Karakteristik infiltrasi dan hantaran hidrolik tanah di Sub DAS Ciliwung hulu

KARAKTERISTIK INFILTRASI DAN HANTARAN
HIDROLIK TANAH DI SUB DAS CILIWUNG HULU

Oleh
MARTINA WINARNI

A04400047

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
MARTINA WINARNI. Karakteristik Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Tanah di
Sub DAS Ciliwung Hulu. Dibawah bimbingan YAYAT HIDAYAT dan
KUKUH MURTILAKSONO.
Infiltrasi merupakan salah satu informasi penting sebagai masukan dalam
perencanaan pemanfaatan sumberdaya lahan khususnya yang berkaitan dengan
bidang pertanian. Karakteristik infiltrasi air ke dalam tanah pada suatu wilayah
secara inheren menunjukkan kemampuan tanah melalukan air atau disebut

hantaran hidrolik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
infiltrasi dan hantaran hidrolik tanah di sub DAS Ciliwung Hulu, dan
menganalisis karakteristik infiltrasi tersebut dengan menggunakan persamaan
Horton, Kostiakov dan Philips
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Oktober 2004. Lokasi
penelitian terletak di sub DAS Ciliwung Hulu, yang secara administrasi termasuk
wilayah Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan meliputi
wilayah seluas ± 167 ha. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan menggunakan
double ring infiltrometer dan hantaran hidrolik tanah dengan permeameter
sederhana (simple permeameter).
Laju infiltrasi tertinggi di sub DAS Ciliwung Hulu berkisar 6 cm/jam
sampai 360 cm/jam. Laju infiltrasi konstan berkisar antara 3 cm/jam sampai 36
cm/jam, dengan nilai rata-rata laju infiltrasi konstan sebesar

11 cm/jam dan

berdasarkan klasifikasi Kohnke (1968) termasuk dalam kelas agak cepat.
Hantaran hidrolik jenuh tanah di sub DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam kelas
sedang dengan nilai hantaran hidrolik jenuh sebesar 2.79 cm/jam.
Nilai laju infiltrasi konstan pada tanah Entisol termasuk dalam kelas cepat

(13.5 cm/jam), sedangkan pada tanah Inceptisol laju infiltrasi konstannya
termasuk dalam kelas agak cepat (8.2 cm/jam). Hantaran hidrolik jenuh pada
masing- masing tanah termasuk dalam kelas sedang akan tetapi tanah Entisol
mempunyai nilai hantaran hidrolik jenuh yang lebih tinggi

(2.97 cm/jam) jika

dibandingkan dengan hantaran hidrolik jenuh pada tanah Inceptisol (2.62 cm/jam).

Laju infiltrasi konstan pada lahan hutan lebih besar (16.5 cm/jam) dari
pada kebun teh (5.6 cm/jam). Laju infiltrasi konstan lahan hutan termasuk dalam
kelas cepat, sedangkan laju infiltrasi konstan di kebun teh termasuk dalam kelas
sedang. Nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada lahan hutan termasuk dalam
kelas tinggi dengan nilai sebesar 3.60 cm/jam, sedangkan hantaran hidrolik jenuh
pada lahan kebun teh lebih rendah, yaitu 2.00 cm/jam dan termasuk dalam kelas
sedang.
Model infiltrasi Horton mempunyai korelasi yang lebih erat dengan hasil
pengukuran lapang dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0.82.

ABSTRACT

MARTINA WINARNI. Characteristics of infiltration and hydraulic conductivity
of soils in Sub Watershed Ciliwung Hulu. Under academic supervision of
YAYAT HIDAYAT and KUKUH MURTILAKSONO.

Infiltration is an important information as input for land utilization plan,
particularly of those related with agriculture. Characteristics of water infiltration
into the soil within an area, will inherently indicate the soil ability to let water
pass through, or the soil hydraulic conductivity. The objectives of research were
learning the characteristics of infiltration and soil hydraulic conductivity in Sub
Watershed Ciliwung Hulu and analyzing the infiltration characteristics by using
Horton, Kostiakov and Philips equation.
Research was conducted from April through October 2004. Location of the
research was Sub Watershed of Ciliwung Hulu, which administratively belonged
to the territory of Tugu Utara village, Cisarua sub district, Bogor regency and
comprised area of ± 167 ha. Infiltration measurement was conducted by using
double ring infiltrometer, whereas that for soil hydraulic conductivity by simple
permeameter.
Highest infiltration rate in Sub Watershed of Ciliwung Hulu,
ranged between 6 until 360 cm/hour. Constant infiltration rate ranged between
3 until 36 cm/hour, with average value of constant infiltration rate as much as 11

cm/hour, while on the basis of Kohnke (1968) it was classed as somewhat rapid.
Saturated hydraulic conductivity of soil in Sub Watershed of Ciliwung Hulu was
classed as moderate, with value of saturated hydraulic conductivity as much as
2.79 cm/hour.
Constant infiltration rate in Entisol was classed as rapid (13.5 cm/hour),
whereas that in Inceptisol infiltration was classed as somewhat rapid
(8.2 cm/hour). Saturated hydraulic conductivity in each land of soil classed as
moderate, but Entisol has saturated hydraulic conductivity which was higher
(2.97 cm/hour) as compared to that of Inceptisol (2.62 cm/hour).
Constant infiltration rate in forest land was greater (16.5 cm/hour) than
that in tea plantation (5.6 cm/hour). Constant infiltration rate in forest land was

classed as rapid, whereas constant infiltration rate in tea plantation included was
categorized as moderate. Value of saturated hydraulic conductivity of forest land
was classed as high, whitch value of 3.6 cm/hour. On the other land, saturated
hydraulic conductivity in tea plantation land lower (2.0 cm/hour) and was classed
as moderate.
Horton infiltration model had closer correlation with result of field
measurement, with determination coefficient (R2 ) of 0.82 .


KARAKTERISTIK INFILTRASI DAN HANTARAN
HIDROLIK TANAH DI SUB DAS CILIWUNG HULU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Martina Winarni
A04400047

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul : KARAKTERISTIK INFILTRASI DAN HANTARAN HIDROLIK
TANAH DI SUB DAS CILIWUNG HULU

Nama : Martina Winarni
NRP : A04400047

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Yayat Hidayat, M.Si
NIP. 132 004 798

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S
NIP. 131 861 468

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir H. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698


Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 25 Maret 1983 dari bapak
Wiyadi Haris Winandar dan ibu Sri Hastuti. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga
bersaudara.
Pada tahun 1988 penulis memulai pendidikan di SD Negeri 01 Jatingarang
dan lulus tahun 1994, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 01 Weru,
Sukoharjo dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
ke SMU Negeri 01 Tawangsari, Sukoharjo lulus tahun 2000, kemudian diterima
di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang selalu memberkati dan
melimpahkan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dengan segala hormat dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Keluarga terkasih : Bapak dan Ibu atas doa, pengorbanan, perjuangan dan
dukungannya, serta keluarga kedua kakak; Mas Bambang dan Mbak Lina atas
gotong-royongnya.
2. Ir. Yayat Hidayat, MSi sebagai pembimbing akademik dan pembimbing
skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan selama penulis
melaksanakan studi di Institut Pertanian Bogor.
3. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS atas saran dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Balai Penelitian DAS Ciliwung–Cisadane untuk data-data yang menunjang
skripsi .
5. Perkebunan teh PT. Ciliwung dan pengelola hutan di Gunung Telaga yang
mengizinkan pelaksanaan penelitian.
6. Keluarga Mas Franky Tambingon atas dukungan selama masa kuliah penulis.
7. Keluarga Mas Hery Susanto atas dukungan serta doa dalam penyelesaian
tugas akhir. Keluarga besar GKJ Bogor atas dukungan doa.
8. Keluarga Bapak Badri yang mengizinkan saya untuk menginap selama
penelitian dan fasilitas yang diberikan.


9. Pihak yang membantu penelitian lapang : A’Dedi, Ronald, Mas Andri, Mas
Mogi dan Sabar.
10. Keluarga besar rental DG Com: Mas Adi, Budi, Aris dan Wulan atas bantuan
dalam penyusunan skripsi.
11. Keluarga besar Pondok Andika: Kristyan, Gina, Longgak, De’Erna, Nanda,
Rano, Mbak Erna, Mbak Ganda dan Kak Vivi atas persaudaraan kita. Richard
yang telah menguatkan saya untuk terus maju & meyakinkan bahwa saya
mampu menyelesaikan tulisan ini.
12. Sahabat-sahabat : Yu Ning, Mbak Anita, Cholis, Amie, Mas Sugeng dan
Mbak Ana meski kalian jauh tetapi tetap slalu kasih semangat.
13. Kino yang sabar mendukung tenaga, pikiran dan semuanya selama ini.
14. Teman-teman Tanah’37: Sofyan, Shary, Efrida, Reni, Ambar, Meylina,
Nelson, Berly, Asih dan teman-teman PMT: Wawan, Diah, Ayu, Andien,
Amier dan Jhonex atas dukungan dan persahabatan kalian.
15. Staf Departement Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan serta pihak lain yang
mendukung penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna secara langsung maupun tidak langsung.
Amien.
Bogor, Maret 2007


Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan..................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
Infiltrasi .................................................................................................. 3
Hantaran Hidrolik Tanah........................................................................ 4
Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Tanah .... 5
Karakteristik Tanah............................................................................ 5
Penggunaan Lahan ............................................................................. 7
Sifat Umum Entisol................................................................................ 10
Sifat Umum Inceptisol .......................................................................... 11
BAHAN DAN METODE ................................................................................ 12
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 12
Bahan dan Alat ....................................................................................... 12
Metode.................................................................................................... 12

Analisis Data .......................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16
Keadaan Umum Lokasi.......................................................................... 16
Infiltrasi .................................................................................................. 17
Karakteristik Infiltrasi pada Tanah Entisol dan Inceptisol .................... 18
Karakteristik Infiltrasi pada Lahan Hutan dan Kebun Teh ................... 20
Persamaan Infiltrasi................................................................................ 22
Hantaran Hidrolik Tanah........................................................................ 24
Karakteristik Hantaran Hidrolik pada Tanah Entisol dan Inceptisol .... 25
Karakteristik Hantaran Hidrolik pada Lahan Hutan dan Kebun Teh .... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
Kesimpulan............................................................................................. 29
Saran ....................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

DAFTAR TABEL

No.

Halaman
Teks

1.

Klasifikasi Infiltrasi Tanah (Kohnke, 1968 dalam Lee, 1980) .................. 15

2.

Klasifikasi Hantaran Hidrolik Tanah (Foth, 1984) .................................... 15

3.

Penggunaan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu-Tugu Utara ................... 16

4.

Kelas Lereng di Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara ............................. 17

5.

Sebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara .......................... 17

6.

Infiltrasi pada Tanah Entisol dan Inceptisol............................................... 19

7.

Tekstur Tanah pada Tanah Entisol dan Inceptisol .................................... 20

8.

Infiltrasi pada Penggunaan Lahan Hutan dan Kebun teh........................... 21

9.

Bahan Organik, Bobot Isi dan Ruang Pori Total pada Lahan Hutan
dan Kebun Teh ........................................................................................... 22

10.

Hantaran Hidrolik pada Tanah Entisol dan Inceptisol ............................... 26

11.

Hantaran Hidrolik Tanah pada lahan hutan dan kebun teh ....................... 27

Lampiran
1.

Perhitungan Persamaan Horton.................................................................. 34

2.

Perhitungan Persamaan Kostiakov ............................................................ 35

3.

Perhitungan Persamaan Philips .................................................................. 36

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman
Teks

1.

Laju Infiltrasi di Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara ............................ 18

2.

Kurva Infiltrasi Lapang dan Model Horton, Kostiakov dan Philips ......... 22

3.

Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Horton dengan Laju Infiltrasi
Hasil Pengukuran Lapang .......................................................................... 23

4.

Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Kostiakov dengan Laju Infiltrasi
Hasil Pengukuran Lapang .......................................................................... 24

5.

Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Philips dengan Laju Infiltrasi
Hasil Pengukuran Lapang .......................................................................... 24

6.

Hantaran Hidrolik Tanah pada lahan hutan dan kebun teh ....................... 25

Lampiran
1.

Peta Tanah Sub DAS Ciliwung Hulu-Tugu Utara ..................................... 37

2.

Peta Lereng Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara ................................... 38

3.

Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu-Tugu Utara ................ 39

4.

Peta Satuan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara ........................ 40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya air mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, hewan dan tumbuhan.

Kesetimbangan antara pemenuhan kebutuhan

hidup manusia, keberlanjutan pemanfaatan serta keberadaan sumberdaya air perlu
diperhatikan karena jumlah air tidak berubah, tetapi ketersediaan sumber daya air
di dalam tanah berubah jika siklus air terganggu.
Permasalahan umum yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya air pada
suatu wilayah adalah terjadinya banjir pada periode musim hujan dan ketersediaan
air yang sangat terbatas (kekeringan) pada saat musim kemarau. Banjir dan
kekeringan pada dasarnya disebabkan kurangnya daerah resapan air, sehingga saat
turun hujan air tidak masuk ke dalam tanah dan pada saat musim kemarau
persediaan air berkurang.
Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui penerapan tindakan konservasi
tanah dan air. Tindakan konservasi air pada prinsipnya sama dengan konservasi
tanah karena antara tanah dan air mempunyai hubungan yang erat. Konservasi air
pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah se-efisien mungk in
dan pengaturannya dirancang sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan
terdapat cukup air pada musim kemarau (Arsyad, 2000).
Informasi penting yang digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan
dalam perencanaan bidang pertanian dan bidang lain yang berhubungan dengan
pemanfatan sumberdaya lahan dan sumberdaya air khususnya untuk perencanaan
bangunan konservasi tanah dan air adalah infiltrasi. Infiltrasi sebagai salah satu
rangkaian dalam siklus hidrologi yang mempunyai peranan dalam penyediaan air

tanah. Secara umum infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah
melalui permukaan tanah. Proses ini sangat berkaitan dengan kemampuan tanah
melalukan air ke dalam tanah yang disebut hantaran hidrolik tanah.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik infiltrasi dan
hantaran hidrolik tanah di sub DAS Ciliwung Hulu serta menganalisis pola
karakteristik infiltrasi menggunakan persamaan Horton, Kostiakov dan Philips.

TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi
Air merupakan bahan alam yang sangat berharga bukan hanya untuk
kebutuhan manusia, hewan dan tanaman, melainkan juga merupakan media
pengangkut, sumber energi serta untuk berbagai keperluan hidup lainnya
(Aryad,2000). Adanya hal tersebut, kelestarian dan ketersediaan sumberdaya air
perlu dijaga.
Infiltrasi merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi. Secara
umum infiltrasi adalah proses pergerakan air masuk ke dalam tanah. Asdak
(2002) menyatakan bahwa infiltrasi ialah pergerakan air masuk ke dalam tanah
sebagai akibat gaya kapiler/gerakan air ke arah lateral dan gravitasi/gerakan air ke
arah vertikal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Seyhan (1990) yang
mengemukakan bahwa air dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gravitasi
dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Sedangkan menurut Arsyad
(2000), infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah yang pada kondisi
tidak jenuh terjadi di bawah pengaruh sedotan matrik dan gravitasi.
Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah selama
waktu tertentu.

Laju infiltrasi menurun dengan bertambahnya waktu selama

infiltrasi ( Baver, 1972 dalam Darmayanti, 2001), yang ditentukan oleh besarnya
kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air.

Selama intensitas hujan

(laju penyediaan air) lebih kecil daripada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi
sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi,
maka terjadilah genangan air diatas permukaan tanah/aliran permukaan.

Kapasitas Infiltrasi yaitu kemampuan tanah menampung air yang masuk
ke dalam tanah persatuan waktu (Haridjadja et al.,1990). Sifat-sifat tanah yang
menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah ukuran pori, kandungan air
dan profil tanah (Arsyad, 2000). Hal tersebut didukung oleh Foth (1984) yang
menyatakan bahwa keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting
yang menentukan infiltrasi dan jumlah aliran permukaan.
Hantaran Hidrolik Tanah
Secara kuantitatif hantaran hidrolik adalah kecepatan bergeraknya suatu
cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh atau didefinisikan sebagai
kecepatan air untuk menembus tanah pada periode waktu tertentu yang dinyatakan
dalam sentimeter per jam (Baver,1959).
Hillel (1980) menyatakan bahwa hantaran hidrolik dipengaruhi oleh
tekstur, struktur, porositas total dan distribusi ukuran pori. Hal tersebut didukung
oleh Hillel (1971, dalam Darmansyah, 2004) yang menyatakan bahwa hantaran
hidrolik tanah dipengaruhi oleh ukuran serta bentuk ruang pori yang dilalui air
dan viskositas cairan tanah.
Hantaran hidrolik nyata dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah.
Semakin sarang (porous) suatu tanah, serta mengandung retakan-retakan akan
semakin besar nilai hantaran hidroliknya dengan yang kompak. Hantaran hidrolik
dipengaruhi oleh total porositas, kondisi ukuran pori, pengembangan dan
pengerutan tanah, jenis kation dalam tanah (kimia tanah) serta aktivitas biologi
tanah. Tanah liat memiliki hantaran hidrolik yang lebih kecil daripada tanah
berpasir (Gardner, 1956 dalam Mariana, 2000). Menurut Foth (1984), hantaran
hidrolik dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk ruang pori yang dilalui air, dimana

hantaran hidrolik yang mempunyai porositas tinggi dengan jumlah pori besar
sedikit akan lebih rendah daripada tanah-tanah yang mempunyai porositas rendah
dengan jumlah pori besar banyak.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi dan hantaran hidrolik tanah
antara lain karakteristik tanah (tekstur, struktur, jenis mineral liat, stabilitas
agregat, pemadatan tanah, bahan organik serta kadar air tanah) dan penggunaan
lahan.
Karakteristik tanah
Tekstur

tanah

merupakan

salah

satu

karakteristik

tanah

yang

mempengaruhi infiltrasi. Tanah berpasir mempunyai proporsi pori makro yang
lebih besar, sedangkan tanah bertekstur liat didominasi oleh pori-pori mikro. Pori
tanah yang berukuran makro lebih berperan dalam proses pertukaran air dan udara
di dalam tanah di bandingkan dengan tanah yang berukuran mikro (Baver et
al.,1972). Kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir lebih besar daripada fraksi liat
karena liat banyak mengandung pori mikro, sedangkan fraksi pasir pori mikronya
sedikit (Kartasapoetra, 1989).
Menurut Asdak (2002), tekstur dan struktur mempengaruhi penyebaran
pori-pori tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi laju infiltrasi,
kemampuan tanah menampung air dan proses hidrologis lainnya. Arsyad (2000)
menyatakan bahwa struktur adalah ikatan butir-butir primer ke dalam butir
sekunder, susunan butir tersebut menentukan tipe struktur. Tanah yang berstruktur

kersai atau granular lebih terbuka dan sarang serta akan meresapkan air lebih
cepat daripada tanah dengan susunan butir-butir primer yang lebih rapat.
Menurut Hardjowigeno (2003), tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai
daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus karena tanah yang
bertekstur pasir butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat
(setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil.

Tanah-tanah

bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas
permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air tinggi.
Jenis mineral liat juga mempengaruhi infiltrasi. Tipe mineral liat 2:1
seperti montmorilonit mempunyai kemampuan mengembang dan mengkerut yang
besar, dalam keadaan basah pengembangan mineral liat tersebut akan
menyebabkan

mengecilnya/tertutupnya

pori-pori

tanah

sehingga

akan

memperkecil infiltrasi (Haridjadja et al., 1990).
Selain hal itu, stabilitas agregat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi infiltrasi. Menurut Foth (1984), pukulan butir hujan pada tanah
terbuka dapat memecahkan agregat sehingga akan menurunkan infiltrasi. Kohnke
dan Bertrand (1959) menyatakan bahwa tanah dengan agregat yang mantap dapat
mempertahankan kapasitas infiltrasi dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan
Haridjadja et al. (1990) bahwa agregat yang stabil mempunyai kemampuan yang
lebih tinggi dalam memelihara dan mempertahankan pori-pori sebagai jalan
masuknya air dengan demikian agregat tidak stabil yang mudah pecah atau hancur
akan menurunkan infiltrasi.
Secara tidak langsung bahan organik merupakan salah satu faktor yang
mampu meningkatkan infiltrasi. Utomo dan Sugeng (1982) menyatakan bahwa

bahan organik merupakan sumber energi bagi organisme tanah dan dalam
aktivitasnya beberapa organisme maupun mikroorganisme mengeluarkan bahan
penyemen agregat tanah. Hal tersebut didukung oleh Soepardi (1983) yang
mengemukakan bahwa bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah.
Pemadatan tana h menyebabkan kerusakan struktur tanah, sehingga
kemampuan tanah menyerap air berkurang.

Menurut Kartasapoetra (1989),

pemadatan tanah terjadi karena pukulan air hujan, pengolahan tanah. Akibat
berlangsungnya pemadatan tersebut pori-pori tanah menjadi berkurang, sehingga
kemampuan infiltrasi menurun.
Kadar air tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi laju infiltrasi tanah. Kadar air tanah mula- mula (antecedent soil
moisture condition) ketika mulai hujan menentukan banyaknya air yang dapat
masuk ke dalam tanah. Tanah-tanah yang kering mempunyai kemampuan yang
lebih besar untuk memasukkan air ke dalam tanah (Haridjadja et al., 1990).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan juga merupakan faktor yang mempengaruhi infiltrasi
dan hantaran hidrolik karena berkaitan dengan vegetasi dan teknik pengelolaan
lahan. Perbedaan jenis dan kerapatan vegetasi serta teknik pengelolaan lahan
yang berbeda pada penggunaan lahan hutan dan kebun teh menyebabkan
pengaruh yang berbeda terhadap infiltrasi dan hantaran hidrolik tanah.
Vegetasi berperan menghalangi butiran air hujan supaya tidak langsung di
permukaan

tanah

sehingga

kekuatan

menghancurkan

tanah

berkurang,

menghambat aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi (Hardjowigeno, 2003).
Perakaran tanaman berperan dalam pemantapan agregat dan memperbesar

porositas tanah (Rahim, 2003). Hal tersebut didukung oleh Kartasapoetra (1989)
yang mengemukakan bahwa adanya vegetasi menutupi atau melindungi tanah dari
pukulan air hujan, akar-akarnya dapat meningkatkan stabilitas tanah dan tanaman
yang akarnya telah mati dapat menambah terbentuknya pori tanah dengan
demikian infiltrasi meningkat.
Pengelolaan lahan merupakan salah satu usaha meningkatkan produktifitas
lahan. Secara tidak langsung pengelolaan lahan me mpengaruhi infiltrasi dan
hantaran hidrolik tanah.


Hutan
Hutan merupakan sebidang tanah yang di atasnya terdapat tumbuhan

dengan berbagai jenis dan ukuran yang mempunyai daya dukung untuk
menghasilkan kayu serta hasil hutan lainnya yang dapat mempengaruhi iklim dan
tata air daerah setempat (Sarief, 1985). Sedangkan Kartasapoetra (1989)
menyatakan bahwa kawasan hutan sebagai ruangan hidup selain berbagai jenis
vegetasi, juga persekutuan hidup binatang baik mikroorganisme, cacing ataupun
binatang besar.
Vegetasi yang lebih banyak dan rapat pada lahan hutan meningkatkan
peluang menyimpan air dan mengakibatkan laju infiltrasi lebih tinggi karena
penetrasi akar lebih dalam serta laju evapotranspirasinya besar (Lee, 1980). Selain
melindungi dari pukulan air hujan, Kartasapoetra (1989) mengemukakan bahwa
hutan mempunyai hubungan dengan pembentukan tanah, kotoran dan bangkai
binatang serta ranting, batang dan akar yang membusuk merupakan bahan organik
yang meyuburkan tanah.

Hal tersebut di atas didukung oleh Sarief (1985) yang menyatakan bahwa
peranan penting dari vegetasi hutan adalah melindungi tanah dari pukulan air
hujan secara langsung dengan jalan mematahkan energi kinetiknya melalui tajuk,
ranting dan batangnya. Adanya serasah yang jatuh akan terbentuk humus yang
berguna untuk meningkatkan infiltrasi.


Teh
Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) termasuk genus Camellia, family

Theaceae/Ternstroemiacea. Teh berbentuk pohon, tetapi karena dilakukan
pemangkasan secara rutin dan terus menerus tanaman teh menjadi perdu.Tanaman
teh mempunyai akar tunggang yang panjang dan akar cabang yang tidak panjang
serta tidak banyak.
Penanaman tanaman teh memerlukan teknik pengeloaan lahan dalam
rangka peningkatan produktifitas teh. Pengaturan jarak tanam, pengendalian
gulma, pemupukan, pemangkasan dan pemetikan teh merupakan bagian dalam
pengelolaan kebun teh.
Teknik budidaya tanaman teh bertujuan untuk mendapat hasil yang
optimal dan berkesinambungan, semakin panjang fase vegetatif tanaman maka
makin panjang masa produksi tanaman tersebut. Pemangkasan bertujuan untuk
mempertahankan fase vegetatif, memelihara bidang petik supaya tetap rendah
untuk mempermudah proses pemetikan teh, membentuk bidang petik, mengatur
penurunan produksi, membuang cabang tidak produktif serta merangsang
pembentukan

tunas

baru

(Oktaviani,

2006).

Tujuan

pemupukan

yaitu

meningkatkan daya dukung tanah sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman
meningkat (Cristiani, 2003).

Pemetikan teh merupakan kegiatan pengambilan hasil berupa pucuk yang
dilakukan secara teratur dan terus menerus. Selain untuk mendapatkan hasil,
pemetikan juga berfungsi sebagai usaha membentuk kondisi tanaman agar dapat
berproduksi tinggi secara berkesinambungan.
Pengelolaan kebun teh secara tidak langsung mempengaruhi infiltrasi dan
hantaran hidrolik karena adanya pemangkasan memberikan peluang jatuhnya air
hujan langsung ke permukaan tanah lebih besar, aktivitas pemetikan,
pengendalian

gulma,

hama

penyakit

tanaman

serta

pemupukan

dapat

menyebabkan adanya pemadatan tanah. Adisewojo (1982) mengemukakan bahwa
tanah di kebun teh menjadi padat akibat injak- injakan para pekerja dan pukulan
air hujan terutama di kebun yang tanahnya belum tertutup tumbuh-tumbuhan dan
sedikit bahan organik.
Sifat Umum Entisol
Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa tanah Entisol merupakan tanah
yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan
pembentukan tanah.

Sedangkan menurut Soepardi (1983), tanah Entisol

merupakan tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan suatu horison yang
baru dibentuk. Ciri umum Entisol ialah tidak adanya perkembangan profil yang
nyata. Tanah Entisol biasanya dijumpai di daerah dengan iklim yang sangat
berbeda. Produktivitas Entisol sangat beragam, tergantung dari keadaan setempat
dan ciri-cirinya. Bila dipupuk cuk up dan penyediaan airnya dapat dikendalikan,
tanah-tanah demikian cukup produktif.

Akan tetapi karena keterbatasan

kedalaman tanah, kadar liat atau neraca airnya, maka penggunaan intensif di
daerah yang luas sangat terbatas.

Sifat Umum Inceptisol
Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa tanah Inceptisol juga
merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol.

Hal

tersebut didukung oleh Foth (1984) yang menyatakan bahwa Inceptisol berasal
dari bahasa latin inceptum, yang berarti permulaan tetapi lebih tua tanah Entisol.
Soepraptohardjo (1961) menyatakan bahwa Inceptisol merupakan tanah
dengan pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas-batas horison baur, kandungan
unsur hara dan bahan organik rendah, konsistensi rendah serta stabilitas agregat
tinggi. Fraksi liat tanah ini biasanya didominasi oleh kaolinit dan seskuioksida.
Menurut Soepardi (1983) Inceptisol merupakan tanah muda karena
profilnya mempunyai horizon yang pembentukannya agak cepat sebagai hasil
alterasi bahan induk. Horizon- horison tidak memperlihatkan hasil hancuran yang
ekstrem. Pada tanah ini tidak terdapat horizon timbunan liat, besi dan alumunium
oksida.

Perkembangan profil tanah Inceptisol lebih maju bila dibandingkan

dengan tanah Entisol, tetapi kurang jika dibandingkan tanah yang lain.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2004. Lokasi
penelitian terletak di sub DAS Ciliwung Hulu, yang secara administrasi termasuk
Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah air, peta tanah (Gambar Lampiran
1), peta lereng (Gambar Lampiran 2), peta penggunaan lahan (Gambar Lampiran
3), GPS, bor belgi, permeameter, tissue, double ring infiltrometer, penggaris,
penampung air, gayung, sabit/gunting, tabung film, stop watch dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penentuan Titik Lapang
Penentuan titik lapang dilakukan setelah pengumpulan data sekunder
(Peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan) yang kemudian dibuat peta
satuan lahan (Gambar Lampiran 4). Titik-titik yang telah ditentukan pada peta
satuan lahan disesuaikan dengan kondisi lapang, menggunakan alat GPS.
Berdasarkan hasil penyesuaian dengan kondisi lapang di Sub DAS Ciliwung Hulu
terdiri dari tanah Entisol dan Inceptisol. Pada tanah Inceptisol terdapat tiga jenis
penggunaan lahan yaitu hutan, ladang dan kebun teh. Sedangkan pada tanah
Entisol terdapat dua penggunaan lahan, yaitu hutan dan kebun teh.

Pengukuran Laju Infiltrasi
Pengukuran

laju

infiltrasi

di

lapang

menggunakan double

ring

infiltrometer. Pemasangan alat ring infiltrometer dilakukan dengan hati- hati untuk
mengurangi kerusakan agregat tanah. Ring yang berdiameter kecil (ring dalam)
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tanah denga n kedalaman 3-5 cm, kemudian
ring berdiameter besar (ring luar) dipasang secara konsentris terhadap ring dalam.
Setelah kedua ring dipasang, penggaris berskala diletakkan pada ring bagian
dalam, lalu air dimasukkan secara bersamaan antara ring luar dan ring dalam.
Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama 1-2 jam melalui pencatatan penurunan
muka air ditentukan setiap selang waktu tertentu. Pada awal pengukuran selang
waktu 30 detik, kemudian

setelah mulai konstan selang waktu 1 menit dan

2 menit .
Pengukuran Hantaran Hidrolik Tanah
Prinsip pengukuran hantaran hidrolik tanah sama dengan infiltrasi. Lokasi
pengukuran hantaran hidrolik pada penelitian ini berdekatan dengan pengukuran
infiltrasi (jarak ± 2 m ). Pengukuran hantaran hidrolik tanah dengan menggunakan
alat permeameter. Lokasi yang sudah dipersiapkan dibor ±20 cm, lalu alat
permeameter dipersiapkan. Tabung permeameter diisi air, tutup kran bagian atas
tabung dan bagian bawah tabung dengan tissue, kemudian disiapkan pencatat
waktu. Tabung dimasukkan ke dalam tanah yang diisi air, buka penutup tabung
bagian atas kemudian dimulai pencatatan laju penurunan muka air (pencatatan
dimulai setelah beberapa gelembung muncul dalam tabung).

Pencatatan pada

awalnya dilakukan setiap 30 detik sampai konstan, kemudian dengan interval
waktu 1 menit dan 2 menit.

Analisis Data
Infiltrasi
Pola laju infiltrasi secara umum diperoleh dengan memplotkan laju
infiltrasi dan waktu infiltrasi. Klasifikasi laju infiltrasi berdasarkan kriteria
Kohnke (1968 dalam Lee 1980) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik
data infiltrasi pengukuran lapang dianalisis dengan menggunakan persamaan
Horton, Kostiakov dan Philips.
Persamaan masing- masing model sebagai berikut :


Model persamaan Horton :
f = fc + (f0 – fc) e -k t
keterangan :
f : laju infiltrasi (cm/jam)
fc : kapasitas infiltrasi konstan (cm/jam)
fo : kapasitas infiltrasi awal (cm/jam)
e : bilangan alam 2,71828
k : konstanta (bilangan positif)
t : waktu (jam)



Persamaan Philips
f = 1/2 Sp t1/2 + Ap
keterangan
f : laju infiltrasi (cm/jam)
t : waktu (jam)
Sp : parameter yang menunjukkan sorpsivitas tanah
Ap : parameter yang menunjukkan hantaran hidrolik



Persamaan Kostiakov
f = cata-1
keterangan
f : laju infilrasi (cm/jam)
c : konstanta
a : parameter yang mencerminkan sifat fisik tanah
t : waktu (jam)

Tabel 1. Klasifikasi Infiltrasi Tanah (Kohnke, 1968 dalam Lee, 1980)
Kelas
Sangat lambat
Lambat
Agak lambat
Sedang
Agak cepat
Cepat
Sangat cepat

Infiltrasi
(mm/jam)
250

Hantaran hidrolik
Data hantaran hidrolik yang diperoleh dari lapang diplotkan dalam kurva
hubungan laju penurunan air dengan waktu yang kemudian dibuat trendline-nya
untuk memperoleh pola hantaran hidrolik secara umum. Klasifikasi hantaran
hidrolik berdasarkan kriteria Foth (1984) yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Sedangkan hantaran hidrolik jenuh dihitung dengan mengguna kan persamaan :
2
 h
 
ln  +  h  + 1  − 1 Q
 
 r
r

 

K=
2
2πh

dimana,
K
: hantaran hidrolik (cm/jam)
h
: ketinggian muka air (cm)
r
: jari- jari lubang (cm)
π
: 3.14
Q
: debit air (cm3 /jam)

Tabel 2. Klasifikasi Hantaran Hidrolik Tanah (Foth, 1984)
Kelas
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah

hantaran hidrolik
(cm/jam)
> 36
3.6-36
0.36-3.6
0.036-0.36
0.0036-0.036
< 0.0036

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu
Penelitian berlokasi di sub DAS Ciliwung Hulu yang meliputi wilayah
seluas ± 167 ha. Secara geografis terletak pada 60 41’55” LS - 60 42’12” LS dan
1060 58’10” BT - 1070 0’0” BT dan secara administrasi termasuk dalam wilayah
Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Penggunaan lahan di daerah ini adalah hutan, kebun teh, kebun campuran,
sawah, villa serta pemukiman (Tabel 3).

Kebun campuran merupakan

penggunaan lahan dominan di lokasi penelitian meliputi areal seluas 54 ha atau
sekitar 32.2 %, sedangkan sawah mempunyai persentase yang sangat rendah, yaitu
sebesar 2.7 % dari 167 ha keseluruhan luas sub DAS ini.
Tabel 3. Penggunaan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu- Tugu Utara
Penggunaan Lahan

Luas
(Ha)
Kebun Campuran
54.0
Teh
53.0
Hutan
36.0
Pemukiman
17.0
Villa
4.5
Sawah
2.5
Jumlah
167
Sumber : Peta Rupa Bumi skala 1 : 10.000 (Bakosurtanal, 1999)

(%)
32.3
31.7
21.5
15.0
10.5
2.7
100

Wilaya h sub DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah bergelombang dan
berbukit, dengan kelas lereng 8-15 % seluas 22 ha, 15-25 % seluas 33 ha, 25-40 %
seluas 30 ha dan yang lebih dari 40 % seluas 62 ha. Luas masing- masing kelas
lereng dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar Lampiran 2.

Tabel 4. Kelas Lereng di Sub DAS Ciliwung Hulu-Tugu Utara
Kelas Lereng
Luas
(%)
(Ha)
8-15
22.0
15-25
33.0
25-40
30.0
> 40
60.0
Jumlah
167
Sumber : Peta Rupa Bumi skala 1 : 10.000 (Bakosurtanal, 1999)

(%)
15.0
22.0
20.0
13.0
100

Jenis tanah yang terdapat di sub DAS Ciliwung Hulu adalah Inceptisol dan
Entisol. Tanah Inceptisol mempunyai luasan yang lebih dominan, yaitu seluas
147.3 ha, sedangkan tanah Entisol seluas 19.7 ha (Tabel 5).
Tabel 5. Sebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu-Tugu Utara
Jenis Tanah

Luas
(Ha)
(%)
Entisol
19.7
11.6
Inceptisol
147.3
88.4
Jumlah
167
100
Sumber : Peta Penggunaan Tanah 1 : 25.000 (Sub Direktorat Tata Guna Tanah,
1990)

Infiltrasi
Pola laju infiltrasi air ke dalam tanah dari waktu ke waktu secara
sederhana dapat diidentifikasi dengan memplotkan laju penurunan air dan waktu
pengukuran (Gambar 1). Laju infiltrasi air ke dalam tanah pada awalnya adalah
tinggi, kemudian menurun dengan bertambahnya kelembaban tanah yang
kemudian menjadi konstan ketika tanah telah menjadi jenuh.

400

Laju Infiltrasi (cm/jam)

350
300
250
200
150
100
50
0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Waktu (jam)

Gambar 1. Laju Infiltrasi di sub DAS Ciliwung Hulu
Laju infiltrasi di sub DAS Ciliwung Hulu pada saat tidak jenuh berkisar
6 cm/jam sampai 360 cm/jam. Sedangkan pada saat kondisi tanah menjadi jenuh,
laju infiltrasi konstan nilai berkisar antara 3 cm/jam sampai 36 cm/jam dengan
rata-rata 11 cm/jam. Berdasarkan klasifikasi Kohnke (1968 dalam Lee,1980), laju
infiltrasi konstan tersebut tergolong dalam kelas agak cepat.
Hal tersebut karena pada awal pengukuran kondisi tanah tidak jenuh,
proses masuknya air ke dalan tanah dipengaruhi oleh hisapan matriks dan gaya
gravitasi. Semakin lama proses berlangsung, kondisi tanah semakin jenuh
sehingga pengaruh hisapan matrik semakin berkurang. Pada saat kondisi tanah
jenuh pergerakan air hanya dipengaruhi gaya gravitasi sehingga kemampuan tanah
meresapkan air berkurang secara nyata.
Karakteristik Infiltrasi pada Tanah Entisol dan Inceptisol
Hasil perhitungan laju infiltrasi konstan pada masing- masing tanah
menunjukkan bahwa tanah Entisol memiliki laju infiltrasi konstan lebih tinggi
daripada tanah Inceptisol (Tabel 6).

Nilai laju infiltrasi konstan pada tanah

Entisol termasuk dalam kelas cepat

(13.5 cm/jam), sedangkan pada tanah

Inceptisol laju infiltrasi konstannya termasuk dalam kelas agak cepat
(8.2 cm/jam). Beda rata-rata laju infiltrasi konstan pada tanah Entisol dan
Inceptisol sebesar 39 %.
Tabel 6. Infiltrasi pada Tanah Entisol dan Inceptisol
Laju Infiltrasi Konstan
Laju Infiltrasi
Kelas
(cm/jam)
3.0
3.6
6.0
9.0
15.0
Cepat
18.0
21.0
36.0
13.5
3.0
3.6
4.8
9.0
9.0
Agak Cepat
9.0
12.0
15.0
8.2

Jenis Tanah

Entisol

Rata-rata

Inceptisol

Rata-rata

Faktor utama yang mempengaruhi perbedaan nilai laju infiltrasi konstan
pada masing- masing tanah tersebut adalah tekstur tanah. Berdasarkan analisis
laboratorium, tanah

Entisol

memiliki tekstur lempung liat berpasir dengan

kandungan fraksi pasir sebesar 51.7 %. Kandungan fraksi pasir pada tanah
Entisol lebih tinggi daripada tanah Inceptisol yang bertekstur lempung berliat
dengan kandungan fraksi pasir sebesar 33.2 % (Tabel 7). Ruang pori tanah pada
tanah Entisol (72.6%) lebih tinggi dari tanah Inceptisol (69.8%). Tanah dengan

kandungan fraksi pasir yang lebih banyak dan porositas tanah yang lebih tinggi
akan mudah meloloskan air, sehingga laju infiltrasi lebih tinggi. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Arsyad (2000) yang mengemukakan bahwa tekstur
lempung berpasir memiliki infiltrasi yang lebih tinggi diband ingkan dengan tanah
dengan tekstur lempung berliat.
Tabel 7. Tekstur Tanah pada Tanah Entisol dan Inceptisol

Jenis Tanah

Pasir
(%)
50.6
50.6
Entisol
52.8
52.8
Rata-rata
51.7
27.9
27.9
Inceptisol
38.4
38.4
Rata-rata
33.2
Sumber : Analisis Laboratorium

Tekstur
Debu
(%)
19.9
19.9
14.6
14.6
17.2
31.2
31.2
24.9
24.9
28.0

Liat
(%)
29.4
29.4
32.6
32.6
31
40.8
40.8
36.8
36.8
38.8

Kelas Tekstur

Lempung liat
berpasir

Lempung berliat

Karakteristik Infiltrasi pada Lahan Hutan dan Kebun Teh
Hasil perhitungan nilai laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan
lahan menunjukkan bahwa nilai laju infiltrasi pada lahan hutan lebih besar
(16.5 cm/jam) daripada kebun teh (5.6 cm/jam). Laju infiltrasi konstan lahan
hutan termasuk dalam kelas cepat, sedangkan laju infiltrasi konstan di kebun teh
termasuk dalam kelas sedang (Tabel 8). Laju infiltrasi pada lahan hutan lebih
tinggi sekitar 66 % dibandingkan dengan laju infiltrasi pada kebun teh. Faktor
yang menyebabkan perbedaan laju infiltrasi pada masing- masing penggunaan
lahan tersebut adalah kerapatan vegetasi dan kepadatan tanah.

Tabel 8. Infiltrasi pada Lahan Hutan dan Kebun Teh
Penggunaan Lahan

Hutan

Rata-rata

Kebun Teh

Rata-rata

Laju Infiltrasi Konstan
Laju infiltrasi
Kelas
(cm/menit)
9
9
9
15
15
Cepat
18
21
36
16.5
3
3
3.6
3.6
4.8
Sedang
6
9
12
5.6

Kepadatan tanah yang terjadi pada kebun teh akibat pengelolaan lahan teh
yang mempengaruhi bobot isi dan ruang pori tanah. Bobot isi tanah pada kebun
teh lebih tinggi (0.8 gr/cm3 ) jika dibandingkan dengan lahan hutan (0.7 gr/cm3 ).
Bobot isi yang tinggi pada kebun teh menyebabkan ruang pori tanah kebun teh
rendah, yaitu sebesar 68.2 %, sedangkan ruang pori pada lahan hutan sebesar
74.1 % (Tabel 9). Hal tersebut mengakibatkan nilai laju infiltrasi konstan dan
hantaran hidrolik jenuh tanah pada lahan hutan lebih tinggi daripada kebun teh.
Bervariasinya tajuk tanaman dan kerapatan tanaman yang lebih tinggi pada
lahan hutan dapat mengurangi kerusakan tanah akibat pukulan air hujan secara
langsung.

Selain itu, kerapatan tanaman dan bervariasinya tanaman dapat

menyumbangkan bahan organik yang lebih banyak daripada kebun teh. Lahan

hutan mempunyai kandungan bahan organik tanah yang lebih tinggi (1.3 %)
sedangkan kandungan bahan organik tanah pada kebun teh 1.1 % (Tabel 9).
Tabel 9. Bahan Organik Tanah, Bobot Isi dan Ruang Pori Total pada Lahan Hutan
dan Kebun Teh

No
1
2
3
4
5
6
7
8
Ratarata

Bahan
Organik
(%)
0.6
0.6
1.5
1.5
1.7
1.7
1.3
1.3

Hutan
Bobot
Isi
(gr/cm3 )
0.8
0.8
0.7
0.7
0.7
0.6
0.6
0.6

1.3

0.7

Teh

69.9
69.2
72.6
73.6
77.6
79.3
75.1
76.1

Bahan
Organik
(%)
0.7
0.7
0.9
0.9
1.6
1.6
1.1
1.1

74.1

1.1

RPT
(%)

Bobot Isi
(gr/cm3 )

RPT
(%)

0.9
0.9
0.9
0.9
0.8
0.8
0.8
0.8

66.1
67.1
67.1
67.6
69.4
71.4
68.1
68.6

0.85

68.2

Persamaan Infiltrasi
Karakteristik infiltrasi diidentifikasikan menggunakan persamaan Horton,
Kostiakov dan Philips. Berdasarkan hasil penyederhanaan data infiltrasi lapang
maka diperoleh persamaan Horton (f = 0.25 + (0.929) e

–0.0214t

), persamaan

Kostiakov (f =3.6264 t –0.3666) dan persamaan Philips (f = 2.6617 t -1/2 + 0.0383).

: Laju inflitrasi lapang
: Laju inflitrasi Horton
: Laju inflitrasi Kostiakov
: Laju inflitrasi Philips

300

Laju Infiltrasi (cm/jam)

250

200

150

100

R2 = 0.90
50

2

R = 0.81
R2 = 0.93

0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

waktu (jam)

Gambar 2. Kurva Infiltrasi Hasil Pengukuran Lapang, Analisis Model Horton,
Kostiakov, dan Philips

Kurva infiltrasi lapang dan hasil perhitungan persamaan (Gambar 2)
dibangun dari plot hubungan laju infiltrasi hasil pengukuran serta hasil analisis
dengan waktu. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa laju infiltrasi
persamaan horton mempunyai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0.93. Koefisien
determinasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan koefisien pada
persamaan Kostiakov (R2 = 0.90) dan persamaan Philips (R2 = 0.81).
Hasil analisis korelasi (Gambar 3) menunjukkan bahwa laju infiltrasi hasil
prediksi model Horton mempunyai korelasi yang lebih erat dengan laju infiltrasi
hasil pengukuran lapang dibandingkan dengan model infiltrasi Kostiakov dan
Philips seperti ditunjukkan oleh koefisien determinasi sebesar 0.82 (Horton), 0.68
(Kostiakov), 0.56 (Philips). Oleh karena itu model infiltrasi horton merupakan

Laju Infiltrasi Lapang (cm/jam)

model yang sesuai untuk memprediksi laju infiltrasi di Sub DAS Ciliwung Hulu.

140
120
100

R2 = 0.82
80
60
40
20
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

Laju Infiltrasi Horton(cm/jam)

Gambar 3. Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Horton dengan
Laju Infiltrasi Pengukuran Lapang

Laju Infiltrasi Lapang (cm/jam)

160
140

R2 = 0.65

120
100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

250

300

Laju Infiltrasi Kostiakov (cm/jam)

Gambar 4. Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Kostiakov dengan
Laju Infiltrasi Pengukuran Lapang

Laju Infiltrasi Lapang (cm/jam)

180
160
140

R2 = 0.56

120
100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

250

Laju Infiltrasi Philips (cm/jam)

Gambar 5. Korelasi Laju Infiltrasi Persamaan Philips dengan
Laju Infiltrasi Pengukuran Lapang

Hantaran Hidrolik Tanah
Secara umum hantaran hidrolik tanah di sub DAS Ciliwung Hulu pada
prinsipnya sama dengan infiltrasi dimana laju penurunan air semakin rendah
dengan bertambahnya waktu. Hantaran hidrolik tanah tertinggi di sub DAS
Ciliwung Hulu pada awal pengukuran berkisar antara 4.49 cm/jam sampai dengan
70.63 cm/jam, sedangkan hantaran hidrolik jenuh tanahnya berkisar antara 1.10

cm/jam sampai 4.95 cm/jam. Berdasarkan hasil perhitungan hantaran hidrolik
jenuh tanah pada pengukuran lapang di sub DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam
kelas sedang dengan nilai rata-rata hantaran hidrolik jenuh sebesar 2.79 cm/jam.
Hantaran hidrolik tanah menurun dengan bertambahnya waktu (Gambar 6)
karena pergerakan air pada saat tanah tidak jenuh dipengaruhi oleh hisapan
matriks dan gaya gravitasi. Semakin lama proses berlangsung, kondisi tanah
semakin jenuh sehingga hisapan matrik semakin berkurang. Pada saat kondisi
tanah jenuh pergerakan air

hanya dipengaruhi gaya gravitasi sehingga

kemampuan tanah menyerap air berkurang.

80

Hantarn Hidrolik (cm/jam)

70
60
50
40
30
20
10
0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Waktu (jam)

Gambar 6. Hantaran Hidrolik di sub DAS Ciliwung Hulu

Hantaran Hidrolik pada Ta nah Entisol dan Inceptisol
Hantaran hidrolik jenuh pada masing- masing tanah termasuk dalam kelas
sedang (Tabel 6). Tanah Entisol mempunyai nilai hantaran hidrolik jenuh yang
lebih tinggi

(2.97 cm/jam) jika dibandingkan dengan hantaran hidrolik jenuh

pada tanah Inceptisol (2.62 cm/jam). Hantaran hidrolik jenuh pada tanah Entisol
dan Inceptisol mempunyai beda rata-rata sebesar 12 %.

Tabel 10. Hantaran Hidrolik Jenuh pada Tanah Entisol dan Inceptisol
Jenis Tanah

Entisol

Rata-rata

Inceptisol

Rata-rata

Hantaran Hidrolik Jenuh
(cm/jam)
Kelas
1.10
1.64
1.77
2.23
2.58
Sedang
4.66
4.82
4.95
2.97
1.12
1.80
2.21
2.58
2.58
Sedang
3.14
3.23
4.31
2.62

Perbedaan nilai hantaran hidrolik jenuh pada tanah Entiasol dan Inceptisol
lebih dipengaruhi oleh tekstur tanah yang berbeda. Tanah Entisol termasuk dalam
kelas lempung berliat dengan kandungan fraksi pasir (51.7 %), sedangkan tanah
Inceptisol termasuk dalam kelas lempung berpasir dengan fraksi pasir (33.2 %).
Kandungan fraksi pasir yang lebih tinggi menyebabkan air lebih mudah masuk ke
dalam tanah dan pergerakan air tidak terhambat.
Hantaran Hidrolik pada Lahan Hutan dan Kebun Teh
Hantaran hidrolik jenuh tanah pada lahan hutan termasuk dalam kelas
tinggi dengan nilai sebesar 3.60 cm/jam. Nilai hantaran hidrolik jenuh pada lahan
kebun teh lebih rendah, yaitu 2.00 cm/jam yang termasuk dalam kelas sedang

(Tabel 11). Hantaran hidrolik tanah pada lahan hutan lebih tinggi sekitar 45 %
daripada hantaran hidrolik kebun teh.

Tabel 11. Hantaran Hidrolik Jenuh pada Lahan Hutan dan Kebun Teh.
Penggunaan Lahan

Hutan

Rata-rata

Kebun Teh

Rata-rata

Hantaran Hidrolik Jenuh
(cm/jam)
Kelas
2.21
2.58
2.58
2.58
4.31
Tinggi
4.66
4.82
4.95
3.60
1.10
1.12
1.64
1.77
1.80
Sedang
2.23
3.14
3.23
2.00

Hantaran hidrolik jenuh tanah yang berbeda pada masing- masing
penggunaan lahan lebih dipengaruhi oleh vegetasi dan kepadatan tanah. Vegetasi
pada lahan hutan menyumbangkan bahan organik lebih banyak daripada kebun
teh. Hal tersebut karena adanya pemetikan tanaman teh yang dapat mengurangi
sumbangan bahan organik bagi tanah dengan penggunaan lahan kebun teh.
Penggunaan lahan hutan memiliki kandungan bahan organik (1.3 %) lebih tinggi
dari kebun teh (1.1 %). Kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada lahan
hutan menyebabkan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah menjadi lebih besar.

Secara tidak langsung bahan organik mempengaruhi hantaran hidrolik
tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik tana h. Bahan organik berperan dalam
menurunkan bobot isi tanah dan meningkatkan ruang pori tanah melalui proses
granulasi tanah sehingga menurunkan tingkat kepadatan tanah. Soepardi (1983)
menyatakan bahwa bahan organik memungkinkan zarah yang lepas terikat dan
membentuk agregat yang lebih besar dan mantap sehingga volume pori tanah
menjadi tinggi.
Bobot isi pada lahan hutan lebih rendah (0.7 gr/cm3 ) jika dibandingkan
dengan kebun teh (0.85 gr/cm3 ) sehingga ruang pori tanah lahan hutan lebih tinggi
(74.2 %). Ta nah dengan ruang pori yang lebih tinggi berarti tanah tersebut lebih
remah dan pergerakan air tidak terhambat. Berbeda hal dengan tanah yang
mempunyai bobot isi tinggi dan ruang pori tanah rendah menunjukkan bahwa
tanah tersebut mengalami pemadatan. Tanah yang padat menyebabkan pergerakan
air menjadi lambat, sehingga hantaran hidrolik tanah menjadi rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Laju infiltrasi konstan di sub DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam ke