Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7

SENYAWA FITOKIMIA DAN SITOTOKSISITAS
EKSTRAK DAUN SURIAN (Toona sinensis)
TERHADAP SEL VERO DAN MCF-7

DIDIT HARYADI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
DIDIT HARYADI. Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian
(Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7. Dibimbing oleh SYAMSUL
FALAH dan POPI ASRI KURNIATIN.
Daun surian memiliki banyak aktivitas farmakologi seperti antioksidan
dan antikanker. Penelitian ini bertujuan menganalisis senyawa-senyawa fitokimia
daun surian secara kualitatif dan kuantitatif, serta menguji aktivitas
sitotoksisitasnya terhadap sel vero dan sel kanker payudara MCF-7. Ekstraksi
daun surian dilakukan menggunakan pelarut air, etanol 70%, etil asetat, dan nheksana. Rendemen ekstraksi yang diperoleh untuk pelarut air, etanol 70%, etil

asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 33.54%, 34.85%, 6.38%, dan
1.31%. Komponen fitokimia yang terdapat dalam daun surian diantaranya
alkaloid, triterpenoid, flavonoid, tanin, fenol, steroid. Total fenolik ekuivalen
asam galat (GAE) tertinggi terdapat pada ekstrak etanol 70% diikuti oleh ekstrak
air, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 500.30, 465.30, 192.80, dan
109.30 mg GAE/g ekstrak. Total flavonoid ekuivalen kuersetin (QE) ekstrak air,
etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 92.10, 62.96, 23.43,
dan 12.70 mg QE/g ekstrak. Hasil uji sitotoksisitas menunjukan semua ekstrak
daun surian tidak toksik terhadap sel vero dengan nilai IC50 sebesar 463.03
(ekstrak air), 197.88 (ekstrak etanol 70%), 121.09 (ekstrak etil asetat), dan 217.43
µg/ml (ekstrak n-heksana). Nilai IC50 semua ekstrak daun surian terhadap sel
kanker payudara MCF-7 >100 µg/ml. Berdasarkan National Cancer Institute
(NCI), nilai ini menunjukkan aktivitas antikanker ekstrak daun surian yang sangat
lemah terhadap sel MCF-7.
Kata kunci : daun surian, sel vero, sel MCF-7

ABSTRACT
DIDIT HARYADI. Phytochemical Compounds and Cytotoxicity of Surian Leaves
(Toona sinensis) Extracts Against Vero and MCF-7 Cells. Under the direction of
SYAMSUL FALAH and POPI ASRI KURNIATIN.

The compounds of surian leaves possess a wide range of pharmacology
activity, such as antioxidant and anticancer. The research aimed to analyze
phytochemical compounds and cytotoxicity of surian leaves extracts against vero
and MCF-7 cells line. Extraction of surian leaves was performed with some
solvents, those were water, ethanol 70%, ethyl acetate, and n-hexane. The results
showed that highest extracts yield obtained from ethanol 70% followed by water,
ethyl acetate, and n-hexane extracts yield were 34.85%, 33.54%, 6.38%, and
1.31% respectively. Surian leaves extracts presence phytochemical compounds of
alkaloid, triterpenoid, flavonoid, tanin, phenol, steroid. Highest total phenolic
equivalent of gallic acid (GAE) obtained from etanol 70% extracts (500.30 mg
GAE/g extract) followed by water (465.30 mg GAE/g extract), ethyl acetat
(192.80 mg GAE/g extract), and n-hexane extracts (109.30 mg GAE/g extract).
Total flavonoid equivalen of quersetin (QE) water, etanol 70%, ethyl acetat, and
n-hexana extracts were 92.10, 62.96, 23.43, dan 12.70 mg QE/g extracts
respectively. Results of cytotoxicity assay showed surian leaves extracts were not
toxic on vero cells with IC50 value 463.03 (water extract), 197.88 (ethanol 70%
extract), 121.09 (ethyl acetat extract), and 217.43 ppm (n-hexane extract). Surian
leaves extracts had no anticancer potency against MCF-7 cells with IC50 value of
all extracts more than 100 ppm. Based National Cancer Institute (NCI), this value
showed low cytotoxicity of surian leaves extracts against MCF-7 cells.

Keywords : surian leaves, vero cells, MCF-7 cells

SENYAWA FITOKIMIA DAN SITOTOKSISITAS
EKSTRAK DAUN SURIAN (Toona sinensis)
TERHADAP SEL VERO DAN MCF-7

DIDIT HARYADI
G84080081

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian
(Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7
: Didit Haryadi
: G84080081

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Syamsul Falah S.Hut, M.Si
Ketua

Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si
Anggota

Diketahui


Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Senyawa Fitokimia,
dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan
MCF-7”. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Mei 2012,
bertempat di Laboratorium Biokimia IPB dan Laboratorium Pusat Studi Satwa
dan Primata (PSSP) IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Dr. Syamsul Falah S.Hut.,
M.Si. selaku ketua pembimbing dan Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si. selaku
anggota pembimbing dalam memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta
orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, dan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa pula ucapan

terimakasih kepada Ibu Meri, ibu Tuti, Ibu Martini, dan Pak Arya di Laboratorium
Biokimia IPB, serta Ibu Silmi di Laboratorium PSSP IPB, dan Ir. AE Zainal
Hasan M.Si. atas saran dan bantuannya selama penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti) atas pemberian dana penelitian ini pada kegiatan Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2011-2012. Selain itu, ucapan terimakasih
juga disampaikan kepada rekan-rekan selama penelitian, Rini Arianti, Tati,
Azizah, Esti, Dian, Kenyar, Annisa, Lusi, Restu, Deni, Daviq, Naso, Adit, Faris,
Rian, lugas, dan Baehaki yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran bagi
penulis. Semoga penelitian ini mampu memberikan informasi dan manfaat bagi
yang memerlukan.

Bogor, September 2012

Didit Haryadi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten, pada tanggal 14 Juli 1990 dari ayah
Safrudin dan ibu Nufus Hayati. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SDN CIPETE II Kota Serang dan

melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Curug Kota Serang. Penulis lulus tahun 2008
dari SMAN 1 Serang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar tahun 2010 untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama,
Metabolisme dan Struktur Fungsi Biomolekul tahun 2011 untuk mahasiswa S1
Biokimia, Biokimia Umum tahun 2012 untuk mahasiswa S1 Kedokteran Hewan,
Struktur dan Fungsi Subselular tahun 2012 untuk mahasiswa S1 Biokimia, dan
Pengantar Penelitian Biokimia untuk mahasiswa S1 Biokimia. Penulis pernah
melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Besar Pasca Panen Jalan Tentara
Pelajar No.12, Bogor selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul
“Pembuatan Starter Padat Hasil Isolasi Bakteri Asam Laktat dari Buah-Buahan”.
Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan yakni
Himpunan Profesi Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 2009-2011 dan
Komunitas Mahasiswa Banten (KMB). Penulis juga pernah mengikuti berbagai
kepanitiaan seperti Seminar Kesehatan dan Keselamatan Kerja tahun 2010,
Lomba Karya Ilmiah Populer tahun 2009-2010, Masa Pengenalan Departemen
tahun 2010, Biokimia Expo tahun 2010, Seminar Kesehatan Biokimia tahun 2011.

Penulis dalam bidang karya ilmiah pernah mendapat hibah dana bersaing
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) untuk kategori Bidang Kewirausahaan pada tahun 2010 dan
2011 dengan judul “β-Eliss: Minuman Emulsi Minyak Sawit untuk Kualitas
Kesehatan yang Optimal” dan “Yoghurt Serbuk (Sachet) Berbasis Susu Kerbau
dengan Fortifikasi Propolis yang Kaya akan Probiotik”, serta bidang Penelitian
pada tahun 2012 dengan judul “ Uji Fitokimia dan Aktivitas Antikanker Ekstrak
Daun Surian (Toona sinensis) terhadap Sel MCF-7 Secara In Vitro”. Penulis juga
pernah mengikuti pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) di departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan pada tahun 2010, Pelatihan Keamanan dan
Keselamatan Kerja (K3) yang diselenggarakan oleh Merck pada tahun 2011, dan
mengikuti kegiatan IPB goes to Field di PTPN VII, Lebak-Banten.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
PENDAHULUAN...............................................................................................


1

TINJAUAN PUSTAKA
Kanker ............................................................................................................
Sitotoksisitas...................................................................................................
Metode Pengujian Sitotoksisitas ....................................................................
Sel Vero ..........................................................................................................
Sel Kanker ......................................................................................................
Surian..............................................................................................................
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia.................................................................

1
2
2
3
3
4
5

BAHAN DAN METODE

Bahan ..............................................................................................................
Metode ............................................................................................................

5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Surian .................................................................................... 7
Uji Fitokimia .................................................................................................. 8
Total Fenolik dan Flavonoid Ekstrak Daun Surian ........................................ 9
Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian Terhadap Sel Vero dan MCF-7.............. 10
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 12
Simpulan......................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12
LAMPIRAN ........................................................................................................ 15

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rendemen ekstrak daun surian..........................................................................


7

2 Komponen fitokimia ekstrak daun surian .........................................................

8

3 Penentuan total fenolik dan flavonoid ekstrak daun surian ............................

10

4 Nilai IC50 ekstrak daun surian terhadap sel vero dan MCF-7 .........................

12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Toona sinensis Roemor .....................................................................................

5

2 Morfologi sel vero dan MCF-7 ......................................................................... 11

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ..................................................................................

16

2 Rendemen ekstrak daun surian......................................................................

17

3 Absorban standar asam galat pada panjang gelombang (λ) 765 nm .............

18

4 Absorban standar kuersetin pada panjang gelombang (λ) 510 nm ...............

19

5 Total fenolik ekstrak daun surian ..................................................................

20

6 Total flavonoid ekstrak daun surian ..............................................................

21

7 Inhibisi dan IC50 ekstrak daun surian terhadap sel vero................................

22

8 Kurva inhibisi ekstrak daun surian terhadap sel vero ...................................

24

9 Inhibisi ekstrak daun surian terhadap sel MCF-7 .........................................

25

11 Kurva inhibisi ekstrak daun surian terhadap sel MCF-7 ...............................

27

1

PENDAHULUAN
Penyakit kanker merupakan penyakit yang
menjadi salah satu ancaman utama terhadap
kesehatan manusia. Kematian akibat kanker
diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya
dan diperkirakan pada tahun 2030 nanti
sebanyak 12 juta penduduk di dunia akan
mengalami kematian akibat kanker (NCI
2012). Kanker payudara merupakan penyakit
kanker yang sering ditemui pada wanita
setelah kanker leher rahim. National Cancer
Institute (2012) memperkirakan pada tahun
2012 di Amerika Serikat akan ada kasus baru
kanker payudara sebanyak 226,870 (wanita)
dan 2,190 (laki-laki) dengan jumlah kematian
sebanyak 39,510 (wanita) dan 410 (laki-laki)
(NCI 2012).
Berbagai cara pengobatan telah dilakukan
untuk mengobati penyakit kanker payudara,
seperti
kemoterapi,
radioterapi,
dan
pembedahan. Berbagai pengobatan tersebut
banyak memiliki kelemahan seperti harganya
yang mahal dan efek samping yang
ditimbulkannya.
Teknik
pengobatan
kemoterapi disamping membunuh sel-sel
kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya
sel-sel normal yang menyerap obat tersebut.
Berbagai efek samping pengobatan kanker
lainnya diantaranya adalah kehilangan
memori dan kurang gairah seksual akibat
pengobatan dengan teknik radioterapi, dan
fraktur pada tulang akibat pembedahan pada
sel kanker (NCI 2012).
Berbagai kendala dan efek samping yang
ditimbulkan oleh berbagai pengobatan kanker
memicu perlunya suatu terobosan pengobatan
kanker dengan efektifitas tinggi dan efek
samping yang minimal. Salah satu upaya
mengatasi penyakit kanker ini adalah
mengembangkan pembuatan obat dari
tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa
antikanker. Pengembangan obat kanker dari
tanaman ini dipandang memiliki beberapa
keuntungan, seperti biayanya yang lebih
murah, mudah didapatkan, dan efek samping
yang ditimbulkan relatif sedikit. Indonesia
sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas
yang tinggi memiliki banyak tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai obat-obatan (Zuhud
2009). Kekayaan biodiversitas ini dapat
dimanfaatkan untuk mengeksplorasi berbagai
senyawa bioaktif yang berperan sebagai agen
antikanker.
Salah satu tanaman yang diduga memiliki
potensi sebagai antikanker adalah surian
(Toona sinensis). Daun tanaman ini memiliki
banyak senyawa fitokimia yang memiliki

banyak
aktivitas
farmakologi
seperti
antioksidan (Hseu et al. 2008), antidiabetes
(Zhao et al. 2009), antihiperlipidemia (Hwei
et al 2008), dan antikanker (Chen et al. 2009).
Beberapa senyawa fitokimia yang terdapat di
dalam daun surian adalah β-karoten, lutein,
askorbat, α-tokoferol, asam galat, metil galat,
dan kuersetin (Cheng et al 2009). Analisis
terhadap senyawa fitokimia daun surian, baik
kualitatif maupun kuantitatif, dapat digunakan
untuk menduga senyawa-senyawa fitokimia
yang terlibat terhadap aktivitas farmakologi
daun surian, salah satunya sebagai antikanker.
Terkait
potensinya
sebagai
agen
antikanker, salah satu senyawa fitokimia
ekstrak daun surian, yaitu asam galat, telah
terbukti memiliki aktivitas sebagai agen
antikanker terhadap sel kanker prostat (Chen
et al. 2009). Beberapa penelitian lain juga
melaporkan aktivitas ekstrak daun surian
terhadap beberapa sel kanker, seperti sel
kanker paru-paru kecil (Yang et al. 2010) dan
besar (Wang et al. 2010). Ekstrak tanaman
surian juga telah terbukti mampu menunjukan
efek aktivitas antikanker pada sel kanker
rahim dan kanker leukimia (Yang et al. 2006).
Sampai saat ini belum ada laporan
penelitian tentang aktivitas ekstrak daun
surian terhadap sel kanker payudara baik
secara in vitro maupun in vivo. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis senyawa
fitokimia daun surian secara kualitatif dan
kuantitatif,
serta
menguji
aktivitas
sitotoksisitas ekstrak daun surian terhadap sel
vero dan sel kanker payudara MCF-7 secara in
vitro. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak
daun surian mengandung banyak senyawa
fitokimia yang diuji secara kualitatif dan
kuantitatif, tidak bersifat toksik terhadap sel
vero, dan memiliki aktivitas sitotoksisitas
terhadap sel MCF-7. Penelitian ini diharapkan
bisa dijadikan sebagai informasi penting
tentang khasiat ekstrak daun surian dalam
menghambat pertumbuhan sel kanker serta
dapat
dikembangkan
menjadi
produk
antikanker yang selektif dan dapat menjadi
substitusi obat anti kanker sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA
Kanker
Kanker adalah penyakit yang ditandai
dengan pembelahan sel yang tidak terkendali.
Masalah utama dalam kanker adalah
metastasis, yaitu kemampuan sel dalam
bermigrasi ke jaringan yang lebih jauh dan
tumbuh di jaringan tersebut (Murray et al.
2003). Pertumbuhan yang tidak terkendali

2

tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA
akibat mutasi di gen vital yang mengontrol
pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin
dibutuhkan untuk mengubah sel normal
menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut
sering diakibatkan agen kimia maupun fisik
yang disebut senyawa karsinogen (Murray et
al. 2003).
Kanker dapat menyebabkan banyak gejala
yang berbeda, bergantung pada lokasinya dan
karakter dari keganasan dan ada tidaknya
metastasis. Penyakit kanker ditandai dengan
pertumbuhan abnormal sel pada jaringan
tubuh secara terus-menerus dan tidak
terkendali. Ada tiga ciri utama yang menandai
keberadaan
kanker,
yakni
kontrol
pertumbuhan yang menurun atau tidak
terbatas, invasi pada jaringan setempat, dan
metastasis (penyebaran) ke bagian tubuh lain
(Murray et al. 2003). Penyebaran sel kanker
dapat dilakukan melalui aliran darah dan
kelenjar getah bening.
Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi
tiga, yakni terapi radiasi, operasi, dan terapi
adjuvant (pendamping). Terapi adjuvan dapat
dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi,
dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003).
Penelitian yang ada terus mencoba mencari
pengobatan yang efektif dengan efek samping
yang minimal.
Pengobatan kemoterapi ditujukan untuk
menghancurkan sel kanker sehingga ukuran
kanker mengecil dan kemunculannya setelah
pengobatan dapat dicegah. Doxorubicin
merupakan salah satu obat kemoterapi yang
umum digunakan untuk menangani berbagai
jenis kanker. Imunoterapi merupakan upaya
penggunaan senyawa tertentu untuk memicu
kerusakan sel kanker oleh sistem pertahanan
tubuh. Herceptin (trastuzumab) merupakan
obat imunoterapi yang banyak digunakan
dengan target spesifik, yaitu memblokade
protein Her2/neu (Lewis 2003). Protein
Her2/neu merupakan reseptor yang berfungsi
mendorong pembelahan sel (ER+).
Sitotoksisitas
Sitotoksisitas merupakan kematian sel oleh
komponen-komponen kimia atau mediator sel
(sel T sitotoksik). Sitotoksisitas biasa
digunakan sebagai pedoman di dalam
laboratorium untuk mendeteksi kematian sel,
tanpa melihat mekanismenya. Aktivitas
sitotoksik merupakan proses penting dalam
membunuh sel-sel kanker (Wyllie 2010).
National
Cancer
Institute
(NCI)
membedakan definisi sitotoksisitas, antitumor
dan
antikanker
berdasarkan
lingkup

pengerjaannya. Sitotoksisitas merupakan sifat
toksik suatu agen kimia terhadap sel kanker
yang diuji secara in vitro. Sifat toksik ini jika
diujikan terhadap sel kanker secara in vivo
maka agen kimia tersebut dikatakan memiliki
aktivitas antitumor. Sementara itu, istilah
antikanker digunakan untuk material yang
memiliki sifat toksik terhadap sel kanker yang
diuji secara klinis terhadap manusia (Itharat &
Ooraikul 2007).
Salah satu contoh sitotoksisitas adalah
cell-mediated cytotoxicity. Sel imunosistem
seperti sel T sitotoksik, natural killer (NK),
dan lymphokine activated dapat mengenali
dan menghancurkan sel target. Walaupun
mesin pengenalan yang digunakan setiap sel
berbeda, mekanisme penghancuran sel target
mungkin relatif sama (Wyllie 2010).
Ada dua kemungkinan mekanisme
sitotoksik yang terjadi pada cell-mediated
cytotoxicity. Pertama adalah mekanisme
apoptosis yang mengakibatkan sel memicu
autolitik cascade di dalam sel target dan
fragmen DNA sebelum sel lisis. Mekanisme
yang kedua adalah mekanisme lisis yang
mengakibatkan terjadinya lisis molekul,
khususnya perforin. Molekul ini disekresikan
oleh efektor sel ke bagian intraseluler sel dan
berpolimerasi membentuk pori di dalam
membran sel target yang memicu terjadinya
lisis. Kedua mekanisme ini saling melengkapi
dan sangat mungkin terjadi (Wyllie 2010).
Metode Pengujian Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas secara in vitro didasarkan
pada “basal” sitotoksisitas yang diartikan
sebagai perubahan fungsi dasar sel pada
semua sel yang diakibatkan oleh komponen
kimia yang bersifat toksik terhadap sel.
Pengujian secara in vitro biasanya digunakan
sebagai skrining awal pada pengujian
sitotoksisitas suatu agen kimia terhadap
berbagai sel kanker. Teknik pengujian ini
lebih sensitif dibandingkan pengujian secara
in vivo yang membutuhkan konsentrasi agen
kimia yang lebih tinggi dan terkadang tidak
menunjukan aktivitas walaupun agen kimia
tersebut menunjukan aktivitas pada pengujian
secara in vitro (Itharat & Ooraikul 2007).
Pengujian sitotoksisitas dapat diukur
melalui perkiraan kerusakan sel yang terjadi.
Tiga parameter dasar yang digunakan dalam
pengukuran uji sitotoksisitas ini adalah
pengukuran aktivitas metabolisme selular,
pengukuran
integritas
membran,
dan
pengukuran fluorescent dye yang secara
normal dikeluarkan oleh sel. Ketiga prinsip
pengukuran sitotoksisitas ini menghitung

3

secara langsung jumlah sel dalam media
kultur (Wyllie 2010).
Pengukuran aktivitas metabolisme selular
dilakukan dengan mengukur tingkat ATP atau
aktivitas mitokondria akibat kerusakan yang
terjadi pada sel. Kerusakan pada sel akan
mengakibatkan
penurunan
aktivitas
metabolisme sel. Integritas membran diukur
melalui pengukuran laktat dehidrogenase
(LDH) di dalam medium ekstraseluler. Enzim
ini secara normal terdapat di dalam sitosol dan
tidak dapat diukur jika tidak terdapat
kerusakan sel. Pengukuran fluorescent dye
menunjukkan perubahan aktivitas metabolik
yang mengindikasikan adanya kerusakan sel
awal (Wyllie 2010).
Efek dan gejala yang ditimbulkan oleh
senyawa kimia pada organ hewan hanya dapat
dideteksi melalui uji secara in vivo. Oleh
karena itu, senyawa kimia yang menunjukkan
aktivitas sitotoksisitas pada pengujian in vitro
harus diuji lanjut secara in vivo. Hal ini
dilakukan untuk mengkonfirmasi aktivitas
antitumor yang ditimbulkan oleh senyawa
kimia yang diuji karena beberapa senyawa
kimia yang telah diuji secara in vitro mungkin
dimetabolisme sebagai senyawa yang bersifat
tidak aktif ketika diuji secara in vivo (Itharat
& Ooraikul 2007).
National Cancer Institute (NCI) telah
mengimplementasikan secara luas program
pengujian in vitro bahan obat untuk agen
antikanker. Banyak laboratorium di dunia
yang telah mengadopsi pengujian mikrokultur
yang didasarkan atas reduksi metabolik
senyawa
3-(4,5-dimethylthaizol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide (MTT) yang
dikenal dengan nama MTT assay. Metode
pengujian sitotoksisitas lainnya yang banyak
digunakan adalah dengan penggunaan
protein-binding dye sulforhodamine B (SRB)
atau yang dikenal dengan nama SRB assay
(Itharat & Ooraikul 2007).
Metode pengujian sitotoksisitas MTT dan
SRB assay didasarkan pada prinsip
kolorimetri. MTT assay didasarkan atas
reduksi metabolik garam tetrazolium (MTT)
yang tidak berwarna oleh aktivitas enzim
mitokondria di dalam sel hidup membentuk
garam formazan berwarna biru yang dapat
dikuantitatifikasi secara spektrofotometri.
Metode ini digunakan untuk menguji suspensi
sel karena spesifik untuk sel hidup. SRB assay
didasarkan atas pembentukan warna merah
muda aminoxantin, yaitu protein anionik
berwarna yang berisi dua gugus sulfonik yang
terikat ke residu asam amino, dalam sel
dengan kondisi lingkungan sedikit asam.

Protein yang terikat ini kemudian dilarutkan
oleh basa lemah untuk diukur secara
spektrofotometri. Pengujian secara kolorimetri
ini digunakan untuk memperkirakan jumlah
sel secara langsung melalui pengukuran
indeks sensitifitas dari jumlah protein seluler
yang secara linier berhubungan dengan
kepadatan sel (Itharat & Ooraikul 2007).
Sel Vero
Sel vero merupakan sel monolayer
berbentuk poligonal dan pipih yang diisolasi
dari sel ginjal monyet hijau afrika oleh
Yasumura dan Kawakita di universitas Chiba,
Jepang. Sel ini merupakan tipe sel immortal,
non tumorigenic fibroblastic cell (Goncalves
et al. 2006). Sel ini akan menempel sangat
kuat pada substrat yang berbahan polistirena
dengan membentuk ikatan kovalen.
Sel vero memiliki jumlah interferon yang
lebih sedikit dibandingkan dengan sel
mamalia normal. Sel ini tidak memiliki
kemampuan untuk mensekresikan interferon
tipe 1 ketika diinfeksi oleh virus. Kekurangan
interferon pada sel vero mengakibatkan sel ini
sangat sensitif jika terinfeksi oleh berbagai
jenis virus (Goncalves et al. 2006). Walaupun
jumlah interferon sel vero sangat sedikit, sel
ini masih memiliki reseptor interferon alfa dan
beta sehingga mereka masih mampu merespon
secara normal ketika interferon dari sumber
lain ditambahkan ke dalam kultur sel.
Sel vero biasa digunakan untuk
mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel,
sitotoksisitas, dan transformasi sel yang
diinduksi oleh berbagai senyawa kimia. Sel ini
juga direkomendasikan untuk dijadikan
sebagai sel model dalam mempelajari
karsinogenesis secara in vitro. Adanya sel
vero memudahkan dalam mempelajari
perubahan sel yang meliputi pertumbuhan dan
morfologinya akibat
induksi berbagai
senyawa kimia (Goncalves et al. 2006).
Sel Kanker
Sel kanker merupakan sel abnormal yang
telah mengalami transformasi dari sel
normalnya. Sel kanker dapat digunakan
sebagai model biologi untuk menentukan
sifat-sifat biologisnya dan analisis obat-obatan
sebagai agen antikanker. Penelitian resistensi
obat kanker menggunakan sel kanker dapat
digunakan untuk mempelajari mekanisme
pengaturan resistensi obat-obatan untuk
penyakit kanker (Arya et al. 2011).
Sel kanker yang akan digunakan dalam
penelitian memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Biaya penggunaan sel kanker

4

untuk penelitian relatif lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan subjek
hewan coba. Penelitian menggunakan sel
kanker dapat dilakukan relatif lebih cepat. Sel
kanker dapat diperbanyak untuk berbagai
keperluan penelitian dan dapat digunakan
untuk penelitian baik secara in vitro maupun
in vivo menggunakan hewan coba (Arya et al.
2011).
Dalam penggunaannya, sel kanker juga
memiliki beberapa kekurangan. Sel kanker
tidak menggambarkan heterogenitas kanker
pada penderita kanker dan diantara penderita
kanker sehingga dibutuhkan berbagai tipe sel
kanker untuk menjelaskan heterogenitas
kanker pada penderita kanker. Sel kanker juga
subjek perubahan genetik yang mungkin
mengalami
perubahan
fenotife
untuk
penelitian dalam jangka waktu yang lama.
Beberapa tipe sel kanker yang telah
diidentifikasi diantaranya adalah sel kanker
payudara (MCF-7, BT-474, MDA-MBA231,
T-47D), servik (HeLa), paru-paru (H460,
H322, H187, N417), pankreas (PK1, CfPAC1,
AsPC1), prostat (LNCaP, C4-2, dan PC-3),
kolon (WiDr), dan getah lambung (MKN28)
(Arya et al. 2011).
Salah satu contoh sel yang sering
digunakan dalam penelitian adalah adalah sel
kanker payudara yang telah dipatenkan oleh
lembaga Michigan Cancer Foundation
(MCF), yaitu sel MCF-7. Sel MCF-7 adalah
jenis sel yang diisolasi pada tahun 1970 dari
jaringan payudara wanita ras kaukasian. Sel
MCF-7 biasa digunakan untuk berbagai
penelitian tentang kanker payudara secara in
vitro karena memiliki beberapa karakteristik
yang sama dengan epitel payudara terkait
kemampuan memproses estrogen dalam
bentuk estradiol melalui reseptor estrogen di
dalam sitoplasma (Pfeiffer 2004).
Sel
MCF-7
memiliki
beberapa
karakteristik terkait sebagai sel model. Saat
ditumbuhkan secara in vitro, sel MCF-7
mampu membentuk kubah dan tumbuh seperti
sel epitel dalam lapisan monolayer.
Pertumbuhan sel MCF-7 dapat dihambat oleh
tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan
perlakuan menggunakan anti estrogen yang
dapat memodulasi insulin-like growth factor
(Levenson & Jordan 1997). Komponenkomponen
ini
mampu
mereduksi
pertumbuhan sel kanker.
Surian
Surian merupakan tanaman kayu tahunan
yang tersebar luas di kawasan asia (Chen et al.
2000). Nama latin tanaman surian yang

dikenal di Indonesia adalah Toona sinensis.
Tanaman ini tergolong ke dalam divisi
Magnoliofita, kelas Magnoliopsida, ordo
Sapindales, famili Meliaceae, dan genus
Toona. Genus Toona memiliki banyak spesies
yang tersebar di berbagai negara di asia,
seperti Toona calantas (mahoni Filipina),
Toona ciliate (mahoni India), Toona febrifuge
(mahoni Vietnam), Toona suriani (mahoni
Indonesia), dan Toona sinensis (mahoni Cina)
(Kumar et al 2012).
Tanaman surian banyak dijumpai di hutanhutan primer dan sekunder. Tanaman ini
menyebar di daerah Sumatera, Jawa, dan
Sulawesi dengan rata-rata suhu tahunan 22oC.
Pohon surian berukuran sedang sampai besar
dengan ketinggian sampai 40 m. Kayu
tanaman surian memiliki bobot yang ringan
dengan warna kayu gubal merah muda dan
teras coklat. Kulit batang surian terlihat
pecah-pecah dan mengeluarkan aroma apabila
dipotong. Surian mempunyai helai daun kecil
dengan bentuk daun majemuk berukuran 32120 cm (Staniforth & Edmons 1998).
Bagian tanaman surian seperti kayu, daun,
akar, kulit, dan buah banyak memiliki
kegunaan. Tanaman surian menghasilkan
kayu dengan kualitas yang sangat baik dan
biasa digunakan sebagai bahan mebel untuk
interior ruangan, kerangka jendela, kursi, dan
lemari. Daun dan tunas muda tanaman surian
biasa digunakan sebagai sayuran di Cina dan
makanan ternak di India. Beberapa bagian
pohon, terutama kulit dan akarnya sering
digunakan sebagai obat tradisional, seperti
antidiare dan antidiuretik. Buah surian dapat
digunakan sebagai obat tradisional untuk
pengobatan infeksi pada mata (Staniforth &
Edmons 1998).
Bagian-bagian tanaman surian seperti
daun, akar, dan kulit memiliki banyak
komponen bioaktif yang dapat berperan
sebagai
antioksidan,
antikanker,
dan
antidiabetes. Berdasarkan hasil penelitian
Rahmawan (2011), ekstrak etanol daun suren
memiliki bioaktivitas yang tinggi dengan nilai
LC50 sebesar 9.5 µg/ml terhadap larva udang
A. salina. Daun tanaman surian sering
digunakan secara tradisional untuk mengobati
disentri, dermatitis, dan enteritis. Senyawa
fitokimia yang terkandung dari hasil ekstrak
daun surian diantaranya adalah β-karoten,
lutein, askorbat, α-tokoferol, dan senyawa
fenolik seperti asam galat dan metil galat
(Cheng et al. 2009). Asam galat merupakan
senyawa terbesar dalam daun surian memiliki
aktivitas antioksidan dan antikanker terhadap
sel kanker prostat (Chen et al. 2009).

5

Gambar 1 Toona sinensis Roemor.
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Ekstraksi dalam ilmu farmasi merupakan
pemisahan senyawa bioaktif tanaman
menggunakan pelarut selektif melalui
prosedur yang telah ditentukan. Selama proses
ekstraksi, pelarut akan berdifusi ke dalam
bagian tanaman dan akan melarutkan
senyawa-senyawa bioaktif tanaman dengan
tingkat kepolaran yang sama. Tujuan utama
ekstraksi pada tanaman obat adalah untuk
memperoleh
senyawa-senyawa
bioaktif
tanaman yang memiliki peran farmakologi
dan menghilangkan senyawa-senyawa yang
tidak diinginkan melalui perlakuan dengan
pelarut selektif yang dikenal dengan istilah
menstrum (Tiwari et al. 2011). Teknik umum
dalam ekstraksi tanaman obat meliputi
maserasi,
perkolasi,
digesti,
soxlet,
microwave-assisted extraction, dan sonikasi.
Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi
kualitas hasil ekstraksi diantaranya adalah
bagian tanaman yang akan diekstrak, pelarut,
dan prosedur ekstraksi (Tiwari et al. 2011).
Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi sangat menentukan terhadap
komponen-komponen
bioaktif
yang
terekstrak. Pelarut yang baik untuk ekstraksi
harus aman (tidak toksik), mudah diuapkan,
memiliki tingkat absorbsi yang baik, dan tidak
memiliki kemampuan yang mengakibatkan
ekstrak membentuk kompleks dengan pelarut.
Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan
dalam proses ekstraksi diantaranya adalah air,
alkohol, kloroform, eter, dan aseton (Tiwari et
al. 2011).
Air merupakan pelarut universal yang
secara tradisional digunakan untuk ekstraksi
dengan cara perebusan. Senyawa bioaktif
flavonoid (umumnya antosianin) dan fenolik
dapat larut di dalam air. Alkohol sangat

efektif
untuk
mengekstraksi
senyawa
polifenol
dibandingkan
dengan
air.
Penambahan air pada alkohol umumnya akan
meningkatkan senyawa flavonoid yang
terekstrak. Senyawa terpenoid sangat baik jika
diekstraksi menggunakan pelarut dengan
kepolaran yang rendah seperti kloroform. Eter
secara umum digunakan untuk mengekstrak
kumarin dan asam lemak. Aseton mampu
melarutkan berbagai komponen hidrofilik dan
lipofilik dari tanaman (Tiwari et al. 2011).
Tanaman memiliki banyak komponen
bioaktif yang tersebar di berbagai bagian
tanaman tersebut. Pemilihan metode ekstraksi
dan pelarut yang digunakan sangat
menentukan
terhadap
senyawa-senyawa
fitokimia yang akan terekstrak. Senyawasenyawa fitokimia ini berperan terhadap
aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh
tanaman. Berbagai metode fitokimia telah
dilakukan untuk mengidentifikasi senyawasenyawa fitokimia yang terdapat pada
tanaman, seperti alkaloid, glikosida, saponin,
fitosterol, fenol, tanin, flavonoid, terpen, asam
amino, dan protein (Tiwari et al. 2011).

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun surian (Toona
sinensis), sel vero (ATCC CCL 81), sel
kanker payudara MCF-7 (ATCC HTB 22),
Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, Media
Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), streptomisin, penicillin, 3-(4-,5
dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium
bromida (MTT), larutan
0.1 N HClisopropanol, aquades, alkohol absolut, etil
asetat, n-heksana, metanol, kertas saring
Whatmann No.1, kloroform, amoniak, H2SO4,
pereaksi Mayer’s, pereaksi Wagner, pereaksi
Dragendroff, HCl, alumunium foil, logam Mg,
FeCl3, H2SO4, AlCl3 10%, NaNO2 5%, NaOH
1 M, reagen Folin-Ciocalteau 10%, Na2CO3
7.5%, asam galat, kuersetin, anhidrida asetat.
Alat-alat yang digunakan adalah oven,
penggiling, pipet tetes, pipet volumetrik, pipet
mikro, neraca analitik, shaker, rotavapor,
spektrofotometer, inkubator CO2, laminar air
flow cabinet, perangkat sumur kultur,
microplate reader, dan alat-alat gelas.
Metode
Ekstraksi Daun Surian (Handa et al. 2008)
Semua daun surian (muda dan tua) dicuci
sampai bersih, kemudian diangin-anginkan di

6

udara terbuka. Pengeringan selanjutnya
dilakukan di dalam oven pada suhu 50°C
selama 24 jam. Daun surian yang sudah
kering digiling menggunakan alat penggiling
(blender) sampai menjadi serbuk. Ekstraksi
daun surian dilakukan menggunakan metode
maserasi (pelarut etanol 70%, etil asetat, dan
n-heksana) dan perebusan (pelarut air).
Serbuk kering (simplisia) daun surian
diekstraksi menggunakan berbagai pelarut
dengan perbandingan 1:10 (b/v) secara
maserasi selama 24 jam dengan pengadukan
menggunakan shaker pada kecepatan 150
rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas
Whatmann No. 1 dan filtratnya ditampung
dalam wadah plastik. Perlakuan maserasi
(menggunakan sampel daun, bekas maserasi
sebelumnya) diulang hingga 3 kali. Hasil
maserasi dipekatkan dengan rotavapor hingga
didapat ekstrak yang kering. Ekstrak
kemudian diukur berat bersihnya.
Ekstraksi daun surian menggunakan
pelarut air dilakukan dengan cara merebus
simplisia daun surian pada air mendidih
selama 2 jam. Simplisia daun surian
dicampurkan
ke
dalam
air
dengan
perbandingan 1:10 (b/v), kemudian direbus
pada suhu 100oC selama 2 jam. Hasil rebusan
simplisia daun surian disaring dengan kertas
Whatmann No. 1 dan filtratnya ditampung
dalam wadah plastik. Perebusan simplisia
daun surian alam air (menggunakan sampel
daun, bekas perebusan sebelumnya) diulang
hingga 3 kali. Filtrat hasil rebusan
dikumpulkan dan kemudian dipekatkan
dengan rotavapor hingga didapat ekstrak yang
kering. Ekstrak diukur berat bersihnya.
Analisis Fitokimia (Vinod et al. 2010)
Uji alkaloid. Uji alkaloid dilakukan
berdasarkan metode Meyer, Wagner, dan
Dragendroff. Sebanyak 50 mg ekstrak
ditambahkan 3 mL kloroform dan 3 tetes
amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan
diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi
asam diambil, kemudian ditambahkan
pereaksi Meyer, Wagner, Dragendroff.
Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan
coklat oleh pereaksi Wagner, dan endapan
merah oleh pereaksi Dragendroff.
Uji saponin. Sebanyak 50 mg ekstrak
dimasukan dalam gelas piala kemudian
ditambahkan 50 ml air panas dan didihkan
selama 5 menit, setelah itu disaring dan
filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji
saponin dilakukan dengan pengocokan 10 mL
filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10

detik kemudian dibiarkan selama 10 menit.
Adanya
saponin
ditunjukan
dengan
terbentuknya buih atau busa yang stabil.
Uji flavonoid. Sebanyak 50 mg ekstrak
ditambahkan methanol 30% sampai terendam
dan dipanaskan selama 5 menit. Setelah
dipanaskan, ekstrak disaring sehingga
diperoleh filtratnya. Filtrat ekstrak kemudian
ditambahkan 1 tetes NaOH 10%. Adanya
flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah pada filtrat setelah ditambahkan
NaOH 10%.
Uji tanin dan fenol. Sebanyak 0.1 gram
ekstrak ditambahkan 2 mL air kemudian
dididihkan selama beberapa menit. Lalu
disaring dan filtratnya ditambah 1 tetes FeCl3
1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan
menunjukkan adanya tanin.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak
50 mg ekstrak ditambah asam asetat anhidrida
sampai terendam dalam tabung reaksi dan
dipanaskan selama 5 menit. Setelah
dipanaskan, campuran ekstrak didinginkan
dan kemudian ditambahkan 1 tetes H2SO4
pekat melalui sisi tabung. Cincin berwarna
coklat akan terbentuk pada dua lapisan cairan.
Warna hijau pada lapisan atas menunjukkan
adanya steroid, sedangkan warna merah pada
lapisan
bawah
menunjukkan
adanya
triterpenoid.
Penentuan
Bilangan
Total
Fenolik
(Javanmardi et al. 2003) dan Flavonoid
(Jiang et al. 2009) Ekstrak Daun Surian
Sebanyak 0.2 ml ekstrak daun surian (tiga
kali ulangan) dengan konsentrasi 100 mg/L,
2.5 ml reagen Folin-Ciocalteau 10%, dan 2 ml
Na2CO3 7.5% dicampurkan dan diinkubasi
selama 15 menit pada suhu 45oC. Absorban
larutan diukur menggunakan spektofotometer
pada panjang gelombang 765 nm. Total
fenolik ekstrak daun surian diekspersikan
sebagai miligram (mg) asam galat ekuivalen
per gram bobot ekstrak kering (mg GAE/g
ekstrak daun surian). Sebagai standar
digunakan asam galat pada berbagai
konsentrasi (0, 40, 60, 80, 100 mg/L).
Sebanyak 0.5 ml ekstrak daun surian (tiga
kali ulangan) dengan konsentrasi 5000 mg/L
dilarutkan ke dalam labu erlemenyer yang
berisi 5 ml akuades. Kemudian, 0.3 ml NaNO2
ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer.
Setelah lima menit reaksi, 0.6 ml AlCl3 10%
ditambahkan dan enam menit kemudian 2 ml
NaOH 1 M ditambahkan. Absorban larutan
diukur pada panjang gelombang 510 nm dan
total flavonoid ekstrak daun surian
diekspresikan sebagai milligram (mg)

7

kuersetin ekuivalen per gram ekstrak kering
(mg QE/g ekstrak daun surian). Sebagai
standar digunakan kuersetin pada berbagai
konsentrasi (0, 20, 40, 60, 80, 100 mg/L).
Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian
Terhadap Sel Vero dan MCF 7 (Yang et al.
2010)
Uji Sitotoksisitas pada sel vero dan MCF7 menggunakan metode MTT assay. Sel vero
(ATCC CCL 81) dan MCF-7 (ATCC HTB
22) dibiakan dalam media DMEM, dilengkapi
dengan 10% FBS (Fetal Bovine Serume),
penicillin 100 U/ml, dan streptomisin 100
µg/ml. Sel (2x103 sel per sumur) di kultur
dalam mikroplate berisi 100 µL media
pertumbuhan per sumur dan diinkubasikan
pada suhu 37oC selama 24 dan atmosfer 5%
CO2.
Pengujian sitotoksisitas secara kolorimetri
menggunakan reagen MTT. Ekstrak daun
surian sebanyak 10 µL pada berbagai
konsentrasi ditambahkan ke dalam kultur sel
sehari setelah transplantasi. Konsentrasi
ekstrak daun surian yang digunakan untuk
perlakuan terhadap sel vero adalah 10, 50,
100, 500, dan 1000 µg/ml, sedangkan
konsentrasi ekstrak daun surian untuk
perlakuan terhadap sel MCF-7 sebesar 6.25,
12.5, 50, dan 100 µg/ml. Sel yang tidak
mendapat perlakuan ekstrak daun surian
dijadikan sebagai kontrol. Pada hari ketiga
ditambahkan 20 µL reagen MTT sebanyak 5
mg/ml per sumur. Setelah 4 jam inkubasi
ditambahkan 100 µL larutan 0.1 N HClisopropanol ke dalam tiap sumur untuk
melarutkan kristal formazan yang terbentuk.
Pengukuran
Absorban
(A)
dilakukan
menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang 595 nm.
Semua tahapan
dilakukan triplo.
Analisis Data
% Inhibisi =
Nilai Inhibition concentration 50% (IC50)
ditentukan melalui persamaan regresi. IC50
adalah konsentrasi perlakuan yang mampu
menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50%.

dan n-heksana (non polar). Metode ekstraksi
yang digunakan adalah maserasi dan
perebusan. Metode maserasi dilakukan untuk
mengekstrak daun surian dengan pelarut
etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana,
sedangkan metode perebusan dilakukan untuk
mengekstrak daun surian menggunakan
pelarut air.
Metode maserasi dilakukan karena sangat
sederhana dan baik digunakan untuk
mengekstrak senyawa yang bersifat tidak
tahan panas. Simplisia daun surian selama
proses maserasi direndam ke dalam pelarut
selama 2-3 hari. Perendaman simplisia dalam
pelarut akan mengakibatkan dinding sel daun
surian menjadi lisis sehingga senyawa bioaktif
dalam daun surian akan keluar dan terlarut
dalam pelarut yang digunakan (Tiwari et al.
2011). Sementara itu, ekstraksi daun surian
dengan metode perebusan menggunakan
pelarut air didasarkan atas kebiasan pada
masyarakat dalam membuat jamu herbal
dengan cara merebusnya dengan air.
Rendemen hasil ekstraksi menghasilkan
nilai yang berbeda-beda sesuai dengan pelarut
yang digunakan. Tabel 1 menunjukkan nilai
rendemen kering oven ekstrak daun surian.
Rendemen terbesar diperoleh pada ekstrak
etanol 70% sebanyak 34.85%, diikuti oleh
ekstrak air, etil asetat, dan n-heksana. Hasil ini
mengindikasikan
komponen-komponen
bioaktif dalam daun surian lebih bersifat polar
karena banyak terekstrak pada pelarut polar.
Daun surian kaya akan senyawa fenolik
yang bersifat polar seperti asam galat, metil
galat, dan flavonoid (Cheng et al. 2009). Hal
inilah yang menyebabkan rendemen ekstrak
daun surian lebih banyak pada pelarut yang
bersifat polar (akuades dan etanol 70%)
dibandingkan pelarut semipolar (etil asetat)
dan non polar (n-heksana). Senyawa fenolik
ini juga memiliki peran sangat besar terhadap
aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh
ekstrak daun surian, seperti sebagai
antioksidan (Jiang et al. 2009), antivirus
(Chen
et
al.
2008),
dan potensi
sitotoksisitasnya yang sangat kuat terhadap sel
kanker prostat (Chen et al. 2009)
Tabel 1 Rendemen ekstrak daun surian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Surian
Ekstraksi
daun
surian
dilakukan
menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda, yaitu air (polar),
etanol 70% (polar), etil asetat (semi polar),

Ekstrak

Bobot
simplisia
(g)

Bobot
ekstrak
(g)

Rendemen
(%)

Air
Etanol 70%
Etil Asetat
N-Heksana

20
20
20
20

6.707
6.970
1.276
0.263

33.54
34.85
6.38
1.31

8

Uji Fitokimia
Berbagai
aktivitas
biologi
yang
ditimbulkan
oleh
tumbuhan
sangat
dipengaruhi oleh senyawa fitokimia yang
terkandung didalamnya. Senyawa-senyawa
fitokimia yang terdapat pada ekstrak daun
surian ini diantaranya adalah alkaloid, tanin,
fenol, flavonoid, steroid, saponin, dan
triterpenoid (Tabel 2). Berdasarkan hasil
penelitian Chen et al. (2000), daun surian
kaya akan senyawa
flavonoid, alkaloid,
terpen, dan antraquinon. Selain itu, Negi et
al.(2011) juga melaporkan bahwa tumbuhan
genus Toona mengandung senyawa fitokimia
kumarin, flavonoid, fitosterol, fenol, tanin,
fenol, alkaloid, triterpen, dan antrakuinon.
Perbedaan jenis pelarut yang digunakan
dalam proses ekstraksi memberikan hasil yang
berbeda terhadap senyawa fitokimia yang
terdapat pada daun surian. Berdasarkan hasil
uji fitokimia dapat terlihat senyawa-senyawa
yang bersifat nonpolar seperti steroid akan
terekstrak ke dalam pelarut yang bersifat
nonpolar (n-heksana). Senyawa triterpenoid
juga lebih cenderung tertarik ke pelarut yang
bersifat non polar walaupun masih bisa
terekstrak oleh pelarut polar. Hal yang sama
juga terlihat dari senyawa fitokimia yang
bersifat lebih polar seperti fenol, flavonoid,
dan tanin yang sebagian besar terekstrak ke
dalam pelarut polar (air dan etanol 70%).
Kepolaran senyawa fenol, flavonoid, dan tanin
ini disebabkan oleh adanya gugus hidroksil
pada senyawa tersebut.
Secara umum ekstrak etil asetat daun
surian mengandung senyawa fitokimia yang
lebih banyak dibandingkan semua ekstrak
yang lainnya. Etil asetat merupakan pelarut
semipolar sehingga masih mampu menarik
komponen-komponen bioaktif daun surian
baik yang bersifat polar maupun non polar.
Banyaknya senyawa fitokimia yang terekstrak
ini diharapkan berkorelasi positif terhadap
aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh
ekstrak daun surian.

Senyawa fitokimia dalam daun surian ini
memiliki berbagai efek farmakologi, terutama
senyawa fenoliknya. Senyawa fenolik
merupakan metabolit sekunder yang sangat
melimpah dan secara luas terdistribusi di
dalam tanaman (Dai & Mumper 2010). Salah
satu aktivitas farmakologi yang ditimbulkan
daun surian adalah aktivitas sitotoksisitasnya
yang sangat kuat terhadap beberapa sel
kanker, seperti sel kanker ovarium dan prostat
(Chen et al. 2009).
Asam galat merupakan salah satu
senyawa fenolik terbesar dalam daun surian
berperan sebagai agen antikanker terhadap sel
kanker leukemia (Yang et al. 2006) dan
prostat (Chen et al. 2009) melalui mekanisme
pembangkitan reactive oxygen species (ROS)
yang menginduksi terjadinya apoptosis.
Flavonoid dalam daun surian juga dilaporkan
berperan sebagai antioksidan (Jiang et al.
2009). Salah satu senyawa fenolik yang
lainnya, metil galat memiliki aktivitas
antioksidan dan mampu
menghambat
terjadinya stres oksidatif yang ditimbulkan
oleh hidrogen peroksida (Hsieh et al. 2004).
Aktivitas antioksidan senyawa fenolik asam
galat yang terdapat di dalam daun surian juga
diduga berperan dalam aktivitas antikanker
yang ditimbulkannya dengan cara mencegah
perusakan DNA oleh serangan radikal bebas.
Perusakan DNA akibat serangan radikal bebas
dapat memicu terjadinya kanker (Sandhar et
al. 2011).
Senyawa-senyawa fitokimia yang lainnya
juga memiliki aktivitas farmakologi yang
berbeda-beda. Tanin yang merupakan salah
satu senyawa fenolik telah diketahui memiliki
aktivitas antioksidan dan antimikroba.
Saponin yang dikenal dengan
zat busa
(detergen) digunakan sebagai obat untuk
hiperkolesterolemia,
hiperglikemia,
antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi.
Steroid pada tanaman diketahui memiliki
aktivitas
kardiotonik
dan
antibakteri
(Sermakkani & Thangapandian 2010).

Tabel 2 Senyawa fitokimia ekstrak daun surian
Senyawa fitokimia
Ekstrak
Air
Etanol 70%
Etil Asetat
Alkaloid
+
+
+
Tanin
+
+
+
Fenolik
+
+
+
Flavonoid
+
+
Steroid
+
Saponin
+
Terpenoid
+
+
+
Keterangan :
+ : Mengandung senyawa fitokimia yang diuji
- : Tidak mengandung senyawa fitokimia yang diuji

N-Heksana
+
+
+

9

Total Fenolik dan Flavonoid Ekstrak
Daun Surian
Penentuan total fenolik dan flavonoid
didasarkan
pada
prinsip
kolorimetri
menggunakan metode Folin-Ciocalteau assay
(FCA) dan alumunium chloride
assay.
Metode FCA yang digunakan untuk
menentukan jumlah total fenolik dinilai lebih
baik
dibandingkan
beberapa
metode
penentuan total fenolik lainnya seperti FolinDenis assay (FDA). Prinsip penentuan total
fenolik melalaui metode Folin-Ciocalteau
assay adalah transfer elektron dalam kondisi
medium basa dari senyawa fenolik ke asam
fosfomolibdat
(H3PMo12O40)
atau
fosfotungstat (H3PW12O40) yang terdapat di
dalam reagen Folin-Ciocalteau membentuk
kompleks warna biru yang diukur nilai
absorbannya. Pembentukan kompleks warna
biru ini sebanding dengan jumlah senyawa
fenolik yang terkandung dalam suatu sampel
(Dai & Mumper 2010). Sementara itu, reaksi
antara senyawa flavonoid dengan reagenreagen yang digunakan dalam penentuan total
flavonoid akan membentuk kompleks warna
jingga atau kuning. Intensitas warna ini yang
diukur nilai absorbannya sebanding dengan
jumlah total flavonoid yang terkandung dalam
suatu sampel.
Jumlah total fenolik dan flavonoid ekstrak
daun surian sangat dipengaruhi oleh pelarut
yang digunakan. Ekstrak etanol 70% daun
surian memiliki jumlah total fenolik sebesar
500.30 mg GAE/g ekstrak. Total fenolik
ekstrak etanol 70% ini lebih besar
dibandingkan ekstrak air, etil asetat, dan nheksana yang memiliki jumlah total fenolik
masing-masing sebesar 465.30 mg GAE/g
ekstrak, 192.80 mg GAE/g ekstrak, dan
109.30 mg GAE/g ekstrak (Tabel 3). Total
flavonoid ekstrak daun surian juga lebih
banyak terdapat pada ekstrak dengan pelarut
polar, yaitu air dan etanol 70%. Namun,
dalam penentuan total flavonoid ini, ekstrak
air memiliki total flavonoid yang paling besar
dibandingkan dengan semua ekstrak lainnya,
yaitu sebesar 92.10 mg QE/g ekstrak. Total
flavonoid untuk ekstrak etanol 70%, etil
asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar
62.96 mg QE/g ekstrak, 23.43 mg QE/g
ekstrak, dan 12.70 mg QE/g ekstrak (Tabel 3).
Pemilihan pelarut sangat mempengaruhi
terhadap jumlah senyawa fenolik yang
terekstrak. Pelarut polar seperti air dan etanol
sangat efektif untuk mengekstraksi senyawa
fenolik dan flavonoid. Hal inilah yang
menyebabkan total fenolik dan flavonoid
terbesar ekstrak daun surian terdapat pada

ekstrak dengan pelarut polar (air dan etanol).
Ekstraksi senyawa f