Pemanfaatan alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk pendugaan vigor daya simpan benih kedelai (Glycine Max (L.) Merr.)

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC)
IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN
BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

ANNISA IMANIAR
A24080075

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk
Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.)
The Utilization of Rapid Aging Tools (APC) IPB 77-1 MM to Estimate The Shelf
Life Vigor of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Seed.
Annisa Imaniar1, M. Rahmad Suhartanto2
1
2

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB


Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract
The research was conducted at the Laboratory of Seed Science and
Technology, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural Institute from April to May 2012. The objective of the
research was to test the utilization of Rapid Aging Tools (APC) IPB 77-1 MM to
estimate the shelf life vigor of soybean (Glycine max (L.) Merr.) seed and to
obtain the procedures for using APC IPB 77-1 MM. This research used physical
accelerated aging and chemical accelerated aging on soybean seed of different
vigor levels by using APC IPB 77-1 MM. The working principle of this tool is
aging seed with a scourging heat vapor for physical accelerated aging and the
steam of 95% ethanol for chemical accelerated aging during a given period. The
results showed that APC IPB 77-1 MM can be used to estimate the shelf life of
soybean seed vigor with physical accelerated aging and chemical accelerated
aging. However, a method of physical accelerated aging more consistent than
with chemical accelerated aging. Physical accelerated aging conducted using a
scourging heat vapor for 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 minutes on temperature
and RH of 52°C and 89%, and chemical accelerated aging conducted using the

steam of 95% ethanol for 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 minutes on temperature
and RH of 32°C and 82%. In terms of technical, procedure of chemical
accelerated aging easier to do than with physical accelerated aging.

Key words : APC IPB 77-1 MM, physical accelerated aging, chemical accelerated
aging

ii

RINGKASAN

ANNISA IMANIAR. Pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1

MM untuk Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.)
Merr.). (Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO).
Vigor daya simpan (VDS) adalah suatu parameter vigor benih yang
ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan
suboptimum. Pengujian vigor daya simpan benih dapat dilakukan dengan metode
pengusangan cepat untuk mempercepat kemunduran benih. Benih diperlakukan
dalam kondisi suboptimum (cekaman) buatan untuk menduga kondisi simpan

sebenarnya seperti suhu tinggi, kelembaban (RH) tinggi, kimia (etanol, methanol,
NaOH, PEG) dan air panas. Jika proses kemunduran viabilitas benih secara alami
disebut deteriorasi benih, maka penurunan viabilitas benih secara buatan disebut
devigorasi benih.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pemanfaatan Alat Pengusangan
Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk pendugaan vigor daya simpan benih kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) dengan pengusangan secara fisik dan kimia, serta untuk
memperoleh prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
bulan April sampai dengan Mei 2012.
Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan, yaitu pengusangan cepat
benih secara fisik dan pengusangan cepat secara kimia pada benih kedelai dengan
tingkat vigor yang berbeda dengan menggunakan Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM. Prinsip kerja alat ini adalah mengusangkan benih dengan
penderaan uap panas untuk pengusangan fisik dan uap etanol 95% untuk
pengusangan kimia selama periode tertentu. Pembuatan lot benih perlu dilakukan
terlebih dahulu dengan menyimpan benih di ruang AC (V1) dan metode
deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 10 hari (V2) dan 20
hari (V3) untuk memperoleh lot benih dengan tingkat vigor yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis regresi linier sederhana

iii

dan analisis korelasi regresi untuk mengetahui dan membandingkan hubungan
antara berbagai peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu
pengusangan benih.
Hasil menunjukkan bahwa adanya korelasi yang negatif antara waktu
pengusangan fisik dan kimia dengan parameter viabilitas dan vigor benih yang
diamati, yaitu daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan
kecepatan tumbuh. Semakin lama waktu pengusangan, viabilitas dan vigor benih
akan semakin rendah yang menandakan benih mengalami kemunduran. Parameter
viabilitas dan vigor benih kedelai dapat dideteksi berdasarkan waktu pengusangan
melalui persamaan regresi y = a + bx dengan y sebagai parameter viabilitas dan
vigor benih dan x sebagai waktu pengusangan benih jika nilai korelasinya nyata.
Sudut kemiringan (α) garis regresi menunjukkan laju penurunan vigor
benih kedelai hasil pengusangan dan dapat mengindikasikan vigor daya simpan
benih. Nilai vigor benih hasil pengusangan fisik dan kimia merupakan fungsi nilai
dari vigor awal lot benih dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi
hubungan antara waktu pengusangan dengan viabilitas dan vigor benih. Metode

pengusangan fisik lebih konsisten dalam hasil pengusangan dilihat dari
konsistensi nilai vigor yang dihasilkan pada semua tolok ukur yang diamati.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Alat
Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dapat menduga vigor daya simpan
benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan metode pengusangan fisik dan
pengusangan kimia. Namun, metode pengusangan fisik lebih konsisten
dibandingkan dengan pengusangan kimia.
Pengusangan fisik dilakukan dengan penderaan uap panas terhadap benih
selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit pada suhu ±52° dan RH 89%,
sedangkan pengusangan kimia dilakukan dengan penderaan uap etanol 95%
terhadap benih selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit pada suhu ±32° dan
RH 82%. Dari segi teknis, prosedur pengusangan kimia lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan pengusangan fisik.

iv

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC)
IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN
BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANNISA IMANIAR
A24080075

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

v

Judul : PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT
(APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR
DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.)
Merr.)
Nama : ANNISA IMANIAR
NIM


: A24080075

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si.
NIP. 19630923 198811 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

vi


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 21 Desember 1989. Penulis
merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Rachman Siregar dan Ibu Farida
Hanum Hutasuhut.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Ciputat 1, kemudian pada tahun
2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 87 Jakarta. Penulis menempuh
pendidikan di SMA Negeri 82 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008
penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan
pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada tahun 2010. Penulis juga
mengikuti kepanitian di beberapa acara yang diadakan di IPB. Selama menjalani
perkuliahan, penulis mendapat beberapa beasiswa yaitu beasiswa PPA
(Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2010 dan beasiswa BBM (Bantuan
Belajar Mahasiswa) pada tahun 2011 hingga 2012. Pada kegiatan akademik di
kampus, penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar Ilmu dan
Teknologi Benih pada tahun 2012.


vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian “Pemanfaatan Alat
Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk Pendugaan Vigor Daya
Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)” ini dapat terselesaikan dengan
baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir Abdul Qadir, M.Si dan Dr. Ir. Herdhata Agusta selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dalam pelaksanaan akademik penulis.
4. Ayahanda Rachman Siregar dan ibunda Farida H. Hutasuhut yang selama ini
telah memberikan doa dan kesabarannya serta dukungan baik secara moril
maupun materiil kepada penulis.
5. Abang Tagor dan Abang Jeffry serta keluarga yang senantiasa memberikan

dukungan moril dan motivasinya kepada penulis.
6. Bapak Rahmat Leuwikopo dan Mba Adria Nova Pramudia atas bantuannya
demi kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
7. Riah Badriah, teman seperjuangan selama penelitian hingga skripsi ini
selesai.
8. Dira, Keswari, Tira, Yuyuk, Lidya dan Tiara serta seluruh teman-teman AGH
45 atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama menjalankan
penelitian.
Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2012
Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................x 
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi 
PENDAHULUAN ...........................................................................................1 
Latar Belakang ........................................................................................1 
Tujuan .....................................................................................................3 
Hipotesis .................................................................................................3 
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................4 
Sifat Fisik dan Kimia Benih Kedelai ......................................................4 
Viabilitas dan Vigor Benih .....................................................................5 
Vigor Daya Simpan (VDS) ......................................................................6 
Kemunduran Benih .................................................................................7 
Pengusangan Cepat Benih ......................................................................7 
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 M ........................................8 
BAHAN DAN METODE ..............................................................................12 
Tempat dan Waktu ................................................................................12 
Bahan dan Alat .....................................................................................12 
Metode Penelitian .................................................................................12 
Pelaksanaan Penelitian .........................................................................15 
Pengamatan ...........................................................................................18 
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................21 
Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM ..................21 
Pembuatan Lot Benih ...........................................................................25 
Perubahan Kadar Air Selama Pengusangan Fisik dan Kimia ...............26 
Daya Berkecambah Benih Setelah Pengusangan Fisik dan
Kimia ....................................................................................................28 
Potensi Tumbuh Maksimum Benih Setelah Pengusangan Fisik
dan Kimia .............................................................................................29 
Indeks Vigor Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia .................30 
Kecepatan Tumbuh Benih Setelah Pengusangan Fisik dan
Kimia ....................................................................................................31 
Sudut Kemiringan dan Nilai Vigor .......................................................33
Instruksi Kerja APC IPB 77-1 MM .....................................................36 
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................39 
Kesimpulan ...........................................................................................39 
Saran .....................................................................................................39 
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................40 
LAMPIRAN ...................................................................................................42 

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Nilai tengah dan standar deviasi viabilitas dan vigor tiga
lot benih kedelai .................................................................................26
2. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kadar air

benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ................27 
3. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara daya

berkecambah benih kedelai dengan waktu pengusangan
fisik dan kimia ....................................................................................28 
4. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara potensi

tumbuh maksimum benih kedelai dengan waktu
pengusangan fisik dan kimia ...............................................................29 
5. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara indeks

vigor benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan
kimia ...................................................................................................30 
6. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kecepatan

tumbuh benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik
dan kimia ............................................................................................32 
7. Rekapitulasi sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai

vigor setiap lot benih kedelai pada seluruh tolok ukur
setelah pengusangan fisik dan pengusangan kimia ............................34 

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Struktur benih kedelai ..........................................................................5
2. Tampak bagian depan APC IPB 77-1 MM ..........................................9
3. Tampak bagian dalam APC IPB 77-1 MM ..........................................9
4. Tampak bagian samping APC IPB 77-1 MM ....................................10
5. Perangkat pengusangan fisik pada APC IPB 77-1 MM ....................10
6. Perangkat pengusangan kimia pada APC IPB 77-1 MM ...................11

7. Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM ...................................12
8. Diagram alir pelaksanaan penelitian ..................................................14
9. Metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu

28.1°C .................................................................................................15
10. Pemaparan benih di ruang suhu kamar untuk penyamaan

kadar air ..............................................................................................16
11. Pelembaban benih kedelai dengan kertas merang ..............................16
12. Setelan pengatur pengusangan ...........................................................21
13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), waktu

penderaan (tengah) dan timer (kanan) ................................................22
14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM ...............................................22
15. Tabung pemanas etanol yang berembun ...........................................25
16. Laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil
pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh
maksimum ..........................................................................................33

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan
fisik pada tiga lot benih kedelai ..........................................................43
2. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan

kimia pada tiga lot benih kedelai .......................................................43
3. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu

pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................44
4. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu

pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................44
5. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan

waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai .........................45
6. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan
waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai .......................45
7. Garis regresi antara indeks vigor dengan waktu
pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................46
8. Garis

regresi antara indeks vigor dengan waktu
pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................46

9. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu

pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................47
10. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu

pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................47

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman polong
yang penting bagi Indonesia, karena merupakan bahan dasar makanan dan sumber
utama protein nabati, serta komponen pakan ternak. Ketergantungan terhadap
kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya Indonesia mampu
mencukupinya sendiri. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan
kedelai yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi kedelai. Produksi
kedelai pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 6.93% dibandingkan pada
tahun 2009 yaitu dari 974,512 ton menjadi 907,031 ton. Penurunan produksi
kedelai tersebut meningkat yaitu sebesar 6.97% pada tahun 2011 (Badan Pusat
Statistik, 2011). Ketersediaan benih bermutu merupakan salah satu faktor yang
membatasi produksi kedelai di Indonesia.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah
penyimpanan benih. Benih tidak selalu langsung ditanam, sehingga mengalami
penundaan tanam yang artinya mengalami penyimpanan. Benih akan mengalami
penurunan mutu, baik viabilitas maupun vigor benih selama penyimpanan
(deteriorasi), terutama penyimpanan pada kondisi suboptimum yang merupakan
kondisi penyimpanan yang kurang baik. Padahal benih dituntut untuk dapat
mempertahankan mutunya tetap tinggi sampai benih akan ditanam kembali.
Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis lembab seperti di
Indonesia juga dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah.
Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan dapat mengurangi
penyediaan benih yang bermutu tinggi. Benih kedelai termasuk benih yang cepat
mengalami kemunduran di dalam penyimpanan karena kandungan proteinnya
yang tinggi. Menurut Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih
merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta
tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologi yang disebabkan oleh
faktor internal.
Vigor adalah karakter benih yang ditunjukkan melalui kecepatan dan
keseragaman pertumbuhan benih, kemampuan benih untuk tumbuh normal pada

2
kondisi suboptimum dan viabilitasnya tetap tinggi setelah disimpan (ISTA, 2007).
Vigor benih dapat menentukan daya simpan benih. Vigor benih yang tinggi akan
mempunyai daya simpan yang tinggi. Di sinilah letak pentingnya vigor daya
simpan (VDS) yang didefinisikan sebagai suatu parameter vigor benih yang
ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan
suboptimum (Sadjad et al., 1999).
Pengujian vigor daya simpan benih umunya dilakukan dengan simulasi.
Simulasi tersebut dapat dilakukan dengan metode pengusangan cepat untuk
mempercepat kemunduran benih. Benih diperlakukan pada kondisi suboptimum
(cekaman) buatan untuk menduga kondisi simpan sebenarnya seperti suhu tinggi,
kelembaban udara (RH) tinggi, kimia (etanol, methanol, NaOH, PEG), dan air
panas. Jika proses kemunduran viabilitas benih secara alami disebut deteriorasi
benih, maka penurunan viabilitas benih secara buatan disebut devigorasi benih.
Sadjad merekayasa mekanisme pengusangan secara kimia dengan etanol
95% pada tahun 1977 dan memperkenalkan Mesin Pengusangan Cepat (MPC)
IPB 77-1 sebagai alat pendugaan daya simpan benih melalui penelitian akurasinya
pada tahun 1982 (Sadjad et al., 1982). Untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi,
alat ini kemudian dimodifikasi menjadi MPC IPB 77-1 M pada tahun 1991
(Sadjad, 1991). Modifikasi MPC IPB 77-1 menjadi MPC IPB 77-1 M
memungkinkan waktu deraan yang memendek, yaitu terjadi peningkatan efisiensi
penderaan uap etanol dari kelipatan 60 menit menjadi 30 menit untuk benih
jagung, dan dari 30 menit pada menjadi 20 menit untuk benih kedelai. Dalam
mesin ini benih mengalami gesekan antara butiran, kelembaban nisbi yang tinggi
dan suhu yang tidak optimum.
Dalam penelitiannya, Suhartanto (1994) memanfaatkan dan memodifikasi
MPC IPB 77-1 menjadi APC IPB 77-1 MM untuk menguji viabilitas benih
berdasarkan sistem multiplikasi devigorasi (SMD) secara fisik dan kimia. Pada
tahun 2011, Suhartanto meningkatkan efesiensi Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM sebagai modifikasi lebih lanjut dengan model ukuran yang lebih
kecil 60% dari ukuran sebelumya untuk menghindari kebocoran uap sehingga uap
penderaan dapat lebih fokus mengenai benih di ruang deraan yang lebih kecil.

3
APC IPB 77-1 MM ini juga dirancang dengan menempatkan benih dalam keadaan
non-stationer dan memungkinkan terjadiya devigorasi benih secara bertahap.
Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan, yaitu pengusangan cepat
benih secara fisik dan pengusangan cepat secara kimia pada benih kedelai dengan
tingkat vigor yang berbeda dengan menggunakan Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM. Prinsip kerja alat ini adalah mengusangkan benih dengan
penderaan uap panas untuk pengusangan fisik dan uap etanol 95% untuk
pengusangan kimia selama periode tertentu. Penderaan uap panas memberikan
cekaman benih dengan suhu dan kelembaban udara (RH) tinggi, sedangkan
penderaan uap etanol 95% memberikan cekaman benih dengan etanol selama
proses devigorasi. Dalam penelitian ini juga dipelajari dampak penderaan secara
fisik dan kimia terhadap benih dengan tingkat vigor yang berbeda.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemanfaatan Alat Pengusangan
Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk pendugaan vigor daya simpan benih kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) dengan pengusangan fisik dan kimia, serta untuk
memperoleh prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM.
Hipotesis
1. Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dapat digunakan untuk
menduga vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan
melihat hubungan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih dengan
waktu pengusangan.
2. Vigor daya simpan berbanding lurus dengan vigor awal, tetapi berbanding
terbalik dengan sudut kemiringan (α) garis regresi hubungan viabilitas dan
vigor benih dengan waktu pengusangan, maka VDS =

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Fisik dan Kimia Benih Kedelai
Benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sama seperti benih-benih family
Leguminosae, yang terdiri dari embrio dan kulit benih. Bagian embrio terdiri dari
plumula, poros hipokotil akar (axis) serta dua kotiledon. Plumula embrio terdiri
dari dua calon daun dan titik tumbuh, sedangkan poros hipokotil akar merupakan
bagian embrio yang terletak di bawah kotiledon (Hidayat dalam Afifah, 1991).
Kotiledon mengandung bahan makanan yang kebanyakan terdiri dari lemak dan
protein, yang jumlah kandungannya tergantung dari varietas (Somaatmadja dalam
Afifah, 1991), yaitu kandungan lemak kurang lebih 21% dan kandungan protein
40%. Kulit benih terdiri dari tiga lapisan sel, yaitu epidermis, hipodermis dan
parenkima. Struktur benih kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Justice dan Bass (2002), daya simpan benih dipengaruhi oleh
faktor genetik antara lain struktur kulit benih dan komposisi kimia benih. Kulit
benih kedelai amat tipis sehingga mudah terinfeksi oleh cendawan, bakteri, dan
virus serta rentan terhadap kerusakan fisik dan mekanik. Berdasarkan komposisi
kimia benih, benih kedelai termasuk ke dalam kelompok benih berlemak dan
berprotein yang memiliki kandungan lemak dan kandungan proteinnya sebesar
18-50%. Komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya simpannya.
Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan asam lemak
bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di
dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami
kemunduran (Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Sifat dari mutu fisiologis benih kedelai tergolong cepat mengalami
penurunan viabilitas (daya tumbuh dan kekuatan tumbuh) dan vigor pada kondisi
suhu dan kelembaban yang relatif tinggi, akibat laju respirasi yang meningkat
(Wirawan dan Wahyuni, 2002; Rahayu, et al., 2009). Hasil penelitian Tatipata, et
al. (2004) menunjukkan benih kedelai yang mengalami kemunduran dapat
dicerminkan oleh menurunnya kadar fosofolipid, protein membran, fosfor
anorganik mitokondri, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom
oksidase serta laju respirasi.

5

Gambar 1. Struktur benih kedelai
(Thompson dalam Tatipata,1993)
Viabilitas dan Vigor Benih
Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Benih
harus memiliki tingkat daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu
peraturan pemerintah di daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih.
Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih
yang ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan.
Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan
viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih
kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk
disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Oleh karena itu, vigor benih dipilah atas
dua kualifikasi, yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Daya Simpan
(VDS). Kedua macam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan
parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bermacam-macam.
Vigor benih tertinggi tercapai pada saat benih masak secara fisiologis
(Justice dan Bass, 2002; Sadjad, 2010). Sejak itu, benih perlahan-lahan kehilangan
vigor dan akhirnya mati.

Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor

penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak
selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat.
Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih
disimpan sampai akhirnya semua benih mati (Justice dan Bass, 2002).
Pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan
viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Laju kemunduran vigor dan

6
viabilitas benih tergantung pada beberapa faktor, di antaranya faktor genetik dari
spesies atau kultivarnya, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot
benih serta cendawan gudang, bila kondisi penyimpanan memungkinkan
pertumbuhannya (Justice dan Bass, 2002).
Vigor Daya Simpan
Menurut Sadjad et al. (1999), vigor daya simpan ialah suatu parameter
vigor benih yang ditunjukan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam
keadaan suboptimum. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan suboptimum,
apabila disimpan dalam keadaan terbuka dan langsung berhubungan dengan udara
luar. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan optimum, apabila benih itu
disimpan dalam keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban nisbi udara dan
biosfernya serba terkontrol. Benih yang memiliki vigor daya simpan tinggi
mampu disimpan untuk periode simpan yang normal dalam keadaan suboptimum
dan lebih panjang daya simpannya apabila ruang simpan dalam keadaan optimum.
Analisis vigor daya simpan dapat dikembangan berkat ditemukannya
metoda pengusangan cepat yang menjabarkan kemunduran benih secara artifisial.
Kalau deteriorasi merupakan kemunduran viabilitas benih akibat faktor-faktor
alami, devigorasi digunakan untuk menyebutkan kemunduran viabilitas benih
oleh proses pengusangan cepat (Sadjad, 1993).
Vigor daya simpan untuk mengukur benih sejauh mana dapat disimpan
atau untuk mengukur periode simpan, disimulasi dengan metode uji pengusangan
cepat. Benih diperlakukan dalam kondisi cekaman buatan baik yang
mengungkapkan kondisi simpan sebenarnya, misalnya pada suhu dan kelembaban
nisbi udara yang tinggi, maupun yang mengungkapkan secara tidak langsung,
misalnya dengan menginduksikan uap etanol atau ethylaldehid ke dalam benih.
Kalau dalam cekaman seperti itu benih mundur (devigorate) secara cepat dalam
waktu pendek dan menunjukkan kinerja mundur tidak beda dengan kondisi
simpan terbuka untuk jangka suatu periode simpan alami tertentu, maka
perlakuan itu dapat digunakan menduga daya simpan benih secara langsung.
Pendugaan daya simpan secara tidak langsung juga dapat dilakukan dengan

7
membuat model simulasi yang menunjukkan hubungan VDS dengan daya simpan
alami (Sadjad et al.,1999).
Kemunduran Benih
Suseno (1975) menyatakan bahwa kemunduran benih diartikan sebagai
turunnya kualitas, sifat, atau vitalitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor
dan jeleknya pertanaman dan hasil. Kejadian itu merupakan proses degenerasi
yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai tingkat kualitas
yang maksimum. Kemunduran benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih
yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat
pada berkurangnya viabilitas benih.
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsurangsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih (Copeland dan
McDonald, 2001). Menurut Barton dalam Justice dan Bass (2002) kadar air
merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Justin dan Bass
(2002) menambahkan, beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran
benih diantaranya adalah jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka,
kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen dan kondisi
penyimpanan benih.
Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi
biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim,
penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi
fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor
(Tatipata, et al., 2004).
Pengusangan Cepat Benih
Metode pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor
dan pengujian daya simpan benih. Pengusangan cepat benih dapat dilakukan
dengan cara penderaan, baik secara fisik maupun kimia. Pengusangan secara fisik
dilakukan dengan cara memperlakukan benih pada suhu 40ºC dan kelembaban
nisbi 100%. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan

8
menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol
(Mugnisjah, et al. 1994).
Pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) merupakan salah satu
metode uji vigor benih yang digunakan secara resmi oleh International Seed
Testing Association (ISTA). Pengusangan cepat adalah percepatan laju kerusakan
benih dengan perlakuan suhu dan RH tinggi (95%), sehingga kadar air meningkat
dan menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (ISTA, 2010). Benih vigor tinggi
akan bertahan pada kondisi ekstrim dibandingkan benih vigor rendah, sehingga
benih bervigor tinggi akan memiliki perkecambahan yang tinggi, sedangkan benih
yang bervigor rendah akan kehilangan kemampuan untuk berkecambah.
Sadjad dalam Sadjad (1982) menyatakan bahwa etanol dapat mempercepat
kemunduran benih sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga daya simpan
benih. Dampak etanol terhadap viabilitas benih jagung ditemukan Sadjad pada
tahun 1964 dan digunakan dalam penelitiannya dengan substrat kertas untuk uji
viabilitas (Sadjad et al., 1999). Hasil penelitian Pian (1981) menunjukkan
perlakuan benih dengan uap etanol dapat meningkatkan kandungan etanol dalam
benih yang mengakibatkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh
terhadap enzim, membran sel, mitokondria dan organel lainnya yang berperan
dalam perkecambahan benih. Benih jagung yang dimundurkan secara cepat
dengan deraan uap etanol menunjukkan peningkatan kadar alkohol dalam benih
tersebut, dan hubungannnya sangat nyata dengan mundurnya viabilitas benih.
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini merupakan alat yang
dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat baik secara fisik maupun
kimia. Alat ini merupakan modifikasi dari MPC IPB 77-1 dan MPC IPB 77-1 M
yang bertujuan untuk menyempurnakan sistem pergerakan benih dalam ruang
deraan yang lebih efisien dalam rangka uji sistem multiplikasi devigorasi
(Suhartanto, 1994). Pada bagian depan alat yang berbentuk tabung besar ini
terdapat motor yang menempel di bagian luar tutup ruang deraan (Gambar 2).
Motor tersebut dihubungkan dengan kerekan (pulley) untuk menggerakan sebuah
poros di dalam ruang deraan yang di permukaanya dipasang 12 tabung wadah

9
benih. Berputarnya tabung-tabung tersebut dapat menempatkan benih dalam
keadaan non-stationer, sehingga memudahkan uap penderaan mengenai seluruh
permukaan benih yang ada di dalam tabung pada saat proses penderaan. Di dalam
ruang deraan juga terdapat saluran uap untuk mengeluarkan uap penderaan ke
dalam ruang deraan (Gambar 3).

Gambar 2. Tampak bagian depan APC IPB 77-1 MM

Gambar 3. Tampak bagian dalam APC IPB 77-1 MM
Pada bagian depan alat pengusangan juga terdapat sebuah selang untuk
saluran pengeluaran air sisa uap panas selama pengusangan fisik (Gambar 2).
Bagian samping alat pengusangan terdapat dua buah tombol hijau untuk mengatur
waktu pemasukan uap dan waktu penderaan, serta satu tombol merah untuk timer
(Gambar 4). Tombol pengatur waktu pemasukan uap berfungsi untuk mengatur
berapa lama uap panas atau uap etanol masuk ke dalam ruang deraan, sedangkan
tombol pengatur waktu penderaan berfungsi untuk mengatur berapa lama motor
yang menggerakkan tabung-tabung wadah benih yang berputar di dalam ruang
deraan. Tombol timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu

10
yang diatur sudah habis. Tombol-tombol tersebut diatur sesuai dengan waktu yang
dikehendaki sebelum memulai pengusangan.

Gambar 4. Tampak bagian samping APC IPB 77-1 MM
Alat ini dirancang untuk metode pengusangan fisik dengan satu buah botol
kaca untuk menampung air yang akan dipanaskan dan dihubungkan langsung
menuju tabung pemanas air (heater) untuk menghasilkan uap panas. Uap panas
yang dihasilkan kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas dan
disalurkan masuk ke dalam ruang deraan. Pada tabung penampung uap panas juga
terdapat kran untuk mengatur uap panas yang keluar dari tabung. Sebagian uap
panas dikeluarkan untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan agar tidak terlalu
tinggi. Perangkat untuk pengusangan fisik pada Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perangkat pengusangan fisik pada APC IPB 77-1 MM
APC IPB 77-1 MM ini juga dirancang untuk pengusangan kimia dengan
tiga buah tabung yang terdiri dari satu buah tabung pemanas etanol dan diapit dua

11
buah tabung lainnya untuk menampung uap etanol. Etanol yang dimasukan ke
dalam tabung pemanas etanol kemudian dipanaskan menghasilkan uap etanol
yang langsung disalurkan ke tabung penampung uap dan masuk ke dalam ruang
deraan. Perangkat untuk pengusangan kimia pada Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perangkat pengusangan kimia pada APC IPB 77-1 MM

12

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor pada bulan April sampai dengan Mei 2012.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro.
Bahan lain yang digunakan adalah etanol 95%, fungisida (Dithane M-45), kertas
merang, plastik strimin, kawat, plastik, dan label.
Alat yang digunakan yaitu Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM,
Alat Pengecambah Benih (APB) IPB 72-1 (Gambar 7), alat pengepres kertas IPB
75-1, wadah tertutup, kawat, seperangkat alat pengukur kadar air (oven kadar air,
desikator, timbangan, cawan), boks plastik, kranjang.

Gambar 7. Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan I adalah
pengusangan cepat benih secara fisik dengan menggunakan penderaan uap panas
pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Percobaan II adalah
pengusangan cepat secara kimia dengan menggunakan penderaan uap etanol 95%
pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM.

13
Pengusangan fisik dan kimia dilakukan pada tiga tingkat vigor benih kedelai
yang dibuat dengan perlakuan penyimpanan pada ruang AC (V1), metode
deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama 10 hari (V2)
dan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama
20 hari (V3) yang kemudian diusangkan dengan Alat Pengusangan Cepat (APC)
IPB 77-1 MM selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit untuk pengusangan
fisik dan selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit untuk pengusangan kimia.
Waktu pengusangan tersebut diperoleh dari hasil pra-eksperimen sebelumnya.
Setiap percobaan terdiri dari 15 satuan perlakuan dengan masing-masing
perlakuan akan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah satuan tiap percobaan
diperoleh 45 satuan percobaan. Kebutuhan benih dari setiap satuan percobaan
terdiri dari 100 butir benih untuk pengujian kadar air, indeks vigor dan daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan kecepatan tumbuh yang masingmasing pengamatan sebanyak 25 butir. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 8.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis regresi linier
sederhana dan analisis korelasi regresi. Pendekatan pertama dengan analisis
regresi linier sederhana bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan
hubungan antaraberbagai peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu
pengusangan benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu:
Y = a + bX
dengan :
Y = parameter viabilitas dan vigor benih
a = titik potong garis dengan sumbu y
b = kemiringan atau koefisien regresi
X = waktu pengusangan benih
Pendekatan kedua adalah analisis korelasi regresi antara parameter
viabilitas dan vigor dengan waktu pengusangan benih. Parameter viabilitas dan
vigor benih dinyatakan sebagai sumbu Y dan waktu pengusangan dinyatakan
sebagai sumbu X. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan
hubungan antara peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu
pengusangan benih.

14
Satu Lot Benih Kedelai
Varietas Anjasmoro

Pembuatan Tiga Lot Benih:
V1 = Benih disimpan di ruang AC
V2 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada
RH 97% dan suhu 28.1°C selama 10 hari
V3 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada
RH 97% dan suhu 28.1°C selama 20 hari

Penyamaan Kadar Air Benih
(Benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari)

Pelembaban Benih
(Benih dilembabkan dengan kertas merang basah selama 11 jam

Pengusangan Cepat Fisik

Pengusangan Cepat Kimia

pada 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15menit

pada 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit

Uji Kadar Air dan
Analisis Viabilitas dan Vigor Benih:
1. Daya Berkecambah
2. Potensi Tumbuh Maksimum
3. Indeks Vigor
4. Kecepatan Tumbuh

Gambar 8. Diagram alir pelaksanaan penelitian

15
Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan adanya
keeratan hubungan atau korelasi antara parameter viabilitas dan vigor benih
dengan waktu pengusangan. Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi
berdasarkan waktu pengusangan benih melalui persamaan regresi apabila
koefisien korelasinya nyata.
Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar
keragaman parameter viabilitas dan vigor benih (Y) dapat digambarkan oleh
keragaman waktu pengusangan benih (X). Nilai koefisien determinasi yang tinggi
menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan
benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Lot Benih dengan Metode Deteriorasi Terkontrol
Satu lot benih kedelai dibuat menjadi tiga lot dengan tingkat vigor yang
berbeda. Lot benih diperoleh dari penyimpanan di ruang AC (V1) dan metode
deteriorasi terkontrol (V2 dan V3). Metode deteriorasi terkontrol dilakukan untuk
memperoleh beragam status viabilitas dan vigor benih. Metode deteriorasi
tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam lingkungan
simpan yang memiliki kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu
kamar 28.1°C selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3). Benih kedelai diberi
fungisida (Dithane M-45) terlebih dahulu sebelum disimpan untuk menghindari
serangan cendawan. Benih kedelai yang akan disimpan lalu dipaparkan secara
merata di dalam plastik strimin dan disimpan di dalam wadah tertutup yang berisi
air sehingga kondisi RH tinggi mencapai 97% dan suhu 28.1°C selama 10 dan 20
hari (Gambar 9).

Gambar 9. Metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C

16
Benih kedelai yang telah disimpan, sebagian langsung dikecambahkan
dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) pada Alat
Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk mengamati viabilitas dan vigor benih setelah
penyimpanan. Pengecambahan dilakukan sebanyak tiga ulangan untuk masingmasing tingkat vigor. Setiap ulangan menggunakan 25 butir benih untuk daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.
Setelah disimpan, benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari agar
kadar air benih mencapai kesetimbangan sebesar 12%, sehingga kadar air pada
semua

perlakuan

penderaan

seragam

dan

tidak

menjadi

faktor

yang

mempengaruhi dalam pengujian viabilitas dan vigor benih (Gambar 10).

Gambar 10. Pemaparan benih di ruang suhu kamar untuk penyamaan kadar air
Sebelum diusangkan dengan APC IPB 77-1 MM, tiga lot benih yang
memiliki tingkat vigor yang berbeda dilembabkan terlebih dahulu dengan
menumpukkan benih secara merata dengan kertas merang basah selama 11 jam
hingga kadar air mencapai ±26%. Pelembaban tersebut bertujuan agar benih
mengalami imbibisi yang dapat memudahkan uap panas dan uap etanol masuk ke
dalam benih selama proses pengusangan (Gambar 11). Setelah dilembabkan,
benih dibagi menjadi dua bagian yang akan digunakan untuk pengusangan cepat
fisik dan pengusangan cepat kimia.

Gambar 11. Pelembaban benih kedelai dengan kertas merang

17
Pengusangan Cepat Fisik dengan APC IPB 77-1 MM
Pengusangan cepat fisik dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan
menggunakan uap panas. Uap panas tersebut dihasilkan dari proses pemanasan
900 ml air yang kemudian uap panas tersebut ditampung dan disalurkan masuk ke
dalam ruang deraan benih. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan
akan mencapai konstan yaitu ±52°C dan 89% selama ±1.5 jam. Selama proses
pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap
panas perlu dibuka untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan dengan
membuang sebagian uap panas keluar. Setelah suhu dan kelembaban di dalam
ruang deraan mencapai konstan, benih didera dengan uap panas selama 0, 1×15,
2×15, 3×15 dan 4×15 menit.
Benih hasil pengusangan fisik tersebut kemudian diukur kadar airnya untuk
mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan dengan
metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat Pengecambah
Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.
Pengusangan Cepat Kimia dengan APC IPB 77-1 MM
Pengusangan cepat kimia dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan
menggunakan uap etanol 95%. Uap etanol tersebut dihasilkan dari proses
pemanasan ±50 ml etanol 95% yang kemudian masuk ke dalam ruang deraan
benih. Setiap melakukan pengusangan kimia, etanol yang akan digunakan harus
yang baru agar konsentrasi etanol tetap terjaga. Sisa etanol pada APC IPB 77-1
MM dari percobaan sebelumnya harus selalu diganti dengan etanol yang baru
sebelum memulai pengusangan. Pengusangan cepat kimia pada APC IPB 77-1
MM ini tidak memerlukan waktu untuk pemanasan terlebih dahulu sehingga dapat
langsung dilakukan penderaan benih dengan uap etanol selama 0, 1×20, 2×20,
3×20 dan 4×20 menit. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan selama
pengusangan yaitu 32°C dan 82%.
Benih hasil pengusangan kimia tersebut kemudian diukur kadar airnya
untuk mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan
dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat

18
Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan
tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan
kecepatan tumbuh.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk menganalisis viabilitas dan vigor benih
meliputi analisis berbagai peubah. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian
pengujian VDS ini, meliputi peubah sebagai berikut :
1. Kadar Air Benih
Kadar air benih diiuji sebelum dan sesudah pengusangan baik pada
pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Benih yang akan
diusangkan harus diuji kadar airnya terlebih dahulu sebelum dilakukan
percobaan untuk menyamakan kadar air benih. Setelah benih diusangkan
secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk
mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah pengusangan.
Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan metode
langsung yaitu dengan oven suhu rendah konstan (103±2°C) selama ±17
jam. Kadar air benih dapat dihitung dengan rumus:
KA =

× 100%

Keterangan:
KA = Kadar air benih (%)
M1 = Berat cawan + tutup
M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan

2. Daya Berkecambah (DB)
Daya Berkecambah adalah persentase total kecambah normal
selama pengamatan. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-3
dan hari ke-5 setelah dikecambahkan. Daya berkecambah dapat dihitung
dengan rumus:

19
DB =
Keterangan:
DB



∑K I

∑ K II

× 100 %

= Daya berkecambah (%)

∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3
∑ KN II = jumlah kecambah normal pada hari ke-5
3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum merupakan dihitung berdasarkan
jumlah kecambah normal dan abnormal yang tumbuh sampai akhir
pengamatan. PTM dapat dihitung dengan rumus:
PTM =
Keterangan:
PTM



∑K

∑ KA

× 100%

= Potensi tumbuh maksimum (%)

∑ KN = jumlah kecambah normal
∑ KAN = jumlah kecambah abnormal
4. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada hitungan
pertama yaitu pada hari ke-3 saja. Indeks vigor dapat dihitung dengan
rumus:
IV =
Keterangan:
IV



∑K I

× 100%

= Indeks vigor (%)

∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3
5. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan jumlah tambahan perkecambahan
setiap hari atau etmal selama kurun waktu perkecambahan. Pengamatan
dilakukan dengan mengambil dan menghitung kecambah normal setiap

20
etmal (24 jam) mulai dari hari pertama pengamatan hingga akhir
pengamatan. Kecepatan tumbuh dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

KCT = ∑

t = waktu pengamatan
N = persentasen kecambah normal setiap pengamatan
tn = waktu akhir pengamatan

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat
melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur penggunaan
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM diperoleh berdasarkan hasil praeksperimen yang dilakukan beberapa kali.
Pengusangan Cepat Fisik
Sebelum melakukan pengusangan fisik, botol penampung air diisi sebanyak
900 ml air untuk menghasilkan uap panas setelah proses pemanasan. Setelan
pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kanan yang
bertuliskan “uap air” untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah
pengusangan fisik dengan penderaan uap panas (Gambar 12). Untuk pengusangan
fisik, perlu dilakukan pemanasan air terlebih dahulu untuk menghasilkan uap
panas sebelum dilakukannya pengusangan, sehingga belum dilakukannya
penderaan. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan
timer (Gambar 13) diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki untuk proses
pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tomboltombol tersebut diatur, kemudian alat dinyalakan (Gambar 14) dan proses
pemanasan pun berlangsung.

Gambar 12. Setelan pengatur pengusangan

22

Gambar 13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), pengatur waktu
penderaan (tengah), dan timer (kanan)

Gambar 14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM
Air yang berasal dari botol penampung air masuk ke dalam tabung pemanas
air melalui selang yang dihubungkan antara kedua tabung. Air tersebut dipanaskan
di dalam tabung pemanas air (heater) menghasilkan uap panas