Model Spasial Bahaya Lahan Kritis di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi

MODEL SPASIAL BAHAYA LAHAN KRITIS
DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI

SITI HADJAR KUBANGUN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Model Spasial
Bahaya Lahan Kritis di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Siti Hadjar Kubangun
NRP A153110011

RINGKASAN
SITI HADJAR KUBANGUN. Model Spasial Bahaya Lahan Kritis di Kabupaten
Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA dan
KOMARSA GANDASASMITA.
Pemanfaatan lahan dapat mengakibatkan proses degradasi, jika melampaui
kemampuannya. Hal tersebut jika dibiarkan akan mengakibatkan lahan kritis.
Dampak lahan kritis adalah menghasilkan lahan yang mengalami penurunan
kualitas sifat-sifat tanah, selain menurunkan fungsi konservasi, produksi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengkajian lahan kritis dinilai sangat
penting dilakukan untuk kepentingan masyarakat dalam mendukung upaya
pemerintah guna mitigasi bahaya lahan kritis.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memilih parameter lahan kritis, (2)
memetakan distribusi dan tingkat bahaya lahan kritis pada skala Meso
(menengah), (3) pemodelan spasial perubahan penutupan/penggunaan lahan,
untuk memprediksi bahaya lahan kritis ke depan. Berdasarkan tujuan tersebut,

maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) pemilihan parameter
lahan kritis berdasarkan dominasi kriteria dari beberapa dipublikasi oleh peneliti
dan lembaga sebelumnya, (2) mengoverlay parameter-parameter lahan kritis
tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
memperoleh peta lahan kritis (3) pemodelan spasial perubahan lahan dengan
metode Artificial Neural Network (ANN).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa parameter terpilih untuk
menilai lahan kritis terdiri atas: indeks penutup/penggunaan lahan, kerapatan
vegetasi, dan bahaya erosi. Lahan kritis di daerah penelitian, didominasi oleh
tingkat kerusakan kelas sedang. Lahan-lahan yang tergolong kritis di daerah
penelitian mencakup daerah dengan kemiringan >25% dengan penutupan/
penggunaan lahan yang telah terkonversi sehingga mengakibatkan tingginya laju
erosi. Faktor utama penyebab konversi lahan adalah meningkatnya kepadatan
penduduk yang disebabkan oleh tingginya kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Selain kepadatan penduduk, kemiringan lereng, jarak dari jalan dan permukiman
juga menjadi faktor penyebab konversi lahan. Upaya pemanfaatan lahan
sebaiknya didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tidak
hanya berorientasi pada kebutuhan sosial dan ekonomi, namun juga berorientasi
pada lingkungan yang berkelanjutan.
Kata kunci: Artificial Neural Network (ANN), bahaya lahan kritis, mitigasi, model

spasial, SIG

SUMMARY
SITI HADJAR KUBANGUN. Spatial Model of Critical Land Hazard in the
Regency of Bogor, Cianjur, and Sukabumi. Supervised by OTENG HARIDJAJA
and KOMARSA GANDASASMITA.
Land use can result in the degradation process, if it is beyond the
capability. The impact of critical land can produce a land that has decreased the
quality of soil characteristics, which can interfere with the function of
conservation, production, economic, and social life of the community. Research of
critical land is very important to the public interest in supporting the government's
efforts to mitigate hazards of critical land.
The objectives of this research are: (1) to choose the parameters of critical
land, (2) to map the distribution and the hazard of critical land in medium-scale,
(3) to spatial modeling land use/cover change. The methods of this research are:
(1) the selecting of parameters of critical land based on the dominance criterion of
previous studies, (2) overlay these parameters for mapping of critical land using
Geographic Information System (GIS), (3) modeling the spatial land use/cover
change with the method of Artificial Neural Network (ANN).
The results of this research indicate that the selected paramaters to assess

the critical land consist of an index of land use/cover, density of vegetation, and
erosion. Critical land in the research area, dominated by a moderate level of
damage class. Land classified as critically covering the area with a steep slope and
land use/cover that has been converted, so it can result in high rates of erosion in
the research area. The main factors causing land use/cover change are increasing
population density, because the need for food, clothing, and shelter. In addition,
slope, distance from roads and settlements, resulted change of land also. Efforts
land use should be supported by an increase in human resources, which are not
only oriented to the social and economic needs, but also oriented towards
sustainable environment.
Keywords: Artificial Neural Network (ANN), the hazards of critical land,
mitigation, spatial models, GIS.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL SPASIAL BAHAYA LAHAN KRITIS
DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI

SITI HADJAR KUBANGUN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Khursatul Munibah, MSc


Judul Tesis : Model Spasial Bahaya Lahan Kritis di Kabupaten Bogor, Cianjur,
dan Sukabumi
Nama
: Siti Hadjar Kubangun
NRP
: A153110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc
Ketua

Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Mitigasi Bencana Kerusakan
Lahan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Boedi Tjahjono, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 12 Januari 2015
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala Ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Karya ilmiah ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, dengan judul Model Spasial Bahaya Lahan Kritis di
Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Karya ilmiah ini dilaksanakan mulai
bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2014, yang sebagian dari Karya Ilmiah ini
telah penulis sampaikan pada Seminar Nasional Soilidarity Ilmu Tanah IPB pada
7 November 2013.
Karya ilmiah ini mencakup beberapa tujuan penelitian, yakni memetakan
lahan kritis untuk skala Meso di lokasi penelitian, berdasarkan pemilihan
parameter dominan yang telah dipublikasikan oleh lembaga maupun peneliti
sebelumnya dan menyusun model spasial bahaya lahan kritis berdasarkan
perubahan penutupan/ penggunaan lahan dengan menggunakan metode Artificial
Neural Network (ANN). Keluaran yang dicapai dari penelitian ini adalah pada
lokasi penelitian kelas lahan kritis didominasi oleh kelas lahan kritis sedang,
berdasarkan parameter indeks penutupan/penggunaan lahan, kerapatan vegetasi
dan bahaya erosi. Hasil pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan
menunjukan bahwa faktor kepadatan penduduk, memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap perubahan lahan, yang merupakan indikator terjadinya lahan kritis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan
kepada Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc selaku ketua pembimbing dan Alm.

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc selaku anggota pembimbing, atas arahan dan
bimbingan yang sangat berharga kepada penulis, juga kepada Bapak Dr Boedi
Tjahjono, MSc selaku ketua program studi, Ibu Dr. Khursatul Munibah, MSc
selaku penguji luar komisi beserta staf dosen Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan,
IPB dan kepada semua pihak yang telah membantu.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini menjadi sumbangsih penulis terhadap
ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima
kasih.
Bogor, Februari 2015
Siti Hadjar Kubangun

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Lahan Kritis

Kriteria Penilaian dan Klasifikasi Lahan Kritis
Pemodelan Perubahan Lahan (Land Change Modeler) dengan Metode
Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)

5
5
5

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian

8
8
9
9

6

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Wilayah Administrasi
Topografi
Curah Hujan
Tanah
Penutupan/penggunaan Lahan
Demografi

20
20
21
22
23
24
26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Parameter Lahan Kritis
Penilaian Parameter Lahan Kritis
Pemetaan Lahan Kritis
Model Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

28
28
29
37
40

6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

56
56
56

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

61

DAFTAR TABEL
1 Matriks hubugan antara tujuan penelitian dengan jenis data, sumber
data, dan metode analisis
2 Urutan parameter penentu dan bobotnya
3 Parameter penentu, kriteria, skor dan nilai lahan kritis
4 Nilai kelas lahan kritis
5 Luas topografi di lokasi penelitian
6 Luas jenis tanah di lokasi penelitian
7 Luas penutupan/penggunaan lahan lokasi penelitian
8 Matriks perbandingan parameter penentu lahan kritis
9 Luas kelas kemampuan lahan
10 Luas penutupan/penggunaan lahan
11 Luas indeks penutupan/penggunaan lahan
12 Matriks indeks penutupan/penggunaan lahan
13 Luas kerapatan vegetasi
14 Luas bahaya erosi
15 Luas persebaran lahan kritis
16 Luas persebaran lahan kritis di setiap kabupaten
17 Luas penggunaan lahan lokasi penelitian pada tahun 2000, 2003, 2006,
2009 dan 2011
18 Matriks prediksi perubahan penutupan/penggunaan lahan
19 Validasi silang luas proyeksi model tahun 2011 dengan luas peta
penutupan/penggunaan lahan tahun 2011
20 Prediksi luas penggunaan lahan pada tahun 2022
21 Luas perbandingan rencana pola ruang dengan penggunaan lahan
22 Luas lahan kritis 2011 dengan prediksi lahan kritis pada tahun 2022
23 Luas prediksi lahan kritis pada tahun 2022 dengan pola ruang

10
15
16
17
21
24
25
28
29
31
32
32
34
36
38
38
40
47
49
50
52
53
54

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Diagram alur kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Kelas kemampuan lahan (Arsyad 2010)
Diagram alur penilaian parameter indeks penutupan/penggunaan lahan
Diagram alur penilaian parameter bahaya erosi
Diagram alur penilaian parameter kerapatan vegetasi
Diagram alur pemetaan lahan kritis
Ilustrasi overlay (Indarto dan Faisol 2012)
Diagram alur pembuatan ANN pada modul LCM
Persebaran wilayah administrasi di lokasi penelitian
Persebaran kemiringan lereng di lokasi penelitian
Persebaran curah hujan di lokasi penelitian
Persebaran jenis tanah di lokasi penelitian
Persebaran penutupan/penggunaan lahan di lokasi penelitian (2011)
Persebaran kepadatan penduduk di lokasi penelitian
Persebaran kelas kemampuan lahan di lokasi penelitian

4
8
11
12
13
14
14
16
19
20
21
22
23
25
27
30

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Persebaran penutupan/penggunaan lahan di lokasi penelitian (2011)
Persebaran indeks penutupan/penggunaan lahan di lokasi penelitian
Persebaran kerapatan vegetasi di lokasi penelitian
Persebaran NDVI
Persebaran bahaya erosi di lokasi penelitian
Persebaran lahan kritis di lokasi penelitian
Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000 – 2011
Perubahan Penggunaan Lahan Antara Tahun 2000 dan 2011 (Km2)
Faktor pendorong (a) Jarak ke jalan (b) Jarak ke Pemukiman
(c) Kepadatan penduduk; dan (d) Kontur
Lokasi perubahan penggunaan lahan antara tahun 2000 dan 2011
Grafik faktor pendorong terhadap perubahan lahan
Peta prediksi penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2022
Pola Ruang RTRW untuk lokasi penelitian
Prediksi lahan kritis pada tahun 2022
Prediksi lahan kritis pada tahun 2022 dengan pola ruang

31
33
34
35
36
37
41
42
44
45
46
50
51
53
55

DAFTAR LAMPIRAN
Tabel
1
2
3
4
5

6
7
8

Parameter, sumber data dan lembaga penyedia data untuk penyusunan
kriteria lahan kritis pada tingkat kabupaten (Barus et al. 2011)
Variabel dan pembobotan kriteria lahan kritis untuk skala semi-detil
(Mashudi, 2010)
Kriteria penilaian lahan kritis berdasarkan Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (1997)
Kriteria baku kerusakan lahan di lahan kering untuk produksi biomassa
berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup (2000)
Kriteria lahan kritis berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia No.P.32/Menhut-II/2009 tentang tata cara penyusunan
rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan daerah aliran sungai
Penilaian tingkat lahan kritis berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia No.P.32/Menhut-II/2009
Validasi pemetaan lahan kritis
Deskripsi lahan kritis di lokasi penelitian

61
61
62
62

63
66
67
68

Gambar
1
2
3
4
5
6

Analisis Citra Landsat 7 ETM (Path 122 Row 065)
Analisis NDVI (Normalized Diferrence Vegetation Index)
Sebaran 67 titik sample (52 titik verifikasi penutupan/penggunaan lahan
dan 15 titik validasi hasil pemetaan lahan kritis)
Kelas lahan kritis
Tipe penggunaan lahan
Kondisi wilayah lokasi penelitian

69
70
71
72
73
74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami peristiwa degradasi
(pemunduran/penurunan) kualitas tanah, baik bersifat sementara maupun tetap
akibat faktor biofisik lahan yang terganggu. Contoh bentuk gangguan salah
satunya adalah gangguan terhadap vegetasi sebagai tumbuhan penutup tanah,
sehingga dapat mengakibatkan tingginya laju peristiwa erosi (Arsyad 2010).
Dampak dari lahan kritis meliputi tidak hanya pemunduran sifat-sifat
tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Fungsi konservasi berarti lahan sudah
tidak mampu lagi berfungsi menjaga tata air, sumberdaya tanah, serta
biodiversitas yang hidup pada lahan tersebut, sedangkan fungsi produksi, berarti
lahan sebagai media tumbuh dan berkembang tanaman pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, permukiman, industri, dan pariwisata akan terganggu
sehingga akibatnya akan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut (Barus et al. 2011).
Lahan kritis sebagai hasil akhir dari proses degradasi lahan, pada mulanya
terjadi akibat adanya pemanfaatan lahan yang berlebihan tanpa memperhatikan
aspek kemampuan dan pengelolaan lahan. Keadaan ini kemudian mengakibatkan
tingginya laju erosi dan terbentuklah lahan kritis. Di Indonesia peristiwa erosi
umumnya disebabkan oleh air hujan karena mempunyai iklim tropis (Arsyad
2010). Selain faktor penggunaan lahan dan curah hujan, terjadinya lahan kritis
juga didukung oleh faktor topografi, seperti kondisi lereng yang curam serta
kondisi lahan yang memiliki tanah yang peka terhadap erosi (Barus et al. 2011).
Luas lahan kritis yang terjadi di Indonesia, menurut data Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2012) mencakup lahan-lahan
yang tergolong kelas Agak Kritis, Kritis, dan Sangat Kritis, yang pada tahun 2009
mencapai luas 77.806.881 Ha, pada tahun 2010 meningkat menjadi 82.176.443
Ha, dan pada tahun 2011 meningkat lagi mencapai 104.202.026 Ha. Peningkatan
lahan kritis ini terutama terjadi di Indonesia bagian barat yang beriklim tropika
basah, mempunyai jumlah penduduk yang tinggi, dan pemanfaatan lahan yang
intensif.
Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Indonesia bagian barat yang
memiliki curah hujan yang relatif tinggi dan topografi yang beragam mulai dari
datar hingga berbukit dan bergunung. Dengan adanya banyak pegunungan
vulkanik, maka sebagian besar Pulau Jawa didominasi oleh tanah yang berasal
dari material piroklastik yang secara umum bersifat agak peka hingga sangat peka
terhadap erosi. Daerah vulkanik yang subur ini juga memiliki jumlah penduduk
yang sangat tinggi, yakni sekitar 54% dari total penduduk di Indonesia dan
kepadatan penduduk tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat (BAPPEDA Provinsi
Jawa Barat 2010).
Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penduduk 43.053.732 jiwa yang
berada di wilayah dengan luas 37.173,97 km2. Kondisi geografis di provinsi ini
meliputi daerah berpegunungan di bagian selatan dengan ketinggian yang
mencapai ±2.900 m dari permukaan laut (dpl) dan mencakup luas sekitar 10% dari

2

total luas wilayah provinsi ini. Untuk daerah perbukitan meliputi luasan 36%,
terletak di bagian tengah dan mempunyai ketinggian antara 10 – 1.500 m dpl,
sedangkan daerah dataran terletak di bagian utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl
dan mencakup 54% dari luas provinsi ini. Iklim di Provinsi Jawa Barat tergolong
“basah” hingga “sangat basah” dengan curah hujan mencapai 4.000 mm/thn
dengan jumlah hari hujan tergolong tinggi yakni mencapai 26 hari hujan/bulan
terutama di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Suhu rata-rata berkisar
antara 17 – 300C dan kelembaban udara antara 73 – 84 % (BPS Provinsi Jawa
Barat 2012).
Berdasarkan gambaran sifat fisik-geografis wilayah Provinsi Jawa Barat
tersebut, maka Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi
tergolong ke dalam wilayah yang berpotensi memiliki lahan kritis. Topografi
ketiga wilayah ini sangat beragam, mulai dari relief datar hingga bergunung
dengan curah hujan yang tinggi. Tanah yang berasal dari material piroklastik
gunung vulkanik yang subur mengakibatkan penggunaan lahan di ketiga wilayah
ini didominasi oleh lahan pertanian (ladang/tegalan), akibatnya wilayah ini sangat
retan terhadap erosi. Selain hal tersebut, luas lahan kritis pada tahun 2011 di tiga
kabupaten ini mencapai sekitar 30% dari total luas lahan kritis yang ada di
Provinsi Jawa Barat (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial 2012).
Perumusan Masalah
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh lahan kritis telah menjadi
perhatian dari berbagai pihak. Untuk mencegah perkembangan lahan kritis,
beberapa lembaga terkait telah melakukan program-program yang bertujuan untuk
merehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GERHAN) dan juga Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis
(GRLK).
Menurut data Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial (2012), lahan kritis di Jawa Barat pada tahun 2009 adalah 408.628 Ha, pada
tahun 2010 mencapai 1.380.222 Ha, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi
1.796.028 Ha. Lahan-lahan yang dikelaskan kritis ini mencakup lahan-lahan
dengan kategori Agak Kritis, Kritis, dan Sangat Kritis; sedangkan menurut data
BPLHD Provinsi Jawa Barat (2012), luas lahan kritis pada tahun 2006 di Provinsi
Jawa Barat telah mencapai 592.607 Ha. Setelah dilakukan rehabilitasi, tahun 2009
luas lahan kritis mulai mengalami penurunan sebesar 6% sehingga menjadi
557.396 Ha.
Berdasarkan angka-angka tersebut maka dapat dilihat bahwa pada daerah
dan tahun yang sama (2009), luas lahan kritis memiliki angka yang berbeda-beda.
Munculnya perbedaan luasan lahan kritis ini, tampak lebih disebabkan oleh
adanya perbedaan definisi, kriteria, dan pengkelasan tingkat lahan kritis oleh
berbagai lembaga, instansi, atau pakar. Perbedaan ini dalam perjalanannya
disadari atau tidak dapat menjadi salah satu faktor penghambat untuk keberhasilan
kegiatan penanganan lahan kritis (Mashudi 2010). Padahal keakuratan data
mengenai lahan kritis dan ketepatan dalam penyampaiannya kepada masyarakat
sangat penting dilakukan guna mendukung upaya mitigasi terhadap bahaya/
ancaman lahan kritis yang ada (BNPB 2012).

3

Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur
merupakan kabupaten yang terletak di sekitar Ibu Kota DKI Jakarta, sehingga di
ketiga kabupaten ini banyak mengalami perubahan karena tingginya interaksi baik
sosial, ekonomi, maupun budaya dengan DKI Jakarta. Dari interaksi ini dampak
yang dirasakan terutama adalah cepatnya laju konversi lahan, terutama dari lahan
hutan ke lahan pertanian atau dari lahan pertanian ke non-pertanian. Gejala ini
dapat mengancam kondisi ekologi, salah satunya adalah dalam bentuk munculnya
lahan kritis. Pencegahan atau mitigasi terhadap lahan kritis akhirnya menjadi
program yang penting agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan.
Upaya mitigasi pada lahan kritis ini salah satunya dapat dilakukan melalui
upaya identifikasi lokasi yang mempunyai tingkat kekritisan lahan dan selanjutnya
melakukan prediksi bahaya lahan kritis ke depan. Prediksi ini dapat dilakukan
melalui pemodelan, dan salah satunya adalah melalui pemodelan perubahan
penutupan/penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan hubungan antara
manusia dengan lahan dan seringkali melahirkan ancaman terhadap penurunan
kualitas lahan. Hasil pemodelan ini selanjutnya dapat digunakan untuk
mendukung program-program yang terkait dengan upaya mitigasi.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah, maka penelitian ini mengambil
lokasi di tiga kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur, dengan tujuan :
1. Memilih parameter untuk penilaian lahan kritis (skala meso).
2. Memetakan lahan kritis di daerah penelitian.
3. Membuat model spasial bahaya lahan kritis berdasarkan perubahan
penutupan/penggunaan lahan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi
penting tentang lahan kritis di daerah penelitian, khususnya menjadi masukan bagi
pemerintah daerah setempat untuk pengambilan kebijakan dalam tata ruang, selain
untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Kerangka Pemikiran
Kekritisan lahan dimulai ketika lahan telah mengalami proses degradasi
dimana sifat-sifat tanah menjadi tidak berkualitas akibat kesalahan pengelolaan
dalam pemanfaatannya. Proses degradasi mula-mula terjadi akibat adanya unsurunsur biofisik lingkungan alami seperti tanah, topografi dan vegetasi yang
terganggu keseimbangannya secara ekologis; selanjutnya akibat intervensi
manusia, maka unsur-unsur alami tersebut menjadi lebih rentan mengalami
penurunan kualitas. Terganggunya keseimbangan iniselanjutnya memberikan
pengaruh lanjutan, yakni penurunan atau kehilangan biodiversitas lahan (fungsi
konservasi) dan akhirnya mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat
(fungsi produksi).

4

Pengkajian lahan kritis dinilai sangat penting guna mendukung upaya
mitigasi (pengurangan ancaman) lahan kritis di lokasi penelitian. Upaya ini dapat
dilakukan dengan cara memetakan lokasi dan tingkat bahaya lahan kritis dan
memprediksi kejadian lahan kritis pada keadaan mendatang. Kegiatan ini
diharapkan dapat menjadi informasi kepada pemerintah daerah setempat untuk
melakukan pencegahan, yakni dalam hal pengambilan kebijakan mengenai
pengurangan bahaya lahan kritis di lokasi penelitian. Gambaran kerangka pikir
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Lahan

Mitigasi

Faktor Alami

Aktifitas Manusia
- Penggunaan Lahan
- Manajemen Lahan
- Pola Ruang

- Iklim; Curah hujan
- Topografi
- Tanah
Degradasi Lahan

Terganggunya fungsi konservasi,
fungsi produksi, dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat.

Penurunan
kualitas dan daya
dukung lahan
Lahan Kritis

Pemilihan parameter, pemetaan dan pemodelan spasial bahaya lahan kritis

Pemilihan parameter dominan
berdasarkan kriteria-kriteria yang
telah dipublikasikan sebelumnya
4.
Pemetaan lahan kritis
berdasarkan hasil pemilihan
parameter yang berbasis data
spasial

Matriks pemilihan
parameter dan
konsep terjadinya
lahan kritis
2.

Parameter lahan
kritis untuk
skala meso

Weighted Overlay

Peta sebaran
lahan kritis di
lokasi penelitian

1.
3.

Pemodelan spasial bahaya lahan
kritis berdasarkan perubahan
penutupan/penggunaan lahan
Land change modeler,
Artificial Neural
Network (ANN)

Prediksi perubahan
penutupan/
penggunaan lahan
pada tahun 2022
Prediksi bahaya lahan
kritis pada tahun 2022

Gambar 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Lahan Kritis
Lahan kritis memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan pandangan
pakar atau kepentingan lembaga yang mendefinisikannya. Berikut beberapa
definisi mengenai lahan kritis.
Blaikie dan Brookfield (1987) dalam Barus et al. (2011) mendefinisikan
lahan kritis sebagai lahan yang mengalami penurunan daya dukung akibat
penggunaan yang tidak sesuai. Menurut Subardja (1994) lahan kritis merupakan
lahan yang memiliki tanah yang telah mengalami kerusakan fisik, kimia, dan
biologi karena penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga
membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, permukiman, dan
kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya, sedangkan
menurut Barus et al. (2011) lahan kritis adalah lahan yang tidak dapat lagi
berfungsi dengan baik untuk peruntukannya sebagai media konservasi dan/atau
produksi.
Adapun definisi dari kelembagaan, antara lain adalah yang berasal dari
Kementerian Lingkungan Hidup (2000) menyebut lahan kritis sebagai tanah rusak
berdasarkan produksi biomassa; Departemen Pertanian menyatakan bahwa lahan
kritis adalah lahan yang tidak lagi mampu mendukung produktifitas tanaman,
akibat kesalahan dalam pengelolaannya (Didu 2001), dan Kementerian Kehutanan
(2009) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang tidak mampu menjalankan
fungsi hidro-orologisnya sampai pada batas tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, secara umum dapat
dikatakan bahwa lahan kritis adalah lahan-lahan yang telah mengalami proses
degradasi sehingga mengalami perubahan sifat tanah (fisik, kimia dan biologi)
akibat penggunaan lahan yang melampaui kemampuannya.
Kriteria Penilaian dan Klasifikasi Lahan Kritis
Sejalan dengan definisi lahan kritis di atas, beberapa peneliti dan lembaga
terkait tersebut telah mengeluarkan kriteria penilaian dan klasifikasi lahan kritis.
Kriteria penilaian lahan kritis dari Barus et al. (2011) yang digunakan
untuk skala kabupaten membagi lahan kritis menjadi lima kelas, yakni : (1) Tidak
Kritis, atau lahan-lahan yang sesuai untuk peruntukannya dan mempunyai nilai
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ≤1; (2) Potensial Kritis, yaitu lahan-lahan yang
sedang megalami penurunan kualitas, namun mudah dikembalikan ke fungsinya
semula dan mempunyai nilai 1