Kualitas Spermatozoa Kauda Epididimis Domba Masa Tumbuh yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Katuk pada Penyimpanan 4ºC

KUALITAS SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS
DOMBA MASA TUMBUH YANG DIBERI EKSTRAK
ETANOL DAUN KATUK PADA PENYIMPANAN 4ºC

ARUM SAKSONO

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Spermatozoa
Kauda Epididimis Domba Masa Tumbuh yang Diberi Ekstrak Kasar Etanol Daun
Katuk pada Penyimpanan 4ºC adalah benar karya saya denganarahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Arum Saksono
NIM B04070183

ABSTRAK
ARUM SAKSONO.Kualitas Spermatozoa Kauda Epididimis Domba Masa
Tumbuh yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Katuk pada Penyimpanan 4ºC.
Dibimbing oleh M. AGUS SETIADI dan AGIK SUPRAYOGI.
Katuk merupakan tanaman yang memiliki senyawa aktif yang dapat
merangsang hormon reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
ekstrak etanol daun katuk terhadapkarakteristik spermatozoadi kauda epididimis
domba masa tumbuh. Penelitian ini dilakukan pada enam domba jantan lokal usia
lima bulan yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok EtOH dan
kontrol.Domba diberi 1500 mg/hari ekstrak etanol daun katuk selama dua bulan,
di mana kelompok kontrol hanya diberi plasebo. Epididimis dikumpulkan setelah
penyembelihandan spermatozoanya dikoleksi. Koleksi spermatozoa kemudian
dianalisis untuk dilihat karakteristiknyaseperti konsentrasi, motilitas,daya hidup,
keutuhan membran, dan abnormalitasselama penyimpananlima hari

dalamrefrigerator. Konsentrasi dan bobot epididimis diperiksa pada hari pertama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyatapada konsentrasi
spermatozoapada kedua perlakuan. Motilitas spermatozoa, daya hidup, integritas
membran, dan abnormalitas mengalami penurunan dari hari ke hari. Namun
demikian, tidak ada perbedaan nyatapada karakteristik spermatozoapadakedua
perlakuan selama penyimpanan lima hari. Motilitas sperma tidak terdeteksi pada
hari keempat. Hal yang menarik adalahdaya hidup masih tinggi dan terdeteksi
hingga akhir.
Kata kunci:ekstrak etanol daun katuk, kauda epididimis, spermatozoa

ABSTRACT
ARUM SAKSONO.The Quality of Growth Ram Cauda Epididymal Sperm That
Feed with Extract Katuk Leaves in Ethanol on Storage at 4ºC. Under direction M.
AGUS SETIADI and AGIK SUPRAYOGI.
Katuk is one of plant that has active compounds which can stimulate
reproductive hormone. The purpose of this research was to know the effect of
extract katuk leaves in ethanol feed to growth ram on cauda epididymal sperm
characteristic. This research is done on six growth local rams around five months
old which was divided into two groups, EtOH group and control group. Ram were
feed 1500 mg/day of extract katuk leaves in ethanol for two months, where in

control group were feed only by placebo. The epididymis were collected after
slaughter and the sperm were collected. Collected sperm were analyzed for
several sperm characteristic such as concentration, motility, viability, membrane
integrity, and abnormality during stored for five days in refrigerator. Sperm
concentration and epididymal weight were checked on first day. The result of this
research showed there were no significant difference in the sperm concentration in
both treatment. Sperm motility, viability, membrane integrity, and abnormality
was decreased day by day. However, no significance difference in sperm
characteristic in both treatment during storage for five days. The sperm motility

was no detected on the day four. Interestingly, the viabilitywere still high and
detected until the end of research.
Keywords:extract katuk leaves in ethanol, cauda epididymal, spermatozoa

KUALITAS SPERMATOZOA KAUDA EPIDIDIMIS
DOMBA MASA TUMBUH YANG DIBERI EKSTRAK
ETANOL DAUN KATUK PADA PENYIMPANAN 4ºC

ARUM SAKSONO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi :Kualitas Spermatozoa Kauda Epididimis Domba Masa Tumbuh
yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Katuk pada Penyimpanan 4ºC
Nama
: Arum Saksono
NIM
: B04070183

Disetujui oleh


Prof. Dr. drh. Mohamad Agus Setiadi
Pembimbing I

Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc. AIF
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP. Vet.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini.Bidang penelitian yang menjadi kajian penulis dalam penelitian
ini adalah fisiologi reproduksi dengan judul Kualitas Spermatozoa Kauda
Epididimis Domba Masa Tumbuh yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Katuk
pada Penyimpanan 4ºC. Karya ilmah ini dapat terwujud atas dukungan dana

DIPA IPB Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendiddikan
Nasional dengan SPK Tahun Anggaran 2010 Nomor 8/ 13.24.4/SPK/PSN/2010, 5
Maret 2010 yang diketuai oleh Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, Msc. AIF.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. drh. Mohamad Agus Setiadi dan Bapak Prof. Dr. drh. Agik
Suprayogi, MSc, AIF selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama masa studi penulis hingga selesainya tugas akhir
ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Adi Ningrum
Kurniasari, Mbak Hidayaturrahmah, dan Bapak Bondan yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu,
bapak, ketiga kakakku, Uda, dan teman-teman yang selalu memberikan perhatian,
didikan, doa, kasih sayang, dan semangat yang tak terhingga.Tak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB
khususnya rekan-rekan Gianuzzi FKH 44.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh mendekati sempurna sehingga
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Terlepas dari semua itu,
penulis mengharapkan bahwasanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

Arum Saksono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA

2

Taksonomi Tanaman Katuk



Senyawa Aktif Katuk yang Bermanfaat dalam Reproduksi


2

Ekstraksi



Anatomi Reproduksi pada Hewan Jantan

3

Masa Reproduksi pada Hewan Jantan



Spermatogenesis dan Pengaruh Beberapa Hormon Reproduksi



METODE


6

Waktu dan Tempat Penelitian



Alat



Bahan



Proses Ekstraksi Daun Katuk



Prosedur Penelitian


7

Prosedur Pengambilan Sampel



Parameter Pengukuran

8

Protokol Penelitian

10 

Prosedur Analisis Data

10 

HASIL DAN PEMBAHASAN

10 

Konsentrasi Spermatozoa

10 

Persentase Motilitas Spermatozoa

12 

Persentase Daya Hidup dan Keutuhan Membran Spermatozoa

12

Persentase Cytoplasmic Droplet dan Abnormalitas Spermatozoa

14 

Pembahasan Umum

15 

SIMPULAN DAN SARAN

16 

Simpulan

16 

Saran

17 

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi spermatozoa di kauda epididimis dan bobot epididimis
setelah pemberian ekstrak etanol daun katuk
2 Persentase motilitas spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol daun
katuk
3 Persentase daya hidup spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol
daun katuk
4 Persentase keutuhan membran sepermatozoa setelah pemberian ekstrak
etanol daun katuk
5 Persentase cytoplasmic droplet spermatozoa setelah pemberian ekstrak
etanol daun katuk
6 Persentase abnormalitasspermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol
daun katuk

10 
12 
13 
13 
14 
14 

 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Tanaman katuk beserta buah dan bunganya
Mekanisme hormon-hormon yang mengatur fungsi reproduksi
Bagan proses ekstraksi daun katuk
Berbagai macam abnormalitas pada spematozoa
Protokol penelitian





10 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil General Linear Model konsentrasi seprmatozoa
Hasil General Linear Model bobot epididimis
Hasil General Linear Modelpersentase motilitas spermatozoa
Hasil General Linear Modelpersentase daya hidup spermatozoa
Hasil General Linear Model persentase keutuhan membran
spermatozoa
6 Hasil General Linear Model persentase cytoplasmic droplet
spermatozoa
7 Hasil General Linear Model persentase abnormalitas spermatozoa

20 
20 
20 
21 
21 
21 
22 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) merupakan tanaman obat yang
telah mendorong para peneliti untuk menemukan senyawa aktif di dalamnya.
Suprayogi (2000) melaporkan bahwa pemberian daun katuk kering giling 7.44
g/hari secara oral pada domba laktasi dapat meningkatkan nutrisi di dalam darah
yang menuju kelenjar ambing selama 13 hari. Subekti et al. (2008) menyatakan
bahwa penggunaan ekstrak dan tepung daun katuk mempengaruhi peningkatan
sistem reproduksi pada puyuh. Ekstrak daun katuk juga dapat memacu sekresi air
susu pada hewan betina selain domba, yaitu babi (Sidauruk 2008) dan mencit
(Suprayogi et al. 2009). Lebih lanjut dikemukakan keberadaan senyawa-senyawa
aktif dalam daun katuk yang merupakan prekursor hormon androgen (Suprayogi
2000) dan pengaruhnya pada hewan jantan kemungkinan dapat meningkatkan
seksualitas serta fertilitas dengan peningkatan hormon androgen. Hormon
androgen akan mempengaruhi spermatogenesis pada hewan jantan sehingga
dengan pemberian katuk diharapkan akan memperbaiki spermatogenesis dan
meningkatkan kualitas spermatozoa menjadi lebih baik.
Penelitian ini menggunakan hewan percobaan domba jantan yang sedang
berada dalam masa tumbuh. Domba jantan sangat memungkinkan dijadikan
sumber bibit dan donor semen dengan tujuan memperbaiki performans hasil
keturunannya. Meskipun hewan jantan mati, namun spermatozoa dari hewan
tersebut masih dapat digunakan untuk aplikasi teknologi reproduksi. Berkaitan
dengan informasi bahwa ekstrak daun katuk dapat meningkatkan kemampuan
seksualitas dan fertilitas dengan peningkatan hormon androgen, maka penelitian
dilakukan untuk mengamati kualitas spermatozoa dari kauda epididimis domba
yang diberi ekstrak etanol daun katuk.

Tujuan Penelitian
Penelitianini bertujuan untuk mengkaji kualitas spermatozoa pada domba
jantan setelah pemberian ekstrak etanol daun katuk.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang manfaat pemberian
ekstrak katuk terhadap tingkat kualitas spermatozoa pada domba jantan.Informasi
ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan
produksi peternakan, baik pada domba maupun ternak lainnya.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Tanaman Katuk
Katuk merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang, daun, dan
bunga.Tumbuhan ini termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Euphorbiales, famili Euphorbiaceae,
marga Sauropus, dan jenis Sauropus androgynus (L.) Merr.Tumbuhan ini
berbatang tegak.Daunnya berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing dan
pertulangannya menyirip.Bunga katuk berwarna merah keunguan.Putik dan
benang sari masing-masing berjumlah tiga.Buahnya bulat dan berwarna hijau
muda agak keunguan.Setiap buah berisi tiga biji.Biji buahnya bulat, keras, dan
berwarna putih.Akar tumbuhan katuk merupakan akar tunggang (BPOM RI 2008).

Gambar 1 Tanaman katuk beserta buah dan bunganya

Senyawa Aktif Katuk yang Bermanfaat dalam Reproduksi
Katuk mengandung senyawa-senyawayang bermanfaat dalam fungsi
reproduksi.Subekti et al. (2008) menyatakan bahwa katuk mengandung kelompok
fitosterol yaitu stigmasterol, sitosterol, dan fukosterol dengan menggunakan
pelarut etanol.Suprayogi (2000)menemukansenyawa alkaloid dalam daun katuk
yaituisoquinoline. Efek akibat isoquinolinemirip dengan efekdari papaverine
sehingga senyawa ini juga disebut Papaverine Like Compound.
Agusta et al. (1997) menyatakan bahwa ekstrak daun katuk dengan pelarut
etanol memiliki nilai tertinggi dari senyawa 17-ketosteroid yaitu androstan-17one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha. Senyawa androstan-17-one,3-ethyl-3-hidroxy-5
alphadalam katuk terlibat langsung sebagai prekursor dalam biosintesis hormon
steroid (Suprayogi 2000). Senyawa ini dapat diubah menjadi testosteron dan
dehydroepiandrosteron (DHEA) yang dapat disintesis menjadi hormon
steroid(Despopoulos dan Silbernagl 2003).
Wang dan Lee (1997)menemukan tiga senyawa flavonol pada ekstrak daun
katuk yang menggunakan pelarut etanol,yaitu 3-O-β-D-glucosyl-7-O-α-Lrhamnosyl-kaemferol, 3-O-β-D-glucosyl-(1→6)-β-D-glucosyl-kaemferol, dan 3O-β-D-glucosyl-(1→6)-β-D-glucosyl-7-O-α-L-rhamnosyl-kaemferol.Katuk juga
mengandung fenol (Andarwulan dan Faradilla 2012).Senyawa-senyawa inimampu
menghambat oksidasi dari LDL (Low Density Lypoprotein) (Andarwulan dan
Faradilla 2012).Tanaman ini juga mengandung fitosterol yang baik untuk fungsi
reproduksi, yaitu mempengaruhi daya tetas dan fertilitas pada unggas (Subekti et

3
al. 2008).Senyawa ini dapat dimetabolisme menjadi pregnenolon dan DHEA
(dehydropiandrosteron) yang merupakan prekursor hormon steroid (Al Zyood dan
Shawakfa 2006).
Katuk mengandung vitamin C dan vitamin E (Subekti et al. 2008).Kedua
vitamin ini berfungsi sebagai antioksidan.Vitamin C bersifat mencegah oksidasi
molekul.Korelasi positif antara tingkat vitamin C yangtinggi dengan morfologi
spermatozoa yang normal menunjukkan bahwa vitamin C memiliki peran penting
sebagai antioksidan (Sharma dan Agarwal 1996). Vitamin E berperan sebagai
antioksidan yang melindungi PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid), komponen sel,
dan membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas (Hariyatmi 2004) sehingga
memungkinkan sel spermatozoa lebih lama bertahan hidup. Hal ini diperkuat
dengan penelitian Astuti et al. (2009) yang menyebutkan bahwa tepung kedelai
yang mengandung isoflavon, Zn, dan vitamin E pada tikus jantan dapat
meningkatkan motilitas dan konsentrasi spermatozoa.

Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan campuran beberapa zat menjadi komponen yang
terpisah (Winarno et al. 1973). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI 1995). Simplisia adalah bahan
alamiah yang belum mengalami perubahan apapun dan biasanya merupakan
bahan yang dikeringkan (BPOM RI 2005). Secara umum dikenal beberapa metode
dalam ekstraksi, yaitu maserasi, refluksi, digesti, infusi, perkolasi, dan sokletasi
(Depkes RI 2000). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
maserasi. Maserasi adalah menghaluskan bahan yangumumnya dilakukan dengan
memotong bahan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi (Voigt 1994).
Pelarut adalah cairan yang digunakan dalam proses pemecahan senyawa
untuk membentuk larutan dan biasanya terdiri dari beberapa zat yang bersifat
dapat tercampur. Kelarutan zat dalam pelarut dapat bersifat polar dan non polar.
Senyawa polar larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non polar larut
dalam pelarut non polar (Winarno et al. 1973). Jenis pelarut untuk ekstraksi polar
di antaranyaadalah air, etanol, dan metanol, sedangkan pelarut untuk ekstraksi non
polar adalah heksan, petroleum eter, dan kloroform (Sarker et al. 2006).
Etanol merupakan cairan volatil yang mudah terbakar, jernih, mudah
menguap, aromanya menyegarkan, dan mudah larut dalam air (Depkes RI 1995).
Kelebihan pelarut etanol di antaranya adalah tidak menyebabkan pembengkakan
membran sel sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol juga
dapat menghasilkan hasil bahan aktif yang optimal (Voigt 1994).

Anatomi Reproduksi pada Hewan Jantan
Organ reproduksi hewan jantan terdiri dari testes, kelenjar asesoris, serta
saluran reproduksi jantan yang terdiri dari vas eferens, epididimis, vas deferens,
dan uretra (Toelihere 1993).Testes adalah organ reproduksi primer pada hewan
jantan karena berfungsi memproduksi spermatozoa dan hormon kelamin jantan

4
(Bearden et al. 2004).Testes berjumlah dua buah dan terdiri dari saluran yang
disebut tubuli seminiferi yang menghasilkan spermatozoa (Toelihere 1993).
Epididimisterdiri
darikaput,korpus,
dankauda(Toelihere
1993).
Epididimisakan menyalurkan sperma dan bermuara ke duktus deferens yang
berakhir sebagai saluran ejakulasi (Turner 1991). Epididimis memiliki fungsi
yaitu pengangkutan spermatozoa, pengkonsentrasian spermatozoa, penyimpanan
spermatozoa, dan pematangan spermatozoa (Bearden et al. 2004).
Jaringan tubulus seminiferus pada epididimis dipisahkan dari jaringan testis
yang lain dengan blood-testis barrier (Despopoulos dan Silbernagl 2003). Istilah
blood-testis barrier atau blood-epididymis barrierdigambarkan sebagai pembatas
antara sel epitel dan sel Sertoli di epididimis yang membatasi keluar masuknya
molekul dan sel dari lumen sehingga tercipta lingkungan untuk perkembangan dan
pematangan sel kecambah (Mital et al. 2011).

Masa Reproduksi pada Hewan Jantan
Pubertas merupakan akhir dari proses perubahan endokrin yang
dimulaisetelah lahir. Pubertas pada domba terjadi saat usiatujuh hingga delapan
bulan (Cunningham dan Klein 2007) yang dapat dipengaruhi oleh umur, bobot
badan, faktorgenetik,lingkungan, iklim, dan makanan (Toelihere 1993). Saat
hewan mengalami pubertas, terjadi perubahan testosteron di dalam testes (Pineda
2003).
Pubertas terjadi ketika sistem hipotalamus-hipofise padahewan peka
terhadaphambatan umpan balik pada gonad.Onset pubertas menyebabkan naiknya
sintesis dan pelepasan GnRH dari hipotalamus sehingga menggerakkan sekresi
gonadotropin.Sebelum pubertas, pelepasan GnRH dan sekresi gonadotropin
disimpan karena hipotalamus sangat sensitif terhadap hambatan umpan balik
negatif oleh hormon steroid.Hal ini terlihat saathewan muda mengeluarkan
sejumlah kecil FSH dan LH dari hipofise sehingga sekresi gonadotropin menjadi
rendah(Cunningham dan Klein 2007).
White et al. (2005) menyatakan bahwa bobot dan volume testis, volume dan
diameter tubulus seminiferus, dan bobot epididimis lebih rendah pada umur
sebelum pubertas dibandingkan dengan sesudah pubertas pada beruang.Wildeus
(1993) menunjukkan bahwa lingkar skrotum pada sapi berkorelasi positif terhadap
umur, bobot badan, serta bobot, panjang, dan lebar testis. Total produksi sperma
sehari-hari dan jumlah sperma pada epididimis juga lebih besar saat pubertas.

Spermatogenesis dan Pengaruh Beberapa Hormon Reproduksi
Spermatogenesis adalah proses perkembangan spermatogonia menjadi
spermatozoa yang terjadi di dalam tubuli seminiferi testis dan terbagi menjadi tiga
fase.Fase pertama yaitu spermatositogenesisyang dikendalikan oleh FSH dari
adenohipofisadi mana spermatogonia berubah menjadi spermatosit primer melalui
pembelahan mitosis. Fase kedua yaitu perubahan spermatosit primer menjadi
spermatid melalui pembelahan meiosis sehingga jumlah kromosomberkurang
menjadi setengahnya. Fase ketiga adalah spermiogenesisyang dipengaruhi LH dan

5
testosterondi mana spermatid mengalami perubahan bentuk menjadi spermatozoa
(Toelihere 1993). Proses tersebut pada domba berlangsung selama 46 sampai 49
hari (Bearden et al. 2004).
Spermatogenesis membutuhkan interaksi dari berbagai hormon reproduksi.
Hormon yang mengatur reproduksi adalah GnRH. GnRH merangsang pelepasan
FSH dan LH dari kelenjar hipofise anterior melalui umpan balik positif (Bearden
et al. 2004).Fungsi FSH pada hewan jantan adalah menstimuli spermatogenesis di
dalam tubuli seminiferi testis,merangsang sekresi inhibin, dan menginduksi ABP
(androgen binding protein) dalam sel Sertoli pada testis (Toelihere 1993). LH
berperan dalam pematangan spermatozoa dengan merangsang sekresi hormon
androgen. Androgen adalah hormon steroid yang terdiri atas testosteron,
dihydrotestosterone (DHT), dan 17-ketosteroid seperti dehydroepiandrosterone
(DHEA) (Despopoulos dan Silbernagl 2003).
Testosteronberfungsimerangsang
spermatogenesis(Bearden
et
al.
2004),mempertahankan spermiogenesis dalam tubuli seminiferus, dan
memperpanjang umur spermatozoa di epididimis (Toelihere 1993). Hormon ini
disintesis dalam sel Leydig testis dansekresinya diatur oleh LH (Despopoulos dan
Silbernagl 2003). Testosteron akan diikat oleh ABP agar terjadi proses
spermatogenesis. ABP disekresi oleh sel Sertoli di bawah pengaruh FSH
kemudian diabsorpsi di epididimis (Bearden et al. 2004). ABP juga mengatur
transportasi testosteron ke epididimis yang diubah menjadi DHT dan berperan
dalam perjalanan serta pematangan spermatozoa (Cunningham dan Klein 2007).
Konsentrasi testosteron yang tinggi akan menghambat sekresi gonadotropin
melalui mekanisme umpan balik negatif sedangkan estradiol mengontrol sekresi
FSH dan menghambat sekresi androgen melalui sel Leydig. Inhibinbersama
testosteron berfungsimengontrol sekresi FSH oleh kelenjar hipofise melalui
mekanisme umpan balik negatif (Pineda 2003). Aktivin dalam rete testis bekerja

Gambar 2 Mekanisme hormon-hormon yang mengatur
fungsi reproduksi (Pineda 2003)
sebagai umpan balik positif terhadap hipofise (Hafez dan Hafez 2000).

6

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Agustus 2010.Proses
ekstraksi dilakukan di Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi,
dan Farmakologi FKH-IPB. Perlakuan hewan coba dilakukandi Karyomendo
Farm,Jl. Cibanteng Proyek 100, Cihideung Ilir, Ciampea-Bogor kemudian
dilanjutkan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi, FKH-IPB untuk pengamatan karakteristik spermatozoa.

Alat
Penelitian ini menggunakan alat-alat standar untuk proses ekstraksi dan
analisis karakteristik spermatozoa. Alat-alat yang digunakan terdiri atas oven,
panci Stainless, mesin automatik, rotary-evaporator, gelas erlenmeyer,syringe1
cc, kamar hitung Neubauer, tabungeppendorf, mikroskop, gelas objek, dan cover
glass.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas enam pasang
epididimis domba lokal jantan dan daun katuk segar. Bahan-bahan lain yang
digunakan adalah pelarut etanol, maltodekstrin, kapsul, larutan formal saline,
eosin negrosin, NaCl fisiologis, reagen HOS test, dan akuades.

Proses Ekstraksi Daun Katuk
Pengolahan katuk dilakukan dengan metode Suprayogi et al. (2010). Daun
katuk segar dicuci dan dijemur kemudiandikeringkan menggunakan oven bersuhu
60ºC selama 12 jam. Daun katuk kering yang didapat dari perhitungan adalah
sebesar 23.45 %.Simplisia berupa daun katuk kering kemudian diekstraksi dengan
metode maserasi.Dua kilogramdaun katuk kering gilingdicampur dengan pelarut
etanol sebanyak 13 liter di dalam panci Stainless. Campuran ini diaduk dalam
mesin automatik selama 2,5 jam dan didiamkan selama 24 jam, kemudiandisaring
dengan kain flanel dan kertas saring hingga diperoleh filtrat berupa larutan ekstrak
etanol daun katuk. Metode yang sama diulang hingga diperoleh larutan yang
jernih dan encer. Filtrat yang terbentuk dievaporasikan dengan rotary-evaporator
padasuhu 40ºC sehinggadiperoleh ekstrak kental etanol. Ekstrak kemudian
ditambah bahan pengisi berupa maltodekstrin. Bubuk yang terbentuk lalu
dimasukkan dalam kapsul.Prosedur fraksinasi ekstrak etanol dari daun katuk dapat
dilihat pada diagram berikut :

7
 

Daun Katuk Kering
(Sauropus androgynus (L.) Merr)

Penggilingan

  Ekstraksi dengan pelarut etanol

  Evaporasi dengan rotary-evaporator pada

temperatur 40ºC

 

Ekstrak kasar etanol daun katuk

Gambar 3 Bagan proses ekstraksi daun katuk
ProsedurPenelitian
Enam ekor domba jantan dengan usia lima bulan yang diperoleh dari Bogor
dikandangkan dalam kandang individu.Domba diberi Albendazole® dan
Ivermectin® selama sepuluh hari masa adaptasi.Domba juga dilatih dengan
pemberian pakan berupa konsentrat dan rumput selama penelitian.Bahan
konsentrat yang digunakan berupa campuran dedak padi, bungkil kelapa, bungkil
kedelai, tepung ikan, premiks, dan garam. Tiap domba mendapat formula
konsentrat dan komposisi nutrisi yang sama. Domba diberikan konsentrat pada
pagi hari dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 dan pukul berikutnya hingga pagi
hari domba diberi rumput. Domba juga diberi minum ad libitum.
Domba dibagi menjadi dua perlakuan setelah diadaptasikan selama sepuluh
hari, yaitu kontrol (pakan normal domba) dan ekstrak etanol (EtOH). Masingmasing kelompok mendapat perlakuan yaitu kontrol dengan plasebo dan EtOH
dengan dosis 1500 mg/hari (empat kapsul EtOH). Dosis itu diberikan sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan sore hari selama dua bulan (Suprayogi et al. 2010).

Prosedur Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada saat pemotongan domba berusia tujuh
bulan. Testisnya dibawa ke laboratorium dalam termos berisi NaCl fisiologis dan
icepack. Epididimis diambil dari testis, ditimbang bobotnya, disimpan dalam
wadah plastik berisi larutan NaCl fisiologis, dan disimpan dalam refrigerator
dengan suhu 4ºC. Koleksi spermatozoa dilakukan dengan menusuk kauda

8
epididimis kiri dan kanan dengan syringe. Spermatozoa yang keluar kemudian
dicampur dan diteteskan di atas gelas objek untuk dihomogenkan.
Parameter Pengukuran
Sampel spermatozoa dievaluasi selama lima hari. Pengamatan meliputi
konsentrasi spermatozoa, persentase motilitas spermatozoa, persentase
spermatozoa yang masih hidup, persentase keutuhan membran plasma
spermatozoa, persentase cytoplasmic droplet spermatozoa, dan persentase
abnormalitas spermatozoa.
Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi diukur satu kali pada H-0.Pengenceran 500x dilakukan dengan
mencampurkan 1 µL cairan epididimis dengan 499 µL formal saline. Campuran
ini diteteskan ke dalam kamar hitung Neubauer dan diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 400x. Jumlah spermatozoa yang terdapat dalam lima kotak
haemacytometer yaitu satu kotak pada tiap ujung dan satu kotak di tengah
kemudian dihitung. Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan menggunakan
 

Konsentrasi Spermatozoa = ∑ Spermatozoa X (25x106) sel/ml

rumus berikut :
Persentase Motilitas Spermatozoa
Penilaian motilitas dilakukan dengan meneteskan cairan epididimis di atas
gelas objek kemudian ditambahkan tiga tetes NaCl fisiologis.Cairan diaduk dan
ditempelkan cover glass.Pergerakan spermatozoa dilihat di bawah mikroskop
pada perbesaran 40x dan dinilai dalam %.
Persentase Daya Hidup Spermatozoa
Persentase daya hidup spermatozoa dilakukan dengan meneteskan cairan
epididimis ke gelas objek dan ditambahkan dua tetes eosin negrosin.Campuran
diaduk dan dibuat preparat ulas yang tipis. Preparat lalu difiksasi dan diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 40x.Spermatozoa yang dihitung minimal
200 spermatozoa denganbeberapalapang pandang.Spermatozoa hidup ditandai
dengan kepala berwarna putih sedangkan spermatozoa mati ditandai dengan
kepala berwarna merah.

%
Persentase Keutuhan Membran Plasma – HOS Test
Persentase keutuhan membran plasma ditentukan dengan hypoosmotic
swelling (HOS) test.Reagen HOS test adalah campuran 0.675 gram fruktosa dan
0.735 gram natrium sitrat dalam 50 ml aquades. Satu tetes cairan epididimis

9
dicampur dengan sembilan tetes reagen HOS testdalam tabung eppendorf dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit.Campuran diteteskan di atas gelas
objek kemudian spermatozoa dengan membran plasma utuh dihitung.Spermatozoa
dengan membran plasma utuh ditandai oleh ekor melingkar atau
menggembung.Spermatozoa yang dihitung minimal 200 spermatozoa dengan
beberapa lapang pandang.

%
Persentase Abnormalitas Spermatozoa
Penghitungan persentase abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan
memeriksa spermatozoa yang masih memilikicytoplasmic dropletyang ditandai
dengan adanya butiran pada ekor spermatozoa dan abnormalitas lain yang ditandai
dengan kelainan bentuk seperti kepala terlalu kecil, kepala terlalu besar, ekor
patah, ekor melingkar, ekor ganda, dan sebagainya. Penghitungan menggunakan
preparat ulas yang telah dibuat pada pemeriksaan spermatozoa yang masih hidup
sebelumnya.Spermatozoa yang dihitung minimal 200 spermatozoa dengan
beberapa lapang pandang.

%

Gambar 4 Berbagai macam abnormalitas pada spermatozoa
(Bearden et al. 2004)

10
Protokol Penelitian
Pengamatan
spermatozoa






Motilitas
Daya hidup
Keutuhan membran
Cytoplasmic droplet
Abnormalitas

Perlakuan kontrol dan EtOH

Ekstraksi
daun
katuk

Adaptasidomb
a

H
0

1

2

3

4

Hari ke 0

10

70

Ket : H = Hari dimulainya pengamatan

Domba dipotong
Pengamatan pendahuluan :
‐ Konsentrasi spermatozoa
‐ Bobot epididimis

Gambar 5 Protokol penelitian

Prosedur Analisis Data
Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan
dua macam perlakuan dengan tiga kali ulangan.Data dianalisis dengan General
Linear Model(GLM) univariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Spermatozoa
Penilaian konsentrasi merupakan salah satu kriteria dalam penilaian kualitas
semen (Toelihere 1993).Konsentrasi spermatozoa dan bobot rata-rata epididimis
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Konsentrasi spermatozoa di kauda epididimis dan bobot epididimis
setelah pemberian ekstrak etanol daun katuk
Perlakuan Konsentrasi (106 sel/ml)
Kontrol
6323 ± 2928.22
EtOH
5688 ± 1196.92

Bobot rata-rata epididimis (g)
32.26 ± 2.56
30.02 ± 0.89

75

11

Konsentrasi dan bobot rata-rata epididimis pada kedua perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata.Hal ini sesuai dengan Toelihere (1993) yang
menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa mempunyai kolerasi tinggi dengan
bobot testis.Tidak adanya perbedaan yang nyata pada konsentrasi dari kedua
perlakuan berhubungan dengan tidak adanya perbedaan yang nyata pada bobot
epididimis dalam penelitian ini.
Konsentrasi spermatozoa pada kedua perlakuan lebih rendah dibandingkan
penelitian sebelumnya. Rizal dan Herdis (2005) menyatakan bahwa konsentrasi
spermatozoa di kauda epididimis domba Garut sebanyak 13 933.33 juta sel/ml
(berkisar antara 13 530 dan 14 520 juta sel/ml), sedangkan menurut Surachman et
al. (2006) konsentrasi spermatozoa di kauda epididimis domba rata-rata 11 660
juta sel/ml (berkisar antara 10 390 dan 12 420 juta sel/ml).Perbedaan hasil yang
diperoleh diduga akibat perbedaan umurdan kondisi reproduksi domba yang
digunakan pada penelitian.Domba dalam penelitian sebelumnya adalah domba
dewasa sedangkan domba dalam penelitian ini berusia tujuh bulan sehingga
kemungkinan baru mengalami masa awal pubertas dan belum dewasa.Secara
umum, saat terjadinya pubertas dapat dipengaruhi oleh umur (WodzickaTomaszewska 1991).
Penelitian ini menunjukkan perlakuan yang tidak nyata seperti yang terlihat
pada Tabel 1, namun secara kuantitatif perlakuan etanol menunjukkan nilai
konsentrasi yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal
inikemungkinan terjadi mengingat dari hasil pustaka yang ada, ekstrak etanol
katuk mengandung senyawa androstan-17-one,3-ethyl-3-hidroxy-5 alpha,
fitosterol, alkaloid (Papaverine Like Compound), dan flavonoid yang terdapat
dalam katuk.Senyawa androstan-17-one,3-ethyl-3-hidroxy-5 alpha (17ketosteroid) merupakan prekursor dalam biosintesis hormon steroid (Suprayogi
2000) dan kemungkinan besar diubah menjadi hormon testosteron. Fitosterol
dapat diubah menjadi prekursor hormon steroid sehingga meningkatkan kadar
hormon steroid (Gilman et al. 2003). Menurut Susetyarini et al. (2011), senyawa
alkaloid (Papaverine Like Compound) dan flavonoid dapat mengganggu sintesis
dan sekresi hormon dalam poros hipotalamus-hipofise-testis pada tikus putih.
Tingginyakadar hormon steroid terutama testosteron akibat senyawa-senyawa ini
menyebabkan poros hipotalamus-hipofise-testis terganggu.
Gangguan pada poros hipotalamus-hipofise-testis dapat mempengaruhi
sekresi GnRH, FSH, dan LH.GnRH dihasilkan oleh hipotalamus sedangkan FSH
dan LH dihasilkan oleh hipofise. Penurunan kadar GnRH mengakibatkan
penurunan sekresi FSH dan LH. Kadar FSH yang turun akan mengurangi sintesis
androgen binding protein (ABP) di sel Sertoli sehingga mengurangi sekresi ABP
ke tubulus seminiferus. Penurunan kadar LH dapat menghambatsekresi hormon
androgen oleh sel Leydig.Kurangnya sekresi ABP dan hormon androgen
menyebabkan kurangnyapengangkutan testosteron ke dalam tubulus seminiferus.
Hal ini mengakibatkan terganggunya proses spermatogenesis jumlah spermatozoa
menurun.

12
Persentase Motilitas Spermatozoa
Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk
bergerak bersama-sama ke satu arah (Toelihere 1993). Nilai persentase motilitas
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Persentase motilitas spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol daun
katuk
Perlakuan

Waktu Penyimpanan
Hari ke-0 (%)

Hari ke-1 (%)

Hari ke-2 (%)

Hari ke-3 (%)

Hari ke-4 (%)

Kontrol

62.0 ± 22.5

40.0 ± 10.0

20.0 ± 5.0

0±0

0±0

EtOH

67.0 ± 5.8

50.0 ± 10.0

15.0 ± 5.0

0±0

0±0

Persentase motilitas antarakedua perlakuantidak memperlihatkan perbedaan
yang nyata mulai H-0 hingga H-4. Rerata hari pertama pada perlakuan etanol
lebih tinggi dibandingkan kontrol.Penurunan mulai terjadi pada kedua perlakuan
di hari keduakemudian pada hari ketiga dan hari keempat tidak terlihat adanya
motilitas pada spermatozoa.Hal ini kemungkinan akibat adanya akumulasi toksik
dari hasil metabolisme terutama ion yang dapat terbentuk melalui peroksidasi
lipid seperti ion oksigen dan ion peroksida. Ion-ion ini dapat menjadi radikal
bebas dan dapat merusak membran plasma spermatozoa (Salamon dan Maxwell
2000). Permukaan sel spermatozoa dibungkus oleh membran lipoprotein. Apabila
sel mati, permeabilitas membran menjadi tinggi dan rusak (Toelihere 1993).
Rusaknya membran plasma akan menyebabkan penurunan motilitas. Hal ini
sesuai dengan Herdis et al. (2005) yang menyatakan bahwa selama penyimpanan
dapat terjadi perubahan fisik dan biokimia dari spermatozoa sehingga motilitas
menurun.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan yang tidak nyata, namun secara
kuantitatif perlakuan etanol memperlihatkan penurunan motilitas yang lebih cepat
terjadi.Hal ini kemungkinan akibat adanya senyawa alkaloid yaitu Papaverine
Like Compound yang terkandung dalam katuk. Alkaloid diduga dapatmengganggu
aktivitas enzim ATP-ase yang terdapat di membran sel spermatozoa di bagian
tengah ekor. Enzim ini berfungsimempertahankan homeosatatis internal untuk ion
natrium dan kalium. Terganggunya aktivitas enzim ATP-ase mengakibatkan
kadarnatrium dan pengeluaran kaliummenurun.Penurunan kedua ion ini
mengakibatkan membransel tidak dapat mengangkut bahan terlarut ke dalam
sitoplasma.Transportasi nutrien yang diperlukan oleh spermatozoa untuk
pergerakanmenjadi terganggu sehingga motilitas lebih cepat menurun (Susetyarini
et al. 2011).

Persentase Daya Hidup dan Keutuhan Membran Spermatozoa
Persentase daya hidup dan keutuhan membran spermatozoa penting dalam
menilai kualitas spermatozoa.Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3
dan Tabel 4.

13
Tabel 3 Persentase daya hidup spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol
daun katuk
Perlakuan

Waktu Penyimpanan
Hari ke-0 (%)

Hari ke-1 (%)

Hari ke-2 (%)

Hari ke-3 (%)

Hari ke-4 (%)

Kontrol

91.0 ± 5.9

79.9 ± 16.9

75.9 ± 6.1

61.5 ± 11.0

63.3 ± 20.3

EtOH

85.3 ± 2.7

76.5 ± 10.7

77.8 ± 4.4

72.6 ± 5.1

70.6 ± 5.8

Tabel 4 Persentase keutuhan membran spermatozoa setelah pemberian ekstrak
etanol daun katuk
Perlakuan

Waktu Penyimpanan
Hari ke-0 (%)

Hari ke-1 (%)

Hari ke-2 (%)

Hari ke-3 (%)

Hari ke-4 (%)

Kontrol

45.3 ± 20.1

30.1 ± 8.8

47.3 ± 23.7

38.2 ± 17.8

17.0 ± 5.4

EtOH

53.1 ± 35.1

28.1 ± 20.2

53.3 ± 15.3

45.8 ± 5.9

21.9 ± 4.6

Persentase daya hidup spermatozoa antar perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan secara nyata.Secara umum terjadi kecenderungan penurunan persentase
daya hidup spermatozoa dan keutuhan membran spermatozoa pada kedua
kelompok walaupun persentasenya masih terbilang tinggi.Menurut Nolan dan
Hammerstedt (1997), membran plasma sel spermatozoa di kauda epididimis tidak
mendapatkan perlindungan berupa glikoprotein yang disintetis oleh kelenjar
vesikularis dan disekresikan ke dalam plasma semen.Glikoprotein sangat penting
dalam melindungi membran plasma sel spermatozoa dari kerusakan akibat efek
pendinginan yang terjadi selama penyimpanan dalam refrigerator dan radikal
bebas yang dapat terbentuk akibat kontak dengan oksigen saat spermatozoa
dikoleksi.Tidak adanya glikoprotein menyebabkan membran sel spermatozoa
mudah rusak sehingga persentase keutuhan membran dan persentase hidup
spermatozoa menurun.Namun demikian, Varisli et al. (2009) menyatakan bahwa
spermatozoa epididimis pada domba lebih tahan terhadap efek pendinginan
dibandingkan dengan spermatozoa hasil ejakulasi.
Persentase daya hidup spermatozoa memiliki nilai rerata lebih tinggi
dibandingkan persentase keutuhan membran spermatozoa.Hal ini sesuai dengan
penelitian Nur et al. (2005) yang menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara
daya hidup spermatozoa dan keutuhan membran spermatozoa.Meskipun
persentase daya hidup spermatozoa dan keutuhan membran antar perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan secara nyata, namun secara kuantitatif perlakuan etanol
memperlihatkan rata-rata persentase spermatozoa yang masih hidup dan memiliki
membran utuh yang cenderung lebih banyak dibandingkan kontrol meskipun tidak
signifikan. Hal ini terjadi kemungkinan akibat tingginya antioksidan yang
terkandung dalam ekstrak etanol daun katuk, yaitu vitamin C dan vitamin
E.Vitamin C dapat bereaksi dengan radikal superoksida, peroksida, dan hidroksil
dengan mentransfer atom H atau oksigen (Hariyatmi 2004).Antioksidan ini dapat
ditemukan dalam plasma darah (Fraga et al. 1991).Konsentrasi vitamin C yang
tinggi dalam plasma darah diduga dapat meningkatkan konsentrasi vitamin C
dalam plasma epididimis melalui sel epitel testis.Hal ini menyebabkan lingkungan

14
epididimis menjadi lebih baik dalam mempertahankan spermatozoa.Vitamin E
merupakan antioksidan yang berfungsi memutus rantai ikatan sehingga dapat
menghambat peroksidasi hidrogen dan peroksidasi lipid. Vitamin E terdapat di
dalam membran sel dan melindungi membran dari kerusakan (Agarwal et al.
2007). Antioksidan ini diduga turut serta dalam menyusun struktur membran sel
selama proses pembentukan spermatozoa sehingga membran sel menjadi lebih
kuat.

Persentase Cytoplasmic Droplet dan Abnormalitas Spermatozoa
Evaluasi terhadap morfologi spermatozoa dibutuhkan dalam menentukan
kualitas spermatozoa yang baik.Nilai persentase dari cytoplasmic droplet dan
abnormalitas spermatozoa dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 Persentase cytoplasmic droplet spermatozoa setelah pemberian ekstrak
etanol daun katuk
Perlakuan

Waktu Penyimpanan
Hari ke-0 (%)

Hari ke-1 (%)

Hari ke-2 (%)

Hari ke-3 (%)

Hari ke-4 (%)

Kontrol

21.7 ± 13.2

24.8 ± 11.5

22.3 ± 16.0

24.4 ± 15.7

23.5 ± 16.1

EtOH

18.9 ± 12.8

15.7 ± 4.3

20.7 ± 11.1

24.2 ± 16.6

24.0 ± 6.6

Tabel 6 Persentase abnormalitas spermatozoa setelah pemberian ekstrak etanol
daun katuk
Perlakuan

Waktu Penyimpanan
Hari ke-0 (%)

Hari ke-1 (%)

Hari ke-2 (%)

Hari ke-3 (%)

Hari ke-4 (%)

Kontrol

49.0 ± 6.5

47.3 ± 7.5

45.0 ± 5.3

50.3 ± 3.3

49.8 ± 7.3

EtOH

38.4 ± 10.7

35.3 ± 13.6

41.3 ± 11.1

48.0 ± 6.3

53.8 ± 12.8

Persentase cytoplasmic droplet dan abnormalitas lainnya tidak berbeda
nyatapada perlakuan etanol dan kontrol.Meskipun hasil penelitian menunjukkan
perlakuan yang tidak berbeda nyata, namun perlakuan etanol memperlihatkan
persentase cytoplasmic droplet serta abnormalitas yang tidak jauh berbeda
dibandingkan kontrol selama masa penyimpanan.Abnormalitas dan cytoplasmic
droplet yang ditemukan pada penelitian ini kemungkinan disebabkan pengaruh
senyawa androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha, flavonoid, fitosterol, dan
alkaloid (Papaverine Like Compound) yang terkandung dalam katuk. Senyawasenyawa ini dapat menyebabkan terhambatnya sekresi FSH dan LH sehingga
konsentrasi ABP dan hormon steroid menurun.ABP berfungsi dalam sintesis dan
sekresi hormon testosteron ke dalam tubulus seminiferus epididimis. Testosteron
yang disekresi akan diubah menjadi DHT (dyhidrotestosterone) yang berperan
dalam pematangan dan transportasi spermatozoa di dalam epididimis (Hafez dan
Hafez 2000). Konsentrasi ABP yang menurun akan menyebabkan terganggunya

15
pematangan spermatozoa sehingga banyak ditemukan cytoplasmic droplet pada
saat pengamatan.
Tingginya persentase abnormalitas kemungkinan besar juga dipengaruhi
oleh status reproduksi domba.Domba yang digunakan dalam penelitian adalah
domba yang berusia tujuh bulan dan berada di awal masa pubertas sehingga masih
banyak ditemukan spermatozoa yang belum matang. Domba jantan mengalami
pubertas saat usia 6 bulan tetapi dapat tertunda hingga usia 9 sampai dengan 12
bulan (Pineda 2003).Hal ini sesuai dengan penelitian Soderquist et al. (1996) yang
menyatakan bahwa abnormalitas spermatozoa (abnormalitas kepala dan akrosom,
proximal cytoplasmic droplet, dan total abnormalitas) secara nyata dipengaruhi
oleh umur.
Abnormalitas dibagi menjadi dua jenis, yaitu abnormalitas primer dan
abnormalitas sekunder.Abnormalitas primer dapat terjadi karena kelainan pada
tubuli seminiferi, gangguan testikuler akibat faktor keturunan, penyakit defisiensi
makanan, dan pengaruh lingkungan yang jelek.Abnormalitas primer ditandai oleh
kepala yang terlalu kecil (microchepalic) atau terlalu besar (macrochepalic),
kepala lebar, kepala berganda, kepala yang berbentuk seperti buah pir (pyriformis),
ekor berganda, dan pembesaran pada bagian tengah atau ekor (Toelihere 1993).
Abnormalitas sekunder terjadi setelah sel kelamin jantan meninggalkan
epitel kecambah pada tubuli seminiferi, selama perjalanannya melalui saluran
epididimis, vas deferens, atau uretra, selama ejakulasi, akibat pemanasan
berlebihan, pendinginan yang terlalu cepat, kontaminasi dengan air, urin atau
antiseptik, serta perlakuan saat pembuatan preparat ulas dan perwarnaan.
Abnormalitas sekunder meliputi sperma yang ekornya terputus, kepala tanpa ekor,
dan adanya butiran-butiran protoplasma proksimal atau distal serta akrosom yang
terlepas (Toelihere 1993).Abnormalitas yang banyak teramati pada penelitian ini
adalah abnormalitas sekunder.Hal ini kemungkinan disebabkan perlakuan saat
pembuatan preparat ulas dan pewarnaan.Abnormalitas primer tidak banyak
terlihat selama pengamatan.

Pembahasan Umum
Spermatozoa di dalam kauda epididimis telah mengalami proses
pematangan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif sumber spermatozoa
dalam penerapan aplikasi teknologi reproduksi. Kauda epididimis mengandung
75% spermatozoa dari total spermatozoa dalam epididimis (Hafez dan Hafez
2000). Pengaruh perlakuan etanol tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata
terhadap parameter yang diamati dibandingkan dengan kontrol dalam
pemeriksaan karakteristik spermatozoa kauda epididimis. Meskipun hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, namun secara kuantitatif
perlakuan etanol memperlihatkan penurunan motilitas yang lebih cepat terjadi,
persentase spermatozoa yang masih hidup dan masih memiliki membran utuh
cenderung lebih banyak, dan persentase cytoplasmic droplet serta abnormalitas
yang tidak jauh berbeda dibandingkan kontrol.
Pemberian ekstrak daun katuk memperlihatkan pengaruh dalamfungsi
reproduksi pada domba selama masa perlakuan dua bulan (Suprayogi et al.2010),
namun dalam penelitian ini tidak terlihat adanya perlakuan yang nyata pada

16
karakteristik spermatozoa. Meskipun hasil penelitian menunjukkan perlakuan
yang tidak berbeda nyata, namun ekstrak etanol katuk diduga mempengaruhi
fungsi reproduksi pada domba penelitian yaitu spermatogenesis melalui aksi
hormonal. Usia domba yang masih muda dan sedang berada pada awal pubertas
juga kemungkinan turut mempengaruhi hasil penelitian. Domba pada masa
tumbuh memiliki kesensitifan tinggi terhadap umpan balik negatif dalam sistem
hormonal. Hal ini terlihat pada nilai konsentrasi spermatozoa pada perlakuan
etanol yang lebih rendah serta persentase motilitas yang lebih cepat menurun
dibandingkan dengan kontrol.
Nilai persentase hidup spermatozoa cenderung masih tinggi pada perlakuan
etanol dibandingkan kontrol pada hari ketiga hingga hari kelima meskipun
persentase motilitas rendah selama masa penyimpanan. Keadaan ini tidak sesuai
dengan teori bahwa keutuhan membran plasma berkorelasi dengan motilitas
spermatozoa (Yu dan Leibo 2002). Apabila membran plasma spematozoa
mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu sehingga
spermatozoa akan kehilangan motilitasnya dan mengakibatkan kematian.
Senyawa yang terdapat dalam ekstrak katuk diduga kuat mempengaruhi
komposisi penyusun struktur membran sel sehingga membran sel spermatozoa
menjadi lebih kuat.
Spermatozoa di kauda epididimis pada penelitian ini kurang layak
digunakan untuk inseminasi buatan karena tidak memenuhi syarat untuk
inseminasi di mana persentase motilitas minimal harus 40%, persentase keutuhan
membran lebih dari 30% (Hafez dan Hafez 2000), dan abnormalitas kurang dari
20% (Toelihere 1993).Persentase hidup dan keutuhan membran spermatozoa pada
perlakuan masih tinggi hingga hari kelima meskipun motilitasnya rendah.
Spermatozoa yang masih memiliki membran plasma yang utuh mengindikasikan
bahwa kromosom masih terjaga dengan baik sehingga masih dapat digunakan
dalam aplikasi teknologi reproduksi lainnya, seperti ICSI (intracytoplasmic sperm
injection) yaitu menyuntikkan spermatozoa yang masih hidup ke dalam vitellus
oosit (Hafez dan Hafez 2000).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak etanol daun katuk tidak memperlihatkan pengaruh nyata
terhadap karakteristik spermatozoa dalam kauda epididimis.Meskipun hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, namun secara kuantitatif
perlakuan etanol memperlihatkanpenurunan motilitas yang lebih cepat
terjadi.Persentase spermatozoa yang masih hidup dan masih memiliki membran
utuh pada perlakuan etanol cenderung masih tinggi hingga hari kelima.Penurunan
motilitas yang drastis pada hari keempat kemungkinan disebabkan oleh aktivitas
metabolit selama penyimpanan.

17
Saran
Disarankan untuk dilakukan penelitian terhadap pengaruh ekstrak etanol
katuk dengan menggunakan hewan jantan yang telah dewasa.Perlu juga dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik spermatozoa hasil ejakulat.

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A, Prabhakaran SA, Sikka SC. 2007. Clinical relevance of oxidative
stress in patients with male factor infertility: Evidence-based analysis. AUA
Update Ser.26: 1–12.
Agusta A, Harapini M, Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk
(Sauropus androgynus L. Merr) dengan CGMS. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 3134.
Andarwulan N, Faradilla RH. 2012. Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran
Indigenous dari Indonesia. Bogor: SEAFAST Center.
Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2009. Kualitas
spermatozoa tikus yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon, seng (Zn), dan
vitamin E. Media Peternakan 32 (1): 12-21.
Bearden HJ, Fuquy JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction.Ed ke-6.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta: BPOM RI.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008.
Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup. Jakarta:
BPOM RI.
Cunningham JG, Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology.Ed ke-4.
Missouri: Saunders Elsevier.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Despopoulos A, Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology. Ed ke-5. New
York: Thieme.
Fraga CG, Motchnik PA, Shigenaga MK, Helbock HJ, Jacob RA, Ames BN. 1991.
Ascorbic acid protects against endogenous oxidative DNA damage in human
sperm. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States
of America 88: 11003–11006.
Gilman CL, Leusch FDL, Breckenridge WC, MacLatchy DL. 2003. Effects of a
phytosterol mixture on male fish plasma lipoprotein fractions and testis
P450scc activity. General and Comparative Endocrinology 130: 172-184.
Hafez ESE, Hafez B [editor]. 2000. Reproduction in Farm Animal. Ed ke-7. USA:
Lippincort Williams&Wilkins.
Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas
pada lanjut usia. J MIPA 14 (1): 52-60.

18
Herdis, Toelihere MR, Supriatna I, Purwantara B, Adikara RTS. 2005. Optimalisasi
kualitas semen cair domba garut (Ovis aries) melalui penambahan maltose ke
dalam pengencer semen tris kuning telur. Media Kedokteran Hewan21 (2): 88-93.
Mital P, Hinton BT, Dufour JM. 2011. The blood-testis and blood-epididymis
barriers are more than just their tight junctions. Biol Reprod Papers, in press.
Nolan JP, Hammerstedt RH. 1997. Regulation of membrane stability and the
acrosome reaction in mammalian sperm. FASEB J 11:670-682.
Nur Z, Dogan I, Gunay U, Soylu MK. 2005. Relationships between sperm membrane
integrity and other semen quality characteristics of the semen of saanen goat bucks.
Bull Vet Int Pulawy 48: 183-187.
Pineda MH [editor]. 2003. McDonald’s Veterinary Endocrinology and
Reproduction. Ed ke-5. Iowa State: Blackwell Publishing.
Rizal M, Herdis. 2005. Daya hidup spermatozoa epididimis domba garut yang
dikriopreservasi menggunakan modifikasi pengencer tris. Hayati 12 (2): 61-66.
Salamon S, Maxwell WMC. 2000. Storage of ram semen. Anim Reprod Sci 62:
77-111.
Sarker SD, Latif Z, Gray AI. 2006. Natural Products Isolation. Second Edition.
New Jersey: Humana Press.
Sharma RK, Agarwal A. 1996. Role of reactive oxygen species in male
infertility.Urology 48 (6): 835-850.
Sidauruk BD. 2008. Produksi air susu induk babi dengan penambahan ekstrak
daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) dalam ransum pada taraf dan
waktu