman ini sekitar 7-10 bulan dengan ketinggian biasanya mencapai 1-7 meter. Tiap hektar jarak menghasilkan 0,5-1 ton biji jarak (Staubmann et al., 1997).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2006b) melaporkan bahwa tipe iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Jarak pagar tumbuh baik di lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan ketinggian tempat < 500 m dpl dan suhu > 20°C.

Getah daun jarak pagar berguna sebagai obat kumur, obat gusi darah, dan obat borok. Daun jarak pagar dapat menghambat pertumbuhan cacing Ascaris lumbricoides dan Necator americanus. Daun jarak pagar yang diekstrak dengan


(17)

4 petroleum eter mempunyai aktifitas anti inflamasi pada tikus yang terinfeksi (Staubmann et al., 1997). Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang berwarna jernih kekuningan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai obat pembasmi cacing kremi (Astuti, 2010). Gambar daun jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn)

Sumber : Foto Pribadi

Pemberian larutan tepung daun jarak pada ayam kampung umur 10 minggu

dengan konsentrasi 16% yang mengandung saponin 0,00179 gram/ml dan tanin 0,0074

gram/ml dengan cara dicekok selama tujuh hari, dapat meningkatkan bobot badan akhir

serta berpengaruh nyata menurunkan konversi ransum (Sumarni, 2008).Berdasarkan uji

fitokimia, daun jarak yang diekstrak dengan air dan metanol mengandung senyawa metabolit sekunder dari golongan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid. Senyawa metabolit sekunder yang hanya terdapat pada daun jarak yang diekstrak menggunakan pelarut air adalah triterpenoid sedangkan senyawa metabolit sekunder yang hanya terdapat pada daun jarak yang diekstrak menggunakan pelarut metanol adalah steroid (Fitriana, 2008).


(18)

5 Ascaridia galli

Ascaridia galli termasuk kerabat cacing saluran pencernaan yang paling besar ukurannya. Cacing ini mempunyai saluran pencernaan dan umumnya memiliki jenis kelamin yang terpisah. Umumnya mereka mempunyai sayap lateral. Esofagus berbentuk alat pemukul tetapi tidak mempunyai bulbus posterior (Levine, 1990). Cacing jantan berukuran panjang ± 7,6 cm dan diameter 0,5-1,2 mm. Cacing betina berukuran panjang ± 11,6 cm dan diameter 0,9-1,8 mm. Warna cacing ini adalah putih kekuning-kuningan dan memiliki spikulum yang sama besar atau agak sama. Pada bagian ekor dari cacing jantan terdapat alat pengisap di depan kloaka dan sejumlah bintil-bintil kecil. Cacing betina mempunyai ekor yang memipih ke bagian ujung, sedang lubang kelamin letaknya lebih ke arah depan (Kadarsan et al., 1983). Kusumamihardja (1992) menyatakan bahwa cacing ini memiliki tiga buah bibir yaitu satu bibir dorsal dan dua bibir latero ventral. Pada kedua sisi terdapat sayap lateral yang sempit dan membentang sepanjang tubuh. Gambar cacing A. galli dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Cacing A. galli

Sumber : Pusat Kesehatan Hewan (2008)

Usus halus adalah tempat hidup dan tempat bertelur cacing ini. Telur-telurnya berbentuk elips, kulitnya agak tebal dan akan keluar dari tubuh unggas bersama-sama ekskreta. Ukuran telur cacing ini sebesar 75-80 x 45-50 mikron (Levine, 1990) Gambar telur A. galli disajikan pada Gambar 3.


(19)

6 Gambar 3. Telur A. galli

Sumber : Pusat Kesehatan Hewan (2008)

Siklus Hidup Ascaridia galli

Seluruh masa perkembangan cacing, sejak telur infektif ditelan sampai menjadi cacing dewasa, membutuhkan waktu selama ± 50 hari (Larry dan Gerald, 1996). Telur A. galli (L1) yang dilepaskan bersama ekskreta inang definitif dapat berkembang dalam waktu 10 hari atau lebih pada temperatur rendah. Perkembangan tersebut menyebabkan massa telur berubah dan dipenuhi oleh serabut-serabut halus larva infektif (L2). Viabilitas L2 dapat bertahan selama tiga bulan atau lebih pada kondisi lingkungan yang terlindungi, tetapi dengan cepat terbunuh oleh kekeringan, dan cuaca panas. L2 menetas di dalam intestinum inang definitif, 10 hari kemudian larva (L3) menjalani fase histotrofik dengan cara masuk ke dalam jaringan mukosa, larva kembali ke lumen tujuh hari kemudian. Cacing A. galli tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 5 – 8 minggu (Soulsby, 1982). Siklus hidup A. galli disajikan pada Gambar 4.

Unggas dapat terinfeksi secara langsung oleh A. galli apabila L2 tertelan bersama pakan atau minuman yang terkontaminasi. Cacing tanah yang dimakan oleh unggas dapat menyebabkan transmisi infeksi secara mekanik, yaitu apabila cacing tanah tersebut telah menelan L2 A. galli. Kadang-kadang cacing A.galli dapat masuk ke dalam organ tubuh yang lain seperti paru-paru pada unggas (Soulsby, 1982). Pertumbuhan embrio di dalam telur hingga mencapai stadium infektif memerlukan waktu 10-12 hari pada temperatur 30-330C dan kelembaban relatif 80% (Kadarsan et al., 1983).


(20)

7 Gambar 4. Siklus Hidup Cacing A. galli

Sumber : Soulsby (1982)

Pengaruh Ascaridia galli terhadap Performa Ayam Kampung

Selama berkembang pada inang definitif, cacing A. galli dapat menyebabkan kerusakan villi dan mukosa intestinal yang mengganggu absorbsi nutrisi seperti elektrolit-elektrolit dan vitamin-vitamin (Anwar dan Zia-ur-Rahman, 2002), mineral, mengakibatkan perlambatan pertumbuhan, dan penurunan produksi telur (Tiuria, 1991). Ascaridiosis yang telah berlangsung dalam waktu yang lama (infeksi kronis) dapat menyebabkan gastroenteritis ulseratif, hepatitis nekrotik, dan nefritis yang dapat berakhir dengan kematian. Unggas yang biasanya ditulari cacing parasit ini biasanya menderita kekurangan darah, mencret, lemah, dan produksi telurnya


(21)

8 menurun (Kadarsan et al., 1983). Peradangan pada saluran pencernaan, mengakibatkan ayam tidak mampu mencerna dan memanfaatkan makanan dengan baik sehingga pertumbuhannya terganggu yang akhirnya diperoleh konversi ransum yang tinggi dan bobot badan yang rendah (Soulsby, 1986). Ayam yang mengalami infeksi A. galli dapat mengalami gejala klinis seperti terjadi hambatan pertumbuhan badan, pemanfaatan pakan yang buruk, dan kadang-kadang sampai menyebabkan kematian (Levine, 1990). Umur dan ras ayam mempengaruhi kekebalan dan kepekaan terhadap infeksi A. galli. Ayam lokal biasanya lebih resisten dibandingkan ayam ras, sedangkan ayam muda yang berumur dibawah 3 bulan umumnya lebih peka daripada ayam dewasa (Soulsby, 1982).

Perubahan patologi anatomi yang terjadi karena terinfeksi cacing ini adalah daerah dada dan paha terlihat kurus. Kepucatan pada daerah paruh dan jengger yang mengindikasikan anemia. Kerusakan pada mukosa duodenum terjadi pada saat cacing muda menancapkan diri pada mukosa (Soulsby, 1986).

Infeksi telur infektif cacing dalam jumlah besar akan menyebabkan ayam muda terganggu pertumbuhannya atau tidak tumbuh sama sekali. Kadang-kadang saluran pencernaan dapat tersumbat oleh cacing yang jumlahnya sangat banyak dan bergerombol (Nugroho, 1989). Penelitian Nurmalasari (2007) menyimpulkan bahwa infeksi telur cacing sebanyak 6000 telur/ ekor hanya dapat menghasilkan ±500 larva cacing, sedangkan dosis infeksi 3x2000 telur infektif dengan selang waktu tiga jam, juga hanya dapat menghasilkan ±500 larva cacing.

Anthelmintik

Anthelmintik adalah senyawa kimia yang menghancurkan atau mengeluarkan cacing dari saluran pencernaan atau organ dan jaringan yang mereka tempati di dalam inang (Permin et al., 1998). Anthelmintik yang ideal adalah memiliki spektrum yang luas, tidak toksik, batas keamanan yang tinggi, cepat dimetabolisme, mudah diaplikasikan dan biayanya murah. Secara umum, terdapat dua golongan anthelmintik yaitu vermifuga dan vermisida. Vermifuga merupakan senyawa-senyawa yang dapat melumpuhkan cacing di dalam usus kemudian dikeluarkan dalam keadaan hidup. Vermisida adalah anthelmintik yang bekerja dengan membunuh cacing parasitik dalam tubuh dan dikeluarkan dari dalam tubuh (Mutschler,1991)


(22)

9 Mekanisme kerja anthelmintik terdiri atas enam kelompok. Kelompok pertama yaitu anthelmintik yang bekerja langsung dengan menimbulkan kondisi necrosis, paralisis dan kematian cacing seperti pirantel pamoat. Kelompok kedua bekerja dengan menimbulkan iritasi dan kerusakan jaringan, misalnya heksilresorsinol. Kelompok ketiga bekerja dengan menimbulkan efek mekanisme perpindahan dan penghancuran cacing akibat proses fagositosis, misalnya dietilkarbamazin, tiabendazole dan derivate benzimidazole seperti mebendazole dan albendazole. Kelompok keempat bekerja dengan menghambat enzim tertentu pada cacing seperti prazikuantel, niridazol, stibofen, dan levamisol. Kelompok anthelmintik kelima bekerja dengan mempengaruhi metabolisme cacing misalnya niklosamid, diklorofen, niridazol, prazikuantel, dan pirvinium pamoat. Kelompok anthelmintik keenam bekerja dengan cara menghambat proses biosintesis asam nukleat cacing parasitik, misalnya klorokuin (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Kegagalan pengobatan anthelmintik dapat disebabkan oleh kesalahan dalam perhitungan dosis obat, reinfeksi inang, kesalahan pemilihan jenis anthelmintik dan resistensi anthelmintik. Resistensi adalah kenaikan kemampuan individu parasit secara signifikan dalam menoleransi dosis pengobatan yang secara umum dapat mematikan sebagian besar individu parasit dalam populasi normal pada spesies hewan yang sama (Permin et al., 1998).

Sebaiknya dilakukan pengobatan secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing. Seperti cacing nematoda dengan siklus hidup kurang lebih satu setengah bulan, maka diberikan pengobatan dua bulan sekali, begitu juga dengan cestoda. Pada ayam broiler jarang diberikan anthelmintik karena masa hidupnya pendek. Obat cacing yang sering digunakan oleh peternak adalah piperazin dan albendazole. Piperazin merupakan obat cacing yang paling sering digunakan oleh peternak. Piperazin sangat efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik yang ada di saluran cerna seperti Ascaridia pada ayam, ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), babi maupun kuda. Albendazole efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik pada saluran

pencernaan, cacing pita, cacing paru dewasa dan larvanya (Dictyocaulus) dan cacing

dewasa Fasciola gigantica. Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan obat

ini adalah adanya resistensi. Resistensi tidak hanya terjadi pada mikrobia terhadap antibiotik saja, tetapi cacing juga bisa menjadi resisten terhadap anthelmintik. Kasus


(23)

10

resistensi tersebut kemungkinan besar karena penggunaan obat cacing yang terlalu sering dalam satu tahun (Setiawan, 2008).

Saponin

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih sehingga akan membersihkan materi-materi yang menempel pada dinding usus dan meningkatkan permeabilitas dinding usus. Saponin memiliki kemampuan mempengaruhi pencernaan dan penyerapan dari zat-zat makanan tetapi saponin juga dapat menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan (Cheeke, 1989). Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan senyawa yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Ueda et al., (2002) menyatakan bahwa ayam yang diberikan saponin dapat menunda laju pengosongan lambung sehingga tidak ada rangsangan nafsu makan. Saponin dalam makanan akan menyebabkan interaksi dengan permukaan mukosa saluran pencernaan, terutama usus halus yang berfungsi sebagai lapisan pertahanan luar dari lingkungan sebelum nutrisi masuk ke dalam sirkulasi darah. Lapisan ini sangat diperlukan sebagai pertahanan terhadap bahan toksik dalam makanan, mikroorganisme patogen dan zat-zat kimia berbahaya (Efrizanti, 2005). Saponin yang terkandung dalam tepung daun jarak pagar yang dicekokkan kepada ayam kampung akan berinteraksi dengan usus sehingga lapisan pertahanan luar usus semakin kuat. Lapisan ini berperan untuk mengurangi kerusakan pada mukosa usus sehingga penyerapan sari-sari makanan pada usus meningkat (Sumarni, 2008). Batas toleransi kadar saponin dalam ransum ayam broiler sebesar 1,09 g/kg pakan (FAO, 2005).

Saponin merupakan flavonoid tanaman yang memiliki efek antifertilisasi dengan menyebabkan pengerutan membran sel telur dan larva sehingga integritas membran akan menurun. Tertekannya sistem saraf dan sistem gerak menyebabkan cacing menjadi lemah dan tertekannya sistem pernafasan menyebabkan cacing kekurangan oksigen. Saponin juga dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis sehingga cacing akan mati dan tubuh cacing terlihat transparan (Hastuti, 2008). Mekanisme saponin merusak sel-sel saluran pencernaan melalui interaksi antara bagian aktif dari senyawa saponin aglikon hidrofobik dengan lapisan lipid sehingga molekul saponin bisa memasuki membran sel tegumen (Cheeke, 1989).


(24)

11 Peristiwa ini menyebabkan kebocoran pada dinding sel sehingga sel mengalami ketidakseimbangan ion lalu lisis. Saponin mempunyai sifat deterjen yang dapat menurunkan tegangan permukaan sel cacing sehingga merubah pemeabilitas sel dan mendegradasi lemak pada cacing (Hyene, 1987).

Tanaman herbal yang mengandung saponin sudah banyak dipakai untuk dijadikan sebagai anthelmintik. Penelitian Sumarni (2008) dengan menggunakan tepung daun jarak yang mengandung saponin 0,00179 gram/ml, dapat menurunkan jumlah ttge (telur tiap gram ekskreta) sampai 100%. Ridwan dan Ayunita (2007) menyatakan bahwa sari daun miana (Coleus blumei) yang mengandung saponin dapat dijadikan sebagai anthelmintik. Hal ini dikarenakan waktu kematian cacing yang lebih cepat pada cacing yang direndam dalam sari miana dibanding dengan kontrol NaCl fisiologis yang dilakukan secara in vitro. Struktur kimia saponin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Kimia Saponin Sumber: Dharmananda, 2006

Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Sifat-sifat tanin adalah membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam, mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid, tidak dapat mengkristal dan mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim proteolitik. Kemampuan tanin untuk mengendapkan protein disebabkan oleh adanya kandungan sejumlah gugus fungsional (hidroksi fenolik) yang dapat membentuk ikatan


(25)

12 kompleks yang sangat kuat dengan molekul protein saliva dan glikoprotein dalam mulut serta dapat menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas pakan. Tanin dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan karena tanin dapat melukai saluran pencernaan sehingga menyebabkan terganggunya fungsi saluran pencernaan (Cheeke, 1989). Batas penggunaan tanin dalam ransum adalah 2,6 g/kg (Kumar et al., 2005). Struktur kimia tanin dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Kimia Tanin Sumber : Bedino (2009)

Tanin tergolong senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Tanin memiliki properti menggabungkan dengan berbagai protein. Tanin Hydrolyzable dicirikan dengan memiliki unit asam galat dikombinasikan dengan ester hubungan ke gugus glukosa pusat. Tanin terkondensasi di sisi lainnya pada flavan-3-OLS. Tanin dapat mengurangi kinerja unggas saat unggas memakan ransumnya pada tingkat sedang.

epicatechin

catechin condensed tannin

gallic acid


(26)

13 Pemberian tanin dengan level tinggi dapat mengakibatkan pengurangan sampai 10% dari bahan kering dan kecernaan asam amino. Tanin juga dapat meningkatkan kejadian masalah pada kaki unggas, khususnya pada ayam pedaging (Leeson dan Summers, 2005). Min dan Hart (2003) mengatakan bahwa ekstrak tanin dari berbagai tanaman dapat memutuskan siklus hidup cacing nematoda di dalam saluran pencernaan dengan menghambat penetasan telur cacing dan perkembangan larva infektif. Tegumen cacing yang terdiri dari glikoprotein dan mukopolisakarida (Smyth, 1989) mampu dirusak oleh tanin dengan mengendapkan protein, sehingga menghalangi cacing untuk menyerap nutrisi, dan pada akhirnya cacing akan mati karena menurunnya persediaan glikogen dan berkurangnya pembentukan ATP.

Molan et al., (2000) menyatakan bahwa ekstrak tanin yang berasal dari hijauan L. pedunculatus, L. corniculatus, H. coronarium, dan O. Viciifolia dapat mengurangi pertumbuhan larva (L3) sampai 91%, mengurangi penetasan telur cacing sampai 34% dan mengurangi mobilitas larva (L3) sampai 30%. Penelitian Sumarni (2008) dengan menggunakan tepung daun jarak yang mengandung tanin 0,0074 gram/ml, dapat menurunkan jumlah total telur tiap gram ekskreta (ttge) sampai 100%. Ridwan dan Ayunita (2007) menyimpulkan bahwa sari daun miana (Coleus blumei) yang mengandung tanin juga dapat dijadikan sebagai anthelmintik.

Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan salah satu unggas lokal yang umumnya dipelihara peternak di pedesaan sebagai penghasil telur tetas, telur konsumsi, dan daging. Selain dapat diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara dengan teknologi sederhana, dan sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan mendesak (Rasyid, 2002).

Produksi ayam kampung di tingkat peternak banyak mengalami masalah, salah satunya adalah terdapatnya parasit cacing yang dapat menurunkan produksi ayam kampung. Cacing yang sering menyerang ayam umum ada dua yaitu cacing gilik (Ascaridia sp., Heterakis sallinae, Syngamus trachea, Oxyspirura mansonii)

dan cacing pita (Raillietinasp., Davainea sp.). Cara yang biasa dilakukan peternak

agar peternakannya terhindar dari penyakit cacingan adalah dengan pemberian obat cacing (Setiawan, 2008).


(27)

14 Berdasarkan Sartika dan Noor (2005) konversi ransum pada ayam kampung yang dipelihara dengan sistem intensif adalah 4,9-6,4. Creswell dan Gunawan (1982) menyatakan bahwa ayam kampung umur 12-16 minggu mempunyai bobot badan 1036-1453 gram dan rata-rata konsumsi pakan 88 gram per hari.

Konsumsi Ransum

Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1991).

Ransum adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Ransum berfungsi untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan sebagai bahan bagi terbentuknya material jaringan dalam tubuh untuk pembentukan daging dan telur pada ternak. (Suprijatna et al., 2005).

Leeson dan Summers (2005) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat nutrisi, kecepatan pertumbuhan dan stress. Menurut NRC (1994), konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh besar tubuh ayam, aktifitas harian, suhu lingkungan, kuantitas dan kualitas ransum.

Menurut Sumarni (2008) konsumsi ransum ayam kampung umur 12 minggu dengan penambahan tepung daun jarak dan pemeliharaan intensif adalah 68,47-79,79 gram/ekor/hari dengan konversi ransum sebesar 4,56-6,63.

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan setelah lahir sampai dewasa. Pertumbuhan merupakan manifestasi dari perubahan sel yang mengalami pertambahan jumlah sel dan pembesaran ukuran sel (Ensminger, 1992).

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan sel-sel individual, dimana pertumbuhan itu mencakup 4 komponen utama yaitu adanya peningkatan berat otot


(28)

15 yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adiposa dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

Pertumbuhan memiliki tahap-tahap yang cepat dan lambat, tahap cepat terjadi pada saat lahir sampai pubertas, sedangkan tahap lambat terjadi saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Laju pertumbuhan ayam sangat pesat pada umur 4 sampai 12 minggu dan akan menurun setelah 12 sampai 20 minggu. Menurut Anggorodi (1995), pada periode pertumbuhan diperlukan pakan dengan zat makanan yang seimbang. Kandungan zat makanan yang menentukan performa pada unggas adalah imbangan protein dan energinya. Selain itu, kebutuhan vitamin dan mineral harus terpenuhi.

Menurut Gordon dan Charles (2002), target bobot badan akhir tidak hanya berdasarkan kriteria ketercukupan kebutuhan pertumbuhan fisiologis selama masa pembesaran dalam rangka menopang produksi, tetapi setiap organ tubuh dan otot mengikuti kurva pertumbuhannya masing-masing. Menurut Bell dan Weaver (2002) bobot badan akhir dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konsumsi ransum, dan konversi ransum.

Konversi Ransum

Lacy dan Veast (2000) menyatakan bahwa konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperatur, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, pengafkiran, penyakit dan pengobatan serta manajemen pemeliharaan, selain itu faktor pemberian pakan, penerangan, dan faktor sosial turut mempengaruhi konversi ransum.

Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas (Amrullah, 2003). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperatur, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat additif, kualitas air, pengafkiran, penyakit, dan pengobatan, serta


(29)

16

manajemen pemeliharaaan. Selain itu, konversi ransum dipengaruhi faktor kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas (Amrullah, 2003).

Organ Dalam Ayam Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Fungsi hati yang lainnya adalah untuk menetralkan kondisi asam dari saluran usus dan mengawali pencernaan lemak dengan membentuk emulsi (Amrullah, 2003).

Gejala-gejala klinis pada jaringan hati tidak selalu terbanyak karena kemampuan regenerasi jaringan hati yang tinggi, tetapi kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi. Kegagalan fungsi hati mungkin baru terjadi setelah sebagian besar, kadang-kadang sampai mencapai 70%, sel-sel parenkim hati mengalami kerusakan (Subronto dan Tjahajati, 2004). Ressang (1984) mengatakan bahwa pembesaran hati dapat disebabkan oleh racun atau penyakit yang terbawa oleh makanan. Hasil penelitian Dwipayanti (2008) menyimpulkan bahwa kisaran persentase berat hati ayam kampung yang berumur 12 minggu dengan pemberian tepung daun jarak 2-16% sebesar 1,42%-1,6% dari bobot hidup.

Limpa

Limpa merupakan salah satu organ yang berperan dalam sirkulasi darah yaitu sebagai daerah penampung darah (Frandson, 1992). Ressang (1984) menyatakan bahwa fungsi limpa, selain untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan dalam menghilangkan eritrosit-eritrosit tua, ikut serta dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat dan membentuk limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Ukuran limpa bervariasi dari waktu ke waktu tergantung dari banyaknya darah yang ada dalam tubuh (Frandson, 1992). Jika limpa membesar (splenomegali), kemampuannya untuk menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat. Splenomegali dapat


(30)

17 menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi. Jika limpa yang membesar menangkap sejumlah besar sel darah yang abnormal, sel-sel ini akan menyumbat limpa dan mengganggu fungsinya. Hasil penelitian Nurjanah (2007) menyimpulkan bahwa kisaran persentase berat limpa ayam kampung yang berumur 11 minggu dengan pemberian bubuk bawang putih 2-7,5% sebesar 0,26%-0,38% dari bobot hidup.

Rempela (Gizzard)

Rempela atau perut otot terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Fungsi rempela (gizzard) adalah untuk memperkecil ukuran partikel makanan dengan bantuan grit. Enzim tidak diekskerikan di dalam gizzard, tetapi rempela melanjutkan pencernaan yang telah dilakukan proventrikulus (Bell dan Weaver, 2002). Persentase berat rempela terhadap bobot hidup akan menurun dengan bertambahnya umur pemotongan.

Akoso (1998) mengatakan bahwa peningkatan konsumsi ransum dapat mengakibatkan urat daging rempela tersebut akan lebih tebal sehingga memperbesar ukuran rempela. Amrullah (2003) menambahkan bahwa ukuran rempela mudah berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh unggas. Hasil penelitian Nurjanah (2007) menyimpulkan bahwa kisaran persentase berat rempela ayam kampung yang berumur 11 minggu dengan pemberian bubuk bawang putih 2-7,5% sebesar 3,47%-4,24% dari bobot hidup.

Ginjal

Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali dari filtrat, yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal adalah komposisi darah, tekanan darah arterial, hormon dan sistem saraf otonom (Frandson, 1992).

Ressang (1984) menyatakan bahwa fungsi ginjal adalah mempertahankan susunan darah dengan menggunakan zat-zat seperti air yang berlebihan, ampas-ampas metabolisme, garam-garam anorganik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah atau pigmen-pigmen yang terbentuk dalam darah.


(31)

18 Hasil penelitian Dwipayanti (2008) menyimpulkan bahwa kisaran persentase berat ginjal ayam kampung yang berumur 12 minggu dengan pemberian tepung daun jarak 2-16% sebesar 0,63%-0,83% dari bobot hidup.

Jantung

Jantung adalah organ otot yang memegang peranan penting di dalam peredaran darah. Crawley et al. (1980) menyatakan bahwa semakin meningkatnya umur, berat jantung akan semakin meningkat. Pembesaran ukuran jantung biasanya diakibatkan oleh adanya penambahan jaringan otot jantung (Ressang, 1984). Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung. Dwipayanti (2008) menyimpulkan bahwa rataan bobot jantung ayam kampung berumur 12 minggu yang diberi tepung daun jarak pagar 2-16% sebesar 0,68%-0,74% dari bobot hidup.

Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Di dalam ileum terdapat banyak lipatan atau lekukan yang disebut jonjot-jonjot usus (vili). Vili berfungsi memperluas permukaan penyerapan, sehingga makanan dapat terserap sempurna. Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh dan tipe makanan (Sturkie, 1976). Soulsby (1986) mengatakan bahwa kerusakan pada mukosa duodenum terjadi pada saat cacing muda menancapkan diri pada mukosa. Hasil penelitian Dwipayanti (2008) menyimpulkan bahwa kisaran persentase berat usus ayam kampung yang berumur 12 minggu dengan pemberian tepung daun jarak 2-16% sebesar 2,05%-2,42% dari bobot hidup sedangkan panjang relatif usus halusnya sebesar 36,73-38,8% dari bobot hidup.

Organ usus halus pada ternak merupakan organ penting dalam pencernaan yang berfungsi untuk penyerapan nutrien bahan pakan. Nutrien bahan pakan diserap melalui permukaan sel epitel vili usus halus. Morfologi permukaan vili usus halus sangat berperan dalam menyerap nutrien bahan pakan tersebut, oleh karena itu morfologi usus halus mempunyai struktur yang optimal dalam menyerap nutrien,


(32)

19 struktur tersebut dapat diamati sebagai performan vili usus halus. Performa vili usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bahan pakan, zat kimia pakan dan feed aditif, serta gangguan pertumbuhan vili usus halus. Kecernaan bahan pakan ternyata juga dipengaruhi oleh faktor lain pada pakan seperti antinutrisi dan serat kasar yang mempengaruhi pertumbuhan struktur vili (Rofiq, 2003)


(33)

20 MATERI DAN METODA

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Jumlah ternak yang digunakan adalah 80 ekor ayam kampung umur 12 minggu. Pemeliharaan ayam kampung ini dilakukan selama 28 hari (umur 12-16 minggu). Ayam kampung dipelihara secara intensif dengan sistem litter.

Daun Jarak Pagar

Daun jarak pagar yang digunakan diperoleh dari perkebunan tanaman jarak di daerah Cibedug, Bogor.

Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk crumble. Bahan baku ransum yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari PT Indofeed, Bogor. Bahan-bahan tersebut adalah jagung kuning, dedak padi, bungkil kedelai, Meat Bone Meal (MBM), minyak, garam, premix dan DL-Methionine. Ransum perlakuan yang dipakai dalam penelitian ini mendekati kebutuhan nutrisi untuk ayam leghorn yang berumur 10-16 minggu (Leeson dan Summers, 2005), yaitu Energi Metabolis 2850 kkal/kg, Protein Kasar 16%, Ca 0,92%, P 0,4%, Metionin 0,39%, dan Lisin 0,8%. Air minum yang digunakan merupakan air yang berasal dari sumur yang berada di sekitar kandang. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Komposisi bahan pakan dan kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 1.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter berjumlah 16 petak dan tiap petak kandang berukuran 1x1 m. Tiap petak terdapat lima ekor ayam


(34)

21 kampung. Tiap ulangan diacak terlebih dahulu untuk mengurangi galat pada perhitungan. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, tirai plastik, tempat air minum, termometer, plastik untuk ransum, spuit dan sonde untuk pencekokan.

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Zat-zat Makanan Ransum Penelitian

Nama Bahan % dalam ransum

Jagung Kuning 51,23

Dedak padi 20,5

Bungkil kedelai 17

MBM ( Meat Bone Meal ) 7,5

Minyak 3 Garam 0,1 Premix 0,5

DL Methionine 0,17

Jumlah 100 Kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan :

Energi Metabolis (kkal/kg) 2855,64

Protein (%) 18,23

Lemak (%) 5,60

Serat Kasar (%) 3,80

Metionine (%) 0,36

Sistin (%) 0,26

Metionine + Sistin (%) 0,62

Lisin (%) 0,83

Ca (%) 0,91

Ptersedia (%) 0,61

Na (%) 0,14

Cl (%) 0,17

Sumber : Kandungan zat makanan bahan pakan berdasarkan Leeson dan Summers (2005)

Vaksinasi dan Obat-obatan

Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin New Castle Disease (ND) untuk mencegah penyakit tetelo. Vaksin ND diberikan saat ayam umur 11


(35)

22 minggu melalui air minum. Obat cacing yang digunakan dalam penelitian ini adalah albendazole. Vita Chick digunakan sebagai suplemen vitamin.

Metode Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Pemberian ekstrak daun jarak pagar dan albendazole yaitu dengan cara dilarutkan terlebih dahulu di dalam air kemudian dicekokkan ke ayam sebanyak 1 ml. Perlakuan terdiri atas:

R1 = Ransum basal (kontrol),

R2 = Ransum basal + 5% ekstrak daun jarak dalam 1 ml air ( 0,05 g/ml air) R3 = Ransum basal + 10% ekstrak daun jarak dalam 1 ml air ( 0,1 g/ml air) R4 = Ransum basal + 1 % albendazole dalam 1 ml air

Dosis albendazole yang dipakai adalah 5 mg/kg bobot badan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL)dengan 4 perlakuan dan tiap perlakuan memiliki 4 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Xij = µ +

π

i +

Σ

ij

Xij = Perlakuan pakan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

π

i

= Efek perlakuan ke-i

Σij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Ragam (analysis of variance /ANOVA). Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Peubah yang diamati

1. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor)

Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan ayam akhir dengan bobot badan ayam awal.

2. Konsumsi Ransum (gram/ekor)

Konsumsi ransum didapatkan dari menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang masih ada dalam satu minggu.


(36)

23 3. Konversi Ransum (konsumsi ransum/pertambahan bobot badan)

Konversi ransum didapatkan dari membandingkan konsumsi ransum terhadap pertambahan bobot badan.

4. Persentase Bobot Organ Dalam (hati, limpa, jantung, ginjal, usus halus, dan rempela)

Persentase bobot organ dalam merupakan perbandingan bobot organ dalam dengan bobot hidup dikalikan 100.

5. Panjang Relatif Usus (cm/100 gram bobot badan)

Panjang relatif usus merupakan perbandingan panjang usus dengan bobot hidup dikalikan 100.

Prosedur Penelitian

Penyediaan Telur Infektif Cacing Ascaridia Galli. Telur cacing diambil dari uterus cacing dewasa yang terdapat pada ayam kampung. Cacing dewasa tersebut diambil dari usus ayam kampung dari rumah makan Galuga, Bogor. Uterus cacing dewasa diisolasi dibawah mikroskop di laboratorium helminthologi untuk memperoleh telur cacing A. galli. Telur cacing A. galli yang diperoleh diinkubasi dalam cawan petri berisi NaCl 0,9% selama 14 hari di laboratorium helminthologi sampai terbentuk telur infektif. Dosis yang diberikan adalah 2000 telur cacing/ ekor. Telur infektif yang telah siap diinfeksikan pada ayam kampung disimpan dalam gelas piala yang ditutupi dengan aluminium foil.

Pembuatan Ekstrak Daun Jarak. Daun jarak diblender menggunakan pelarut air dengan perbandingan 1:2 (1 daun jarak : 2 pelarut air), kemudian dilakukan maserasi dengan shaker selama 24 jam menggunakan aquadest dengan perbandingan 1:7 (1 hasil blender daun jarak : 7 pelarut air). Setelah dilakukan maserasi, bahan tersebut disaring dan diambil filtratnya. Filtrat tersebut dimasukkan ke dalam alat evaporator untuk diambil ekstraknya (bentuk serbuk). Proses pembuatan ekstrak daun jarak ditunjukkan pada Gambar 7.


(37)

24 Gambar 7. Proses Pembuatan Ekstrak Daun Jarak

Persiapan Kandang. Sisa kotoran ayam, baik berupa ekskreta, sisa litter, bulu maupun debu dikeluarkan dari kandang dengan cara disapu. Setelah itu, dilakukan penyemprotan air bertekanan dengan memakai jetspray. Setelah kandang disemprot dengan jetspray, kandang disemprot dengan desinfektan dimana seluruh bagian kandang harus basah atau terkena cairan desinfektan. Alat pakan dan minum unggas dibersihkan dengan menggunakan deterjen. Sekam ditaburkan dengan ketebalan 5-8 cm di lantai. Bagian samping kandang ayam ditutup dengan tirai plastik untuk menjaga agar ayam tidak kedinginan. Gambar kandang pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.


(38)

25

Gambar 8. Gambar Kandang saat Penelitiaan

Pemeriksaan Derajat Infeksi Kecacingan Prainfeksi. Pemeriksaan derajat infeksi kecacingan pada ternak dilakukan dua hari sebelum penginfeksian untuk memastikan bahwa ternak tersebut tidak terinfeksi cacing. Pemeriksaan ini dilakukan dua hari sebelum penginfeksian. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan larutan pengapung. Lima gram ekskreta diambil dari ternak kemudian diperiksa dengan menggunakan metode (Cringoli et al., 2004). Larutan pengapung disiapkan yang terdiri dari campuran 800 gram garam dan 1000 gram gula yang dilarutkan dalam 2 liter air. Dua gram ekskreta dilarutkan ke dalam 24 ml larutan pengapung yang kemudian disaring dan dihomogenkan kembali kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung Mc Master. Kamar hitung diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui jumlah telur didalamnya. Jika telur atau larva ditemukan di dalam ekskreta, maka ternak tersebut tidak boleh digunakan.

Analisis Kandungan Tanin dan Saponin Ekstrak Daun Jarak Pagar

Analisis kuantitatif terhadap kandungan tanin dan saponin pada ekstrak daun jarak pagar dilakukan di Balai Penelitian Peternakan (Balitnak) Ciawi dengan metode sebagai berikut (Harborne, 1987) :

1. Analisis Tanin

Analisis tanin dilakukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Larutan standar dengan konsentrasi 0,1 mg/ml diambil sebanyak 0,02 ml, 0,04 ml, 0,06 ml, 0,08 ml dan 0,1 ml lalu ditambahkan akuades hingga 0,5 ml kemudian ditambahkan 0,25 ml pereaksi Folin-Ciocalteu dan 1,25 ml larutan NaCO3.


(39)

26 Setelah itu, larutan divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm setelah 40 menit. Larutan contoh diencerkan sebanyak 6 kali lalu diambil sebanyak 0,05 ml dijadikan 0,5 ml dengan penambahan akuades. Setelah itu, larutan contoh diperlakukan sama dengan larutan standar.

Kandungan tanin = X konsentrasi standar X faktor pengencer

2. Analisis Saponin

Analisis saponin dilakukan dengan menggunakan metode Hiai, yaitu larutan standar yang berisi 10 mg diosgenin ditambahkan 20 ml MeOH (0,5 mg/ml) dalam suhu kamar kemudian disimpan dalam waterbath es. Setelah itu, larutan dikeluarkan dan dilakukan penambahan pereaksi vanilin sulfat yang berisi 1,6 gram vanilin yang ditambah 20 ml etanol dan 28 ml akuades yang ditambah 72 ml H2SO4 pekat. Larutan dipanaskan pada suhu 600 C selama 10 menit kemudian didinginkan dalam air es. Setelah itu, larutan divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 544 nm.

Kandungan saponin = X konsentrasi standar X faktor pengencer

Metode Penginfeksian

Ayam kampung yang digunakan berumur 12 minggu sebanyak 80 ekor. Pada awal penelitian, ayam ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan bobot awalnya. Penginfeksian telur infektif cacing A. galli dilakukan satu kali saat ayam berumur 12 minggu. Telur infektif diberikan dengan cara dicekok ke dalam mulut ayam dengan menggunakan spuit yang dihubungkan dengan sonde. Dosis cacing yang diberikan adalah 2000 telur cacing/ekor. Seminggu kemudian, ayam diberikan perlakuan dengan melarutkan ekstrak daun jarak pagar dan albendazole ke dalam air dan kemudian dicekokkan ke dalam mulut ayam. Pencekokan ini dilakukan selama tujuh hari pemeliharaan. Bobot badan ayam kampung ditimbang setiap satu minggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan selama periode penelitian.

Pemeriksaan Telur Tiap Gram Ekskreta (TTGE)

Pemeriksaan ttge dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengambil dua gram ekskreta dari tiap ulangan. Ekskreta dilarutkan ke dalam 24 ml larutan pengapung yang kemudian disaring dan dihomogenkan kembali kemudian


(40)

27 dimasukkan ke dalam kamar hitung Mc Master. Kamar hitung diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui jumlah telur didalamnya.

Pengukuran dan Pengamatan Organ Dalam

Setelah pemeliharaan selama 28 hari, diambil satu ekor ayam kampung betina dari setiap ulangan untuk dipotong dan diamati organ dalamnya. Sebelum ayam dipotong, ayam ditimbang bobot hidupnya terlebih dahulu. Setelah dipotong, ayam ditimbang bobot potong dan bobot tanpa bulunya. Organ dalam dikeluarkan dari ayam kampung untuk ditimbang berat karkasnya. Organ dalam ayam kampung dikeluarkan untuk diamati dan diukur persentase bobot organ dalam serta saluran pencernaannya.

Pemeriksaan Usus Semua Perlakuan

Setelah usus halus semua perlakuan dikeluarkan dari ayam kampung, usus ayam kampung dipotong untuk dilihat jumlah telur cacing dan peradangan-peradangan yang terjadi pada usus ayam kampung.


(41)

28 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Saponin dan Tanin Ekstrak Daun Jarak

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun jarak pagar kaya akan saponin dan tanin, sedangkan senyawa metabolit sekunder lainnya seperti alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid dalam kadar yang lebih rendah. Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi daun jarak pagar dengan pelarut air yaitu sebesar 4,04 %. Hasil analisa fitokimia secara kualitatif terhadap kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak daun jarak pagar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Jarak Pagar

Senyawa Fitokimia Kandungan1)

Alkaloid ++ Flavonoid +

P. Hidroquinon +

Steroid ++ Triterpenoid ++ Saponin ++++ Tanin ++++

Keterangan : 1) (-) Tidak ada, (+) Positif lemah (cenderung tidak ada), (++) Positif lemah, (+++) Positif kuat, (++++) Positif sangat kuat. Hasil analisa Laboratorium Kimia Analitik Institut Pertanian Bogor (2009)

Ekstrak daun jarak pagar memiliki aktivitas anthelmintik terhadap cacing A. galli. Aktivitas anthelmintik ditunjukkan dengan menurunnya waktu kematian dan meningkatnya jumlah kematian cacing (Hanifah, 2010).

Penelitian Hanifah (2010) menunjukkan bahwa ekstrak daun jarak pagar dapat mempercepat waktu kematian cacing A. galli in vitro. Cacing A. galli yang diberi perlakuan EDJ memiliki persentase jumlah kematian yang lebih tinggi dan waktu kematian yang lebih cepat dibanding kontrol. Persentase jumlah kematian diambil pada pengamatan selama 10 jam dari total 15 jam pengamatan. Perlakuan ekstrak daun jarak pagar dengan konsentrasi 10% (EDJ 10%) dapat mematikan cacing A. galli nyata lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Secara


(42)

29 statistik, waktu dan jumlah kematian cacing A. galli yang diberi perlakuan EDJ 10% setara dengan perlakuan pemberian albendazole 2%, 4%, dan 6%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan albendazole 6% dapat digantikan dengan pemberian ekstrak daun jarak pagar dengan konsentrasi 10% sebagai anthelmintik untuk cacing A. galli. Berdasarkan hasil penelitian Hanifah (2010), maka konsentrasi yang digunakan pada penelitian dengan menggunakan ayam kampung adalah 10% ekstrak daun jarak pagar dan 5% ekstrak daun jarak pagar sebagai pembandingnya.

Saponin dan tanin merupakan komponen yang mempunyai peranan yang penting sebagai anthelmintik. Tabel 3 menunjukkan bahwa ayam kampung yang diberi 10% EDJ mendapat suplementasi saponin dan tanin yang lebih tinggi dibandingkan dengan EDJ 5%. Kandungan fitokimia ekstrak daun jarak (EDJ) dan pada perlakuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Saponin dan Tanin Ekstrak Daun Jarak dan Kandungannya di dalam Ransum

Komponen EDJ(%)*

Suplementasi EDJ

Kontrol 5% EDJ (g/kg pakan)

10% EDJ (g/kg pakan)

Saponin 1,74 0 0,00046 0,00092

Tanin 0,74 0 0,0002 0,00039

*Keterangan : Hasil analisis Balai Penelitian Peternakan (Balitnak) Ciawi (2010) EDJ : Ekstrak Daun Jarak

Menurut FAO (2005) batas toleransi kadar saponin dalam ransum ayam broiler sebesar 1,09 g/kg pakan. Dengan berdasarkan total konsumsi ransum pada ayam penelitian ini, kandungan saponin dalam perlakuan sampai 10% EDJ masih lebih rendah dari batas toleransi yang dikemukakan oleh FAO. Menurut Cheeke (1989) saponin menimbulkan rasa pahit dan dapat menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya palatabilitas ransum dan konsumsi ransum. Penggunaan tanin pada penelitian ini masih dalam batas toleransi yaitu lebih rendah dari 2,6 g/kg (Kumar et al., 2005). Kandungan saponin dan tanin pada pemberian EDJ 5% selama 7 hari secara berturut-turut adalah 0,0128 gram/kg pakan dan 0,0055 gram/kg pakan. Kandungan saponin dan tanin pada pemberian EDJ 10% selama 7 hari secara berturut-turut adalah 0,026 gram/kg pakan


(43)

30 dan 0,011 gram/kg pakan. Data ini menunjukkan bahwa pemakaian ekstrak daun jarak pagar yang mengandung tanin dan saponin masih dalam batas toleransi sehingga tidak menimbulkan efek yang negatif terhadap ayam kampung.

Telur Tiap Gram Ekskreta (TTGE)

Hasil pemeriksaan TTGE menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya telur cacing pada ekskreta dan usus ayam kampung baik pada perlakuan kontrol, ekstrak daun jarak pagar maupun obat cacing sintetis. Hal ini diduga karena pada saat pemeriksaan ekskreta dan usus, fase cacing tersebut sampai pada tahap larva. Telur infektif baru 4 minggu dicekokkan ke ayam kampung sehingga cacing masih dalam tahap larva di dalam lumen usus. Kondisi tersebut sudah menyebabkan peradangan pada usus ayam kampung. Hal ini disebabkan oleh migrasi cacing yang terjadi di dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan (enteritis hemoragi).

Dosis infeksi cacing yang dipakai dalam penelitian ini adalah 2000 telur/ekor. Berdasarkan penelitian Nurmalasari (2007), infeksi telur cacing sebanyak 6000 telur/ekor hanya dapat menghasilkan ±500 larva cacing, sedangkan dosis infeksi 3x2000 telur infektif dengan selang waktu tiga jam, juga hanya dapat menghasilkan ±500 larva cacing. Hal ini membuktikan bahwa dosis 2000 telur/ekor belum dapat menyebabkan kesakitan terhadap ayam kampung. Selain itu, pemeliharaan ayam kampung selama 28 hari hanya menghasilkan cacing pada stadium larva. Hal ini menunjukkan bahwa stadium larva cacing yang dihasilkan pada penelitian ini belum menimbulkan adanya kesakitan pada ayam kampung. Tingkat kesakitan ayam kampung tersebut dapat dilihat dari tingkat keparahan terjadinya peradangan pada usus halus. Gambar kondisi usus halus semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.

Pada pengamatan bagian usus halus terlihat bahwa peradangan terbesar terlihat pada R1 (kontrol) yang memiliki warna usus halus yang lebih merah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengobatan yang dilakukan pada perlakuan kontrol. Peradangan yang terjadi di dalam usus ini dapat mengganggu kerja usus dalam menyerap sari-sari makanan. Tanda panah pada Gambar 9 menunjukkan peradangan yang terjadi pada usus halus semua perlakuan. Indikator tingkat kesakitan ayam kampung dapat dilihat dari sedikitnya peradangan dan blood spot yang terbentuk pada usus tiap perlakuan.Hal


(44)

31 ini dapat disebabkan oleh tingkat kekebalan ayam kampung sudah lebih baik. Soulsby (1982) menyatakan bahwa ayam muda yang berumur dibawah 3 bulan umumnya lebih peka daripada ayam dewasa. Infeksi yang rendah pada penelitian ini diduga belum mampu mempengaruhi tingkat konsumsi ransum karena ayam kampung belum mengalami kesakitan.

Gambar 9. Usus Halus Semua Perlakuan

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa

Pemberian bahan anthelmintik (albendazole dan ekstrak daun jarak) tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam kampung. Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam kampung umur 12-16 minggu disajikan pada Tabel 4.


(45)

32 Tabel 4. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi

Ransum selama 4 Minggu Penelitian (Umur 12-16 Minggu)

Peubah Perlakuan

Kontrol EDJ 5% EDJ10% Albendazole

Konsumsi Ransum (gram/ekor)

1900,42±0,03 1900,41±0,02 1900,39±0,06 1900,42±0,01 Pertambahan Bobot

Badan (gram/ekor)

198,5±19,28 185,5±20,62 203,5±17,84 227,5±24,14 Konversi Ransum

Bobot Badan Akhir (gram/ekor) 9,64±0,94 1173±93,59 10,34 ±1,12 1235±33,05 9,39±0,76 1271±100,60 8,42±0,86 1357±87,16

Keterangan : - EDJ : Ekstrak Daun Jarak Pagar

-Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua perlakuan (P>0,05)

Konsumsi Ransum

Pemberian EDJ dan albendazole tidak nyata menurunkan konsumsi ransum. Rataan total konsumsi ransum ayam kampung selama pemeliharaan 28 hari adalah 1900,41 gram/ekor atau 67,87 gram/ekor/hari. Konsumsi ransum ayam kampung penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Sumarni (2008) yang menghasilkan konsumsi ransum ayam kampung umur 8-12 minggu dengan penambahan tepung daun jarak sebesar 68,47-79,79 gram/hari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ransum pada ayam kampung dalam penelitian ini masih dalam kondisi normal.

Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah tingkat energi dalam ransum, tingkat infeksi cacing A. galli, tingkat kesakitan hewan dan pemberian ransum perlakuan. Kandungan energi ransum perlakuan sama yaitu sebesar 2855,64 kkal/energi. Tingkat energi ransum menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi (Leeson dan Summers, 2005).

Faktor kedua yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah tingkat infeksi cacing A. galli dan tingkat kesakitan hewan. Pencekokan telur cacing A.galli pada penelitian ini belum menimbulkan kesakitan pada ayam kampung, sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Hal ini diduga karena dosis infeksi yang belum cukup membuat peradangan usus yang tinggi yang dapat mengakibatkan ayam kurang mampu mencerna makanan dengan baik.

Faktor lain yang menyebabkan tingkat konsumsi ransum tidak berbeda nyata adalah dosis ekstrak daun jarak yang diberikan. Pemberian EDJ sampai level 10%


(46)

33 pada penelitian ini belum menyebabkan adanya perbedaan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena dosis ekstrak daun jarak yang masih rendah sehingga efektifitas senyawa saponin dan tanin dalam ransum belum dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum ayam kampung.

Pertambahan Bobot Badan

Pemberian EDJ sampai taraf 10% secara statistik tidak nyata meningkatkan pertambahan bobot badan ayam kampung. Namun demikian pemberian EDJ 10% dapat memperbaiki pertambahan bobot badan 2,52% lebih tinggi dibanding kontrol. Pemberian albendazole dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 14,61% dibandingkan kontrol, sedangkan pemberian EDJ 5% menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah 6,55% dibanding kontrol. Pemberian 5 mg/BB albendazole pada ayam kampung dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi EDJ sampai taraf 10% belum dapat menyamai pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan pemberian albendazole. Total pertambahan bobot badan yang paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan albendazole yaitu 227,5 gram setara dengan 8,125 gram/hari. Hal ini diduga karena efek albendazole dapat bekerja lebih cepat dibandingkan dengan pemberian EDJ.

Pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh pemberian EDJ 10% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini dapat dikarenakan oleh kinerja saponin dan tanin dalam ransum telah berpengaruh terhadap populasi cacing A. galli di dalam usus ayam kampung. Disamping itu, saponin dalam ransum perlakuan diduga mampu berinteraksi dengan usus sehingga lapisan pertahanan luar usus semakin kuat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarni (2008) bahwa lapisan pertahanan luar usus berperan untuk mengurangi kerusakan pada mukosa usus sehingga penyerapan sari-sari makanan pada usus meningkat. Dengan kondisi tersebut proses penyerapan nutrien yang dilakukan oleh tubuh dapat terlaksana dengan baik sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Konversi Ransum

Pemberian EDJ sampai level 10% secara statistik tidak nyata menurunkan konversi ransum ayam kampung (Tabel 4). Pemberian albendazole menunjukkan


(47)

34 konversi ransum yang paling rendah daripada perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ayam yang diberi perlakuan albendazole dapat menggunakan pakan lebih efisien.

Konversi ransum dalam penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Sumarni (2008) yang menghasilkan konversi ransum ayam kampung umur 8-12 minggu dengan penambahan tepung daun jarak 2-16% dan pemeliharaan intensif sebesar 4,56-6,63. Tingginya konversi ransum ini disebabkan oleh konsumsi ransum yang tinggi tidak disertai dengan pertambahan bobot badan yang tinggi. Pertambahan bobot badan yang rendah dapat disebabkan oleh umur ayam yang lebih tua (12-16 minggu) sehingga pertambahan bobot badan ayam kampung sudah menurun. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) bahwa laju pertumbuhan ayam sangat pesat pada umur 4 sampai 12 minggu dan akan menurun setelah 12 sampai 20 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam kampung terbaik diperoleh pada perlakuan albendazole.

Bobot Badan Akhir

Pemberian ekstrak daun jarak pagar sampai level 10% dan albendazole menghasilkan bobot badan akhir ayam kampung yang sama (Gambar 10). Bobot badan akhir ayam kampung yang dihasilkan oleh perlakuan EDJ 5%, EDJ 10%, dan albendazole lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pemberian EDJ 5% dan 10% menghasilkan bobot badan akhir yang lebih tinggi 0,05% dan 0,08% dari kontrol. Pemberian 1% albendazole juga dapat menghasilkan bobot badan akhir yang lebih tinggi 0,16% dari kontrol.

Ayam kampung yang diinfeksi dengan cacing A. galli dan yang dilakukan pengobatan dengan pencekokan ekstrak daun jarak pagar dan albendazole rata-rata mengalami peningkatan selama 28 hari (Gambar 10). Hal ini dapat dikarenakan oleh dosis cacing yang diinfeksi pada penelitian ini belum dapat menimbulkan kesakitan pada ayam kampung yang dicerminkan oleh tidak adanya telur cacing pada ekskreta ayam kampung. Hal ini menyebabkan ayam kampung masih dapat menyerap nutrien dalam ransum dengan baik untuk menghasilkan pertambahan bobot badan. Grafik bobot badan ayam kampung selama 4 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 10.


(48)

35 Gambar 10. Grafik Bobot Badan Ayam Kampung selama 4 Minggu Pemeliharaan

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Organ Dalam Hati

Pemberian ekstrak daun jarak pagar pada taraf 5%, 10% dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot hati (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hati pada penelitian ini masih dalam kondisi normal dan tidak mengganggu kinerja hati. Penelitian Dwipayanti (2008) memperoleh kisaran persentase berat hati ayam kampung berumur 12 minggu dengan pemberian tepung daun jarak 2-16% sebesar 1,42%-1,6% dari bobot hidup.

Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi (Subronto dan Tjahajati, 2004). Pada saat pemeriksaan organ hati pada ayam kampung tidak ditemukan adanya perubahan warna pada hati. Hal ini mengakibatkan pemberian ekstrak daun jarak pagar dan albendazole pada ayam kampung yang diinfeksi telur infektif cacing A.galli tidak menimbulkan adanya regenerasi dan kelainan pada hati.


(49)

36 Tabel 5. Rataan Bobot Organ Dalam dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung Umur

16 Minggu yang Diberi Ekstrak Daun Jarak dan Albendazole

Peubah Perlakuan

Kontrol EDJ 5% EDJ 10% Albendazole

Bobot hidup (g/ekor)

1230±144,85 1150±174,48 1198,5±82,59 1235,25±86,19 Hati -g -% 23,67±7,22 1,97±0,68 24,20±3,13 2,14±0,38 24,38±4,54 2,03±0,32 30,57±4,08 2,47±0,19 Limpa -g -% 5,10±2,96 0,41±0,21 3,98±0,81 0,36±0,14 5,14±1,84 0,43±0,15 5,05±3,24 0,40±0,23 Jantung -g -% 4,78±1,11 0,39±0,05 4,69±0,69 0,42±0,13 5,07±0,48 0,42±0,04 5,01±0,86 0,40±0,05 Ginjal -g -% 6,14±1,83 0,51±0,18 5,76±0,17 0,51±0,11 6,79±0,88 0,57±0,04 7,71±0,93 0,62±0,06 Usus Halus -g -% 26,69±4,38 2,18 b±0,37

22,15±4,07 1,92 ab±0,11

27,93±2,24 2,34 b ±0,29

20,71±4,9 1,68 a ±0,38 Rempela -g -% 34,75±8,4 3,73±0,52 34,88±7,59 4,00±0,34 34,86±10,2 3,80±0,96 36,58±6,28 3,91±0,26 Panjang Usus Halus (cm)

120,25±18,52 119,5±7,85 127,5±10,34 128,25±8,34

Panjang Relatif Usus Halus (cm/100 g BB)

9,78±1,04 10,56±1,62 10,71±1,54 10,39±0,41

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

EDJ : Ekstrak Daun Jarak Pagar

Limpa

Perlakuan pemberian ekstrak daun jarak pagar pada taraf 5%, 10% dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot limpa (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pencekokan ekstrak daun jarak pagar dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot limpa dan tidak menimbulkan adanya kelainan pada limpa. Penelitian Nurjanah (2007) memperoleh rataan bobot limpa ayam kampung berumur 11 minggu yang diberi bubuk bawang putih adalah 0,26%-0,38% dari bobot hidup. Besarnya limpa pada penelitian ini dapat diakibatkan oleh kerja keras limpa


(50)

37 dalam pembentukan antibodi untuk menghadapi antinutrisi yang terdapat dalam ekstrak daun jarak pagar (Ressang, 1984).

Jantung

Perlakuan pemberian ekstrak daun jarak pagar pada taraf 5%, 10% dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot jantung (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pencekokan ekstrak daun jarak pagar dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot jantung dan tidak menimbulkan adanya kelainan pada jantung. Penelitian Dwipayanti (2008) memperoleh rataan bobot jantung ayam kampung berumur 12 minggu yang diberi tepung daun jarak adalah 0,68%-0,74% dari bobot hidup. Crawley et al. (1980) menyatakan bahwa semakin meningkatnya umur, berat jantung akan semakin meningkat. Pembesaran ukuran jantung biasanya diakibatkan oleh adanya penambahan jaringan otot jantung (Ressang, 1984). Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung.

Ginjal

Perlakuan pemberian ekstrak daun jarak pagar pada taraf 5%, 10% dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot ginjal (Tabel 5). Penelitian Dwipayanti (2008) memperoleh kisaran persentase berat ginjal ayam kampung yang berumur 12 minggu dengan pemberian tepung daun jarak sebesar 0,63%-0,83% dari bobot hidup. Bains (1979) mengatakan bahwa perubahan (lesio) yang disebabkan oleh infeksi cacing A. galli mulai dari pembendungan sampai penebalan dinding usus dan hilang tonus serta dapat menyebabkan degenerasi hati dan ginjal. Hasil penelitian ini membuktikan belum adanya degenerasi ginjal pada ayam kampung.

Rempela (gizzard)

Perlakuan pemberian ekstrak daun jarak pagar pada taraf 5%, 10% dan albendazole tidak mempengaruhi persentase bobot rempela (Tabel 5). Penelitian Nurjanah (2007) memperoleh kisaran persentase berat usus ayam kampung yang berumur 11 minggu dengan pemberian bubuk bawang putih 2-7,5% sebesar 3,47%-4,22% dari bobot hidup. Amrullah (2003) menyatakan bahwa ukuran rempela mudah berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh unggas. Hal ini


(1)

43 Molan, A. L., G. C. Waghorn, B. R. Min & W. C. McNabb. 2000. The effect of

condensed tannins from seven herbages on Trichostrongylus colubriformis

larval migration in vitro. Folia Parasitol. 47:39–44.

Mutschler, E.1991. Dinamika Obat. Institut Teknologi Bandung, Bandung

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9 th Revised Edition. National Academy Press, Washington.

Nugroho, E. 1989. Penyakit Ayam di Indonesia Cetakan Ke-5. Eka Offset. Semarang.

Nurjanah, S. 2007. Pengaruh pemberian bawang putih dalam ransum terhadap organ dalam serta histopatologi usus dan hati ayam kampung yang diinfeksi telur

Ascaridia galli. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurmalasari, E. 2007. Populasi larva stadium ke-3 cacing Ascaridia galli pada

mukosa dan isi lumen usus halus ayam petelur yang diinfeksi variasi dosis 6000 telur infektif. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Permin, A., P. Hormon, M. Bisgoerd, Frandson & M. Pearman. 1998. Studies on

Ascaridia galli in chickens kept at different stocking rate. J. of Avian Pathology. 27 : 382-389

Pusat Kesehatan Hewan. 2008. Ascariasis pada unggas. http://www.vet-klinik.com. [5 Desember 2010]

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2006a. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Edisi 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2006b. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Edisi 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Rasyid, T.G. 2002. Analisis perbandingan keuntungan peternak ayam buras dengan sistem pemeliharaan yang berbeda. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 3(1): 15−22.

Ressang. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. N.V. Percetakan Bali. Denpasar

Ridwan, Y. & Yasmine. Q. A. 2007. Fitokimia dan aktivitas anthelmintik terhadap cacing pita ayam dari beberapa varietas miana (Coleus blumei . benth) secara

in vitro. Jurnal Protein: 14(1)

Rofiq, M.N. 2003. Pengaruh pakan berbahan baku lokal terhadap performa vili usus ayam broiler. J. Sains dan Teknologi Indonesia 5(5):190-194

Rose, S.P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB. International, Bilddles Ltd, Guildford.


(2)

44 Sartika, T. & R.R. Noor. 2008. Production performance of some local chicken

genotypes in Indonesia: An overview. http://agtr.ilri.cgiar.org/casestudy/noor/pdf/Noor.pdf

Setiawan, H. 2008. Cacingan si pencuri nutrisi ternak.

http://www.majalahinfovet.com/2008/07/cacingan-si-pencuri-nutrisi-ternak.html. [ 16 Oktober 2010 ]

Siswandono & Soekardjo B. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya.

Smyth, J.D & D.P. Mc Manus. 1989. The Physiology and Biochemistry of Cestodes. Cambridge University Press, Great Britain.

Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Academic Press. New York and London.

Soulsby, E.J.L. 1986. Textbook of Clinical Parasitology Volume I : Helminth, blockwell Scientific publication, Oxford, London

Staubmann , R.M, Schubert-Zsilavecz, A. Hiermann & T Kartning. 1997. The anti-inflammantory Effect of Jatropha curcas Leaves. Proceeding symposium “Jatropha 97”, Nicaragua.

Subronto & I. Tjahajati. 2004. Ilmu Penyakit Ternak II. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Sumarni, N. 2008. Efektifitas tepung daun jarak (Jathropa curcas L.) sebagai anticacing Ascaridia galli dan pengaruhnya terhadap performa ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprijatna, E., A. Umiyati & K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan

ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya

Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan : M. Syah. PT Gramedia, Jakarta

Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. The 3rd Edition. Springer Verlag. New York. Tiuria R. 1991. Hubungan antara dosis infeksi, biologi Ascaridia galli dan

produktifitas ayam petelur. Tesis. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdo Soekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ueda H, A. Takagi, K. Katou & S. Matsumoto. 2002. Feeding behaviour in chicks fed tea saponin and quinine sulfate. Poult Sci. 39 : 34-41


(3)

45


(4)

46 Lampiran 1. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Kampung Selama 28 hari

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,003886 0,001295 1,066555 3,490295 Galat 12 0,014574 0,001214

Total 15 0,01846

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung selama 28 hari

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 3699 1233 2,905734 3,490295

Galat 12 5092 424,3333

Total 15 8791

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 3. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Kampung selama 28 hari

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 7,548068 2,516023 2,920028 3,490295

Galat 12 10,33972 0,861644

Total 15 17,88779

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot Hati Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,60 0,2 1,0703131 3,4902948

Galat 12 2,2426295 0,1869

Total 15 2,8427084

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)


(5)

47 Lampiran 5. Analisis Ragam Bobot Limpa Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,006704 0,002235 0,104748 3,490295

Galat 12 0,256022 0,021335

Total 15 0,262727

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 6. Analisis Ragam Bobot Jantung Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,129 0,043 0,229 3,490

Galat 12 2,258 0,188

Total 15 2,387

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 7. Analisis Ragam Bobot Ginjal Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel Perlakuan 3 0,034802 0,011601 0,930653 3,490295

Galat 12 0,14958 0,012465 Total 15 0,184382

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Rempela Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,10 0,03 0,14 3,49

Galat 12 3,01 0,25 Total 15 3,11

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)


(6)

48 Lampiran 9. Analisis Ragam Panjang Relatif Usus Ayam Kampung

SK Db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 0,000164 5,47573E-05 0,447524649 3,490295 Galat 12 0,001468 0,000122356

Total 15 0,001633

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Usus Ayam Kampung

SK db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 3 1,03 0,343278 3,677116 3,490295 Galat 12 1,12026341 0,093355

Total 15 2,15009793

Keterangan : *Berbeda nyata (P<0,05), SK = Sumber Keragaman, db = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, F hit = Faktor koreksi berdasarkan hasil perhitungan, F 0,05 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05), F 0,01 = Hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 11. Uji Jarak Duncan Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jarak Pagar dan Albendazole terhadap Bobot Usus Ayam Kampung (12-16 Minggu)

Perlakuan Jumlah Rata-rata Grup Duncan

Kontrol 4 2,1800 b

EDJ 5% 4 1,9175 ab

EDJ 10% 4 2,3450 b