Pengembangan metodologi ekstraksi dan purifikasi DNA dari bulu burung Perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik

(1)

ABSTRAK

ZANUAR LINGGA PRADANA. Pengembangan Metodologi Ekstraksi dan Purifikasi DNA dari Bulu Burung Perkutut (Geopelia striata) untuk Pemanfaatan Studi Sexing dan Keragaman Genetik. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan JAKARIA.

Dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah. Burung perkutut berukuran sangat kecil dan mudah stres sehingga sangat beresiko bila diambil darahnya. Bulu burung dapat menjadi alternatif lain dalam memperoleh DNA karena mengandung sel epitel pada bagian pangkalnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan metodologi ekstraksi dan purifikasi DNA dari bagian bulu burung perkutut (Geopelia stiata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.Metode yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu: 1) metode berbasis Digestion buffer, 2) metode menggunakan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), dan 3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada modifikasi CTAB

buffer. Metode ketiga dibagi menjadi dua perlakuan yaitu tablet ditambahkan sebelum penambahan larutan phenol atau InhibitEX Before Phenol (IBP) dan tablet ditambahkan setelah perlakuan penambahan larutan phenol atau InhibitEX After Phenol (IAP). Perlakuan masa perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Kualitas DNA dilihat dari pita hasil elektroforesis dan spektrofotometer lalu dibandingkan dengan DNA kontrol dari darah. Berdasarkan hasil ekstraksi dan purifikasi, DNA tidak diperoleh pada metode Digestion buffer. Tetapi, DNA diperoleh pada metode CTAB buffer, dan metode menggunakan tablet InhibitEX. Nilai rataan kemurnian DNA hasil metode kedua lebih rendah (1,156) dibandingkan dengan metode ketiga yaitu 3IBP (1,321) dan 3IAP (1,551). Berdasarkan uji PCR, metode 3IAP memiliki persentase yang tinggi (100%) dibandingkan dengan metode 3IBP (50%) dan metode 2 (10%). Kata kunci: Bulu perkutut, Metode ekstraksi, PCR.

ABSTRACT

ZANUAR LINGGA PRADANA. Development of methodology of DNA Extraction and Purification of Feather Bird Turtledove (Geopelia striata) for Sexing and Utilization of Genetic Diversity Studies. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and JAKARIA.

In the molecular studies of birds, the total DNA obtained from the extraction and purification of blood. Bird turtledove is very small and easy to stress so it is very risky if the blood is taken. Plumage may be other alternatives in obtaining DNA because it contains epithelial cells at their bases. The purpose of this research was to obtain a methodology of extraction and purification of DNA from the feathers of birds turtledove (Geopelia stiata) to study the utilization of sexing and genetic diversity. The method used consists of three kinds: 1) Digestion buffer-based method, 2) modification method using cetyl Trimethyl Ammonium bromide (CTAB buffer), and 3) the method of using tablets InhibitEX in CTAB buffer modification. The third method were divided into two treatments, the tablet was added before the addition of a solution of phenol or InhibitEX Before Phenol (IBP) and, the tablet was added after the addition of a solution of phenol or treatment InhibitEX After Phenol (IAP). The treatment period of soaking the samples in low-TE solution was during in 3 days and 14 days. The quality of DNA bands seen from the results of electrophoresis and spectrophotometer then compared with the control DNA from blood. Based on the purification result, the DNA was not obtained from Digestion buffer method. But, the DNA was obtained in CTAB buffer method, and the method using tablets InhibitEX been obtained DNA. Value averaging the results of the second method of DNA purity was lower (1.156) compared with the third method that is 3IBP (1.321) and 3IAP (1.551). PCR process was conducted as part to evaluate whether the DNA template (DNA template) from the extraction of fur can be amplified without a hitch or not. Based on the PCR test, 3IAP method has a high percentage (100%) compared with 3IBP method (50%) and method 2 (10%).


(2)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu burung pemakan biji, termasuk famili merpati (Columbidae) yang mempunyai banyak kerabat dekat seperti pergam (Ducula bicolor) dan punai (Caloenas nicobarica) yang tersebar luas di seluruh dunia. Namun, khusus jenis perkutut penyebarannya hanya terbatas di semenanjung Malaya sampai Australia. Hidupnya suka berkelompok maupun berpasangan di dataran rendah (Sutejo 2002). Burung perkutut memiliki keunikan terutama pada bunyinya yang indah. Suara yang indah dapat menimbulkan kharisma maupun kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Untuk mendapatkan burung perkutut yang demikian, orang berani membelinya dengan harga mahal. Dari puluhan juta hingga mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karenanya, tidak mengherankan bila sejak zaman kerajaan Majapahit burung perkutut menjadi burung kesayangan para raja di tanah air Jawa (Sumarjoto 2003).

Perkutut termasuk dalam burung monomorfis, yaitu burung yang jenis kelaminnya sulit dibedakan antara jantan dan betina, bahkan setelah dewasa sekalipun. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada burung monomorfis ini diantaranya adalah pengamatan laparoskopi atau melalui pembedahan, dan analisis DNA dengan teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) (Griffiths 2000). Hasil studi beberapa kelompok burung seperti gelatik Jawa (Natakoesoemah 2003), betet Jawa (Zaniar 2003), dan kakatua (Budiman 2003) telah berhasil ditentukan jenis kelaminnya berdasarkan primer spesifik.

Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang nantinya akan diperbanyak secara in vitro. DNA cetakan didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi suatu sel, jaringan atau organ. Sebagian besar DNA pada sel hewan terdapat di dalam inti. Sebagian yang lain terdapat di organel seperti di mitokondria. Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metoda untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari & Zein 2003). Setiap sel atau jaringan yang memiliki DNA memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi DNA. Akan tetapi, kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Ekstraksi DNA dari fosil, spesimen museum, sampel forensik, rambut atau bulu

dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al. 1996).

Pada prinsipnya, metode purifikasi pada semua jaringan hewan tidak jauh berbeda, yaitu terdiri atas tiga tahapan utama. Tiga tahapan tersebut secara berurutan adalah penghancuran (lisis) membran sel, pemisahan material DNA dari material organik sel lain, dan pemisahan DNA dari larutannya (presipitasi) (Sambrook et al. 1989). Namun pada beberapa jaringan diperlukan perlakuan khusus untuk meminimalkan adanya penghambat (inhibitor) dalam proses ekstraksi. Sebagai contoh ekstraksi DNA dari feses kualitas DNA-nya kurang baik karena banyak inhibitornya sehingga sulit di PCR. Ekstraksi DNA dapat dilakukan secara manual ataupun menggunakan DNA extraction kit

(kit). Ekstraksi DNA dengan menggunakan kit

umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik (Schill 2007).

Secara umum dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah lengkap (whole blood). Akan tetapi pemilik burung tidak mau diambil darahnya dari burung miliknya karena resiko mati atau stres, mengingat harga burung perkutut yang relatif mahal. Oleh karena itu harus dicari sumber DNA dari bagian lain pada tubuh burung perkutut yang bersifat non-invasif, sehingga tidak membahayakan atau menyakiti hewan tersebut. Bulu burung mempunyai prospek menjadi sumber DNA karena pada pangkal bulu (calamus) banyak mengandung sel epitel. Bulu merupakan struktur khusus Kelas Aves. Secara genetik bulu diduga berasal dari epidermal, sedangkan secara embriologis bermula dari papila dermal. Bulu terdiri dari poros utama yang disebut Shaft (tangkai),

Calamus (tangkai pangkal bulu yang berongga), Rachis (lanjutan calamus yang merupakan sumbu bulu yang tidak berongga didalamnya memiliki sumsum dan jaringan),

Vane (bendera yang tersusun atas barbae yang merupakan cabang-cabang lateral dari rachis) (Hickman et al. 1984). Struktur bulu burung perkutut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur bulu burung

rachis calamus

vane


(3)

Pada saat musimnya, bulu secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri (mabung/molting) dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α- dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino. Pada bagian

calamus asam amino terbanyak adalah serin

(1299 µmoles/g) dan glysin (1171 µmoles/g) (Harrap & Woods 1964). Keratin termasuk ke dalam unsur protein serat (fibrosa) yang tidak larut atau yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur (Abun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali faktor penghambat pada bulu sehingga proses ekstraksi dan purifikasi DNA pada bulu tidak semudah ektraksi pada sampel darah yang memiliki sedikit penghambat. Dengan demikian diperlukan pengembangan metode ekstraksi yang cepat, baik, dengan rendemen hasil DNA yang memadai.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi dan purifikasi DNA yang baik dari bulu burung perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain:

1) Bahan-bahan untuk ekstraksi yaitu 10 sampel bulu (BTN1, BTN2, BTN3, BTN4, BTN50, JTN1, JTN2, JTNBE1, JTNBS3, JTN42) dan 2 sampel darah (JTN42D, BTN50D) burung perkutut, yang diperoleh dari dua tempat yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor

(koleksi pribadi). Sampel darah burung perkutut tersebut digunakan sebagai kontrol bagi hasil ekstraksi bulu.

2) Bahan-bahan untuk purifikasi DNA yaitu,

digestion buffer (9.750 ml STES, 250 µl proteinase K, 25 µl RNAase 40mg/ml), CTAB

buffer (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), larutan phenol, larutan C:IAA (Cloroform:Isoamil Alkohol) 24:1, etanol absolut, etanol 70%, larutan TE (1M Tris-HCl pH 8, Trisma Base 12,11 g, 0,50 M EDTA pH 8, disodium etilen diamin tetra asetat 2H2O 18,61 g), tablet InhibitEX QIAGEN, dan larutan low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah). Komposisi larutan digestion buffer

dan CTAB buffer secara lengkap tersaji pada Lampiran 1.

3) Bahan-bahan untuk melihat kualitas DNA yaitu agarosa 1,2%, EtBr (Ethidium Bromide), dan larutan TBE 1x.

4) Bahan-bahan yang digunakan untuk PCR yaitu, PCR Kit buffer (2x Taq master mix), MgCl2, ddH2O steril, 360 GC Enhancer,

primer sexing dan primer cytochrome b, serta DNA template. Alat-alat yang digunakan berupa spuit 1 ml, gunting, tabung (ependorf) 1,5 ml, tabung PCR 200 µl, pipet mikro,

sentrifuse, inkubator, freezer, elektroforesis submarine dan mesin PCR.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sebanyak 8 helai bulu burung betina dan 8 helai bulu burung jantan diperoleh dari Prima bird farm. Koleksi pribadi diperoleh 4 helai bulu burung betina, 4 helai bulu burung jantan, serta sampel darah dari masing-masing burung tersebut.

Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Protokol yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu (1) metode ekstraksi otot berbasis Digestion buffer yang dikembangkan oleh Duryadi (1993), (2) metode menggunakan larutan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), (3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada motode CTAB buffer. Disamping itu digunakan perlakuan lamanya perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan alat spektrofotometer dengan mengukur OD 260/OD280.


(4)

2

Pada saat musimnya, bulu secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri (mabung/molting) dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α- dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino. Pada bagian

calamus asam amino terbanyak adalah serin

(1299 µmoles/g) dan glysin (1171 µmoles/g) (Harrap & Woods 1964). Keratin termasuk ke dalam unsur protein serat (fibrosa) yang tidak larut atau yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur (Abun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali faktor penghambat pada bulu sehingga proses ekstraksi dan purifikasi DNA pada bulu tidak semudah ektraksi pada sampel darah yang memiliki sedikit penghambat. Dengan demikian diperlukan pengembangan metode ekstraksi yang cepat, baik, dengan rendemen hasil DNA yang memadai.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi dan purifikasi DNA yang baik dari bulu burung perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain:

1) Bahan-bahan untuk ekstraksi yaitu 10 sampel bulu (BTN1, BTN2, BTN3, BTN4, BTN50, JTN1, JTN2, JTNBE1, JTNBS3, JTN42) dan 2 sampel darah (JTN42D, BTN50D) burung perkutut, yang diperoleh dari dua tempat yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor

(koleksi pribadi). Sampel darah burung perkutut tersebut digunakan sebagai kontrol bagi hasil ekstraksi bulu.

2) Bahan-bahan untuk purifikasi DNA yaitu,

digestion buffer (9.750 ml STES, 250 µl proteinase K, 25 µl RNAase 40mg/ml), CTAB

buffer (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), larutan phenol, larutan C:IAA (Cloroform:Isoamil Alkohol) 24:1, etanol absolut, etanol 70%, larutan TE (1M Tris-HCl pH 8, Trisma Base 12,11 g, 0,50 M EDTA pH 8, disodium etilen diamin tetra asetat 2H2O 18,61 g), tablet InhibitEX QIAGEN, dan larutan low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah). Komposisi larutan digestion buffer

dan CTAB buffer secara lengkap tersaji pada Lampiran 1.

3) Bahan-bahan untuk melihat kualitas DNA yaitu agarosa 1,2%, EtBr (Ethidium Bromide), dan larutan TBE 1x.

4) Bahan-bahan yang digunakan untuk PCR yaitu, PCR Kit buffer (2x Taq master mix), MgCl2, ddH2O steril, 360 GC Enhancer,

primer sexing dan primer cytochrome b, serta DNA template. Alat-alat yang digunakan berupa spuit 1 ml, gunting, tabung (ependorf) 1,5 ml, tabung PCR 200 µl, pipet mikro,

sentrifuse, inkubator, freezer, elektroforesis submarine dan mesin PCR.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sebanyak 8 helai bulu burung betina dan 8 helai bulu burung jantan diperoleh dari Prima bird farm. Koleksi pribadi diperoleh 4 helai bulu burung betina, 4 helai bulu burung jantan, serta sampel darah dari masing-masing burung tersebut.

Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Protokol yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu (1) metode ekstraksi otot berbasis Digestion buffer yang dikembangkan oleh Duryadi (1993), (2) metode menggunakan larutan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), (3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada motode CTAB buffer. Disamping itu digunakan perlakuan lamanya perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan alat spektrofotometer dengan mengukur OD 260/OD280.


(5)

Metode pertama ekstraksi berbasis

digestion buffer (Duryadi 1993). Bagian pangkal bulu burung dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting lalu dimasukkan ke dalam tabung (ependorf) 1,5

ml yang berisi 500 µl larutan Low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah) kemudian diinkubasi selama 3 hari dan 14 hari pada suhu 37ºC. Sampel bulu yang telah diinkubasi setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa potongan bulu dipindahkan ke dalam mortar. Potongan bulu tersebut digerus sampai halus dengan penambahan larutan digestion buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan Digestion buffer hingga mencapai volume 500 µl. Tabung

tersebut kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan larutan phenol sebanyak 500 µl kemudian dikocok secara manual selama 20 menit, setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung baru dan

ditambahkan 500 µl CIAA lalu dikocok

selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 2x volume etanol absolut lalu dikocok sampai terlihat endapan putih (DNA). Kemudian sampel tersebut disimpan di dalam freezer selama 30 menit, setelah itu sampel disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13000 rpm. Supernatan (etanol absolut) dibuang dan diganti dengan etanol 70% sebanyak 400 µl dan disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Endapan putih (DNA) yang terbentuk dikeringudarakan selama ± 1 jam. Setelah kering, ke dalam tabung ditambahkan

larutan TE sebanyak 50 µl lalu dihomogenkan

menggunakan vortex. Sampel DNA tersebut diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37ºC, kemudian disimpan dalam freezer.

Metode kedua menggunakan larutan CTAB buffer. Larutan digestion buffer

digantikan dengan larutan CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator

bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga

mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut

kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam

waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tahapan selanjutnya mengacu kepada metode Duryadi (1993).

Metode ketiga menggunakan tablet InhibitEX pada metode CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga

mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut

kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam

waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tablet InhibitEX ditambahkan pada tahapan sebelum maupun setelah larutan

phenol. Penambahan tablet InhibitEX sebelum

phenol (IBP): sampel yang telah diinkubasi selama 1 malam (± 16 jam) ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet lalu dihomogenasikan menggunakan vortex. Setelah homogen, kemudian ditambahkan ke dalamnya larutan phenol dan dikocok selama 20 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993). Penambahan tablet InhibitEX setelah phenol (IAP): sampel yang telah ditambahkan larutan phenol dan dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet inhibitor lalu dihomogenkan menggunakan


(6)

4

dalamnya 500 µl CIAA lalu dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR dilakukan sebagai bagian untuk evaluasi apakah cetakan DNA (DNA

template) dari ekstraksi bulu dapat teramplifikasi tanpa hambatan atau tidak. Sebelum melakukan PCR, DNA hasil ekstraksi bulu terlebih dahulu diuji kualitasnya dengan cara dimigrasikan pada gel agarosa 1,2% yang telah diberi EtBr. Setelah didapatkan pita DNA yang tidak terlalu tebal dan bersih, kemudian dilakukan PCR dengan mencampurkan ddH2O steril, MgCl2, 360 GC Enhancer, Buffer PCR (2Taq master mix), primer forward (F) dan primer reverse (R), DNA template. Primer yang digunakan sebanyak dua pasang yaitu primer sexing (F-P82F: 5’-CTCCCAAGGATGAGAAACTG-3’ dan R-P2: 5’-TCTGCATCGCTAAATCC TTT-3’) dan primer cytochrome b (F-101: 5’-CCAATCCTCACAGGCCTATTCCTAGC-3’ dan R-101: 5’-TAGGCGAATAGGAAATA TCATTCGGGTTGAT-3’). Program PCR yang digunakan terdiri dari 35 siklus dengan suhu predenaturasi 94ºC selama 5 menit, denaturasi 94ºC selama 45 detik, penempelan primer (sexing) 56ºC dan (cyt. b) 54ºC selama 1 menit, ekstensi atau elongasi 72ºC selama 1 menit, post-elongasi 72ºC selama 7 menit, dan suhu penyimpanan 20ºC. Mesin yang digunakan adalah mesin PCR PERKIN ELMER 2400. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1,2% yang telah diberi EtBr.

HASIL

Ekstraksi dan Purifikasi DNA

Hasil dari beberapa metode ekstraksi dan purifikasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1,2 % dan dilihat dengan UV illuminator dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Prodak pita DNA dari hasil metode

Digestion buffer (Gambar 2) tidak didapatkan pita DNA. Hasil metode CTAB buffer

(Gambar 3) secara kualitatif sudah cukup baik dan tebal karena pita DNA-nya tidak jauh berbeda dengan pita DNA kontrol (Gambar 5). Untuk hasil metode penambahan tablet InhibitEX sebelum dan setelah larutan phenol

(Gambar 4) pita DNA yang dihasilkan tidak cukup baik karena sangat tipis bila dibandingkan dengan DNA kontrol. Adapun

perbedaan hasil ekstraksi secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dari ketiga metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

a b c d e f g h i j

Gambar 2 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan

Digestion buffer: (a) JTN1d, (b) JTN2d, (c) JTNBE1d, (d) JTNBS3d, (e) JTN42d, (f) BTN1, (g) BTN2d, (h) BTN3d, (i) BTN4d, (j) BTN50d

a b c d e f g h i j

Gambar 3 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan CTAB buffer: (a) JTN1c, (b) JTN2c, (c) JTNBE1c, (d) JTNBS3c, (e) JTN42c, (f) BTN1c, (g) BTN2c, (h) BTN3c, (i) BTN4c, (j) BTN50c.

sumur

DNA (-)

(+)

(+) (-)


(7)

dalamnya 500 µl CIAA lalu dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR dilakukan sebagai bagian untuk evaluasi apakah cetakan DNA (DNA

template) dari ekstraksi bulu dapat teramplifikasi tanpa hambatan atau tidak. Sebelum melakukan PCR, DNA hasil ekstraksi bulu terlebih dahulu diuji kualitasnya dengan cara dimigrasikan pada gel agarosa 1,2% yang telah diberi EtBr. Setelah didapatkan pita DNA yang tidak terlalu tebal dan bersih, kemudian dilakukan PCR dengan mencampurkan ddH2O steril, MgCl2, 360 GC Enhancer, Buffer PCR (2Taq master mix), primer forward (F) dan primer reverse (R), DNA template. Primer yang digunakan sebanyak dua pasang yaitu primer sexing (F-P82F: 5’-CTCCCAAGGATGAGAAACTG-3’ dan R-P2: 5’-TCTGCATCGCTAAATCC TTT-3’) dan primer cytochrome b (F-101: 5’-CCAATCCTCACAGGCCTATTCCTAGC-3’ dan R-101: 5’-TAGGCGAATAGGAAATA TCATTCGGGTTGAT-3’). Program PCR yang digunakan terdiri dari 35 siklus dengan suhu predenaturasi 94ºC selama 5 menit, denaturasi 94ºC selama 45 detik, penempelan primer (sexing) 56ºC dan (cyt. b) 54ºC selama 1 menit, ekstensi atau elongasi 72ºC selama 1 menit, post-elongasi 72ºC selama 7 menit, dan suhu penyimpanan 20ºC. Mesin yang digunakan adalah mesin PCR PERKIN ELMER 2400. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1,2% yang telah diberi EtBr.

HASIL

Ekstraksi dan Purifikasi DNA

Hasil dari beberapa metode ekstraksi dan purifikasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1,2 % dan dilihat dengan UV illuminator dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Prodak pita DNA dari hasil metode

Digestion buffer (Gambar 2) tidak didapatkan pita DNA. Hasil metode CTAB buffer

(Gambar 3) secara kualitatif sudah cukup baik dan tebal karena pita DNA-nya tidak jauh berbeda dengan pita DNA kontrol (Gambar 5). Untuk hasil metode penambahan tablet InhibitEX sebelum dan setelah larutan phenol

(Gambar 4) pita DNA yang dihasilkan tidak cukup baik karena sangat tipis bila dibandingkan dengan DNA kontrol. Adapun

perbedaan hasil ekstraksi secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dari ketiga metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

a b c d e f g h i j

Gambar 2 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan

Digestion buffer: (a) JTN1d, (b) JTN2d, (c) JTNBE1d, (d) JTNBS3d, (e) JTN42d, (f) BTN1, (g) BTN2d, (h) BTN3d, (i) BTN4d, (j) BTN50d

a b c d e f g h i j

Gambar 3 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan CTAB buffer: (a) JTN1c, (b) JTN2c, (c) JTNBE1c, (d) JTNBS3c, (e) JTN42c, (f) BTN1c, (g) BTN2c, (h) BTN3c, (i) BTN4c, (j) BTN50c.

sumur

DNA (-)

(+)

(+) (-)


(8)

5

a b c d

Gambar 4 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan tablet InhibitEX: (a) JTN42ibp (sebelum phenol), (b) JTN42iap (setelah phenol), (c) BTN50ibp (sebelum phenol), (d) BTN50iap (setelah phenol).

BTN50ibp (sebelum phenol), (kkkk

a b

Gambar 5 Hasil metode ekstraksi DNA total darah burung perkutut sebagai kontrol menggunakan Digestion buffer: (a) JTN42D, (b) BTN50D.

Tabel 1 Hasil ekstraksi DNA dengan berbagai metode dan masa penyimpanan sampel

Metode

Masa penyimpanan sampel

Konsentrasi DNA

(µg/ml)

Rataan Kemurnian

DNA OD260/280 3 hari 14 hari

1 - - 0

(n=10) 0

2 - √ 188*(50-610)

(n=10) 1,156

3(IBP) - √ 130*(100-160)

(n=2) 1,321

3(IAP) - √ 72,5*(50-90)

(n=2) 1,551

kontrol 600*(450-750)

(n=2) 1,629 Keterangan: √ = ada pita DNA

- = tidak ada pita DNA

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Hasil dari metode CTAB buffer dan metode menggunakan tablet InhibitEX pada metode CTAB buffer tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai cetakan DNA (DNA template) untuk mengamplifikasi gen Cromo Helicase DNA Binding-1 (CHD1) yang terdapat pada kromosom Z maupun kromosom W, serta marka keragaman genetik DNA mitokondria (mtDNA) pada daerah

Cytochrome b (Cyt-b) parsial dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).

Penentuan jenis kelamin secara molekuler didasarkan pada pita hasil PCR. Burung betina ditandai dengan munculnya dua pita DNA yang masing-masing berukuran 350 bp dan 400 bp, sedangkan burung jantan hanya ditandai dengan munculnya satu fragmen DNA yang berukuran 350 bp. Ukuran ini didapatkan berdasarkan penyesuaian dengan marker 100 pasang basa (bp) per pita (Gambar 6). Perbedaan ukuran pita DNA antara individu betina dan individu jantan disebabkan karena individu betina memiliki jumlah basa pada intron CHD1-Z

DNA DNA

n = jumlah sampel * = rata-rata (-)

(+)

(-)


(9)

dan W yang berbeda dibandingkan dengan individu jantan (Natakoesoemah 2003). Dalam proses PCR, primer P82F dan P2 akan mengamplifikasi gen CHD1 yang terdapat pada kromosom Z maupun kromosom W. Pada proses tersebut P82F akan melekat pada gen CHD1 dan mengamplifikasi gen tersebut. Begitu pula halnya dengan P2 namun dengan arah yang berbeda.

Keberhasilan mengamplifikasi daerah gen CHD1-Z dan W sangat dipengaruhi oleh kondisi penempelan primer pada DNA cetakan yang digunakan, jenis mesin PCR, dan bahan pereaksi yang digunakan. Adapun komposisi dan kondisi PCR dapat di lihat pada Lampiran 2. Hasil ekstraksi dan purifikasi DNA dari bagian bulu burung perkutut ini diuji juga dengan menggunakan primer yang berbeda. Primer F-101 dan R-101 merupakan primer yang dapat digunakan untuk melihat karakteristik marka genetik DNA mitokondria (mtDNA) pada daerah

Cytochrome b (Cyt-b) parsial pada burung Mambruk (Gambar 7). Ukuran produk PCR oleh primer ini sebesar 670 bp. Hal ini dilakukan untuk melihat DNA hasil ekstraksi dari bagian bulu burung dapat diamplifikasi juga sebagaimana DNA hasil ekstraksi dari darah.

Amplifikasi dengan PCR dari DNA hasil ekstraksi dan purifikasi metode 2 didapatkan ketidakstabilan hasil, hanya satu sampel saja yang berhasil diamplifikasi. Pada metode 3 hampir seluruhnya dapat diamplifikasi terutama pada perlakuan tablet setelah penambahan larutan phenol (IAP). Adapun hasil PCR kedua pasangan primer terhadap DNA cetakan dari ketiga metode ekstraksi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil PCR berdasarkan DNA cetakan dari ketiga metode ekstraksi

Keterangan:

a b c d e f g h i j k l m n o

Gambar 6 Hasil PCR gen CHD1-Z dan W dimigrasikan dalam gel poliakrilamid 5% pada tegangan 85 volt, selama 4 jam. (a) BTN50D, (b) BTN50D, (c) JTN42D, (d) BTN1c, (e) BTN2c, (f) JTN1c, (g) JTN42ibp, (h) JTN42D, (i) BTN50iap, (j) JTN42iap, (k) BTN3c, (l) BTN1c, (m) BTN50iap, (n) JTN42ibp, (o) MARKER 100bp.

a b c d e f Gambar 7 Hasil PCR gen cytochrome b

dimigrasikan dalam gel agarosa 1,2% pada tegangan 85 volt, selama 45 menit. (a) JTN42D (darah), (b) BTN50D (darah), (c) BTN50iap (bulu), (d) BTN1c (bulu), (e) JTN42ibp (bulu), (f) JTN42iap (bulu).

PEMBAHASAN

Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Jaringan tersebut banyak mengandung keratin. Keratin pada bulu dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) pada Metode rataan

OD260/280 Uji PCR

Sexing Cyt .b

1 0 0 0

2 1,156 1*/10** 1*/10** 3(IBP) 1,321 1*/2** 1*/2** 3(IAP) 1,551 2*/2** 2*/2** Kontrol 1,629 2*/2** 2*/2**

M 300 bp 200 bp 100 bp 500 bp 400 bp 670 bp

* =

jumlah sampel teramplifikasi

**=

jumlah sampel

(-)

(+)

(-)


(10)

7

saat proses PCR. Penghambat (inhibitor) pada bulu dapat berupa melanin dan eumelanin (Bessetti J 2007). Melanin merupakan pigmen utama pada kulit, rambut, dan bulu. Melanin akan mempengaruhi kinerja enzim DNA

polymerase pada saat PCR (Eckhart et al. 2000).

Sebagian besar metode ekstraksi DNA manual mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Pada beberapa jaringan, prosedur Sambrook et al. (1989) sudah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Menurut Schill (2007), untuk mendapatkan DNA yang baik perlu dilakukan modifikasi dari standar prosedur ekstraksi yang sudah ada. Modifikasi yang dilakukan tergantung pada jenis sampel, jenis pengawet yang digunakan dan lama waktu penyimpanan sampel.

Berdasarkan hasil ketiga metode ekstraksi dan purifikasi DNA total dari 10 sampel bulu burung perkutut didapatkan 10 DNA dengan metode menggunakan larutan CTAB buffer, 4 DNA didapatkan dengan metode menggunakan tablet InhibitEX pada CTAB buffer, sedangkan 10 sampel bulu tidak didapatkan DNA-nya dengan menggunakan metode berbasis digestion buffer standar. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu cara pengambilan sampel bulu serta masa perendaman sampel pada larutan low-TE yang relatif singkat. Secara kualitatif dan kuantitatif pita DNA hasil metode CTAB buffer memiliki konsentrasi pita DNA yang lebih tebal (186 µg/ml) dari metode menggunakan tablet InhibitEX sebelum phenol (130 µg/ml) maupun setelah phenol (72,5 µg/ml). Namun dari segi

kemurnian DNA, hasil metode menggunakan tablet InhibitEX setelah phenol (1,551) lebih mendekati kemurnian DNA kontrol (1,629) dibandingkan dengan perlakuan sebelum

phenol (1,321) dan dengan hasil dari metode CTAB buffer (1,156).

Keberhasilan studi genomik, termasuk DNA melibatkan setidaknya 3 faktor penting. Faktor pertama adalah teknik pengambilan dan penyimpanan sampel. Faktor kedua adalah proses ekstraksi DNA, dan faktor ketiga adalah proses amplifikasi DNA. Keberhasilan amplifikasi DNA dari hasil ini tidak saja tergantung pada konsentrasi DNA, melainkan harus pula terbebas dari pengotor (inhibitor) sehingga kemurnian DNA-nya lebih murni. Penggunaan tablet InhibitEx nampaknya sudah konsisten dapat mengatasi jikalau sampel berasal dari bahan yang berpotensi ada inhibitornya. Jenis-jenis inhibitor dalam proses PCR dapat berupa

melanin,eumelanin, immunoglobin G (IgG), hemoglobin, laktoferrin, kolagen, myoglobin, dan komplek sakarida (Bessetti 2007).

Hasil PCR gen CHD1-Z dan W oleh primer F-P82F dan R-P2 didapatkan 4 sampel bulu (BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp) yang teramplifikasi, sedangkan untuk hasil PCR daerah gen Cyt-b oleh pasangan primer F-101 dan R-101 didapatkan 4 sampel bulu yang teramplifikasi (BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp) sedangkan pada sampel bulu yang lainnya tidak teramplifikasi. Berdasarkan hasil spektrofotometer (Lampiran 3), hal ini dapat disebabkan karena kemurnian DNA rata-rata dari bulu hasil metode 2 (1,156) tidak sebaik kemurnian DNA rata-rata dari darah (1,629), karena pada bulu banyak mengandung protein (keratin). Sampel DNA dari bulu terkontaminasi oleh protein (keratin) karena nilai kemurnian DNA-nya jauh dari rasio nilai kemurnian DNA yaitu antara 1,8-2,0 (Sulandari & Zein 2003). Namun, sampel BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp lebih sering teramplifikasi oleh kedua pasangan primer dikarenakan memiliki nilai kemurnian DNA yang mendekati kontrol. Berdasarkan nilai uji PCR pada tabel 2 menunjukkan bahwa DNA hasil ekstraksi metode 3(IAP) lebih dominan dari metode 3(IBP) dan metode 2 dengan pesentase berturut-turut yaitu 3(IAP) 100%, 3(IBP) 50%,dan metode 2 10%. Metode 3 penggunaan tablet InhibitEX setelah phenol

(IAP) dapat digunakan untuk mengekstraksi DNA dari bulu burung perkutut untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.

SIMPULAN

Metode menggunakan tablet InhibitEX setelah penambahan larutan phenol (IAP) pada metode CTAB buffer dengan masa perendaman 14 hari menghasilkan kemurnian DNA (1,551) yang cukup baik dan dapat mengamplifikasi gen sexing dan gen Cyt-b.

SARAN

Perlu pengujian terhadap perlakuan masa perendaman sampel yang lebih singkat lagi dengan metode menggunakan tablet InhibitEX setelah penambahan larutan phenol

(IAP) sebagai metode baku yang konsisten hasilnya.


(11)

saat proses PCR. Penghambat (inhibitor) pada bulu dapat berupa melanin dan eumelanin (Bessetti J 2007). Melanin merupakan pigmen utama pada kulit, rambut, dan bulu. Melanin akan mempengaruhi kinerja enzim DNA

polymerase pada saat PCR (Eckhart et al. 2000).

Sebagian besar metode ekstraksi DNA manual mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Pada beberapa jaringan, prosedur Sambrook et al. (1989) sudah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Menurut Schill (2007), untuk mendapatkan DNA yang baik perlu dilakukan modifikasi dari standar prosedur ekstraksi yang sudah ada. Modifikasi yang dilakukan tergantung pada jenis sampel, jenis pengawet yang digunakan dan lama waktu penyimpanan sampel.

Berdasarkan hasil ketiga metode ekstraksi dan purifikasi DNA total dari 10 sampel bulu burung perkutut didapatkan 10 DNA dengan metode menggunakan larutan CTAB buffer, 4 DNA didapatkan dengan metode menggunakan tablet InhibitEX pada CTAB buffer, sedangkan 10 sampel bulu tidak didapatkan DNA-nya dengan menggunakan metode berbasis digestion buffer standar. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu cara pengambilan sampel bulu serta masa perendaman sampel pada larutan low-TE yang relatif singkat. Secara kualitatif dan kuantitatif pita DNA hasil metode CTAB buffer memiliki konsentrasi pita DNA yang lebih tebal (186 µg/ml) dari metode menggunakan tablet InhibitEX sebelum phenol (130 µg/ml) maupun setelah phenol (72,5 µg/ml). Namun dari segi

kemurnian DNA, hasil metode menggunakan tablet InhibitEX setelah phenol (1,551) lebih mendekati kemurnian DNA kontrol (1,629) dibandingkan dengan perlakuan sebelum

phenol (1,321) dan dengan hasil dari metode CTAB buffer (1,156).

Keberhasilan studi genomik, termasuk DNA melibatkan setidaknya 3 faktor penting. Faktor pertama adalah teknik pengambilan dan penyimpanan sampel. Faktor kedua adalah proses ekstraksi DNA, dan faktor ketiga adalah proses amplifikasi DNA. Keberhasilan amplifikasi DNA dari hasil ini tidak saja tergantung pada konsentrasi DNA, melainkan harus pula terbebas dari pengotor (inhibitor) sehingga kemurnian DNA-nya lebih murni. Penggunaan tablet InhibitEx nampaknya sudah konsisten dapat mengatasi jikalau sampel berasal dari bahan yang berpotensi ada inhibitornya. Jenis-jenis inhibitor dalam proses PCR dapat berupa

melanin,eumelanin, immunoglobin G (IgG), hemoglobin, laktoferrin, kolagen, myoglobin, dan komplek sakarida (Bessetti 2007).

Hasil PCR gen CHD1-Z dan W oleh primer F-P82F dan R-P2 didapatkan 4 sampel bulu (BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp) yang teramplifikasi, sedangkan untuk hasil PCR daerah gen Cyt-b oleh pasangan primer F-101 dan R-101 didapatkan 4 sampel bulu yang teramplifikasi (BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp) sedangkan pada sampel bulu yang lainnya tidak teramplifikasi. Berdasarkan hasil spektrofotometer (Lampiran 3), hal ini dapat disebabkan karena kemurnian DNA rata-rata dari bulu hasil metode 2 (1,156) tidak sebaik kemurnian DNA rata-rata dari darah (1,629), karena pada bulu banyak mengandung protein (keratin). Sampel DNA dari bulu terkontaminasi oleh protein (keratin) karena nilai kemurnian DNA-nya jauh dari rasio nilai kemurnian DNA yaitu antara 1,8-2,0 (Sulandari & Zein 2003). Namun, sampel BTN1c, BTN50iap, JTN42iap, dan JTN42ibp lebih sering teramplifikasi oleh kedua pasangan primer dikarenakan memiliki nilai kemurnian DNA yang mendekati kontrol. Berdasarkan nilai uji PCR pada tabel 2 menunjukkan bahwa DNA hasil ekstraksi metode 3(IAP) lebih dominan dari metode 3(IBP) dan metode 2 dengan pesentase berturut-turut yaitu 3(IAP) 100%, 3(IBP) 50%,dan metode 2 10%. Metode 3 penggunaan tablet InhibitEX setelah phenol

(IAP) dapat digunakan untuk mengekstraksi DNA dari bulu burung perkutut untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.

SIMPULAN

Metode menggunakan tablet InhibitEX setelah penambahan larutan phenol (IAP) pada metode CTAB buffer dengan masa perendaman 14 hari menghasilkan kemurnian DNA (1,551) yang cukup baik dan dapat mengamplifikasi gen sexing dan gen Cyt-b.

SARAN

Perlu pengujian terhadap perlakuan masa perendaman sampel yang lebih singkat lagi dengan metode menggunakan tablet InhibitEX setelah penambahan larutan phenol

(IAP) sebagai metode baku yang konsisten hasilnya.


(12)

PENGEMBANGAN METODOLOGI EKSTRAKSI DAN PURIFIKASI

DNA DARI BULU BURUNG PERKUTUT (Geopelia striata) UNTUK

PEMANFAATAN STUDI SEXING DAN KERAGAMAN GENETIK

ZANUAR LINGGA PRADANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2006. Protein dan asam amino pada unggas. [terhubung berkala].

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/protei_dan_ asam_amino_pada_unggas.html [17

Des 2010].

Bessetti J. 2007. PCR inhibition. [terhubung berkala]. http://www.promega.com [17 Des 2010].

Budiman A. 2003. Penentuan jenis kelamin dengan penanda molekuler pada burung kakatua.[ Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Duryadi D. 1993. Role possible du comportement dans l’evolution de Deux Souris Mus macedonicus et

Mus spicilegus en Eurepe Centrale [thesis doctorat]. France: Montpellier II.

Eckhart L. et al. 2000. Melanin binds reversibly to thermostable DNA polymerase and inhibits its activity.

Biochem Biophys Res Commun 271: 726-730

Griffiths R. 2000. Sex identification using DNA markers. Dlm: Molecular method in ecology (Ed. Baker AJ). Blackwell Science, London.

Harrap BS, Woods EF. 1964. Soluble derivatives of feather keratin. J Biochem 92:8-18.

Hickman Jr. CP, Roberts LS, Hickman FM. 1984. Integrated Principles of Zoology Sevent Edition. Toronto: Times Mirror/Mosby College Publishing.

Natakoesoemah D. 2003. Penetuan jenis kelamin pada gelatik Jawa (Padda oryivora) secara molekuler. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989.

Molecular cloning A laboratory manual. Cold Spring Harbor Lab Press, USA.

Schill RO. 2007. Comparison of different protocols for DNA preparation and PCR amplification of mitochondrial genes of tardigrades. J Limnol 66: 164-170.

Sulandari S, Zein MSA. 2003. Panduan praktis laboratorium DNA. Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI. Sumarjoto R. 2003. Mengatasi Permasalahan

Burung Berkicau. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sutejo. 2002. Mengatasi Permasalahan Beternak Perkutut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Taberlet et al. 1996. Reliable genotyping of samples with very low DNA quantities using PCR. Nuc Acids Res

24:3189–3194.

Zaniar F. 2003. Penggunaan penanda molekuler untuk sexing burung betet Jawa (Psittacula alexandri alexandri). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.


(14)

PENGEMBANGAN METODOLOGI EKSTRAKSI DAN PURIFIKASI

DNA DARI BULU BURUNG PERKUTUT (Geopelia striata) UNTUK

PEMANFAATAN STUDI SEXING DAN KERAGAMAN GENETIK

ZANUAR LINGGA PRADANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(15)

ZANUAR LINGGA PRADANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(16)

ABSTRAK

ZANUAR LINGGA PRADANA. Pengembangan Metodologi Ekstraksi dan Purifikasi DNA dari Bulu Burung Perkutut (Geopelia striata) untuk Pemanfaatan Studi Sexing dan Keragaman Genetik. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan JAKARIA.

Dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah. Burung perkutut berukuran sangat kecil dan mudah stres sehingga sangat beresiko bila diambil darahnya. Bulu burung dapat menjadi alternatif lain dalam memperoleh DNA karena mengandung sel epitel pada bagian pangkalnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan metodologi ekstraksi dan purifikasi DNA dari bagian bulu burung perkutut (Geopelia stiata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.Metode yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu: 1) metode berbasis Digestion buffer, 2) metode menggunakan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), dan 3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada modifikasi CTAB

buffer. Metode ketiga dibagi menjadi dua perlakuan yaitu tablet ditambahkan sebelum penambahan larutan phenol atau InhibitEX Before Phenol (IBP) dan tablet ditambahkan setelah perlakuan penambahan larutan phenol atau InhibitEX After Phenol (IAP). Perlakuan masa perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Kualitas DNA dilihat dari pita hasil elektroforesis dan spektrofotometer lalu dibandingkan dengan DNA kontrol dari darah. Berdasarkan hasil ekstraksi dan purifikasi, DNA tidak diperoleh pada metode Digestion buffer. Tetapi, DNA diperoleh pada metode CTAB buffer, dan metode menggunakan tablet InhibitEX. Nilai rataan kemurnian DNA hasil metode kedua lebih rendah (1,156) dibandingkan dengan metode ketiga yaitu 3IBP (1,321) dan 3IAP (1,551). Berdasarkan uji PCR, metode 3IAP memiliki persentase yang tinggi (100%) dibandingkan dengan metode 3IBP (50%) dan metode 2 (10%). Kata kunci: Bulu perkutut, Metode ekstraksi, PCR.

ABSTRACT

ZANUAR LINGGA PRADANA. Development of methodology of DNA Extraction and Purification of Feather Bird Turtledove (Geopelia striata) for Sexing and Utilization of Genetic Diversity Studies. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and JAKARIA.

In the molecular studies of birds, the total DNA obtained from the extraction and purification of blood. Bird turtledove is very small and easy to stress so it is very risky if the blood is taken. Plumage may be other alternatives in obtaining DNA because it contains epithelial cells at their bases. The purpose of this research was to obtain a methodology of extraction and purification of DNA from the feathers of birds turtledove (Geopelia stiata) to study the utilization of sexing and genetic diversity. The method used consists of three kinds: 1) Digestion buffer-based method, 2) modification method using cetyl Trimethyl Ammonium bromide (CTAB buffer), and 3) the method of using tablets InhibitEX in CTAB buffer modification. The third method were divided into two treatments, the tablet was added before the addition of a solution of phenol or InhibitEX Before Phenol (IBP) and, the tablet was added after the addition of a solution of phenol or treatment InhibitEX After Phenol (IAP). The treatment period of soaking the samples in low-TE solution was during in 3 days and 14 days. The quality of DNA bands seen from the results of electrophoresis and spectrophotometer then compared with the control DNA from blood. Based on the purification result, the DNA was not obtained from Digestion buffer method. But, the DNA was obtained in CTAB buffer method, and the method using tablets InhibitEX been obtained DNA. Value averaging the results of the second method of DNA purity was lower (1.156) compared with the third method that is 3IBP (1.321) and 3IAP (1.551). PCR process was conducted as part to evaluate whether the DNA template (DNA template) from the extraction of fur can be amplified without a hitch or not. Based on the PCR test, 3IAP method has a high percentage (100%) compared with 3IBP method (50%) and method 2 (10%).


(17)

Nama

: Zanuar Lingga Pradana

NIM

: G34052307

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA)

(Dr. Jakaria, SPt, M.Si)

NIP 195611021984031003

NIP 196601051993031001

Mengetahui:

Ketua Departemen Biologi

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si)

NIP 196410021989031002


(18)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang mengusung tema Pengembangan Metodologi Ekstraksi dan Purifikasi DNA dari Bulu Burung Perkutut (Geopelia striata) untuk Pemanfaatan Studi Sexing dan Keragaman Genetik ini diharapkan dapat memberikan acuan dan kemudahan dalam mengekstraksi DNA burung secara non-invasif. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. Ir. Jakaria, M.Si selaku pembimbing atas saran dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. selaku penguji atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah. Ucapan terima kasih setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik, dan keluarga besar atas do`a, dukungan, dan segala cintanya. Terima kasih juga kepada Yohana, Manda, Epik, Amin, Indra, Budi, Pak Heri, Pak Arte, Pak Rahman, Pak Triyoko, Ibu Suriana, Ibu Melta Rini, Ibu Ayu, Ibu Fahma, Ibu Nungki, Ibu Wahyu, Ibu Fifi, Ibu Butet, Mba Handayani atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Teman-teman seperjuangan di laboratorium PAU atas semangat dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2011


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 15 Januari 1987 dari ayahanda Budi Burhannudin dan ibunda Siti Sofah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 4 Bogor dan lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor .

Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di Kebun Raya Bogor (Rumah Anggrek) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari bulan Juli sampai Agustus 2008 dengan judul Propagasi ex situ Tanaman Anggrek di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN . 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

BAHAN DAN METODE . 2

Bahan dan Alat ... 2

Pengambilan sampel ... 2

Ekstraksi dan Purifikasi DNA... 2

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 4

HASIL .. 4

Ekstraksi dan Purifikasi DNA... 4

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 5

PEMBAHASAN... 6

SIMPULAN ... 7

SARAN ... 7

DAFTAR PUSTAKA ... 8

LAMPIRAN ... 9


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil ekstraksi DNA dengan berbagai metode dan masa penyimpanan sampel ... 5

2 Hasil PCR berdasarkan DNA cetakan dari ketiga metode ekstraksi ... 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Struktur bulu burung... 1

2 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu perkutut menggunakan Digestion buffer... 4

3 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu perkutut menggunakan CTAB buffer ... 4

4 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu perkutut menggunakan tablet inhibitor ... 5

5 Hasil metode ekstraksi DNA total darah perkutut sebagai kontrol... 5

6 Hasil PCR menggunakan pasangan primer sexing... 6

7 Hasil PCR menggunakan pasangan primer cytochromr b………. 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Komposisi larutan digestion buffer dan larutan CTAB buffer ... 10

2 Komposisi dan kondisi PCR primer sexing dan primer cytochrome b………... 11

3 Hasil spektrofotometer sampel bulu dan darah burung perkutut... 12


(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu burung pemakan biji, termasuk famili merpati (Columbidae) yang mempunyai banyak kerabat dekat seperti pergam (Ducula bicolor) dan punai (Caloenas nicobarica) yang tersebar luas di seluruh dunia. Namun, khusus jenis perkutut penyebarannya hanya terbatas di semenanjung Malaya sampai Australia. Hidupnya suka berkelompok maupun berpasangan di dataran rendah (Sutejo 2002). Burung perkutut memiliki keunikan terutama pada bunyinya yang indah. Suara yang indah dapat menimbulkan kharisma maupun kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Untuk mendapatkan burung perkutut yang demikian, orang berani membelinya dengan harga mahal. Dari puluhan juta hingga mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karenanya, tidak mengherankan bila sejak zaman kerajaan Majapahit burung perkutut menjadi burung kesayangan para raja di tanah air Jawa (Sumarjoto 2003).

Perkutut termasuk dalam burung monomorfis, yaitu burung yang jenis kelaminnya sulit dibedakan antara jantan dan betina, bahkan setelah dewasa sekalipun. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada burung monomorfis ini diantaranya adalah pengamatan laparoskopi atau melalui pembedahan, dan analisis DNA dengan teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) (Griffiths 2000). Hasil studi beberapa kelompok burung seperti gelatik Jawa (Natakoesoemah 2003), betet Jawa (Zaniar 2003), dan kakatua (Budiman 2003) telah berhasil ditentukan jenis kelaminnya berdasarkan primer spesifik.

Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang nantinya akan diperbanyak secara in vitro. DNA cetakan didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi suatu sel, jaringan atau organ. Sebagian besar DNA pada sel hewan terdapat di dalam inti. Sebagian yang lain terdapat di organel seperti di mitokondria. Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metoda untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari & Zein 2003). Setiap sel atau jaringan yang memiliki DNA memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi DNA. Akan tetapi, kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Ekstraksi DNA dari fosil, spesimen museum, sampel forensik, rambut atau bulu

dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al. 1996).

Pada prinsipnya, metode purifikasi pada semua jaringan hewan tidak jauh berbeda, yaitu terdiri atas tiga tahapan utama. Tiga tahapan tersebut secara berurutan adalah penghancuran (lisis) membran sel, pemisahan material DNA dari material organik sel lain, dan pemisahan DNA dari larutannya (presipitasi) (Sambrook et al. 1989). Namun pada beberapa jaringan diperlukan perlakuan khusus untuk meminimalkan adanya penghambat (inhibitor) dalam proses ekstraksi. Sebagai contoh ekstraksi DNA dari feses kualitas DNA-nya kurang baik karena banyak inhibitornya sehingga sulit di PCR. Ekstraksi DNA dapat dilakukan secara manual ataupun menggunakan DNA extraction kit

(kit). Ekstraksi DNA dengan menggunakan kit

umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik (Schill 2007).

Secara umum dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah lengkap (whole blood). Akan tetapi pemilik burung tidak mau diambil darahnya dari burung miliknya karena resiko mati atau stres, mengingat harga burung perkutut yang relatif mahal. Oleh karena itu harus dicari sumber DNA dari bagian lain pada tubuh burung perkutut yang bersifat non-invasif, sehingga tidak membahayakan atau menyakiti hewan tersebut. Bulu burung mempunyai prospek menjadi sumber DNA karena pada pangkal bulu (calamus) banyak mengandung sel epitel. Bulu merupakan struktur khusus Kelas Aves. Secara genetik bulu diduga berasal dari epidermal, sedangkan secara embriologis bermula dari papila dermal. Bulu terdiri dari poros utama yang disebut Shaft (tangkai),

Calamus (tangkai pangkal bulu yang berongga), Rachis (lanjutan calamus yang merupakan sumbu bulu yang tidak berongga didalamnya memiliki sumsum dan jaringan),

Vane (bendera yang tersusun atas barbae yang merupakan cabang-cabang lateral dari rachis) (Hickman et al. 1984). Struktur bulu burung perkutut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur bulu burung

rachis calamus

vane


(23)

Pada saat musimnya, bulu secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri (mabung/molting) dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α- dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino. Pada bagian

calamus asam amino terbanyak adalah serin

(1299 µmoles/g) dan glysin (1171 µmoles/g) (Harrap & Woods 1964). Keratin termasuk ke dalam unsur protein serat (fibrosa) yang tidak larut atau yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur (Abun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali faktor penghambat pada bulu sehingga proses ekstraksi dan purifikasi DNA pada bulu tidak semudah ektraksi pada sampel darah yang memiliki sedikit penghambat. Dengan demikian diperlukan pengembangan metode ekstraksi yang cepat, baik, dengan rendemen hasil DNA yang memadai.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi dan purifikasi DNA yang baik dari bulu burung perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain:

1) Bahan-bahan untuk ekstraksi yaitu 10 sampel bulu (BTN1, BTN2, BTN3, BTN4, BTN50, JTN1, JTN2, JTNBE1, JTNBS3, JTN42) dan 2 sampel darah (JTN42D, BTN50D) burung perkutut, yang diperoleh dari dua tempat yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor

(koleksi pribadi). Sampel darah burung perkutut tersebut digunakan sebagai kontrol bagi hasil ekstraksi bulu.

2) Bahan-bahan untuk purifikasi DNA yaitu,

digestion buffer (9.750 ml STES, 250 µl proteinase K, 25 µl RNAase 40mg/ml), CTAB

buffer (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), larutan phenol, larutan C:IAA (Cloroform:Isoamil Alkohol) 24:1, etanol absolut, etanol 70%, larutan TE (1M Tris-HCl pH 8, Trisma Base 12,11 g, 0,50 M EDTA pH 8, disodium etilen diamin tetra asetat 2H2O 18,61 g), tablet InhibitEX QIAGEN, dan larutan low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah). Komposisi larutan digestion buffer

dan CTAB buffer secara lengkap tersaji pada Lampiran 1.

3) Bahan-bahan untuk melihat kualitas DNA yaitu agarosa 1,2%, EtBr (Ethidium Bromide), dan larutan TBE 1x.

4) Bahan-bahan yang digunakan untuk PCR yaitu, PCR Kit buffer (2x Taq master mix), MgCl2, ddH2O steril, 360 GC Enhancer,

primer sexing dan primer cytochrome b, serta DNA template. Alat-alat yang digunakan berupa spuit 1 ml, gunting, tabung (ependorf) 1,5 ml, tabung PCR 200 µl, pipet mikro,

sentrifuse, inkubator, freezer, elektroforesis submarine dan mesin PCR.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sebanyak 8 helai bulu burung betina dan 8 helai bulu burung jantan diperoleh dari Prima bird farm. Koleksi pribadi diperoleh 4 helai bulu burung betina, 4 helai bulu burung jantan, serta sampel darah dari masing-masing burung tersebut.

Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Protokol yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu (1) metode ekstraksi otot berbasis Digestion buffer yang dikembangkan oleh Duryadi (1993), (2) metode menggunakan larutan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), (3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada motode CTAB buffer. Disamping itu digunakan perlakuan lamanya perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan alat spektrofotometer dengan mengukur OD 260/OD280.


(24)

3

Metode pertama ekstraksi berbasis

digestion buffer (Duryadi 1993). Bagian pangkal bulu burung dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting lalu dimasukkan ke dalam tabung (ependorf) 1,5

ml yang berisi 500 µl larutan Low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah) kemudian diinkubasi selama 3 hari dan 14 hari pada suhu 37ºC. Sampel bulu yang telah diinkubasi setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa potongan bulu dipindahkan ke dalam mortar. Potongan bulu tersebut digerus sampai halus dengan penambahan larutan digestion buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan Digestion buffer hingga mencapai volume 500 µl. Tabung

tersebut kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan larutan phenol sebanyak 500 µl kemudian dikocok secara manual selama 20 menit, setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung baru dan

ditambahkan 500 µl CIAA lalu dikocok

selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 2x volume etanol absolut lalu dikocok sampai terlihat endapan putih (DNA). Kemudian sampel tersebut disimpan di dalam freezer selama 30 menit, setelah itu sampel disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13000 rpm. Supernatan (etanol absolut) dibuang dan diganti dengan etanol 70% sebanyak 400 µl dan disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Endapan putih (DNA) yang terbentuk dikeringudarakan selama ± 1 jam. Setelah kering, ke dalam tabung ditambahkan

larutan TE sebanyak 50 µl lalu dihomogenkan

menggunakan vortex. Sampel DNA tersebut diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37ºC, kemudian disimpan dalam freezer.

Metode kedua menggunakan larutan CTAB buffer. Larutan digestion buffer

digantikan dengan larutan CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator

bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga

mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut

kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam

waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tahapan selanjutnya mengacu kepada metode Duryadi (1993).

Metode ketiga menggunakan tablet InhibitEX pada metode CTAB buffer. Bagian pangkal bulu burung tersebut dipotong kecil-kecil (dicacah) menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung yang di dalamnya terdapat larutan low-TE sebanyak 500 µl (dilakukan pada saat pengambilan sampel). Sampel bulu burung tersebut kemudian disimpan di dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 3 hari dan 14 hari. Sampel bulu yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan berupa larutan low-TE dibuang dan pelet berupa bulu dipindahkan ke dalam mortar. Setelah itu, bulu tersebut digerus sampai halus dan ditambahkan dengan larutan CTAB buffer

sedikit demi sedikit. Ekstrak bulu tersebut dipindahkan ke dalam tabung baru dan ke dalamnya ditambahkan CTAB buffer hingga

mencapai volume 500 µl. Tabung tersebut

kemudian dikocok dan diinkubasi di dalam

waterbath pada suhu 55ºC selama 1 malam (± 16 jam). Tablet InhibitEX ditambahkan pada tahapan sebelum maupun setelah larutan

phenol. Penambahan tablet InhibitEX sebelum

phenol (IBP): sampel yang telah diinkubasi selama 1 malam (± 16 jam) ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet lalu dihomogenasikan menggunakan vortex. Setelah homogen, kemudian ditambahkan ke dalamnya larutan phenol dan dikocok selama 20 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993). Penambahan tablet InhibitEX setelah phenol (IAP): sampel yang telah ditambahkan larutan phenol dan dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan ke dalamnya ¼ bagian tablet inhibitor lalu dihomogenkan menggunakan


(25)

dalamnya 500 µl CIAA lalu dikocok selama 20 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 3 menit. Tahapan selanjutnya mengacu pada metode Duryadi (1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR dilakukan sebagai bagian untuk evaluasi apakah cetakan DNA (DNA

template) dari ekstraksi bulu dapat teramplifikasi tanpa hambatan atau tidak. Sebelum melakukan PCR, DNA hasil ekstraksi bulu terlebih dahulu diuji kualitasnya dengan cara dimigrasikan pada gel agarosa 1,2% yang telah diberi EtBr. Setelah didapatkan pita DNA yang tidak terlalu tebal dan bersih, kemudian dilakukan PCR dengan mencampurkan ddH2O steril, MgCl2, 360 GC Enhancer, Buffer PCR (2Taq master mix), primer forward (F) dan primer reverse (R), DNA template. Primer yang digunakan sebanyak dua pasang yaitu primer sexing (F-P82F: 5’-CTCCCAAGGATGAGAAACTG-3’ dan R-P2: 5’-TCTGCATCGCTAAATCC TTT-3’) dan primer cytochrome b (F-101: 5’-CCAATCCTCACAGGCCTATTCCTAGC-3’ dan R-101: 5’-TAGGCGAATAGGAAATA TCATTCGGGTTGAT-3’). Program PCR yang digunakan terdiri dari 35 siklus dengan suhu predenaturasi 94ºC selama 5 menit, denaturasi 94ºC selama 45 detik, penempelan primer (sexing) 56ºC dan (cyt. b) 54ºC selama 1 menit, ekstensi atau elongasi 72ºC selama 1 menit, post-elongasi 72ºC selama 7 menit, dan suhu penyimpanan 20ºC. Mesin yang digunakan adalah mesin PCR PERKIN ELMER 2400. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1,2% yang telah diberi EtBr.

HASIL

Ekstraksi dan Purifikasi DNA

Hasil dari beberapa metode ekstraksi dan purifikasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1,2 % dan dilihat dengan UV illuminator dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Prodak pita DNA dari hasil metode

Digestion buffer (Gambar 2) tidak didapatkan pita DNA. Hasil metode CTAB buffer

(Gambar 3) secara kualitatif sudah cukup baik dan tebal karena pita DNA-nya tidak jauh berbeda dengan pita DNA kontrol (Gambar 5). Untuk hasil metode penambahan tablet InhibitEX sebelum dan setelah larutan phenol

(Gambar 4) pita DNA yang dihasilkan tidak cukup baik karena sangat tipis bila dibandingkan dengan DNA kontrol. Adapun

perbedaan hasil ekstraksi secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dari ketiga metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

a b c d e f g h i j

Gambar 2 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan

Digestion buffer: (a) JTN1d, (b) JTN2d, (c) JTNBE1d, (d) JTNBS3d, (e) JTN42d, (f) BTN1, (g) BTN2d, (h) BTN3d, (i) BTN4d, (j) BTN50d

a b c d e f g h i j

Gambar 3 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan CTAB buffer: (a) JTN1c, (b) JTN2c, (c) JTNBE1c, (d) JTNBS3c, (e) JTN42c, (f) BTN1c, (g) BTN2c, (h) BTN3c, (i) BTN4c, (j) BTN50c.

sumur

DNA (-)

(+)

(+) (-)


(26)

5

a b c d

Gambar 4 Hasil metode ekstraksi DNA total bulu burung perkutut menggunakan tablet InhibitEX: (a) JTN42ibp (sebelum phenol), (b) JTN42iap (setelah phenol), (c) BTN50ibp (sebelum phenol), (d) BTN50iap (setelah phenol).

BTN50ibp (sebelum phenol), (kkkk

a b

Gambar 5 Hasil metode ekstraksi DNA total darah burung perkutut sebagai kontrol menggunakan Digestion buffer: (a) JTN42D, (b) BTN50D.

Tabel 1 Hasil ekstraksi DNA dengan berbagai metode dan masa penyimpanan sampel

Metode

Masa penyimpanan sampel

Konsentrasi DNA

(µg/ml)

Rataan Kemurnian

DNA OD260/280 3 hari 14 hari

1 - - 0

(n=10) 0

2 - √ 188*(50-610)

(n=10) 1,156

3(IBP) - √ 130*(100-160)

(n=2) 1,321

3(IAP) - √ 72,5*(50-90)

(n=2) 1,551

kontrol 600*(450-750)

(n=2) 1,629 Keterangan: √ = ada pita DNA

- = tidak ada pita DNA

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Hasil dari metode CTAB buffer dan metode menggunakan tablet InhibitEX pada metode CTAB buffer tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai cetakan DNA (DNA template) untuk mengamplifikasi gen Cromo Helicase DNA Binding-1 (CHD1) yang terdapat pada kromosom Z maupun kromosom W, serta marka keragaman genetik DNA mitokondria (mtDNA) pada daerah

Cytochrome b (Cyt-b) parsial dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).

Penentuan jenis kelamin secara molekuler didasarkan pada pita hasil PCR. Burung betina ditandai dengan munculnya dua pita DNA yang masing-masing berukuran 350 bp dan 400 bp, sedangkan burung jantan hanya ditandai dengan munculnya satu fragmen DNA yang berukuran 350 bp. Ukuran ini didapatkan berdasarkan penyesuaian dengan marker 100 pasang basa (bp) per pita (Gambar 6). Perbedaan ukuran pita DNA antara individu betina dan individu jantan disebabkan karena individu betina memiliki jumlah basa pada intron CHD1-Z

DNA DNA

n = jumlah sampel * = rata-rata (-)

(+)

(-)


(27)

dan W yang berbeda dibandingkan dengan individu jantan (Natakoesoemah 2003). Dalam proses PCR, primer P82F dan P2 akan mengamplifikasi gen CHD1 yang terdapat pada kromosom Z maupun kromosom W. Pada proses tersebut P82F akan melekat pada gen CHD1 dan mengamplifikasi gen tersebut. Begitu pula halnya dengan P2 namun dengan arah yang berbeda.

Keberhasilan mengamplifikasi daerah gen CHD1-Z dan W sangat dipengaruhi oleh kondisi penempelan primer pada DNA cetakan yang digunakan, jenis mesin PCR, dan bahan pereaksi yang digunakan. Adapun komposisi dan kondisi PCR dapat di lihat pada Lampiran 2. Hasil ekstraksi dan purifikasi DNA dari bagian bulu burung perkutut ini diuji juga dengan menggunakan primer yang berbeda. Primer F-101 dan R-101 merupakan primer yang dapat digunakan untuk melihat karakteristik marka genetik DNA mitokondria (mtDNA) pada daerah

Cytochrome b (Cyt-b) parsial pada burung Mambruk (Gambar 7). Ukuran produk PCR oleh primer ini sebesar 670 bp. Hal ini dilakukan untuk melihat DNA hasil ekstraksi dari bagian bulu burung dapat diamplifikasi juga sebagaimana DNA hasil ekstraksi dari darah.

Amplifikasi dengan PCR dari DNA hasil ekstraksi dan purifikasi metode 2 didapatkan ketidakstabilan hasil, hanya satu sampel saja yang berhasil diamplifikasi. Pada metode 3 hampir seluruhnya dapat diamplifikasi terutama pada perlakuan tablet setelah penambahan larutan phenol (IAP). Adapun hasil PCR kedua pasangan primer terhadap DNA cetakan dari ketiga metode ekstraksi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil PCR berdasarkan DNA cetakan dari ketiga metode ekstraksi

Keterangan:

a b c d e f g h i j k l m n o

Gambar 6 Hasil PCR gen CHD1-Z dan W dimigrasikan dalam gel poliakrilamid 5% pada tegangan 85 volt, selama 4 jam. (a) BTN50D, (b) BTN50D, (c) JTN42D, (d) BTN1c, (e) BTN2c, (f) JTN1c, (g) JTN42ibp, (h) JTN42D, (i) BTN50iap, (j) JTN42iap, (k) BTN3c, (l) BTN1c, (m) BTN50iap, (n) JTN42ibp, (o) MARKER 100bp.

a b c d e f Gambar 7 Hasil PCR gen cytochrome b

dimigrasikan dalam gel agarosa 1,2% pada tegangan 85 volt, selama 45 menit. (a) JTN42D (darah), (b) BTN50D (darah), (c) BTN50iap (bulu), (d) BTN1c (bulu), (e) JTN42ibp (bulu), (f) JTN42iap (bulu).

PEMBAHASAN

Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Jaringan tersebut banyak mengandung keratin. Keratin pada bulu dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) pada Metode rataan

OD260/280 Uji PCR

Sexing Cyt .b

1 0 0 0

2 1,156 1*/10** 1*/10** 3(IBP) 1,321 1*/2** 1*/2** 3(IAP) 1,551 2*/2** 2*/2** Kontrol 1,629 2*/2** 2*/2**

M 300 bp 200 bp 100 bp 500 bp 400 bp 670 bp

* =

jumlah sampel teramplifikasi

**=

jumlah sampel

(-)

(+)

(-)


(1)

Lampiran 2 Komposisi dan kondisi PCR primer sexing dan primer citocrhome b

Komposisi PCR :

1. ddH2O : 6 µl

2. 2 taq master mix “Vivantis” : 12,5 µl 3. 360 GC Enhancer : 2 µl 4. MgCl2 : 1,5 µl

5. Primer F-P82F(SEX) : 1 µl 6. Primer R-P2(SEX) : 1 µl 7. DNA Template : 1 µl Volume total : 25 µl

Kondisi PCR :

1. Predenaturasi : 94ºC , 5’ 2. Denaturasi : 94ºC , 45” 3. Aneling : 56ºC , 1’ 4. Ekstensi : 72ºC , 1’ 5. Post Ekstensi : 72ºC , 7’ 6. Penyimpanan : 20ºC , 5’ 7. Siklus : 35 kali

Komposisi PCR :

1. ddH2O : 6 µl

2. 2 taq master mix “Vivantis” : 12,5 µl 3. 360 GC Enhancer : 2 µl 4. MgCl2 : 1,5 µl

5. Primer F-101(CYTB) : 1 µl 6. Primer R-101(CYTB) : 1 µl 7. DNA Template : 1 µl Volume total : 25 µl # Primer MAMBRUK sudah diencerkan mjd 20pmol #

Kondisi PCR :

1. Predenaturasi : 94ºC , 5’ 2. Denaturasi : 94ºC , 45” 3. Aneling : 54ºC , 1’ 4. Ekstensi : 72ºC , 1’ 5. Post Ekstensi : 72ºC , 7’ 6. Penyimpanan : 20ºC , 5’ 7. Siklus : 35 kali


(2)

Lampiran 3 Hasil spektrofotometer sampel bulu dan darah burung perkutut Metode CTAB buffer

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN1c 0,066 0,010 0,067 1,667 1,429 100

BTN2c 0,008 0,011 0,010 1,375 1,100 150

BTN3c 0,008 0,011 0,010 1,375 1,100 150

BTN4c 0,0013 0,009 0,009 0,692 1,000 90

BTN50c 0,008 0,005 0,005 0,625 1,000 50

JTN1c 0,040 0,005 0,004 1,250 1,250 150

JTN2c 0,009 0,011 0,009 1,222 1,222 110

JTNBE1c 0,009 0,013 0,012 1,444 1,083 130

JTNBS3c 0,049 0,061 0,044 1,245 1,386 610

JTN42c 0,066 0,066 0,067 1,000 0,985 340

Rata-rata 1,156 188

Metode penggunaan tablet inhibitor pada modifikasi CTAB buffer (Inhibitor Before Phenol)

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50ibp 0,072 0,053 0,040 O,736 1,325 160

JTN42ibp 0,020 0,025 0,019 1,250 1,316 100

Rata-rata 1,321 130

Metode penggunaan tablet inhibitor pada modifikasi CTAB buffer (Inhibitor After Phenol)

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50iap 0,020 0,024 0,016 1,200 1,500 90

JTN42iap 0,025 0,020 0,012 1,22 1,602 50

Rata-rata 1,551 72,5

Kontrol sampel darah menggunakan metode Digestion buffer

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50D 0,043 0,075 0,044 1,750 1,744 750

JTN42D 0,030 0,045 0,029 1,500 1,552 450


(3)

(4)

Lampiran 1 Komposisi larutan Digestion buffer dan larutan CTAB buffer

DIGESTION BUFFER

STES (Sodium-Tris-EDTA)

-1% (w/v) SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) -50 mM Tris-HCl, pH 9

-100 mM EDTA, pH 8 -200 mM NaCl

Cara membuat 100 ml STES adalah: -1 g SDS

-10 ml 0,5 M Tris-HCl, pH 9 -20 ml 0,5 M EDTA, pH 8 -20 ml 1 M NaCl

Enzim

-40 mg/ml RNAse -20 mg/ml proteinase K Membuat 10 ml Digestion Buffer

- STES 9,750 ml

- Proteinase K (20 mg/ml) 250 ml - 25 ml RNAse [ 40 mg/ml]

CTAB BUFFER (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide)

2% w/v CTAB ---> 2 gr CTAB

100 mM Tris-Cl pH 8 ---> 20 ml 0,5 M Tris-Cl pH 8 1% w/v PVPL ---> 1 gr PVPL


(5)

Lampiran 2 Komposisi dan kondisi PCR primer sexing dan primer citocrhome b

Komposisi PCR :

1. ddH2O : 6 µl

2. 2 taq master mix “Vivantis” : 12,5 µl 3. 360 GC Enhancer : 2 µl 4. MgCl2 : 1,5 µl

5. Primer F-P82F(SEX) : 1 µl 6. Primer R-P2(SEX) : 1 µl 7. DNA Template : 1 µl Volume total : 25 µl

Kondisi PCR :

1. Predenaturasi : 94ºC , 5’ 2. Denaturasi : 94ºC , 45” 3. Aneling : 56ºC , 1’ 4. Ekstensi : 72ºC , 1’ 5. Post Ekstensi : 72ºC , 7’ 6. Penyimpanan : 20ºC , 5’ 7. Siklus : 35 kali

Komposisi PCR :

1. ddH2O : 6 µl

2. 2 taq master mix “Vivantis” : 12,5 µl 3. 360 GC Enhancer : 2 µl 4. MgCl2 : 1,5 µl

5. Primer F-101(CYTB) : 1 µl 6. Primer R-101(CYTB) : 1 µl 7. DNA Template : 1 µl Volume total : 25 µl # Primer MAMBRUK sudah diencerkan mjd 20pmol #

Kondisi PCR :

1. Predenaturasi : 94ºC , 5’ 2. Denaturasi : 94ºC , 45” 3. Aneling : 54ºC , 1’ 4. Ekstensi : 72ºC , 1’ 5. Post Ekstensi : 72ºC , 7’ 6. Penyimpanan : 20ºC , 5’ 7. Siklus : 35 kali


(6)

Lampiran 3 Hasil spektrofotometer sampel bulu dan darah burung perkutut Metode CTAB buffer

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN1c 0,066 0,010 0,067 1,667 1,429 100

BTN2c 0,008 0,011 0,010 1,375 1,100 150

BTN3c 0,008 0,011 0,010 1,375 1,100 150

BTN4c 0,0013 0,009 0,009 0,692 1,000 90

BTN50c 0,008 0,005 0,005 0,625 1,000 50

JTN1c 0,040 0,005 0,004 1,250 1,250 150

JTN2c 0,009 0,011 0,009 1,222 1,222 110

JTNBE1c 0,009 0,013 0,012 1,444 1,083 130

JTNBS3c 0,049 0,061 0,044 1,245 1,386 610

JTN42c 0,066 0,066 0,067 1,000 0,985 340

Rata-rata 1,156 188

Metode penggunaan tablet inhibitor pada modifikasi CTAB buffer (Inhibitor Before Phenol)

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50ibp 0,072 0,053 0,040 O,736 1,325 160

JTN42ibp 0,020 0,025 0,019 1,250 1,316 100

Rata-rata 1,321 130

Metode penggunaan tablet inhibitor pada modifikasi CTAB buffer (Inhibitor After Phenol)

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50iap 0,020 0,024 0,016 1,200 1,500 90

JTN42iap 0,025 0,020 0,012 1,22 1,602 50

Rata-rata 1,551 72,5

Kontrol sampel darah menggunakan metode Digestion buffer

SAMPEL 230 260 280 OD

260/230

KEMURNIAN OD 260/280

KONSENTRASI (µg/ µl)

BTN50D 0,043 0,075 0,044 1,750 1,744 750

JTN42D 0,030 0,045 0,029 1,500 1,552 450