Perlakuan Benih antar Periode Simpan untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)

PERLAKUAN BENIH ANTAR PERIODE SIMPAN
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI
(Glycine max (L.) Merr.)

SHINTA NUGRAHENI KUSUMASTUTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perlakuan Benih antar
Periode Simpan untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max
(L.) Merr.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Shinta Nugraheni Kusumastuti
NIM A24090031

ABSTRAK
SHINTA NUGRAHENI KUSUMASTUTI. Perlakuan Benih antar Periode
Simpan untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.)
Merr.). Dibimbing oleh MARYATI SARI dan ENY WIDAJATI .
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan perlakuan benih antar periode simpan untuk
meningkatkan daya simpan benih kedelai. Faktor perlakuan benih yang
diaplikasikan yaitu (1) pencucian dengan air panas (50 °C), (2) pencucian
dengan air dingin (27 °C), (3) pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif
mankozeb, (4) penjemuran di bawah matahari. Benih yang telah dicuci kemudian
dikeringkan hingga mencapai kadar air 8 9% dengan cara dijemur di bawah
matahari. Benih disimpan di ruang suhu rendah (±5 °C) dan di ruang kamar (26
30 °C) menggunakan plastik polipropilen (0.8 mm). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa benih yang tidak diberi perlakuan hanya mampu mempertahankan daya

berkecambah 80% hingga 6 minggu. Perlakuan pencucian benih dengan fungisida
dengan bahan aktif mankozeb, pencucian dengan air dingin dan penjemuran benih
tanpa dicuci terlebih dahulu dapat meningkatkan viabilitas benih serta dapat
mempertahankan daya berkecambah > 80% hingga akhir penyimpanan, 16
minggu setelah perlakuan baik pada penyimpanan suhu rendah maupun suhu
kamar. Perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dapat menjadi pilihan
terbaik sebagai perlakuan invigorasi benih diantara periode penyimpanan karena
murah dan mudah dilakukan serta memberikan hasil yang baik.
Kata Kunci : viabilitas, vigor, invigorasi

ABSTRACT
SHINTA NUGRAHENI KUSUMASTUTI. Middle Storage Treatment to Prolong
Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Seeds Longevity. Supervised by MARYATI
SARI and ENY WIDAJATI.
Seed treatment is part of a seed production system. The objective of this
research was to get middle storage treatment to extend soybean seeds longevity.
Seed treatments factor were applied, i.e (1) washing with hot water (50 °C), (2)
washing with cold water (27 °C), (3 ) washing with fungicide with active material
mancozeb, (4) drying in the sun. Seeds that had been washed then dried until the
moisture content reaches 8-9% by drying in the sun. Seeds were stored in a low

temperature (±5 °C) and in ambient temperature (26 30 °C) packed in
polypropylene plastic (0,8 mm). The results showed that the untreated seed be
able to retain 80% germination percentage just for 6 weeks. Seed treatment
washing with fungicide with active material mancozeb, washing with cold water
and drying the seeds without washing first could increase seed viability and
germination percentage could be maintained >80% until 16 weeks after treatment
either at low temperature storage or ambient storage. Drying seed in the sun could
be the best choice as seed enhancement for middle storage treatment because it
was cheap and easy to do and give good results.
Key words : viability, vigor, invigoration

PERLAKUAN BENIH ANTAR PERIODE SIMPAN
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI
(Glycine max (L.) Merr.)

SHINTA NUGRAHENI KUSUMASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Perlakuan Benih antar Periode Simpan untuk Meningkatkan Daya
Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)
Nama
: Shinta Nugraheni Kusumastuti
NIM
: A24090031

Disetujui oleh

Maryati Sari, SP MSi
Pembimbing I


Dr Ir Eny Widajati, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Perlakuan Benih antar
Periode Simpan untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max
(L.) Merr.) berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Maryati Sari, SP MSi dan Dr Ir
Eny Widajati, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi
bimbingan dan saran. Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Faiza C
Suwarno, MS selaku dosen penguji dan Ibu Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku

dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, suami serta seluruh keluarga, Socrates 46, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Shinta Nugraheni Kusumastuti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kemunduran dan Penyimpanan Benih

2


Beberapa Jenis Perlakuan Benih

3

METODE

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Bahan dan Alat

4

Prosedur Analisis Data

7


KESIMPULAN

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dan periode simpan terhadap
tolok ukur DB, IV, KCT dan KA benih kedelai pada penyimpanan suhu

rendah (± 5 °C)
2 Pengaruh periode simpan terhadap tolak ukur DB, IV, KCT dan KA
benih kedelai pada penyimpanan suhu rendah (± 5 °C)
3 Pengaruh jenis perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, IV, KCT dan KA
pada penyimpanan suhu rendah (± 5 °C)
4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dan periode simpan terhadap
tolok ukur DB. IV. KCT dan KA pada kondisi simpan kamar (26 30 °C)
5 Pengaruh periode simpan terhadap tolak ukur DB, IV, KCT dan KA
benih kedelai pada kondisi simpan kamar (26 30 °C)
6 Pengaruh jenis perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, IV, KCT dan KA
pada kondisi simpan kamar (26 30 °C)
7 Daya berkecambah (%) benih yang disimpan selama 16 minggu pada
kondisi simpan suhu rendah (± 5 °C) dan kamar (26 30 °C)
8 Kadar air (%) benih yang disimpan selama 16 minggu pada kondisi
simpan suhu rendah (±5 °C) dan kamar (26- 30 °C)

8
8
9
9

10
11
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan benih setelah diberi perlakuan dan dikemas
2 Kriteria penilaian pada perkecambahan kedelai

5
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi Kedelai Varietas Baluran

17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditi pangan
utama setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk dalam kacang-kacangan yang
memiliki tingkatan nutrisi sangat tinggi terutama protein nabati. Tahu dan tempe
merupakan hasil olahan kedelai yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lauk
pauk atau cemilan. Selain karena kandungan gizinya yang tinggi, harga olahan
kedelai dapat dikatakan murah, sehingga olahan kedelai sangat cocok untuk
masyarakat Indonesia. Produksi kedelai dalam negeri hanya mencukupi sekitar
40% dari kebutuhan nasional yang sebesar 2 juta ton/tahun, sehingga
kekurangannya harus dipenuhi melalui impor (Puslitbangtan 2013).
Berdasarkan kenyataan di lapangan diketahui bahwa benih kedelai yang
dijual oleh toko-toko penyalur benih adalah benih-benih yang telah melewati
masa simpan lebih dari 3 bulan dan disimpan pada kondisi suhu kamar sehingga
menyebabkan mutu benih menurun. Kondisi tersebut menyebabkan ketika benih
ditanam di lapangan oleh petani, benih tidak menunjukkan perkecambahan yang
baik (Ruliansyah 2011). Rendahnya mutu perkecambahan benih disebabkan oleh
turunnya vigor dan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan. Peningkatkan
daya simpan benih dapat diupayakan melalui perlakuan pada benih baik diawal
penyimpanan maupun diantara periode simpan. Benih kedelai biasa disimpan
dalam ruang simpan terbuka. Iklim Indonesia yang hangat dan lembab cenderung
memudahkan mikroorganisme untuk berkembang yang dapat mempengaruhi daya
simpan benih.
Penjemuran atau pencucian benih dengan air hangat maupun air dingin
diharapkan dapat menekan perkembangan mikroorganisme, serta meningkatkan
perkecambahan benih sehingga viabilitas benih setelah disimpan tetap tinggi.
Perlakuan tersebut merupakan bagian dari invigorasi karena invigorasi sendiri
adalah perlakuan yang diberikan untuk meningkatkan vigor benih yang
ditunjukkan oleh perbaikan performansi benih baik secara fisiologis maupun
biokemis, dengan berbagai perlakuan benih pasca panen atau pratanam (Ilyas
2001).
Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan
pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah.
Invigorasi benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air
(Moosavi et al. 2014), priming dengan berbagai macam larutan (Basra et al. 2006),
dan penggunaan matriconditioning (Ilyas 2006). Tehnik ini banyak memberikan
manfaat pada berbagai komoditas, namun sangat riskan untuk benih kedelai jika
benih akan disimpan kembali. Hasil penelitian Utami (2013) menunjukkan benih
yang diberi perlakuan priming perendaman dalam air, CaCl2, KNO3, dan asam
askorbat disimpan pada kadar air 12 13% karena pengeringan lebih lanjut
mengakibatkan retak-retak pada permukaan benih. Retak-retak pada permukaan
kulit benih menjadikan penampilan benih kurang menarik dan menurunkan mutu
fisik dari benih itu sendiri. Hal ini menjadi kelemahan dari teknik hydropriming
dan priming/Osmoconditioning untuk penyimpanan.

2
Penelitian Erinnovita et al. (2008) pada benih kacang panjang menunjukkan
bahwa perbedaan perlakuan metode invigorasi berpengaruh terhadap kadar air
akhir yang dicapai setelah perlakuan. Invigorasi dengan perendaman air (soaking)
selama 15 jam meningkatkan kadar air dari ±8% menjadi 31 34%, perlakuan
matriconditioning dengan mengunakan media serbuk gergaji pada tekanan 1.25
MPa selama 20 jam meningkatkan kadar air menjadi 14 17%, sedangkan benih
dengan perlakuan priming dengan media pasir pada tekanan 1.25 MPa selama 20
jam memiliki kadar air benih 8 10%.
Perlakuan invigorasi yang telah banyak memberikan manfaat bagi petani,
masih perlu lebih banyak diteliti, khususnya invigorasi diantara periode
penyimpanan (midle storage treatment). Pada perlakuan invigorasi sebagai middle
storage treatment manfaat invigorasi diharapkan dapat tetap dipertahankan selama
periode tertentu dalam penyimpanan atau selama periode distribusi hingga sampai
ke tangan petani. Perlakuan benih dengan cara pencucian dengan air maupun
fungisida dan penjemuran benih dibawah sinar matahari dapat dipilih sebagai
perlakuan invigorasi diantara periode penyimpanan. Manfaat pencucian dan
penjemuran benih adalah dapat membersihkan benih dari mikroorganisme yang
terdapat dipermukaan kulit benih sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan
selama mungkin.
Perubahan kadar air (KA) pada proses invigorasi dan saat benih dikeringkan
kembali untuk disimpan diduga akan berpengaruh pula terhadap daya simpannya.
Pemilihan metode invigorasi yang tepat perlu dilakukan tidak hanya untuk
memperbaiki perkecambahan tetapi juga untuk meningkatkan daya simpan benih
kacang panjang, karena perbedaan metode invigorasi menyebabkan perbedaan
peningkatan kadar air (Chiu et al. 2002; Erinnovita et al. 2008).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perlakuan benih antar periode
simpan (midle storage treatment) untuk meningkatkan daya simpan benih kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA
Kemunduran dan Penyimpanan Benih
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsurangsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih (Copeland dan McDonald
2001). Menurut Justice dan Bass (2002) faktor yang mempengaruhi laju
kemunduran benih diantaranya adalah jenis benih, berat dan bagian benih yang
terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen dan
kondisi penyimpanan benih. Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia
dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan

3
aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas.
Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan
vigor (Tatipata et al. 2004)
Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah
mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum agar benih bisa
mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk
mengawetkan cadangan makanan tanaman bernilai ekonomis dari satu musim ke
musim berikutnya. Kuswanto (2003) mengemukakan bahwa penyimpanan benih
juga dilakukan apabila benih yang diproduksi tidak dipakai untuk usaha pertanian
karena jumlah produksi lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan benih.
Adisarwanto (2005) menjelaskan secara umum ada empat cara untuk menyimpan
benih dengan baik, yaitu penyimpanan terbuka (open storage), penyimpanan
dalam ruang dingin (cold storage), penyimpanan dalam container terkendali, dan
penyimpanan dengan bahan penyerap.
Menurut Kartono (2004), benih kedelai baik disimpan pada jangka waktu
5 tahun pada suhu kurang dari 20 ºC serta kelembaban di bawah 50% dengan
mempertahankan mutu dan daya kecambah tetap tinggi. Selain pengaturan suhu
dan kelembaban ruang simpan, mutu dan daya kecambah benih juga dapat
dipertahankan tetap tinggi dengan penangan panen dan pascapanen serta
perawatan benih yang baik. Penyimpanan benih kedelai dalam kemasan kedap
udara dan kadar air 7 12% pada suhu < 20 ºC dapat mempertahankan daya
kecambah benih sampai 5 tahun. Kadar air awal dan jenis bahan kemasan dapat
mempengaruhi kadar air benih. Penyimpanan kedap udara dapat menghambat
kegiatan biologis benih, menjaga benih dari cekaman suhu dan kelembaban yang
tinggi serta meminimalkan kontaminasi hama dan penyakit selama periode simpan.
Penyimpanan dalam kemasan kedap udara dipengaruhi oleh ukuran kantong
plastik/alumunium foil yang sesuai dengan jumlah benih dan lamanya periode
simpan, perlunya perekat plastik/alumunium foil, tidak ada ruang udara di dalam
kemasan, dan peletakan kemasan benih yang baik, teratur dan tidak menempel
dinding atau lantai.
Beberapa Jenis Perlakuan Benih
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah
benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment)
untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber
infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2)
perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3)
meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama,
perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting
(Desai et al. 1997).
Huynh dan Gaur (2005) menyimpulkan adanya penurunan kerusakan
akibat serangan cendawan pada benih padi yang diberi perlakukan dengan
fungisida Vivatax, Mancozeb, dan Thiram setelah disimpan selama dua bulan.
Penurunan kerusakan akibat serangan cendawan berturut-turut 0.69%, 1.5%, dan
0.75%. Benih padi tanpa perlakuan fungisida tingkat kerusakan akibat serangan
cendawan mencapai 14%. Setelah 6 bulan, penurunan kerusakan akibat serangan

4
cendawan hanya mencapai 0.63%, 0.5%, dan 0.13% serta tanpa perlakuan
fungisida kerusakan akibat serangan cendawan mencapai 10%.
Proses invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
meningkatkan vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran.
Proses invigorasi dapat dilakukan sebelum benih ditanam (preplanting treatment),
sebelum benih disimpan (prestorage treatment) atau diantara periode
penyimpanan benih (midle storage treatment). Teknik invigorasi ada berbagai
cara, yaitu prehydration, matriconditioning (solid matrix priming),
osmoconditioning (priming atau osmopriming) dan osmohardening (Kinayungan
2009).
Prehydration (soaking) adalah perendaman benih dalam sejumlah air
secara terkontrol sebelum meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan bibit
dengan mengendalikan kondisi imbibisi benih (Copeland dan McDonald 2001),
sedangkan osmohardening adalah proses pelembaban benih (imbibisi benih)
dengan menggunakan air atau larutan dengan potensial air yang rendah yang
kemudian dilakukan pengeringan kembali. Osmohardening biasanya juga disebut
sebagai proses hidrasi dan dehidrasi (Basra et al. 2004).
Perlakuan invigorasi dengan menggunakan teknik priming pada benih
telah di terima oleh petani untuk meningkatkan hasil produksi di lapang. Clark et
al. (2001) melaporkan bahwa perlakuan priming on-farm melalui perendaman
benih (soaking) pada benih jagung dilaporkan mampu meningkatkan hasil
tanaman dan rata-rata perkembangan tanaman. Harris et al. (2005) juga
melaporkan bahwa benih-benih yang di-priming melalui perendaman dengan air
(soaking) dapat tahan terhadap penyakit dan memiliki vigor yang tinggi pada saat
di tanam di lapang. Benih yang di-priming adalah benih gandum, jagung, padi,
sorgum, kacang hijau dan kacang panjang. Menurut Copeland dan McDonald
(2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perlakuan priming benih. Faktorfaktor tersebut adalah : a) Kondisi lingkungan selama hidrasi (suhu dan cahaya),
b) Ketersediaan oksigen, c) Lamanya perlakuan benih (priming), d) Pengendalian
pencemaran mikroba dan e) Pengeringan.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga April 2014 di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura
Institut Pertanian Bogor, Darmaga Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas
baluran yang sudah disimpan selama 4 bulan dalam kondisi simpan kamar dengan
daya berkecambah awal ±85%. Bahan untuk perlakuan benih adalah air dan
fungisida dengan bahan aktif mankozeb 80%. Plastik polipropilen (0.8 mm) untuk
wadah penyimpanan, dan kertas merang sebagai media pengecambah. Alat yang

5
digunakan untuk penelitian ini adalah oven, alat pengepres kertas, alat
pengecambah benih IPB 72-1, timbangan, gelas ukur, dan kotak mika.
Prosedur Percobaan
Penelitian dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan pertama penyimpanan
benih yang sudah diberi perlakuan dalam ruang suhu rendah (±5 °C) dan
percobaan kedua penyimpanan benih yang sudah diberi perlakuan dalam ruang
kamar (26 30 °C). Masing - masing percobaan dilakukan dengan rancangan petak
tersarang (Nested Design) dengan dua faktor, yaitu faktor perlakuan benih dan
periode simpan. Perlakuan benih meliputi (1) pencucian dengan air panas (50 °C)
selama 3 menit, (2) pencucian dengan air (27 °C) dingin selama 3 menit, (3)
pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb konsentrasi 2 g L-1
selama 3 menit, (4) dan penjemuran di bawah matahari selama 6 jam. Benih yang
telah diberi perlakuan (1), (2), dan (3) dikeringkan dengan cara dijemur di bawah
matahari hingga mencapai kadar air 8 9% . Benih kontrol dan benih yang telah
diberi perlakuan kemudian dikemas menggunakan plastik polipropilen dan
direkatkan dengan menggunakan sealer (Gambar 1). Benih disimpan pada 2 ruang
simpan, suhu dan RH kamar serta suhu dan RH pendingin (refrigerator).
Pengujian viabilitas dilakukan setiap 2 minggu hingga 16 minggu penyimpanan.
Pengujian viabilitas dilakukan di laboratorium menggunakan metode UKDdp (uji
kertas digulung didirikan dalam plastik). Setiap perlakuan diulang tiga kali
(ulangan tersarang pada periode simpan) dan setiap ulangan terdiri atas 25 butir
benih. Pengujian kadar air benih juga dilakukan pada setiap akhir periode simpan
dengan metode langsung oven suhu rendah 103 ±2 °C selama 17 ±1 jam dengan
sampel ±5 g.

a

b

c

d

Gambar 1 Penampilan benih setelah diberi perlakuan dan dikemas (a) kontrol, (b)
dicuci dengan air panas, (c) dicuci dengan fungisida yang berbahan
aktif mankozeb, (d) benih yang dijemur tanpa dicuci terlebih dahulu
Pengamatan
Pengamatan pada setiap peubah dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
(Gambar 2) pada pengamatan pertama (hari ke-3) dan pengamatan kedua (hari ke5) dengan menggunakan rumus:

6
DB =

KN I + KN II
× 100%
benih yang dikecambahkan

Keterangan :
DB
= Daya Berkecambah
KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama
KN II = Jumlah kecambah normal pada pengamatan kedua

a

b

c

Gambar 2 Kriteria penilaian pada perkecambahan kedelai (a) kecambahnormal,
(b) kecambah abnormal, (c) benih mati
2. Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT )
a. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal
pada pengamatan hari pertama (hari ke-3) dibagi dengan jumlah benih
yang ditanam. Cara perhitungan sebagai berikut :
IV =

KN I
× 100%
benih yang dikecambahkan

Keterangan :
IV = Indeks Vigor
KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari pertama.
b. Kecepatan Tumbuh (KCT )
Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan persentase kecambah
normal harian yang tumbuh per etmal (24 jam) pada kurun waktu
perkecambahan dalam kondisi optimum. Kecambah normal dihitung
sejak hari pertama hingga hari kelima setelah tanam. Rumus kecepatan
tumbuh adalah sebagai berikut :

Kecepatan Tumbuh ( %) =

N
t

Keterangan :
t
= waktu pengamatan ke-i (etmal)
N
= persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan ke-i

7
4.

Kadar Air (KA)
Metode yang akan digunakan adalah metode langsung yaitu
menggunakan metode oven suhu rendah konstan (103 ±2 ºC) selama
17 jam ±1 jam . Perhitungan rumus kadar air (KA) sebagai berikut:
KA =

BB − BK
100%
BB

Keterangan:
KA
= Kadar air benih.
BB
= Berat basah (sebelum dioven)
BK
= Berat kering (setelah dioven)
Prosedur Analisis Data
Data hasil percobaan dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova)
menggunakan uji F pada taraf 5%, kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk masing-masing tempat penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1 : Pengaruh Perlakuan Benih antar Periode Simpan terhadap
Viabilitas Benih di Penyimpanan Suhu Rendah (±5° C).
Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa faktor
perlakuan berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur pengamatan. Faktor
periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah,
indeks vigor, kecepatan tumbuh serta nyata pada tolok ukur kadar air.
Tabel 2 menunjukkan pengaruh periode simpan selama 16 MSP terhadap
tolok ukur pengamatan kadar air, daya berkecambah, indeks vigor serta kecepatan
tumbuh benih kedelai yang telah diberi perlakuan. Kadar air pada penyimpanan
terkendali cenderung stabil, perubahan hanya terjadi pada 2 MSP untuk tercapai
keseimbangan. Kadar air yang stabil dalam penyimpanan suhu rendah disebabkan
kondisi suhu dan RH ruang simpan yang juga stabil dengan suhu ±5 °C dan RH
60 70%. Hasil penelitian Purwanti (2004) menunjukkan laju kenaikan kadar air
benih kedelai pada suhu rendah berlangsung lebih lambat daripada suhu tinggi
yaitu rata-rata 0.3% perbulannya. Oleh karena itu pada suhu rendah, aktivitas
enzim terutama enzim respirasi dapat ditekan, sehingga perombakan cadangan
makanan juga ditekan, proses deteriorasi dapat ditekan. Matinya sel-sel
meristematis dan habisnya cadangan makanan dan degradasi enzim dapat
diperlambat, sehingga viabilitas dan vigor masih tinggi.
Perlakuan invigorasi pada benih kedelai mampu mempertahankan daya
berkecambah selama 8 MSP kemudian berangsur mengalami penurunan. Indeks
vigor dan kecepatan tumbuh benih hanya mampu dipertahankan hingga 2 MSP.
Berdasarkan hasil ini maka dapat dikatakan bahwa waktu penelitian cukup untuk

8
menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan
mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan.

benih

dalam

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dan periode simpan
terhadap tolok ukur DB, IV, KCT dan KA benih kedelai pada
penyimpanan suhu rendah (±5 °C)
Tolok ukur
Perlakuan Benih Periode Simpan
KK (%)
5.89
Daya berkecambah (DB)
**
**
12.48
Indeks Vigor (IV)
**
**
6.53
Kecepatan Tumbuh (KCT)
**
**
4.38
Kadar air (KA)
**
*
**: berpengaruh sangat nyata pada
keragaman

= 1%; *: berpengaruh nyata

= 5%; KK= Koefisien

Tabel 2 Pengaruh periode simpan terhadap tolak ukur DB, IV,
benih kedelai pada penyimpanan suhu rendah (±5 °C)
Periode simpan
Tolok ukur
DB (%)
IV (%)
KCT(% etmal-1)
0 MSP
91.60a
85.60a
29.73a
2 MSP
88.40abc
84.67a
28.97a
4 MSP
88.80ab
73.60b
27.57b
6 MSP
90.00a
66.40c
26.85b
8 MSP
88.13abc
43.60de
23.44c
10 MSP
85.73bc
45.47de
23.21c
12 MSP
84.67c
35.07f
21.61d
14 MSP
85.20bc
39.20ef
22.27dc
16 MSP
84.67c
41.20de
22.43dc
KK (%)
5.89
12.48
6.53

KCT dan KA

KA (%)
8.75b
9.34a
9.22a
9.09a
9.19a
9.13a
9.29a
9.11a
9.22a
4.38

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%; KA= Kadar Air; IV = Indeks Vigor; DB= Daya Berkecambah; KCT= Kecepatan
Tumbuh; MSP= minggu setelah perlakuan benih; KK= Koefisien keragaman

Pengaruh jenis perlakuan benih terhadap tolok ukur pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 3. Kadar air paling rendah dari semua perlakuan adalah
perlakuan kontrol disusul perlakuan pencucian air dingin dan perlakuan jemur
yang memiliki hasil tidak berbeda nyata. Kadar air paling tinggi adalah benih
yang diberi perlakuan pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb
kemudian disusul benih yang diberi perlakuan pencucian dengan air panas. Hasil
percobaan menunjukkan daya berkecambah benih yang diberi perlakuan
pencucian fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan diberi perlakuan jemur
memiliki nilai yang paling tinggi, selanjutnya disusul benih yang diberi perlakuan
pencucian air panas dan benih yang diberi perlakuan pencucian air dingin. Benih
yang tidak diberi perlakuan (kontrol) memiliki nilai daya berkecambah paling
rendah. Perlakuan pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb
memiliki nilai paling tinggi pada tolok ukur pengamatan indeks vigor dan
kecepatan tumbuh. Perlakuan kontrol memiliki nilai paling rendah pada tolok ukur
pengamatan indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

9
Tabel 3 Pengaruh jenis perlakuan benih terhadap tolok ukur DB, IV, KCT dan KA
pada penyimpanan suhu rendah (±5 °C)
Perlakuan Benih
Tolok ukur
DB (%)
IV (%)
KCT (% etmal-1) KA (%)
Kontrol
78.52c
46.59c
21.92c
8.07d
Mankozeb
91.85a
65.93a
27.16a
10.28a
Air panas
87.11b
58.44b
25.22b
10.03b
Air dingin
88.44b
57.56b
25.36b
8.70c
Jemur
91.41a
57.48b
25.95b
8.67c
KK (%)
5.89
12.48
6.53
4.38
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%; KA= Kadar Air; IV = Indeks Vigor; DB= Daya Berkecambah; KCT = Kecepatan
Tumbuh; KK= Koefisien keragaman

Hasil percobaan perlakuan benih antar periode simpan dapat meningkatkan
viabilitas, dan peningkatan viabilitas ini dapat dipertahankan dengan baik selama
16 minggu pada penyimpanan suhu rendah (terkendali. Penyimpanan benih di
tingkat petani atau produsen benih tidak selalu dalam kondisi terkendali
khususnya untuk penyimpanan benih kedelai, oleh karena itu diharapkan hasil
seperti ini juga diperoleh pada percobaan dengan penyimpanan di suhu kamar,
seperti pada penelitian Utami (2013) yang menyatakan manfaat invigorasi dapat
dipertahankan pada penyimpanan suhu terkendali dan suhu kamar.
Percobaan 2 : Pengaruh Perlakuan Benih antar Periode Simpan terhadap
Viabilitas Benih di Penyimpanan Suhu Kamar (26 30 °C) .
Ruang kamar memiliki suhu dan RH yang fluktuatif. Suhu berfluktuasi
antara 26 30 °C, sedangkan RH berfluktuasi antara 60-78% dikarenakan kondisi
yang tidak terkontrol dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Viabilitas benih
kedelai yang disimpan selama 16 minggu di ruang suhu kamar disajikan pada
Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan faktor perlakuan benih dan periode
simpan berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur pengamatan.
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dan periode simpan
terhadap tolok ukur DB, IV, KCT dan KA pada kondisi simpan kamar
(26 30 °C)
Tolok ukur
Perlakuan Benih Periode Simpan
KK (%)
5.89
**
**
Daya berkecambah (DB)
12.48
**
**
Indeks Vigor (IV)
6.53
**
**
Kecepatan Tumbuh (KCT)
4.38
**
**
Kadar air (KA)
**: berpengaruh sangat nyata pada

= 1%; KK= Koefisien keragaman

Kondisi ruang suhu kamar yang tidak terkontrol dapat dipengaruhi oleh
pengaruh lingkungan antara lain iklim dan cuaca, intensitas cahaya, ventilasi
udara dan aktivitas manusia di dalam ruangan yang mempengaruhi kondisi udara
ruang penyimpanan (Justice dan Bass 2002). Benih yang disimpan selama 16
minggu pada suhu ruang kamar kadar airnya cenderung terfluktuasi antara 8.76%

10
10.43% (Tabel 5), meskipun benih disimpan dalam kemasan polipropilen kadar
air masih terfluktuasi. Hal ini karena perubahan RH yang sering kali terjadi pada
kondisi alami, sesuai dengan pernyataan Asni (2010) bahwa kadar air benih akan
meningkat atau menurun seiring dengan meningkat atau menurunnya kelembapan
relatif. Perubahan ini akan terus berlangsung sampai tercapai keseimbangan.
Menurut Justice dan Bass (2002), adanya fluktuasi kadar air disebabkan oleh sifat
benih yang higroskopis sehingga akan selalu mengadakan keseimbangan dengan
udara di sekitarnya.
Daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh mengalami
peningkatan pada awal penyimpanan lalu berangsur mengalami penurunan
meskipun sempat terjadi fluktuasi. Perlakuan invigorasi pada kondisi simpan
kamar mampu mempertahankan daya berkecambah benih selama 6 MSP. Indeks
vigor dan kecepatan tumbuh hanya mampu dipertahankan selama 2 MSP baik
pada kondisi simpan suhu rendah maupun suhu kamar. Vigor benih merupakan
kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub
optimum. Menurut Sadjad (1993) keadaan sub optimum yang tidak
menguntungkan di lapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan
mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhna
selanjutnya.
Pengaruh jenis perlakuan benih terhadap tolok ukur pengamatan viabilitas
benih setelah disimpan pada kondisi simpan suhu kamar menunjukkan hasil yang
sama dengan kondisi simpan suhu rendah. Benih yang diberi perlakuan pencucian
fungisida dengan bahan aktif mankozeb, air panas, air dingin, dan benih yang
diberi perlakuan dijemur memiliki nilai daya berkecambah, indeks vigor dan
kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding kontrol (Tabel 6).
Tabel 5 Pengaruh periode simpan terhadap tolak ukur DB, IV, KCT dan KA pada
kondisi simpan kamar (26-30 °C)
Periode simpan
Tolok ukur
DB (%)
IV (%)
KCT (% etmal-1) KA (%)
0 MSP
90.13ab
84.00a
29.23a
8.76f
2 MSP
91.07a
88.27a
29.98a
9.34e
4 MSP
86.00cd
71.87b
26.78b
9.41de
6 MSP
88.53abc
59.73c
25.67b
9.75c
8 MSP
86.53bc
35.73ef
22.07d
10.12b
10 MSP
84.93cde
49.07d
23.53c
9.79b
12 MSP
81.73e
37.60e
21.36de
10.43a
14 MSP
78.00f
32.67ef
19.96f
9.99bc
16 MSP
82.40de
30.80f
20.59ef
9.68cd
KK (%)
5.89
12.48
6.53
4.38
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%; KA= Kadar Air; IV = Indeks Vigor; DB= Daya Berkecambah; KCT= Kecepatan
Tumbuh; MSP= minggu setalah perlakuan benih; KK= Koefisien keragaman

11
Tabel 6 Pengaruh jenis perlakuan terhadap tolak ukur DB, IV, KCT dan KA pada
kondisi simpan kamar (26-30 °C)
Perlakuan Benih
Tolok ukur
DB (%)
IV (%)
KCT(% etmal-1) KA (%)
Kontrol
77.11c
45.70c
21.52c
8.91c
Mankozeb
89.85a
59.63a
25.92a
10.63a
Air panas
85.56b
55.85ab
24.56b
10.44a
Air dingin
87.33ab
56.67ab
25.02b
9.27b
Jemur
87.56ab
54.22b
24.74b
9.23b
KK (%)
5.89
12.48
6.53
4.38
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%; KA= Kadar Air; IV = Indeks Vigor; DB= Daya Berkecambah; KCT= Kecepatan
Tumbuh; KK= Koefisien keragaman

Secara umum dapat dilihat bahwa daya kecambah terbaik adalah pada
perlakuan pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb, pencucian
dengan air dingin dan perlakuan jemur (Tabel 7). Perlakuan pencucian dengan
fungisida dengan bahan aktif mankozeb, pencucian dengan air dingin dan
perlakuan jemur dapat mempertahankan daya berkecambah (DB) > 80% hingga
16 MSP baik pada penyimpanan suhu rendah maupun suhu tinggi. Perlakuan
kontrol hanya mampu mempertahankan daya berkecambah > 80% sampai 6 MSP.
Benih yang sudah disimpan lama kemungkinan mengalami kemunduran, selain itu
apabila disimpan pada kondisi ruang simpan dengan kelembaban tinggi akan
mudah terserang cendawan dan bakteri. Menurut Justice dan Bass (2002) pada
kondisi yang lembab peningkatan panas hasil respirasi dapat menimbulkan banyak
kerusakan pada benih yang disimpan. Kadar air benih selama penyimpanan 16
MSP dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7 Daya berkecambah (%) benih yang disimpan selama 16 minggu pada
kondisi simpan suhu rendah (±5 °C) dan kamar (26- 30 °C)
Ruang

5 °C

Perlakuan

Periode (minggu setelah perlakakuan)

Benih

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Kontrol

82.67

82.00

81.33

84.67

76.00

78.00

78.00

74.00

70.00

Mankozeb

94.67

91.33

94.00

92.00

94.00

89.33

87.33

94.00

90.00

air panas

92.67

84.00

92.00

88.00

88.67

84.00

85.33

84.67

84.67

air dingin

94.00

90.00

88.00

89.33

86.00

90.00

84.00

85.33

89.33

Jemur

94.00

94.67

88.67

96.00

96.00

87.33

88.67

88.00

89.33

Kontrol

82.67

83.33

74.00

80.67

71.33

79.33

78.67

68.67

75.33

26-30

Mankozeb

96.67

94.67

90.00

95.33

90.67

87.33

89.33

80.67

84.00

°C

air panas

89.33

92.00

90.00

90.00

90.00

86.67

80.00

75.33

76.67

air dingin

92.67

94.00

89.33

88.00

89.33

82.00

78.67

84.00

88.00

Jemur

89.33

91.33

86.67

88.67

91.33

89.33

82.00

81.33

88.00

12
Tabel 8 Kadar air (%) benih yang disimpan selama 16 minggu pada kondisi
simpan suhu rendah (±5 °C) dan kamar (26- 30 °C)
Ruang

5 °C

Perlakuan

Periode (minggu setelah perlakuan)

Benih

0

2

4

Kontrol

7.55

8.56

9.33

Mankozeb

9.66

10.51

10.80

Air panas

9.58

9.71

10.45

Air dingin

8.41

8.95

Jemur

8.55

8.97

6

8

10

8.14

8.28

7.93

10.02

10.83

9.90

9.92

9.74

10.48

8.58

8.61

8.66

8.53

8.78

8.47

12

14

16

8.09

7.96

8.36

10.85

10.17

9.81

10.26

10.19

9.97

8.78

8.69

8.74

8.87

8.56

8.54

8.49

9.10

Kontrol

7.79

8.24

8.17

9.14

9.20

8.91

9.61

9.60

9.51

26-30

Mankozeb

9.61

10.59

10.77

10.52

11.09

10.34

11.50

10.60

10.60

°C

Air panas

9.59

10.32

10.19

10.46

10.86

10.44

11.10

10.70

10.31

Air dingin

8.37

8.90

8.98

9.40

10.14

9.69

10.07

9.49

8.57

Jemur

8.44

8.78

8.97

9.21

9.30

9.54

9.87

9.56

9.39

Fungisida dengan bahan aktif mankozeb merupakan bahan aktif fungisida
berbentuk tepung yang biasa digunakan untuk mengendalikan penyakit yang
berasal dari jamur (fungal borne disease) berspektrum luas pada pertanian,
hortikultura, florikultur, dan tanaman pangan. Perlakuan pencucian dengan
fungisida dengan bahan aktif mankozeb terbukti memberikan hasil positif
terhadap viabilitas benih. Benih yang diberi perlakuan fungisida dengan bahan
aktif mankozeb mampu mempertahankan DB 90% hingga akhir periode simpan
(16 MSP) pada kondisi ruang simpan suhu rendah. Hasil penelitian Mariam
(2006) menunjukkan bahwa perendaman benih cabai dengan fungisida dengan
bahan aktif mankozeb memiliki daya berkecambah lebih tinggi daripada kontrol.
Perlakuan matriconditioning + fungisida dengan bahan aktif mankozeb efektif
menurunkan tingkat infeksi penyakit hingga 100%. Sesuai dengan hasil penelitian
Suryani (2003), fungisida dengan bahan aktif mankozeb dalam perlakuan
matriconditioning dapat menurunkan tingkat kontaminasi Colletotrichum capsici
pada benih cabai. Paulsrud et al. (2001) menyatakan bahwa perlakuan benih
dengan fungisida sintetik memiliki manfaat penting, akan tetapi juga
menimbulkan resiko tertentu. Salah satu resiko adalah paparan disengaja pekerja
saat memproduksi atau menerapkan perawatan benih. Resiko kedua adalah
kontaminasi lingkungan melalui penanganan yang tidak tepat pada perlakuan
benih atau bahan kimia yang terkandung pada fungisida sintetik itu sendiri.Resiko
yang paling berat dapat terjadi jika benih yang diberi perlakuan fungisida salah
dikonsumsi. Hal ini menjadi sangat berbahaya pada benih kedelai, sehingga
diharapkan ada perlakuan lain yang memberikan hasil yang sama atau lebih baik.
Perlakuan pencucian air dingin menunjukkan hasil DB lebih tinggi
dibandingkan kontrol dan mampu mempertahankan DB 89.33% hingga 16 MSP
pada kondisi ruang simpan suhu rendah. Perlakuan ini dapat membersihkan benih
dari cendawan dan bakteri. Sedikit peningkatan kadar air dilanjutkan dengan
pengeringan kembali diharapkan dapat memberi manfaat invigorasi tanpa adanya
resiko sebagaimana perlakuan soaking pada benih yang akan disimpan kembali.
Hasil penelitian Utami (2013) melaporkan kelemahan metode soaking terletak
pada kesulitan untuk menurunkan kadar air benih kembali. Benih hanya dapat
dikeringkan hingga kadar air 12 13% dan bila dikeringkan lebih lanjut akan

13
mengalami keretakan pada kulit benih. Kadar air yang relatif tinggi di ruang
penyimpanan dikhawatirkan menjadi pintu terjadinya serangan cendawan jika
benih akan disimpan kembali dalam jangka waktu yang lama pada kondisi simpan
ruang kamar. Hasil penelitian Yullianida dan Murniati (2005) terhadap bunga
matahari menunjukkan bahwa perlakuan soaking dengan air maupun larutan
antioksidan hanya efektif pada periode simpan 0 bulan.
Pencucian dengan air panas (50 °C) diharapkan memberi pengaruh lebih
baik dibanding air dingin karena dianggap mampu membersihkan benih dengan
lebih baik dari kotoran dan mikroba. Pada kenyataan hasil penelitian perlakuan
pencucian dengan air panas (50 °C) menunjukkan hasil yang serupa dengan
perlakuan pencucian air dingin bahkan berdasarkan nilai DB pada benih yang
disimpan di suhu kamar setelah perlakuan menunujukkan kecenderungan
perlakuan air dingin lebih baik dibanding air panas.
Perlakuan jemur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan
pencucian dengan air dingin. Perlakuan jemur sama efektifnya dengan perlakuan
pencucian air dingin karena mudah dilakukan selain itu tidak membutuhkan biaya
yang mahal. Tujuan penjemuran adalah untuk membunuh cendawan dan bakteri
pada benih. Menurut Agrios (2005) dan Mari et al. (2009), perlakuan fisik
terhadap komoditas pertanian sebagai perlakuan pra dan pasca panen
menggunakan panas dan iradiasi sinar UV merupakan perlakuan yang
direkomendasikan karena murah, mudah, dapat mematikan patogen yang ada di
permukaan komoditas, serta ramah lingkungan. Hasil percobaan Suherman dan
Suwandi (2011) perlakuan UV-C dengan kontak langsung selama 5 menit dengan
dosis 2 J/cm2 menunjukkan bahwa konidia Colletotrichum gloeosporioides efektif
tidak tumbuh. Siddiqui et al. (2011) melaporkan bahwa iradiasi dengan ultra
violet (UV C) pada benih kacang hijau dan kacang tanah selama 0, 5, 10, 15, 20,
30 dan 60 menit terbukti dapat mengurangi infeksi pada akar yang disebabkan
oleh cendawan Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani dan Fusarium spp.
Hasil penelitian Cristin et al. (2013) menunjukkan perlakuan iradiasi UV C
selama 12 jam pada jarak 15 cm mampu menghambat pertumbuhan koloni
cendawan model Microcyclus ulei. Menurut EAAE (2000) spektrum sinar
matahari terdiri dari sinar tampak dan tidak tampak. Sinar tampak meliputi:
merah, oranye, kuning, hijau dan ungu (diketahui sebagai warna pelangi). Sinarsinar tidak tampak antara lain adalah Sinar Ultraviolet, Sinar-X, Sinar Gamma,
Sinar Kosmik, Mikrowave, Gelombang listrik dan Sinar Inframerah.
Diantara perlakuan yang mampu mempertahankan viabilitas benih dengan
baik, perlakuan fungisida dengan bahan aktif mankozeb adalah perlakuan yang
paling beresiko karena fungisida dengan bahan aktif mankozeb termasuk
fungisida sintetik. Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, polusi lingkungan dan
berkembangnya jamur patogen yang resisten terhadap fungisida (Prapagdee et al.
2008). Perlakuan pencucian dengan air dingin diikuti dengan penjemuran dan
perlakuan penjemuran tanpa pencucian memberikan hasil yang tidak berbeda
(sama baiknya), sehingga perlakuan penjemuran menjadi perlakuan yang
disarankan untuk mempertahankan viabilitas benih kedelai sebagai perlakuan
antar periode simpan karena perlakuan ini paling mudah dan relatif tanpa resiko.

14

KESIMPULAN
Benih kedelai mengalami kemunduran selama penyimpanan. Perlakuan
benih dengan pencucian dengan fungisida dengan bahan aktif mankozeb,
pencucian dengan air dingin, dan penjemuran benih di bawah sinar matahari dapat
meningkatkan viabilitas benih kedelai serta dapat mempertahankan daya
berkecambah > 80% hingga akhir penyimpanan (16 MSP) baik pada penyimpanan
suhu rendah (±5 °C) maupun kamar (26 30 °C), sementara pada kontrol hanya
bertahan hingga 6 MSP.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2005. Kedelai. Cetakan ke-1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology . Amsterdam (NL): Elsevier Aca.
Asni N. 2010. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih tanaman pangan
(jagung, kedelai, dan kacang tanah) [Internet]. (diunduh 2014 Juni 10).
Tersedia pada: http://www.digilib.litbang. deptan.go.id/~jambi/getiptan.php
?src=makalah/kaman.pdf&format=application/pdf
Basra SMA, Farooq M, Hafeez K, Ahmad NA. 2004. Osmohardening: a new
technique for rice seed invigoration. IRRN. 29(2):80-81.
Basra SMA, Farooq M, Wahid A, Khan MB. 2006. Rice seed invigoration by
hormonal and vitamin priming. Seed Sci and Technolog. 34:753-758.
Chiu KY, Chen CL,Sung JM. 2002. Effect of priming temperature on storability
of primed sh-2 sweet corn seed. Crop Sci. 42:1996-2003.
Clark LJ, Whalley WR, Jones JE, Dent K, Rowse HR, Savage WEF, Gatsai T,
Jasi L, Kaseke NE, Murungu FS, Riches CR,Chiduza C. 2001. On-farm
seed priming in maize: a physiological evaluation. Seventh Eastern and
Southern Africa Regional Maize Conference. 1:268-273.
Cristin A, Sinaga MS, Adnan AM. 2013. Keefektifan perlakuan panas kering dan
iradiasi UV-C untuk mematikan cendawan model Microcylus ulei. J
Fitopatol Ind. 9(2):59-67.
Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology.
Fourth edition. London (GB): Kluwer Academic Publisher.
Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Seeds Hand Book: Biology,
Production, Processing and Storage. New York (US): Marcel Dekker Inc.
[EAAE] The European Association for Astronomy Education. 2000. Sunlight
spectra [Internet]. (diunduh 2014 Agustus 28). Tersedia pada : http://eaaeastronomy.org/WG3-SS/WorkShops/SunSpect.html
Erinnovita, Sari M, Guntoro D. 2008. Invigorasi benih untuk memperbaiki
perkecambahan kacang panjang ( Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask ) pada
cekaman salinitas. Bul Agron. 36(3):213-219.
Harris D, Breese WA, Rao JVDKK. 2005. The improvement of crop yield in
marginal environments using on-farm seed priming : nodulation, nitrogen

15
fixation and disease resistance. Australian Journal of Agricultural Research.
56 (1): 1211-1218.
Huynh VN, Gaur A. 2005. Efficacy of seed treatment in improving seed Quality
in rice. Omonrice. 13(1):42-51.
Ilyas S. 2001. Mutu Benih, Makalah dalam Studium Generale Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura. Bogor (ID) :Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Ilyas S. 2006. Review: Seed treatments using matriconditioning to improve
vegetable seed quality. Bul Agron. 34(2):124 132.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Terjamahan dari:
Principles and Practic of Seed Storage.
Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai galur wilis pada kadar air dan
suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin Teknik Pertanian 9 (2):79-82.
Kinayungan G. 2009. Penggunaan metode invigorasi untuk meningkatkan daya
simpan benih kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) [skrips].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Kuswanto H. 2003. Teknologi, Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan
Benih. Cetakan ke-1. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Mari M, Neri F, and Bertolini P. 2009. New approach for postharvest diseases
control in europe. Plant Pathology. 2:119-130.
Mariam. 2006. Pengaruh perlakuan matricondioning plus fungisida nabati
terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah (Capsicum annuum L.)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Moosavi SS, Alaei Y, Khanghah AM. 2014. The effect of water seed pretreatment on soybean vegetatif and reproductive traits. IJA. 4(3A): 12-17.
Paulsrud BE, Martin D, Babadoost M, Malvick D, Weinzierl R, Lindholm DC,
Steffey K, Pederson W, Reed M, Maynard R. 2001. Oregon Pesticide
Applicator Training Manual, Seed Treatment. Urbana (US) : University of
Illinois Broad of Trustees.
Prapagdee B, Akrapikulchart U, Mongkolsuk S. 2008. Potential of a soil-borne
Streptomyces hygroscopicus for biocontrol of anthracnose disease caused by
14 Colletotrichum gloeosporioides in Orchid. J Bio Sci. 8(7):1187-1192.
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai
hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian. 11(1):22-31.
[Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2013.
Invigorasi, alternatif atasi penurunan mutu benih kedelai. [Internet].
(diunduh 2013 November 21). Tersedia pada: http://www.litbang
deptan.go.id
Ruliansyah A. 2011. Peningkatan performa benih kacangan dengan perlakuan
invigorasi. J Tek Perkebunan & PSDL. 1:13-18.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID) : Gramedia.
Siddiqui A, Dawar S, Zaki MJ, Hamid N. 2011. Role of ultra violet (UV-C)
radiation in the control of root infecting fungi on groundnut and mung bean.
Pak J Bot. 43(4): 2221-2224.
Suherman B, Suwandi T. 2011. Perlakuan iradiasi sinar UV-C terhadap kedelai
untuk mengeradikasi cendawan model Microcyclus ulei [Internet]. (diunduh
2014 Juni 11). Tersedia pada: http://data.buttmkp.org/news/image/stories/

16
docs/uv-c.pdf
Suryani N. 2003. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus fungisida pada benih
cabai merah (Capsicum annuum L.) dengan berbagai tingkat kontaminasi
Colletotrichum capsici (Syd). Bult. Et Bisby. terhadap viabilitas dan vigor
benih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tatipata A, Yudono P, Purwantoro A, Mangoendidjojo W. 2004. Kajian aspek
fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. JIPI.
11(2):76-87.
Utami EP. 2013. Perlakuan priming benih untuk mempertahankan vigor benih
kacang panjang (Vigna unguiculata) selama penyimpanan. Bul Agrohorti.
1(4):75 82.
Yullianida, Murniati E. 2005. Pengaruh antioksidan sebagai perlakuan priming
benih sebelum simpan terhadap daya simpan benih bunga matahari
(Helianthus annuus L.). Hayati. 12(4):145-150.

17

Lampiran 1 Deskripsi Kedelai Varietas Baluran

Nama Varietas
: Baluran
Kategori
: Varietas unggul nasional (released variety)
SK
: 275/Kpts/TP.240/4/2002 tanggal 15 April 2002
Tahun
: 2002
Tetua
: Persilangan AVRDC
Rataan Hasil
: 2,5 35 ton/ha
Pemulia
: Ir. Suyono,MS., Dr.Ir. T. Adisarwanto, Dr. I. Hartana
Nomor galur
: GC 88025-3-2
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Hijau
Warna daun
: Hijau
Warna bulu
: Coklat
Warna bunga
: Ungu
Warna polong masak : Coklat
Warna kulit biji
: Kuning
Warna hilum
: coklat muda
Tipe pertumbuhan
: Determinate
Bentuk biji
: bulat telur
Tinggi tanaman
: 60 80 cm
Umur berbunga
: 33 hari
Umur polong masak
: 80 hari
Ukuran biji (gr/100 biji) : 15 17 gram
Kandungan protein
: 38 40%
Kandungan lemak
: 20 22%

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 16 Februari 1991 dari ayah
Kusdrajat dan ibu Sofiana. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Mejayan Madiun dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikutura, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga pernah aktif dalam organisasi
kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi Staf Kesekretariatan periode 2010/2011
Koperasi Agrohotplate. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik skala
departemen, fakultas dan IPB.