Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Hasil Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu (DAS Cisadane Hulu dan Cianteun)
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
BERDASARKAN HASIL KLASIFIKASI DAS CISADANE
BAGIAN HULU (DAS CISADANE HULU DAN CIANTEUN)
SUGIH MAHERA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Hasil Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu (DAS Cisadane Hulu dan Cianteun) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Sugih Mahera
(4)
ABSTRAK
SUGIH MAHERA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Hasil Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu (DAS Cisadane Hulu dan Cianteun). Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan SURIA DARMA TARIGAN.
DAS Cisadane merupakan salah satu wilayah kerja prioritas pemerintah Indonesia dalam rangka upaya penyelamatan sumberdaya alam tanah, air, dan tanaman, khususnya bagian hulu DAS untuk keberlanjutan daya dukung DASnya dalam menopang kehidupan manusia. Tujuan penelitian ini adalah mengklasifikasikan DAS Cisadane Hulu dan Cianteun serta menentukan pengelolaan DAS yang sesuai berdasarkan hasil klasifikasi DAS. Prosedur analisis data dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai. Kriteria yang dipilih adalah kondisi lahan, tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah.
DAS Cianteun mendapatkan skor untuk kondisi lahan, tata air, ekonomi sosial dan kelembagaan, investasi bangunan air, serta pemanfaatan ruang wilayah masing-masing sebesar 37,50, 23,50, 23,50, 5,00, dan 7,50, sedangkan DAS Cisadane Hulu mendapatkan skor masing-masing 42,50, 16,50, 28,25, 10,00, dan 6,25. Berdasarkan hasil ini, daya dukung DAS Cisadane Hulu harus dipulihkan karena total nilai skor DAS Cisadane hulu 103,50 (>100), sedangkan total nilai skor DAS Cianteun sebesar 97,00 (<100), sehingga daya dukung DAS Cianteun masih dapat dipertahankan.
Kegiatan pengelolaan DAS terkait hasil klasifikasi DAS berupa optimalisasi penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan daya dukung wilayah, serta menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Kegiatan ini dikhususkan untuk DAS Cisadane Hulu yang harus dipulihkan daya dukungnya. Sementara itu, untuk DAS Cianteun yang harus dipertahankan daya dukungnya, kegiatan pengelolaan yang harus dilakukan adalah menjaga dan memelihara produktivitas dan keutuhan ekosistem dalam DAS secara berkelanjutan.
Kata kunci: Cisadane, daya dukung DAS, dipertahankan, dipulihkan, kriteria klasifikasi DAS
(5)
ABSTRACT
SUGIH MAHERA. Management of Watershed Based on Its Classification of Upper Cisadane Watershed (Cisadane Hulu and Cianteun). Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and SURIA DARMA TARIGAN.
Cisadane watershed is classified as one of Indonesia goverment priorities in preserving the natural resources such as soil, water, and land especially for the upper watershed. It supports watershed capacity that is utilized to support human activities. The aim of this research was to classify Cisadane Hulu and Cianteun watershed, and to determine the management activity of watershed based on the classification of its watershed. The procedure of data analysis followed the decree of Ministry of Forestry No. 61, 2014 about criteria of watershed’s classification. The used criteria are land condition, water management, social economic and institution, water building investment, and utilization of area.
Score of Cianteun watershed for land condition, water management, social economic and institution, water building investment and utilization of area were 37,50, 23,50, 23,50, 5,00, and 7,50 respectively, amounted 103,50 in total. Meanwhile score for Cisadane Hulu watershed are 42,50, 16,50, 28,25, 10,00, and 6,25 respectively, amounted 97,00 in total. Based on it’s score, carrying capacity of Cisadane Hulu watershed should be restored to achieved score more than 100. Meanwhile, total score of Cianteun watershed is 97,00 (less than 100) and carrying capacity of Cianteun watershed could be still maintained.
The planned activities of watershed management that related to the result of watershed classification are optimization of land use based on the function and
area’s carrying capacity, and also the application of soil and water conservation technique. The activities are particularly implemented for Cisadane Hulu watershed’s carrying capacity that should be restored. Meanwhile, management activities that could be proposed are sustainably preservation and maintenance of productivity and ecosystem of Cianteun watershed.
Keywords: Cisadane, maintained, restored, watershed’s classification criteria, watershed’s carrying capacity
(6)
(7)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
BERDASARKAN HASIL KLASIFIKASI DAS CISADANE
BAGIAN HULU (DAS CISADANE HULU DAN CIANTEUN)
SUGIH MAHERA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(8)
(9)
Judul Skripsi : Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Hasil Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu (DAS Cisadane Hulu dan Cianteun)
Nama : Sugih Mahera NIM : A14100002
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Pembimbing I
Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, dengan judul Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Hasil Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu (DAS Cisadane Hulu dan Cianteun).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Nina Susilawati, SP, MSi beserta staf Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung, Bogor, yang telah membantu dan memfasilitasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
(11)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Daerah Aliran Sungai 2
Lahan Kritis 3
Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan 3
Erosi 4
Koefisien Rejim Sungai 4
Koefisien Aliran Permukaan 5
Debit Air 5
Curah Hujan 5
Sedimen 6
Banjir 6
Kebutuhan Air 6
Kesejahteraan Penduduk 7
Kawasan Lindung dan Budidaya 7
METODE 8
Waktu dan Lokasi 8
Alat dan Bahan 8
Pengumpulan Data 9
Prosedur Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 12
Penilaian Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu 13 Hasil Akhir Penilaian Penetapan Klasifikasi DAS 24 Kelemahan dan Kelebihan Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS untuk Penerapan
di Indonesia 25
Kegiatan Pengelolaan DAS dari Hasil Klasifikasi DAS 27
(12)
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL
1 Kriteria, Sub Kriteria, dan Pembobotan dalam Penetapan Klasifikasi
DAS 10
2 Bobot, Nilai, dan Skor Penilaian Kriteria/Sub Kriteria Penetapan
Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu 15
3 Hasil Penilaian Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Cisadane Bagian
Hulu 24
DAFTAR GAMBAR
1 Peta DAS Cisadane Bagian Hulu 8
2 Peta Penggunaan Lahan DAS Cisadane Bagian Hulu 16
3 Peta Lahan Kritis DAS Cisadane Bagian Hulu 17
4 Peta Administrasi Kecamatan DAS Cisadane Bagian Hulu 22 5 Peta Pola Ruang Wilayah DAS Cisadane Bagian Hulu 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Penilaian DAS Cianteun dan Cisadane Hulu 32 2 Data Debit Harian DAS Cianteun dan Cisadane Hulu 52
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas DAS di darat merupakan pemisah topografis dan batas DAS di laut mencapai daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah DAS yang luas dan digunakan sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, dan penggunaan lahan lainnya. Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014, seluruh daratan terbagi habis dalam DAS dan semua orang hidup di dalam DAS. Saat ini sebagian DAS di Indonesia telah mengalami kerusakan pada aspek biofisik, kualitas air, dan sosial masyarakatnya. Kerusakan DAS yang terjadi diakibatkan oleh perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS (Arifjaya 2012). Gejala dari kerusakan DAS ini dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di wilayah DAS. Kerusakan ini berdampak pada kondisi kuantitas air sungai yang menjadi fluktuatif, penurunan cadangan air serta tingginya laju sedimentasi, dan erosi. Dampak yang terjadi kemudian adalah terjadinya banjir, penurunan kualitas air sungai akibat pencemaran air oleh limbah industri, pertanian, dan pertambangan.
Melihat kondisi kerusakan DAS saat ini, DAS yang tersebar di wilayah Indonesia, ada yang harus dipertahankan daya dukungnya namun banyak pula yang harus dipulihkan daya dukungnya. Menurut peraturan pemerintah No. 37 Tahun 2012, daya dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya yang hidup di wilayah DAS secara berkelanjutan. DAS yang perlu dipulihkan daya dukungnya adalah DAS dengan kondisi lahan serta kuantitas, kualitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sedangkan DAS yang perlu dipertahankan daya dukungnya adalah DAS yang masih berfungsi sebagaimana mestinya.
Salah satu DAS di Indonesia yang perlu diperhatikan adalah DAS Cisadane. DAS Cisadane merupakan salah satu wilayah kerja prioritas pemerintah dalam rangka upaya penyelamatan sumberdaya alam tanah, air, dan tanaman. Khususnya DAS Cisadane bagian hulu, yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan pelindung DAS sehingga jika terjadi perubahan pada komponennya, maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS.
Beberapa permasalahan yang terjadi di DAS Cisadane diantaranya ialah pencemaran di DAS Cisadane bagian hulu. Pencemaran ini berasal dari pencemar domestik. Menurut kajian tim JICA (2012), sampah sudah tersebar di 74 titik dengan total volume 1.744,25 m3. Selain itu, masalah lain ialah terjadi juga alih fungsi lahan dari hutan/kebun menjadi tegalan/pemukiman dan erosi berat. Permasalahan-permasalahan di DAS tersebut memerlukan tindakan lanjutan untuk
(14)
tetap menjaga keberlanjutannya. Tindakan awal yang perlu dilakukan adalah penetapan kriteria klasifikasi DAS.
Penetapan klasifikasi DAS ini dikaitkan dengan daya dukung DAS. Hasil dari penetapan kriteria klasifikasi DAS adalah acuan untuk tetap dipulihkan atau dipertahankannya daya dukung DAS tersebut. Daya dukung DAS yang dipulihkan atau dipertahankan dimaksudkan untuk mencapai mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS tersebut serta dapat memudahkan untuk mengambil arah kebijakan yang tepat untuk pengelolaan DAS selanjutnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan DAS Cisadane Hulu dan Cianteun berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014, serta menentukan pengelolaan DAS yang sesuai berdasarkan hasil klasifikasi DAS tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pengelolaan DAS Cisadane khususnya di bagian hulu dan sebagai basis arah kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah yang tecantum dalam Undang-Undang mengenai Sumberdaya Air No. 7 Tahun 2004, suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas DAS di darat merupakan pemisah topografis dan batas DAS di laut mencapai daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Selain itu, menurut Sinukaban (2007), DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh ke dalam DAS akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut.
DAS terdiri dari beberapa unsur yang meliputi unsur abiotik (tanah, iklim dan air), unsur biotik (flora dan fauna), dan manusia. Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi dan memiliki ketergantungan satu dengan lainnya. DAS dapat dianggap sebagai satuan sistem hidrologi dengan masukan berupa air hujan sehingga interaksi antar komponen sumberdaya dalam DAS dapat digambarkan melalui suatu siklus pergerakan air. Dalam satuan hidrologi, DAS terdiri atas masukan, proses dan keluaran. Masukan dalam sistem DAS adalah curah hujan yang selanjutnya mengalami berbagai macam proses dan menghasilkan keluaran berupa air dan sedimen. Keluaran yang dihasilkan dari masukan dalam DAS
(15)
bergantung dari masukan dan proses yang terjadi. Proses dalam DAS yang mempengaruhi hasil keluaran yang dihasilkan terkait dengan karakteristik DAS. Karakteristik tersebut meliputi curah hujan, jenis tanah, topografi, dan penggunaan lahan (Atmaja 2012).
Lahan Kritis
Salah satu kondisi lahan yang harus diperhatikan dalam penetapan klasifikasi DAS adalah tingkat kekritisan lahan pada DAS. Istilah kritis berkaitan dengan keadaan biofisik yang dapat menyangkut fungsi produksi, fungsi lingkungan, fungsi konstruksi, dan fungsi-fungsi lain lahan. Keadaan ini dapat merupakan bawaan alami lahan (misalnya lahan gurun), atau karena kerusakan oleh alam (bencana alam) atau oleh perilaku manusia (salah menggunakan lahan). Kekritisan lahan ditentukan oleh interaksi antar komponen lahan, baik yang berlangsung secara alamiah maupun yang berlangsung di bawah pengaruh tindakan manusia (Notohadiprawiro 2006).
Menurut Departemen Kehutanan (2004), lahan kritis merupakan lahan dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Menurut Setiawan (2007), lahan kritis adalah suatu lahan yang telah mengalami kerusakan fisik karena berkurangnya tanaman penutup pada lahan dan adanya erosi serta membahayakan fungsi hidrologi dan lingkungan. Lahan kritis, berdasarkan tingkatannya terbagi atas empat kategori, yaitu sangat kritis, kritis, agak kritis dan berpotensi kritis.
Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan
Penggunaan lahan dan penutupan lahan pada DAS juga menjadi faktor penting dalam penetapan klasifikasi DAS. Menurut Sitorus (2001), penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap lahan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu 1) pengunaan lahan pertanian dan 2) penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan lokasi lahan. Penggunaan lahan untuk pertanian tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air, dan tingkat erosi yang telah terjadi (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami (Lillesand dan Kiefer 1997).
Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan (Sutanto 1998) adalah upaya mengelompokkan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan.
(16)
Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan. Klasifikasi ini dilatarbelakangi oleh kepentingan atau pada waktu tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan berdasarkan hasil analisis citra landsat dapat menyadap tujuh kategori penutup lahan/penggunaan lahan. Kategori yang menonjol dan mudah diinterpretasikan oleh seorang peneliti adalah 1) air, 2) hutan, 3) lahan pertanian, 4) lahan rawa, 5) lahan perdagangan, 6) lahan pemukiman dengan bangunan bertingkat tinggi, dan 7) lahan pemukiman dengan bangunan bertingkat rendah.
Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami. Menurut penyebabnya atau media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu erosi angin dan erosi air. Pada dasarnya erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah (Arsyad 2000). Sejalan dengan itu, menurut Rachim (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi. Menurut Aleksander (2010), terjadinya erosi tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Dampak dari erosi tanah dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu 1) menurunnya produktifitas lahan seiring dengan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang subur, dan 2) terjadi sedimentasi di sungai yang menyebabkan kerusakan saluran dan berkurangnya kapasitas tampungan.
Erosi dibagi menjadi dua macam, yaitu erosi geologi dan erosi dipercepat (Hardjowigeno 1995). Erosi geologi merupakan erosi yang berjalan lambat dengan jumlah tanah yang tererosi sama dengan jumlah tanah yang terbentuk. Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami. Erosi dipercepat (accelerated erosion) adalah erosi yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang mengganggu keseimbangan alam dan jumlah tanahnya yang tererosi lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat cepat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi hilang.
Koefisien Rejim Sungai
Koefisien regim sungai (KRS) (Suripin 2001) adalah bilangan yang merupakan perbandingan antara debit harian maksimum dan debit harian minimum bulanan. Makin kecil harga KRS berarti makin baik kondisi hidrologis suatu DAS.
Menurut Arsyad (2006), debit aliran sungai berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan debit akan mencapai maksimum dan pada musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio Qmax/Qmin menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut. Semakin kecil Qmax/Qmin semakin baik keadaan vegetasi dan tataguna lahan suatu DAS, dan semakin besar rasio tersebut semakin buruk keadaan vegetasi dan penggunaan lahan DAS tersebut.
(17)
Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan yang diberi notasi cmerupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap jumlah curah hujan. Nilai c yang kecil menunjukkan kondisi DAS masih baik, sebaliknya yang besar menunjukkan DASnya sudah rusak (Suripin 2001).
Menurut Asdak (2004) bahwa nilai koefisien aliran permukaan yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Hal ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran sumberdaya air karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang. Kerugian lainnya adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi air larian, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar.
Debit Air
Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui sungai per satuan waktu. Besar debit biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/detik) (Soewarno 1991). Debit merupakan faktor penting dalam tata air DAS dan menjadi salah satu kriteria penetapan klasifikasi DAS. Data debit air sungai berfungsi memberikan informasi mengenai jumlah air yang mengalir pada waktu tertentu. Hal ini berguna untuk mengetahui kecukupan penyedian air untuk berbagai keperluan. Dilihat dari segi fisik DAS, Hadinugroho (2000) menyebutkan bahwa indikator normal tidaknya suatu DAS ditentukan, diantaranya, oleh nisbah debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin). Kondisi fisik DAS dianggap baik apabila nisbah Qmax/Qmin relatif stabil dari tahun ke tahun, sedangkan kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila nisbah Qmax/Qmin terus naik dari tahun ke tahun.
Curah Hujan
Curah hujan (Sutoyo 1999) adalah salah satu parameter penting dalam sistem DAS. Curah hujan merupakan salah satu mata rantai daur hidrologi yang berperan menjadi pembatas adanya potensi sumberdaya air di dalam suatu DAS. Data curah hujan sering dibutuhkan dalam penyelesaian masalah hidrologi, seperti penelusuran masalah banjir, penentuan ketersediaan air irigasi ataupun untuk mendesain bangunan air. Selain itu, menurut Wahyuni (2001), curah hujan merupakan tinggi air hujan (dalam mm) yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan ke dalam tanah. Nilai curah hujan memiliki data yang sangat beragam dibandingkan unsur-unsur iklim yang lain, baik variasi tempat maupun waktu. Keragaman curah hujan menurut ruang sangat dipengaruhi oleh letak geografi, topografi, ketinggian tempat, arah angin, dan letak lintang. Keragaman curah hujan terjadi juga secara lokal di suatu tempat yang disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi topografi seperti bukit, gunung, atau pegunungan. Perbedaan ini akan menyebabkan penyebaran hujan tidak merata. Keragaman hujan menurut waktu dapat dipandang dalam hubungannya dengan regim-regim hujan.
(18)
Sedimen
Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Nisbah jumlah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR) (Arsyad 2000).
Sedimentasi terjadi melalui beberapa proses yaitu melalui proses erosi, transportasi, pengendapan, dan pemadatan (compaction). Besarnya volume angkutan sedimen terutama tergantung kepada perubahan kecepatan aliran, perubahan musim kemarau dan penghujan, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Dalam hal ini, penetapan klasifikasi DAS, penilaian muatan sedimen di DAS berpengaruh terhadap daya dukung DAS tersebut (Ramadhon 2009)
Banjir
Banjir diartikan sebagai peristiwa meluapnya air sungai karena kelebihan volume air sehingga menyebabkan genangan pada daerah sekitarnya. Menurut Suherlan (2001), banjir memiliki dua arti, yaitu 1) meluapnya air sungai disebabkan oleh debit yang melebihi daya tampung sungai pada saat curah hujan yang tinggi, dan 2) merupakan genangan pada daerah yang biasanya tidak tergenang. Kejadian banjir pada DAS mengimplikasikan adanya volume air yang tidak dapat ditampung oleh sungai sehingga meluap ke daratan. Banjir biasanya disebabkan oleh banyak faktor seperti konversi lahan (daerah resapan air menjadi daerah terbangun) atau curah hujan yang sangat tinggi. Berdasarkan hal ini, kejadian banjir dapat menjadi kriteria penilaian dalam penetapan klasifikasi DAS.
Kebutuhan Air
Air merupakan sumberdaya alam yang terpulihkan (renewable) dan keberadaannya mengikuti suatu kaidah yang disebut daur hidrologi. Sumberdaya alam ini, tentunya harus dikelola dengan baik. Pengelolaan sumberdaya air tidak terlepas dari pengelolaan DAS. Dengan demikian strategi pengelolaan DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula. Ketersediaan adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah tertentu dalam jangka waktu (periode) tertentu (Triadmodjo 2009).
Kebutuhan air cenderung makin bertambah seiring dengan bertambahnya penduduk serta keperluannya. Sementara itu, ketersediaan air cenderung menurun dengan menurunnya daya dukung lingkungan. Jika ketersediaan air tidak dapat memenuhi kebutuhan air maka akan terjadi masalah yang cukup kompleks. Hal ini karena air adalah sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup makhluk. Penetapan klasifikasi DAS juga mempertimbangkan hal ini untuk menentukan dipulihkan atau dipertahankannya suatu DAS (Maryanto 2014).
(19)
Kesejahteraan Penduduk
Kondisi ekonomi dan kelembagaan penduduk di DAS juga mempengaruhi penetapan klasifikasi DAS selain kondisi fisik lahan dan tata air DAS. Ukuran tingkat kesejahteraan penduduk adalah kompleks karena ukurannya tidak hanya berupa ukuran yang dapat dilihat namun juga yang tidak terlihat. Menurut Suandi (2007), kesejahteraan penduduk suatu negara dapat diukur dengan pengukuran indeks komposit dari kualitas manusia. Sementara itu, menurut BKKBN (2011), Kesejahteraan keluarga yang nantinya berimbas kepada kesejahteraan penduduk menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan keluarga. Tingkat kesejahteraan keluarga dibagi ke dalam lima tingkatan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera Tahap 1, Keluarga Sejahtera Tahap 2, Keluarga Sejahtera Tahap 3, dan Keluarga Sejahtera Tahap 3 plus.
Kawasan Lindung dan Budidaya
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992, Kawasan terbagi menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung meliputi hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan kawasan sekitar waduk/danau, sungai, sekitar mata air, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, dan ilmu pengetahuan dan kawasan rawan bencana. Kawasan budidaya adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata, dan kawasan tempat pertahanan keamanan.
Selain definisi di atas, Gunawan (2004) menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan, sedangkan, kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan kegiatan manusia yang lebih kompleks yang berupa kawasan pemukiman, pertanian, dan industri.
(20)
METODE
Waktu dan Lokasi
Kegiatan Penelitian ini dilakukan di DAS Cisadane bagian hulu, yaitu DAS Cisadane Hulu dan DAS Cianteun. Kedua DAS tersebut berada di Kota dan Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama bulan Juni-Agustus 2014.
Gambar 1. Peta DAS Cisadane Bagian Hulu. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian yaitu GPS (Global Positioning System), Kamera Digital, alat tulis, kalkulator dan komputer serta beberapa software seperti Microsoft Excel, ArcGis 9.3 dan Arcview 3.3.
Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Peta-peta
a. Peta Wilayah DAS Cisadane (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
b. Peta Penggunaan Lahan DAS Cisadane (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
c. Peta Lahan Kritis Wilayah DAS Cisadane (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
d. Peta RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 dan Kota Bogor 2011-2031 (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
(21)
e. Peta Prediksi Erosi wilayah DAS Cisadane Cisadane (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
2. Data
a. Data Curah Hujan PLTA Karacak dan PLTA Empang (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
b. Data Debit Aliran Sungai SPAS Batu Beulah dan SPAS Empang (Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung).
c. Data Jumlah Penduduk Miskin DAS Cisadane (Sumber: BPS Kota/Kab Bogor).
d. Data Mata Pencaharian Penduduk DAS Cisadane (Sumber: BPS Kota/Kab Bogor).
3. Sampel air di DAS Cisadane bagian hulu. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini umumnya adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan meliputi data sedimentasi pada air sungai, informasi banjir, data norma konservasi, data penggunaan lahan, dan data nilai investasi bangunan air pada DAS Cisadane bagian hulu. Data sedimentasi pada air sungai merupakan hasil uji laboratorium Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor. Data sedimentasi pada air sungai ini menunjukkan hasil sedimentasi yang terjadi pada DAS Cisadane bagian hulu, kemudian informasi banjir, norma konservasi dan nilai investasi bangunan air merupakan hasil wawancara masyarakat dan petugas Instansi Pengelolaan DAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai/BPDAS dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Air/BPSDA). Data penggunaan lahan merupakan data cek lapang DAS Cisadane yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2014.
Data sekunder lain yang dibutuhkan adalah data debit sungai, data curah hujan, data jumlah penduduk, dan data mata pencaharian penduduk. Data debit sungai dan curah hujan DAS Cisadane didapatkan dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). Data tersebut digunakan untuk mengetahui kuantitas, kualitas dan kontinuitas air pada DAS Cisadane. Data jumlah penduduk, dan data mata pencaharian penduduk DAS Cisadane didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten/Kota Bogor. Data ini digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat di DAS Cisadane.
Peta-peta yang digunakan pada penelitian ini adalah peta-peta yang meliputi peta wilayah, peta prediksi erosi, peta RTRW Kabupaten/Kota Bogor, dan peta lahan kritis DAS Cisadane. Peta-peta tersebut didapatkan dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). Peta-peta tersebut digunakan untuk mengetahui persentase penggunanaan lahan, lahan kritis, kawasan lindung dan budidaya, luas wilayah, klasifikasi kota dan kabupaten serta pendugaan erosi dengan faktor CP.
(22)
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai. Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai ini berlandaskan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012. Kriteria, sub kriteria, dan pembobotannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria, Sub Kriteria, dan Pembobotan dalam Penetapan Klasifikasi DAS.
No Kriteria/Sub Kriteria Bobot
1 Kondisi Lahan 40
A. Persetase Lahan Kritis 20
B. Persentase Penutupan Vegetasi 10
C. Nilai Faktor CP 10
2 Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) 20
A. Koefisien Rejim Aliran 5
B. Koefisien Aliran Tahunan 5
C. Muatan Sedimen 4
D. Banjir 2
E. Indeks Penggunaan Air 4
3 Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 20
A. Tekanan Penduduk terhadap Lahan 10
B. Tingkat Kesejahteraan Penduduk 7
C. Keberadaan dan Penegakan Peraturan 3
4 Investasi Bangunan Air 10
A. Klasifikasi Kota 5
B. Klasifikasi Nilai Bangunan Air 5
5 Pemanfaatan Ruang Wilayah 10
A. Kawasan Lindung 5
B. Kawasan Budidaya 5
Jumlah 100
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014
Setiap sub kriteria dihitung nilainya berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Nilai sub kriteria persentase lahan kritis dihitung berdasarkan persentase luas lahan kritis dan sangat kritis pada lahan tersebut. Persentase luas lahan kritis dan sangat kritis ini dihitung berdasarkan peta lahan kritis wilayah DAS Cisadane bagian hulu ( ). Nilai sub kriteria persentase penutupan vegetasi pun juga dihitung berdasarkan peta penggunaan lahan di DAS Cisadane bagian hulu. Nilai sub kriteria persentase penutupan lahan vegetasi merupakan persentase lahan vegetasi berkayu atau hutan ( ). Selanjutnya, untuk menentukan nilai faktor CP dibutuhkan data nilai CP (nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman) dan luas tiap penggunaan lahan di DAS Cisadane bagian hulu. Data nilai CP dan luas tiap penggunaan lahannya
(23)
dihitung berdasarkan peta prediksi erosi. Nilai faktor CP yang didapat merupakan hasil dari jumlah perkalian antara persentase luas tiap penggunaan lahan dan nilai CP unit lahan tersebut ( ∑ x CPi)).
Sub kriteria selanjutnya adalah koefisien rejim aliran (KRA). Nilai KRA dihitung menggunakan data debit DAS Cisadane bagian hulu (lampiran 2). Nilai KRA merupakan rasio antara debit harian tertinggi rata-rata tahunan dan debit andalan (
. Nilai sub kriteria koefisien aliran tahunan (c) juga
menggunakan data debit. Selain data debit, nilai c juga menggunakan data curah hujan tahunan DAS Cisadane. Nilai c ini merupakan rasio antara debit rata-rata tahunan dan curah hujan rata-rata tahunan (
). Sub kriteria selanjutnya
adalah muatan sedimen. Nilai muatan sedimen dihitung dengan menggunakan data debit dan jumlah sedimen di DAS Cisadane bagian hulu. Data jumlah sedimen di DAS Cisadane bagian hulu merupakan hasil pengujian laboratorium Balai Penelitian Tanah. Nilai muatan sedimen merupakan rasio antara perkalian muatan sedimen dan debit dengan perkalian luas DAS dan SDR (Sediment Delivery Ratio) (
). Nilai banjir merupakan frekuensi banjir yang
terjadi pada DAS Cisadane bagian hulu. Data frekuensi banjir DAS Cisadane bagian hulu didapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar DAS Cisadane bagian hulu. Nilai indeks penggunaan air menggunakan data jumlah kebutuhan air masyarakat secara menyeluruh. Nilai indeks penggunaan air merupakan rasio antara total kebutuhan air masyarakan dan debit andalan DAS Cisadane bagian hulu (
).
Nilai sub kriteria tekanan penduduk terhadap lahan merupakan rasio antara luas lahan pertanian dan jumlah kepala keluarga petani di DAS. Lahan pertanian yang dimaksud adalah perkebunan, pertanian lahan kering, dan sawah. Selain data luas lahan pertanian, pada sub kriteria ini dibutuhkan juga data jumlah kepala keluarga petani di DAS Cisadane bagian hulu ( ). Nilai sub kriteria tingkat kesejahteraan penduduk merupakan persentase jumlah kepala keluarga miskin terhadap total kepala keluarga di DAS. Pada sub kriteria ini, dibutuhkan data jumlah kepala kelurga di DAS Cisadane bagian hulu beserta tingkat kesejahteraannya (
). Selanjutnya, nilai keberadaaan dan
penegakkan peraturan merupakan nilai kualitatif berdasarkan wawancara pada masyarakat sekitar DAS Cisadane bagian hulu. Wawancara ini berkaitan dengan adanya norma konservasi dan kepatuhan masyarakat terhadap norma tersebut.
Nilai sub kriteria klasifikasi kota merupakan nilai klasifikasi kota yang terdapat di DAS. Nilai klasifikasi kota ini didapatkan dari peta administrasi DAS Cisadane bagian hulu. Nilai klasifikasi bangunan air merupakan klasifikasi investasi bangunan air di DAS. Nilai investasi bangunan air pada DAS Cisadane bagian hulu didapatkan dari hasil wawancara dengan BPSDA.
Nilai sub kriteria kawasan lindung merupakan persentase luas liputan vegetasi terhadap luas kawasan lindung di dalam DAS (
). Nilai sub kriteria kawasan budidaya
merupakan persentase luas total lahan dengan kemiringan lereng 0-25% dengan
(24)
(
). Nilai kedua sub
kriteria tersebut menggunakan peta RTRW kota/kabupaten Bogor.
Setelah nilai pada semua sub kriteria sudah dihitung, maka nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelas dan diberi skor sesuai dengan sub kriterianya. Kelas yang dimaksud adalah kelas dengan kualifikasi tingkat pemulihan daya dukung DAS. Kualifikasi ini dibagi dalam 5 tingkat pemulihan daya dukung DAS, yaitu kualifikasi pemulihan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Skor pada setiap sub kriteria diberikan berdasarkan kelas kualifikasi pemulihan daya dukung. Skor berkisar antara 0,50 untuk kelas kualifikasi pemulihan sangat rendah dan 1,50 untuk kelas pemulihan sangat tinggi. Selisih skor antar tingkatan kelas adalah 0,25, kemudian skor pada setiap sub kriteria dikalikan dengan bobot yang terdapat pada Tabel 1.
Nilai total skor per DAS didapat dari hasil penjumlahan dari perkalian antara skor dan bobot untuk semua kriteria. Nilai total skor DAS berkisar antara
50 sampai 150, jika nilai total skor ≤100, maka DAS termasuk DAS yang dipertahakan daya dukungnya. Jika nilai total skor >100, maka DAS termasuk DAS yang dipulihkan daya dukungnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi PenelitianKondisi umum lokasi penelitian meliputi hal-hal yang berkaitan dengan administrasi, kondisi fisik serta keadaan sosial DAS Cisadane bagian hulu (DAS Cianteun dan Cisadane Hulu). DAS ini secara administrasi berada di Kota/Kabupaten Bogor. DAS Cianteun secara administrasi tersebar di 63 desa (9 kecamatan) di Kabupaten Bogor sedangkan DAS Cisadane Hulu terletak di 147 Desa (19 Kecamatan) di Kota/Kabupaten Bogor.
Sungai utama yang mengalir di DAS Cisadane adalah Sungai Cisadane. Sungai ini berasal dari Gunung Gede (2.958 m dpl), mengalir sepanjang 126 km menuju muara di sekitar Tanjung Burung di Kabupaten Tangerang. Bagian hulu DAS Cianteun terdapat di Gunung Kendeng (1.749 m dpl) dan Gunung Salak (2.211 m dpl). Air mengalir dari Gunung Kendeng melewati Sungai Cikaniki dan bergabung dengan Sungai Cianteun di Desa Ciujung Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Variasi ketinggan DAS Cisadane bagian hulu sangat beragam dengan didominasi oleh daerah yang berbukit dan bergelombang. 45,6% dari total wilayah DAS Cisadane Hulu merupakan wilayah dengan ketinggian 200-500 m dpl. Pada DAS Cianteun 40,5% wilayahnya berada pada ketinggian 500-1000 m dpl. DAS Cisadane bagian hulu merupakan konsentrasi kawasan hijau yang didominasi oleh lahan pertanian semusim, ladang, sawah, dan tegalan, namun terlepas dari itu, DAS Cisadane bagian hulu juga sedang berkembang menjadi pemukiman khususnya DAS Cisadane Hulu.
Fungsi kawasan kedua DAS (Cisadane Hulu dan Cianteun) masuk ke dalam kawasan hutan seperti Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Hutan Produksi, dan Hutan Produksi Terbatas serta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sebaran jenis tanah pada bagian hulu DAS Cisadane relatif lebih
(25)
beragam dibandingkan bagian tengah dan hilir. Distropept lebih mendominasi jenis tanah di bagian hulu sedangkan jenis tanah Paleudult lebih mendominasi di bagian tengah dan hilir.
Pola sebaran curah hujan di DAS Cisadane tidak merata. Curah hujan paling tinggi terdapat di DAS Cisadane Hulu. Curah hujan semakin berkurang ke daerah hilir DAS Cisadane. Hasil interpolasi 13 stasiun curah hujan yang dikelola PSDA, diperoleh bahwa curah hujan di DAS Cisadane Hulu berkisar antara 2.957-4.115 mm dengan rata-rata curah sekitar 3.395 mm, sedangkan DAS Cianteun memiliki curah hujan yang berkisar 2.457-3.257 mm dengan rataan 2.831 mm.
Sebagian besar penduduk yang menetap di DAS Cisadane bagian hulu masih bermatapencaharian sebagai petani. Selain petani, penduduk yang tinggal di DAS Cianteun bekerja sebagai peternak ikan dan pedagang. Selanjutnya, di DAS Cianteun, penduduk sudah mulai mengerjakan berbagai bidang ekonomi, terutama industri, perdagangan, dan jasa yang telah mengubah pola orientasi hidup penduduk.
Penilaian Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu Penetapan klasifikasi DAS ini terdiri atas 5 kriteria dengan 15 sub kriteria yang dinilai sesuai bobot kepentingan (Tabel 1). Bobot yang paling besar adalah kriteria kondisi lahan (40), kemudian disusul oleh kriteria kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air (tata air) (20), dan kriteria sosial ekonomi dan kelembagaan (20), lalu bobot terendah adalah kriteria investasi bangunan air (10) dan kriteria pemanfaatan ruang wilayah (10). Penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut di atas, akan diperoleh nilai total skor pada setiap DAS yang berkisar dari 50-150. Klasifikasi DAS ditentukan nilai total skor kelas kualifikasi DAS. Jika
nilai total skor ≤100 maka DAS tersebut termasuk DAS yang dipertahankan daya dukungnya. Jika nilai total skor >100 maka DAS tersebut termasuk DAS yang dipulihkan daya dukungnya. Tabel 2 menunjukkan bobot dan penilaian kriteria/sub kriteria pada kedua DAS.
Kondisi Lahan
Kriteria kondisi lahan pada penetapan klasifikasi DAS mempunyai tiga sub kriteria, yaitu persentase lahan kritis pada DAS, persentase penutupan vegetasi di DAS, dan nilai faktor CP (nilai pengelolaan lahan dan tanaman). Kriteria kondisi lahan secara kuantitatif diuraikan pada Lampiran 1, Nomor 1. Secara umum, kondisi lahan DAS Cianteun dan Cisadane Hulu menunjukkan perbedaan yang jauh. DAS Cianteun masih didominasi oleh sawah, lahan pertanian kering, dan hutan, sedangkan DAS Cisadane Hulu sudah didominasi oleh pemukiman. Keadaan ini dapat dilihat pada peta penggunaan lahan kedua DAS (Gambar 2).
Hal ini sejalan dengan persentase lahan kritis DAS Cianteun yang lebih rendah yaitu sebesar 5% dibandingkan DAS Cisadane Hulu karena salah satu faktor yang mempengaruhi kekritisan lahan adalah penutupan lahan. Nilai kekritisan lahan pada DAS Cisadane bagian hulu merupakan persentase luas lahan kritis dan sangat kritis terhadap total luas DAS. Persentase lahan kritis DAS Cianteun mencapai angka 13,92%. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan
(26)
persentase lahan kritis DAS Cisadane Hulu yang mencapai 18,79%. Persentase lahan kritis kedua DAS tersebut sudah harus mendapat tindakan pemulihan. DAS Cisadane Hulu dalam hal ini lebih membutuhkan pemulihan dibandingkan DAS Cianteun. Jika persentase lahan kritis sudah mendekati angka 20%, maka dibutuhkan pemulihan yang sangat serius pada lahan di DAS tersebut. Kekritisan lahan disebabkan oleh banyak faktor, antara lain manajemen lahan yang buruk, erosi lahan, kemiringan lereng dan liputan vegetasi di lahan. Tingkat kekritisan lahan pada DAS Cisadane bagian hulu dapat dilihat pada Gambar 3.
Persentase penutupan vegetasi merupakan rasio antara luas penutupan lahan vegetasi berkayu atau hutan terhadap total luas DAS. Semakin besar nilai persentase penutupan vegetasi pada lahan di DAS menunjukkan masih terjaganya kawasan vegetasi dan hutan pada lahan tersebut. Persentase penutupan vegetasi pada kedua DAS pun cukup terpaut jauh dimana DAS Cianteun memiliki 7% lahan dengan tutupan vegetasi lebih luas dibandingkan dengan DAS Cisadane Hulu. Persentase penutupan vegetasi DAS Cianteun sebesar 31,39%.
Persentase penutupan vegetasi DAS Cisadane Hulu hanya sebesar 24,47%. Persentase penutupan vegetasi pada kedua DAS sudah termasuk dalam kualifikasi pemulihan tinggi. Persentase penutupan vegetasi di DAS idealnya lebih dari 60%. Mengingat besar persentase penutupan vegetasi sangat mempengaruhi kualitas DAS, maka DAS dengan persentase penutupan vegetasi yang besar dapat memaksimalkan fungsi DAS tersebut sebagai tempat menampung dan menyimpan air hingga dialirkan secara alami ke laut. Nilai persentase penutupan vegetasi pada penilaian kriteria penetapan klasifikasi DAS Cisadane Hulu dan Cianteun masih dalam satu kelas kualifikasi pemulihan DAS yang sama, yaitu kualifikasi pemulihan DAS tinggi dengan skor masing-masing 1,25.
Nilai faktor CP merupakan jumlah nilai CP (Nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman) per unit lahannya. Nilai CP menunjukkan kondisi tanaman dan pengelolaan lahan pada satu unit lahan. Nilai CP lahan pertanian dan hutan umumnya dibawah 0,06. Sedangkan, nilai CP lahan terbangun berkisar antara 0,70-0,75. Nilai CP setiap lahan berbeda tergantung tutupan vegetasi dan pengelolaan lahannya. Nilai faktor CP DAS Cianteun adalah 0,04. Nilai faktor CP DAS Cisadane Hulu adalah 0,05. Nilai faktor CP pada kedua DAS tidak terpaut jauh. Nilai faktor CP keduanya masih dalam kelas yang sama dalam penilaian kriteria penetapan klasifikasi DAS. Semakin besar nilai faktor CP, potensi akan erosi semakin besar. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap kondisi lahan. Nilai faktor CP yang rendah pada kedua DAS masih dalam kondisi yang tidak mengkhawatirkan.
Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas Air (Tata Air)
Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air (Tata air) pada DAS adalah salah satu faktor penting untuk melihat perlu tidaknya dilakukan pemulihan pada DAS. Secara kuantitatif, kriteria tata air ini diuraikan pada Lampiran 1, Nomor 2. Tata air ini juga menjadi salah satu kriteria dalam penetapan klasifikasi DAS. Kriteria ini memiliki lima sub kriteria, yaitu koefisien rejim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir, dan indeks penggunaan air.
Koefisien rejim aliran (KRA) merupakan rasio antara debit harian rata-rata tahunan tertinggi dengan debit andalan atau debit yang dapat dimanfaatkan. Data debit harian disajikan pada Lampiran 2. Nilai KRA DAS Cianteun adalah 14,84.
(27)
15 Tabel 2. Bobot, Nilai, dan Skor Penilaian Kriteria/Sub Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu.
No Kriteria/Sub Kriteria Bobot DAS Cianteun Skor Skor X Bobot DAS Cisadane Hulu Skor Skor X Bobot
1 Kondisi Lahan 40
A. Persetase Lahan Kritis 20 13,92 % 1,00 20,00 18,79 % 1,25 25,00
B. Persentase Penutupan Vegetasi 10 31,39 % 1,25 12,50 24,47 % 1,25 12,50
C. Nilai Faktor CP 10 0,04 0,50 5,00 0,05 0,50 5,00
2 Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) 20
A. Koefisien Rejim Aliran 5 14,84 1,00 5,00 12,54 1,00 5,00
B. Koefisien Aliran Tahunan 5 0,93 1,50 7,50 0,13 0,50 2,50
C. Muatan Sedimen 4 17,16 mm/Tahun 1,20 5,00 2,96 mm/Tahun 0,50 2,00
D. Banjir 2 3xsetahun 1,50 3,00 Tidak Pernah 0,50 1,00
E. Indeks Penggunaan Air 4 0,33 0,75 3,00 2,95 1,50 6,00
3 Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 20
A. Tekanan Penduduk terhadap Lahan 10 0,67 Ha/Kk 1,25 12,50 0,30 Ha/Kk 1,50 15,00
B. Tingkat Kesejahteraan Penduduk 7 26,59 % 1,25 8,75 23,13 % 1,25 8,75
C. Keberadaan dan Penegakan Peraturan 3 Ada, Dipraktekkan
Terbatas
0,75 2,25 Ada Norma Tidak
Sejalan dengan Konservasi
1,50 4,50
4 Investasi Bangunan Air 10
A. Klasifikasi Kota 5 Tidak Ada Kota 0,50 2,50 Kota Besar 1,25 6,25
B. Klasifikasi Nilai Bangunan Air 5 ±5 Milyar 0,50 2,50 ±20 Milyar 0,75 3,75
5 Pemanfaatan Ruang Wilayah 10
A. Kawasan Lindung 5 40,45 % 1,00 5,00 57,76 % 0,75 3,75
B. Kawasan Budidaya 5 89,87 % 0,50 2,50 92,69 % 0,50 2,50
(28)
16
(29)
17 Gambar 3. Peta Lahan Kritis DAS Cisadane Bagian Hulu.
(30)
Nilai KRA untuk DAS Cisadane Hulu 12,54. Kondisi hidrologis suatu DAS semakin baik jika KRA semakin kecil. Semakin kecil nilai KRA maka tingkat kualifikasi pemulihan DAS tersebut semakin rendah karena semakin besar debit yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan perhitungan nilai KRA, Keadaan hidrologis DAS Cisadane hulu lebih baik dibandingkan dengan DAS Cianteun. KRA suatu DAS juga berkaitan dengan keadaan vegetasi dan tata guna lahan. Menurut Arsyad (2006), semakin kecil Qmax/Qmin, maka semakin baik juga keadaan vegetasi dan tata guna lahan suatu DAS, begitu juga sebaliknya. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi lahan pada DAS Cianteun dan DAS Cisadane Hulu. Kondisi Lahan DAS Cianteun lebih baik dibandingkan dengan DAS Cisadane Hulu. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai KRA DAS Cisadane Hulu yang lebih baik dibandingkan dengan DAS Cianteun.
Beberapa faktor dominan yang mempengaruhi kondisi ini adalah pembangunan DAM yang sedang berlangsung di DAS Cianteun. Selain itu, perbedaan cara menghitung KRA juga mempengaruhi hasil tersebut. Menurut Arsyad (2006), KRA merupakan perbandingan antara debit maksimal harian dan debit minimum harian, sedangkan, menurut prosedur penelitian yang berdasarkan Peraturan Menteri tentang Penetapan Klasifikasi DAS, KRA merupakan perbandingan antara debit maksimal harian dan debit andalan atau debit yang dimanfaatkan. Debit andalan merupakan seperempat dari debit rata-rata harian Jika menggunakan definisi dari Arsyad (2006), nilai KRA untuk DAS Cianteun adalah 15,11 dan untuk DAS Cisadane Hulu adalah 5,53. Hasil perhitungan ini, untuk DAS Cianteun, mendekati nilai perhitungan KRA menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai, sedangkan hasil perhitungan menurut definisi Arsyad (2006), untuk DAS Cisadane Hulu berbeda jauh dengan nilai hasil perhitungan menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai. Berdasarkan hasil perhitungan menurut kedua definisi tersebut, perhitungan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai lebih menggambarkan keadaan sungai di lapang.
Koefisien aliran tahunan (c) adalah koefisien yang mengaitkan antara debit aliran dan curah hujan. Koefisien aliran tahunan menunjukkan seberapa besar curah hujan yang akhirnya menjadi debit aliran. Semakin kecil nilai c maka semakin rendah pula tingkat pemulihan pada DAS tersebut. Nilai c juga dipengaruhi oleh luas DAS selain curah hujan dan debit aliran. Nilai c DAS Cianteun dan DAS Cisadane Hulu adalah 0,93 dan 0,13. Berdasarkan hasil tersebut, tingkat pemulihan lebih tinggi harus dilakukan di DAS Cianteun dibandingkan DAS Cisadane Hulu. Sub kriteria muatan sedimen menunjukkan seberapa tinggi sedimen yang terendapkan di sungai per tahunnya. Nilai muatan sedimen ini merupakan nilai sesaat, bukan nilai rata-rata harian. Besar kecilnya muatan sedimen tergantung pada keadaan DAS pada saat pengamabilan sampel air, maka dari itu, nilai muatan sedimen sebenarnya belum bisa menjadi acuan baik atau tidaknya kondisi DAS secara keseluruhan. Nilai muatan sedimen DAS Cianteun lebih tinggi dibandingkan DAS Cisadane. Nilai muatan sedimen DAS Cianteun adalah 17,16 mm/tahun, sedangkan nilai muatan sedimen DAS Cisadane Hulu adalah 2,97 mm/tahun. Semakin besar nilai muatan sedimen maka tingkat pemulihan semakin dibutuhkan pada DAS tersebut. Salah satu faktor yang
(31)
mempengaruhi hal ini adalah pembangunan DAM di DAS Cianteun. Seperti yang telah disebutkan, pembangunan DAM ini sangat mempengaruhi kondisi hidrologi DAS Cianteun. Proses pembangunan DAM di DAS Cianteun membuat muatan sedimen semakin menumpuk di Sungai Cianteun akibat bahan material dalam pembangunan DAM tersebut.
Kejadian banjir juga menjadi salah satu sub kriteria dalam penetapan klasifikasi DAS. Jumlah kejadian banjir menjadi faktor yang mempengaruhi perlu tidaknya DAS tersebut dipulihkan atau dipertahankan. Semakin sering kejadian banjir maka pemulihan pada DAS tersebut harus dilakukan. DAS Cianteun mengalami 3 kali kejadian banjir selama setahun, sedangkan DAS Cisadane Hulu tidak pernah mengalami kejadian banjir dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Berdasarkan hal ini, tingkat pemulihan pada sub kriteria ini harus lebih difokuskan kepada DAS Cianteun dibandingkan DAS Cisadane Hulu. Frekuensi banjir yang sering terjadi di DAS Cianteun dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai dan belum adanya sistem pengatur tata air di DAS Cianteun.
Sub kriteria terakhir pada kriteria tata air adalah indeks penggunaan air. Indeks ini merupakan perbandingan antara total kebutuhan air terhadap debit yang dapat dimanfaatkan. Nilai indeks penggunaan air di DAS Cianteun adalah 0,33 l/tahun. Nilai indeks penggunaan air di DAS Cisadane Hulu adalah 2,95 l/tahun. Indeks Penggunaan Air pada kedua DAS terpaut sangat jauh dimana indeks penggunaan air DAS Cisadane Hulu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan indeks penggunaan air DAS Cianteun. Nilai indeks penggunaan air yang tinggi dikarenakan beberapa faktor. Faktor yang paling dominan adalah jumlah kebutuhan air di DAS. Semakin banyak jumlah penduduk dan industri, maka semakin besar air yang dibutuhkan. Semakin tinggi pula Indeks Penggunaan Air daerah tersebut. Jumlah penduduk dan industri di DAS Cianteun lebih sedikit dibandingkan dengan DAS Cisadane Hulu, sehingga indeks penggunaan Air DAS Cianteun lebih rendah dibandingkan DAS Cisadane Hulu.
Kondisi ketersediaan air di DAS Cisadane Hulu dilihat dari hasil perhitungan IPA, menunjukkan kondisi yang sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di DAS tersebut. Jika kita lihat kondisi aktual di lapang, masyarakat dan makhluk hidup lainnya yang hidup di DAS Cisadane Hulu masih dapat mencukupi kebutuhan airnya. Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan, air permukaan, dan air tanah. Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa (Suripin 2001). Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi secara akurat. Menurut Sari et al. (2012), Hal ini dikarenakan ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi. Kebutuhan air di kehidupan kita sangat luas dan selalu diinginkan dalam jumlah cukup pada saat yang tepat. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air.
Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan
Selain kriteria yang terkait dengan keadaan biofisik tanah dan air di dalam DAS, kriteria sosial, ekonomi, dan kelembagaan juga dipilih sebagai kriteria
(32)
dalam penetapan klasifikasi DAS. Uraian kuantitatif kriteria ini dapat dilihat pada Lampiran 1, Nomor 3. Kriteria ini memiliki pengaruh penting dimana melibatkan masyarakat yang merupakan salah satu elemen penting dalam suatu wilayah, dalam hal ini adalah DAS. Masyarakat merupakan elemen yang memiliki mobilitas yang dapat mengkondisikan suatu lahan sesuai keinginan dan keperluan hidupnya. Kriteria ini memiliki tiga sub kriteria, yaitu tekanan penduduk terhadap lahan, tingkat kesejahteraan penduduk, dan keberadaan dan penegakkan peraturan. Tekanan penduduk terhadap lahan merupakan rasio antara luas lahan pertanian dan jumlah petani yang berada pada DAS tersebut. Semakin luas lahan yang dapat dikuasai oleh individu petani, maka secara garis besar semakin rendah tingkat pemulihan yang diperlukan oleh DAS tersebut. Tekanan penduduk terhadap lahan pada DAS Cianteun adalah 0,67 Ha/KK. Tekanan penduduk terhadap lahan pada DAS Cisadane Hulu adalah 0,30 Ha/KK. Lahan pada DAS Cianteun masih lebih luas dari pada DAS Cisadane Hulu. Hal ini dikarenakan oleh jumlah penduduk yang lebih besar di DAS Cisadane Hulu. Selain itu, konversi lahan pertanian menjadi Pemukiman pada DAS Cisadane Hulu juga mempengaruhi hasil sub kriteria tekanan penduduk terhadap lahan. DAS Cianteun memiliki luas lahan pertanian lebih banyak yang dapat dikuasai oleh petani dibandingkan DAS Cisadane Hulu, sehingga pada sub kriteria ini, DAS Cisadane Hulu lebih memerlukan pemulihan dibandingkan DAS Cianteun.
Sub kriteria selanjutnya adalah tingkat kesejahteraan penduduk. Sub kriteria ini menggambarkan persentase kemisikinan penduduk pada DAS. Tingkat kesejahteraan penduduk DAS Cianteun mencapai 26,59%, sedangkan, tingkat kesejahteraan penduduk DAS Cisadane Hulu mencapai 22,13%. Semakin besar persentase kemiskinan pada suatu DAS, maka semakin tinggi pemulihan yang dibutuhkan oleh DAS tersebut. DAS Cianteun dan DAS Cisadane Hulu berada pada kelas pemulihan yang tinggi pada sub kriteria ini. Walaupun persentase tingkat kemiskinan DAS Cianteun lebih tinggi dibandingkan dengan DAS Cisadane Hulu. Oleh karena itu, pada sub kriteria ini, kedua DAS memiliki fokus yang sama pada kualifikasi pemulihan DAS-nya.
Selain kedua sub kriteria yang telah disebutkan, keberadaan dan penegakkan norma khususnya norma konservasi lingkungan juga menjadi faktor penting dalam upaya penetapan klasifikasi DAS. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat menyikapi norma yang ada dan tindakan yang dilakukan selanjutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar DAS, DAS Cisadane Hulu, dewasa ini sudah mempunyai norma yang tidak sejalan dengan konservasi. Masyarakat masih terbiasa membuang sampah di sungai, bahkan masih terjadi konversi lahan pertanian, hutan, atau sawah menjadi pemukiman, sedangkan pada DAS Cianteun, masyarakat masih memberlakukan norma konservasi, namun masih dipraktekkan terbatas. Melihat data dan uraian tentang Sosial, ekonomi, dan kelembagaan di DAS Cianteun dan Cisadane Hulu, upaya pemulihan lebih diperlukan oleh DAS Cisadane Hulu dibandingkan dengan DAS Cianteun pada kriteria ini.
Investasi Bangunan Air
Investasi bangunan air merupakan kriteria yang mencakup dua sub kriteria yang mempengaruhi penetapan klasifikasi DAS, sub kriteria tersebut adalah klasifikasi kota dan klasifikasi bangunan air. Perhitungan kriteria ini diuraikan
(33)
pada Lampiran 1, Nomor 4. Klasifikasi kota merupakan penilaian terhadap ada tidaknya kota pada wilayah DAS. Semakin besar kota yang berada pada DAS, maka semakin berpotensi merusak daya dukung DAS sehingga DAS memerlukan daya dukung yang tinggi. Berdasarkan peta administrasi Kabupaten/Kota Bogor, DAS Cianteun berada pada Kabupaten Bogor saja, sedangkan DAS Cisadane Hulu berada pada Kabupaten dan Kota Bogor. Kota Bogor diklasifikasikan sebagai kota besar karena memiliki penduduk 870.197 jiwa, sehingga DAS Cisadane Hulu lebih rentan terhadap kerusakan daya dukung dibandingkan DAS Cianteun. Klasifikasi kota lebih jelasnya dapat dilihat dari peta administrasi DAS Cisadane bagian hulu (Gambar 4). Berdasarkan peta tersebut, DAS Cisadane Hulu terdiri dari kabupaten dan kota Bogor, sedangkan DAS Cianteun hanya mencakup kabupaten Bogor saja.
Selain klasifikasi kota, kriteria keempat ini juga mencakup klasifikasi bangunan air. Klasifikasi bangunan air merupakan sub kriteria yang menunjukkan seberapa besar investasi yang dikeluarkan untuk membangun bangunan air seperti saluran irigasi, waduk, dan bendungan. Semakin besar investasi, maka semakin besar potensi untuk merusak daya dukung DAS tersebut. Pada kedua DAS Cisadane bagian hulu, dana investasi masih kecil. Berdasarkan wawancara, nilai bangunan air di DAS Cianteun mencapai sekitar 5 Milyar, dimana tingkat pemulihan DAS masih berada pada kelas sangat rendah sedangkan tingkat pemulihan DAS berada pada kelas rendah pada DAS Cisadane Hulu karena dana investasi mencapai kurang lebih 20 Milyar. Secara keseluruhan, kriteria investasi bangunan air, upaya pemulihan lebih diperlukan oleh DAS Cisadane Hulu dibandingkan dengan DAS Cianteun.
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Kriteria terakhir yang mempengaruhi penetapan klasifikasi DAS adalah pemanfaatan ruang wilayah. Kriteria ini menguraikan tentang dua fungsi kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kriteria ini menunjukkan seberapa besar persentase tercapainya fungsi kawasan lindung dan budidaya yang ada di dalam DAS. Uraian kuantitatif kriteria ini dapat dilihat pada Lampiran 1, Nomor 5. Persentase luas kawasan lindung yang sudah memenuhi fungsi kawasan lindung di DAS Cianteun adalah 40,45%, sedangkan, untuk DAS Cisadane Hulu mencapai 57,76%. Berdasarkan angka yang didapat, pada sub kriteria ini, kawasan lindung yang sudah memenuhi fungsinya hanya bersyaratkan liputan vegetasi berkayu yang ada pada kawan tersebut. Gunawan (2004) menyatakan bahwa penetapan kawasan lindung bukan hanya sekedar kawasan dengan liputan vegetasi yang luas. Kawasan lindung idealnya juga merupakan kawasan dengan fungsi melindungi sumberdaya alami dan buatan serta melindungi nilai sejarah dan budaya bangsa.
Sejalan dengan itu, persentase kawasan budidaya yang sudah memenuhi fungsi kawasan budidaya di DAS Cisadane Hulu lebih besar dibandingkan di DAS Cianteun. Persentase kawasan budidaya di DAS Cisadane Hulu mencapai 92,69%, sedangkan kawasan budidaya di DAS Cianteun hanya mencapai 89,87%. Pada sub kriteria ini, kawasan budidaya yang termasuk sudah memenuhi fungsinya adalah kawasan budidaya hanya dengan kemiringan lereng 0-25%. Padahal, selain faktor kemiringan lereng, terdapat juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi suatu kawasan budidaya sudah memenuhi fungsinya. Beberapa
(34)
22
Gambar 4. Peta Administrasi Kecamatan DAS Cisadane Bagian Hulu.
(35)
23 Gambar 5. Peta Pola Ruang Wilayah DAS Cisadane Bagian Hulu
(36)
faktor tersebut, menurut Gunawan (2004) adalah seberapa besar fungsi kawasan tersebut digunakan untuk kegiatan manusia yang lebih kompleks. Kegiatan tersebut, meliputi kegiatan pertanian, industri, dan pemukiman. Pemanfaatan ruang wialyah pada DAS Cisadane bagian hulu dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan hasil perhitungan, DAS Cisadane Hulu memiliki persentase pemanfaatan ruang wilayah yang lebih tinggi dibandingkan DAS Cianteun baik pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Oleh karena itu, pada kriteria ini, tingkat pemulihan yang lebih besar difokuskan kepada DAS Cianteun. Kriteria ini, secara umum, sudah menjangkau keadaan pemanfaatan fungsi lahan secara keseluruhan. Pada kedua sub kriteria, sebaiknya kawasan lindung dan budidaya memiliki ciri yang lebih rinci sehingga keadaan di lahan yang sebenarnya diketahui secara pasti.
Hasil Akhir Penilaian Penetapan Klasifikasi DAS
Hasil penilaian kriteria penetapan kualifikasi DAS Cisadane bagian hulu diuraikan pada Tabel 3. Berdasarkan perkalian antara bobot dan skor pada setiap nilai kriteria dan sub kriteria penetapan klasifikasi DAS, DAS Cisadane bagian hulu yang terdiri DAS Cianteun dan Cisadane Hulu memiliki nilai kriteria yang tidak terpaut terlalu jauh. Hasil perhitungan penilain DAS Cianteun dan DAS Cisadane Hulu menunjukkan bahwa DAS Cianteun termasuk DAS yang dipertahankan daya dukungnya karena nilai total skor dari semua kriteria ≤ 100 yaitu 97,00, sedangkan DAS Cisadane Hulu termasuk DAS yang dipulihkan daya dukungnya dengan nilai total skor mencapai 103,50.
Tabel 3. Hasil Penilaian Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS Cisadane Bagian Hulu.
No Kriteria Cianteun Cisadane Hulu
1 Kondisi Lahan 37,50 42,50
2 Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air)
23,50 16,50
3 Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 23,50 28,25
4 Investasi Bangunan Air 5,00 10,00
5 Pemanfaatan Ruang Wilayah 7,50 6,25
Total 97,00 103,50
Tabel 3 menunjukkan DAS Cisadane bagian hulu yang terdiri dari DAS Cianteun dan DAS Cisadane Hulu memiliki tingkat pemulihan yang berbeda dimana DAS Cianteun masih bisa dipertahankan daya dukungnya, sedangkan DAS Cisadane Hulu harus dipulihkan daya dukungnya. Walaupun begitu, nilai skor tingkat pemulihan DAS Cianteun hampir mendekati 100, sehingga diperlukan pemeliharaan yang tepat untuk mempertahakan daya dukungnya. Secara umum, hal ini terjadi karena sedang dilakukannya pembangunan DAM di DAS Cianteun di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor sehingga banyak mempengaruhi hasil skor penilaian penetapan klasifikasi DAS. DAS Cisadane Hulu diklasifikasikan sebagai DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya.
(37)
Pemulihan daya dukung DAS Cisadane Hulu lebih ditekankan pada kriteria kondisi lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan, dan investasi bangunan air. Tiga kriteria ini memiliki nilai skor DAS Cisadane Hulu lebih tinggi dibandingkan DAS Cianteun. Kondisi lahan DAS Cisadane Hulu, dewasa ini, cukup memprihatinkan. Kondisi lahan DAS Cisadane Hulu sudah memasuki tingkat kekritisan yang harus diwaspadai. Selain itu, kondisi lahan dengan liputan vegetasi DAS Cisadane Hulu semakin terkonversi menjadi lahan terbangun karena jumlah penduduk yang bertambah. Selain itu, norma konservasi sudah semakin terbatas di kalangan penduduk. Hal ini mengakibatkan memburuknya kondisi lahan di DAS Cisadane Hulu. Selain kedua hal tersebut, terdapatnya Kota Bogor dan makin besarnya nilai investasi bangunan untuk DAS Cisadane Hulu mendukung harus dilakukannya pemulihan daya dukung DAS tersebut.
DAS Cianteun masih diklasifikasikan sebagai DAS yang masih dipertahankan daya dukungnya. Kondisi daya dukung DAS Cianteun hampir melampaui batas DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya. Hal ini terlihat jelas pada dua kriteria penilaian klasifikasi DAS, yaitu kriteria tata air dan pemanfaatan ruang wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3, kriteria tata air dan pemanfaatan ruang wilayah DAS Cianteun memiliki nilai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS Cisadane Hulu. Tata air dan pemanfaatan ruang wialayah DAS Cianteun memiliki kondisi yang buruk. Hal ini, seperti yang sudah disebutkan, terjadi karena adanya pembangunan DAM yang sedang berlangsung di DAS Cianteun.
Kelemahan dan Kelebihan Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS untuk Penerapan di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah DAS yang sangat luas. Indonesia sedikitnya memiliki 5.590 sungai. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014, seluruh daratan terbagi habis dalam DAS dan semua orang hidup di dalam DAS. Wilayah DAS di Indonesia umumnya digunakan sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, sawah, dan hutan. Tiap wilayah DAS di Indonesia memiliki kondisi dan permasalahan yang berbeda. Permasalahn di tiap-tiap DAS sangat terkait dengan kondisi biofisik DAS, tata air DAS, dan sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk itu, perlu dilakukan penetapan klasifikasi DAS untuk mengetahui kondisi DAS dan keberlangsungan daya dukungnya. Penetapan klasifikasi DAS dilakukan agar dapat mengoptimalisasikan tindakan di DAS dalam rangka mempertahankan atau memulihkan daya dukung DAS tersebut.
Penerapan klasifikasi DAS pada semua DAS di Indonesia harus dilakukan sebagai bahan pertimbangan dan masukan sebagai arah kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS. Kriteria penetapan klasifikasi DAS yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 61 Tahun 2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS yang berlandaskan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 ini masih perlu ditinjau. Kriteria penetapan klasifikasi DAS tersebut masih perlu ditelaah terkait kelemahan dan kelebihannya dalam penerapan di Indonesia.
Kondisi lahan merupakan kriteria pertama dari lima kriteria dalam penetapan klasifikasi DAS. Kriteria kondisi lahan dalam penetapan klasifikasi
(1)
7.
Hasil Penilaian DAS Cisadane Hulu
No Kriteria/Sub Kriteria Bobot Nilai Kelas Kualifikasi Skor Nilai X Bobot
1 Kondisi Lahan 40
A. Persetase Lahan Kritis 20 18,79 % 15-20% Tinggi 1,25 25,00 B. Persentase Penutupan
Vegetasi
10 24,47 % 20-40% Tinggi 1,25 12,50
C. Nilai Faktor CP 10 0,05 ≤ 0,10 Sangat
Rendah
0,50 5,00 2 Kualitas, Kuantitas dan
Kontinuitas Air (Tata Air)
20
A. Koefisien Rejim Aliran 5 12,54 10-15 Sedang 1,00 5,00
B. Koefisien Aliran Tahunan 5 0,13 ≤ 0,20 Sangat Rendah
0,50 2,50
C. Muatan Sedimen 4 2,97
mm/Tahun
≤ 5 mm/Tahun
Sangat Rendah
0,50 2,00
D. Banjir 2 Tidak
Pernah
Tidak Pernah
Sangat Rendah
0,50 1,00 E. Indeks Penggunaan Air 4 2,95 >1,00 Sangat
Tinggi
1,50 6,00 3 Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan
20 A. Tekanan Penduduk terhadap Lahan
10 0,30
Ha/Kk
≤ 0,50 Sangat Tinggi
1,50 15,00 B. Tingkat Kesejahteraan
Penduduk
7 22,13% 20-30% Tinggi 1,25 8,75
C. Keberadaan dan Penegakan Peraturan
3 Ada
Norma Tidak Sejalan dengan Konservasi Ada Norma Tidak Sejalan dengan Konservasi Sangat Tinggi
1,50 4,50
4 Investasi Bangunan Air 10
A. Klasifikasi Kota 5 Kota
Bogor
Kota Besar Tinggi 1,25 6,25 B. Klasifikasi Nilai Bangunan
Air
5 ±20
Milyar
15-30 Milyar
Rendah 0,75 3,75 5 Pemanfaatan Ruang Wilayah 10
A. Kawasan Lindung 5 57,76 % 45-70% Rendah 0,75 3,75
B. Kawasan Budidaya 5 92,69 % >70% Sangat
Rendah
0,50 2,50
(2)
Lampiran 2 Data Debit Harian DAS Cianteun dan Cisadane Hulu (BPDAS
Citarum Ciliwung 2014).
1.
Debit DAS Cianteun 2011 (m
3/detik)
Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata-rata
1 20,2 28,8 20,6 40,9 45,6 72,8 42,2 0 0 11,6 118,9 96,9 -
2 20,2 28,8 20,6 21,1 66 53,5 22,6 0 0 0 84,4 174,6 -
3 5,79 28,8 20,6 14,2 37,7 35,2 68,5 0 0 0 58 109,2 -
4 20,2 33,4 29,9 17,9 31,1 55 41,5 0 0 0 21,6 69,3 -
5 20,2 21,1 20,2 22,1 31,6 38,9 50,5 9,87 0 0 26,1 44,2 -
6 21,1 21,1 29,9 19,3 37 28,3 43,5 0 0 0 24,1 32,2 -
7 126,7 33,4 20,6 27,2 38,9 29,9 21,6 0 11,2 12,7 21,1 32,2 -
8 75,4 21,1 22,6 35,8 40,2 34 20,2 0 10,2 19,3 21,6 21,1 -
9 21,6 21,1 17,9 32,2 27,7 29,9 20,2 0 0 9,87 20,2 31,6 -
10 80,8 21,1 15,8 0 35,2 29,4 20,2 0 0 0 40,9 43,5 -
11 61,9 21,1 15,8 21,1 40,2 47,7 20,2 0 0 29,4 79,8 55 -
12 34 21,1 15,8 41,5 23,5 23,5 22,6 0 0 45,6 78 37 -
13 45,6 33,4 27,7 46,3 23,5 66,8 44,2 0 0 32,2 95 40,2 -
14 35,2 37 22,6 43,5 37,7 72,8 52 19,7 10,2 14,2 86,3 46,3 -
15 35,2 21,1 18,4 38,3 23,1 23,1 23,1 0 0 0 110,3 21,6 -
16 35,2 60,4 18,4 21,6 42,2 23,1 20,2 0 0 0 61,1 31,1 -
17 35,2 66,8 31,1 22,1 31,6 23,1 20,2 16,2 29,9 40,2 98,9 29,4 - 18 34,6 44,9 43,5 21,1 21,6 22,6 26,6 23,1 18,8 59,6 104 24,1 -
19 34,6 21,1 22,6 31,1 61,9 0 90,1 20,6 47,7 51,2 101 20,6 -
20 34,6 25,6 51,2 67,7 24,1 0 97,9 22,6 46,3 24,1 95,9 0 -
21 34,6 0 22,1 133,6 40,2 0 86,3 20,6 22,6 24,6 45,6 0 -
22 34,6 0 18,8 87,2 66 0 61,1 17,1 0 25,6 66,8 0 -
23 34,6 0 21,6 47,7 64,4 0 54,2 0 12,3 47,7 49,1 21,1 -
24 34,6 0 29,9 22,1 61,1 0 40,2 0 0 46,3 93 61,9 -
25 34,6 0 31,1 58 44,9 14,2 20,2 0 14,2 77,2 126,7 52 -
26 56,5 0 22,6 109,2 99,9 0 20,2 0 9,87 66 60,4 33,4 -
27 42,2 17,1 21,1 78 76,3 0 20,2 0 0 93 39,6 37,7 -
28 21,1 21,6 26,6 79,8 41,5 26,1 18,8 0 31,1 78 61,1 51,2 -
29 21,6 - 27,2 97,9 61,1 52 18,4 0 0 58 22,6 32,2 -
30 21,1 - 32,2 58,8 71 75,4 16,6 8,91 12,3 87,2 145,4 21,1 -
31 21,1 - 32,2 - 75,4 - 13,4 - - 77,2 - 21,1 -
Jumlah 1.154,9 649,9 771,2 1.357,3 1.422,2 877,3 1.137,7 158,7 276,7 1.030,8 2.057,5 1.291,8 1015,5 Max 126,7 66,8 51,2 133,6 99,9 75,4 97,9 23,1 47,7 93,0 145,4 174,6 94,6 Min 5,8 0,0 15,8 0,0 21,6 0,0 13,4 0,0 0,0 0,0 20,2 0,0 6,4 Rataan 37,3 23,2 24,9 45,2 45,9 29,2 36,7 5,3 9,2 33,3 68,6 41,7 33,4
(3)
2.
Debit DAS Cianteun 2012 (m
3/detik)
Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata-rata
1 28,8 110,3 51,2 37 73,6 46,3 71,9 44,2 78 49,8 115,6 78 -
2 25,1 105 46,3 38,3 104 49,1 62,8 44,2 68,5 43,5 92 68,5 -
3 42,9 165,4 42,2 35,8 69,3 47,7 65,2 44,2 94 45,6 63,6 85,4 -
4 54,2 155,3 48,4 31,6 64,4 123,3 83,5 44,2 94 52,7 44,2 135,9 -
5 38,3 75,4 62,8 44,9 169,3 75,4 55,7 46,3 95 58 47 78 -
6 31,1 72,8 47 31,1 89,1 66,8 50,5 47 95 94 47,7 68,5 -
7 84,4 65,2 64,4 61,9 56,5 46,3 54,2 46,3 79,8 71,9 47,7 94 -
8 129 151,5 46,3 41,5 49,8 48,4 42,9 46,3 52,7 62,8 49,8 94 -
9 168 71,9 47,7 75,4 45,6 47,7 44,2 44,9 120 65,2 45,6 94 -
10 154 204,8 48,4 135,9 44,2 76,3 41,5 61,1 76,3 50,5 61,1 95,9 - 11 116,7 144,2 48,4 83,5 44,2 78 40,9 58,8 46,3 54,2 58,8 79,8 - 12 98,9 95,9 59,6 112,4 44,2 68,5 44,2 49,8 48,4 44,2 51,2 52,7 -
13 160,3 91,1 44,2 65,2 44,2 94 42,2 65,2 48,4 43,5 58 120 -
14 168 95,9 89,1 83,5 44,2 94 42,2 129 57,2 45,6 80,8 76,3 -
15 92 78,9 91,1 55,7 46,3 95 95,9 63,6 56,5 94 63,6 61,9 -
16 66,8 69,3 94 50,5 47 95 78 70,2 56,5 169,3 70,2 71,9 -
17 58,8 127,8 76,3 54,2 46,3 79,8 88,2 92 69,3 113,5 92 57,2 -
18 95,9 86,3 110,3 42,9 46,3 52,7 123,3 71,9 57,2 65,2 71,9 60,4 - 19 64,4 110,3 67,7 44,2 44,9 120 69,3 60,4 57,2 69,3 62,8 54,2 -
20 49,8 93 67,7 41,5 61,1 76,3 65,2 54,2 57,2 65,2 54,2 58 -
21 44,9 66 60,4 40,9 58,8 46,3 73,6 48,4 37 73,6 48,4 56,5 -
22 48,4 52 47,7 42,2 49,8 48,4 104 46,3 38,3 121,1 49,1 47 -
23 40,2 51,2 46,3 42,2 65,2 48,4 69,3 49,1 35,8 140,6 49,1 41,5 - 24 57,2 124,4 46,3 42,2 129 57,2 64,4 47,7 31,6 159 49,8 41,5 - 25 44,2 66,8 77,2 95,9 63,6 56,5 169,3 123,3 44,9 115,6 123,3 37 -
26 55,7 74,5 48,4 78 70,2 56,5 89,1 75,4 31,1 123,3 78 42,9 -
27 80,8 54,2 38,9 88,2 92 69,3 56,5 66,8 61,9 87,2 76,3 38,3 -
28 92 58,8 38,9 123,3 71,9 57,2 49,8 46,3 41,5 95,9 57,2 34,6 -
29 58 53,5 33,4 69,3 60,4 57,2 45,6 48,4 75,4 87,2 58,8 47,7 -
30 43,5 - 28,3 65,2 54,2 57,2 44,2 47,7 135,9 94 76,3 44,9 -
31 42,2 - 55,7 - 48,4 - 49,8 76,3 - 109,2 - 46,3 -
Jumlah 2.334,5 2.771,7 1.774,6 1.854,4 1.998,0 2.034,8 2.077,4 1.859,5 1.940,9 2.564,7 1.944,1 2.062,8 2101,4 Max 168,0 204,8 110,3 135,9 169,3 123,3 169,3 129,0 135,9 169,3 123,3 135,9 147,8 Min 25,1 51,2 28,3 31,1 44,2 46,3 40,9 44,2 31,1 43,5 44,2 34,6 38,7 Rataan 75,3 95,6 57,2 61,8 64,5 67,8 67,0 60,0 64,7 82,7 64,8 66,5 68,9 SD 42,6 39,0 19,1 27,8 27,9 21,7 28,1 21,4 25,7 34,9 20,0 24,8 27,7
(4)
3.
Debit DAS Cisadane Hulu 2011 (m
3/detik)
Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata-Rata
1 6,7 6,9 5,6 7,3 7,8 7,0 6,6 5,4 5,0 4,4 10,1 6,7 -
2 7,0 6,7 5,4 6,4 8,1 7,4 6,7 5,0 4,8 4,6 7,0 7,3 -
3 7,7 7,3 5,7 6,9 7,6 7,3 6,7 4,8 4,6 4,5 6,8 7,4 -
4 6,9 9,3 7,7 7,9 6,4 7,7 7,1 4,7 4,5 4,5 6,8 7,0 -
5 7,1 7,5 7,1 8,4 7,0 6,9 7,0 4,8 4,6 4,5 7,1 6,9 -
6 9,7 7,5 8,5 8,4 7,1 6,7 6,7 4,7 4,4 4,4 7,0 6,7 -
7 9,6 7,1 6,6 10,6 8,1 11,2 6,1 4,7 4,5 4,2 6,8 6,5 -
8 6,8 6,7 7,3 10,2 8,2 8,3 5,9 4,6 4,6 4,2 6,6 5,8 -
9 6,8 6,9 7,1 7,6 6,8 9,2 5,7 4,6 4,6 4,4 6,6 6,4 -
10 11,1 6,7 6,3 6,8 8,2 6,7 5,6 4,6 4,5 4,4 6,6 6,5 -
11 7,0 6,7 6,3 7,7 7,0 5,9 5,9 4,7 4,6 4,8 8,1 6,3 -
12 8,2 6,1 6,0 7,5 7,1 6,3 6,1 4,7 4,6 4,8 9,1 6,1 -
13 10,8 6,0 7,8 7,5 6,7 6,3 6,7 4,6 4,5 4,7 7,3 6,4 -
14 7,4 6,6 6,3 7,4 6,9 6,6 6,6 4,6 5,8 5,2 10,6 6,4 -
15 7,4 6,6 6,0 7,3 9,7 5,8 6,8 4,8 4,7 5,1 7,6 6,1 -
16 7,4 6,6 6,1 6,5 8,4 5,8 6,4 4,6 5,0 4,8 7,1 6,6 -
17 7,6 6,8 6,4 6,6 7,3 5,7 6,1 4,7 4,9 4,6 9,0 6,0 -
18 7,4 6,5 7,7 6,8 7,1 5,6 5,8 4,8 6,8 4,7 7,1 6,1 -
19 6,7 5,9 6,6 6,1 6,8 5,5 6,9 5,2 5,1 4,6 6,9 6,9 -
20 6,4 6,0 7,0 7,0 8,3 5,4 6,7 4,9 6,4 4,5 7,0 6,7 -
21 6,4 5,9 6,8 7,3 7,5 5,5 7,0 4,7 5,4 5,9 7,1 6,9 -
22 7,1 5,9 7,4 7,5 13,9 5,4 6,8 4,6 5,2 7,7 7,3 6,9 -
23 6,5 5,6 6,9 6,3 13,2 5,9 6,5 4,5 5,0 5,1 7,3 7,1 -
24 6,4 5,7 9,2 5,9 7,6 5,6 6,3 4,4 4,6 5,0 7,7 7,5 -
25 6,8 5,8 7,1 7,0 7,3 5,4 5,8 4,4 6,3 5,4 7,6 7,3 -
26 10,6 5,7 7,0 9,0 11,6 5,7 5,7 4,4 4,9 5,9 7,1 7,8 -
27 7,3 7,7 7,9 7,9 9,5 5,5 5,8 4,2 4,3 5,3 6,9 7,1 -
28 6,7 5,9 6,8 7,0 7,5 6,1 5,7 4,4 4,7 5,9 6,7 11,4 -
29 10,3 - 8,9 10,1 7,3 6,5 6,4 4,3 4,8 6,3 6,5 6,7 -
30 7,0 - 7,0 7,7 7,4 6,6 6,5 4,5 4,4 5,3 6,6 6,3 -
31 6,8 - 7,0 - 7,5 - 6,0 5,0 - 5,9 - 6,8 -
Jumlah 237,3 184,7 215,5 226,3 250,5 195,4 196,7 144,0 147,3 155,0 221,9 212,4 198,9 Max 11,1 9,3 9,2 10,6 13,9 11,2 7,1 5,4 6,8 7,7 10,6 11,4 9,5 Min 6,4 5,6 5,4 5,9 6,4 5,4 5,6 4,2 4,3 4,2 6,5 5,8 5,5 Rataan 7,7 6,6 7,0 7,5 8,1 6,5 6,3 4,6 4,9 5,0 7,4 6,9 6,5 SD 1,4 0,8 0,9 1,2 1,8 1,3 0,5 0,3 0,6 0,8 1,0 1,0 0,9
(5)
4.
Debit DAS Cisadane Hulu 2012 (m
3/detik)
Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata-Rata
1 6,9 7,6 12,1 7,0 7,0 6,4 6,0 5,5 6,6 8,8 8,0 10,0 -
2 6,9 7,5 10,2 7,0 6,9 6,1 5,9 5,3 7,7 8,0 7,6 27,1 -
3 19,7 9,5 10,2 7,0 6,7 6,1 5,7 5,2 7,3 12,1 10,0 10,8 -
4 7,3 7,1 10,1 7,4 6,7 6,0 5,4 5,2 6,9 11,3 10,3 11,3 -
5 7,5 7,5 11,8 7,6 6,5 5,9 5,3 5,1 6,8 11,0 10,0 11,3 -
6 7,4 6,9 10,2 7,6 6,5 5,8 5,5 4,8 6,9 9,4 9,3 8,8 -
7 7,6 7,0 11,9 8,2 7,7 6,3 5,2 6,1 6,9 9,5 8,8 14,2 -
8 8,2 7,4 10,2 7,6 6,8 8,3 5,1 6,1 6,9 9,8 8,9 10,3 -
9 7,1 9,6 9,5 7,4 6,7 6,5 4,7 6,0 6,7 9,2 9,0 18,6 -
10 7,1 7,6 10,6 7,5 6,8 6,4 4,8 5,8 7,0 9,8 9,5 10,0 -
11 7,0 7,4 11,9 7,8 6,7 6,0 4,7 5,8 7,3 10,1 11,0 12,6 -
12 8,1 8,2 9,7 7,5 6,5 5,9 4,6 6,3 7,0 10,4 10,0 9,8 -
13 9,6 7,5 12,4 7,6 6,3 5,7 4,6 7,7 7,1 13,0 9,3 11,7 -
14 9,2 7,5 21,3 7,3 6,8 5,4 4,6 6,7 6,8 11,0 8,9 12,3 -
15 10,3 7,4 11,2 6,9 6,5 5,3 4,7 6,4 6,1 9,8 9,0 17,9 -
16 7,9 7,5 11,6 7,1 6,5 5,2 4,7 6,4 6,7 9,2 9,8 10,4 -
17 7,9 21,0 10,0 7,6 6,1 5,2 4,5 6,1 6,5 9,4 8,9 13,7 -
18 9,7 9,1 10,2 7,5 6,4 5,0 4,6 6,4 7,0 10,8 9,2 11,9 -
19 7,8 9,8 9,3 7,3 6,0 5,9 4,5 5,7 6,9 9,4 9,0 9,8 -
20 7,6 7,5 11,8 7,5 6,0 6,0 4,1 5,8 7,0 9,8 9,8 9,8 -
21 7,5 7,5 9,7 7,6 6,4 5,8 4,2 5,8 7,1 9,8 8,9 18,6 -
22 7,8 8,8 9,0 7,3 6,4 5,7 5,0 6,3 6,9 12,3 9,2 9,4 -
23 8,3 7,3 8,3 6,9 6,6 5,7 4,8 6,3 7,1 9,2 9,0 20,8 -
24 7,6 8,4 9,5 6,8 6,5 5,8 4,7 6,5 6,6 10,9 9,8 32,0 -
25 7,5 7,4 8,4 7,1 6,4 5,9 4,9 6,4 7,0 12,3 11,0 10,4 -
26 7,8 7,6 7,9 6,9 6,6 5,6 4,6 6,3 6,9 13,3 11,0 10,6 -
27 9,5 7,3 7,7 6,8 6,7 5,6 4,5 6,1 7,0 10,4 9,8 10,0 -
28 8,8 8,5 7,5 6,7 6,6 5,4 4,7 6,4 7,4 9,8 11,0 10,0 -
29 9,8 9,2 7,3 7,1 6,8 5,2 4,8 6,0 7,3 9,8 9,2 9,2 -
30 7,7 - 7,1 7,3 6,6 5,4 4,6 6,3 7,3 10,3 9,6 16,4 -
31 7,1 - 6,9 - 6,6 - 4,6 6,4 - 10,4 - 9,5 -
Jumlah 260,1 242,1 315,4 218,6 203,9 175,5 149,9 186,9 208,7 319,9 284,7 409,1 247,9 Max 19,7 21,0 21,3 8,2 7,7 8,3 6,0 7,7 7,7 13,3 11,0 32,0 13,6 Min 6,9 6,9 6,9 6,7 6,0 5,0 4,1 4,8 6,1 8,0 7,6 8,8 6,4 Rataan 8,4 8,3 10,2 7,3 6,6 5,9 4,8 6,0 7,0 10,3 9,5 13,2 8,1 SD 2,3 2,6 2,6 0,3 0,3 0,6 0,5 0,6 0,3 1,3 0,8 5,4 1,4
(6)