Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN
CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN
PENYIMPANAN ALAMI

SYARIFA MUSTIKA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemunduran Benih
Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan
Penyimpanan Alami adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Syarifa Mustika
NIM A24090123

ABSTRAK
SYARIFA MUSTIKA. Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat
Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami. Dibimbing oleh M
RAHMAD SUHARTANTO dan ABDUL QADIR.
Kemunduran benih ditandai dengan penurunan viabilitas, vigor dan
peningkatan asam lemak bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kesesuaian penurunan viabilitas, vigor dan peningkatan asam lemak bebas benih
kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis antara benih yang telah diusangkan
menggunakan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dengan
penyimpanan alami dan untuk mengetahui hubungan antara viabilitas dan vigor
dengan asam lemak bebas. Penelitian terdiri atas dua percobaan yaitu
penyimpanan alami dan pengusangan. Penyimpanan alami terdiri atas 5 waktu
penyimpanan yaitu 0, 2, 4, 6, 8 minggu dan pengusangan terdiri atas 5 waktu
pengusangan 0, 15, 30, 45, 60 menit. Hasil menunjukkan bahwa adanya

kesesuaian (korelasi nyata) laju penurunan viabilitas dan vigor antara
penyimpanan alami selama 8 minggu dengan pengusangan selama 60 menit,
sedangkan pada asam lemak bebas tidak adanya kesesuaian (korelasi tidak nyata)
antara penyimpanan alami selama 8 minggu (diasumsikan setelah penyimpanan
selama 8 minggu terjadi peningkatan asam lemak bebas) dengan pengusangan
selama 30 menit (Anjasmoro) dan 15 menit (Wilis). Hubungan antara viabilitas
dan vigor dengan asam lemak bebas berkorelasi negatif, artinya semakin tinggi
asam lemak bebas maka viabilitas dan vigor semakin rendah.
Kata kunci: asam lemak bebas, viabilitas, vigor

ABSTRACT
SYARIFA MUSTIKA. Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging
Machine IPB 77-1 MM compared to Natural Storage. Suvervised by M
RAHMAD SUHARTANTO and ABDUL QADIR.
Seed deterioration characterized by decrease in viability, vigor and an
increase in free fatty. This research was conducted to determine the comformity of
the decrease in viability, vigor and an increase in free fatty acids of soybean seed
of varieties Anjasmoro and Wilis has aging using accelerated aging machine IPB
77-1 MM compared to natural storage and to determine correlation between
viability and vigor compared to free fatty acids. The research consisted of two

experiments the natural storage and accelerated aging. Natural storage consists of
5 of storage periods of 0, 2, 4, 6, 8 weeks while accelerated aging consists of 5 of
aging periods of 0, 15, 30, 45, 60 minutes. The result showed that the conformity
(significant) decrease in viability and vigor between natural storage for 8 weeks
compared to accelerated aging for 60 minutes, while in free fatty acids absence of
conformity (not significant) between natural storage for 8 weeks (assumed after
natural storage for 8 weeks will be increase free fatty acids) compared to
accelerated aging for 30 minutes (Anjasmoro) and 15 minutes (Wilis). Viability
and vigor compared to free fatty acids had negative correlation, it means increase
in free fatty acids effect to decrease in viability and vigor.
Key word: free fatty acid, viability, vigor

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN
CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN
PENYIMPANAN ALAMI

SYARIFA MUSTIKA

Skripsi


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat
Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami
Nama
: Syarifa Mustika
NIM
: A24090123

Disetujui oleh


Dr Ir M R Suhartanto, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Abdul Qadir, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian “Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat
Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami” dilaksanakan di
laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan Laboratorium Analisis Tanaman dan
Kromatografi Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan Maret hingga Juni
2013. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir M Rahmad Suhartanto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi pertama
yang telah memberikan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi
2. Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah
memberikan arahan dalam pengolahan data penelitian dan penulisan skripsi.
3. Dr Ir Desta Wirnas, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan akademik kepada penulis.
4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan moril maupun materil.
5. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis
6. Gigih Kridaning Pawestri selaku teman seperjuangan dalam pelaksanaan
penelitian.
7. Pak Bambang yang telah membantu dalam pengujian asam lemak bebas
8. Teman-teman semua yang telah memberikan semangat kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Syarifa Mustika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Kemunduran Benih
Penyimpanan Benih
Viabilitas dan Vigor Benih
Asam Lemak Bebas
Pengusangan Cepat
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Analisis Data
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

Hubungan antara Kadar Air Penyimpanan Alami dan Pengusangan
Daya Berkecambah Benih selama Waktu Penyimpanan Alami dan Waktu
Pengusangan
Indeks Vigor Benih Selama Waktu Penyimpanan Alami dan Pengusangan
Hubungan Viabilitas dan Vigor Benih antara Penyimpanan Alami dengan
Pengusangan
Hubungan Asam Lemak Bebas antara Penyimpanan Alami dan
Pengusangan
Hubungan antara Penurunan Viabilitas dan Vigor Benih dengan Asam
Lemak Bebas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
ix

1
1
2
2
2
2
3
3
4
5
5
6
6
6
6
7
8
9
9
9

11
12
14
15
19
25
25
25
25
28
30

DAFTAR TABEL
1 Hubungan daya berkecambah dan indeks vigor antara penyimpanan
alami dengan pengusangan

14

DAFTAR GAMBAR
1 Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM

2 Hubungan antara KA pengusangan dengan KA penyimpanan alami
benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
3 Hubungan antara daya berkecambah dengan waktu penyimpanan alami
(a) dan antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan (b) pada
benih kedelai
4 Hubungan antara indeks vigor dengan waktu penyimpanan alami (a)
dan antara indeks vigor dengan waktu pengusangan (b) pada benih
kedelai
5 Hubungan antara asam lemak bebas dengan waktu penyimpanan alami
benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
6 Hubungan antara asam lemak bebas dengan waktu pengusangan benih
kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
7 Hubungan antara asam lemak bebas pengusangan dengan asam lemak
bebas penyimpanan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
8 Hubungan antara daya berkecambah dengan asam lemak bebas selama
penyimpanan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
9 Hubungan antara indeks vigor dengan asam lemak bebas selama
penyimpanan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
10 Hubungan antara daya berkecambah dengan asam lemak bebas selama
pengusangan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
11 Hubungan antara indeks vigor dengan asam lemak bebas selama
pengusangan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)

6
10

12

13
16
17
18
20
21
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Intruksi kerja APC IPB 77-1 MM
2 Hasil uji statistik asam lemak bebas

28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.)) merupakan salah satu tanaman kacangkacangan yang sangat penting di Indonesia, karena merupakan bahan dasar
makanan dan sumber utama protein nabati. Ketergantungan terhadap kedelai
impor sangat memprihatinkan, karena tingginya kebutuhan dalam negeri yang
tidak sesuai dengan produktivitas yang rendah. Kebutuhan kedelai setiap tahunnya
rata-rata sebesar 2.4 juta ton sedangkan produksi kedelai pada tahun 2011 sebesar
850 ribu ton (BPS 2011).
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan benih bemutu
adalah penyimpanan benih. Benih yang disimpan mengalami kemunduran mutu
benih yang ditandai dengan penurunan vigor maupun viabilitas benih selama
disimpan. Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah
cepatnya kemunduran mutu benih selama penyimpanan hingga mengurangi
penyediaan benih berkualitas tinggi (Purwanti 2004). Menurut Justice dan Bass
(2002) setiap benih memiliki laju kemunduran yang berbeda tergantung pengaruh
genetik, dormansi benih, ketebalan, dan struktur kulit serta komposisi kimia
dalam benih.
Nilai viabilitas benih dapat diketahui melalui pendekatan fisik, fisiologis,
biokimia, sitologi dan matematika. Peubah-peubah viabilitas benih yang
didasarkan pada pendekatan fisik diantaranya : (1) bobot 1000 butir benih, (2)
berat jenis benih, (3) persentase kerusakan benih dan (4) daya hantar listrik (DHL).
Peubah-peubah yang berdasarkan pada pendekatan fisiologis yang biasa
digunakan antara lain : daya berkecambah, daya berkecambah setelah didera,
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, bobot kering kecambah normal, dan
kadar air benih. Peubah-peubah dengan pendekatan biokimia antara lain adalah uji
tetrazolium, kadar etanol benih, kadar asam lemak bebas, laju respirasi benih,
perubahan aktifitas enzim, dan tingkat kebocoran zat-zat dari benih.
Pengujian viabilitas benih berdasarkan pendekatan fisiologis dan fisik
salah satunya yaitu metode pengusangan cepat. Metode pengusangan cepat
dilakukan untuk mempercepat kemunduran benih. Kemunduran benih dipercepat
dengan perlakuan pada kondisi suboptimum yaitu penderaan terhadap benih agar
sesuai dengan kondisi simpan yang sebenarnya seperti suhu dan kelembaban
udara tinggi, sehingga terjadi devigorasi benih yaitu penurunan viabilitas benih
secara buatan. Penelitian Imaniar (2012) menunjukkan bahwa adanya korelasi
negatif antara waktu pengusangan cepat dengan parameter viabilitas dan vigor
benih, artinya semakin lama waktu pengusangan maka viabilitas dan vigor benih
akan semakin rendah yang menandakan benih mengalami kemunduran dan
menyatakan bahwa metode pengusangan fisik lebih konsisten dalam hasil
pengusangan dilihat dari konsistensi nilai vigor yang dihasilkan pada tolak ukur
yang diamati.
Menurut Tatipata et al. (2004) benih kedelai mengalami kemunduran
dalam penyimpanan, disebabkan oleh kandungan lemak dan proteinnya yang
relatif tinggi sehingga perlu ditangani sebelum disimpan. Kedelai memiliki kadar
protein yang tinggi, yaitu sebesar 37%. Selain protein, benih kedelai juga

2
mengandung lemak cukup tinggi, yaitu sebesar 16%. Kandungan protein dan
lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai mengalami kemunduran terutama
jika kondisi lingkungan simpan kurang menguntungkan (sub optimum). Menurut
Copeland dan McDonald (2001) salah satu gejala dari mutu kemunduran benih
adalah peningkatan asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas terjadi
karena hidrolisis fosfolipid menyebabkan pelepasan gliserol dan asam lemak, dan
reaksi ini dipercepat dengan meningkatnya kelembaban benih. Menurut Ketaren
(1986) asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa yaitu penguraian lemak
atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penurunan viabilitas
dan vigor serta peningkatan asam lemak bebas benih kedelai varietas Anjasmoro
dan Wilis yang telah diusangkan menggunakan APC IPB 77-1 MM dengan
penyimpanan alami dan untuk mengetahui hubungan antara asam lemak bebas
dengan viabilitas dan vigor benih.
Hipotesis
1. Adanya kesesuaian penurunan antara viabilitas vigor penyimpanan selama
8 minggu dengan viabilitas vigor pengusangan selama 60 menit dengan
menggunakan APC IPB 77-1 MM.
2. Adanya kesesuaian peningkatan antara asam lemak bebas penyimpanan
selama 8 minggu dengan asam lemak bebas pengusangan selama 60 menit
dengan menggunakan APC IPB 77-1 MM.

TINJAUAN PUSTAKA
Kemunduran Benih
Kualitas benih terbaik didapatkan saat benih mencapai masak fisiologis,
yang dicirikan berat kering, viabilitas dan vigor benih maksimum serta kadar air
benih yang minimum. Berat kering benih menunjukkan kemampuan benih dalam
membentuk biomassa kecambah. Viabilitas benih bisa dilihat dari kemampuan
benih untuk berkecambah normal. Kadar air merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan saat pemanenan, pengemasan, penyimpanan dan pemindahan benih.
Waktu panen terbaik diperoleh saat kadar air benih minimum. Setelah tercapai
masak fisiologis, pada umunya benih mengalami kemunduran bertahap yang pada
akhirnya benih tersebut kehilangan viabilitas maupun vigornya dan berujung mati.
Proses kemunduran kondisi benih pasca masak fisiologis itulah yang disebut
deteriorasi. Deteriorasi tidak dapat dihentikan, tetapi hanya bisa dihambat.
Deteriorasi didefinisikan sebagai kemunduran viabilitas benih oleh faktor alami
baik di lapang produksi maupun dalam ruang simpan (Sadjad 1993).

3
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsurangsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih (Copeland san McDonald
2001). Justice dan Bass (2002) menambahkan, beberapa faktor yang
mempengaruhi laju kemunduran benih diantaranya adalah jenis benih, berat dan
bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan,
penanganan panen dan kondisi penyimpanan benih. Menurut Tatipata et al. (2004)
kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi
biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim,
penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi
fisiologis kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor.
Penyimpanan Benih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Cikuray (berbiji sedang,
kulit berwarna hitam) dan varietas Tidar (berbiji kecil, kulit berwarna kuning)
memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Wilis
(berbiji sedang, berkulit kuning). Daya berkecambah benih varietas Cikuray dan
varietas Tidar masih diatas 80% setelah lima bulan penyimpanan, sedangkan daya
tumbuh benih varietas Wilis menurun hingga 60% setelah lima bulan
penyimpanan (Sukarman dan Raharjo 2000).
Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung
dibandingkan dengan benih tanaman lain, dengan kehilangan vigor benih yang
cepat yang menyebabkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang
mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah,
terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Sehingga benih kedelai yang
akan ditanam harus disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu
rendah), agar kualitas benih masih tinggi sampai akhir penyimpanan (Vieira et al.
2001).
Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pascapanen kedelai
yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas atau
mutu. Menurut Harnowo et al. (1992) benih kedelai relatif tidak tahan disimpan
lama, sehingga penyimpanan berpengaruh terhadap mutu fisiologis dari benih
kedelai. Penyediaan benih dari dan untuk petani bagi musim tanam berikutnya
sering harus mengalami penyimpanan terlebih dahulu, sehingga upaya
merekayasa penyimpanan benih untuk memperoleh benih kedelai bermutu sangat
diperlukan. Oleh karena itu, perlu teknologi penyimpanan yang baik agar vigor
dan viabilitas benih tetap tinggi pada saat tanam sehingga diperoleh pertumbuhan
dan hasil yang baik. Menurut Byrd (1983), kemunduran benih adalah semua
perubahan yang terjadi dalam benih yang mengarah ke kematian benih.
Viabilitas dan Vigor Benih
Kualitas benih dilihat dari viabilitas dan vigor benih. Sadjad et al. (1999)
menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang ditunjukkan
melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan. Menurut Sumadi (2004),
secara sederhana benih bervigor tinggi diartikan sebagai benih yang mampu
tumbuh dan berkembang dengan baik walaupun dalam kondisi lingkungan tidak

4
optimum. Sadjad (1993), menyatakan bahwa vigor adalah kemampuan benih atau
bibit tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan
yang suboptimum dan di atas normal dalam keadaan yang optimum, atau mampu
disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum; dan tahan disimpan lama
dalam kondisi optimum.
Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan
viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih
kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk
disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Pada dasarnya proses kehilangan vigor
benih terjadi bersamaan dengan viailitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih
rendah. Menurut Justice dan Bass (2002) laju kemunduran vigor dan viabilitas
benih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya faktor genetik dari spesies
atau kultivarnya, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot benih
serta cendawan gudang, bila kondisi penyimpanan memungkinkan
pertumbuhannya.
Benih merupakan benda hidup yang di dalamnya terdapat berbagai
komponen kimiawi seperti karbohidrat, lemak, air dan substrat lain (Sudjindro
1994). Menurut Copeland and McDonald (2002), secara di dalam benih berisi
cadangan makanan dan substrat yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih.
Sadjad (1994) menyatakan bahwa masuknya air dalam benih tidak selalu diikuti
oleh proses pertumbuhan. Perombakan bahan cadangan makanan dapat terjadi
tetapi energy yang dihasilkan tidak dimanfaatkan untuk proses translokasi sintesa
melainkan terbuang sia-sia sehingga terjadi kemunduran benih dalam kurun waktu
penyimpanan.
Asam Lemak Bebas
Sifat fisikokimia lemak dan minyak berbeda satu sama lain, tergantung
pada sumbernya. Secara umum bentuk trigliserilda lemak dan minyak sama, tetapi
wujudnya berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari disebut lemak jika berbentuk
padat pada suhu kamar dan disebut minyak jika berbentuk cair pada suhu kamar.
Lemak dan minyak dapat mengalami ketengikan (rancidity), karena dapat
terhidrolisis dan teroksidasi bila dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara. Pada
proses hidrolisis lemak atau minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak
karena terdapat sejumlah air di dalamnya, sehingga menimbulkan bau tengik.
Reaksi demikian dikatalis oleh asam, basa, atau enzim tertentu seperti enzim
lipase (Yazid dan Nursanti 2006).
Menurut Copeland dan McDonald (2001) salah satu gejala dari mutu
kemunduran benih adalah peningkatan asam lemak bebas. Peningkatan asam
lemak bebas terjadi karena hidrolisis fosfolipid menyebabkan pelepasan gliserol
dan asam lemak bebas, reaksi ini dipercepat dengan meningkatnya kelembaban
benih. Menurut Ketaren (1986) asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa
yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan
hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Wirawan dan Wahyuni
(2002) menyatakan bahwa komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya
simpannya. Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan
asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi

5
enzim di dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami
kemunduran.
Pengusangan Cepat
Metode pengusangan cepat merupakan salah satu pengujian vigor dan
pengujian daya simpan benih. Pengusangan cepat dilakukan dengan penderaan
secara fisik maupun kimia. Pengusangan cepat (accelerated aging) dengan
menggunakan suhu tinggi 40-45˚C dan RH >90% terhadap benih berukuran besar
seperti benih jagung dan kedelai merupakan salah satu uji vigor benih yang
digunakan secara resmi oleh International Seed Testing Assosiation (ISTA).
Pengusangan cepat adalah percepatan laju kerusakan benih dengan suhu dan RH
tinggi (95%), sehingga kadar air meningkat dan menyebabkan kemunduran benih
lebih cepat (ISTA 2007). Menurut Mugnisjah et al. (1994) pengusangan secara
fisik dilakukan dengan cara memperlakukan benih pada suhu 40˚C dan
kelembaban nisbi 100%. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan etanol jenuh maupun larutan metanol.
Kecepatan kehilangan vigor selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban dan konsentrasi O2 atau CO2. Menurut
Harrington dalam Firdaus (2013) setiap penurunan kadar air 1% atau penurunan
suhu 5˚C dari kondisi penyimpanan normal dapat memperpanjang kondisi simpan
benih dua kalinya. Gholami dan Golpayegani (2011) menyatakan bahwa dengan
pengusangan cepat, benih mengalami kemunduran dengan sendirinya dengan
penggunaan kelembabab dan suhu yang tinggi (RH>90%, suhu≥40˚C), dengan
perlakuan tersebut selama 5 hari terjadi penurunan daya berkecambah dan
penurunan aktifitas peroxidase serta peningkatan asam lemak bebas dan
kebocoran ion.
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM merupakan alat yang dapat
digunakan untuk melakukan pengusangan cepat baik fisik maupun kimia. Sadjad
merekayasa mekanisme pengusangan secara kimia dengan etanol pada tahun 1977
dan memperkenalkan Mesin Pengusangan Cepat (MPC) IPB 77-1 sebagai alat
pendugaan daya simpan melalui penelitian akurasinya pada tahun 1982 (Sadjad
1991). Alat ini merupakan modifikasi dari alat sebelumnya MPC IPB 77-1 dan
MPC 77-1 M, modifikasi ini dilakukan untuk menyempurnakan sistem pergerakan
benih dalam ruang deraan agar lebih efisien dalam rangka uji sistem multiplikasi
devigorasi (Suhartanto 1994). Pada tahun 2011, Suhartanto meningkatkan
efisiensi Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM sebagai modifikasi lebih
lanjut dengan model ukuran yang lebih kecil 60% dari ukuran sebelumnya untuk
menghindari kebocoran uap sehingga uap penderaan lebih focus mengenai benih
diruang deraan yang lebih kecil. Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM
terdapat motor dibagian luar tutup ruang deraan yang dihubungkan dengan pulley
(kerekan) untuk menggerakkan poros dalam ruang deraan yang telah dipasang 12
tabung wadah benih. Tabung wadah benih dalam ruang deraan akan berputar
sehingga menempatkan benih dalam keadaan non-stationer dan memudahkan uap
penderaan mengenai permukaan benih secara menyeluruh saat proses penderaan.

6
Pada begian luar alat juga terdapat selang uap yang mengalirkan uap dari panci
pemanasan air ke dalam ruang deraan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih
dan Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Maret – Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM
(Gambar 1), alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, alat ekstraksi asam lemak
bebas (soxhlet, blender, buret, labu takar, pipet volumetrik, pipet mikro,
timbangan digital dan spatula), alat pengepres kertas tipe IPB 75-1, sealer,
timbangan, desikator, oven, cawan, thermohigrometer, handsprayer, dan
keranjang plastik.

Gambar 1 Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM
Bahan yang digunakan yaitu benih kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis
yang berasal dari Balai Besar Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Malang, kertas buram, label, plastik, plastik polipropilen (PP), bahan pengujian
asam lemak bebas (larutan NaOH 0.01N, kertas thimble, larutan kloroform,
larutan PP (phenolphthalein) 5%.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis regresi dan korelasi. Analisis regresi
bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan berbagai peubah
viabilitas, vigor, dan asam lemak bebas antara benih setelah diusangkan dengan
benih selama penyimpanan alami. Analisis korelasi (r) digunakan untuk melihat
seberapa besar peubah (y) dapat dipengaruhi oleh peubah (x) dan melihat keeratan
hubungannya. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan
adanya korelasi atau keeratan hubungan. Nilai koefisien determinasi (R 2)
digunakan untuk melihat seberapa besar keragaman peubah (y) dapat

7
digambarkan oleh peubah (x). Nilai R2 yang tinggi menunjukkan hubungan yang
erat secara kuantitatif antara peubah tersebut.
Persamaan regresi linier

yang diperoleh dari analisis (Walpole 1992)

yaitu:
Y = a + bX
dengan :
Y = parameter peubah viabilitas, vigor, dan asam lemak bebas (peubah bebas)
a = koefisien regresi
b = kemiringan atau gradient
X = waktu pengusangan benih dan waktu penyimpanan alami (peubah tetap)
Persamaan regresi polinomial yang diperoleh dari analisis (David et al.
1988) yaitu:
Y = a0 + a1x + a2x2 + … + anxn
dengan :
Y
= parameter peubah asam lemak bebas (peubah bebas)
a0,1,2,..n = koefisien regresi
x
= waktu pengusangan benih (peubah tetap)
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan dua percobaan yaitu percobaan I,
pengusangan cepat secara fisik dengan menggunakan penderaan uap panas pada
APC IPB 77-1 MM dan percobaan II, penyimpanan benih secara alami pada suhu
kamar.
Percobaan I yaitu pengusangan cepat secara fisik, dilakukan pengusangan
pada dua varietas kedelai (Anjasmoro dan Wilis) menggunakan APC IPB 77-1
MM dengan waktu pengusangan yaitu 0 , 15, 30, 45 dan 60 menit dengan tiga
ulangan. Pengusangan cepat dengan APC IPB 77-1 MM dilakukan dengan uap
panas yang berasal dari proses pemanasan air sebanyak 4 liter yang terdapat
dalam panci yang dididihkan dengan kompor listrik selama 2 jam dan menunggu
uap panas masuk keruang pengusangan hingga suhu dan kelembaban ruang
pengusangan menjadi 45-50 °C dan 87-90% (30 menit). Benih dimasukkan
kedalam tabung-tabung pengusangan lalu dimasukkan kedalam ruang
pengusangan dan proses pengusangan dimulai dan perlu dilakukan buka tutup
kran pembuangan uap panas apabila suhu dan kelembaban dalam ruang
pengusangan diluar batas yang diinginkan.
Percobaan II yaitu penyimpanan alami, dilakukan penyimpanan alami
pada dua varietas kedelai (Anjasmoro dan Wilis) dengan waktu penyimpanan
yaitu 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu dengan masing-masing diulang sebanyak tiga kali.
Benih kedelai dikemas menggunakan plastik PP dan di-press menggunakan sealer
lalu benih dimasukkan ke keranjang plastik dan disimpan dengan kondisi suhu
kamar yaitu 26-30 °C dan RH 60-70%.

8
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kadar Air Benih
Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan metode
langsung yaitu dengan oven suhu rendah konstan (103±2 °C) selama ±17 jam.
Kadar air benih dapat dihitung dengan rumus:
KA =

(M2−M3)
(M2−M1)

× 100%

Keterangan:
KA = Kadar air benih (%)
M1 = Berat cawan + tutup kosong
M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan
2. Daya Berkecambah (DB)
Daya Berkecambah adalah persentase total kecambah normal selama
pengamatan. Kriteria kecambah normal untuk kedelai adalah perakaran yang
terdiri dari akar primer dan sekunder, hipokotil (calon batang yang terletak di
bawah kotiledon), kedua kotiledon, epikotil, dan plumula. Pengamatan
dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-3 dan hari ke-5 setelah dikecambahkan.
Daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus:
DB =

∑ KN I + ∑ KN II

× 100 %

∑ KN I

× 100%

∑ benih yang dikecambahkan

Keterangan:
DB
= Daya berkecambah (%)
∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3
∑ KN II = jumlah kecambah normal pada hari ke-5
3. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada hitungan
pertama yaitu pada hari ke-3 saja.
IV = ∑ benih

yang dikecambahkan

Keterangan:
IV
= Indeks vigor (%)
∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-5
4. Asam Lemak Bebas
Pengukuran asam lemak bebas dengan menngunakan metode titrasi
volumetrik. Asam lemak bebas dinyatakan dalam persen, dengan
menggunakan rumus (SNI 01-3555 1998):
MxVxT
Asam Lemak Bebas =
10 m
Keterangan:
V = volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (ml)
T
= normalitas NaOH
m = bobot contoh (g)
M = bobot molekul asam lemak

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pengusangan Cepat
Pengusangan cepat secara fisik yaitu pengusangan cepat dengan
menggunakan uap panas yang dihasilkan dari air yang terdapat dalam panci
penampung (dipanaskan dengan kompor listrik 600 watt dan dilakukan
pemanasan air terlebih dahulu (2 jam)) yang dihubungkan melalui selang dengan
Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Jika suhu dalam ruang
pengusangan mencapai 45-50 °C dan RH 87-90%, maka benih dimasukkan ke
ruang pengusangan, lalu proses pengusangan dimulai dan untuk menjaga suhu dan
RH tetap stabil perlu dilakukan tutup buka kran keluaran uap panas.
Penyimpanan Alami
Penyimpanan benih secara alami dilakukan dengan cara menyimpanan
benih dalam kondisi suhu kamar yaitu 26-30°C dan RH 60-70% yang dimasukkan
kedalam keranjang plastik. Sebelum disimpan secara alami benih kedelai dikemas
terlebih dahulu dalam plastik polipropilen (PP) dan di-press lalu disimpan dalam
keranjang plastik dalam kondisi suhu kamar.
Hubungan antara Kadar Air Benih Penyimpanan Alami dengan
Pengusangan
Menurut Kuswanto (2003) kadar air benih merupakan salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi daya simpan benih. Kadar air benih yang tinggi
selama penyimpanan dapat menimbulkan beberapa akibat antara lain:
meningkatkan laju respirasi benih dan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu
tersebut menyebabkan enzim antioksidan aktif, sehingga akan merombak
cadangan makanan. Kadar air benih sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban
ruang tempat penyimpanan benih, karena sifat benih yang higroskopis, padahal
kadar air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih.
Hasil analisis regresi antara kadar air benih selama penyimpanan alami
dengan kadar air benih setelah pengusangan menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) benih kedelai varietas Anjasmoro sebesar 80% (> 80%), artinya
80% dari keragaman kadar air penyimpanan (y) dapat digambarkan oleh
keragaman kadar air pengusangan (x). Nilai koefisien determinasi (R2) benih
kedelai varietas Wilis sebesar 82% (> 80%), artinya 82% dari keragaman kadar
air penyimpanan (y) dapat digambarkan oleh keragaman kadar air pengusangan
(x). Hasil analisis regresi antara kadar air benih selama penyimpanan alami
dengan kadar air benih setelah pengusangan menunjukkan bahwa nilai koefisien
korelasi (r) benih kedelai varietas Anjasmoro sebesar 0.89 (> 0.80) dan
berkorelasi nyata. Nilai koefisien korelasi (r) benih kedelai varietas Wilis sebesar
0.90 (> 0.80) dan berkorelasi nyata. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1) menunjukkan
hubungan yang sangat erat antara kadar air penyimpanan dengan kadar air
pengusangan (Gambar 2).
Hubungan kadar air penyimpanan dengan pengusangan benih kedelai
varietas Anjasmoro dan Wilis memiliki nilai korelasi yang nyata sehingga

10
terdapat adanya kesesuaian peningkatan kadar air antara penyimpanan dengan
pengusangan. Nilai R2>80% sehingga dapat dikatakan bahwa dengan
pengusangan dapat menduga kadar air pengusangan.
a
KA Penyimpanan (%)

9.8
9.4
9.0

8.6
8.2
y = 5.718 + 0.086x
R² = 0.798

7.8
7.4
20

25

30

35

40

KA Pengusangan (%)
b
KA Penyimpanan (%)

9.8
9.4

9
8.6
8.2
y = 6.403 + 0.064x
R² = 0.821

7.8
7.4
20

25

30

35

40

KA Pengusangan (%)

Gambar 2 Hubungan antara KA pengusangan dengan KA penyimpanan alami
benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
Peningkatan kadar air benih setelah pengusangan maupun selama
penyimpanan alami terjadi dikarenakan benih bersifat higroskopis sehingga dapat
menyerap air dari udara sekitar. Pada proses pengusangan benih menyerap uap
panas dari lingkungan (ruang pengusangan) sehingga dapat meningkatkan kadar
airnya. Peningkatan kadar air pada pengusangan lebih cepat dari penyimpanan
alami karena suhu dan kelembaban pada ruang pengusangan (45-50 °C dan RH
87-90%) lebih tinggi dari penyimpanan alami (26-30°C dan RH 60-70%). Kadar
air awal pada penyimpanan sekitar 7.44% dan pengusangan sekitar 22.50%
(Anjasmoro) dan KA penyimpanan 7.65% dan pengusangan 22.90% (Wilis),

11
kadar air awal pengusangan lebih tinggi dari kadar air awal penyimpanan alami
karena benih sebelum diusangkan dilembabkan terlebih dahulu dengan kertas
buram selama ±11 jam. Pelembaban dilakukan agar benih mengalami imbibisi
yang dapat memudahkan uap panas masuk ke dalam benih selama proses
pengusangan.
Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa kelembaban
lingkungan yang tinggi akan meningkatkan kadar air benih. Peningkatan kadar air
menyebabkan peningkatan aktivitas biokimia benih, seperti peningkatan aktivitas
enzim hidrolitik yang meningkatkan proses respirasi dan peningkatan asam lemak
bebas. Sementara itu suhu tinggi menyebabkan proses laju rekasi kimia dalam
benih menjadi lenih cepat. Peningkatan kadar air juga meningkatkan enzim
lipoksigenase yang mengoksidasi lemak dan menghasilkan radikal bebas
Daya Berkecambah Benih selama Waktu Penyimpanan Alami dan Waktu
Pengusangan
Hasil analisis regresi antara daya berkecambah dengan waktu
penyimpanan alami pada benih kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis hasilnya
menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif. Korelasi negatif menunjukkan
hubungan yang berbanding terbalik, artinya semakin lama waktu penyimpanan
alami maka daya berkecambah juga semakin rendah. Hasil analisis regresi antara
daya berkecambah dengan waktu pengusangan menunjukkan terjadi korelasi yang
negatif. Korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik,
artinya semakin lama waktu pengusangan maka daya berkecambah juga semakin
rendah. Justice dan Bass (2002) mengungkapkan pada dasarnya proses kehilangan
vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang
lebih rendah. Laju penurunan daya berkecambah benih yang telah diusangkan
lebih cepat dibandingkan laju penurunan daya berkecambah benih dengan
penyimpanan alami.
Nilai korelasi (r) antara daya berkecambah dengan waktu penyimpanan
alami kedelai varietas Anjasmoro yaitu sebesar 0.95 dan varietas Wilis sebesar
0.92, artinya peubah daya berkecambah (y) dipengaruhi oleh penyimpanan alami
(x) sebesar 95% dan 92%. Nilai korelasi antara daya berkecambah dengan waktu
pengusangan kedelai varietas Anjasmoro yaitu sebesar 0.92 dan varietas Wilis
0.96, artinya peubah daya berkecambah (y) dipengaruhi oleh waktu pengusangan
(x) sebesar 92% dan 96%. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1) menunjukkan
hubungan yang sangat erat antara daya berkecambah dengan waktu penyimpanan
alami dan antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan (Gambar 3).

12
a
Daya Berkecambah (%)

100
Anjasmoro
y = 99.467 - 1.23x
R2= 0.91

80

Wilis
y = 95.733 - 2.6x
R2= 0.85

60
40
20
0

0

2

4

6

8

Waktu Penyimpanan Alami (minggu)
b

100
Daya Berkecambah (%)

Anjasmoro
80

y = 99.734 - 0.5689x
R2= 0.85

60

Wilis
y = 97.464 - 0.5821x
R2= 0.93

40
20
0
0

15

30

45

60

Waktu Pengusangan (menit)

Gambar 3 Hubungan antara daya berkecambah dengan waktu penyimpanan alami
(a) dan antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan (b) pada
benih kedelai
Indeks Vigor Benih Selama Waktu Penyimpanan Alami dan Pengusangan
Menurut Copeland dan McDonald (2001) nilai indeks vigor adalah nilai
perkecambahan pada hitungan pertama, yang merupakan salah satu tolak ukur
yang dapat digunakan untuk menentukan vigor benih. Hasil analisis regresi antara
waktu penyimpanan alami dengan indeks vigor benih kedelai varietas Anjasmoro
dan Wilis menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif. Korelasi negatif
menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik, artinya semakin lama waktu
penyimpanan benih secara alami maka indeks vigor benih semakin menurun.
Hasil analisis regresi antara waktu pengusangan dengan indeks vigor benih
kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang
negatif. Korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik,

13
artinya semakin lama waktu pengusangan maka indeks vigor benih semakin
menurun Laju penurunan indeks vigor benih yang telah diusangkan lebih cepat
dibandingkan laju penurunan indeks vigor benih dengan penyimpanan alami.
a

100
Anjasmoro
y = 86.133 – 1.8x
R2= 0.99
Wilis
y = 82.133 – 2.03x
R2= 0.97

Indeks Vigor (%)

80

60
40
20
0
0

2

4

6

8

Waktu Penyimpanan Alami (minggu)
b

100

Anjasmoro
y = 83.734 – 0.706x
R2= 0.78
Wilis

Indeks Vigor (%)

80
60

y = 81.73 – 0.5999x
R2= 0.94

40
20
0
0

15

30

45

60

Waktu Pengusangan (menit)

Gambar 4 Hubungan antara indeks vigor dengan waktu penyimpanan alami (a)
dan antara indeks vigor dengan waktu pengusangan (b) pada benih
kedelai
Nilai korelasi (r) antara waktu penyimpanan alami dengan indeks vigor
kedelai varietas Anjasmoro yaitu sebesar 0.99 dan varietas Wilis sebesar 0.98,
artinya peubah indeks vigor (y) dipengaruhi oleh penyimpanan alami (x) sebesar
99% dan 98%. Nilai korelasi waktu pengusangan dengan indeks vigor kedelai
varietas Anjasmoro yaitu sebesar 0.88 dan varietas Wilis sebesar 0.97, artinya
peubah indeks vigor (y) dipengaruhi oleh waktu pengusangan (x) sebesar 88% dan
97%. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat

14
antara indeks vigor dengan waktu penyimpanan alami dan antara indeks vigor
dengan waktu pengusangan (Gambar 4).
Hubungan Viabilitas dan Vigor Benih antara Penyimpanan Alami dengan
Pengusangan
Benih yang memiliki kadar air tinggi yaitu >14% akan mengalami peroksida
lemak akibat aktifitas enzim lipoksigenase dan menghasilkan radikal bebas.
Radikal bebas akan merusak lemak membran sehingga permeabilitasnya
meningkat. Peningkatan permeabilitas tersebut erat hubungannya dengan
kemunduran benih. Selain itu pada kadar air yang tinggi pospolipid akan
mengalami hidrolisis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
Akumulasi asam lemak bebas yang terus-menerus mengakibatkan penurunan pH
seluler, lebih lanjut akan merusak enzim dan menurunkan aktifitasnya (Copeland
dan McDonald 2001). Demir dan Mavi (2010) menyatakan bahwa metode
pengusangan cepat berkorelasi dengan menurunnya mutu benih pada kondisi
penyimpanan suhu tinggi dan RH tinggi. Kapoor et al (2010) juga meneliti
tentang deteriorasi benih dengan metode pengusangan cepat, hasil penelitianya
menunjukkan bahwa benih yang mengalami deteriorasi berkorelasi positif dengan
benih yang mengalami pengusangan.
Tabel 1 Hubungan daya berkecambah dan indeks vigor antara penyimpanan alami
dengan pengusangan
Hubungan penyimpanan x pengusangan persamaan regresi

r
Varietas Anjasmoro
DB penyimpanan x DB pengusangan
y = -237.01 + 3.3816x 0.90
0.95*
IV penyimpanan x IV pengusangan
y = -174.99 + 3.0091x 0.81
0.90*
Varietas Wilis
DB penyimpanan x DB pengusangan
y = -55.18 + 1.5841x
0.97 0.98**
IV penyimpanan x IV pengusangan
y = -94.57 + 2.1392x
0.90 0.95*
a

Angka yang diikuti (*) nyata pada taraf 5% dan (**) sangat nyata pada taraf 1%

Hasil analisis regresi antara daya berkecambah benih selama penyimpanan
dan daya berkecambah benih setelah pengusangan menunjukkan bahwa nilai
koefisien determinasi (R2) kedelai varietas Anjasmoro sebesar 90% (> 80%),
artinya 90% dari keragaman daya berkecambah penyimpanan (y) dapat
digambarkan oleh keragaman daya berkecambah pengusangan (x). Nilai koefisien
determinasi (R2) kedelai varietas Wilis sebesar 97% (> 80%), artinya 97% dari
keragaman daya berkecambah penyimpanan (y) dapat digambarkan oleh
keragaman daya berkecambah pengusangan (x). Hasil analisis regresi antara daya
berkecambah benih selama penyimpanan dan daya berkecambah benih setelah
pengusangan menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (r) kedelai varietas
Anjasmoro sebesar 0.95 (> 0.80) memiliki korelasi nyata dan varietas Wilis
sebesar 0.98 (> 0.80) memiliki korelasi nyata. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1)
menunjukkan hubungan yang sangat erat antara daya berkecambah penyimpanan
dengan pengusangan.

15
Hubungan antara daya berkecambah penyimpanan dengan pengusangan
benih kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis memiliki nilai korelasi yang nyata
sehingga terdapat adanya kesesuaian penurunan daya berkecambah antara
penyimpanan dengan pengusangan. Nilai R2>80% sehingga dapat dikatakan
bahwa dengan pengusangan dapat menduga daya berkecambah pengusangan
(Tabel 1).
Hasil analisis regresi antara indeks vigor benih selama penyimpanan dan
indeks vigor benih setelah pengusangan menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) kedelai varietas Anjasmoro sebesar 81% (> 80%), artinya 81%
dari keragaman daya berkecambah penyimpanan (y) dapat digambarkan oleh
keragaman daya berkecambah pengusangan (x). Nilai koefisien determinasi (R2)
kedelai varietas Wilis sebesar 90% (> 80%), artinya 90% dari keragaman daya
berkecambah penyimpanan (y) dapat digambarkan oleh keragaman daya
berkecambah pengusangan (x). Hasil analisis regresi antara indeks vigor benih
selama penyimpanan dan indeks vigor benih setelah pengusangan menunjukkan
bahwa nilai koefisien korelasi (r) kedelai varietas Anjasmoro sebesar 0.90 (>0.80)
memiliki korelasi nyata dan varietas Wilis sebesar 0.95 (> 0.80) memiliki korelasi
nyata. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat
antara indeks vigor penyimpanan dengan pengusangan.
Hubungan antara indeks vigor penyimpanan dengan pengusangan benih
kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis memiliki nilai korelasi yang nyata sehingga
terdapat adanya kesesuaian penurunan indeks vigor antara penyimpanan dengan
pengusangan. Nilai R2>80% sehingga dapat dikatakan bahwa dengan
pengusangan dapat menduga indeks vigor pengusangan (Tabel 1).
Hubungan Asam Lemak Bebas antara Penyimpanan Alami dan
Pengusangan
Asam Lemak Bebas Selama Penyimpanan Alami dan Pengusangan
Menurut Ketaren (1986) asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa
yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan
hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Wirawan dan Wahyuni
(2002) menyatakan bahwa komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya
simpannya. Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan
asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi
enzim di dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami
kemunduran.
Hasil analisis regresi antara asam lemak bebas dengan waktu penyimpanan
alami pada benih kedelai verietas Anjasmoro dan Wilis menunjukkan bahwa
terjadi korelasi yang positif. Korelasi positif yang terjadi antara kedua peubah
tersebut menunjukkan hubungan yang berbanding lurus, artinya semakin lama
penyimpanan benih secara alami maka asam lemak bebas semakin meningkat.
Benih kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis pada penyimpanan alami terjadi
peningkatan asam lemak bebas tetapi tidak signifikan dan memiliki nilai koefisien
b untuk kedelai varietas Anjasmoro sebesar 0.0087 dan varietas Wilis sebesar
0.0119, setelah uji statistik (Lampiran 2) hasil menunjukkan bahwa nilai asam
lemak bebas pada penyimpanan alami tidak berbeda nyata dengan 0 minggu pada

16
seluruh waktu penyimpanan alami. Nilai korelasi (r) kedelai varietas Anjasmoro
sebesar 41% dan Wilis sebesar 79%. Nilai r yang mendekati 1 (r ≈ 1)
menunjukkan keeratan hubungan antara peubah tersebut. Nilai korelasi antara
asam lemak bebas dengan waktu penyimpanan alami pada varietas Anjasmoro
maupun Wilis menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata (Gambar 5).

Asam Lemak Bebas (%)

a

1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

y = 1.122 + 0.0087x
R2= 0.17

0

2

4

6

8

Waktu Penyimpanan Alami (minggu)

Asam Lemak Bebas (%)

b

1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

y = 0.969 + 0.0119x
R2= 0.63

0

2

4

6

8

Waktu Penyimpanan Alami (minggu)

Gambar 5 Hubungan antara asam lemak bebas dengan waktu penyimpanan alami
benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
Peningkatan asam lemak bebas menyebabkan peningkatan keasaman sel
yang tidak sesuai bagi sel untuk melakukan metabolisme secara normal. Lebih
lanjut akan menyebabkan kerusakan protein enzim dan menghilangkan atau
menurunkan aktifitasnya (Copeland dan McDonald 2001). Hasil analisis regresi
antara asam lemak bebas dengan waktu pengusangan benih kedelai varietas
Anjasmoro dan Wilis menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang positif. Korelasi
positif yang terjadi antara kedua peubah tersebut menunjukkan hubungan yang
berbanding lurus, artinya semakin lama benih diusangkan maka asam lemak
bebasnya akan semakin meningkat.

17
a
Asam Lemak Bebas (%)

3.5

y = 0.0007x2 - 0.0189x + 1.0755
R2= 0.99

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

15

30

45

60

Waktu Pengusangan (menit)
b
Asam Lemak Bebas (%)

3.5

y = 0.0003x2 + 0.0019x + 0.9179
R2= 0.98

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

0

15

30

45

60

Waktu Pengusangan (menit)

Gambar 6 Hubungan antara asam lemak bebas dengan waktu pengusangan benih
kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa kedelai varietas Anjasmoro memiliki
laju nilai asam lemak bebasnya tidak terjadi peningkatan pada waktu pengusangan
0, 15, dan 30 (tidak berbeda nyata menurut uji statistik) dan mulai meningkat
asam lemak bebasnya setelah menit ke-30. Pada kedelai varietas Wilis tidak
terjadi peningkatan asam lemak bebas pada waktu pengusangan 0 dan 15 menit
dan mulai meningkat asam lemak bebasnya setelah menit ke-15 (tidak berbeda
nyata menurut uji statistik). Jadi untuk menghubungkan asam lemak bebas antara
pengusangan dengan penyimpanan dilakukan pembagian waktu pengusangan 0
sampai 30 menit menjadi 5 titik (garis putus-putus) pada kedelai varietas
Anjasmoro dan waktu pengusangan 0 sampai 15 menit dibagi juga menjadi 5 titik
(garis putus-putus) pada kedelai varietas Wilis (Gambar 5) dan diasumsikan
setelah penyimpanan alami selama 8 minggu terjadi peningkatan asam lemak
bebas untuk kedua varietas. Penyimpanan alami selama 0 - 8 minggu memiliki
kandungan asam lemak bebas tidak berubah yaitu dikisaran 1.1 -1.2% untuk
Anjasmoro dan dikisaran 0.9 – 1.0% untuk Wilis (Gambar 5) dan selama waktu

18
pengusangan 0 – 30 menit kandungan asam lemak bebas tidak berubah dikisaran
1.0 – 1.1% untuk Anjasmoro dan kisaran 0.9 – 1.0% untuk Wilis (Gambar 6).
Lemak dan minyak dapat mengalami ketengikan (rancidity), karena dapat
terhidrolisis dan teroksidasi bila dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara.
Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak karena terdapat sejumlah
air di dalamnya sehingga proses hidrolisis akan menghasilkan asam lemak bebas
(Yazid dan Nursanti 2006). Hasil analisis regresi antara asam lemak bebas
pengusangan dengan asam lemak bebas penyimpanan menunjukkan bahwa terjadi
korelasi yang positif (Gambar 7).
a
ALB Penyimpanan (%)

1.25
1.20
1.15
1.10
1.05

1.00

y = 0.2314x + 0.7489
R² = 0.1827

0.95
0.90
0.9

0.92

0.94

0.96

0.98

1

1.02

1.04

1.06

1.08

ALB Pengusangan (%)

b
ALB Penyimpanan (%)

1.25
1.2
1.15

1.1
1.05
1

y = 0.4749x + 0.4697
R² = 0.5972

0.95
0.9
0.9

0.92

0.94

0.96

0.98

1

1.02

1.04

1.06

1.08

ALB Pengusangan (%)

Gambar 7 Hubungan antara asam lemak bebas pengusangan dengan asam lemak
bebas penyimpanan benih kedelai varietas Anjasmoro (a) dan Wilis (b)
Nilai koefisien determinasi (R2) antara asam lemak bebas pengusangan
dengan asam lemak bebas penyimpanan kedelai varietas Anjasmoro sebesar 18%
(