Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu

KARAKTERISTIK FISIK TANAH, INFILTRASI,
DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CISADANE HULU

HADIANTI DELIANA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik
Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Hadianti Deliana
NIM A14080037

ii

ABSTRAK
HADIANTI DELIANA. Karakterisitik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran
Permukaan DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan ENNI
DWI WAHJUNIE
Laju infiltrasi dipengaruhi oleh bobot isi, tekstur, dan porositas tanah.
Penurunan kualitas fisik tanah dapat menurunkan laju infiltrasi tanah dan
meningkatkan aliran permukaan. Penelitian bertujuan mengidentifikasi
karakteristik fisik tanah, laju infiltrasi, dan aliran permukaan di DAS Cisadane
Hulu. Laju infiltrasi diukur menggunakan double ring infiltrometer pada
penggunaan lahan hutan pinus, semak, kebun campuran, dan permukiman. Hasil
penelitian menunjukkan bobot isi tertinggi dengan porositas terendah terdapat

pada penggunaan lahan permukiman dan bobot isi terendah dengan porositas
tertinggi terdapat pada kebun campuran. Kebun campuran memiliki laju infiltrasi
tertinggi yaitu 285 mm/jam (sangat cepat). Laju infiltrasi terendah terdapat pada
hutan pinus yaitu 110 mm/jam (sedang-cepat). Debit aliran Sungai Cisadane Hulu
selama tiga tahun pengamatan berfluktuasi dengan debit maksimum sebesar
8.62 m3/detik dan minimum sebesar 0.13 m3/detik. Koefisien rezim sungai sebesar
66.31 dan Koefisien aliran permukaan sebesar 0.22 menunjukkan bahwa DAS
Cisadane Hulu termasuk ke dalam DAS berkualitas sedang-baik.
Kata kunci: aliran permukaan, infiltrasi, karakteristik fisik tanah, penggunaan
lahan

ABSTRACT
HADIANTI DELIANA. Characteristics of Soil Physic, Soil Infiltration, and
Surface Runoff of Upper Cisadane Watershed. Supervised by YAYAT
HIDAYAT and ENNI DWI WAHJUNIE
Soil infiltration rate is influenced by soil bulk density, texture, and soil
porosity. Degradation of soil physic characteristics will decrease soil infiltration
rate, therefore will be increases surface runoff. The aim of the research was to
identify soil physic characteristics, soil infiltration rate, and surface runoff in
Upper Cisadane Watershed. Soil infiltration rate was measured using double ring

infiltrometer on pine forest, shrubs and bush, mixed garden, and settlement areas.
The result shows that a highest soil bulk density (lowest of soil porosity) were
found on settlement areas where as the lowest soil bulk density (highest of soil
porosity) were on mixed garden. Mixed garden has a highest of soil infiltration
rate i.e 285 mm/h (very fast), where as the lowest soil infiltration rate was found
on pine forest of 110 mm/h (medium to fast). Stream discharge of Upper Cisadane
River was fluctuated with maximum and minimum discharges were 8.63 m3/s and
0.13 m3/s respectively. The value of coefficient of stream regime was 66.31 and
runoff coefficient was 0.22. Based on those value, hydrology function of Upper
Cisadane Watershed was classified in medium to good qualities.
Keywords: land use, runoff, soil infiltration, soil physics characteristics

iii

KARAKTERISTIK FISIK TANAH, INFILTRASI,
DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CISADANE HULU

HADIANTI DELIANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Slaipsi
Nama
NIM

: Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan
DAS Cisadane Hulu
: Hadianti Deliana
: Al4080037


Disetujui oleh

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi
Pembimbing II

Ketua Departemen

Tanggal Lu]us:

n 4 NOV

2013

v

Judul Skripsi
Nama

NIM

: Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan
DAS Cisadane Hulu
: Hadianti Deliana
: A14080037

Disetujui oleh

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 hingga
November 2012 ini berjudul Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran
Permukaan DAS Cisadane Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, MSi dan
Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi atas bimbingan yang telah diberikan selama
penelitian dan penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Wahyu
Purwakusuma, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan
saran pada penulisan skipsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Solah selaku Petugas Pencacat SPAS Lengkong Desa Pasir Buncir,
Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Bapak Syaiful dan seluruh staff
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, serta Kakakku

Zulkifli, yang telah membantu selama pengumpulan data dan pengolahan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu atas kesabarannya
dalam mendidik dan menasehati serta kasih sayang yang telah diberikan, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada
sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberi semangat di saat ku terjatuh.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Hadianti Deliana

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN

1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 1
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................ 2
Alat dan Bahan .............................................................................................. 2
Metode Penelitian .......................................................................................... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kondisi Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 5
Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan .................................... 9
Laju Infiltrasi ............................................................................................... 12
Debit Aliran Sungai ..................................................................................... 14
Koefisien Rezim Sungai .............................................................................. 15
Koefisien Aliran Permukaan........................................................................ 15
KESIMPULAN DAN SARAN
18
Kesimpulan .................................................................................................. 18
Saran ............................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Metode analisis sifat fisik tanah ....................................................................... 3
Kelas lereng DAS Cisadane Hulu .................................................................... 5
Data curah hujan DAS Cisadane Hulu ............................................................. 6
Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu ........................................................... 6
Kelas tekstur tanah pada penggunaan lahan kebun campuran,
permukiman, semak, dan hutan pinus ............................................................ 11

6. Pengaruh tekstur tanah terhadap porositas tanah ........................................... 11
7. Distribusi pori pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,
semak, dan hutan pinus .................................................................................. 12
8. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan ................. 12
9. Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) tahun 2008-2010 ................................ 15
10. Nilai koefisien aliran permukaan Sungai Cisadane ....................................... 15
11. Penggunaan lahan tahun 2008-2010 DAS Cisadane Hulu ............................ 16

viii

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Penggunaan lahan hutan pinus ......................................................................... 7
Penggunaan lahan semak .................................................................................. 7
Penggunaan lahan kebun campuran ................................................................. 8
Penggunaan lahan permukiman........................................................................ 8
Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 0-20 cm pada berbagai
penggunaan lahan ............................................................................................. 9
Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 20-40 cm pada berbagai
penggunaan lahan ........................................................................................... 10
Laju infiltrasi pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,
semak dan hutan pinus ................................................................................... 13
Debit aliran Sungai Cisadane dan curah hujan DAS Cisadane Hulu
tahun 2008-2010 ............................................................................................. 14
Intensitas hujan dan aliran permukaan Sungai Cisadane Hulu ...................... 16

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Kadar air awal, Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel (BJP), dan Porositas
total pada berbagai penggunaan lahan di dua kedalaman tanah ..................... 20
2. Klasifikasi infiltrasi tanah konstan menurut Kohnke (1968) ......................... 20
3. Hasil pengukuran lapang laju infilrasi hutan pinus ........................................ 21
4. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi permukiman ..................................... 22
5. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi kebun campuran ............................... 23
6. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi lahan semak...................................... 24
7. Kadar air berbagai penggunaan lahan pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF
4.2 di dua kedalaman tanah ............................................................................ 25
8. Kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 ..................................................................... 25
9. Koefisien aliran permukaan (C) DAS Cisadane Hulu .................................... 26
10. Peta Lokasi Penelitian (Sub DAS Cisadane Hulu) ......................................... 26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan
hidup manusia seperti sandang, pangan, dan papan. Peningkatan kebutuhan hidup
manusia menuntut pemanfaatan sumber daya alam secara lebih optimal, sehingga
dalam pencapaiannya sering menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat mempengaruhi karakter fisik
tanah dan fungsi hidrologi wilayah.
Sifat fisik tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan
produktivitas lahan. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar, aerasi, dan
berpengaruh pada sifat kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah juga penting
dalam proses distribusi air seperti infiltrasi. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh
bobot isi, tekstur, dan porositas tanah akan berbeda pada setiap penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan perubahan sifat fisik tanah yang
berdampak pada perubahan laju infiltrasi.
Penurunan kualitas fisik tanah akibat perubahan penggunaan lahan
diantaranya adalah penurunan laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air.
Berkurangnya laju infiltrasi tanah menyebabkan peningkatan aliran permukaan.
Peningkatan aliran permukaan mengakibatkan banjir akan semakin sering terjadi.
Selain itu, berkurangnya infiltrasi tanah dapat menyebabkan cadangan air bawah
tanah berkurang yang mengakibatkan terjadinya kekeringan di musim kemarau.
Sungai Cisadane yang melintasi Kota dan Kabupaten Bogor serta Kota dan
Kabupaten Tangerang memiliki fungsi penting dalam memenuhi ketersediaan air
dan menjaga keseimbangan ekosistem wilayah. Perubahan penggunaan lahan
terutama bagian hulu dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, laju infiltrasi tanah,
dan aliran permukaan yang terjadi di DAS Cisadane. Sifat fisik tanah yang buruk
pada daerah hulu membuat berkurangnya laju infiltrasi tanah yang menyebabkan
aliran permukaan semakin besar pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau di daerah hilir. Sebagai daerah penyangga daerah hilir, DAS Cisadane
Hulu memiliki peranan penting dalam menjaga kualitas ekosistem daerah hilir.
Oleh karena itu, penelitian mengenai karakteristik fisik tanah, laju infiltrasi, dan
aliran permukaan di wilayah DAS Cisadane tentu perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik fisik tanah, laju
infiltrasi, dan aliran permukaan di DAS Cisadane Hulu.

2

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga November 2012, di DAS
Cisadane Hulu yang secara administrasi terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan
Caringin dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.
Analisis sifat fisik tanah dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah double ring infiltrometer, ring sampler, cutter,
ember, gayung, stopwatch, penggaris, palu, cangkul, membrane plate apparatus,
oven, timbangan digital, Software ArcGis, dan Google Earth.
Bahan yang digunakan untuk penetapan lokasi pengamatan dan pengolahan
data hidrologi yaitu peta penggunaan lahan DAS Cisadane hulu tahun 2009, peta
tanah, peta batas DAS Cisadane hulu, data curah hujan harian DAS Cisadane
tahun 2008-2010, dan data debit aliran Sungai Cisadane Hulu tahun 2008-2010.
Data-data tersebut diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Citarum-Ciliwung. Untuk melihat perubahan lahan antara tahun 2008,
2009, dan 2010 digunakan citra Landsat TM 7 tahun 2008-2010 yang di peroleh
dari USGS (United State Geology Survey).
Metode Penelitian
Penetapan Lokasi dan Pengambilan Sampel Tanah
Lokasi pengambilan sampel tanah ditentukan berdasarkan peta penggunaan
lahan, peta tanah, dan peta batas Sub DAS Cisadane Hulu. Untuk mendapatkan
data yang representatif seharusnya pengambilan sampel tanah dilakukan secara
menyebar agar mewakili seluruh daerah penelitian. Karena akses yang sulit untuk
mencapai lokasi, maka titik lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan jarak
terdekat antara penggunaan lahan dengan aliran utama Sungai Cisadane.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada penggunaan lahan hutan pinus,
permukiman, kebun campuran dan semak, pada dua kedalaman yaitu 0-20 cm dan
20-40 cm. Sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah utuh dan terganggu.
Sampel tanah utuh digunakan untuk pengamatan bobot isi dan distribusi pori,
sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk pengukuran tekstur dan bobot
jenis partikel tanah.
Pengukuran dan Analisis Laju Infiltrasi
Pengukuran laju infiltrasi di lapang dilakukan selama dua jam dengan
mencatat penurunan muka air setiap 30 detik sampai dua menit menggunakan
double ring infiltrometer. Pengukuran diulang tiga kali pada masing-masing

3

penggunaan lahan. Data laju infiltrasi yang diperoleh kemudian diolah dengan
menggunakan Microsoft Office Excel dan dibandingkan antar penggunaan lahan.
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis perubahanan penggunaan lahan dilakukan secara spasial
berdasarkan citra Landsat TM 7 tahun 2008, 2009, dan 2010, diolah menggunakan
Software ArcGis. Citra Landsat tahun 2008, 2009, dan 2010 yang sudah
terkoreksi, kemudian didigitasi menggunakan software ArcGis dengan
memberikan informasi mengenai penggunaan lahan sesuai, yang divalidasi
dengan menggunakan Google Earth untuk melihat penggunaan lahan secara nyata
di lapangan. Setelah itu dilakukan penghitungan luas masing-masing penggunaan
lahan pada setiap tahun. Kemudian luas masing-masing penggunaan lahan
dibandingkan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan setiap tahun.
Analisis Sifat Fisik Tanah
Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan antara lain adalah tekstur tanah,
bobot isi, berat jenis partikel, porositas total, dan distribusi ukuran pori. Metode
analisis yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode analisis sifat fisik tanah
Sifat Fisik Tanah
Metode Analisis
Tekstur tanah
Pipet
Bobot isi
Gravimetri
Berat jenis partikel
Piknometer
Porositas total
Perhitungan
Distribusi ukuran pori
Pressure/ Membrane plate apparatus
Setelah dilakukan analisis, data hasil pengukuran diolah menggunakan
Microsoft Office Excel dan dibandingkan antar penggunaan lahan.
Curah Hujan
Analisis curah hujan dilakukan untuk mengetahui banyaknya curah hujan
yang jatuh dalam satu tahun serta untuk melihat karakteristik hujan yang
digunakan untuk penetapan koefisien aliran permukaan. Parameter curah hujan
yang dianalisis adalah curah hujan maksimum dan minimum serta intensitas curah
hujan harian yang terjadi di DAS Cisadane Hulu pada tahun 2008-2010. Data
curah hujan harian diperoleh dari penakar hujan yang tercatat di stasiun Satuan
Pengamat Arus Sungai (SPAS) Lengkong.
Koefisien Rezim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Permukaan (C)
Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) ditentukan dengan membandingkan
nilai debit harian maksimum (Qmax) dan debit harian minimum (Qmin) pada
suatu DAS atau Sub DAS selama satu tahun. Nilai ini ditulis dalam persamaan
sebagai berikut :
ma
min

4

Nilai koefisien aliran permukaan dihitung dengan membandingkan aliran
permukaan dengan curah hujan dengan persamaan sebagai berikut :
otal

mm
urah ujan mm

Total aliran permukaan (RO) dihitung dengan persamaan :
mm

debit m

jam hari

detik jam
uas A m

mm m

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Tanah dan Topografi
Berdasarkan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah tahun 1983 jenis tanah di
DAS Cisadane Hulu adalah Latosol. Di Indonesia Latosol umumnya berasal dari
bahan induk vulkanik baik berupa tufa atau batuan beku (Rachim 2009). Latosol
mempunyai ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5 sampai 10 meter di atas bahan
induk, berada pada ketinggian 5-900 m dpl. Tanah ini memiliki reaksi tanah
masam hingga agak masam (pH 4.5-6.5), bahan organik rendah hingga agak
sedang (3-10%), memiliki tekstur lempung berliat, struktur remah hingga gumpal,
konsistensi gembur, stabilitas agregat tinggi, drainase baik, dan memiliki
permeabilitas cepat (Rachim 2009; Sihombing 1999).
Tanah ini mengalami proses latosolisasi yang menyebabkan tanah menjadi
masam, kejenuhan Al sedang, dan kejenuhan basa sangat rendah. Proses ini terjadi
pada daerah bercurah hujan tinggi dan bertemperatur tinggi yang umum terjadi di
daerah tropik. Suhu yang tinggi diperlukan untuk mempercepat mineralisasi bahan
organik. Pada proses latosolisasi terjadi pemindahan aluminium, besi, dan kationkation basa. Akibat suhu dan curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya
pencucian silika dan bahan organik, sehingga mineral silika, bahan organik serta
unsur hara lainnya berkurang dan meningkatkan konsentrasi Fe dan Al dalam
tanah (Rachim dan Suwardi 2000).
.
Lokasi penelitian didominasi oleh lahan dengan kemiringan sangat curam
(kemiringan > 40 %), yang meliputi lebih dari 72.11 % dari total luasan DAS
Cisadane Hulu (Tabel 2). Kondisi lahan seperti ini sangat berpotensi rusak akibat
laju erosi yang tinggi, terutama pada lahan-lahan yang digunakan untuk pertanian
intensif.
Tabel 2. Kelas lereng DAS Cisadane Hulu
Kelas lereng
Datar
Agak landai
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam
Total

Kemiringan (%)
0-3
3-8
8-15
15-25
25-40
>40

Luas
Hektar
87.3
10.0
58.3
85.7
252.3
1276.4
1770

Persen
4.93
0.57
3.29
4.84
14.26
72.11
100

Sumber: BPDAS 2006 (data diolah)

Curah Hujan dan Iklim
Berdasarkan data curah hujan selama tiga tahun yang tercatat pada penakar
hujan di SPAS Lengkong, DAS Cisadane Hulu mempunyai curah hujan yang
tinggi dengan rata-rata 3982.21 mm per tahun (Tabel 3).

6

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, kondisi iklim di DAS
Cisadane Hulu termasuk tipe iklim A, yaitu daerah dengan iklim sangat basah
dengan vegetasi hutan hujan tropis. Iklim ini ditandai dengan nilai Q lebih kecil
dari 14.3% yang merupakan nilai perbandingan antara bulan kering dengan bulan
basah rata-rata sepanjang tahun pengamatan. Bulan basah wilayah DAS Cisadane
hulu terjadi antara bulan September hingga Juni (bulan dengan curah hujan ≥ 100
mm). Bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) terjadi dalam dua bulan
yaitu antara bulan Juli dan Agustus.
Tabel 3. Data curah hujan DAS Cisadane Hulu
Bulan

2008
324.10
321.82
767.08
523.24
167.13
140.21
24.64
35.81
165.61
311.40
432.82
321.31
3535.17
767.08
24.64

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah (mm)
Max (mm)
Min (mm)

Tahun
2009
291.34
485.65
278.89
391.16
428.50
353.82
124.46
72.14
198.63
435.86
664.46
393.45
4118.36
664.46
72.14

2010
257.56
360.17
642.87
169.67
383.29
461.77
331.22
470.41
631.70
584.45
*
*
4293.11
642.87
169.67

Rata-rata
291.00
389.21
562.95
361.36
326.31
318.60
160.10
192.79
331.98
443.91
365.76
238.25
3982.21
691.47
88.82

Sumber : BPDAS Citarum-Ciliwung
*Data tidak lengkap

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu terdiri atas : hutan pinus,
permukiman, sawah irigasi, kebun campuran, semak, dan tegalan. (Tabel 4).
Tabel 4. Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu
Penggunaan Lahan
Hutan
Kebun
Lahan terbuka
Permukiman
Sawah
Semak
Tegalan
Luas

Luasan
Ha
1450.76
84.84
2.61
13.11
50.28
138.97
30.62
1771.19

%
81.91
4.79
0.15
0.74
2.84
7.85
1.73
100

7

1. Hutan Pinus
Hutan pinus merupakan penggunaan lahan dominan di DAS Cisadane Hulu,
yaitu sekitar 1029.4 ha (58.16 %) (BPDAS 2006). Selain pohon pinus (Pinus
merkusii), di kawasan ini juga terdapat beberapa tanaman kayu lainnya seperti
Pohon Afrika (Maesopsis eminii) dan Sengon (Albizia chinensis). Lokasi hutan
yang dijadikan lokasi penelitian merupakan hutan sekunder yaitu hutan hasil
penanaman kembali akibat penebangan, perkebunan, dan perusakan hutan.
Sebagian besar hutan pinus berada pada lahan dengan kemiringan di atas 25%.

Gambar 1. Penggunaan lahan hutan pinus
2. Semak
Berdasarkan Klasifikasi Penutup Lahan Standar Nasional Indonesia (BSN
2010), lahan semak adalah lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alami
heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya jarang hingga rapat dan
kawasan tersebut didominasi vegetasi rendah. Lahan semak yang diamati
didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica) dan pernah digunakan sebagai
kebun kapulaga (Amomum cardamomum). Selain itu di sekitarnya terdapat
tanaman tahunan seperti Pohon Afrika (Maesopsis eminii), Pohon Durian (Durio
zibethinus), dan Nangka (Artocarpus heterophyllus).

Gambar 2. Penggunaan lahan semak
3. Kebun Campuran
Penggunaan lahan ini merupakan penggunaan lahan yang dominan setelah
hutan pinus dan sawah. Sebagian besar masyarakat di lokasi pengamatan
menanam tanaman singkong (Manihot esculenta) sebagai komoditas utama.
Kawasan lereng-lereng yang agak curam bahkan hingga sangat curam ditanami
singkong dan sebagian besar ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan seperti

8

Pohon Afrika (Maesopsis eminii). Pada lahan ini pengolahan tanah dilakukan
secara konvensional sehingga menyebabkan tanah mudah tererosi.

Gambar 3. Penggunaan lahan kebun campuran
4. Permukiman
Permukiman merupakan lahan yang digunakan sebagai tempat tinggal dan
tempat melakukan kegiatan yang mendukung kehidupan keseharian. Permukiman
di daerah ini menyebar, tidak berkumpul pada satu sisi bukit. Daerah DAS
Cisadane termasuk daerah permukiman yang tidak terlalu padat, namun jarak
antara rumah yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan. Pekarangan rumah
yang ada sebagian besar digunakan untuk jalan umum, tempat menjemur pakaian,
menjemur padi, dan untuk tempat parkir kendaraan terutama motor. Sehingga
tanah pada daerah permukiman mengalami pemadatan akibat berbagai aktivitas
manusia.

Gambar 4. Penggunaan lahan permukiman

9

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
Bobot Isi dan Porositas Tanah
Bobot isi tanah tertinggi dan porositas terendah pada kedalaman 0-20 cm
terdapat pada lahan permukiman dengan nilai masing-masing 1.04 g/cm3 dan
60.85%. Pada kedalaman yang sama bobot isi tanah terendah dengan porositas
tertinggi terdapat pada kebun campuran (Gambar 5). Pada kedalaman 20-40 cm
bobot isi terendah dan porositas tertinggi terdapat pada lahan semak dengan nilai
masing-masing 0.79 g/cm3 dan 69.41%. Pada kedalaman yang sama lahan
permukiman memiliki bobot isi tertinggi dengan porositas terendah dengan nilai
masing-masing 0.97 g/cm3 dan 62.18% (Gambar 6).
2.5

0

65.50

60.85

64.45

63.14

Bobot isi (g/cm3 )

40
1.5
60
1.0
80
0.5

0.86

0.91

1.04

0.95

0.0

Porositas (%)

20

2.0

100
120

Kebun Campuran Permukiman

Bobot isi
Gambar 5.

Semak

Hutan Pinus

Porositas

Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 0-20 cm pada berbagai
penggunaan lahan

Kebun campuran memiliki bobot isi terendah diantara penggunaan lahan
lainnya, disebabkan adanya pengaruh pengolahan tanah dan penambahan bahan
organik di lahan tersebut. Adanya pengaruh pengolahan tanah menyebabkan
terjadinya pemecahan agregat sehingga butir tanah menjadi lebih halus.
Pengolahan tanah dapat mencampurkan bahan organik dengan agregat-agregat
tanah secara lebih merata sehingga struktur tanah menjadi lebih baik. Struktur
yang remah membuat tanah menjadi lebih porous sehingga porositas kebun
campuran mencapai 65.50% pada kedalaman 0-20 cm dan 67.01% pada
kedalaman 20-40 cm.
Bobot isi yang tinggi dan porositas yang rendah pada permukiman
disebabkan adanya pemadatan tanah (soil compaction). Tekanan terhadap tanah
secara terus-menerus yang diakibatkan oleh aktivitas manusia menyebabkan tanah
mengalami pemadatan. Tingginya bobot isi pada kedalaman 0-20 cm ini juga
disebabkan oleh kandungan pasir yang tinggi pada kedalaman ini (Tabel 5). Selain
itu, karena lahan relatif terbuka menyebabkan butiran hujan langsung menumbuk
permukaan tanah akibatnya pori-pori yang besar terisi oleh partikel-partikel yang
lebih kecil sehingga porositas tanah menjadi rendah (Sosrodarsono 2003).

10

Lahan semak memiliki bobot isi yang rendah dengan porositas yang tinggi.
Bahan organik yang mudah melapuk menjadi penyebab bobot isi pada lahan ini
menjadi rendah. Vegetasi terutama alang-alang (Imperata cylindrica) yang
memiliki akar cukup dalam akan membantu terbentuknya pori-pori tanah. Selain
itu adanya fauna tanah yang lebih banyak dibandingkan penggunaan lahan lainnya
semakin membantu pembentukan pori-pori tanah, dengan aktivitas yang mereka
lakukan dalam tanah.
0

Bobot isi (g/cm3 )

67.01

62.18

69.41

65.63

2.0

20
40

1.5
60
1.0
80
0.5

0.85

0.97

0.79

0.88

0.0

Porositas (%)

2.5

100
120

Kebun Campuran

Permukiman

Bobot isi
Gambar 6.

Semak

Hutan Pinus

Porositas

Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 20-40 cm pada berbagai
penggunaan lahan

Tanah pada hutan pinus memiliki bobot isi tinggi dengan porositas yang
rendah. Bobot isi yang tinggi dan porositas yang rendah ini disebabkan oleh
kurangnya kandungan bahan organik tanah pada hutan pinus. Bahan organik pada
hutan pinus yang berasal dari serasah pohon pinus sulit terdekomposisi akibat
kandungan lignin yang terdapat di dalamnya. Lignin adalah suatu produk alami
yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu. Lignin sangat sulit terdegradasi
secara alami, dikarenakan lignin mempunyai ikatan kimia yang kuat, akibat
banyaknya ikatan hidrogen yang dimilikinya (McCrady 1991). Lignin memiliki
struktur kimia yang bercabang-cabang, bersifat amorf, dan berbentuk polimer tiga
dimensi. Molekul dasar lignin adalah Fenil propana yang berikatan satu sama lain
dengan ikatan karbon dengan karbon (C-C), ikatan dengan oksigen (C-O) dan
ikatan eter (C-O-C). Akibatnya serasah sulit terdekomposisi dan kandungan bahan
organik dalam tanah di hutan pinus rendah.
Aktivitas manusia untuk mengambil getah pinus dan mencari kayu bakar di
lokasi ini juga mempengaruhi pemadatan tanah yang menyebabkan bobot isi tanah
meningkat. Kondisi tanah yang cukup padat dengan serasah pinus di atasnya dan
sedikitnya vegetasi penutup tanah pada titik pengambilan sampel, diduga titik
lokasi tersebut pernah digunakan sebagai jalan setapak. Lokasi pengambilan
sampel yang terdapat pada lereng curam memungkinkan telah terjadinya
penutupan pori-pori tanah oleh partikel yang lebih kecil, akibat erosi dari atas
sehingga bobot isi menjadi lebih tinggi.

11

Rendahnya porositas juga dipengaruhi oleh kandungan klei dalam tanah.
Berdasarkan uji tekstur tanah, hutan pinus didominasi oleh klei. Kandungan klei
pada hutan pinus adalah 74.25% pada kedalaman 0-20 cm dan 74.54% pada
kedalaman 20-40 cm (Tabel 5). Kandungan ini masih lebih rendah dibandingkan
penggunaan lahan lainnya sehingga pori mikro yang terbentuk lebih sedikit
dibandingkan penggunaan lahan lainnya, akibatnya porositas total menjadi
rendah. Coyne dan Thompson (2006) menyatakan bahwa porositas tanah berpasir
lebih rendah dibandingkan tanah yang bertekstur lempung atau klei, hal ini
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 5. Kelas tekstur tanah pada penggunaan lahan kebun campuran,
permukiman, semak, dan hutan pinus
Penggunaan
Kedalaman
% Pasir % Klei % Debu Kelas Tekstur
Lahan
tanah (cm)
Kebun
0-20
9.25
73.55
17.19
Klei
Campuran
20-40
10.22
74.91
14.86
Klei
Permukiman
0-20
35.97
48.87
15.16 Klei berpasir
20-40
8.73
81.06
10.21
Klei
Semak
0-20
8.91
80.78
10.32
Klei
20-40
5.86
85.71
8.43
Klei
Hutan Pinus
0-20
9.18
74.25
16.57
Klei
20-40
4.90
74.54
20.56
Klei
Tabel 6. Pengaruh tekstur tanah terhadap porositas tanah
Kelas Tekstur
Porositas
Pasir
32-42%
Debu
43-49%
Klei
51-55%
Sumber : Coyne and Thompson 2006
Distribusi Pori
Total pori drainase (TPD) tertinggi pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
terdapat pada lahan semak, sedangkan total pori drainase terendah pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm terdapat pada hutan pinus (Tabel 7). Pori
drainase ini penting untuk pergerakan udara dan air dalam tanah sehingga
banyaknya pori ini penting untuk pertumbuhan tanaman.
Pori kapiler tertinggi terdapat pada kebun campuran di kedalaman 0-20 cm
dan terendah terdapat pada permukiman di kedalaman 0-20 cm. Untuk pori
higroskopis tertinggi terdapat pada lahan semak di kedalaman 20-40 cm dan
terendah terdapat pada kebun campuran di kedalaman 20-40 cm. Jumlah pori
kapiler dan pori higroskopis berkorelasi positif dengan kandungan klei yang
terdapat dalam tanah. Hal ini terlihat pada lahan permukiman di kedalaman 0-20
cm, dengan kandungan klei sebesar 48.28% berasosiasi dengan nilai pori kapiler
sebesar 4.88%. Dengan demikian semakin tinggi kandungan klei dalam tanah
akan berpengaruh terhadap tingginya kandungan pori kapiler atau pori higroskopis
dalam tanah.

12

Tabel 7.

Distribusi pori pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,
semak, dan hutan pinus

Penggunaan
Lahan
Kebun
Campuran
Pemukiman
Semak
Hutan Pinus

Kedalaman
Tanah (cm)

RPT

PDSC

PDC

PDL

0-20
20-40
0-20
20-40
0-20
20-40
0-20
20-40

65.50
67.01
60.85
62.18
64.45
69.41
63.14
65.63

4.87
1.77
8.10
4.20
16.83
7.99
5.30
3.99

0.83
11.04
7.11
4.62
13.37
17.89
10.47
6.92

% Volume
16.17 21.87
11.81 24.61
11.09 26.31
10.14 18.96
6.56 31.84
6.13 32.01
1.51 17.27
3.40 20.71

Keterangan :
RPT
= Ruang pori total
PDSC = Pori drainase sangat cepat
PDC
= Pori drainase cepat
PDL
= Pori drainase lambat

TPD

PK

PH

20.49
19.91
4.88
12.65
19.37
15.11
16.75
15.95

23.13
22.49
29.66
30.57
33.12
45.10
29.12
28.97

TPD = Total pori drainase
PK
= Pori kapiler
PH
= Pori higroskopis

Laju Infiltrasi
Kebun campuran memiliki laju infiltrasi konstan tertinggi dibandingkan
penggunaan lahan permukiman, hutan pinus, dan semak, yaitu 285 mm/jam
(sangat cepat) sedangkan laju infiltrasi terendah terdapat pada hutan pinus dengan
laju infiltrasi 110 mm/jam (sedang-cepat) (Tabel 8). Laju infiltrasi yang cepat
pada kebun campuran dipengaruhi oleh bobot isi yang rendah dan tingginya
porositas tanah pada lahan ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Lee (1988) yang
menyatakan bahwa “laju dan kapasitas infiltrasi berkorelasi positif dengan sifat
fisik tanah seperti porositas dan kandungan bahan organik”. elain itu tingginya
jumlah pori drainase di kebun campuran juga mempengaruhi cepatnya laju
infiltrasi di lahan ini.
Tabel 8. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan
Penggunaan
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Klasifikasi Laju Infiltrasi
Lahan
Kohnke (1968)
Kebun Campuran
285
Sangat cepat
Semak
225
Cepat
Hutan Pinus
110
Sedang-cepat
Permukiman
110
Sedang-cepat
Laju infiltrasi terendah terdapat pada lahan hutan pinus dengan nilai ratarata laju infiltrasi konstan sebesar 110 mm/jam. Meskipun memiliki rata-rata laju
infiltrasi konstan yang sama dengan permukiman, Gambar 7 menunjukkan bahwa
laju infiltrasi hutan pinus lebih rendah dibandingkan permukiman. Rendahnya laju
infiltrasi ini disebabkan bobot isi yang tinggi dengan porositas yang rendah.
Tekstur (kandungan klei) dan bobot isi tanah dengan laju infiltrasi akan
berkorelasi negatif (Lee 1988). Akibatnya jika bobot isi rendah dengan kandungan
klei rendah maka laju infiltrasi yang terjadi akan tinggi, begitu juga sebaliknya
jika bobot isi dan kandungan klei tinggi maka laju infiltrasi menjadi rendah.

13

Kandungan klei yang tinggi dalam tanah berimplikasi pada tingginya pori kapiler
dan pori higroskopis dibandingkan dengan pori drainase dalam tanah, sehingga
tanah cenderung menahan air di dalam tanah daripada melalukannya.
Pada Gambar 7 terlihat pada awal infiltrasi hingga menit ke-20 laju infiltrasi
hutan pinus lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi permukiman. Ketika menit
ke-40 laju infiltrasi hutan pinus mulai melambat hingga kurva berada di bawah
kurva laju infiltrasi permukiman. Hal ini terjadi karena pori drainase pada lahan
permukiman lebih banyak dibandingkan hutan pinus, terutama pada kedalaman
tanah 0-20 cm (Tabel 7) sehingga laju infiltrasi lahan permukiman lebih cepat
dibandingkan hutan pinus. Selain itu kadar air yang tinggi pada hutan pinus
mempengaruhi lambatnya laju infiltrasi di lahan ini (Tabel lampiran 7). Dengan
demikian laju infiltrasi suatu permukaan tanah berbeda tergantung pada kondisi
fisik tanah tersebut, sehingga pada jenis tanah yang sama pun laju infiltrasi akan
berbeda. Kondisi ini dipengaruhi oleh struktur tanah, vegetasi, dan suhu
(Sosrodarsono 2003)

Laju Infiltrasi (mm/jam)

1200

Hutan pinus
y = -183.ln(x) + 873.0
R² = 0.947

1000

Permukiman

800

y = -171.ln(x) + 831.9
R² = 0.817

600

Kebun campuran

400

y = -109ln(x) + 780.5
R² = 0.779

200

Semak
y = -139.ln(x) + 840.7
R² = 0.966

0
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu (menit)

Gambar 7. Laju infiltrasi pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,
semak dan hutan pinus
Pada awal laju infiltrasi terlihat bahwa keempat penggunaan lahan memiliki
laju infiltrasi awal yang hampir sama (Gambar 7), namun seiring dengan
pertambahan waktu terlihat laju infiltrasi masing-masing penggunaan lahan
semakin menurun. Pada awal infiltrasi pergerakan air ke lapisan tanah yang lebih
dalam dipengaruhi oleh sedotan matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi terus
berlangsung, air yang masuk ke dalam tanah semakin banyak dan lebih dalam
profil tanah yang basah, sehingga sedotan matriks berkurang. Berkurangnya
sedotan matriks disebabkan semakin tingginya kelembaban tanah akibat
pembasahan dalam tanah sehingga jarak antara bagian tanah yang kering dan
basah semakin menjauh. Semakin lama laju infiltrasi berlangsung maka kadar air
tanah akan meningkat dan pada saat mulai jenuh pergerakan air ke bawah profil
tanah hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi (Haridjaja et.al 1990; Arsyad
2010). Potensial matriks merupakan hasil dari dua gaya yaitu jerapan (tarikan
padatan dan ion-ion yang dapat ditukar dengan air) dan gaya kapiler (Soepardi
1983). Gaya kapiler yang bekerja pada setiap pengggunaan lahan pada awal

14

infiltrasi tidak jauh berbeda, karena tanah pada saat pengukuran dalam kondisi
kering.
Debit Aliran Sungai
Debit aliran Sungai Cisadane tahun 2008-2010 berfluktuasi. Debit
maksimum terjadi pada tanggal 19 Maret 2008 sebesar 8.62 m3/detik sedangkan
debit minimum terjadi pada pada tanggal 3 Mei 2009 sebesar 0.13 m3/detik.
Terlihat dalam grafik (Gambar 8) puncak-puncak debit tertinggi terjadi di tahun
2008 dibandingkan tahun 2009 dan 2010. Rata-rata debit tertinggi antara tahun
2008-2010 terjadi pada bulan Februari, Maret, April, Juni, November, dan
Desember.
Grafik di bawah menunjukkan adanya penurunan debit aliran sungai pada
tahun 2010 dibandingkan tahun 2008 dan 2009. Debit maksimum pada tahun
2008, 2009, dan 2010 berturut-turut 8.62 m3/detik, 5.89 m3/detik, dan
4.69 m3/detik sedangkan debit minimum berturut- turut adalah 0.29 m3/detik,
0.13 m3/detik, dan 0.38 m3/detik.
Pada tahun 2008-2009 curah hujan yang jatuh ke DAS berpengaruh
terhadap peningkatan debit aliran sungai Cisadane. Namun pada tahun 2010
terlihat tingginya curah hujan yang jatuh di DAS tidak diikuti oleh peningkatan
debit aliran sungai, bahkan mengalami penurunan seperti yang telah di sebutkan
di atas. Penurunan debit aliran sungai ini disebabkan oleh peningkatan luasan
hutan akibat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan dari Kementerian Kehutanan
(Tabel 11).
0

8

50

6
100
4
150

2

200

1
45
89
133
177
221
265
309
353
397
441
485
529
573
617
661
705
749
793
837
881
925
969
1013
1057

0

Curah hujan ( mm)

Debit aliran sungai (m3/dtk)

10

Tahun 2008

Tahun 2009
Curah hujan

Tahun 2010

Debit aliran sungai

Gambar 8. Debit aliran Sungai Cisadane dan curah hujan DAS Cisadane Hulu
tahun 2008-2010

15

Koefisien Rezim Sungai
Koefisien Rezim Sungai (KRS) adalah rasio debit maksimum (Qmax)
dengan debit minimum (Qmin) pada tahun tertentu. Nilai KRS pada tahun 2008
adalah 29.72, meningkat menjadi 45.31 pada tahun 2009 dan menurun kembali
pada tahun 2010 menjadi 12.34. Berdasarkan SK Menhut 52/Kpts-II/2001 (Tabel
Lampiran 8) nilai-nilai tersebut menunjukkan fungsi hidrologi di DAS Cisadane
Hulu masih dalam kondisi sedang sampai baik, untuk itu perlu dipertahankan agar
tidak berkurang kualitasnya.
Tabel 9. Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) tahun 2008-2010
Tahun
Debit
Debit
Koefisien
Kategori
maksimum
minimum
Rezim Sungai
DAS
(m3/detik)
(m3/detik)
(KRS)
2008
8.62
0.29
29.72
Baik
2009
5.89
0.13
45.31
Baik
2010
4.69
0.38
12.34
Baik
2008-2010
8.62
0.13
66.31
Sedang
Koefisien Aliran Permukaan
Selama kurun waktu tiga tahun (2008-2010) aliran permukaan mengalami
penurunan terlihat dari nilai koefisien aliran permukaan (C) (Tabel 10). Pada
tahun 2008 nilai koefisien aliran permukaan (runoff) adalah 0.38. Hal ini
menunjukkan bahwa dari curah hujan yang jatuh ke DAS sebesar 38% menjadi
aliran permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan tahun 2009 dan 2010 menurun
dibandingkan tahun 2008, dari curah hujan yang jatuh hanya 22% yang menjadi
aliran permukaan. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan luasan hutan, dengan
demikian DAS Cisadane hulu masih baik dalam menyimpan cadangan air.
Semakin tinggi nilai koefisien perbandingan aliran permukaan dengan curah
hujan, semakin buruk fungsi DAS dalam mengkonservasi air. Penilaian koefisien
aliran permukaan ini berdasarkan SK Menhut 52/Kpts-II/2001 (Tabel Lampiran
8).
Tabel 10. Nilai koefisien aliran permukaan Sungai Cisadane
Tahun
Total curah hujan
Total aliran
Koefisien aliran
(mm)
permukaan (mm)
permukaan
2008
3474.72
1331.56
0.38
2009
4046.22
903.98
0.22
2010
4293.11
959.01
0.22
2008-2010
11814.05
3194.55
0.27
DAS Cisadane Hulu memiliki curah hujan yang tinggi, mencapai
3404.87 mm/tahun. Selama awal tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009 pola
aliran permukaan mengikuti pola intensitas hujan (Gambar 9). Namun pada akhir
tahun 2009 hingga tahun 2010 terjadi penurunan aliran permukaan meskipun
intensitas hujan pada bulan-bulan tersebut tinggi. Hal ini terjadi karena pengaruh

16

0

40

10

30

20

20

30

10

40

0

50

Intensitas hujan (mm/jam)

50

1
44
87
130
173
216
259
302
345
388
431
474
517
560
603
646
689
732
775
818
861
904
947
990
1033
1076

Aliran permukaan (mm)

dari peningkatan luasan hutan sebesar 2% pada tahun 2010 dari tahun 2008 (Tabel
11). Menurut Schwab et al. (1981), aliran permukaan akan berkurang dengan
adanya vegetasi. Sistem kanopi tanaman melindungi tanah terhadap pukulan butir
hujan, sehingga dapat menghindarkan tanah dari pemadatan. Peningkatan vegetasi
ini diikuti oleh kemampuan tanah dalam menyerap air, terbukti dengan laju
infiltrasi yang sedang-cepat sampai sangat cepat pada penggunaan lahan hutan
pinus, permukiman, kebun campuran, dan semak. Oleh karena itu, aliran
permukaan yang terjadi tetap rendah meskipun hujan yang turun di daerah
tersebut tinggi.

Tahun 2008

Tahun 2009

Intensitas hujan

Tahun 2010

Aliran permukaan

Gambar 9. Intensitas hujan dan aliran permukaan Sungai Cisadane Hulu
Tabel 11. Penggunaan lahan tahun 2008-2010 DAS Cisadane Hulu
Luasan
Penggunaan
2008
2009
2010
Lahan
Ha
%
Ha
%
Ha
%
Hutan
1415.02
79.89 1423.30
80.36 1450.76
81.91
Kebun
61.44
3.47
94.63
5.34
84.84
4.79
Lahan Terbuka
2.45
0.14
3.53
0.20
2.61
0.15
Permukiman
12.11
0.68
12.90
0.73
13.11
0.74
Sawah
108.99
6.15
46.34
2.62
50.28
2.84
Semak
105.97
5.98
155.81
8.80
138.97
7.85
Tegalan
65.21
3.68
34.69
1.96
30.62
1.73
Luas
1771.19
100 1771.19
100 1771.19
100
Selain hutan, peningkatan penggunaan lahan yang cukup signifikan adalah lahan
semak. Peningkatan lahan semak dari tahun 2008 ke 2009 disebabkan adanya
lahan tegalan yang sudah tidak digunakan lagi sehingga lama-kelamaan berubah
menjadi lahan semak, yang ditunjukkan dengan penurunan lahan tegalan di tahun
2009. Pada tahun 2010 lahan semak mengalami penurunan dibandingkan tahun
2009, hal ini mungkin terjadi karena lahan semak berubah menjadi hutan, terlihat
dengan peningkatan lahan hutan di tahun 2010.

17

Penggunaan lahan lainnya yang mempengaruhi penurunan aliran permukaan
adalah kebun. Di DAS Cisadane ini mayoritas masyarakat mengembangkan
sistem tumpang sari. Tanaman yang ditanam meliputi tanaman musiman dengan
tanaman kayu misal singkong (Manihot esculeta) ditumpangsarikan dengan pohon
jabon (Anthocephalus cadamba) atau dengan pohon kayu afrika (Maesopsis
eminii). Tanaman-tanaman tersebut memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi
sehingga dapat mengurangi jatuhnya air hujan ke permukaan tanah secara
langsung. Tanaman dengan kanopi yang rapat dapat melindungi permukaan tanah
terhadap pukulan butir hujan dan banyak menyumbangkan serasah sebagai
sumber bahan organik (Ardiyanto 2004).

18

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

2.

3.
4.

Karakteristik fisik tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Bobot isi
tertinggi terdapat pada lahan permukiman sedangkan terendah terdapat pada
kebun campuran. Porositas tertinggi dimiliki oleh lahan kebun campuran dan
terendah dimiliki oleh lahan permukiman.
Laju infiltrasi konstan tertinggi terdapat pada lahan kebun campuran sebesar
285 mm/jam (sangat cepat), diikuti oleh lahan semak, permukiman, dan hutan
pinus berturut-turut adalah 225 mm/jam (cepat), 110 mm/jam (sedang-cepat),
dan 110 mm/jam (sedang-cepat).
Debit aliran sungai Cisadane Hulu berfluktuasi dengan debit aliran
maksimum sebesar 8.62 m3/detik dan debit aliran minimum 0.13 m3/detik.
Berdasarkan nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) dan koefisien aliran
permukaan fungsi hidrologi DAS Cisadane Hulu tergolong dalam kondisi
sedang-baik.
Saran

Daerah aliran sungai Cisadane Hulu memiliki wilayah yang cukup luas.
Untuk itu agar data yang diperoleh dapat mewakili seluruh wilayah, maka
pengambilan sampel harus lebih terdistribusi atau menyebar. Titik lokasi
pengambilan sampel harus lebih mewakili terhadap objek yang diteliti agar data
yang diperoleh merupakan data yang representatif. Perlu dilakukan analisis lebih
lanjut mengenai kondisi tingkat kekritisan DAS dan aliran permukaan DAS
Cisadane dengan rentang waktu yang lebih panjang misal 10 tahun.
Berdasarkan kesimpulan di atas DAS Cisadane Hulu memiliki fungsi
hidrologi yang baik. Untuk itu perlu dipertahankan agar kelestarian sumber daya
alam terjaga, meningkatkan cadangan air pada musim kemarau, dan mengurangi
kejadian banjir pada musim penghujan. Oleh karena itu, dibutuhkan partisipasi
berbagai pihak untuk menjaga kelestariannya terutama pemerintah sebagai
pemegang kebijakan.

19

DAFTAR PUSTAKA
[BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Departemen Kehutanan.
2006. Perencanaan Penanganan Konservasi Tanah dan Air di Sub DAS
Cisadane Hulu. Bogor (ID): Departemen Kehutanan Direktorat Jendral
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 764 : 2010 tentang Klasifikasi
Penutup Lahan. Jakarta (ID): BSN.
[Kemenhut]. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/Kpts-II/2001
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS). Jakarta (ID): Kemenhut.
Ardiyanto A. 2004. Analisis Kapasitas Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Berbagai
Jenis Tanah dengan Vegetasi Penutup Teh dan Karet pada PTPN VIII
Perkebunan Panglejar, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press.
Coyne M dan Thompson J. 2006. Fundamental Soil Science. New York (US):
Delmar Learning.
Haridjaja O, Murtilaksono K, Sudarmo, Rahman LM. 1990. Hidrologi Pertanian.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lee R, Prawirohatmodjo, editor. 1988. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest
Hydrology.
McCrady E. 1991. The Nature of Lignin. Alkalin Paper Advokate [Internet].
[diunduh 2012 Sep 2012] ; (November 1991) Volume 4 no. 4. Tersedia
pada:
http://cool.conservation-us.org/byorg/abbey/ap/ap04/ap04-4/ap04402.html
Rachim DA. 2009. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu
Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rachim DA dan Suwardi. 2000. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor (ID):
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering (third edition). New York (US): John Wiley &
Sons, Inc.
Sihombing O. 1999. Pengaruh Pemberian Biomass, Decomposer dan Fospat Alam
terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Produksi Kedelai (Glycine max
L. Merr) pada Typic Dystropepts dan Typic Palehumults [Skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sosrodarsono S, Takeda K, editor. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Ed ke-9.
Taulu L, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita. Terjemahan dari :
Manual on Hydrology.
Suwardi dan Wiranegara. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi
Tanah. Bogor (ID) : Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penggunaan
lahan
Kebun
campuran
Permukiman
Semak
Hutan pinus

Kadar air awal, Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel (BJP), dan Porositas
total pada berbagai penggunaan lahan di dua kedalaman tanah
Kedalaman
tanah (cm)
0-20
20-40
0-20
20-40
0-20
20-40
0-20
20-40

KA
b/b
(%)
48.31
61.31
38.97
52.14
43.89
64.41
40.22
54.67

KA
v/v
(%)
41.45
51.82
40.34
50.61
40.05
50.99
38.06
48.18

Bobot isi
(g/cm3)

BJP
(gram/cm3)

Porositas
total (%)

0.86
0.85
1.04
0.97
0.91
0.79
0.95
0.88

2.487
2.562
2.657
2.564
2.560
2.582
2.567
2.560

65.50
67.01
60.85
62.18
64.45
69.41
63.14
65.63

Lampiran 2. Klasifikasi infiltrasi tanah konstan menurut Kohnke (1968)
Kelas
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Sangat lambat
1
Lambat
1–5
Sedang lambat
5 – 20
Sedang
20 – 65
Sedang cepat
65 – 125
Cepat
125 – 250
Sangat cepat
> 250
(Sumber : Kohnke 1968 dalam Lee 1988)

21

Lampiran 3. Hasil pengukuran lapang laju infilrasi hutan pinus
Menit
ke
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
44
46
48
50
52
54
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100

Waktu t
(menit)

Ulangan I
∆h (cm)

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Ket : ∆h (penurunan air)
i (laju infiltrasi)

2.2
2.3
2
1.8
1.6
1.5
1.5
1.3
1.1
1
1.1
0.9
0.9
0.9
0.7
0.7
0.6
0.6
0.6
0.6
0.4
0.5
0.5
0.4
0.3
0.4
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.5
0.3
0.3
0.2
0.2
0.3
0.3
0.3
0.2
0.3
0.2
0.2
0.3
0.3

Ulangan 2

i (mm/jam)
660
690
600
540
480
450
450
390
330
300
330
270
270
270
210
210
180
180
180
180
120
150
150
120
90
120
90
90
90
90
90
90
90
90
90
90
150
90
90
60
60
90
90
90
60
90
60
60
90
90

∆h (cm)
3
2.5
2
2
1.8
1.8
1.7
1.3
1.5
1.2
1.2
1
0.9
1.1
1
0.9
1.1
1
1
1
0.8
0.8
0.9
0.7
0.8
0.8
0.4
1.3
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.6
0.5
0.7
0.5
0.5
0.5
0.6
0.5
0.6
0.5
0.5
0.5
0.5
0.4
0.4
0.4
0.5

Ulangan 3

i (mm/jam)
900
750
600
600
540
540
510
390
450
360
360
300
270
330
300
270
330
300
300
300
240
240
270
210
240
240
120
390
210
210
210
210
210
180
150
210
150
150
150
180
150
180
150
150
150
150
120
120
120
150

∆h (cm)
3
2.5
2.1
1.7
1.2
1
0.7
0.7
0.7
0.7
0.6
0.7
0.4
0.5
0.5
0.5
0.4
0.5
0.6
0.4
0.4
0.5
0.5
0.3
0.3
0.4
0.6
0.4
0.4
0.4
0.6
0.2
0.2
0.3
0.2
0.2
0.3
0.3
0.2
0.4
0.3
0.2
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.8
0.3
0.3

i (mm/jam)
900
750