Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Pertumbuhan serta Perkembangan Bibit Nepenthes ampullaria (Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.) Pasca Aklimatisasi.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN JENIS NUTRIEN TERHADAP

PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN BIBIT

Nepenthes ampullaria (Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.)

PASCA AKLIMATISASI

GALUH TRI PUDYASTUNGKARA

A24070107

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

Abstract

The purpose of this research to learn the effect of giving the right of nutrition on the

growth and development seeds Nepenthes ampullaria (Jack.) and Nepenthes rafflesiana (Jack.) after acclimatization. Type of nutrients which include ants, eggs of ants, caterpillars, water

washings of meat and manure. Results of research show all of nutrition can be use to grow

Nepenthes ampullaria (Jack.) and Nepenthes rafflesiana (Jack.) with the best nutrients that the ants feeding on Nepenthes rafflesiana (Jack.).


(3)

RINGKASAN

GALUH TRI PUDYASTUNGKARA Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Pertumbuhan serta Perkembangan Bibit Nepenthes ampullaria

(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.) Pasca Aklimatisasi. (Dibimbing oleh Diny Dinarti dan Yupi Isnaini).

Kantong semar (Nepenthes) tergolong tanaman unik. Keunikan dari tanaman ini adalah bentuk kantong, warna kantong serta bentuk daun yang berbeda-beda antara satu spesies dengan spesies yang lain. Tanaman Nepenthes

diklasifikasikan sebagai tanaman karnivora karena sering memangsa serangga. Pada habitatnya di alam, Nepenthes umumnya tumbuh pada tanah yang miskin unsur hara (khususnya dalam hal nitrogen). Tanaman ini memangsa serangga untuk mendapatkan sejumlah nitrogen dan mineralnya. Informasi mengenai jenis nutrien yang tepat untuk Nepenthes masih terbatas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis nutrien yang tepat untuk pertumbuhan serta perkembangan bibit Nepenthes ampullaria (Jack) dan

Nepenthes rafflesiana (Jack) pasca aklimatisasi. Penelitian ini dilaksanakan di

green house Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Kebun Raya Bogor pada bulan Januari hingga September 2011.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu jenis nutrien. Nutrien yang digunakan adalah tanpa pemberian nutrien (kontrol), air, semut, ulat, kroto, air cucian daging, pupuk, pupuk dengan semut, pupuk dengan ulat, pupuk dengan kroto, dan pupuk dengan air cucian daging. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setiap ulangan terdiri dari dua tanaman. Nepenthes ditanam pada pot plastik berdiameter 15 cm dengan menggunakan media campuran arang sekam dan cocopeat (1:1).

Nepenthes yang sudah ditanam, diletakkan di atas rak besi kemudian diberi jaring peneduh dengan intensitas cahaya 25%. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 5 minggu dengan peubah yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah dan warna daun, jumlah dan warna kantong, panjang kantong, serta diameter kantong atas dan bawah.


(4)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana 3 hingga 5 Minggu Setelah Perlakuan terutama pada pembentukan jumlah kantong baru. Jumlah dan panjang kantong serta diameter kantong atas dan bawah pada pemberian jenis nutrien Nepenthes ampullaria berpengaruh nyata saat 4 MSP serta Nepenthes rafflesiana saat 4 dan 5 MSP

Hasil uji lanjut menujukkan bahwa pemberian jenis nutrien semut dapat memacu pembentukan daun dengan jumlah daun terbanyak pada Nepenthes rafflesiana yaitu 9.8 daun. Pemberian nutrien yang sama juga mampu memacu pembentukan kantong baru dengan jumlah terbanyak (0.8 kantong) pada

Nepenthes ampullaria dan 1 kantong pada Nepenthes rafflesiana. Untuk menginduksi jumlah kantong secara keseluruhan, nutrien terbaik untuk Nepenthes ampullaria adalah ulat dengan jumlah kantong terbanyak yaitu 5.3 kantong, dan pada Nepenthes rafflesiana adalah semut dengan jumlah kantong terbanyak 2.8 kantong.

Pada peubah panjang kantong, diameter atas dan bawah kantong terbaik pada Nepenthes ampullaria terdapat pada pemberian nutrien air yaitu 2.5cm, 0.6cm, dan 0.9cm, sedangkan pada Nepenthes rafflesiana jenis nutrien terbaik terdapat pada semut yaitu 1.4cm, 0.2cm, dan 0.3cm.

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian nutrien tidak berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman, warna daun dan warna kantong pada kedua

Nepenthes tersebut akan tetapi, pada Nepenthes ampullaria, tinggi tanaman berkisar antara 1.5 sampai 3.2 cm, sedangkan pada Nepenthes rafflesiana berkisar antara 1.4 cm sampai 2.2 cm. Untuk warna daun pada kedua Nepenthes tersebut berwarna hijau dan warna kantong hijau dengan bercak merah kecoklatan.


(5)

PENGARUH PEMBERIAN JENIS NUTRIEN TERHADAP

PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN BIBIT

Nepenthes ampullaria (Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.)

PASCA AKLIMATISASI

Skripsi sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

GALUH TRI PUDYASTUNGKARA

A24070107

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(6)

Judul

:PENGARUH

PEMBERIAN

JENIS

NUTRIEN

TERHADAP

PERTUMBUHAN

DAN

PERKEMBANGAN

KANTONG

Nepenthes

ampullaria (Jack.) dan

Nepenthes rafflesiana (Jack.)

PASCA AKLIMATISASI

Nama

: GALUH TRI PUDYASTUNGKARA

NIM

: A24070107

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

( Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi ) ( Yupi Isnaini, MSi ) NIP. 19660408 199203 2 003 NIP.197112272006042002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

( Dr. Ir. Agus Purwito M.Sc.Agr )

NIP. 196111011987031003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 April 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Dwi Harmadji dan Ibu Sri Zunani.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Yapenka, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 86 Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Sumbangsih pada tahun 2007.

Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tahun 2007 penulis aktif dalam Organisasi Masyarakat Daerah Jakarta “ J’Co (Jakarta Community)”. Tahun 2009/2010 penulis bergabung dalam Koperasi Agronomi dan Hortikultura.Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis diberi kelancaran sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kantong Nepenthes ampullaria (Jack.) dan

Nepenthes rafflesiana (Jack.) Pasca Aklimatisasi” ini disusun untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Diny Dinarti, Msi dan Yupi Isnaini, Msi yang telah memberikan bimbingan dan juga arahannya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini 2. Dr. Ni Made Armini Wiendi, selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

3. Ibu Sri Zunani dan Bapak Dwi Harmadji yang telah memberikan dukungan, doa dan juga kesabarannya selama penulis menjalani perkuliahan.

4. Septadi Kurniawan, Swastika Dina Priangga, Suli Lestari, Vetra Agstiana yang selalu memberikan motivasi serta doa kepada penulis.

5. Semua Staf di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Raya Bogor, Pak Darso, Teh Irma, Mba Ritah, Bu Tini yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Alfarizi yang selalu memberikan doa, motivasi, masukan dan saran serta selalu mendampingi penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

7. Teman-teman di Laboratorium Kultur Jaringan IPB Rara dan Meyga 8. Sahabat di BLOBO, Diah, Anin, Lilis, Ega, Syifa, feni, moliya dan juga

teman-teman lainnya yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

9. Keluarga besar AGH 44 yang telah memberikan banyak motivasi, doa, tempat saling berbagi suka maupun duka, canda tawa dan juga persahabatan yang telah kita jalani selama 3 tahun bersama.


(9)

10.Feni, enjim, moliya, neneng, melly, isti, lia, cutrisini dan juga sahabat-sahabat yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

11.Tia Adawiyah sahabat yang selalu menjadi pelipur lara dan pemberi motivasi kepada penulis, terimakasih atas doa, semangat dan semua yang telah diberikan kepada penulis

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, 2012


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Botani Tanaman Nepenthes ... 4

Nepenthes ampullaria (Jack.) ... 5

Nepenthes rafflesiana (Jack.) ... 7

Jenis Media Tanam ... 8

Nutrien untuk Nepenthes ... 9

BAHAN DAN METODE ... 12

Waktu dan Tempat ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Hasil ... 15

a. Jumlah Daun ... 17

b. Jumlah Kantong Baru ... 18

c. Jumlah Kantong ... 20

d. Panjang Kantong ... 23

e. Diameter Kantong Atas dan Bawah ... 25

Pembahasan ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31


(11)

Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA ... 32


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perlakuan pada kantong dan media tanam Nepenthes ampullaria

(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.) ... 13

2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Pada N.ampullaria dan N.rafflesiana terhadap Peubah Jumlah daun, Jumlah Kantong, Jumlah Kantong Baru, panjang kantong, Tinggi tanaman, Diameter Kantong Atas dan Bawah ... 15

3. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Daun ... 17

4. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong Baru ... 19

5. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong ... 21

6. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Panjang Kantong ... 23

7. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Diameter Kantong Atas dan Bawah ... 25


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Dasar Nepenthes ... 4 2. Bentuk-bentuk Kantong Nepenthes ... 5 3.Bentuk Kantong Roset Pada N.ampullaria ( kiri ) dan kantong yang

menggantung ( kanan ) 6

4. Bentuk Kantong Nepenthes rafflesiana ... 7 5. Tahap-tahap Kantong yang Mengalami Gejala Kekeringan. Kantong

yang segar (a), Tutup Kantong Mengalami Kekeringan (b), Sebagian kantong Mengalami Kekeringan (c) ... 16

6. Histogram Jumlah Daun Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b)

Hingga 5 MSP. ... 18

7. Histogram Jumlah Kantong Baru Pada N.ampullaria (a) dan N.

rafflesiana (b) Hingga 5 MSP... 20 8. Histogram Jumlah Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana

(b) Hingga 5 MSP ... 22

9. Histogram Panjang Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana

(b) Hingga 5 MSP ... 24

10. Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (b) Pada

Nepenthes ampullaria ... 26 11. Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (a) Pada Nepenthes

rafflesiana………27

12. Histogram Tinggi Tanaman Pada Nepenthes ampullaria (a) dan Nepenthes rafflesiana(b)………...28


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Warna Kantong Nepenthes rafflesiana……… 34 2. Warna Kantong Nepenthes ampullaria………... 36


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kantong semar atau Nepenthes pertama kali dikenalkan oleh J.P. Breyne ketika dia sedang membuat deskripsi jenis tumbuhan yang berasal dari Srilanka (1689). Menurut Clarke (2009) Nepenthes merupakan tanaman karnivora yang menghasilkan kantong yang berbentuk seperti teko dan berfungsi untuk penyimpan nutrisi. Menurut Witarto (2006) tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong

Tanaman Nepenthes tergolong langka dan hampir punah sehingga dilindungi dan masuk dalam CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies) appendiks I dan II. Berdasarkan Peraturan pemerintah RI Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis

Nepenthes dilindungi di habitat aslinya (Purwanto, 2007). Nepenthes boleh diperdagangkan, apabila tanaman itu berasal dari hasil penangkaran, bukan dari pengambilan di habitat aslinya. Tanaman ini mulai dikembangkan secara ex-situ

(diluar habitat aslinya). Nepenthes yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana.

Kedua Nepenthes tersebut masuk dalam daftar IUCN red list (IUCN,2011) dan termasuk spesies prioritas kategori B (N. rafflesiana) yaitu kelompok dengan prioritas kedua atau aksi konservasinya masih bisa ditunda. Nepenthes ampullaria

termasuk kategori C yaitu kelompok spesies yang belum/tidak memerlukan aksi konservasi secara aktif serta tergolong Appendiks II CITES yang berarti bahwa suatu jenis yang pada saat ini tidak termasuk ke dalam kategori terancam punah namun memiliki kemungkinan untuk terancam punah jika perdagangannya tidak diatur.

Kantong pada Nepenthes berfungsi sebagai perangkap bagi mangsa berupa avertebrata, sedikit sekali vertebrata yang terperangkap kedalamnya. Mangsa kemungkinan besar tertarik mendatangi kantong oleh kombinasi warna kantong dan adanya nektar yang disekresikan oleh kelenjar yang terletak di bagian bawah tudung kantong (Yogiara, 2004). Menurut Lutge (1971) dalam Yogiara (2004),


(16)

2

kelenjar pencernaan Nepenthes terletak pada sepertiga bagian bawah kantong. Kelenjar ini juga memiliki fungsi ganda yaitu sekresi-ekskresi dan absorpsi. Kelenjar ini menghasilkan enzim proteolase yang berfungsi sebagai enzim pengurai yang akan membantu menguraikan protein serangga atau binatang lain yang terperangkap di dalamnya (Witarto, 2006), kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang lebih sederhana, seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan garam-garam mineral. Zat-zat sederhana inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan untuk kebutuhan hidupnya (Mansur, 2007).

Pada saat di lapangan, Nepenthes tumbuh pada tanah-tanah yang gersang dan miskin unsur hara. Semakin gersang tanah, umumnya bentuk dan corak kantong yang diproduksi tanaman semakin bagus (Mansur, 2006). Hasil penelitian Rahayu dan Isnaini (2009) menunjukkan bahwa jumlah kantong N. rafflesiana

paling banyak terbentuk pada media ½ MS tetapi ukuran kantong lebih besar dijumpai pada media yang lebih miskin yaitu ¼ MS dan 1

/8 MS. Hasil serupa

dijumpai pada Nepenthes yang ditanam pada media ½ MS dengan berbagai perlakuan pH media (Kunita, 2011).

Tanaman ini lebih mengandalkan kantongnya dibandingkan akar untuk mensuplai nutrisi yang dibutuhkannya. Secara alami, kantong dibuat untuk mensuplai kekurangan nutrisi yang diserap akar dari tanah. Menurut Mansur (2007) pemberian pupuk merupakan cara lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

Nepenthes. Dosis pupuk yang diberikan sangat rendah. Pemberian dosis pupuk terlalu tinggi akan menyebabkan Nepenthes mati. Penelitian ini dilakukan karena masih terbatasnya informasi mengenai jenis nutrien yang tepat untuk Nepenthes.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian jenis nutrien dan mendapatkan nutrien yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit Nepenthes ampullaria ( Jack) dan Nepenthes rafflesiana

(Jack) pasca aklimatisasi.

Hipotesis

Jenis nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan serta perkembangan bibit Nepenthes ampullaria (Jack) dan Nepenthes rafflesiana (Jack) serta terdapat


(17)

3

nutrien terbaik untuk pertumbuhan serta perkembangan bibit Nepenthes ampullaria ( Jack) dan Nepenthes rafflesiana (Jack).


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Nepenthes

Kantong semar tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat) dan berumah dua (dioceus), artinya bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini hidup di tanah (terrestrial), tetapi ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit ( Mansur, 2007).

Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Kantong tersebut merupakan ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Dengan kemampuannya itu maka tumbuhan tersebut digolongkan sebagai carnivorous plant atau ada juga yang menyebutnya insectivorous plant. Banyak orang yang menyebut kantong tersebut merupakan bunga, padahal kantong tersebut merupakan daun yang berubah bentuk ( Mansur, 2007)

Sumber: Charles Clarke, 2002

Gambar 1.Struktur Dasar Nepenthes

Kantong semar tidak memiliki bagian tubuh yang bergerak aktif, berbeda dengan carnivorous plant lainnya seperti Dionaea muscipula, Drosera sp.,

Pinguicula sp., dan Utricularia sp. Kantong semar hanya memiliki satu marga yaitu Nepenthes. Nepenthes diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae;

Sulur

Penutup

Bibir/peristome


(19)

5

Divisi: Magnoliophyta; Subdivisi: Magnoliophyta; Kelas: Choripetalae; Ordo: Nepenthales; Famili: Nepenthaceae; Genus: Nepenthes; Spesies: Nepenthes sp.

Berdasarkan letak kantong, dikenal dua jenis kantong yakni kantong bawah dan atas. Kantong bawah biasanya mulutnya lebar. Kantong bawah muncul pada tanaman yang relatif muda atau tanaman Nepenthes yang sudah dipangkas. Kantong atas menyimpan cairan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan kantong bawah sehingga lebih ringan. Sayapnya menjadi dua tulang daun tipis dengan sedikit rambut pinggir. Bentuk kantong Nepenthes terdiri atas 6 (Gambar 2), yaitu bentuk tempayan ( N. ampullaria), bulat telur/ oval ( kantong bawah dari

N. rafflesiana), silinder ( N. gracilis), corong ( kantong atas dari N. rafflesiana) dan pinggang ( N. reinwardtiana atau N. gymnamphora) (Redaksi Trubus, 2006).

Sumber: Shigeo Kurata, 1976

Gambar 2.Bentuk-bentuk Kantong Nepenthes

Nepenthes membutuhkan kelembaban udara yang tinggi yaitu diatas 70%, hal ini merupakan syarat penting bagi Nepenthes untuk tumbuh baik dan mengeluarkan kantong. Jika kelembaban terlalu rendah, maka dapat dipastikan

Nepenthes tidak akan membentuk kantong dan tumbuh merana. Kelembaban yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara menyiram tanaman setiap hari. Disamping itu, memelihara tanaman dekat dengan kolam atau sumber/genangan air lainnya juga membantu menjaga kelembaban udara yang tinggi ( Purwanto, 2007)

Nepenthes ampullaria (Jack.)

Menurut Suska (2005), Nepenthes ampullaria (Jack.) merupakan salah satu spesies Nepenthes yang luas penyebarannya, mulai dari Thailand,


(20)

6

Semenanjung Malaysia, Singapura, Sumatra, dan Kalimantan, hingga Papua. Habitatnya di alam cukup beragam, meliputi hutan yang rindang, hutan kerangas, rawa gambut dan rawa berpasir dengan ketinggian tempat dari 0-2100 meter di atas permukaan laut. Pada daerah hutan yang cukup lebat, tanaman ini dapat merambat ke atas pohon lainnya hingga 15 meter. Menurut Mansur (2007)

Nepenthes ampullaria memiliki beberapa varietas antara lain geelvinkiana,

longicarpa, microsepala, dan racemosa.

Menurut Clarke (1997), Nepenthes ini merupakan salah satu jenis

Nepenthes yang paling menarik diantara semua jenis Nepenthes. Nepenthes jenis ini dapat menghasilkan kantong dalam jumlah yang cukup banyak atau melimpah sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi jenisnya. Bentuk kantung yang oval seperti ampul, menyebabkan Dr. William Jack, seorang dokter bedah asal Inggris yang menemukannya pertama kali pada tahun 1819 di Singapura memberinya nama Nepenthes ampullaria pada tahun 1935. Sinonim dari Nepenthes ampullaria

adalah Nepenthes ampullaceae. Nepenthes jenis ini sangat cantik dan mengagumkan dengan kantong yang berbentuk tempayan dan bergerombol muncul dari roset daun di atas permukaan tanah, dan terkadang menggantung pada batang-batang yang tumbuh tegak (Gambar 3).

Foto : Yupi Isnaini Foto : Yupi Isnaini

Gambar 3. Bentuk Kantong Roset Pada N.ampullaria ( kiri ) dan kantong yang menggantung ( kanan )

Nepenthes ampullaria mempunyai umur kantong yang lebih lama dibandingkan dengan N.rafflesiana. Umur kantong Nepenthes ampullaria dewasa bisa bertahan sampai dengan enam bulan sedangkan N. rafflesiana dewasa hanya bertahan selama satu bulan (Handoyo dan Sitanggang, 2006).


(21)

7

Nepenthes rafflesiana (Jack.)

Menurut Agromania (2006), di alam Nepenthes rafflesiana (Jack.) dewasa tumbuh menjalar atau merambat ke atas pohon setinggi 15 meter. Panjang daun mencapai 28 cm, dan lebar 6 cm, panjang kantong mencapai 40 cm dan berdiameter 15 cm. Dengan ukuran yang besar itu, N.rafflesiana merupakan

Nepenthes berkantong terbesar di Pulau Kalimantan. Nepenthes rafflesiana (Jack.) merupakan Nepenthes yang mudah dikenali dari adanya gigi yang sama dengan

Nepenthes macfarlanei, dan mempunyai sepasang sayap berduri kecil yang tumbuh di sepanjang kantong (Gambar 4). Menurut Mansur ( 2007 ) di antara marga Nepenthes, N. rafflesiana memiliki ukuran kantong yang cukup besar, kantong bawah dapat menampung air hingga satu liter. Saat ini Nepenthes rafflesiana mempunyai sembilan varietas antara lain alata, ambigua, elongata,

glaberrima, insignis, minor, nigropurpurea, nivea, dan typical.

Gambar 4.Bentuk Kantong Nepenthes rafflesiana

Tutup kantong pada Nepenthes rafflesiana berukuran lebar dan berbentuk kubah. Warna kantong bawah biasanya coklat atau hijau secara keseluruhan, ada juga kantong putih dengan bintik-bintik merah dan coklat. Pada Nepenthes rafflesiana, kantong bagian atas umumnya putih, lebih elastik dan berbentuk mirip corong panjang. Nepenthes rafflesiana (Jack.) tumbuh cepat, pada umur 3 tahun, memasuki masa dewasa, tajuk tanaman mencapai 1,5 meter. Jenis Nepenthes ini tidak sesuai sebagai tanaman terrarium. Nepenthes rafflesiana membutuhkan siang yang panas, malam yang hangat dengan suhu 25-400 C, dan kelembaban

Mulut kantong

Sepasang sayap kecil


(22)

8

sekitar 70%. Tempat yang baik bagi Nepenthes rafflesiana adalah ruang terbuka dengan naungan 50% (Redaksi Trubus, 2006).

Jenis Media Tanam

Menurut Mansur (2007) Nepenthes memiliki perakaran lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pertumbuhannya akan baik jika media tanamnya memiliki aerasi cukup tinggi, tidak padat, tidak banyak menyimpan air, dan proses dekomposisinya lambat. Pada umumnya, semua jenis Nepenthes dapat tumbuh pada media tanam epifit. Nepenthes menginginkan media yang lembab dan porous, antara lain pasir, cocopeat, humus, rockwoll, cacahan batang pakis, dan spaghnum moss.

Ada beberapa macam media lain yang dapat digunakan, antara lain lumut kompos daun, potongan kayu lapuk, dan humus daun cemara. Beberapa komponen dapat dikombinasikan dengan media tersebut, seperti pasir sungai, pasir zeolit, sekam bakar, dan arang. Kombinasi dengan salah satu komponen tersebut menyebabkan media tanam menjadi tidak mudah padat, tingkat aerasi dan porositas menjadi tinggi sehingga akar tanaman dapat bernapas dengan baik.

Hasil penelitian Sukmadijaya (2010) menunjukkan bahwa planlet atau bibit

N. rafflesiana hasil perbanyakan in vitro dapat beradaptasi dengan baik pada media arang sekam, cocopeat, sphagnum moss, kompos daun bambu, dan kombinasi antara cocopeat dengan arang sekam (1:1).

Purwanto (2007) menyatakan bahwa apabila menggunakan media arang sekam, akar tanaman dapat tumbuh sempurna karena terjamin kebersihannya dan bebas dari jasad renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Arang sekam masih memiliki kelebihan lain yaitu mampu berperan sebagai sumber kalium bagi tanaman. Media tanam cocopeat juga memiliki kelebihan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air, mengandung unsur hara, dan mudah diperoleh dalam jumlah yang cukup banyak. Cocopeat kaya akan bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa, dan lignin. Pektin berfungsi sebagai penguat lapisan tengah dinding sel. Hemiselulosa dan selulosa merupakan penyusun utama dinding sel yang berfungsi untuk memperkuat sel-sel kayu, lignin berfungsi untuk mengeraskan dinding sel.


(23)

9

Penggunaan bahan media dari alam, akan menyebabkan permasalahan baru bagi konservasi alam. Pengambilan lumut spaghnum, humus paku resam, atau akar paku sarang burung secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem bagi tumbuhan dan hewan yang hidup pada habitat tersebut.

Nutrien untuk Nepenthes

Nutrien merupakan salah satu hal penting dalam memelihara Nepenthes. Di alam, Nepenthes banyak yang hidup di tanah miskin unsur hara. Tumbuhan ini memperoleh nutrien tambahan dari serangga-serangga kecil yang masuk ke dalam kantong (Redaksi Trubus, 2006).

Pupuk merupakan salah satu nutrient tambahan untuk Nepenthes. Pupuk yang dipilih sebaiknya dengan kandungan N lebih tinggi dibandingkan fosfor dan kalium serta menggunakan nitrat yang lebih tinggi, bukan ammonium. Ammonium akan mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman. Daun tumbuh subur, tetapi sel-selnya membesar sehingga lebih mudah terserang penyakit. Pemakaian nitrat dapat membuat sel-sel tanaman kompak, relatif lebih tahan serangan penyakit (Purwanto, 2007).

Dosis pemberian pupuk adalah ¼ dosis anjuran dan diberikan seminggu sekali baik melalui daun maupun media. Larutan pupuk tersebut dapat diberikan dengan memasukkan ke dalam kantong atau dapat dilakukan dengan menyemprotkan pupuk. Media tanam sebaiknya dalam keadaan lembab saat pupuk diaplikasikan. Cara seperti ini akan mengurangi terbakarnya bagian akar

Nepenthes (Redaksi Trubus, 2006)

Pemberian nutrisi untuk Nepenthes tidak hanya dilakukan dengan memberikan pupuk, akan tetapi dapat dilakukan dengan memasukkan serangga ke dalam kantong seperti semut hidup, jangkrik, atau ulat dapat diberikan dalam jumlah yang terbatas. Pemberian serangga yang berlebihan dapat menyebabkan bau tidak sedap, dan mengeringkan bagian tengah kantong (Redaksi Trubus, 2006).

Menurut Paimin dan Fendy (2002) semut dijadikan sebagai sumber makanan protein hewani, selain sebagai pakan burung, ikan hias, udang, umpan pancing, dan banyak spesies lainnya. Serangga membantu proses penyerbukan pada berbagai macam tanaman, disamping berperan sebagai pengurai


(24)

10

(decomposer), bioindikator lingkungan, membantu di bidang kesehatan, dan bernilai ekonomis. Kroto merupakan telur yang dihasilkan oleh semut rangrang. Kroto sangat diperlukan sebagai pakan burung yang merupakan sumber protein hewani yang baik. Kandungan protein kroto basah (telur dan larva semut rangrang) tergolong tinggi, yakni mencapai 47,8%.

Menurut Syamsir (2010) daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dikonsumsi sebagai makanan tanpa menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Protein adalah komponen solid terbesar di dalam daging, sehingga daging dapat dikatakan sebagai makanan sumber protein. Protein yang dikandung oleh daging merupakan protein yang sempurna dalam arti dapat mensuplai semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh dan mudah dicerna. Daging bukan merupakan makanan sumber karbohidrat. Secara umum, daging hanya mengandung karbohidrat dalam bentuk glikogen sekitar 0.5-1.0 %.

Daging merupakan protein, protein terbagi menjadi protein yang larut dalam air dan ada yang tidak larut dalam air. Salah satu bentuk protein yang dapat larut dalam air adalah asam amino yang dalam jumlah tertentu sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Penguraian protein dalam tanah menghasilkan senyawa Nitrogen dan Sulfur, seperti ammonium. Amonium sangat dibutuhkan pada fase vegetatif, ketika fase tersebut dapat dipacu, maka tanaman akan lebih cepat masuk ke fase generatif terutama pada tanaman semusim. Menurut Sandra (2011) proses pembentukan bunga terjadi apabila proses vegetatif tanaman optimal serta memiliki cadangan makanan yang cukup untuk memasuki fase pembungaan atau generatif. Tanaman membutuhkan asam amino, mineral, serta vitamin untuk terinduksinya bakal bunga. Air cucian daging mengandung asam amino berupa triptofan, senyawa ini merupakan perkusor zat pengatur tumbuh golongan auksin yang berperan merangsang pembentukan bunga. Purwanto (2011) menambahkan bahwa air cucian daging juga mengandung unsur nitrogen, kalium serta karbon. Pada tanah subur, karbon berperan sebagai sumber nutrisi bagi mikroba bermanfaat di dalam tanah.

Ulat sagu adalah larva dari kumbang merah kelapa. Ulat sagu dapat dijadikan bahan substitusi pakan ternak sebagai sumber protein. Kandungan


(25)

11

protein ulat sagu sekitar 9,34%, sedangkan pakan berbahan utama ulat sagu sekitar 27,77%. Selain kandungan protein yang cukup tinggi, ulat sagu juga mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84%), asam glutamate (2,72%), tirosin (1,87%), lisin (1,97%), dan methionin (1,07%). Ulat ini hidup di batang sagu yang membusuk .

Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes mengeluarkan enzim yang disebut dengan proteolase. Enzim ini dikeluarkan oleh kelenjar yang ada pada dinding kantong di zona pencernaan yang berfungsi sebagai enzim pengurai. Enzim yang disebut Nepenthesin, akan menguraikan protein serangga atau binatang lainnya yang terperangkap di dalam cairan kantong menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan garam-garam mineral. Zat-zat sederhana inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan untuk kebutuhan hidupnya. Aktivitas enzim proteolase sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman) cairan kantong dan setiap jenis Nepenthes memiliki nilai pH yang berbeda. Pada umumnya nilai pH dibawah 4.


(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan September 2011 yang dilakukan di green house Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Kebun Raya Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit Nepenthes rafflesiana (Jack.) dan Nepenthes ampullaria (Jack.) yang berumur 10 bulan pasca aklimatisasi. Bahan untuk media tanam pada penelitian pasca aklimatisasi adalah campuran arang sekam dan cocopeat dengan perbandingan 1:1, semut rangrang, kroto (telur semut), pupuk majemuk, ulat, dan air cucian daging. Alat-alat yang digunakan adalah pot kecil diameter 15 cm, alat ukur (penggaris), label, pipet, tabung reaksi kecil, panci, jangka sorong.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Lengkap Teracak (RKLT) yang disusun dalam faktor tunggal yaitu pemberian jenis nutrien. Terdapat 11 perlakuan nutrien (Tabel 1) yang diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 33 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas dua tanaman. Jumlah total Nepenthes

yang dibutuhkan sebanyak 132 tanaman dengan total masing-masing spesies 66 tanaman untuk N. rafflesiana dan 66 tanaman untuk N. ampullaria

Model matematika yang digunakan yaitu :

� = µ + � +� + �

Dimana :

i = 1,2, . . . ,4 dan j = 1,2, . . . , r

Yij = Pengamatan pada perlakuan unsur hara dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

πi = Pengaruh perlakuan unsur hara βj = Pengaruh kelompok ke-j


(27)

13

εij = Pengaruh acak pada perlakuan unsur hara dan kelompok ke-j

Apabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata maka diuji lanjut dengan BNJ pada taraf α =5%.

Tabel 1. Perlakuan pada kantong dan media tanam Nepenthes ampullaria

(Jack.) dan Nepenthes rafflesiana (Jack.):

No Kode Keterangan

1 K0 Kontrol (kantong tidak diberikan apapun) 2 K0A Kantong diberi air

3 S Kantong diberi semut

4. U Kantong diberi ulat 5 KR Kantong diberi kroto

6 D Kantong diberi air cucian daging

7 P Media diberi pupuk

8 P+S Media diberi pupuk dan kantong diberi semut 9 P+U Media diberi pupuk dan Kantong diberi ulat 10 P+KR Media diberi pupuk dan Kantong diberi kroto

11 P+D Media diberi pupuk dan Kantong diberi air cucian daging

Pelaksanaan Penelitian

Nepenthes ditanam menggunakan media campuran arang sekam dan

cocopeat dengan perbandingan 1:1 yang sebelumnya dilembabkan menggunakan air hangat dan didiamkan selama satu hari. Pot yang digunakan berukuran diameter 15 cm. Nepenthes yang sudah ditanam, diletakkan pada rak yang disediakan dan diberi jaring peneduh dengan intensitas cahaya 25%

Penyiraman.Penyiraman dilakukan setiap hari agar media tetap terjaga kelembabannya.

Perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan setiap minggu pada tanaman

Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana yang berumur 7 bulan pasca aklimatisasi. Bahan dari masing-masing perlakuan diencerkan terlebih dahulu menggunakan air. Setiap kantong diberikan perlakuan dengan menggunakan pipet sebanyak tiga tetes.


(28)

14

Keterangan :

- Untuk semut, ulat dan kroto masing-masing dihancurkan menggunakan blender dengan berat masing-masing serangga sebanyak 5 gram dicampur dengan 100 ml air, diaplikasikan pada masing-masing kantong dari tiap sampel sebanyak 3 tetes.

- Untuk perlakuan daging, diambil air cucian daging dengan berat daging ± 10 gram dengan tambahan air sebanyak 100 ml air dan diaplikasikan pada masing-masing kantong dari tiap sampel sebanyak 3 tetes.

- Untuk perlakuan pupuk, pupuk ditimbang seberat 0,5 gram yang dilarutkan dengan 1000 ml air dan diaplikasikan pada media tanam sebanyak 10 ml.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 5 minggu dengan kriteria pengamatan sebagai berikut:

1. Diameter kantong atas dan bawah. Setiap kantong dari masing-masing sampel diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

2. Panjang kantong. Setiap kantong dari masing-masing sampel diukur panjangnya dari pangkal bawah sampai mulut kantong dengan menggunakan jangka sorong.

3. Jumlah kantong. Jumlah kantong dari masing-masing sampel dihitung 4. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal bawah sampai

dengan titik tumbuh menggunakan penggaris.

5. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung mulai awal tanam kemudian dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan selesai selama 5 minggu. 6. Warna daun. Diamati pada minggu sebelum aplikasi dengan pengamatan

secara visual dan dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan selesai selama 5 minggu.

7. Warna kantong. Diamati pada minggu sebelum aplikasi dengan pengamatan secara visual dilanjutkan setiap minggu hingga pengamatan selesai selama 5 minggu.


(29)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil rekapitulasi analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian jenis nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan N. ampullaria dan N. rafflesiana. Pada 1 dan 2 Minggu Setelah Perlakuan (MSP), pemberian jenis nutrien tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap Nepenthes ampullaria dan

N.rafflesiana sedangkan pada 3 MSP jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah kantong baru kedua Nepenthes tersebut serta jumlah daun pada Nepenthes rafflesiana. Pada saat memasuki minggu ke 4 setelah perlakuan, jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah kantong, jumlah kantong baru, panjang kantong, diameter kantong atas dan bawah pada Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana. Pada saat 5 MSP pemberian nutrien hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah kantong, panjang kantong diameter kantong atas, bawah pada Nepenthes rafflesiana serta jumlah kantong baru pada kedua Nepenthes tersebut (Tabel 2). Tabel 2.Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Jenis Nutrient

Pada N.ampullaria dan N.rafflesiana terhadap Peubah Jumlah Daun, Jumlah Kantong, Jumlah Kantong Baru, Panjang Kantong, Tinggi Tanaman, Diameter Kantong Atas dan Bawah

Jenis Nepenthes minggu ke- jumlah daun jumlah kantong jumlah kantong baru panjang kantong tinggi tanaman diameter kantong atas bawah

Nepenthes

ampullaria 1 tn tn tn tn tn tn tn

2 tn tn tn tn tn tn tn

3 tn tn * tn tn tn tn

4 tn * * * tn * *

5 tn tn * tn tn tn tn

Nepenthes

rafflesiana 1 tn tn tn tn tn tn tn

2 tn tn tn tn tn tn tn

3 * tn * tn tn tn tn

4 tn * * * tn * *

5 tn * * * tn * *

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada uji BNJ 5% tn = tidak nayata


(30)

16

Semakin bawah letak kantong dan daun menunjukkan bahwa semakin tua umur kantong dan daun tersebut. Pada awalnya kantong akan mengalami kekeringan pada tutup kantong dan semakin lama akan mengalami kekeringan pada seluruh bagian kantong. Hal yang sama terjadi pada daun yang akan mengalami kering pada bagian ujung daun dan pada akhirnya seluruh bagian kantong akan mengering (Gambar 5). Pada N. ampullaria, kantong mulai mengalami kekeringan pada umur 4 MSP sedangkan N. rafflesiana sudah tampak mengalami gejala kekeringan pada saat umur 3 MSP.

Gambar 5.Tahap-tahap Kantong yang Mengalami Gejala Kekeringan. Kantong yang segar (a), Tutup Kantong Mengalami Kekeringan (b), Sebagian kantong Mengalami Kekeringan (c)


(31)

17

a. Jumlah Daun

Pada Nepenthes ampullaria, pemberian jenis nutrien terhadap peubah jumlah daun tidak memberikan pengaruh yang nyata dari 1 Minggu Setelah Perlakuan (MSP) hingga 5 MSP, akan tetapi memberikan pengaruh yang nyata pada Nepenthes rafflesiana saat 3 MSP. Jenis nutrien semut berbeda nyata dengan kontrol dan pemberian pupuk, sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 3). Jumlah daun terbanyak terdapat pada pemberian jenis nutrien semut yaitu 9.8 daun pada 3 MSP

Tabel 3.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Daun

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Rata-rata jumlah daun pada Nepenthes rafflesiana pada 3 MSP berkisar antara 6.16 hingga 9.8 daun per tanaman. Jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya terdapat pada pemberian jenis nutrien pupuk yaitu 6.16 daun per tanaman (Gambar 6)

perlakuan

N. rafflesiana

jumlah daun 3 MSP

K0 6.3b

K0A 7.6ab

S 9.8a

U 8.8ab

KR 9ab

D 7.1ab

P 6.1b

P+S 7.8ab

P+U 8.3ab

P+KR 9.3ab


(32)

18

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging, M1-M5= Minggu ke- Gambar 6. Histogram Jumlah Daun Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b)

Hingga 5 MSP. b. Jumlah Kantong Baru

Pemberian jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah kantong baru saat 3 MSP hingga 5 MSP pada Nepenthes ampullaria dan

Nepenthes rafflesiana. Pada Nepenthes ampullaria saat 3 MSP, perlakuan pada

0 2 4 6 8 10 12 14

M1 M2 M3 M4 M5

Ju mla h d a u n ( d a u n ) Minggu (a) Nepenthes ampullaria K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 2 4 6 8 10 12 14

M1 M2 M3 M4 M5

ju m la h d a u n ( d a u n ) Minggu (b) Nepenthes rafflesiana K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(33)

19

tanaman kontrol, nutrien air cucian daging serta pupuk memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nutrien ulat, sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak berbeda nyata. Pada saat 4 MSP, pemberian nutrien berupa air cucian daging dan pupuk berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diberikan kecuali pada pemebrian jenis nutrien pupuk dan air cucian daging yang tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan saat 5 MSP pemberian semut pada kantong memberikan pengaruh yang nyata dengan semua perlakuan (Tabel 4).

Tabel 4.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong Baru perlakuan

N. ampullaria N. rafflesiana

jumlah kantong baru jumlah kantong baru

3MSP 4MSP 5MSP 3MSP 4MSP 5MSP

K0 0.5ab 0b 0.1b 1.1ab 0.1ab 0.5abc

K0A 1a 0b 0.1b 1.1ab 0.6a 0.3bc

S 0.1ab

0b 0.8a 0c 0.3ab 1a

U 0b

0b 0b 0.3abc 0b 0.6ab

KR 0.1ab

0b 0.1b 0.3abc 0b 0c

D 1a

0.5a 0b 1.3a 0.6a 0c

P 1a

0.5a 0b 0.8abc 0.6a 0c

P+S 0.3ab

0b 0b 0.1bc 0b 0c

P+U 0.3ab

0b 0b 0.5bac 0b 0c

P+KR 0.5ab

0b 0b 0.1bc 0b 0c

P+D 0.8ab

0.1ab 0b 0.8abc 0.5ab 0c

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Pada saat 3 dan 4 MSP Nepenthes rafflesiana lebih banyak mengeluarkan kantong baru dibandingkan dengan N. ampullaria. Pemberian jenis nutrien air cucian daging mempunyai jumlah kantong baru yang lebih banyak yaitu 1.3 kantong pada 3 MSP, akan tetapi pemberian air cucian daging tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua jenis perlakuan kecuali nutrien berupa semut, pupuk dengan semut, dan pupuk dengan kroto yang memberikan pengaruh yang nyata. Pada 4 MSP pemberian jenis nutrien berupa semut, kontrol, air, air cucian daging,pupuk, serta pupuk dengan air cucian daging tidak berpengaruh nyata. Pemberian jenis nutrien air, air cucian daging dan pupuk berpengaruh nyata dengan ulat, kroto, pupuk dengan ulat, pupuk dengan semut serta pupuk dengan kroto (Gambar 7).


(34)

20

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Gambar 7.Histogram Jumlah Kantong Baru Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana (b) Hingga 5 MSP

c. Jumlah Kantong

Pada Nepenthes ampullaria pemberian jenis nutrien berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah kantong pada 4 MSP. Pemberian nutrien berupa ulat dan pupuk berpengaruh nyata terhadap kontrol sedangkan dengan perlakuan yang lain

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

M1 M2 M3 M4 M5

ju m la h k a n to n g b a ru ( k a n to n g ) Minggu (a) Nepenthes ampullaria K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

M1 M2 M3 M4 M5

ju mla h k a n to n g b a ru ( k a n to n g ) Minggu (b)

Nepenthes rafflesiana K0

K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(35)

21

tidak berbeda nyata.Rata-rata jumlah kantong pada Nepenthes ini berkisar antara 1.5 hingga 5.3 kantong per tanaman (Tabel 5). Jumlah kantong pada tanaman kontrol mengalami penurunan cukup banyak yaitu 4 kantong saat 1 MSP menjadi 2 kantong pada 5 MSP (Gambar 8a).

Tabel 5.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Jumlah Kantong perlakuan

N. ampullaria N. rafflesiana

jumlah kantong jumlah kantong

4MSP 4MSP 5MSP

K0 1.5b 1.8a 1.1ab

K0A 4.6ab 1.8a 1.9ab

S 4.1ab 2a 2.8a

U 5.3a 1.5a 1.8ab

KR 3.8ab 1.1ab 1.6ab

D 4.6ab 0.3b 0.5b

P 5a 1.3ab 1.1ab

P+S 4ab 1.3ab 1.8ab

P+U 4.8ab 1.6a 2ab

P+KR 3.5ab 1.5a 1.8ab

P+D 4.5ab 1ab 1.1ab

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Jumlah kantong pada Nepenthes rafflesiana lebih sedikit dibandingkan dengan Nepenthes ampullaria. Rata-rata jumlah kantong pada Nepenthes rafflesiana berkisar antara 0.3 hingga 5 kantong per tanaman. Pemberian jenis nutrien memberikan pengaruh yang nyata pada minggu ke 4 dan 5. Pada minggu ke 4 pemberian nutrien semut, ulat, kontrol, air, pupuk dengan ulat, dan pupuk dengan kroto hanya berbeda nyata dengan air cucian daging sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak berbeda nyata. Pada minggu ke 5, pemberian nutrien semut berbeda nyata dengan air cucian daging.


(36)

22

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Gambar 8.Histogram Jumlah Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana

(b) Hingga 5 MSP

0 1 2 3 4 5 6

M1 M2 M3 M4 M5

ju mla h k a n to n g ( k a n to n g ) Minggu (a) Nepenthes ampullaria K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 1 2 3 4 5 6

M1 M2 M3 M4 M5

ju mla h k a n to n g (k a n to n g ) minggu (b) Nepenthes rafflesiana K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(37)

23

d. Panjang Kantong

Pada Nepenthes ampullaria peubah panjang kantong berpengaruh nyata pada 4 MSP. Pemberian jenis nutrien air, air cucian daging, pupuk, pupuk dengan ulat berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan dengan perlakuan yang lain tidak berbeda nyata (Tabel 6). Pada minggu ke 5, kantong sampel yang diberikan perlakuan nutrien pupuk mengalami kekeringan (Gambar 9a).

Tabel 6.Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Panjang Kantong

perlakuan

N. ampullaria N. rafflesiana

panjang kantong panjang kantong

4MSP 4MSP 5MSP

K0 0b 0.4ab 0b

K0A 2.5a 0b 0b

S 1.4ab

1.9a 1.4a

U 1.3ab

0b 0b

KR 1.7ab

0b 0b

D 2.4a

0b 0b

P 2.3a

0b 0b

P+S 1.2ab

0b 0b

P+U 2.0a

0b 0b

P+KR 1.7ab

0b 0b

P+D 1.8ab

0b 0b

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Pada Nepenthes rafflesiana pemberian jenis nutrien semut tidak berbeda nyata dengan kontrol saat 4 MSP, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan nutrien lainnya. Pada 5 MSP, pemberian jenis nutrien semut berbeda nyata dengan semua perlakuan. Kantong sampel pada Nepenthes rafflesiana mengalami kekeringan lebih cepat yaitu pada 3 MSP hingga 5 MSP. Kantong yang bertahan hingga akhir pengamatan hanya kantong yang diberikan nutrien semut dengan panjang kantong 1.44 cm saat 5 MSP (Gambar 9b).


(38)

24

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Gambar 9. Histogram Panjang Kantong Pada N.ampullaria (a) dan N. rafflesiana

(b) Hingga 5 MSP

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

M1 M2 M3 M4 M5

P a n ja n g k a n to n g ( cm ) Minggu (a) Nepenthes ampullaria K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

M1 M2 M3 M4 M5

P a n ja n g k a n to n g ( cm ) Minggu (b) Nepenthes rafflesiana K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(39)

25

e. Diameter Kantong Atas dan Bawah

Pada Nepenthes ampullaria peubah diameter kantong atas dan bawah memberikan pengaruh yang nyata pada 4 MSP. Pada diameter kantong atas dan bawah, pemberian jenis nutrien air, air cucian daging, pupuk, pupuk dengan ulat serta pupuk dengan air cucian daging berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Tabel 7). Pada Nepenthes ampullaria, sampel kantong yang diberikan nutrien pupuk serta tanaman kontrol mulai mengalami kekeringan saat 4 MSP hingga 5 MSP (Gambar 10)

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Jenis Nutrien Terhadap Diameter Kantong Atas dan Bawah

perlakuan

N. ampullaria N. rafflesiana

diameter kantong diameter kantong

atas bawah atas bawah

4MSP 4MSP 4MSP 5MSP 4MSP 5MSP

K0 0b 0b 0.1ab 0b 0.1ab 0b

K0A 0.6a 0.9a 0b 0b 0b 0b

S 0.3ab 0.5ab 0.3a 0.2a 0.4a 0.3a

U 0.3ab 0.4ab 0b 0b 0b 0b

KR 0.3ab 0.5ab 0b 0b 0b 0b

D 0.6a 0.8a 0b 0b 0b 0b

P 0.5a 0.8a 0b 0b 0b 0b

P+S 0.3ab 0.4ab 0b 0b 0b 0b

P+U 0.5a 0.7a 0b 0b 0b 0b

P+KR 0.3ab 0.5ab 0b 0b 0b 0b

P+D 0.5a 0.5a 0b 0b 0b 0b

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging.

Pemberian jenis nutrien Nepenthes rafflesiana memberikan pengaruh yang nyata saat 4 dan 5 MSP. Nutrien semut tidak berbeda nyata dengan kontrol pada peubah diameter kantong atas maupun bawah saat 4 MSP, namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lain sedangkan pada saat 5 MSP, pemberian jenis nutrien semut berbeda nyata dengan semua perlakuan pada peubah diameter kantong atas maupun bawah. Kantong sampel pada Nepenthes rafflesiana sudah mengalami kekeringan pada saat 3 MSP dan kantong sampel yang dapat bertahan hidup sampai akhir pengamatan terdapat pada kantong yang diberikan nutrien semut (Gambar 11)


(40)

26

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging

Gambar 10. Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (b) Pada

Nepenthes ampullaria 0 0.5 1 1.5 2

M1 M2 M3 M4 M5

D ia m e te r k a n to n g a ta s (c m ) Minggu (a ) K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 0.5 1 1.5 2

M1 M2 M3 M4 M5

D ia m e te r k a n to n g b a w a h ( cm ) Minggu (b) K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(41)

27

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging

Gambar 11.Histogram Diameter Kantong Atas (a), Kantong Bawah (a) Pada

Nepenthes rafflesiana f. Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian nutrien tidak berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman, warna daun dan warna kantong pada kedua

Nepenthes tersebut akan tetapi, pada Nepenthes ampullaria, tinggi tanaman

0 0.5 1 1.5 2

M1 M2 M3 M4 M5

d ia m e te r k a n to n g a ta s (c m ) Minggu (a) K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 0.5 1 1.5 2

M1 M2 M3 M4 M5

d ia m e te r k a n to n g b a w a h ( cm ) Minggu (b ) K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(42)

28

berkisar antara 1.5 sampai 3.2 cm , sedangkan pada Nepenthes rafflesiana berkisar antara 1.4 cm sampai 2.2 cm (Gambar 12).

Keterangan : K0 = kontrol, K0A = Kantong diberi air, S = Semut, U = Ulat, KR = Kroto, D = Air cucian daging, P = Pupuk, P+S = Pupuk dan semut, P+U = Pupuk dan ulat, P+KR = Pupuk dan kroto, P+D = pupuk dan air cucian daging

Gambar 12. Histogram Tinggi Tanaman Pada Nepenthes ampullaria (a) dan

Nepenthes rafflesiana (b)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

M1 M2 M3 M4 M5

ti n g g i ta n a ma n ( cm( Minggu (a) Nepenthes ampullaria K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

M1 M2 M3 M4 M5

ti n g g i ta n a ma n ( cm) Minggu (b) Nepenthes rafflesiana K0 K0A S U KR D P P+S P+U P+KR P+D


(43)

29

g. Warna Daun dan Kantong

Warna daun pada Nepenthes rafflesiana dan Nepenthes ampullaria

berwarna hijau muda sedangkan warna kantong pada kedua Nepenthes tersebut berwarna hijau dan terdapat bercak merah kecoklatan ( Lampiran 1 dan 2). Bentuk daun dari kedua Nepenthes tersebut berbeda, pada Nepenthes ampullaria daun berbentuk agak tumpul dan terlihat lebih lebar serta terdapat bulu-bulu halus pada bagian permukaan. Pada Nepenthes rafflesiana bentuk daun runcing dan licin serta mengkilap pada bagian permukaannya.

Pembahasan

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup.Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air sangat penting bagi tumbuhan, 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus terlarut juga dalam air. Air yang biasa digunakan untuk menyiram adalah air sumur, akan tetapi dapat digunakan air PAM yang sudah diendapkan sehari semalam. Pengendapan dilakukan untuk menghindari kaporit yang berlebihan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis nutrien pada kedua

Nepenthes berpengaruh terhadap semua peubah kecuali tinggi tanaman. Pada dasarnya semua jenis nutrien dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan serta perkembangan Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana. Nepenthes tetap membutuhkan nutrien untuk mempertahankan hidupnya terbukti dengan tidak diberikan nutrien pada tanaman kontrol, Nepenthes mengalami kekeringan sehingga tidak membentuk kantong. Pada Nepenthes ampullaria dan Nepenthes rafflesiana dengan memberikan nutrien air saja dapat membuat Nepenthes ini mampu mempertahankan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Handoyo dan Sitanggang (2006) yaitu apabila kantong-kantong

Nepenthes penuh terisi air tidak jadi masalah karena Nepenthes bisa beradaptasi dengan kelebihan air. Selain nutrien air, Nepenthes ampullaria dapat merespon nutrien lainnya seperti pemberian ulat, air cucian daging, pupuk, semut, dan kroto sedangkan pada Nepenthes rafflesiana, nutrien yang paling responsif terdapat


(44)

30

pada perlakuan semut. Pemberian nutrien lain pun memacu pertumbuhan serta perkembangan Nepenthes ini.

Pada Nepenthes rafflesiana jumlah kantong yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan Nepenthes ampullaria. Selain itu, kantong sampel pada

Nepenthes rafflesiana lebih cepat mengalami kekeringan pada 3 MSP hingga 5 MSP. Hal ini diduga karena Nepenthes rafflesiana membutuhkan cahaya matahari dalam jumlah yang cukup banyak meskipun ternaungi. Apabila cahaya matahari yang masuk sedikit, maka kantong pada Nepenthes ini tidak terbentuk atau dapat terbentuk kantong baru akan tetapi tidak dapat terbentuk sempurna. Selain itu, faktor suhu serta kelembaban juga perlu diperhatikan dalam memelihara

Nepenthes. Hal ini terbukti dengan pengamatan keadaan saat di lapang serta data hasil penelitian yang didapat. Hal ini berbeda dengan Nepenthes ampullaria yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang tidak terkena cahaya matahari penuh.


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nutrien berpengaruh terhadap pertumbuhan serta perkembangan N. ampullaria dan N. rafflesiana. Jenis nutrien terbaik yang menginduksi ukuran kantong terbesar adalah pemberian air dalam kantong dan pemberian ulat meningkatkan jumlah kantong pada Nepenthes ampullaria. Pada N. rafflesiana, nutrien terbaik menghasilkan ukuran kantong terbesar serta jumlah kantong yang banyak adalah pemberian semut.

Saran

Pemberian pupuk dalam dosis yang sedikit cukup baik apabila diaplikasikan pada kedua Nepenthes ini karena pupuk merupakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Faktor cahaya, kelembaban dan suhu perlu diperhatikan karena ketiga faktor tersebut merupakan tolak ukur Nepenthes untuk membentuk kantong.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agromania. 2006. Raksasa dari belantara Borneo. Hangtuah Digital Library. ( 21 Januari 2011).

Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History Publications.Kinabalu. Malaysia

Clarke, C. 2002. A Guide to The Pitcher Plants of Penisular Malaysia. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu, Sabah.

Clarke, C. 2009. Tree shrew lavotories: a novel nitrogen sequestration strategy in tropical pitcher plant. School of Science, Monash University, Selangor, Malaysia. Vol 5, 632-635.

Handoyo, F dan Sitanggang, M. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. AgroMedia Pustaka. 2006. Depok. 66 hal.

Kunita L.Y. 2011. Pertumbuhan tanaman kantong semar (Nepenthes rafflesiana

Jack.) dengan modifikasi konsentrasi media dan pH secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Kurata, S. 1976. Nepenthes of Mount Kinabalu. Sabah National Parks Trustees. Sabah, Malaysia.

Mansur, M. 2007. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Paimin, F.B dan Fendy, R.P. 2002. Budi Daya Semut Rangrang Penghasil Kroto. Penebar Swadaya. Jakarta. 56 hal

Purwanto, A.W. 2006. Aglonema Pesona Kecantikan Sang Ratu Daun. Kanisius.Yogyakarta.80 hal.

Rahayu E.M.D., dan Isnaini Y. 2009. Induksi pembentukan kantong tanaman

Nepenthes rafflesianaJack pada berbagai konsentrasi media dan ukuran wadah kultur. Prosiding Seminar Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. UPT BKT Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI dan PTTI, FMIPA Universitas Udayana dan BLH Prov Bali Hal: 436-441

Redaksi Trubus. 2006. Nepenthes. Trubus Info Kit 5 : 234-236.

Sandra, E., dan Purwanto, R. 2011. Pacu buah gincu.Trubus 505: 78-79.

Sukmadijaya D. 2010. Pertumbuhan planlet kantong semar (Nepenthes rafflesianaJack.) pada beberapa media tanam selama tahap aklimatisasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(47)

33

Suska, M.A. 2005. Nepenthes ampullaria Vegetarian dari Keluarga Karnivora. Dalam: Trubus. No 433: 88-89.

Syamsir, E. 2010. Nilai nutrisi daging. ilmupangan.blogspot.com.(27 Januari 2011)

Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id. Diakses tanggal 5 Maret 2011.

Yogiara. 2004. Analisis Komunitas Bakteri Cairan Kantong Semar (Nepenthes

spp.) Menggunakan Teknik Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis

(ARDRA). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(48)

34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nepenthes ampullaria

K0 K0A S

U KR D

P P + S P + U

K0 K0A S


(49)

35


(50)

36

LAMPIRAN 2. Nepenthes rafflesiana

K0 K0A S

U KR D


(51)

37

P + D P + KR


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agromania. 2006. Raksasa dari belantara Borneo. Hangtuah Digital Library. ( 21 Januari 2011).

Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History Publications.Kinabalu. Malaysia

Clarke, C. 2002. A Guide to The Pitcher Plants of Penisular Malaysia. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu, Sabah.

Clarke, C. 2009. Tree shrew lavotories: a novel nitrogen sequestration strategy in tropical pitcher plant. School of Science, Monash University, Selangor, Malaysia. Vol 5, 632-635.

Handoyo, F dan Sitanggang, M. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. AgroMedia Pustaka. 2006. Depok. 66 hal.

Kunita L.Y. 2011. Pertumbuhan tanaman kantong semar (Nepenthes rafflesiana Jack.) dengan modifikasi konsentrasi media dan pH secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Kurata, S. 1976. Nepenthes of Mount Kinabalu. Sabah National Parks Trustees. Sabah, Malaysia.

Mansur, M. 2007. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Paimin, F.B dan Fendy, R.P. 2002. Budi Daya Semut Rangrang Penghasil Kroto. Penebar Swadaya. Jakarta. 56 hal

Purwanto, A.W. 2006. Aglonema Pesona Kecantikan Sang Ratu Daun. Kanisius.Yogyakarta.80 hal.

Rahayu E.M.D., dan Isnaini Y. 2009. Induksi pembentukan kantong tanaman Nepenthes rafflesianaJack pada berbagai konsentrasi media dan ukuran wadah kultur. Prosiding Seminar Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. UPT BKT Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI dan PTTI, FMIPA Universitas Udayana dan BLH Prov Bali Hal: 436-441

Redaksi Trubus. 2006. Nepenthes. Trubus Info Kit 5 : 234-236.

Sandra, E., dan Purwanto, R. 2011. Pacu buah gincu.Trubus 505: 78-79.

Sukmadijaya D. 2010. Pertumbuhan planlet kantong semar (Nepenthes rafflesianaJack.) pada beberapa media tanam selama tahap aklimatisasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

Suska, M.A. 2005. Nepenthes ampullaria Vegetarian dari Keluarga Karnivora. Dalam: Trubus. No 433: 88-89.

Syamsir, E. 2010. Nilai nutrisi daging. ilmupangan.blogspot.com.(27 Januari 2011)

Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id. Diakses tanggal 5 Maret 2011. Yogiara. 2004. Analisis Komunitas Bakteri Cairan Kantong Semar (Nepenthes

spp.) Menggunakan Teknik Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nepenthes ampullaria

K0 K0A S

U KR D

P P + S P + U

K0 K0A S


(4)

(5)

LAMPIRAN 2. Nepenthes rafflesiana

K0 K0A S

U KR D


(6)

P + D P + KR