Selection of Pectinase Producing Trichoderma sp. to Improve the Quality of Tea Leaves Fermentation

SELEKSI PEKTINASE Trichoderma sp. UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS TEH HITAM

ADELIA RAHMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Seleksi Pektinase
Trichoderma sp. untuk Meningkatkan Kualitas Teh Hitam adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2012

Adelia Rahmah
P 051090171

ABSTRACT

ADELIA RAHMAH. Selection of Pectinase Producing Trichoderma sp. to
Improve the Quality of Tea Leaves Fermentation. Under supervision of ANJA
MERYANDINI and YOPI.
Trichoderma spp. are one of the source to produce pectinolytic enzymes.
Pectinolytic enzyme has an important role to breakdown pectin molecule of plant
cell wall, which is very important in fermentation stage. The fungus was selected
after primary screening of 44 isolates and named T.005, T.058 and T.066. This
study was aimed to obtain pectinolytic enzyme from Trichoderma spp. which
belong to Biotechnology Culture Collection (BTCC) LIPI. The best isolate was
applied to improve fermentation of black tea. T.066 appears to be the best isolate
which produced highest pectinase activity of 0,1723 UmL-1 followed by T.058 of
0,126 UmL-1 and T.005 of 0,105 UmL-1. Highest activity of pectinolytic enzyme
from T.066 resulted in buffer pH 5 and 40 0C. Different enzyme activity from

T.066: 0,086 UmL-1, 0,172 UmL-1 and 0,258 UmL-1 was added to fermentation of
black tea. Crude enzyme of 0,258 UmL-1 enhance the Teaflavin (TF) component
of black tea by 31,25% and Total Liquor Color (TLC) by 12,92%. Meanwhile
crude enzyme of 0,172 UmL-1 improving Tearubigin (TR) component by 16,86%
and High Polymerized Substance (HPS) by 19,72%.
Keywords: Pectinase, Trichoderma spp., black tea fermentation.

RINGKASAN

ADELIA RAHMAH. Seleksi Pektinase Trichoderma sp. untuk Meningkatkan
Kualitas Teh Hitam. Dibimbing oleh Anja Meryandini dan Yopi.
Teh merupakan minuman yang banyak dikonsumsi masyarakat dunia.
Minuman ini memiliki kandungan katekin yang tinggi. Katekin adalah antioksidan
utama yang ditemukan dalam teh. Salah satu manfaat antioksidan adalah
menangkal radikal bebas. Seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat
perkotaan modern yang serba instan serta pengaruh polusi udara, kesadaran akan
pentingnya manfaat antioksidan semakin meningkat. Dengan kandungan katekin
25-30% total berat kering, teh diakui sebagai minuman antioksidan yang mudah
diperoleh dan sudah cukup komersil.
Berdasarkan proses pengolahannya teh terbagi menjadi tiga yaitu teh hijau,

teh oolong, dan teh hitam. Perbedaan dasar di antara ketiganya yaitu pada proses
fermentasi. Teh hijau diolah tanpa melalui proses fermentasi, teh oolong
mengalami semi-fermentasi sedangkan teh hitam mengalami fermentasi
sempurna. Pada proses pengolahan teh hitam, proses penggilingan merupakan
proses awal terjadinya reaksi oksimatis yaitu bertemunya polifenol dan enzim
polifenol oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan
dinding sel pada daun teh menjadi rusak sehingga cairan sel akan keluar. Selama
proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin
yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma
seduhan teh hitam.
Pektinase adalah enzim yang membantu merombak pektin pada dinding
sel sehingga proses penggilingan dan fermentasi dapat berlangsung cepat. Salah
satu kapang penghasil pektinase adalah Trichoderma sp.. Biotechnology Culture
Collection LIPI telah mengkoleksi isolat ini dari wilayah Indonesia. Uji kualitatif
aktivitas pektinase dilakukan dengan mengukur indeks pektinolitik yang
dihasilkan kapang pada media agar-agar yang mengandung substrat pektin. Isolat
T.005, T.058, dan T.066 adalah isolat dengan indeks pektinolitik tertinggi masingmasing sebesar 2, 3 dan 4,8. Uji kuantitatif yang dilakukan terhadap aktivitas
pektinase yang dihasilkan tiga isolat tersebut menghasilkan isolat T.066 sebagai
penghasil aktivitas pektinase tertinggi pada hari ketujuh produksi dengan aktivitas
sebesar 0,172 UmL-1. Aktivitas enzim ini tertinggi pada pH 5 dan suhu 40 0C.

Aplikasi enzim pektinase pada fermentasi teh dilakukan dengan 3
konsentrasi aktivitas enzim yang berbeda yaitu 0,086 UmL-1, 0,172 UmL-1 dan
0,258 UmL-1 selama 60 menit pada suhu ruang. Nilai Theaflavin (TF) tertinggi
yaitu 0,63±0,02% dengan peningkatan sebesar 31,25% dihasilkan setelah
penambahan 0,258 UmL-1 pektinase. Peningkatan Total Liquor Colour (TLC)
juga terdapat pada perlakuan yang sama yaitu sebesar 12,92%. Nilai Tearubigin
(TR) tertinggi yaitu 5,96±1,16% dihasilkan setelah penambahan 0,172 UmL-1
pektinase dengan peningkatan sebesar 16,86%. Perlakuan yang sama juga
menghasilkan nilai High Polimerized Substance (HPS) tertinggi yaitu 5,16±1,67%
dengan peningkatan sebesar 19,72%.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SELEKSI PEKTINASE Trichoderma sp. UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS TEH HITAM

ADELIA RAHMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.

PRAKATA


Puji Syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga
tesis yang berjudul “Seleksi Pektinase Trichoderma sp. untuk Meningkatkan
Kualitas Teh Hitam” ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini selaku ketua komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan perhatian penuh dalam penulisan tesis. Ucapan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi juga disampaikan kepada Bapak Dr. Yopi
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian dan bimbingan selama penelitian, kepada Ibu
Nanik Rahmani M.Si. atas saran dan bimbingan selama penelitian. Tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.
sebagai ketua Program Studi Bioteknologi dan Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik
M.Si. selaku dosen penguji ujian tesis yang telah memberikan saran dan masukan
terhadap penulisan untuk kesempurnaan tesis ini. Disamping itu penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
yang telah membiayai dan memberikan segala fasilitas kepada penulis untuk
melakukan penelitian di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi Pusat Penelitian
Bioteknologi, LIPI Cibinong.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada kedua orangtua

tercinta Ayahanda H. Zainal Abidin dan Ibunda Hj. Shalfida atas doa dan kasih
sayang tulus yang telah mereka berikan kepada anak-anaknya. Saudara ku the one
and only Uni Defiza serta Kakanda Refvly Sihombing atas doa dan semangat
yang terus mengalir. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Biokatalis
dan Fermentasi Ade Andriani S.Si., Ashif

Irvan Yusuf S.Pt., Roida Ervina

Sinaga SP., Wahyu Wida Sari M.Sc., Alex Pratama S.Si. dan Dicky Wahyudi atas
bantuan selama penelitian serta rekan-rekan Pascasarjana Bioteknologi 2009 atas
kebersamaan dan persahabatan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian
Bogor.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan
dengan balasan yang sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2012
Adelia Rahmah

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 26 Desember 1984 dari
Ayah Zainal Abidin dan Ibu Shalfida. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Padang dan pada tahun yang
sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Andalas. Penulis
diterima di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
dan menyelesaikan studi pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis melanjutkan studi
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program studi
Bioteknologi.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................


xvi

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xvii

PENDAHULUAN
Latar belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Minuman Teh dari Tanaman Camellia sinensis L ..........................
Pektin dan Pektinase........................................................................
Trichoderma sp. .............................................................................


5
9
14

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................
Alat dan Bahan ................................................................................
Metodologi Penelitian
Peremajaan Isolat Trichoderma sp. ....................................
Uji Kualitatif Isolat Penghasil Pektinase .............................
Penentuan Waktu Produksi Tertinggi Enzim Pektinase ......
Produksi Enzim Pektinase ...................................................
Pengaruh Suhu dan pH ........................................................
Pemanfaatan Enzim Pektinase Ekstrak Kasar pada
Fermentasi Teh ....................................................................
Analisis Parameter Kualitas Teh Hitam: Theaflavin,
Tearubigin, High Polimerized Substance dan Total
Liquor Colour ......................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kualitatif Isolat Trichoderma sp. Penghasil Pektinase .....

Analisis Kuantitatif Isolat Penghasil Pektinase ..............................
Optimasi Waktu Produksi Isolat Penghasil Pektinase ....................
Optimasi pH ...................................................................................
Optimasi Suhu ...............................................................................
Produksi Pektinase Trichoderma sp. dan Fermentasi Teh .............
Analisis Parameter Kualitas Teh Hitam .........................................

17
17
17
17
18
19
19
20
20
23
24
25
27
28
29
30

SIMPULAN ..............................................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

35

LAMPIRAN ................................................................................................

39

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Senyawa bioaktif penyusun daun teh ..............................................

7

2

Berat molekul pektin dari substrat yang berbeda ............................

9

3

Komposisi pektin dari sayuran dan buah-buahan ..........................

10

4

Klasifikasi enzim pektinolitik ........................................................

13

5

Indeks pektinolitik yang dihasilkan berbagai jenis isolat
Trichoderma sp. pada media PSAM ..............................................

23

Pengaruh penambahan enzim pektinase terhadap
perubahan kualitas teh ....................................................................

27

6

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Tanaman teh varietas sinensis dan assamica ...................................

5

2

Struktur epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan
epigalokatekin galat ...................................................................

8

3

Struktur dasar molekul pektin .........................................................

11

4

Tipe pektinase berdasarkan mekanisme pemotongan pektin ..........

12

5

Visualisasi Trichoderma sp. secara makroskopis dan mikroskopis.

14

6

Indeks pektinolitik tertinggi yang dihasilkan Trichoderma spp. ....

24

7

Kurva produksi enzim pektinase yang dihasilkan tiga isolat
Trichoderma spp. pada suhu 30 0C dan pH 5,8 ..............................

26

Pengaruh pH terhadap aktivitas pektinase Trichoderma sp.
isolat T.066 pada suhu ruang ..........................................................

27

Pengaruh suhu terhadap aktivitas pektinase Trichoderma sp.
isolat T.066 dilakukan pada pH 5 ...................................................

28

10 Daun teh sebelum fermentasi, ketika fermentasi dan setelah
fermentasi teh .................................................................................

29

8
9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan
dalam penelitian ................................................................................

41

2

Kurva standar asam galakturonat..........................................................

43

3

Hasil uji aktivitas pektinase isolat T.066 ..............................................

45

4

Analisis komponen teh hitam ..............................................................

45

5

Skema ekstraksi pelarut dalam menentukan komponen teh ................

47

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Teh adalah salah satu bahan minuman alami yang sangat populer di
masyarakat. Minuman ini dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun atau
tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camelia sinensis dengan air panas.
Kandungan

flavonoid

dalam teh merupakan antioksidan

yang bersifat

antikarsinogenik, kariostatik serta hipokolesterolemik (Tuminah 2004).
Saat ini tanaman teh ditemukan di lebih dari 30 negara di dunia. Salah
satunya adalah Indonesia yang merupakan negara penghasil teh ke-4 terbesar di
dunia setelah India, Cina, dan Jepang. Tanaman teh Indonesia berbeda dengan
Cina dan Jepang dalam hal varietas tehnya. Tanaman teh yang tumbuh di
Indonesia adalah Camellia sinensis var assamica, sedangkan tanaman teh yang
tumbuh di Cina dan Jepang adalah Camellia sinensis var sinensis. Salah satu
kelebihan varietas assamica ini adalah kandungan polifenolnya yang tinggi
(Andrianis 2009).
Teh merupakan minuman universal yang dikonsumsi berbagai lapisan
masyarakat di berbagai negara. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara
di dunia sedangkan teh hijau diproduksi oleh sekitar 22% negara di dunia. Seiring
dengan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan modern yang serba instan
serta pengaruh polusi udara, kesadaran akan pentingnya manfaat antioksidan
semakin meningkat. Oleh sebab itu kebutuhan konsumen akan teh sebagai
minuman yang mengandung antioksidan juga meningkat. Tingginya permintaan
konsumen menyebabkan industri dan kajian terapetik tanaman teh juga
berkembang pesat.
Teh memiliki kandungan polifenol yang tinggi yaitu sekitar 25-30% dari
total berat kering. Polifenol merupakan senyawa bioaktif penting karena
mengandung flavonoid yang merupakan sumber antioksidan utama. Flavonoid
secara alami ditemukan pada sayuran, buah-buahan, minuman anggur dan teh.
Flavonoid utama dalam teh adalah katekin. Kandungan katekin dalam teh dapat
mencapai 30% berat kering, dengan kandungan utama yaitu: epicatechin,
epicatechin 3-gallate, epigallocatechin, epigallocatechin 3-gallate (EGCG).

2

EGCG merupakan antioksidan kuat dengan kekuatan 100 kali lebih efektif dari
vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E (Muchtar & Ahmad 2000). Teh
hitam memiliki kandungan katekin yang lebih sedikit karena hilang selama proses
fermentasi. Teh hijau mengandung katekin lebih tinggi disebabkan karena tidak
dilakukan fermentasi sebelumnya. Minuman teh juga mengandung kafein,
karbohidrat, asam amino, antocyanidin, vitamin dan mineral dalam jumlah sedikit
(Harold & Graham 1992).
Pengolahan teh meliputi lima proses utama yaitu pelayuan, penggilingan,
fermentasi, pengeringan dan pengemasan. Tahap fermentasi merupakan tahapan
penting dalam menentukan rasa dan kualitas teh (Wang et al. 2008). Selama
proses fermentasi, katekin teh mengalami oksidasi menjadi ortokuinon yang
memadat membentuk theaflavin (TF). Senyawa ini bertanggung jawab terhadap
kekentalan, kejernihan, dan kualitas teh. Senyawa TF bertindak sebagai agen
oksidasi pada substansi seperti asam galat menjadi thearubigin (TR). Thearubigin
berperan dalam menentukan rasa dan aroma dari minuman teh (Hafezi et al. 2006;
Kim et al. 2011; Obanda et al. 2004). Keseimbangan kandungan TF dan TR
dalam teh akan menghasilkan minuman dengan warna, rasa, kekentalan dan
aroma teh terbaik.
Kualitas teh yang diproduksi oleh India dan Cina lebih baik daripada
kualitas teh di Indonesia. Hal ini disebabkan salah satunya oleh tingginya biaya
produksi untuk meningkatkan kualitas teh tersebut (PPTK 2011). Tanaman teh di
Indonesia mempunyai tekstur yang lebih keras. Selain dipengaruhi oleh faktor
varietasnya, kualitas teh yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh metoda berkebun
yang mengadaptasi teknologi organik sehingga daun teh memiliki warna yang
lebih pekat dengan kandungan biopolimer yang cukup tinggi diantaranya adalah
pektin.
Pektin merupakan kompleks makromolekul glikosidik yang penyusun
utamanya adalah polimer asam D-galakturonat dengan ikatan α-1,4-glikosidik,
dimana polisakarida utama penyusun pektin terdiri atas homogalacturonan (HG),
rhamnogalacturonan I (RGI) dan rhamnogalacturonan II (RGII). Maserasi pada
proses penggilingan tidak cukup membuat sel terpecah sempurna sehingga proses
oksidasi tidak berjalan semestinya. Oleh karena itu, aplikasi enzim pektinase

3

selama fermentasi akan membantu lisis dinding sel sehingga proses oksidasi dapat
ditingkatkan (Angayarkanni et al. 2002).
Pektinase terdapat secara alami pada organisme dan telah banyak diisolasi
dari fungi seperti Aspergillus indicus, A. flavus, A. niveus (Angayarkanni
et al. 2002), A. fumigatus (Phutela et al. 2005), Trichoderma viridae,
Penicillium sp. (Kutateladze et al. 2009) dan dari bakteri seperti Erwinia
carotovora, E. crysanthemi (Sittidilokratna et al. 2007), Bacillus sphaericus
(Jayani et al. 2010).
Enzim pektinase banyak dimanfaatkan untuk industri seperti industri
pembuatan kertas, penjernihan jus dan minuman dari buah-buahan serta untuk
industri tekstil (Sittidilokratna et al. 2007). Namun informasi mengenai aplikasi
enzim pektinase pada fermentasi teh masih terbatas, sehingga merupakan peluang
yang baik untuk diteliti.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan enzim pektinase yang
diperoleh dari isolat Trichoderma sp. asal Indonesia koleksi Biotechnology
Culture Collection (BTCC), LIPI sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
proses fermentasi daun teh.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh enzim pektinase dari isolat
Trichoderma sp. yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan untuk
pemanfaatan pektinase pada fermentasi teh.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA

Minuman Teh dari Tanaman Camellia sinensis L.
Teh adalah suatu minuman yang diseduh dari daun muda (pucuk daun)
tanaman Camellia sinensis L. Tanaman ini dijumpai di lebih dari 30 negara.
Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Camellia sinensis var. sinensis dan
Camellia sinensis var. assamica (Gambar 1). C.sinensis var. sinensis ditandai
dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat,
daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau muda.
C. sinensis var. assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh
dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta
berwarna hijau mengkilat, memiliki struktur batang yang lebih kokoh dan kuat
(Andrianis 2009).

Gambar 1 Tanaman teh varietas sinensis (kiri) dan assamica (kanan).
Varietas tanaman teh yang banyak ditanam di Indonesia yaitu C. sinensis
var. assamica (PPTK 2011). Taksonomi dari tanaman teh adalah sebagai berikut.
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Sub kelas

: Dialypetalae

Ordo

: Guttiferales (Clusiales)

Familia

: Camelliaceae (Theaceae)

Genus

: Camellia

Spesies

: Camellia sinensis

Varietas

: assamica, sinensis

(Tjitrosoepomo 1989)

6

Beberapa jenis produk teh dihasilkan melalui berbagai cara pengolahan.
Daun teh akan segera layu dan mengalami oksidasi jika tidak segera dikeringkan
setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap,
karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya
berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun
menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan.
Pengolahan teh tidak menggunakan ragi tetapi terjadi secara alami. Pengolahan
teh yang tidak tepat dapat menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan
terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur
harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan bersifat karsinogenik
(Harold & Graham 1992).
Berdasarkan cara pengolahannya, teh dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong dan teh
pouchong) serta teh tanpa fermentasi (teh hijau). Secara umum, pengolahan teh
dengan fermentasi dapat dikategorikan dalam dua sistem, yaitu sistem ortodoks
dan sistem baru. Sistem baru dalam pengolahan teh dibagi menjadi dua yaitu CTC
(Crushing-Tearing-Curling) dan LTP (Lowrie Tea Processor). Meski sistem yang
digunakan berbeda, secara prinsip proses pengolahannya tidaklah jauh berbeda.
Daun dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top
Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi. Daun kemudian
dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Andrianis 2009).
Berdasarkan potensi aktivitas kesehatan yang paling baik, teh hijau lebih
baik dibandingkan dengan jenis lainnya. Pada teh hijau, katekin yang merupakan
komponen bioaktif yang terdapat di daun tetap dipertahankan jumlahnya dengan
menginaktivasi enzim polifenol oksidase baik melalui pelayuan ataupun
pemanasan tanpa proses fermentasi. Pada proses ini katekin dioksidasi menjadi
senyawa orthokuinon, bisflavanol, theaflavin dan thearubigin. Pengolahan teh
hijau di Indonesia menganut serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau
sedikit mengalami proses fermentasi terhadap daun teh melalui sistem
panning/sangrai. Posisi teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam
sehingga teh ini lazim disebut sebagai teh semi oksidasi. Proses oksimatis pada

7

teh ini hanya berlangsung sebentar dan cepat sebelum dan sesudah penggulungan
(Andrianis 2009).
Tabel 1 Senyawa bioaktif penyusun daun teh
Kandungan ( %)

Berat kering

Kontribusi

Polifenol Total

25 – 30

Sepat

Flavanols
Epigallocatechingallate

8 – 12

Epicatechingallate

3–6

Epigallocatechin

3–6

Epicatechin

1–3

Catechin

1–2

Gallocatechin

3–4

Flavonols and flavonolglikosida

3–4

Leucoanthocyanins

2–3

Asam Polyphenol dandepsida

3–4

Kafein

3-4

Theobromin

0.2

Theophyllin

0.5

Asam Amino

4–5

Asam Organik

0.5 – 0.6

Monosakarida

4–5

Polisakarida

14 - 22

Selulosa dan Hemiselulosa

4–7

Pektin

5–6

Lignin

5–6

Protein

14 – 17

Lipid

3–5

Klorofil dan pigmen lain

0.5 - 0.6

Ash (minerals)

5–6

Volatiles

0.01 – 0.02

Briskness

Brothyness

Warna
Aroma

(Xiamen FML Exp&Imp Co. Ltd. 2001)

Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks (Tabel 1) salah satunya
adalah polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen.

8

Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri atas
epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin
galat (EGCG) (Gambar 2) (Harold & Graham 1992; Angayarkanni et al. 2002;
Wang 2002; Wang et al. 2008).

Epikatekin

Epikatekin galat
Gambar

2

Epigalokatekin

Epigalokatekin galat

Struktur epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan
Epigallokatekin galat (Kashyap et al. 2001; Jayani et al. 2005).

Selain katekin yang merupakan senyawa flavonoid, teh juga mengandung
senyawa flavonol seperti kuersetin, kaempferol, dan mirisetin. Sekitar 2-3%
bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol (Harold & Graham
1992). Senyawa flavonoid dapat meningkatkan asam askorbat pada beberapa
proses metabolisme, menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, serta efektif
mencegah virus influenza A dan B dalam masa kontak yang pendek. Pemberian
ekstrak teh hijau pada mencit yang menderita tumor kulit ternyata secara
substansial dapat memperkecil ukuran tumor meskipun belum dapat menurunkan
jumlahnya, bersifat anti karsinogenik terhadap hewan dan manusia termasuk
wanita post menopause dimana flavonoid dapat bersifat estrogenik (Tuminah
2004). Seduhan teh 10x dosis manusia (0,54 g/200 g bb/hari) dapat menurunkan
total kolesterol dan LDL tikus putih yang diberi diet kuning telur dan sukrosa
(Dirgantara 1994), bahkan dengan dosis teh 25x dosis manusia (1,35 g/200 g

9

bb/hari) menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus putih setelah 30 dan 60 menit
perlakuan (Sutarmaji 1994).
Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan
tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena
banyaknya gugus fungsional hidroksil yang dimilikinya. Selain itu, teh juga
mengandung kafein yang bersama-sama dengan katekin teh akan membentuk rasa
yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh di antaranya ialah
vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang diduga akan menurun kadarnya akibat
pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis
mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluorida yang dapat memperkuat
struktur gigi (Harold & Graham 1992).
Pektin dan Pektinase
Pektin adalah kompleks makromolekul yang ditemukan pada tanaman
tingkat tinggi. Pektin ikut menyusun dinding sel primer tanaman dan juga sebagai
komponen utama dari lamella tengah (Pedrolli et al. 2009). Didalam sel, pektin
berupa kalsium pektat dan magnesium pektat dengan jumlah 0,5-4,0% dari berat
segar daun. Berbeda dengan protein, lemak dan asam nukleat yang memiliki berat
melokul tetap, pektin memiliki berat molekul yang berbeda-beda tergantung
sumbernya. Berat molekul pektin bervariasi (Tabel 2) dari 25 kDa hingga 360
kDa
Tabel 2 Berat molekul pektin dari substrat yang berbeda (Jayani et al. 2005)
Sumber

Berat molekul (kDa)

Apel dan Lemon

200-360

Pir dan Prune

25-35

Jeruk

40-50

Gula bit

40-50

Pektin terdiri atas rantai utama asam galakturonat dengan ikatan
α-1,4 glikosidik. Rantai samping dari pektin terdiri atas rhamnosa, arabinosa,
galaktosa, dan xilosa (Kashyap et al. 2001). Gabungan pektin, lignin dan
hemiselulosa pada tanaman tingkat tinggi memberikan struktur yang kuat dan

10

kokoh. Selain itu, pektin juga berperan dalam pematangan buah. Secara alami
pektin banyak dijumpai pada buah-buahan, sayuran, dan teh (Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi pektin dari sayuran dan buah-buahan (Jayani et al. 2005)
Sayuran/ buah-buahan

Jenis sampel

Pektin (%)

Apel

Segar

0,5–1,6

Pisang

Segar

0,7–1,2

Peach

Segar

0,1–0,9

Strawberi

Segar

0,6–0,7

Ceri

Segar

0,2–0,5

Wortel

Kering

6,9–18,6

Jeruk

Kering

12,4–28,0

Kentang

Kering

1,8–3,3

Tomat

Kering

2,4–4,6

Gula bit

Kering

10,0–30,0

Menurut Kashyap et al. (2001); Jayani et al. (2005) tipe modifikasi rantai
penyusun utama asam galakturonat pada pektin terbagi 4 yaitu:
1. Protopektin: merupakan substrat pektin tidak larut air yang ditemukan
pada jaringan tanaman. Pada kondisi hidrolisis terbatas akan menghasilkan
pektin atau asam pektat.
2. Asam pektat: merupakan polimer galakturonan yang larut air dan
mengandung gugus metoksil.
3. Asam pektinat: merupakan rantai poligalakturonan dengan kandungan
galakturonat metilasi kurang dari 75% serta dapat membentuk gel jika
bereaksi dengan gula atau asam.
4. Pektin: merupakan rantai poligalakturonan dengan komposisi 75% gugus
karboksil pada galakturonat teresterifikasi dengan metanol. Tipe ini
memberikan rigiditas terhadap dinding sel tanaman ketika berikatan dengan
selulosa karena membentuk ikatan yang tidak larut air seperti halnya
protopektin.

11

Tiga komponen utama penyusun kelompok pektin polisakarida yaitu
homogalakturonan (HG), rhamnogalakturonan I (RGI), dan rhamnogakturonan II
(RG II). Ketiganya dibedakan berdasarkan keberadaan asam D-galakturonat
penyusunnya (Gambar 3).

Gambar 3 Struktur dasar molekul pektin (Pedrolli et al. 2009)
Homogalakturonan adalah polimer tunggal yang dibentuk oleh asam
D-galakturonat yang dapat dimetilasi atau diesterifikasi. Rhamnogalakturonan I
adalah molekul yang terdiri atas pengulangan asam rhamnose-galakturonat
disakarida. Selain itu, homogalakturonan juga tersusun atas rantai samping
galaktosa, arabinosa, dan xilosa. Rhamnogalakturonan II adalah rantai
homogalakturonan dengan rantai samping kompleks yang melekat pada rantai
utama asam galakturonat (Pedrolli et al. 2009).
Enzim adalah katalis biologi yang dapat mempercepat reaksi namun tidak
berubah hingga akhir reaksi. Salah satu mekanisme kerja enzim adalah dengan
memecah substrat menjadi satu atau beberapa produk. Substrat untuk suatu enzim
bersifat spesifik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH dan
kofaktor (Campbell et al. 2000).

12

Pektinase adalah enzim yang mempunyai kemampuan merombak substrat
pektin melalui reaksi depolimerisasi (hidrolase dan liase) dan reaksi diesterifikasi
(esterease). Enzim ini tergabung dalam kelompok hidrolase yang banyak dijumpai
pada tanaman dan mikroorganisme (Glazer & Nikaido 2007).
Menurut Pedrolli et al. (2009) berdasarkan titik pemotongannya maka
pektinase dibagi kedalam 3 kelompok yaitu pektin esterase, poligalakturonase
dan pektin liase (Gambar 4). Pembagian berdasarkan mekanisme aksi dijelaskan
lebih lengkap pada Tabel 4 (Jayani et al. 2005).

Gambar 4 Tipe pektinase berdasarkan mekanisme pemotongan pektin (Pedrolli
et al. 2009)
Keterangan:

(a) R = H untuk PG (Poligalakturonase) dan CH3 untuk PMG
(Polimetilgalakturonase) (b) PE (Pektin Esterase) (c) R = H untuk
PGL (Pektat Liase) dan CH3 untuk PL (Pektin Liase).

13

Pektin esterase terbagi menjadi pektin metil esterase dan pektin asetil
esterase.

Poligalakturonase

terbagi

menjadi

polimetilgalakturonase

dan

poligalakturonase. Pektin liase terbagi menjadi pektat liase dan pektin liase.
Pektin

metil

esterase

mengkatalis

esterifikasi

grup

metoksil

sehingga

menghasilkan asam pektat dan metanol. Pektin asetil esterase menghidrolisis
asetil ester membentuk asam pektat dan asetat. Polimetilgalakturonase memotong
ikatan α-1,4-glikosidik membentuk 6-metil-D-galakturonat. Poligalakturonase
menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik membentuk D-galakturonat. Pektat liase
memotong ikatan glikosidik dari asam poligalakturonat membentuk 4,5-Dgalakturonat melalui reaksi transeliminasi. Pektin liase memotong ikatan
glikosidik dari pektin terutama pektin teresterifikasi tinggi membentuk metil
oligogalakturonat (Pedrolli et al. 2009).
Tabel 4 Klasifikasi enzim pektinolitik (Jayani et al. 2005)
Enzim

Tipe aksi

Titik

Substrat

Produk

aksi

Pektin metil esterase

hidrolisis

random

pektin

asam
metanol

Protopektinase

hidrolisis

random

protopektin

pektin

Endopoligalakturonase hidrolisis

random

As. pektat

oligogalakturonat

Eksopoligalakturonase

hidrolisis terminal As. pektat

monogalakturonat

Oligogalakturonat
hidrolase

hidrolisis terminal trigalakturonat monogalakturonat

Endopolimetil
galakturonase

hidrolisis

Eksopolimetil
galakturonase

hidrolisis terminal pektin
esterifikasi

transEndopoligalakturonase
eliminasi
liase
Eksopoligalakturonase
liase

random

pektin
esterifikasi

pektat,

oligometil
galakturonat
oligogalakturonat

asam pektat

oligogalakturonat
tak jenuh

transterminal asam pektat
eliminasi

digalakturonat tak
jenuh

random

14

Pektinase berperan dalam proses ekstensi dinding sel tanaman, melunakkan
jaringan tanaman pada proses pemasakan dan penyimpanan, juga berperan dalam
degradasi material-material tanaman yang telah membusuk sehingga membantu
menjaga keseimbangan ekologi (Jayani et al. 2005). Enzim pektinase yang
diproduksi dari mikroorganisme memenuhi 25% dari total produksi enzim yang
digunakan untuk industri makanan. Pektinase yang digunakan bersumber dari
fungi diantaranya ialah Aspergillus niger (Naidu & Panda 1998; Jayani et al.
2005), Aspergillus fumigatus (Phutella et al. 2005), Trichoderma viridae
(Kutateladze et al. 2009), Fusarium sp., Penicillum chrysogenum, dan
Trichoderma sp. (Okafor et al. 2010).
Industri makanan dan minuman telah lama memanfaatkan enzim pektinase
dalam proses produksi. Diantaranya adalah dalam industri penjernihan minuman
jus dan anggur, fermentasi teh dan kopi (Kashyap et al. 2001), meningkatkan
mutu dan rendemen jus mangga kuini (Iriani et al. 2005). Pektinase juga banyak
digunakan bersamaan dengan enzim lain seperti dalam industri tekstil untuk
menghilangkan racun dari soda yang digunakan pada proses pencucian kain,
bleaching pada industri kertas, industri makanan hewan peliharaan, serta ekstraksi
minyak (Jayani et al. 2005).
Trichoderma sp.
Trichoderma adalah kelompok kapang yang banyak diisolasi dari tanah,
benda-benda di permukaan tanah seperti serasah, buah-buah busuk, daun layu,
pelapukan kayu dan juga ditemukan berasosiasi dengan akar tanaman berkayu dan
herba membentuk koloni di dalam tanah. Genus ini adalah jenis kapang tanah
yang paling banyak dikulturkan (Harman et al. 2004).

Gambar 5 Visualisasi Trichoderma sp. secara makroskopis (kiri) dan mikroskopis
(kanan).

15

Secara makroskopis, genus ini mempunyai koloni berwarna putih keabuan
dengan permukaan yang halus dan warna konidia hijau keputihan sampai hijau
terang bervariasi tergantung spesies (Gambar 5). Hifa bersekat, dinding licin
dengan ukuran 1,5-12 µm, dan percabangan membentuk sudut siku-siku dengan
percabangan utama (Barnet & Hunter 1972; Samuels 1996).
Taksonomi kapang ini adalah:
Kingdom

: Fungi

Divisi

: Ascomycota

Subdivisi

: Pezizomycotina

Kelas

: Sordariomycetes

Ordo

: Hypocreales

Famili

: Hypocreaceae

Genus

: Trichoderma

(ISTH 2012)

Genus ini telah lama dikenal sejak tahun 1920-an sebagai agen biokontrol
hayati yang mampu menghambat perkembangan patogen tanaman. Penelitian
tentang peranan kapang ini sebagai agen biokontrol hayati terus berkembang
hingga

diketahui

mekanismenya

dalam

menyerang

patogen

seperti

mikoparasitisme, antibiosis, serta kompetisi ruang dan nutrisi (Chet et al. 2006;
Harman 2006; Sharma et al. 2011). Selain menangkis patogen yang menyerang
tanaman, kapang ini juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap
patogen dan meningkatkan kemampuan akar menyerap nutrisi sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga meningkat (Harman et al. 2004;
Harman 2006; Rahmah 2008).
Trichoderma juga diketahui menghasilkan metabolit sekunder berupa
antibiotik trichodermin, suzukalin, dan alamotisin serta enzim β-1,3-glukonase
dan kitinase yang mampu mendegradasi dinding sel patogen (Nurbailis 2007).
Oleh sebab itu, eksplorasi tentang Trichoderma terus meningkat sehubungan
dengan kemampuannya memproduksi enzim.
Penelitian Kutateladze et al. (2009) yang mengisolasi kapang dari daerah
Tbilisi mendapatkan Trichoderma viridae mampu memproduksi enzim selulase,

16

xilanase dan pektinase. Okafor et al. (2010) juga melaporkan bahwa
Trichoderma sp. yang diproduksi dalam limbah pertanian mampu menghasilkan
enzim pektinase dan selulase.
Informasi pemanfaatan pektinase yang bersumber dari Trichoderma dalam
industri makanan dan minuman masih sangat sedikit namun di bidang industri lain
seperti industri tekstil untuk menghilangkan racun soda akibat proses pencucian,
industri makanan hewan peliharaan, industri kertas dan ekstraksi minyak telah
banyak dilaporkan (Jayani et al. 2005).

17

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Penelitian dilakukan dari bulan Maret
2011 – Januari 2012
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu UV-Pharmaspec 1700), laminar air flow (Sander Lab Type K.5025),
autoklaf (Everlight Model: TA-630), inkubator bergoyang (Thermolyne ROSI
1000TM), penangas air (CV Klaten Engineriing Type F.St.02.2007), vortex (Mixer
Fisher Scientific), sentrifuge (Centrifuge 5415 R dan SORVALL RC 26 PLUS),
hot plate (IKA RH BASIC 2), pH meter (HM-30 G TOA), neraca analitik (Perciso
303 A, dan Sartorius TE 15025), pipet mikro, dan berbagai peralatan gelas yang
umum digunakan dalam laboratorium.

Bahan yang digunakan yaitu isolat Trichoderma spp. koleksi BTCC
(Biotechnology Culture Collection, LIPI), media Potato Dextrosa Agar (PDA),
media Pectin Screening Agar Medium (PSAM), media produksi Trichoderma sp.
yang mengandung substrat pektin (Khairnar et al. 2009), reagen DNS (Asam
dinitrosalisilat) (Phutela et al. 2005), asam galakturonat, daun teh segar dari
perkebunan teh Gunung Mas, PTPN VII Jawa Barat, bahan-bahan kimia terkait
analisis TF, TR, HPS dan TLC (Takeo & Ozawa 1976).
Metode Penelitian
Peremajaan Isolat Trichoderma spp. Peremajaan Trichoderma sp.
dilakukan pada media PDA. Isolat tersebut diinkubasi selama 3x24 jam pada suhu
ruang.
Uji Kualitatif Isolat Trichoderma sp. Penghasil Enzim Pektinase.
Empat puluh empat isolat koleksi BTCC digunakan sebagai kandidat penghasil
enzim pektinase. Isolat yang akan diseleksi ditumbuhkan pada medium PSAM
dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (Khairnar et al. 2009). Pemilihan

18

awal isolat potensial dilakukan secara kualitatif, berdasarkan kemampuan isolat
mendegradasi pektin. Zona hambat yang terbentuk disekitar koloni ditentukan
dengan Kalium Iodida-Iodin (5,0 g KI dan 1,0 g Iodin dalam 330 mL akuades
steril). Jarak diameter zona bening digunakan untuk menghitung indeks
pektinolitik (IP). Isolat penghasil enzim pektinase tertinggi adalah yang memiliki
nilai indeks pektinolitik terbesar. Isolat ini akan digunakan untuk uji selanjutnya.
Rumus untuk menghitung indeks pektinolitik adalah sebagai berikut:

Penentuan Waktu Produksi Tertinggi Enzim Pektinase. Isolat
potensial penghasil enzim pektinase kemudian ditentukan waktu produksi
tertinggi dengan menumbuhkan isolat pada medium pertumbuhan yang
mengandung substrat pektin. 1 ose isolat dikultur dalam 20 mL media cair yang
mengandung substrat pektin 1%. Kultur diinkubasi pada suhu 30 0C dengan
kecepatan agitasi 150 rpm. Inokulum tersebut lalu dituang ke dalam 180 mL
media produksi. Pengambilan sampel dilakukan setiap 24 jam selama 11 hari
waktu inkubasi dilakukan.
Supernatan yang dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzim pektinase
dengan menggunakan metode Miller tahun 1959 yang dimodifikasi oleh Phutela
et al. (2005). Larutan sampel disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan
10000 x g selama 10 menit. Sebanyak 0,5 mL substrat (pektin 1%) yang
dilarutkan dalam 0,1 M bufer sitrat pH 5.8, kemudian ditambah dengan 0,5 mL
enzim pektinase, dikocok kuat dengan vortex, selanjutnya diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah itu, ditambah dengan 1,5 mL DNS, didihkan
selama 15 menit dan absorbansi diukur pada λ 575 nm. Perlakuan kontrol dan
blanko dilakukan secara bersamaan dengan metode dan tahapan yang sama. Pada
kontrol, enzim yang akan direaksikan dengan substrat telah diinaktivasi terlebih
dahulu dengan memanaskan enzim selama 15 menit dalam air mendidih. Pada
blanko, larutan enzim diganti dengan bufer untuk direaksikan dengan substrat.
Aktivitas enzim diukur pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga
dapat diketahui waktu optimum produksi enzim pektinase.

19

Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan yang diperoleh dari kurva standar asam galakturonat. Kemudian
aktivitas pektinase dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Phutela et al.
2005).

Keterangan:

Xs
Xk
P
t
BM

= jumlah gula tereduksi sampel
= jumlah gula tereduksi kontrol
= pengenceran
= waktu inkubasi
= berat molekul asam galakturonat

Aktivitas pektinase dinyatakan dalam U mL-1. Satu unit merupakan jumlah
enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol pektin menjadi asam galakturonat
permenit pada kondisi pengujian.
Produksi Enzim Pektinase. Produksi enzim pektinase dilakukan
berdasarkan prosedur dan waktu inkubasi yang telah diketahui aktivitas pektinase
tertinggi pada kurva aktivitas pektinase yang dihasilkan. Media produksi
diinkubasi pada suhu ruang di inkubator bergoyang dengan kecepatan agitasi 150
rpm, kemudian enzim pektinase dipanen pada waktu produksi tertinggi yang telah
didapatkan sebelumnya.
Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim pektinase
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 x g selama 15 menit untuk memisahkan
larutan enzim dengan pelet. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disimpan
pada suhu 10 0C sebagai enzim ekstrak kasar.
Optimasi Suhu dan pH. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
dilakukan dengan mereaksikan 0,5 mL enzim dengan 0,5 mL substrat di mana
substrat dibuat dengan mencampurkan 0,5 g pektin dalam bufer sitrat pH 5,8.
Enzim yang telah dicampurkan dengan substrat kemudian diinkubasi pada
tingkatan suhu antara 30 0C sampai dengan 60 0C dengan selang 10 0C selama 30

20

menit waktu inkubasi. Aktivitas enzim pektinase diukur sesuai dengan prosedur
pengujian sebelumnya.
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diuji dengan menambahkan 0,5 mL
enzim yang direaksikan dengan 0,5 mL substrat. Substrat dibuat dengan
mencampurkan 0,5 g pektin ke dalam bufer dengan berbagai tingkatan pH 4-8,
antara lain yaitu 0,02 M bufer sitrat (4, 5, 6), dan 0,02 M bufer fosfat (7,8).
Masing-masing enzim diinkubasi pada suhu optimum selama 30 menit. Aktivitas
enzim pektinase diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya.
Pemanfaatan Ekstrak Kasar Pektinase dalam Fermentasi Teh. Teh
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perkebunan teh di Jawa Barat.
Sampel yang digunakan adalah sampel daun teh segar yang baru dipetik pada hari
yang sama. Hal ini bertujuan untuk mengontrol proses fermentasi. Jika daun teh
sudah tidak segar, kemungkinan proses oksidasi telah terjadi.
Sebanyak 750 g daun teh segar dilayukan pada suhu ruang selama 2-3 jam.
Selain pada suhu ruang, perlakuan pelayuan dengan bantuan matahari juga dapat
dilakukan selama 60 menit dengan kontrol optimal untuk menghindari daun
menjadi kering dan berwarna kecoklatan. Standar daun yang telah mengalami
pelayuan cukup ditandai seperti daun terasa lemas, mudah digulung tetapi tidak
hancur, serta baunya masih segar. Sebanyak 15 g daun yang telah layu kemudian
dicacah dan ditempatkan pada wadah bersih dan steril. Pada tahapan ini
ditambahkan ekstrak kasar enzim pektinase sesuai dengan perlakuan yaitu 0,086
UmL-1, 0,1723 UmL-1, dan 0,258 UmL-1 dengan cara disemprotkan secara merata
diatas permukaan daun teh yang telah dicacah. Fermentasi dilakukan selama 60
menit pada suhu ruang. Semua perlakuan fermentasi diulang sebanyak 3 kali.
Untuk kontrol perlakuan, fermentasi daun teh tidak ditambahkan ekstrak kasar
pektinase.
Analisis Parameter Kualitas Teh Hitam: Theaflavin (TF), Tearubigin
(TR), Highly Polymerized Substance (HPS), dan Total Liquor Colour (TLC).
Daun teh hitam yang telah dikeringkan kemudian di analisis parameter
komponennya dengan metode ekstraksi pelarut (Takeo & Ozawa 1976).
Komponen katekin di dalam teh hitam yang diuji adalah teaflavin dan tearubigin,

21

sedangkan nilai total liquor color dan highly polimerized substance mewakili
tampilan warna dari minuman teh yang dihasilkan.
Sebanyak 4 g daun teh hitam kering direbus bersama 200 mL air hingga
mendidih. Larutan kemudian disaring dan hasil saringannya disebut ekstrak teh
hitam. Satu mL ekstrak teh hitam yang dilarutkan dengan 9 mL air adalah nilai
TLC yang dibaca dengan UV Spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm
(A). Untuk nilai TF, TR, dan HPS sebanyak 25 mL ekstrak teh hitam dilarutkan
dengan 25 mL pelarut polar Isobuthyl Methyl Ketone (IBMK). Proses selanjutnya
dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan etanol 45%, Na2HPO4 2,5% serta nbutanol. Hasil masing-masing diukur pada panjang gelombang 380 nm (B, C, D,
E). Skema ekstraksi daun teh untuk menentukan parameter teh hitam disajikan
lengkap di Lampiran 5.
Parameter TF, TR, HPS, dan TLC dihitung berdasarkan nilai absorbansi
sebagai berikut:
TF (%)

: 4,313 x C

TR (%)

: 13,643 x (B+D-C)

HPS (%)

: 13,643 x E

TLC (%)

: 10 x A

22

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kualitatif Isolat Trichoderma spp. Penghasil Pektinase. Empat
puluh empat isolat Trichoderma spp. koleksi Biotechnology Culture Collection
(BTCC) LIPI yang bersumber dari serasah daun di koleksi dari Liwa, Lampung
telah diseleksi pada penelitian ini. Isolat diremajakan pada media Potato Dextrosa
Agar (PDA). Setelah inkubasi pada suhu ruang selama 5 hari isolat membentuk
koloni yang ditutupi spora yang masing-masingnya memiliki warna berbeda.
Analisis aktivitas pektinolitik Trichoderma spp. secara kualitatif dilakukan untuk
mengetahui

kemampuan

kapang

tersebut

dalam

mendegradasi

media

pertumbuhannya yang mengandung pektin. Analisis aktivitas ini menggunakan
metoda pewarnaan lugol pada media Pectin Screening Agar Medium (PSAM)
(Khairnar et al. 2009). Sebanyak 9 dari 44 isolat yang diseleksi memperlihatkan
adanya zona bening (Tabel 5). Zona yang terbentuk adalah daerah bening yang
terdapat disekitar koloni yang menandakan bahwa kapang tersebut telah
mendegradasi media pektin disekitarnya.
Tabel 5 Indeks pektinolitik yang dihasilkan berbagai jenis isolat Trichoderma sp.
pada media PSAM
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
keterangan

Zona

Isolat
T.005
T.010
T.021
T.022
T.025
T.031
T.058
T.065
T.066
Ø
IP

Ø koloni (mm) Ø zona bening (mm)
5
15
6
12
6,7
11,5
7,2
12
6,5
10,7
6
10,5
5,5
22
2
5
3,7
21,5
: diameter
: Indeks Pektinolitik

bening

dapat

diukur

berdasarkan

indeks

IP
2
1
0,71
0,66
0,65
0,75
3
1,5
4,8

pektinolitik

yaitu

perbandingan diameter koloni dengan diameter zona bening. Hasil pengujian
menunjukkan 3 isolat memiliki nilai IP tertinggi yaitu T.066 (Gambar 6c) sebesar
4,8 diikuti isolat T.058 (Gambar 6b) dan T.005 (Gambar 6a) dengan nilai masing-

24

masing 3 dan 2. Indeks pektinolitik yang dihasilkan relatif tinggi dibandingkan
dengan penelitian Phutela et al. (2005) dari 43 isolat kapang termofilik, 15 isolat
menghasilkan zona bening dengan indeks pektinolitik berkisar 2,5-3,5.

a

b

c

d

Gambar 6 Indeks pektinolitik tertinggi yang dihasilkan Trichoderma spp.
Keterangan: a) T.005, b) T.058, c) T.066, d) isolat yang tidak menghasilkan zona
bening.
Indeks pektinolitik ini juga menunjukkan adanya pektinase yang dihasilkan
Trichoderma sp. Hasil ini dapat dijadikan indikasi bahwa isolat T.066
menghasilkan pektinase dengan aktivitas lebih besar dari dua isolat lainnya.
Bhardwaj (2010) mengelompokkan indeks kemampuan mendegradasi pektin
menjadi 3 yaitu: sangat baik jika IP ≥ 3,5; baik jika IP 2,5-3 dan kurang baik jika
IP ≤ 2,5.
Hasil diatas juga menunjukkan bahwa Trichoderma spp. mengeluarkan
ekstraseluler pektinase yang menghidrolisis kulit jeruk yang digunakan sebagai
sumber karbon. Kandungan pektin di dalam kulit jeruk nipis adalah tertinggi yaitu
25-35% berat kering diikuti oleh biji bunga matahari, apel, gula bit, gandum
dengan kandungan dibawah 20% (Bhardwaj 2010). Limbah industri pertanian
seperti gandum, kulit jeruk, kulit nenas juga banyak digunakan sebagai sumber
karbon untuk produksi pektinase (Phutela et al. 2005; Khairnar et al. 2009;
Okafor et al. 2010).
Analisis Kuantitatif Isolat Potensial Penghasil Pektinase. Analisis
isolat potensial penghasil pektinase dilakukan dengan menghitung nilai aktivitas
enzim pektinase yang dihasilkan. Prinsip pengujian aktivitas pektinase merupakan
reaksi antara enzim dan substrat yang akan menghasilkan produk asam
galakturonat. Produk ini akan bereaksi dengan reagen asam dinitrosalisilat (DNS)

25

kemudian

konsentrasi

produk

diukur

dengan

spektrofotometer.

Reagen

dinitrosalisilat yang terdiri atas komponen utama asam 3,5-dinitrosalisilat yang
berwarna kuning akan mengalami reduksi menjadi asam 3 amino 5 nitrosalisilat.
Reaksi reduksi pada gugus nitro dikarenakan adanya gula pereduksi yang
merupakan hasil hidrolisis substrat oleh pektinase (Miller 1959). Selain untuk
menghentikan reaksi, DNS juga berfungsi memberikan warna pada larutan
sehingga absorbannya dapat diukur pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 575 nm.
Berdasarkan hasil uji aktivitas enzim diketahui bahwa aktivitas enzimatik
tertinggi isolat T.066, T.058 dan T.005 berturut-turut yaitu 0,1723 UmL-1, 0,126
UmL-1 dan 0,105 UmL-1. Beberapa penelitian lain melaporkan aktivitas pektinase
pada Aspergillus fumigates sebesar 1,270 Umg-1 (Phutela et al. 2005); A. Indicus
0,460 UmL-1, A. Flavus 0,410 UmL-1 (Angayarkanni et al. 2002); Tubercularia
vulgaris 0,184 UmL-1; Aspergillus niger 2,462 UmL-1 (Megawati 1995).
Produksi pektinase oleh Trichoderma belum terlalu banyak dilaporkan,
namun pada penelitian Kutateladze et al. (2009), Trichoderma viridae yang
dikultur dengan beetroot pektin sebagai sumber karbon menghasilkan pektinase
tertinggi yaitu 14,5 UmL-1. Jika dibandingkan dengan penelitian tersebut maka
pektinase yang dihasilkan T.066 masih tergolong kecil. Hal ini mungkin
dikarenakan kemampuan isolat serta faktor pendukung pertumbuhan yang
berbeda-beda.
Optimasi Waktu Produksi Isolat Penghasil Pektinase. Penentuan waktu
produksi dari kapang penghasil pektinase dilakukan untuk mendapatkan aktivitas
harian enzim sehingga bisa diketahui aktivitas enzimatik tertinggi.