Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

(1)

Lampiran I

Kop Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur

SURAT TUGAS PENGAWASAN PENERAPAN SNI Nomor:……….

Dalam rangka pengawasan penerapan SNI………. Dengan ini Direktur Jenderal Pembina Industri, Kementerian Perindustrian menugaskan kepada:

1. Nama :

NIP

Jabatan : Petugas Pengawas Standar Produk

2. Nama :

NIP :

Jabatan : Petugas Pengawas Standar Produk

3. Nama :

NIP :

Jabatan : Petugas Pengawas Standar Produk

Untuk : a. melakukan pengawasan penerapan SNI

Nama :

Perusahaan :

Alamat :

No. Telp :

Fax :

b. Melaporkan hasil pengawasan kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian

Demikian surat tugas ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta,………..

a.n Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur

Direktur Industri Tekstil dan Aneka


(2)

Lampiran II

Tabel : Jenis Produk Mainan Anak dalam Rangka Sertifikasi SPPT-SNI oleh LSPRO

No Jenis Mainan Pos Tarif/HS SNI

1. Baby Walker

dari logam Ex 9403.20.90.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI 7617:2010(Non Azo)

SNI 7617:2010

(Formaldehida)

dari plastic 9403.70.10.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

2. Sepeda roda tiga, skuter, mobil berpedal dan Mainan beroda semacam itu; kereta boneka

9503.00.10.00 SNIISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI IEC 62115:2011


(3)

Azon)

SNI7617:2010 (Formaldehida)

EN7-5( Ftalat)

3. Boneka; bagian dan aksesorisnya 9503.00.21.00

9503.00.22.00

9503.00.29.00

SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI7617:2010(Non Azon)

SNI7617:2010 (Formaldehida)

EN71-5 (Ftalat)

4. Kereta Elektrik,termasuk rel, tanda dan aksesoris lainnya

9503.00.30.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI IEC 62115:2011

   


(4)

5. Perabot rakitan model yang diperkecil (“skala”) dan model rekreasi semacam itu, dapat digerakkan atau tidak

9503.00.40.10

9503.00.40.90

SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI 7617:2010(Non Azo)

SNI 7617:2010 (Formaldehida)

EN-71 (Ftalat)

6. Perangkat konstruksi dan Mainan konstrusional lainnya, dari bahan selain plastic

9503.00.50.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI 7617:2010 (Non Azo)

SNI7617:2010 (Formaldehida)

7. Stuffed toy menyerupai binatang atau selain manusia

9503.00.50.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010


(5)

SNI 7617:2010 (Non Azo)

SNI 7617:2010

8. Puzzle dari segala jenis 9503.00.70.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI 7617:2010 (Non Azo)

SNI7617:2010 (Formaldehida)

EN71-5 (Ftalat)

9. Blok atau potongan angka, huruf atau binatang; perangkat penyusun kata; perangkat penyusun dan pengucap kata; toy printing set; counting frame

Mainan (abaci); mesin jahit Mainan; mesin tik Mainan

9503.00.91.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI IEC 62115:2011

SNI 7617:2010 (Non Azo)


(6)

(Formaldehida)

EN71-5 (FTalat)

10. Tali Lompat 9503.00.92.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI 7617:2010 ( Non Azo)

SNI 7617:2010 (Formaldehida)

EN71-5 (Ftalat)

11. Kelereng 9503.00.93.00 SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

12. Mainan lainnya selain sebagaimana yang disebut pada angka 2 sampai dengan 11 terbuat dari semua jenis material baik dioperasikan secara elektrik maupun tidak :

- Balon, pelampung renang untuk anak atau Mainan lainnya yang


(7)

ditiup/dipompa, yang terbuat dari karet dan/atau plastik.

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

EN71-5 (Ftalat)

-Senapan/Pistol Mainan

-Mainan lainnya

SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

EN71-5 (Ftalat)

SNI ISO 8124-1:2010

SNI ISO 8124-2:2010

SNI ISO 8124-3:2010

SNI IEC 62115:2011

SNI 7617:2010 (Non Azo)

SNI 7617: 2010 (Formaldehida)


(8)

Sumber : Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor: 02/BIM/PER/1/2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberlakuan dan Pengawasan Penerapan SNI Mainan Secara Wajib

   


(9)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Manullang,M. Dasar-dasar Manajemen. Bandung:Cita Pustaka,2005. Miru,Ahmad. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di

Indonesia.Jakarta:Rajawali Press,2011.

M.S,Amir. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Jakarta:PPM,2014.

Prasetya,Bambang. Standar Kunci Melindungi Pasar.Jakarta:Media Industri,2014.

Prasetya, Bambang. Menyelamatkan Industri Dari Dampak Krisis.

Jakarta:Jurnal Media Industri,2008.

Pujoalwanto,Basuki.Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan empiris. Yogyakarta:Graha Ilmu,2010.

Raamziati, Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri (Safeguard) Dalam Teori dan Praktek. Medan: Pustaka Bangsa Press,2006.

Siregar, Mahmul. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal.

Medan: Perpustakaan Nasional,2008.

Siwi Kristiyanti,Celina Tri. Hukum Perlindungan Konsumen.Jakarta:Sinar Grafika,2011.

Sutedi,Adrian. Tanggungjawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen.Bogor:Ghalia,2008.

Silalahi,Jur Udin. Analisis dn Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Industri Dalam Negeri. Jakarta:Badan Pembina Hukum Nasional,2011.

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta:Ghalia Indonesia,1996.

   


(10)

Sunggono,Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta:Rajawali Pers,1996.

Syahyu, Yulianto, Hukum Antidumping di Indonesia. Jakarta:Ghalia Indonesia,2004.

Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: Universitas Indonesia,1986.

Sadar,M.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika,2011.

Susanto, Happy,Hak-hak Perlindungan Konsumen Jika Dirugikan.Jakarta Selatan:Visi Media,2010.

Santiatuti,Enny,Analisis Pemberlakuan SNI Baja Pelat dan Gulungan Canai Panas Secara Wajib terhadap Industri baja Tururnannya.Jakarta:Tesis,2011.

Sood,Muhammad. Hukum Perdagangan Internasional.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2012.

Tandjung, Marolop. Aspek dan Prosedur Ekspor-Impor.Jakarta: Salemba Empat,2009.

Tambunan,T.H,Tulus. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor:Ghalia Indonesia,2004.

B. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Lembaga Penilaian Kesesuaian

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Spesifikasi Teknis Mainan Secara Wajib Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun 2000 tentang


(11)

Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor 02/BIM/PER/1/2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan pemberlakuan dan Pengawasan Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-IND/PER/0/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 12/M-IND/PER/1/2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 52/M-IND/PER/10/2013 Tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan Dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib

Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 1 Tahun 2011

C. Website

http//kemenperin.go.id/web/berita/detail/81/dinas/kebijakan-penerapansni-wajib-untuk-komoditi-mainan-anak (diakses pada tanggal 06 Desember 2015).

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/07/produk-definisi-klasifikasi dimensi_30.html (diakses pada tanggal 18 Desember 2015). http//Wikipedia.org/wiki/impor (diakses tanggal 08 Desember 2015) http//kemendag.go.id pdf (diakses pada tanggal 08 Desember 2015).

http//Wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia (diakses pada tanggal 08 Desember 2015).

http//:kbbi.web.id/ (diakses pada tanggal 02 Januari 2016). http//academia.edu/ (diakses pada tanggal 02 Januari 2016).

http//dephut.go.id/Halaman/Standardisasi_&_lingkungan hidup (diakses pada tanggal 15 Desember2015).


(12)

http//library.unej.ac.id/client/en_US/default/search/ (diakses pada tanggal 15 Desember 2015).

http//bsn.go.id/main/sni/isi_sni/24 (diakses pada tanggal 15 Desember 2015).

http//bsn.go.id/fungsi-bsn-// (diakses pada tanggal 23 Januari 2016).

 

http://koran-sindo.com/news. (diakses pada tanggal 23 januari 2016). Eddy Harjanto, Dwinna Rahmi, Kajian Kesiapan Pemberlakuan Secara

Wajib Standar Mainan Anak-anak, Study of Readiness of the Compulsory Implementation of Toys Standards,

www.kemenperin.go.id/download/4731/ (diakses pada tanggal 23 Januari 2016).

http//lembagaperlindungankonsumen.id/index/berita-media/artikel (diakses pada tanggal 22 Februari 2016).

http//kompas.com/red/2014/05/19/1446324/tahapan.untuk.Sertifikasi.SNI. (diakses pada tanggal 02 Februari 2016).

http//kemenperin.go.id/SNI-Mainan// (diakses pada tanggal 23 Februari 2016).

http//tariff.depkeu.go.id/Bidang/pabean (diakses pada tanggal 03 Maret 2016).

         


(13)

BAB III

PENATAAN KEWAJIBAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR MAINAN ANAK

A. Lingkup Pemberlakuan SNI Mainan Secara Wajib

Standar adanya pemberlakuan SNI mainan secara wajib ditetapkan untuk memberikan batasan-batasan persyaratan terhadap pemakaian produk mainan dengan mengutamakan keselamatan konsumen.81 Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi dampak negatif seperti produk impor mainan yang tidak memenuhi standar sehingga dapat membahayakan konsumen.

Pemberlakuan SNI mainan secara wajib tentu harus memenuhi beberapa persyaratan bagi perusahaan atau pelaku usaha yang memproduksi mainan anak wajib memenuhi dan menerapkan beberapa syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib yaitu:

1. Memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (yang selanjutnya disebut SPPT-SNI) sesuai ketentuan skema sertifikasi sebagai berikut:

a. Pengujian kesesuaian mutu produk sesuai ketentuan SNI terhadap: 1) Produksi dalam negeri, diambil dari batch produksi.

 

      

81 


(14)

2) Produk impor diambil dari produk yang akan diekspor pada setiap pengapalan (shipment) di pelabuhan muat.

b. Penerbitan SPPT-SNI dilaksanakan sesuai Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) melalui pengujian kesesuaian produk sesuai ketentuan SNI.

2. Membubuhkan tanda SNI pada setiap produk atau kemasan ditempat yang mudah dibaca dan dengan proses penandaan yang menghasilkan tanda SNI yang tidak mudah hilang.

3. Pembubuhan tanda SNI untuk mainan asal impor wajib dilakukan digudang importir.

Lingkup pemberlakuan SNI mainan anak memberikan batasan terhadap produk-produk mainan yang harus memiliki sertifikas SNI yang sudah sesuai dengan standar. Hal ini di tujukan agar tercapai perlindungan tehadap anak-anak dalam bermain agar lebih aman dan tidak berbahaya bagi keselamatan penggunanya.

Jenis-jenis mainan anak yang masuk dalam lingkup pemberlakuan SNI terdiri dari beberapa mainan, seperti: baby walker, sepeda roda tiga, skuter, kereta elektrik dan mainan beroda semacam itu. Mainan-mainan ini memiliki tingkat risiko yang tinggi jika tidak diawasi dan tidak meiliki standar yang sesuai dengan yang berlaku. Oleh karena itu, adanya kebijakan SNI wajib terhadap mainan anak ini memberikan harapan besar bagi konsumen dalam hal perlindungan sehingga pelaku konsumen lebih nyaman dan tidak khawatir terjasi


(15)

hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan dan zat-zat yang berbahaya yang terkandung dalam mainan tersebut.

B. Tata Cara Memperoleh Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI

(SPPT-SNI)

Adanya kewajiban bagi pengusaha mainan anak untuk memenuhi standar nasional Indonesia, menimbulkan pertanyaan pengusaha mainan anak bagaimana cara mendapatkan sertifikasi SNI tersebut.82

1. Pemohon SPPT-SNI

a. Permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI yang selanjutnya disebut SPPT-SNI secara wajib ditujukan kepada lembaga sertifikasi produk yang ditunjuk Menteri Perindustrian dengan melampirkan spesifikasi produk.

b. Pemohon SPPT-SNI terdiri dari: 1) Produsen mainan dalam negeri. 2) Produsen luar negeri.

3) Importir.

c. Produsen luar negeri yang mengajukan permohonan SPPT-SNI Mainan, wajib menunjuk perusahaan perwakilan yang memiliki fungsi sebagai importer atau perusahaan importer yang berkedudukan di Indonesia.

      

82 

http//kompas.com/red/2014/05/19/1446324/tahapan.untuk.Sertifikasi.SNI. diakses pada tanggal 02 Februari 2016


(16)

d. Importir bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi atas pemenuhan ketentuan penerapan SNI Mainan secara wajib pada Mainan asal impor dimaksud yang beredar di Indonesia.

e. Legalitas keberadaan perusahaan perwakilan dari importir dibuktikan dengan perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan

f. Pemohon SPPT-SNI selanjutnya disebut Pelaku Usaha 2. Penunjukan lembaga penilaian kesesuaian

Pemenuhan terhadap persyaratan SNI dibuktikan melalui kegiatan Penilaian Kesesuaian83 Lembaga Penilaian Keseusaian (selanjutnya disebut LPK)

adalah lembaga yang melakukan kegiatan dan mempunyai keahlian untuk seluruh proses penilaian kesesuaian baik di dalam negeri maupun diluar negeri yang telah mendapatkan akreditasi KAN berdasarkan ruang lingkupnya atau akreditasi dari badan akreditasi di luar negeri berdasarkan ruang lingkupnya yang telah memiliki perjanjian saling pengakuan Mutual Recognition Agreement

(MRA).84 Penilaian kesesuaian merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menilai kesesuaian suatu produk, proses, sistem manajemen, dan atau kompetensi personil standar atau ketentuan lain yang telah ditetapkan.85

Penilaian kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan kesesuaian suatu produk terhadap SNI tertentu.penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau

      

83 

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Lembaga Penilaian Kesesuaian Pasal 30 ayat (1)

84 

Peraturan Menteri Perindustrian republik Indonesia Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri Pasal 1 angka 20

85 


(17)

pihak ketiga (pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN.

Sesuai dengan PP Standardisasi Nasional, pelaksanaan tugas BSN di bidang penilaian kesesuaian ditangani oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang dibentuk oleh pemerintah untuk keperluan menjamin kompetensi pelaksana penilaian kesesuaian melalui proses akreditasi. KAN sebagai Badan AKreditasi Nasional mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada lembaga penilaian kesesuaian (laboratorium penguji, laboratorium kalibrasi, dan lembaga sertifikasi), lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi oleh KAN mempunyai hak untuk menerbitkan sertifikat sesuai dengan lingkup akreditasinya.86

Penilaian kesesuaian juga harus memenuhi sejumlah norma sebagai berikut:

a. Terbuka bagi semua pihak yang berkeinginan menjadi lembaga pelaksana kesesuaian;

b. Transparan agar semua persyaratan dan proses yang diterapkan dapat diketahui dan ditelusuri oelh pemangku kepentingan;

c. Tidak memihak dan kompeten agar pelaksanaan peniaian kesesuaian dapat dipercaya dan berwibawa;

d. Efektif karena memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundang-undangan.

e. Konvergen dengan pengembangan penilaian kesesuaian internasional.

      

86 


(18)

3. Proses Sertifikasi

Pelaku usaha yang mengajukan permohonan SPPT-SNI Mainan, wajib:

a. Memenuhi persyaratan administrasi, dengan mengajukan Surat Permohonan dan mengajukan Surat Permohonan dan menunjukkan dokumen asli dan menyerahkan fotocopy dokumen :

b. Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftra Industri (FDI) untuk produsen dalam negeri;

c. Angka Pengenal Importir (APT), Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dan Importir Terbatas (IT) untuk importir;

d. Sertifikat Merek atau Surat bukti pendaftaran Merek ( Tanda Daftar Merek) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM untuk Mainan dan/atau Perjanjian Lisensi dari Pemilik merek untuk merek yang telah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM sesuai ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;

e. Surat pernyataan jaminan untuk tidak mengedarkan Mainan pada saat proses pengujian bagi :

1) Produk dalam negeri. 2) Produk impor.

f. Surat Pencatatan (Registrasi) SPPT-SNI dari Direktorat Jenderal Pembina Industri.


(19)

g. Memenuhi Ketentuan Sertifikasi:

1) Mainan dalam negeri wajib dilakukan pengujian mutu produk oleh Laboraturium Penguji yang ditunjuk Menteri dan ditunjuk LSPro pada setiap lot produksi, dengan ketentuan bahwa 1 (satu) lot produksi merupakan hasil produksi selama 6 (enam) bulan.

2) Mainan asal impor wajib diuji sesuai ketentuan SNI oleh Laboraturium Penguji yang ditunjuk Menteri dan ditunjuk LSPro, pada saat keberangkatan dengan ketentuan:

a) Contoh diambil dari Mainan yang akan diberangkatkan ke Indonesia.

b) Pengambilan dilakukan pada setiap keberangkatan ke Indonesia. 3) Hasil uji contoh mainan dituangkan dalam Sertifikat/Laporan Hasil

Uji (BHU/LHU) yang sekurang-kurangnya mencantumkan: a) nama merek;

b) famili produk;

c) negara asal mainan impor; d) nama dan alamat perusahaan;

4) Lingkup jaminan mutu Mainan berdasarkan SPPT-SNI merupakan Jaminan kualitas produk pada saat Mainan dalam keadaan baru. 5) Ketentuan terkait SPPT-SNI terdiri dari:

a) biaya penerbitan SPPT-SNI merupakan tanggungjawab


(20)

b) jangka waktu penerbitan SPPT-SNI adalah selama 5(lima) hari kerja setelah persyaratan termasuk SHU/LHU diterima dengan lengkap dan benar;

c) alur proses penerbitan SPPT-SNI terdapat dlam Lampiran 1 Petunjuk teknis ini;

d) dalam satu SPPT-SNI dapat memuat lebih dari satu: (1) merek produk;dan

(2) famili produk.

6) LSPro wajib memberitahukan dan menyampaikan kepada Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri, Kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian dan Perusahaan pemohon tentang:

a) SPPT-SNI yang telah diterbitkan.

b) Penolakan pemberian SPPT-SNI, bila tidak memenuhi

persyaratan sertifikasi.

c) Pelimpahan SPPT-SNI kepada LSPro yang ditunjuk (Jika LSPro yang menerbitkan SPPT-SNI tidak ditunjuk lagi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya penetapan sebagaimana dimaksud.

7) Untuk mainan asal impor, LSPro wajib memberitahukan dan menyampaikan informasi kepada surveyor, yang terdiri dari:

a) Dokumen acuan yang dipakai pada saat pengambilan contoh meliputi: Packing List, Berita Acara Pengambilan Contoh (BAPC)


(21)

b) Copy SPPT-SNI.

8) Pelimpahan SPPT-SNI dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

9) LSPro bertanggungjawab terhadap SPPT-SNI yang diterbitkan sesuai dengan keten1tuan penerapan SNI yang diberlakukan secara wajib dan peraturan perundang-undangan.

10)Pelaku usaha pemegang SPPT-SNI wajib untuk menyampaikan laporan realisasi produksi dan/atau impor Mainan kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur setiap (satu) bulan sejak diterbitkannya SPPT-SNI.

11)Penerbitan SPPT-SNI untuk mainan yang telah masuk daerah pabean Indonesia atau diproduksi dan masih beada digudang produksi sebelum tanggal pemberlakuan SNI Mainan secara wajib dilakukan berdasarkan ketentuan:

a) SPPT-SNI hanya berlaku untuk jumlah mainan yang berada didalam gudang importir/ produsen;

b) Proses sertifikasi mengacu pada Bab III;

c) Pengambilan contoh dilakukan digudang produsen/importir.87

C. Metode Pengambilan Contoh dan Pengujian

1. Pengambilan Contoh

Tujuan dalam pengambilan contoh dan pengujian ini adalah merupakan tata cara yang diperlukan untuk mendukung penerapan pemberlakuan SNI

      

87 


(22)

mainan secara wajib berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 dan perubahannya Nomor 55/M-IND/PER/11/2013.88

Metode pengambilan contoh dan pengujian ini merupakan pedoman bagi Petugas Pengambil Contoh ( yang selanjutnya disebut PPC) dan Petugas Laboratorium Penguji dalam melaksanakan pengambilan contoh dan pengujian Mainan dalam rangka SPPT-SNI. Dalam hal ruang lingkup metode pengambilan contoh mencakup standar acuan, ketentuan-ketentuan, peralatan, jumlah contoh yang diambil, pelaksanaan pengambilan contoh, pengesahan contoh uji, pengiriman contoh uji dan dokumen terkait.

Standar acuan yang dimaksud terdiri dari: a. SNI ISO 8124-1:2010;

b. SNI ISO 8124-2:2010; c. SNI ISO 8124-3:2010; d. SNI ISO 8124-4:2010

e. SNI IEC 62115:2011; dan/atau f. Sebagaian Parameter:

g. EN71-5 (Ftalat)

h. SNI 7617:2010 (Non Azo) i. SNI 7617:2010 (Formaldehida)

Ketentuan ketentuan yang berlaku dalam pengambilan contoh yaitu sebagai berikut:

      

88 


(23)

a. Suatu mainan termasuk dalam satu famili produk jika memenuhi kesamaan dalam kriteria sebagai berikut:

1) HS Code; 2) kategori usia;

3) fungsi utama (elektrik atau mekanik); 4) bahan baku utama;

5) parameter uji;

Tahapan pengambilan contoh untuk produk dalam negeri/impor yang memiliki lebih dari satu (satu) famili produk dilakukan pengelompokkan dengan ketentuan:

a. Pengelompokkan mainan berdasarkan famili produk.

b. Pengembalianj contoh uji untuk produk dalam negeri diambil dari lot/batch yang mewakili hasil produksi selama 6 bulan dan contoh uji untuk produk impor merupakan produk yang diekspor pada setiap pengapalan (shipment). c. Contoh uji diambil berdasarkan family produk.

d. Jumlah contoh uji mengacu pada ketentuan Lampiran II Perauran Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor 02/BIM/PER/1/2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberlakuan dan Pengawasan Penerapan SNI Mainan Secara Wajib.

Pelaksanaan pengambilan contoh dalam rangka Sertifikasi oleh LSPro langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :

a. petugas Penambil Contoh diberikan kebebasan oleh Produsen/importir untuk melakukan prngambilan contoh;


(24)

b. pengambilan contoh dilakukan secara acak;

c. pengambilan contoh selesai apabila jumlah contoh sesuai dengan yang diperlukan;

d. masukkan contoh tersebut kedalam kemasan kemudian diberi label contoh uji dan disegel sesuai peruntukkannya, yaitu satu set untuk dikirim ke laboratorium uji dan satu set lagi untuk arsip perusahaan;

e. buat berita acara pengambilan contoh mashing-masing dibuat rangkap empat f. berita acara pengambilan contoh dan label uji tersebut ditandatangani oleh

PPC dan wakil dari perusahaan atau yang bertanggungjawab;

g. berita acara pengambilan contoh dan label contoh uji di cap/stempel perusahaan;

h. Berita Acara Pengambilan Contoh diberikan untuk LSPro. Perusahaan, laboratorium penguji, dan PPC;

pengawasan standar produk oleh Petugas Pengawas Standar Produk (selanjutnya disebut PPSP) langkah-langkah yang harus dilakukan:

a. petugas pengambil contoh dan PPSP diberikan kebebasan oleh

produsen/importir utnuk melakukan pengambilan contoh; b. pengambilan contoh dilakukan secara acak;

c. pengambilan contoh selesai apabila jumlah contoh sesuai dengan yang diperlukan;

d. masukkan contoh tersebut ke dalam kemasan kemudian diberi label contoh uji dan disegel sesuai peruntukkannya, yaitu satu set untuk dikirim ke laboratorium uji dan satu set lagi untuk arsip perusahaan;


(25)

e. buat berita acara pengambilan contoh masing-masing dibuat rangkap empat; f. berita acara pengambilan contoh dan Label Contoh Uji tersebut ditandatangai

oleh PPC dan PPSP dan wakil dari perusahaan atau yang bertanggungjawab; g. berita acara pengambilan contoh dan label contoh uji dicap/stempel

perusahaan;

h. berita acara pengambilan contoh diberikan untuk PPSP, perusahaan, laboratorium penguji, dan PPCP;

i. berita acara pengambilan contoh oleh PPSP diberikan kepada Direktorat Jenderal Pembina.

                   


(26)

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK IMPOR MAINAN ANAK MELALUI KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

A. Pembinaan terhadap Produk Impor Mainan Anak melalui Kebijakan SNI

Pembinaan dan pengawasan bagi SNI yang diberakukan secara wajib merupakan kewenangan Pimpinan Instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah Pembinaan tersebut meliputi konstitusi, pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan standardisasi89. Pembinaan dan pengawasan bagi SNI yang tidak diberlakukan secara wajib merupakan kewenangan lembaga yang menerbitkan Sertifikat90.

Pembinaan ini dilakukan dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan bagi konsumen agar terhindar dari bahaya yang dapat mengancam keselamatan anak-anak dalam bermain mainan impor tersebut.

Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur melakukan pembinaan terhadap Industri Mainan yang tidak memenuhi ketentuan SNI Minan Secara Wajib berdasarkan hasil pengawasan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1.91 Lampiran 1 Peraturan Kepala BSN Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan SNI Secara Wajib, reguasi teknis didefinisikan sebagai dokumen yang menetapkan karakteristik barang termasuk persyaratan  

      

89 

Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Pasal 23

90 

Enny Santiastuti,Analisis Pemberlakuan SNI Baja Pelat, dan Gulungan Canai Panas

Secara Wajib terhadap Industri Baja Turunannya,(Tesis:2011) , Jakarta,hlm,65.

91 

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 52/M-IND/PER/10/2013 Tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan Dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib Pasal 4 ayat (3)


(27)

 

administratif yang sesuai yang pemenuhannya bersifat wajib, regulasi teknis dapat juga secara khusus mencakup terminologi, simbol, persyaratan pengemasan, penandaan atau pelabelan yang digunakan pada barang dan atau jasa, proses atau metode produksi.92

Penerapan SNI mainan impor anak secara wajib dilakukan oleh Direktur Jenderal Pembina Industri dan melakukan pembinaan kepada Direktur Pembina Industri. Pembinaan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dalam menerapkan SNI wajib melalui:

1. Sosialisasi atas pemberlakuan SNI wajib dan/atau terdapat perubahan. 2. Verifikasi dan Evaluasi faktor-faktor terkait penerapan SPPT-SNI. 3. Pembinaan teknis dan konsultasi dalam penerapan SNI.

Pembinaan teknis dilakukan melalui pelatihan peningkatan sumber daya manusia dalam peningkatan mutu produk; dan/ atau sosialisasi pemberlakuan dan penerapan SNI wajib. Verifikasi dan evaluasi faktor-faktor terkait penerapan SNI dilakukan melalui:

a. Inventarisasi dan verifikasi data produsen terkait rencana pelaksanaan monitoring penerapan SNI;

b. Inventarisasi data Lembaga Penilai Kesesuaian serta pihak terkait dalam penerapan SNI

c. Analisis dampak pemberlakuan SNI secara wajib bagi produsen dalam negeri

      

92 

Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 1 Tahun 2011, Lampiran Pasal 2.1


(28)

d. Penerbitan surat pencatatan (Registrasi) SPPT-SNI sebagai salah satu persyaratan penerbitan SPPT-SNI.93

Direktorat Jenderal Pembina Industri, dan atau Dinas Pembina bidang industri pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing melakukan pembinaan SNI mainan anak dan spesifikasi teknis.94 Pembinaan ini meliputi bantuan teknis, konsultasi, pendidikan dan

pelatihan, fasilitas serta pemasyarakatan standardisasi.

Pembinaan melalui kebijakan SNI wajib ini tentu diharapkan dapat menjamin kepastian akan keselamatan dan keamanan anak-anak dan para pelaku konsumen dalam mengunsumsi barang mainan tersebut. Pembinaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur ini dilakukan agar produk yang dihasilkan bisa sesuai standar dan memperhatikan keselamatan terutama banyaknya mainan impor yang berasal dari China yang tidak sedikit mainan dari negara tersebut yang kualitasnya dibawah rata-rata. Oleh karena itu, bagi produk mainan impor yang beredar tanpa SPPT-SNI akan ditarik dan dilarang beredar.

Pembubuhan tanda SNI pada setiap produk dan/atau kemasan ditempat yang mudah dibaca dengan proses penandaan yang menghasilkan tanda SNI tidak boleh mudah hilang. Karena nantinya, permohonan sertifikasi SNI ditujukan kepada Lembaga Sertifikasi Produk(LSpro) yang terakreditasi KAN dan ditunjuk oleh Menteri95.

      

93 

Opcit., Bab VI

94 

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri Pasal 15.

95 


(29)

Bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Manufaktur menjadi salah satu upaya untuk memberikan rasa aman kepada konsumen agar konsumen dapat dengan mudah untuk membedakan mana produk yang berkualitas sesuai standar dan mana yang tidak berkualitas.

B. Pengawasan Penerapan SNI Mainan Anak Secara Wajib

Standar akan berperan dalam perlindungan konsumen apabila pengawasan dilakukan dengan benar. Yang paling bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan tentu saja pemerintah atau instansi yang terkait. Pemerintah melakukan pengawasan baik sebelum produk dipasarkan, maupun setelah produk beredar dipasar, termasuk untuk produk-produk impor. Peran pengawasan juga menjadi kewajiban pelaku usaha, dengan memastikan quality control dan quality assurance berjalan sebagaimana mestinya. Serta memastikan menerapkan standar yang berlaku mulai dari hulu hingga hilir. Konsumen pun dapat berperan dengan berani bertindak apabila menemukan produk yang dicurigai tidak memenuhi standar dan peraturan.96

Direktur Jenderal Pembina Industri menugaskan Petugas Pengawas Standar Produk (PPSP) dan/atau petugas dari Direktorat Pembina Industri untuk melakukan pengawasan SNI mainan anak dengan melakukan pemeriksaan perusahaan dan uji petik.

Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur menugaskan PPSP berdasarkan surat tugas dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud

      

96 


(30)

dalam lampiran VI petunjuk teknis ini untuk melakukan pengawasan pemberlakuan dan penerapan SNI Mainan Secara wajib sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.

Pengawasan terhadap barang, jasa, system, proses, atau personal yang diberlakukan SNI secara wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.97 Kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,

dan/atau Pemerintah Daerah berkoordinasi untuk melakukan pengawasan terhadap Barang, Jasa, Sistem, Proses, atau personal yang memiliki sertifikat dan/atau menggunakan Tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian.98

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri Pasal 16 ayat (1) menyatakan pengawasan barang atau jasa yang diberlakukan SNI secara wajib atau spesifikasi teknis secara wajib, dilakukan secara berkala dan atau secara khusus di lokasi produksi dan diluar lokasi produksi.

Pengawasan berkala dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. Pengawasan barang dan atau jasa pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembina Industri. Pasal 17 menyatakan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan PPSP berdasarkan penugasan dari pejabat Direktorat Jenderal Pembina Industri dengan berkoordinasi kepada Kepala Dinas Pembina bidang industri pada emerintah provinsi dan atau kabupaten/kota.

      

97 

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Lembaga Penilaian Kesesuaian Pasal 58 ayat (1)

98 

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Lembaga Penilaian Kesesuaian Pasal 58 ayat (2)


(31)

PPSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Pegawai negeri sipil pada unit kerja di pusat dan daerah yang membidangi perindustrian.

2. Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana Muda/D III.

3. Telah lulus pelatihan PPSP yang diselenggarakan oleh BPPI atau Direktorat Jenderal Pembina Industri atau dinas berkoordinasi dengan BPPI.

PPSP dalam melakukan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 wajib :

a. mengenakan Tanda Pengenal Pegawai; dan

b. membawa Surat Tugas Pengawasan dari direktorat Jenderal Pembina Industri terkait bagi PPSP pusat dan Daerah;

Objek pengawasan PPSP terdiri dari: 1) produsen;

2) perusahaan perwakilan produsen/Importir; dan 3) mainan;

Lingkup Pengawasan penerapan SNI terdiri dari : 1) pengawasan di gudang produksi:

2) pemeriksaan keabsahan dokumen perizinan, meliputi: a) Pemeriksaan dokumen perizinan usaha industri; b) Pemeriksaan SPPT-SNI;


(32)

d) Pemeriksaan Sertifikat/Laporan Hasil Uji Laboratorium Pengujian.

3) Verifikasi terhadap penandaan SNI pada produk/kemasan produk meliputi:

a) tanda SNI;

b) nama/merek dagang; c) nama produk;dan

d) nama dan alamat produsen;

e) nama dan alamat perusahaan perwakilan atau importir (untuk produk impor)

4) Pemeriksaan hasil uji petik mutu barang sesuai dengan persyaratan mutu SNI.

5) Penilaian kesesuaian kualitas produk sesuai SNI dilakukan melalui pengambilan contoh uji, dengan pengambilan contoh uji:

a) dilakukan oleh Petugas Pengambil Contoh (PPC);

b) dilakukan dalam suatu gudang produksi yang mewakili produk sesuai SNI mainan Secara wajib; dan

c) dilakukan dengan ketentuan pengambilan contoh; d) menggunakan berita acara pengambilan contoh formulir; e) contoh uji kems dan diberikan label sesuai formulir;

f) jumlah contoh uji sesuai dengan tata cara pengambilan contoh SNI; Pengawasan diluar gudang produksi terdiri dari:


(33)

a. mainan yang terdapat di distributor, pedagang, gudang, perusahaan perwakilan produsen dan importir dan gudang pengguna produk;

b. perusahaan perwakilan produsen; dan c. perusahaan importir.

Pengawasan terhadap perusahaan perwakilan produsen dan perusahaan importir dilakukan dengan memverifikasi kebenaran dokumen perizinan dan/atau dokumen SPPT-SNI. Pengawasan kesesuaian mutu produk dengan SNI yang diberlakukan secara wajib dilaksanakan dengan pengujian contoh produk pada laboratorium uji yang ditunjuk Menteri. Cara pengambilan contoh diluar lokasi produksi dilakukan dengan membeli produk di distributor, gudang importir, dipasar secara acak yang dibuktikan dengan tanda bukti pembelian. Contoh produk diuji sesuai dengan SNI di laboratorium penguji yang ditunjuk.

Dalam melaksanakan pengawasan, PPSP wajib mempersiapkan Dokumen Pengawasan yang terdiri dari:

a. Surat tugas pengawasan penerapan SNI di gudang produksi dan diluar gudang produksi formulir.

b. Berita acara pengambilan contoh formulir. c. Label contoh uji formulir.

d. Berita acara pengawasan penerapan SNI formulir.

e. Data hasil pengawasan penerapan SNI di gudang produksi dan diluar lokasi produksi.

f. Daftar hadir sebagaimana yang terlampir dalam Peraturan ini.


(34)

Pengawasan penerapan SNI Mainan secara wajib :

a. Di gudang produksi; Direktorat Pembina Industri dapat berkoordinasi dengan Kepala Dinas yang membidangi Industri di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

b. Diluar gudang produksi dilakukan dengan pembelian produk dari distributor atau penjual.

Pelaksanaan pengawasan penerapan SNI Mainan secara wajib dilakukan oleh PPSP baik yang dipusat maupun di daerah berdasarkan Surat Tugas Pengawasan dan Direktorat Pembina Industri. Hasil pemeriksaan dan pengujian contoh di gudang produksi dituangkan dalam Berita Acara Pengawasan oleh PPSP dan disampaikan kepada Direktur Pembina Industri untuk dilakukan evaluasi yang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pembina Industri.99

C. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

Evaluasi hasil pengawasan merupakan bentuk penilaian atas pencapaian dalam pengawasan beredarnya produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI. Tindak lanjut pengawasan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:100

1. Apabila hasil pengawasan oleh PPSP tidak sesuai dengan persyaratan SNI, maka Direktur Jenderal Pembina Industri memberikan teguran secara tertulis kepada produsen dan/atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Teguran dimaksud berisi:

      

99 

http//kemenperin.go.id/SNI-Mainan// (diakses pada tanggal 23 Februari 2016)

   100 


(35)

a. Permintaan perbaikan kualitas produk pada produsen sesuai ketentuan pemberlakuam SNI secara wajib.

b. Permintaan penarikan produk yang tidak sesuai dengan SNI pada produsen bagi produk dalam negeri dan/atau pelaku usaha (importir/distributor) bagi produk impor.

c. Teguran tertulis sebagaimana pada huruf a dilakukan sebanyak banyaknya 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan, jika dalam kurun waktu dimaksud produsen dan/atau pelaku usaha tidak melakukan tindakan yang diperintahkan dalam teguran tertulis dimaksud Direktorat Jenderal Pembina Industri dapat melakukan tindakan publikasi dan/atau meminta instansi berwenang untuk melakukan pencabutan sertifikat SPPT-SNI sampai dengan pencabutan izin usaha industri dan/atau penerapan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

d. Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh LSPro dan LPK, Direktur Jenderal Pembina Industri menyampaikan laporan hasil pengawasan oleh PPSP kepada Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e. Dalam melakukan pembinaan Direktur Jenderal Pembina Industri dapat berkoordinasi dengan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri atau dengan Dinas Pembina industry pada Pemerintah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota, LSPro penerbit SPPT-SNI dan instansi terkait.


(36)

2. Publikasi

Tindakan publikasi dilakukan guna memberikan sosialisasi, informasi dan pemahaman terhadap masyarakat atas penerapan SNI secara wajib. Publikasi dilakukan pada:

a. Ketaatan penerapan SNI oleh produsen atau pelaku usaha lainnya serta pihak terkait.

b. Pelanggaran atas ketentuan pemberlakuan SNI secara wajib oleh produsen atau pelaku usaha lainnya serta pihak terkait guna memberikan efek jera dan rasa malu.

Publikasi dapat dilakukan melalui pemberian penghargaan, pemuatan berita dalam media cetak dan elektronik.

c. Pemberian Sanksi

Setelah dilakukan pengawasan khusus dan langkah pembinaan pada produsen, namun produsen yang bersangkutan masih melakukan pelanggaran, maka Direktur Jenderal Pembina Industri berkoordinasi dengan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, dan Kepala Dinas Pembina Industri pada pemerintah propinsi dan atau kabupaten/kota, LSPro penerbit SPPT-SNI dan aparat penegak hukum setempat melakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemerintah Indonesia tidak hanya akan memberikan sanksi administratif terhadap setiap penyalahgunaan aturan SNI mainan secara wajib tetapi juga akan menerapkan sanksi tegas dengan ancaman pidana penjara atau denda. Dalam Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian


(37)

Bab X tentang ketetuan Pidana Pasal 62 hingga 73 tertuang tentang adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran, sanksi tersebut adalah:

1) Setiap orang yang memalsukan SNI atau membuat SNi palsu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)101

2) Setiap orang yang dengan sengaja membubuhkan tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada Barang dan/atau kemasan atau label diluar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat;membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya akan dikenakan pidana penjara paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 ( empat miliar rupiah)102

3) Setiap orang dengan sengaja:

a) membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label diluar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat;dan

b) membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau

      

101 

Pasal 62 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian

102 

Pasal 63 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian


(38)

pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah.

4) Setiap orang yang tidak memiliki sertifikat atau memiliki serttifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut yang dengan sengaja:

a) Memperdagangkan atau mengedarkan Barang; b) Memberikan Jasa;dan/atau

c) Menjalankan proses atau sistem yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.35.000.000.000.,00 ( tiga puluh lima miliar rupiah)

5) Setiap orang yang memiliki sertifikat atau memiliki serttifikat yang dengan sengaja:

a) Memperdagangkan atau mengedarkan Barang; b) Memberikan Jasa;dan/atau

c) Menjalankan proses atau sistem yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.35.000.000.000.,00 ( tiga puluh lima miliar rupiah)

6) Setiap orang yang mengimpor barang yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedarkan barang yang tidak sesuai


(39)

dengan SNI atau penomoran SNI sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah).

Sanksi yang tegas sebagaimana disebutkan diatas membuktikan keseriusan pemerintah untuk menegakkan perlindungan pada kepentingan nasional dan sebagai usaha meningkatkan daya saing nasional.

                             


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah membahas tentang Pembinaan dan Pengawasan terhadap produk mainan impor anak melalui kebijakan SNI, maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Pertimbangan adanya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk mainan impor anak dilakukan karena bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri agar industri dalam negeri tetap mendapat tempat di masyarakat dengan produk mainan yang berkualitas dan juga untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.Hal ini sebagai salah satu bentuk proteksi atau perlindungan kepada konsumen agar konsumen dapat menikmati produk mainan anak yang aman dan nyaman bagi kesehatan dan juga harus adanya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh instansi tertentu yang memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan pelaku konsumen dalam memakai produk mainan impor anak.

2. Penataan kewajiban SNI terhadap produk Impor mainan anak mencakup tentang lingkup pemberlakuan SNI Mainan Secara wajib. Dalam hal ini mencakup jenis-jenis mainan yang diwajibkan untuk memberlakukan SNI serta tata cara memperoleh Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI dimana untuk mendapatkan SPPT-SNI harus melalui beberapa prosedur


(41)

ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah suatu produk layak untuk mendapatkan sertifikasi SNI dan sudah memenuhi persyaratan sertifikasi atau tidak.

2. Pembinaan dan pengawasan terhadap produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI dilakukan oleh lembaga yang berwenang yaitu Direktorat Jenderal Bidang Industri dan Manufaktur. Bentuk pembinaan dan pengawasannya dilakukan melalui, sosialisasi atas pemberlakuan SNI wajib, verifikasi dan evaluasi faktor-faktor terkait penerapan SNI, dan pembinaan teknis melalui pelatihan peningkatan sumber daya manusia. Dalam melaksanakan pengawasan SNI wajib, Direktur Jenderal Pembina Industri sudah melakukan pemeriksaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menugaskan PPSP untuk mengawasi produk mainan impor yang beredar di masyarakat.

B. Saran

Adapun saran dari penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Pertimbangan adanya penerapan SNI terhadap produk impor mainan anak diharapkan dengan adanya kebijakan ini lebih menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha agar dapat menjalankan produksinya berdasarkan dengan perauran yang berlaku dan memenuhi persyaratan SNI. Sehingga nantinya para konsumen dapat lebih tenang dan tidak khawatir lagi terhadap produk yang mereka gunakan.

2. Penataan Kewajiban terhadap kebijakan SNI terhadap produk mainan impor anak yang meliputi lingkup pemberlakuan dan tata cara


(42)

memperoleh Sertifikasi SNI seharusnya tidak mempersulit produsen dan dengan biaya yang terjangkau.

3. Pembinaan dan pengawasan terhdap produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI diharapkan mampu untuk menyentuh masyarakat secara langsung untuk mengetahui bagaimana perkembangan produk-produk yang beredar di pasar sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyalahgunaan SNI.

                     


(43)

penandaan ini merupakan jaminan dan kepastian bahwa produk telah memenuhi syarat yang ditetapkan serta aman dan layak dikonsumsi.

                                       


(44)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki era perdagangan bebas saat ini, peraturan teknis yang terkait dengan peredaran barang dan/atau jasa yang diberlakukan oleh suatu negara harus mengacu dan memenuhi standar nasional. Selain itu, pemenuhan standar dapat meningkatkan daya saing lebih tinggi dan juga dapat menguntungkan konsumen dalam hal kualitas, harga barang yang kompetitif, serta keamanan penggunaan barang yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI.

Ada dua asumsi dalam melihat posisi konsumen di era pasar bebas.

Pertama, posisi konsumen diuntungkan. Logika gagasan ini adalah, dengan adanya liberalisasi perdagangan arus keluar masuk barang menjadi semakin lancar. Oleh karena itu, konsumen lebih banyak punya pilihan dalam menentukan berbagai kebutuhan, baik berupa barang dan jasa, dari segi jenis/macam barang, mutu maupun harga. Kedua, posisi konsumen khususnya di negara berkembang yang dirugikan. Alasannya, masih lemahnya pengawasan di bidang standardisasi mutu barang, lemahnya produk perundang-undangan, akan menjadikan konsumen negara dunia ketiga menjadi sampah bagi produk yang di negara maju tidak memenuhi persyaratan untuk dipasarkan.

   


(45)

 

Indonesia, agar era perdagangan bebas bagi konsumen benar-benar menjadi Permasalahnnya, syarat-syarat apa yang harus ada dalam pranata hukum anugerah, bukan sebaliknya justru menjadi musibah. Anggapan dasar dalam pasar bebas adalah adanya arus informasi yang sempurna yang memberi kemungkinan para pembeli dan penjual untuk memilih barangdan jasa secara rasional, serta adanya kemudahan keluar masuk barang ke dalam pasar tanpa halangan.1

Adanya era perdagangan bebas ini menyebabkan mudahnya keluar masuk barang produk produk impor salah satunya produk mainan anak yang menguasai pasar di Indonesia yang berdampak terhadap konsumen. Mainan anak-anak merupakan jenis barang yang berhubungan erat dengan kesehatan anak-anak. Ribuan kecelakaan terjadi pada anak-anak karena produk mainan. Sebagian besar karena salah menggunakan produk mainan tersebut, karena ketidaktahuan anak yang memainkannya, atau karena produknya tidak aman bagi anak-anak.

Pemenuhan standarisasi ini salah satu pemberlakuan SNI secara wajib ialah produk mainan impor anak dari negara China. Pentingnya pemberlakuan SNI secara wajib ini dikarenakan produk mainan impor yang beredar di pasaran dengan harga yang relatif murah tentunya menarik perhatian konsumen. Peredaran mainan anak ini tidak semuanya aman untuk anak. Dengan serbuan mainan impor dan harga nya yang relatif murah terdapat indikasi kandungan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan, terlebih bagi anak-anak karena ada

      

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta:Sinar Grafika,


(46)

beberapa mainan yang secara fisik tidak aman untuk anak-anak, seperti cat yang mudah terkelupas, bau dan warna cat yang sangat mencolok. Kemasan mainan juga banyak yang tidak dilengkapi dengan informasi pemakain yang jelas.

Penggunaan bahan berbahaya yang terkandung dalam produk mainan anak ini banyak menimbulkan permasalahan seperti penggunaan unsur elemen antimoni, arsen, bariun, kadmium, timah hitam, air raksa dan silenium. Bahan bahan ini tentu sangat berbahaya jika terkena oleh anak-anak karena menurut penelitian akibat penggunaan bahan berbahaya ini dapat menghambat pertumbuhan anak dan penyakit lain seperti kanker. Hal ini tentu saja sangat berbahaya karena sebenarnya produk mainan anak anak ini ditujukan untuk memberikan kegembiraan, kebahagiaan bahkan untuk pendidikan anak dan bukan sebaliknya.2 Tentu hal ini tidak bias dibiarkan begitu saja. Harus ada standar mainan yang aman sehingga anak-anak dapat terbebas dari risiko semacam itu.

. Maraknya peredaran mainan anak, terutama mainan impor yang

mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan anak. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, setiap tahun Indonesia mengimpor mainan anak dengan nilai mencapai USD 75 juta. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pernah melakukan penelitian terhadap 21 sampel mainan lokal dan impor. Dari hasil penelitian tersebut ternyata hampir seluruh mainan mengandung unsur zat kimia. Mainan-mainan yang beredar yang mengandung zat berbahaya ini tentunya dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan anak.3

      

2

http//kemenperin.go.id/web/berita/detail/81/dinas/kebijakan-penerapan-sni-wajib-untuk-komoditi-mainan-anak (diakses pada tanggal 06 Desember 2015).


(47)

Anak-anak sebagai pelaku konsumen seharusnya berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap bahaya dari produk mainan impor tersebut. Dalam hal ini ada dua hak konsumen yang berhubungan dengan produk liability,

yakni sebagai berikut:

1. Hak untuk mendapatkan barang yang memiliki kuantitas dan kualitas yang baik serta aman. Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi untuk mendapatkan barang dengan kuantitas dan kualitas yang bermutu. Ketidaktahuan konsumen atas suatu produk barang yang dibelinya seringkali diberdayakan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikkan harga dan konsumen menjadi korban dari ketiadaan pilihan. Konsumen seriing dihadapkan kepada kondisi “jika setuju beli,jika tidak silahkan cari tempat yang lain” padahal ditempat lain pasar pun telah dikuasainya. Dalam situasi demikian, biasanya konsumen terpaksa mencari produk alternatif (bila masih ada), yang mungkin kualitasnya lebih buruk. 2. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian. Jika barang yang dibelinya itu

dirasakan cacat, rusak, atau telah membahayakan konsumen, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Namun, jenis ganti kerugian yang di klaimnya untuk barang yang cacat dan rusak, tentunya harus sesuai dengan ketentuan yang berlakuatau atas kesepakatan masing-masing pihak, artinya konsumen tidak dapat menuntut secara berlebihan dari barang yang dibelinya dan harga yang dibayarnya, kecuali barang yang dikonsumsinya itu menimbulkan gangguan pada tubuh atau mengakibatkan cacat pada tubuh


(48)

konsumen, maka tuntutan konsumen dapat melebihi dari harga barang yang dibelinya.4

Penerapan wajib terhadap standar mainan anak diberlakukan dibanyak negara untuk mengurangi timbulnya kecelakaan bagi anak-anak dalam menggunakan produk mainan. Negara yang telah memberlakukan penerapan wajib terhadap standar mainan anak sebagai persyaratan teknis untuk produk itu dapat diedarkan di Negara tersebut antar lain: China, Korea Selatan, Jepang, Jordania, Kenya, Nigeria, Qatar, Argentina, Brasil, Chili, Colombia, Meksiko, Belanda, Swiss dan Uni Eropa dan juga Indonesia yang mulai menerapkan SNI wajib mainan anak mulai tanggal 30 April 2014.

Standardisasi dapat digunakan sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan standar nasional dengan mutu yang makin meningkat dan dapat memenuhi ;persyaratan nasional, untuk menunjang tercapainya tujuan strategis, antara lain peningkatan ekspor barang dan/atau jasa, peningkatan daya saing barang dan/atau jasa, dan peningkatan efisiensi nasional dan menunjang program keterkaitan sektor ekonomi dengan berbagai sektor lainnya. Untuk itu sistem standardisasi nasional yang merpakan tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi,

      

Adrian Sutedi,Tanggungjawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Bogor:


(49)

selaras, dan terpadu serta berwawasan nasional dan internasional sangat diperlukan.5

Hal ini sebagai salah satu bentuk proteksi atau perlindungan kepada konsumen agar konsumen dapat menikmati produk mainan anak yang aman dan nyaman bagi kesehatan dan juga harus adanya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh instansi tertentu yang memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan pelaku konsumen dalam memakai produk mainan impor anak.. Dalam melakukan kebijakan ini, tentunya harus ada pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang terdapat dalam PP No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional dimana pembinaan dan pengawasannya yang dilakukan oleh Pimpinan Instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha dan masyarakat dalam menerapkan standar dimana pembinaan dan pengawasan tersebut meliputi konsultasi, pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan standarisasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang menjadi pertimbangan ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib terhadap produk impor mainan anak ?

2. Bagaimanakah penataan kewajiban SNI terhadap produk impor mainan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia ?

      

Jur Udin Silalahi, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Industri Dalam


(50)

3. Bagaimanakah pembinaan dan pengawasan terhadap produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI secara wajib.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu :

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan dalam rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan ditetapkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib terhadap produk impor mainan anak.

b. Untuk mengetahui penataan kewajiban SNI terhadap produk impor mainan anak berdasarkan perundang-undangan di Indonesia

c. Untuk mengetahui pembinaan dan pengawasan terhadap produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI secara wajib.

2. Manfaat penulisan

Apabila tujuan-tujuan sebagaimana dirumuskan diatas tercapai, maka diharapkan penulisan skripsi ini memenuhi dua manfaat sekaligus, yaitu:

a. Manfaat teoritis

Manfaat Teoritis dari penulisan skripsi ini adalah diharapkan mampu memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu


(51)

hukum pada umumnya dalam hal pembinaan dan pengawasan terhadap produk impor mainan anak melalui kebijakan SNI secara wajib

b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari hasil penulisan skripsi ini adalah diharapkan dapat memberikan masukan kepada konsumen dengan diterapkannya kebijakan SNI secara wajib terhadap produk mainan impor anak untuk lebih berhati-hati dalam membelikan atau memilih produk mainan impor untuk anak-anak. Sedangkan bagi pelaku usaha, manfaat penulisan ini dalah agar terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga terjadi persaingan usaha yang sehat, transparan, memacu kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian usaha, dan juga mengefisienkan industri dalam negeri, sehingga mempunyai daya saing yang kuat di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil pemeriksaan di perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara skripsi dengan judul “ Pembinaan dan Pengawasan Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian”, sebelumnya terdapat tulisan terdahulu yang mengangkat tema yang mirip mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI). Tulisan terdahulu berjudul “Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap Produk Impor Dalam Rangka Perjanjian Asian China Free Trade Area (ACFTA)” oleh Dwihardi Mahatma dengan NIM 090200461.


(52)

Tulisan yang pernah dibuat sebelumnya sebelumnya, terdapat perbedaan denagn tulisan yang dibuat oleh penulis. Perbedaannya adalah pada penulisan terdahulu membahas mengenai penerapan SNI terhadap produk impor dalam perjanjian ACFTA, sedangkan pada tulisan ini lebih spesifik membahas tentang pembinaan dan pengawasan produk impor mainan anak terhadap kebijakan penerapan SNI secara wajib

Dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini merupakan karya sendiri dan asli yang disusun melalui literatur buku dan internet dan media cetak sebagai hasil penulisan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Produk impor

Produk menurut Kotler dan Amstrong adalah: “A product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Stanton,” A product is asset of tangible and intangible attributes, including packaging, color, price quality and brand plus the services and reputation of the seller”. Artinya suatu produk adalah kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun yang tidak


(53)

nyata, termasuk didalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.6

Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun, dalam kaitan dengan masalah tanggungjawab Produsen

(product liability), produk bukan hanya berupa tangible goods, tetapi juga termasuk yang bersifat intangible, seperti listrik, produk alami (misalnya makana binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan ( misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara massal), atau perlengkapan tetap pada rumah (real estate) misalnya rumah).

Beberapa klasifikasi produk yang dikemukakan oleh Kotler menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama yaitu:

1) Barang

Merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bias dilihat, diraba disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.

2) Jasa

Jasa merupakan aktifitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Jasa adalah tindakan atau kegiatan

      

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/07/produk-definisi-klasifikasi-dimensi_30.html


(54)

yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidal mengakibatkan kepemilikan apapun. b. Berdasarkan aspek daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu :

1) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian

2) Barang tahan lama (durable goods) merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih).

c. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi.7

Pengertian impor menurut Pasal 1 angka 18 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang selanjutnya disebut dengan UU Perdagangan menyatakan:“Impor adalah kegiatan memasukkan Barang dari Daerah Pabean”.8 Impor juga dapat diartikan sebagai memasukkan barang dari suatu Negara ke wilayah Negara lain sehingga melibatkan dua Negara. Proses impor pada umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari Negara lain ke dalam negeri.9

Impor menurut Ahsjar adalah memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang

      

http//jurnal-sdmblogspot.com/2009/07/produk-definisi-klasifikasi (diakses pada tanggal 14 Desember 2015).

Undang-undang nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 1 angka 18


(55)

Kepabeanan Pasal 1 disebutkan impor adalah kegiatan memasukkan barang kedalam Daerah Pabean10

Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri kedalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11Impor merupakan memasukkan barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah ke dalam peredaran dalam masyarakat yang dibayar dengan mempergunakan valuta asing.12

Sehingga dengan demikian definisi produk impor dapat di definisikan sebagai produk yang masuk dari luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu Negara yang peraturanya berdasarkan kepada undang-undang dan peraturan lainnya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, agar konsumen membeli dan mempergunakannya dalam proses perdagangan. Proses impor pada umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari Negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di Negara pengirim ataupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional.

Kegiatan impor mempunyai dampak positif dan negatif terhadap perekonomian dan masyarakat, sehingga diperlukan usaha melindungi produsen dalam negeri, biasanya suatu Negara membatasi jumlah (kuota) impor. Selain untuk melindungi produsen dalam negeri, pembatasan impor juga mempunyai

      

10 

Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan Empiris

(Yogyakarta:Graha Ilmu,2000), hlm, 193.

11 

Marolop Tandjung, Aspek dan Prosedur Ekspor-Impor ( Jakarta: Salemba

Empat,2001), hlm,379.

12 


(56)

dampak yang lebih luas terhadap perekonomian suatu Negara. Dampak positif pembatasan impor tersebut secara umum sebagai berikut:

1. Menumbuhkan rasa cinta produksi dalam negeri. 2. Mengurangi keluarnya devisa keluar negeri.

3. Mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor. 4. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

2. Manfaat impor

Kegiatan impor membawa banyak manfaat bagi masyarakat. Berikut ini beberapa manfaat kegiatan impor:

a. Memperoleh barang dan jasa yang tidak bias dihasilkan. Setiapa Negara memiliki sumber daya alam dan kemampuan sembuer daya manusia yang berbeda-beda. Misalnya, keadaan alam Indonesia tidak bias menghasilkan gandum dan Inggris tidak bisa menghasilkan karet. Perdagangan antar Negara mampu mengtasi persoalan tersebut. Perdagangan antar Negara memungkinkan Indonesia untuk memperoleh gandum dan Inggris memperoleh karet. Perdagangan antar Negara akan bias mendatangkan barang-barang yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri.

b. Memperoleh teknologi modern. Proses produksi dapat dipermudah dengan adanya teknologi modern. Misalnya, penggunaan mesin las pada pabrik perakitan sepeda motor. Mesin ini mempermudah proses penyambungan kerangka motor. Contoh lainnya adalah mesin fotokopi laser. Mesin ini bisa menggandakan dokumen dengan lebih cepat dan jelas.


(57)

c. Memperoleh bahan baku. Setiap kegiatan usaha pasti membutuhkan bahan baku. Untuk memproduksi mobil dibutuhkan besi dan baja. Tidak semua bahan baku produksi tersebut dihasilkan di dalam negeri. Mungkin ada yang di produksi di dalam negeri tetapi harganya lebih mahal. Pengusaha tentu lebih menyukai bahan baku yang harganya lebih murah. Demi kelangsungan produksi, pengusaha harus menjaga pasokan bahan bakunya. Salah satu caranya dengan mengimpor bahan baku dari luar negeri.13

3. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan dan/atau karakteristik dari suatu produk yang dibuat secara konsensus dan ditetapkan oleh lembaga berwenang.14 Kata standar berasal dari bahasa Inggris “Standard” dapat merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”, istilah ”norme” dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis atau standar pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah standar tersebut, maka istilah “Standard”

diberi makna sebagai “norme” sedangkan “etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “measurement standard”.15 Dalam bahasa Indonesia kata

standar pada dasarnya merupakan sebuah dokumen yang berisikan persyaratan

      

13 

Ibid., hlm.195.

14 

http//kemendag.go.id pdf (diakses pada tanggal 08 Desember 2015).

15 

Buku Pengantar Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta,2009, hlm.1


(58)

tertentu yang disusun berdasarkan konsensus oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan disetujui oleh suatu lembaga yang telah diakui bersama.16

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional yang selanjutnya disebut PP Standardisasi Nasional, Pasal I angka 1 menyatakan:“ Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatuyang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya”

Dalam pasal 1 ayat 3 PP Standardisasi Nasional menyatakan:“Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dan berlaku secara nasional”.17 SNI adalah satu-satunya standar yang

berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disebut BSN18.

Pada prinsipnya standar dilakukan secara sukarela, khususnya dipergunakan oleh produsen sebagai acuan dalam pengendalian mutu internal atau untuk kepentingan promosi bahwa produk yang diproduksi memiliki kualitas baik dan terjamin. Penerapan dan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk

      

16 

Ibid., hlm 4.

17 

Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional

18 

http//Wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia (diakses pada tanggal 08 desember 2015).


(59)

memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap produk apabila dipandang bahwa produk menyangkut dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan (K3l).

Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi “WTO Code of good practice” dimana pengembangan SNI harus memenuhi sejumlah norma yakni:

a. Openes (Keterbukaan): terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI

b. Transparency ( Transparan) : transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya. Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;

c. Consensus and impartiality ( Konsensus dan tidak memihak): tidak memihak dan consensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;

d. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar Negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

f. Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.19

4. Pembinaan dan Pengawasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa Pembinaan berasal dari kata “bina” yang berarti pelihara, mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju dan lebih sempurna. Sedangkan kata pembinaan

      

19 

http//id.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia (diakses pada tanggal 14 Desember 2015).


(60)

berarti proses atau usaha dan kegiatan yang dilakukan secara berhasil guna memperoleh hasil yang lebih baik.20

Kata pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata training yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan menekankan manusia pada segi praktis, pengembangan sikap, kemampuan, dan kecakapan. Pembinaan juga merupakan suatu tindakan langsung dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, pengarahan, penggunaan serta pengendalian segala sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna.21

Dalam Kamus bahasa Indonesia istilah “pengawasan berasal dari kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang diawasi.22 Pengawasan merupakan proses kegiatan yang terus menerus dilaksanakan utnuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian diadakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaan nya sesuai dengan semestinya atau tidak. Selain itu, pengawasan juga merupakan suatu proses pengukuran dan pembandingan dari hasil pekerjaan yang nyata telah dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Dengan kata lain, hasil-hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai dimana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-sebabnya.

      

20 

http//:kbbi.web.id/ (diakses pada tanggal 02 Januari 2016).

21 

http//academia.edu/ (diakses pada tanggal 02 Januari 2016).

22 

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan (Jakarta: Ghalia Indonesia,


(61)

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui pekerjan yang telah dilaksanakan kemudian dikoreksi pelaksanaan pekerjaan tersebut agar sesuai dengan yang semestinya atau yang telah di tetapkan. Pengawasan juga dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.23

Jelas kiranya dari berbagai batasan pengawasan diatas bahwa tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utamatersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu akan datang.

F. Metode Penulisan

1. Jenis dan sifat penelitian

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.24 Sedangkan penelitian pada dasarnya merupakan “suatu upaya pencarian” dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang, ditangan. Penelitian merupakan

      

23

M. Manullang, Dasar-dasar Manajemen (Bandung:Cita Pustaka,2001), hlm .157.  

24 

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum ( Jakarta:Rajawali Pers,1996),


(62)

terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re

(kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara harfiah berarti “mencari kembali”.25

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.26 Penulisan skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menganalisa peraturan perundang-undangan di bidang produk impor mainan anak dan peraturan pelaksananya dimana penelitian ini menganalisa peraturan perundang-undangan di bidang Standar Nasional Indonesia. Sifat penelitian adalah deskriptif yang dilakukan adalah dengan menyajikan gambaran lengkap mengenai aturan-aturan Standar Nasional Indonesia.

2. Sumber Data

Penulisan skripsi ini, data yang di gunakan oleh penulis adalah bahan huku primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, dalam penulisan ini bahan-bahan primer tersebut adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Lembaga Penilaian Kesesuaian, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86 Tahun 2009

      

25 

Ibid., hlm.27.

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Universitas Indonesia :UI Press,


(63)

Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 52/M-IND/PER/10/2013 tantang Penunjukkan Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI Mainan Secara Wajib, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 18/M-IND/PER/4/2014 tantang Perubahan-Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 52/M-IND/PER/10/2013, Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor: 02/BIM/PER/1/2014 Tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan Pemberlakuan dan Pengawasan Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib.

b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahi hukum27. Dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi, buku hasil penelitian dan juga bahan-bahan dari internet yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang dapat memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.28 Dalam penulisan skripsi ini bahan hukum tersier yang digunakan adalah ensiklopedia untuk memberi penjelasan terhadap Standar Nasional Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

      

27 

Ibid., hlm.5.

28 


(64)

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini yaitu mengenai pembinaan dan pengawasan produk mainan impor anak melalui kebijakan SNI.

4. Analisis data

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini termasuk dalam penelitian analisis data kualitatif. Pengelolaan data kualitatif ini bersifat mendalam dan rinci, sehingga juga bersifat panjanglebar. Akibatnya analisis data kualitatif bersifat spesifik, terutama untuk meringkas data dan menyatukannya dalam suatu alur analisis yang mudah dipahami pihak lain.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi harus dipakai agar tercapai tujuan yang diinginkan. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan dimana pada bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keasilan penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisi pertimbangan penerapan SNI secara wajib terhadap produk impor mainan anak yang akan membahas tentang Pengaturan Standar Nasional Indonesia, jenis-jenis SNI , tujuan dan manfaat Penerapan SNI, Regulasi Impor mainan anak yang membahas tentang pengertian dan jenis impor mainan anak,


(65)

dan Pertimbangan penerapan SNI secara wajib terhadap produk Impor Mainan Anak yang membahas tentang perlindungan terhadap industrI dalam negeri, perlindungan terhadap konsumen mainan anak.

Bab III berisi tentang penataan kewajiban SNI terhadap produk impor mainan anak di Indonesia yang akan membahas lingkup pemberlakuan SNI Mainan secara wajib, tata cara memperoleh sertifikat produk pengguna tanda SNI, Metode pengambilan contoh dan Pengujian

Bab IV berisi tentang pembinaan dan pengawasan produk impor mainan anak melalui kebijakan standar nasional Indonesia. Pada bab ini akan membahas tentang pembinaan dalam rangka penerapan SNI mainan secara wajib, pengawasan penerapan SNI mainan secara wajib, tindak lanjut hasil pengawasan.

Bab V merupakan kesimpulan dari seluruh rangkaian uraian dalam skripsi ini yang akan menguraikan kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan yang dikemukakan dan saran jawaban dari permasalahan yang terdapat dalam penulisan skripsi.

               


(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Shalawat serta salam tak lupa Penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari alam kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Skripsi ini di tulis untuk memenuhi syarat memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi ini berjudul “ Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib

Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun, Penulis masih menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini. Oleh karenanya Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya untuk membangun guna menuju kearah perbaikan dan penyempurnaan saat ini dan dimasa yang akan datang.

Melalui kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam


(2)

penyelesaian skripsi ini. Untuk semua ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada;

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum. selaku Wakil Dekan I, Syafruddin Hasibuan, SH. M. Hum. DFM selaku Wakil Dekan II dan Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum selaku Pembantu Dekan III.

2. Ibu Windha,S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi, penyempurnaan serta tambahan wawasan yang sangat berguna kepada Penulis untuk memperkaya isi dan bahasa skripsi ini.

3. Bapak Boy Laksamana, S.H., M.Hum selaku Dosen Wali Penulis.

4. Kepada Seluruh Dosen, Staf Administrasi dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada kedua orang tua saya, Seger Santoso,Spd. seorang lelaki yang selalu memberikan bimbingan dan semangat untuk anaknya dalam menyelesaikan skripsi ini, berusaha memberikan yang terbaik, dan selalu mendukung apapun yang dilakukan penulis. Kepada mama saya Jariah Spd. yang tak pernah bosan utnuk berdoa yang terbaik untuk anaknya, yang selalu memberikan semangat dan selalu mengingatkan saya untuk terus berjuang dan gigih dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya Skirpsi ini yang bisa Indah persembahkan untuk Bapak dan Mama.

6. Kepada Kakak Penulis Vivi Dewi Fransiska, Am.k dan Lyly Dewi Elvika,S.H yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk adiknya agar terus


(3)

berusaha dan berdoa untuk kelancaran skripsi ini. Kakak yang selalu menjadi tempat keluh kesah dalam memperjuangkan skripsi ini. Yang selalu mengingatkan untuk tetap sabar dan terus semangat menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada yang tersayang Aulia Rizki, S.H yang tidak pernah bosan untuk selalu

memantau dan memberikan semangat kepada penulis. Memberikan perhatiannya dan kasih sayangnya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis, Runi, Lena, Santi, Pram, Mustika, Habibi, Suhaila, Fira, Aulia, Sherly, Lia, Kiki, Asra, Ayu dan sahabat- sahabat lainnya yang tidak bisa saya sebutkan semuanya di sini

9. Kepada Adik-adik pengurus BTM Alladinsyah S.H. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara semoga selalu berjalan baik di jalan Allah.

10.Kepada Teman-teman Grup F stambuk 2012 dan Teman stambuk 2012 lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya.

11.Dan untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Besar Harapan Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Perkembangan Ilmu Hukum, Khususnya Hukum Perdata, baik bagi Penulis sendiri maupun bagi pembaca semua.

Medan, Februari 2016 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTARAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakan ... 9

F. Metode Penulisan ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PERTIMBANGAN PENERAPAN SNI SECARA WAJIB TERHADAP PRODUK IMPOR MAINAN ANAK ... 23

A. Pengaturan Standar Nasional Indonesia ... 23

B. Regulasi Impor Produk Mainan Anak ... 34

C. Pertimbangan Penerapan SNI Secara Wajib terhadap Produk Impor Mainan Anak ... 37

BAB III PENATAAN KEWAJIBAN SNI TERHADAP PRODUK IMPOR MAINAN ANAK DI INDONESIA ... 60

A. Lingkup Pemberlakuan SNI Mainan Secara Wajib ... 60

B. Tata Cara memperoleh Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI ... 67


(5)

C. Metode Pengambilan Contoh dan Pengujian ... 68

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK IMPOR MAINAN ANAK MELALUI KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA ... 73

A. Pembinaan Dalam rangka Penerapan SNI Mainan Secara Wajib ... 73

B. Pengawasan penerapan SNI Mainan secara Wajib ... 76

C. Tindak Lanjut hasil Pengawasan ... 81

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA… ... 90

LAMPIRAN... 94  


(6)

ABSTRAK

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PRODUK IMPOR MAINAN ANAK MELALUI KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) SECARA WAJIB DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

*) Indah Dewi Elvika **) Bismar Nasution ***) Mahmul Siregar

Banyaknya produk impor mainan anak yang mnguasai pasar yang keamanannya belum memenuhi standar yang tidak terjamin mutu dan keselamatannya tentunya membuat pelaku konsumen khawatir akan bahaya yang mengancam mereka. Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu alat ukur atau standar untuk menentukan suatu kelayakan produk agar lebih menjamin keamanan dan keselamatan bagi pelaku konsumen, apalagi produk mainan anak yang berbahan baku plastik kebanyakan impor yang tentu saja bisa mengandung bahan berbahaya seperti logam berat, atau hasil daur ulang.

Metode penulisan yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, peraturan perundang-undangan, jurnal dan internet yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian analisis data kualitatif.

Proses Sertifikasi SNI ini, tentunya harus sejalan dengan adanya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh institusi terkait dengan produk yang diberikan sertifikasi SNI. Dalam hal ini kewenangan tersebut di berikan kepada Direktorat Jenderal Pembina Industri dan Manufaktur dimana pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan secara wajib melalui sosialisasi atas pemberlakuan SNI wajib dan/atau terdapat perubahan, verifikasi dan Evaluasi faktor-faktor terkait penerapan SPPT-SNI, dan pembinaan teknis dan konsultasi dalam penerapan SNI. Pembinaan dan Pengawasan ini memiliki tujuan untuk melakukan pemantauan terhadap segala proses mengenai tata cara memperoleh Sertifikat SNI dan juga tindak lanjut dari hasil pengawasan.

Kata Kunci : Mainan Anak, Standar Nasional Indonesia (SNI)

*) Mahasiswa Fakultas Hukum ** ) Dosen Pembimbing I ***)Dosen Pembimbing II


Dokumen yang terkait

Pembinaan Dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (Sni) Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 6 73

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 7

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 1

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 22

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 1

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 4

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Produk Impor Mainan Anak Melalui Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

0 0 8

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 8

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 1

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 25