Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

BAB II
PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA

Standar sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kata
standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat merupakan terjemahan dari
bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme” dapat didefinisikan
sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis
atau standar pengukuran. Standar merupakan salah satu fokus ilmu yang dipelajari
dan dikembangkan oleh para ahli dalam memilih, menguji, atau mensertifikasi
sebuah produk. 35
Peningkatan kesejahteraan rakyat yang berlandaskan pengembangan usaha
berkeunggulan kompetitif, termasuk usaha kecil, menengah dan koperasi, perlu
diarahkan untuk kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan efisiensi,
produktivitas masyarakat, dan daya saing dalam menghasilkan barang dan/atau
jasa yang makin bernilai tambah tinggi. Salah satu alat pendorong untuk
menciptakan keunggulan kompetitif adalah peningkatan mutu dan efisiensi
perindustrian nasional dengan memfokuskan pada kegiatan standardisasi. Oleh
karena itu, kegiatan standardisasi di Indonesia perlu disempurnakan dan
disosialisasikan agar yang berkepentingan dengan standardisasi (stakeholders)
dan masyarakat lebih menyadari arti penting standardisasi.


35

Febi Amanda, Skripsi, “Analisis Formulasi Kebijakan Pemberlakuan Helm SNI
(Standar Nasional Indonesia) Secara Wajib Bagi Pengendara Motor”, (Depok, Departemen Ilmu
Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012), hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara

Standar membantu untuk menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan jasa
yang membuat industri lebih efisien dan meningkatkan daya saingnya untuk
perdagangan Internasional. 36 Penerapan standar di Indonesia adalah kegiatan
penggunaan SNI oleh pelaku usaha. Kegiatan penggunaan SNI sangat erat
kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi dan
metrologi. SNI pada dasarnya merupakan standar sukarela, yaitu penerapannya
bersifat sukarela. SNI yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan,
keamanan, kesehatan, kelestarian, fungsi lingkungan hidup atau atas dasar
pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis, inilah
yang disebut SNI wajib.

A. Latar Belakang Berlakunya Standar Nasional Indonesia

Indonesia merupakan salah satu pendiri World Trade Organization (yang
selanjutnya disebut WTO) dan telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO
melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Establishing
The

World

Trade

Organization

(Persetujuan

Pembentukan

Organisasi

Perdagangan Dunia) 37 Persetujuan pembentukan WTO merupakan salah satu hasil
dari perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Sebagaimana telah
diketahui bahwa perundingan ini mempunyai prinsip a single undertaking, dengan

demikian maka Indonesia sebagai salah satu anggota WTO harus menerima dan

36

Sejarah Kegiatan Standardisasi di Indonesia,http://www.akari-corp.com/artikel/sejarahkegiatan-standardisasi-di-indonesia/, diakses pada tanggal l0 November 2016.
37
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral dan Departemen Luar Negeri,
“Sekilas World Trade Organization (WTO)” (Jakarta : 2002), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan semua isi persetujuan yang telah dihasilkan dalam Putaran
Uruguay.
World Trade Organization merupakan satu-satunya badan internasional
yang secara khusus mengatur perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui persetujuan yang berisikan aturan-aturan dasar
perdagangan internasional yang dihasilkan oleh para negara anggota 38 melalui
proses negosiasi. Persetujuan tersebut merupakan perjanjian antar negara anggota
yang mengikat pemerintah negara anggota untuk mematuhinya dalam
melaksanakan kebijakan perdagangan mereka. 39

Akibat hukum dari ratifikasi perjanjian Multilateral tersebut berarti
pengaturan Standardisasi di Indonesia harus sesuai dengan persetujuan tentang
hambatan teknis dalam bidang perdagangan (Agreement on Technical Barriers to
Trade selanjutnya disebut TBT). 40
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh
Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 41 Ketentuan mengenai
standar barang dan/atau jasa di Indonesia diatur dengan UU Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, yang sebelumnya diatur dengan PP Standardisasi Nasional,

38

Penyebutan istilah Negara anggota atau negara anggota WTO digunakan untuk
mempermudah pemahaman mengenai anggota WTO. Anggota WTO sebenarnya tidak sebatas
pada negara karena didalamnya juga terdapat separate customs territory seperti Hongkong, China;
Macau, China; dan Chinese Taipe. Dengan menggunakan istilah negara anggota atau negara
anggota WTO, dianggap anggota-anggota WTO tersebut telah tercakup didalamnya dan penulis
tidak mengesampingkan keberadaan mereka.
39
Departemen Luar Negeri, “Sekilas WTO (World Trade Organization)” ed. 4 (Jakarta:
Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hlm. 1.

40
Badan Standardisasi Nasional, “Pedoman Standardisasi Nasional, Pengembangan
Standar Nasional Indonesia”, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2007), hlm. 7.
41
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 1angka 3.

Universitas Sumatera Utara

juga diatur dengan beberapa undang-undang yang telah berlaku sebelum PP
tersebut berlaku. Adapun undang-undang tersebut antara lain :
1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang terdapat
dalam : Pasal 19 ; Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
hasil barang industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta
untuk mencapai daya guna produksi.

2.


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdapat dalam :
a. Pasal 21 ayat (1) : Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak
memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan.
b. Pasal 21 ayat (3) : Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik
dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pasal 40 ayat (2) : Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau
persyaratan yang ditentukan.
d. Pasal 44 ayat (2) : Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan
yang ditentukan.

3.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, terdapat dalam :
a. Pasal 24 ayat (1) : Pemerintah menetapkan standar dan mutu pangan.


Universitas Sumatera Utara

b. Pasal 24 ayat (2) : Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan,
Pemerintah dapat memberlakukan dan mewajibkan pemenuhan standar
mutu pangan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
terdapat dalam :
a. Pasal 7 huruf d : Kewajiban Pelaku Usaha adalah menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
b. Pasal 8 ayat (1) huruf a : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder,


maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu : 42
1.

Openness (keterbukaan) : Terbuka bagi agar semua stakeholder yang
berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;

2.

Transparency (transparansi) : Transparan agar semua stakeholder yang
berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap
pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya. Dan dapat
dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan
pengembangan SNI;
42

Apa Itu SNI, http://www.bsn.go.id/sni/about_sni.php, diakses pada tanggal 6
November 2016.

Universitas Sumatera Utara


3.

Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak) : Tidak memihak
dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya
dan diperlakukan secara adil;

4.

Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi
perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5.

Coherence : Koheren dengan pengembangan standar Internasional agar
perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar
global dan memperlancar perdagangan Internasional;

6.


Development

dimension

(berdimensi

pembangunan)

:

Berdimensi

pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan
nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Dalam standardisasi terdapat beberapa Prinsip yaitu : 43
1.

Standardisasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar dengan
tujuan penyederhanaan oleh suatu masyarakat tertentu. Hal ini akan
mencegah


timbulnya

keanekaragaman

produk

yang

tidak

perlu.

Keanekaragaman berlebih ini tidak menghasilkan suatu manfaat baru atau
jasa tertentu yang lebih bermutu.
2.

Standardisasi adalah suatu sosial, politis, dan ekonomi dan sejogjanya
digalakkan oleh berbagai pemangku kepentingan secara konsensus.

43

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

3.

Standar hanya bermanfaat bila digunakan dan diterapkan dengan benar. Ada
kemungkinan bahwa penerapannya merupakan suatu “kerugian” bagi pihak
tertentu tetapi memberikan keuntungan bagi masyarakat secara menyeluruh.

4.

Standar merupakan kompromi antara berbagai alternatif yang ada, dan
mencakup ketetapan terbaik serta penerapan yang bijaksana selama kurun
waktu tertentu.

5.

Standar perlu ditinjau ulang dalam periode tertentu dan direvisi atau bila perlu
dinyatakan tidak berlaku lagi agar standar yang berlaku selalu sesuai dengan
perkembangan di masyarakat.

6.

Bila karakteristik produk di spesifikasi, maka harus didesain pula metode
pengujiannya. Bila diperlukan metode pengambilan contoh (sampling), maka
jumlah contoh dan frekuensi pengambilan harus dicantumkan dengan jelas.

7.

Bila suatu standar harus ditetapkan secara wajib, maka hal ini harus didukung
oleh regulasi teknis pihak berwajib dan memenuhi peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam menetapkan penerapan secara wajib perlu
dipertimbangkan jenis standar, tingkat perkembangan industri dan sarana
pendukung lainnya seperti LPK, lembaga penguji dan lembaga kalibrasi.

B. Tujuan dan Manfaat Penerapan Standar Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia adalah satu-satunya standar yang berlaku
secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan
oleh BSN. Definisi standar dan standardisasi terdapat dalam UU Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 1
disebutkan bahwa Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan,
menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar
yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku
kepentingan. 44 Serta dijelaskan juga dalam Pasal 1 poin 3 UU tersebut Standar
adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/keputusan
internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat, keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya. 45
Standar mengalami perkembangan di semua negara dari jumlahnya
maupun kualitasnya, jumlah pihak yang ikut berperan, serta kegiatan yang
semakin beragam yang memerlukan pengaturan dalam bentuk standar. Standar
dirumuskan untuk berbagai kegiatan misalnya manufacturing, pertanian,
perdagangan,

pemerintah,

perkotaan,

kantor

administrasi,

konsultan,

pertambangan, dan sebagainya.
Tujuan Standardisasi secara umum menurut buku “The aims and
principles of Standarization” yang diterbitkan oleh ISO 46 maka tujuan
Standardisasi dapat dijabarkan sebagai berikut : 47

44

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 1, bagian Ketentuan Umum
45
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 3, bagian Ketentuan Umum.
46
Tahun 1946 Komite Koordinasi PBB mendirikan International Organization for
Standardization (ISO) di Genewa, Swiss, dan berkantor pusat di kota tersebut. ISO adalah
organisasi non-treaty internasional yang mengembangkan, mengkoordinir dan menetapkan standar
voluntary untuk mendukung perdagangan global, meningkatkan mutu, melindungi kesehatan dan
keselamatan/keamanan konsumen dan masyarakat luas, melestarikan lingkungan serta
mendesiminasi informasi dan memberikan bantuan teknis di bidang standardisasi.
47
Bambang Purwanggono, dkk., “Pengantar Standardisasi Edisi Pertama” (Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional, 2009), hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara

1.

Kesesuaian untuk Penggunaan Tertentu (fitness for purpose)
Kemampuan proses, produk atau jasa untuk memenuhi kegunaan yang
ditetapkan

dalam

kondisi

spesifik

tertentu.

Standar

dapat

pula

mempersyaratkan kondisi penggunaan proses, produk atau jasa, untuk
mencegah terjadinya kegagalan proses produk atau jasa akibat pemakaian
yang tidak tepat oleh pengguna atau akibat tidak terpenuhinya persyaratan
mutu proses, produk atau jasa.
2.

Mampu Tukar (interchangeability)
Kesesuaian bahwa suatu produk atau jasa dapat digunakan untuk mengganti
dan memenuhi persyaratan relevan yang disebut mampu tukar. Melalui
penetapan standar proses, produk atau jasa dapat saling dipertukarkan.
Contoh : masalah isi ulang, kecap merk lain bisa dimasukkan pada botol
kecap merk lain.

3.

Pengendalian keanekaragaman (variety reduction)
Salah satu tujuan pengendalian keanekaragaman adalah untuk menentukan
jumlah ukuran optimum, grade, komposisi, rating, dan cara kerja untuk
memenuhi kebuuhan tertentu. Jumlah ragam yang berlebihan akan
menyulitkan konsumen dalam memilih produk yang sesuai dengan
keinginannya serta dari segi produsen akan meningkatkan biaya produksi.

4.

Komunikasi dan Pemahaman yang lebih baik
Salah satu fungsi penting dari standar adalah untuk memperlancar
komunikasi

antara

produsen

dan

pemakai/konsumen

dengan

menspesifikasikan subjek yang ada dan memberikan kepercayaan bahwa

Universitas Sumatera Utara

produk yang dipesan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam standar.
Dalam standar nasional/internasional telah ditetapkan berbagai lambang dan
dengan demikian kesimpangsiuran akibat perbedaan bahasa dapat ditiadakan,
setidaknya dikurangi.
5.

Menjaga Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan
Standardisasi produk untuk menjamin keamanan, keselamatan, dan kesehatan
bagi pemakainya. Contoh : sabuk pengaman, helm, sarung tangan; penetapan
batas keamanan penggunaan bahan zat warna atau bahan pengawet dalam
pangan, penetapan persyaratan isolasi listrik pada peralatan listrik rumah
tangga, desain seterika listrik harus sedemikian rupa sehingga pengguna
bebas dari kejutan listrik dan sebagainya.

6.

Pelestarian Lingkungan
Pelestarian lingkungan kini merupakan tujuan penting Standardisasi; dengan
fokus pada perlindungan alam dari kerusakan yang mungkin timbul. Contoh :
Pencemaran akibat produksi oleh industri, penggunaan material yang sulit
mengalami pelapukan (misalnya plastik), pengaturan mengenai gas emisi
kendaraan bermotor dan sebagainya. Pelestarian lingkungan hidup umumnya
ditetapkan dalam aturan, regulasi dan peraturan atau persyaratan tertentu.

7.

Menjamin Kepentingan Konsumen dan Masyarakat
Konsumen kini sangat krisis terhadap masalah keawetan, kehandalan,
konsumsi energi, ketahanan terhadap bahaya kebakaran dan lain sebagainya.
Hal-hal seperti ini dipersyaratkan dalam suatu standar dan informasi

Universitas Sumatera Utara

mengenai hal ini dapat dicantumkan pada label dan merupakan hasil
pengujian suatu laboraturium yang telah diakreditasi.
8.

Mengurangi Hambatan Perdagangan
Dalam masa globalisasi ini masyarakat internasional berusaha keras untuk
mengurangi hambatan perdagangan yang dilakukan oleh negara tertentu
untuk membatasi akses pasar terhadap masuknya produk negara lain misalnya
dengan menetapkan bea masuk atau menetapkan standar secara sepihak.
Standar mencegah adanya hambatan perdagangan non-tarif melalui
harmonisasi persyaratan (standar yang sama setidaknya setara dan membatasi
standar yang berbeda) sedemikian, sehingga memungkinkan terjadi kompetisi
sehat. Pembeli atau konsumen yakin bahwa level mutu suatu produk, proses
atau jasa yang telah diproduksi atau tersedia sesuai dengan standar yang
diakui.
Kebijakan SNI dikeluarkan dengan tujuan agar SNI bisa memberikan

manfaat kepada masyarakat baik sebagai konsumen maupun produsen. Sebagai
konsumen, SNI diharapkan mampu melindungi mereka menyangkut keamanan,
kesehatan, keselamatan serta lingkungan hidup bagi masyarakat. Sementara
bagi perusahaan/dunia usaha, keberadaan SNI bisa meningkatkan daya saing
mereka baik di pasar lokal maupun global. 48 Sesuai dengan yang tertuang dalam

48

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan , “Laporan Akhir Kajian Peranan SNI Untuk Penguatan Pasar Dalam
Negeri dan Daya Saing Produk Ekspor” (Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,
2015), hlm. 19.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 3 UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian disebutkan bahwa
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan : 49
1.

Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional,
persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian
usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi.

2.

Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja,
dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan,
kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.

3.

Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan
Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri. Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk
perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
lingkungan hidup.
Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan, jasa dan produk yang tidak

memenuhi ketentuan SNI diperbolehkan dan tidak dilarang. Meskipun begitu,
produk dalam negeri harus mampu bersaing secara sehat di dunia Internasional
maka sangatlah diperlukan penerapan SNI tersebut. Apabila SNI diterapkan oleh
semua bentuk kegiatan dan produk maka sangatlah mendukung percepatan
kemajuan di negeri ini. Seperti halnya di negara-negara Eropa yang produkproduknya memenuhi standar nasional bahkan Internasional. Dengan adanya
standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu
produk dan/atau jasa di dalam perdagangan.
49

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara

Standardisasi adalah alat untuk rasionalisasi, adaptasi kelangsungan
produksi yang hemat energi, distribusi dan penggunaan barang, sistem, proses dan
jasa. Standardisasi adalah suatu penghubung dalam rantai perkembangan, dan alat
untuk memfasilitasi kerja sama teknis dan transfer teknologi. Standardisasi dapat
terjadi di berbagai kegiatan dan dapat mempengaruhi semua jenis susunan
obyeknya. Standardisasi dapat dilaksanakan di berbagai level perusahaan (kecil,
menengah, multinasional) atau berbagai instansi, dalam lingkup nasional, dan
internasional (standardisasi regional dan global). 50
Penerapan SNI sangat bermanfaat bagi semua pihak, termasuk dalam hal
ini produsen, konsumen dan lingkungan hidup. Beberapa keuntungan dan manfaat
penerapan SNI sebagai berikut: 51
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

Adanya kepuasan pelanggan karena selalu mendapatkan produk dengan mutu
konsisten;
Efisiensi biaya operasional dan peningkatan kesinambungan produk;
Kenyamanan karyawan karena adanya standar yang menjadi target produksi;
Memperkuat daya saing nasional, meningkatkan transparansi dan efisiensi
pasar;
Upaya perlindungan terhadap produsen nasional dari persaingan usaha tidak
sehat (kalau produknya standart meminimalkan adanya perang harga);
Persyaratan pematuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan
suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh
tertentu pada suatu organisasi dan para pelanggan;
Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko dengan konsistensi
secara terus menerus;
Bermanfaat dari sisi ekonomi (quality not quantity), kesehatan (quality
control) dan keselamatan (safety procedure), maupun lingkungan hidup
(syarat kandungan tertentu).

50

Robertus Maylando Siahaya, Skripsi, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen
Terhadap Helm Yang Tidak Sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)” (Depok, Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012), hlm. 57
51
Bambang Purwanggono, dkk,. Op. Cit., hlm. 17.

Universitas Sumatera Utara

C. Pengaturan Standar Nasional Indonesia Menurut Peraturan PerundangUndangan
Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini, yaitu PP
Standardisasi Nasional belum memadai untuk mengatur Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian. Peraturan tersebut belum selaras sebagai landasan hukum
bagi penyelenggaraan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang telah
berkembang dengan pesat. Oleh karena itu, kegiatan Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian perlu diatur dalam suatu undang-undang, yang dapat mewujudkan
koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kegiatan, sehingga pelaksanaan kegiatan
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian di Indonesia dapat dilakukan secara
efektif, efisien, terpadu, serta terorganisasi dengan baik dan pada akhirnya dapat
meningkatkan efektivitas, efisiensi, daya saing, dan perekonomian nasional. 52
Pengaturan dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini
bertujuan melindungi kepentingan nasional dan meningkatkan daya saing nasional
dengan berdasarkan asas mafaat, konsensus dan tidak memihak, transparansi dan
keterbukaan, efektif, dan relevan, koheren, dimensi pembangunan nasional, serta
kompeten dan tertelusur. 53
1.

Perumusan Standar Nasional Indonesia dan Penetapan Standar Nasional
Indonesia Secara Wajib

52

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Bagian Umum paragraf 4, Penjelasan.
53
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Bagian Umum paragraf 5, Penjelasan.

Universitas Sumatera Utara

a. Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Secara
Wajib 54
Penyusunan peraturan teknis yang berkaitan dengan pemberlakuan SNI
secara wajib dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan penerapan standar
serta pemberlakuan regulasi teknis berbasis standar di tingkat nasional, regional,
dan internasional membutuhkan pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan.
Oleh karena itu BSN menerbitkan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional
Nomor 301 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberlakuan SNI secara Wajib.
Standar Nasional Indonesia dapat diimplementasikan dengan baik apabila
proses perumusan dan penetapannya dilakukan secara konsensus oleh pemangku
kepentingan seperti produsen, konsumen, pemerintah, pakar, dan pihak lain
sehingga pemberlakuan SNI secara wajib diharapkan lebih mudah dimengerti oleh
pemangku kepentingan. Selain pemberlakuan SNI secara wajib, intervensi pasar
dapat dilakukan melalui penerapan regulasi teknis berbasis SNI oleh instansi
teknis. Penetapan regulasi teknis sebaiknya memperhatikan faktor-faktor seperti
kesiapan pelaku usaha, kesiapan lembaga penilai kesesuaian, validitas SNI,
pengawasan, dan perjanjian internasional atau regional.
b. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/MIND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri 55
Dalam rangka mewujudkan persaingan usaha yang sehat, perlindungan
konsumen dan meningkatkan mutu dan daya saing industri dalam negeri telah
54

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia., Op. Cit., hlm. 13
55
Ibid., hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara

disusun Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/MIND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang industri.
Peraturan ini mengatur ketentuan mengenai perumusan SNI, penerapan SNI,
pemberlakuan SNI secara wajib, penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian
(selanjutnya disebut LPK), pemmbinaan SNI, dan pengawasan SNI bagi barang
dan atau jasa di bidang industri.
Perumusan SNI, kaji ulang SNI dan revisi SNI di bidang industri
dilakukan oleh panitia teknis atau sub panitia teknis yang diusulkan oleh BPPI
dengan mempertimbangkan masukan Direktorat Jenderal Pembina Industri
kepada BSN. Pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu pada pedoman yang
ditetapkan oleh BSN dan perjanjian yang telah diratifikasi oleh pemerintah dan
menghasilkan rancangan SNI disampaikan kepada BSN untuk ditetapkan menjadi
SNI. Penerapan SNI dilakukan SNI dilakukan secara sukarela dan wajib. Untuk
produsen yang telah memiliki SPPT SNI dan menerapkan SNI sukarela dapat
memproduksi dan memperdagangkan produk dengan tanda SNI sedangkan yang
tidak mengacu persyaratan SNI tidak boleh mencantumkan tanda SNI dan jika
melanggar dapat dikenakan sanksi administarsi..
c. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN01:2007) Tentang Pengembangan
SNI56
Pedoman ini dirumuskan bertujuan untuk menciptakan mekanisme yang
seragam dalam mengembangkan SNI, keteraturan dengan praktek dunia
internasional, dan acuan pelaksanaan pengembangan SNI. Ruang lingkup

56

Ibid., hlm. 15

Universitas Sumatera Utara

pedoman ini meliputi program nasional perumusan SNI (selanjutnya disebut
PNPS), pelaksanaan perumusan, penetapan, publikasi, dan pemeliharaan SNI.
PNPS adalah rencana kegiatan untuk merumuskan SNI dalam periode tertentu
yang dipublikasikan agar dapat diketahui semua pihak yang berkepentingan. UU
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyebutkan PNPS adalah usulan
rancangan SNI dari Pemangku Kepentingan yang akan dirumuskan secara
terencana, terpadu, dan sistematis. Perkiraan waktu yang digunakan acuan dalam
PNPS minimal 19 bulan tanpa mengurangi mutu dari standar yang dirumuskan.
Prinsip dasar dalam proses perumusan SNI adalah transparansi, konsensus,
efektif dan relevan, koheren, dan dimensi pengembangan. Selain itu perumusan
tidak berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan dan sedapat mungkin
harmonis dengan standar internasional (jika tidak mengacu harus dilakukan
validasi). Tahapan perumusan SNI dimulai dengan penyusunan konsep
dilanjutkan dengan rapat teknis, rapat konsensus, jajak pendapat kemudian
perbaikan akhir disusul dengan pemungutan suara dan penetapan. Untuk publikasi
SNI harus dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah penetapan.
Sementara pemeliharan SNI dilakukan melalui kaji ulang sekurang-kurangnya
satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan. Dalam merumuskan SNI harus
melakukan tahapan penerapan berdasarkan falsafah sebagai berikut : 57
a. Mengambil pendekatan pragmatis yaitu bila ada standar yang cocok
meskipun berasal dari standar negara lain atau standar internasional, maka

57

“Penerpan SNI”, http://ppmb.depdag.go.id/contents/page/impor, diakses pada tanggal
10 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

standar tersebut dapat diadopsi menjadi SNI, diadaptasi atau diambil
sebagian sebagai acuan;
b. Mengusahakan agar SNI yang dirumuskan selaras dengan standar regional
atau internasional;
c. Sejauh mungkin mengambil manfaat dari pengalaman negara lain yang
mempunyai tingkat pembangunan dan kondisi sosio ekonomi yang sama;
d. Memenuhi persyaratan notifikasi yang telah disepakati Indonesia di dunia
internasional.
2.

Penerapan Standar Nasional Indonesia
Penerapan standar adalah kegiatan mmenggunakan standar sebagai acuan

(spesifikasi teknis, aturan, pedoman) untuk satu kegiatan atau hasilnya, yang pada
dasarnya bersifat voluntary. 58 Pengertian penerapan SNI tidak disebutkan secara
eksplisit di dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, tetapi hanya
disebutkan secara umum dalam Pasal 20 UU tersebut, yaitu penerapan SNI
dilakukan dengan cara menerapkan persyaratan SNI terhadap Barang, Jasa,
Sistem, Proses, atau Personal. 59 Penerapan yang dimaksud, dilaksanakan secara
sukarela atau diberlakukan secara wajib. 60 Dan dibuktikan melalui pemilikan
sertifikat dan/atau pembubuhan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian. 61
Standar yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan dan
kesehatan konsumen, atau kelestarian lingkungan hidup diberlakukan secara
58

Bambang Purwanggono, dkk,. Op. Cit., hlm. 40.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (1), Bagian Keempat.
60
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (2), Bagian Keempat.
61
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (3), Bagian Keempat.
59

Universitas Sumatera Utara

wajib. Suatu standar dikatakan berkualitas apabila SNI tersebut dibutuhkan oleh
pasar dan didukung persyaratan teknis yang sesuai dengan keinginan konsumen
dan kemampuan produsen dan disetujui oleh semua pemangku kepentingan.
Tata cara pemberlakuan SNI yang diberlakukan wajib, diatur lebih lanjut
dengan keputusan pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya.
Terhadap barang yang telah ditetapkan sebagai wajib SNI pembubuhan tanda SNI
pada barang wajib dilakukan, namun demikian dalam hal karakter atas barang
tidak memungkinkan untuk dibubuhi tanda SNI maka dapat dilakukan dalam
media lain yaitu pada kemasan atau dokumen dari barang tersebut.
Kebijakan Penerapan SNI antara lain mencakup : 62
a. Untuk standar voluntari
1) Kesiapan pelaku usaha atau industri dalam negeri;
2) Pengawasan dilakukan oleh LPK (Lembaga Penilai Kesesuaian);
3) Penerapan SNI dilakukan dengan menggunakan tanda SNI; dan
4) Pembinaan dilakukan oleh instansi teknis.
b. Untuk standar yang diberlakukan secara wajib
1) Penerapan wajib adalah bila SNI diacu dalam regulasi teknis;
2) Penerapan SNI dilakukan dengan menggunakan tanda SNI;
3) Diperlukan mempersiapkan regulasi teknis agar dapat diterapkan
dengan efektif melalui koordinasi yang baik antara BSN, Regulator,
KAN, LPK, otoritas pengawasan dan industri;
4) Pengawasan dilakukan oleh LPK dan Otoritas Pengawasan (bagian
dari instansi teknis);
5) Pelaksanaan penerapan SNI yang diberlakukan wajib harus mengacu
pada prinsip TBT WTO yaitu transparan, non diskriminatif,
mendorong saling pengakuan sah dan harus jelas serta dimengerti
benar oleh semua pihak terkait;

62

Bambang Purwanggono, dkk,. Op, Cit., hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

6) Standar yang diacu harus harmonis dengan standar internasional,
kecuali bila terdapat alasan iklim, geografis dan teknologi yang
mendasar;
7) Infrastruktur teknis harus menjamin kelancaran pelaksanaan
penerapan;
8) Pembinaan dilakukan oleh instansi teknis/pihak berwenang.
Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis
oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan
dan peredaran produk (regulator). Prosedur perjanjian SNI terhadap barang
dan/atau jasa produksi dalam negeri maupun impor adalah sebagai berikut :
a. Penerapan SNI terhadap barang dan/atau jasa produksi dalam negeri
1) Pengawasan pra pasar terhadap barang produksi dalam negeri yang
diperdagangkan, dikecualikan terhadap pangan olahan, obat,
kosmetik, dan alat kesehatan, dilakukan melalui Nomor Registrasi
Produk (NRP) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri c.q. Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu
Barang. 63
2) Salah satu syarat untuk memperoleh NRP adalah adanya sertifikasi
Kesesuaian (SPPT SNI) yang dikeluarkan oleh Lembaga Penilaian
Kesesuaian dalam hal ini Lembaga Sertifikasi Produk (selanjutnya
disebut LSPro).
3) Produsen yang memproduksi barang dan/atau jasa wajib memiliki
SPPT SNI yang diterbitkan oleh LSPro dan wajib membubuhkan
tanda SNI pada setiap barang, kemasan dan atau label pada hasil
produksinya, sedangkan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
pembubuhan wajib disertakan salinan SPPT SNI. 64
b. Penerapan SNI terhadap barang dan/atau jasa berasal dari impor
1) Pengawasan pra pasar terhadap barang impor dilakukan melalui Surat
Pendaftaran Barang (selanjutnya disebut SPB) yang didalamnya
terdapat Nomor Pendaftaran Barang (selanjutnya disebut NPB) yang
diterbitkan oleh Direktoral Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q.

63

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan No.14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 8.
64
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86 Tahun 2009 Tentang
Standar Nasional Indonesia di Bidang Industri, Pasal 9 Jo. Pasal 8.

Universitas Sumatera Utara

2)

3)

4)

5)

6)

3.

Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang. 65
Barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib dan akan memasuki
daerah pabean untuk memperoleh NPB wajib dilengkapi dengan
sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK yang telah diakreditasi
oleh KAN. 66
LPK yang belum diakreditasi oleh KAN sesuai dengan ruang
lingkupnya apabila ditunjuk oleh Pimpinan Instansi Teknis sesuai
ketentuan yang berlaku, dapat melakukan Penilaian Kesesuaian. 67
LPK dari luar negeri dapat melakukan penilaian kesesuaian terhadap
barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib, apabila telah
terakrediasi oleh KAN atau Badan Akreditasi di negara yang
bersangkutan yang memiliki perjanjian saling pengakuan (Mutual
Recognition Agreement/MRA) dengan KAN.
Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib dan berada di
Kawasan Pabean tidak dapat memasuki Daerah Pabean apabila tidak
dilengkapi dengan SPB. 68
Barang impor yang telah diberlakuakan SNI wajib yang berada di
Kawasan Pabean wajib di reekspor atau dimusnahkan oleh Pelaku
Usaha, apabila permohonan SPB ditolak atau tidak memiliki Sertifikat
Kesesuaian. 69

Standar Nasional Indonesia di Bidang Pertanian
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58 Tahun 2007 Tentang

Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian, bahwa Sistem
Standardisasi Nasional di bidang Pertanian (selanjutnya disebut SSP) adalah
tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu
serta berwawasan nasional di bidang pertanian, yang meliputi penelitian dan
65

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 16 ayat (1).
66
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 16 ayat (2) jo. Pasal 22 ayat (1).
67
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 22 ayat (2) jo. Pasal 22 ayat (1).
68
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 19 ayat (3).
69
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang
Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 19 ayat (4).

Universitas Sumatera Utara

pengembangan

standardisasi,

perumusan

standar,

penetapan

standar,

pemberlakuan standar, penerapan standar, persiapan akreditasi, verifikasi,
sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama, informasi dan
dokumentasi, pemasyarakatan, serta pendidikan dan pelatihan standardisasi.
Standardisasi bidang pertanian adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan dan merivisi standar di bidang pertanian, yang dilaksanakan secara
tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Standar bidang pertanian adalah SNI
diartikan sebagai Persyaratan Teknis Minimal (selanjutnya disebut PTM). PTM
adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan,
termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau pertimbangan ekonomis, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan
masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, yang
ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 70
Standardisasi bidang pertanian dimaksudkan sebagai acuan dalam
mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan pada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan
masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun
pelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya saing dan kelancaran
perdagangan. Adapun ruang lingkup pengaturannya meliputi perumusan dan
penetapan

standar,

penerapan

standar,

kerjasama

dan

pemasyarakatan

70

“Pemanfaatan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Peningkatan Mutu Produk
Perkebunan”, http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/artikel/detailartikel/59 , diakses pada tanggal
18 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

standardisasi, pembinaan dan pengawasan, penelitian dan pengembangan
standardisasi serta pemberian sanksi. 71
Produk pertanian yang dapat disertifikasi SNI adalah berupa: (1) Barang,
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen; (2)
Jasa, adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang
dimaksud dengan barang pertanian adalah setiap produk yang berbentuk benda
pertanian baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak
dapat dihabiskan, yang dapat diedarkan. Jasa pertanian adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi di bidang pertanian yang disediakan bagi
masyarakat untuk dapat melakukan sertifikasi.
Penerapan SNI di bidang pertanian ada yang bersifat sukarela ada juga
yang bersifat wajib. Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang telah ditetapkan
oleh Menteri Pertanian diberlakukan secara wajib. Barang pertanian dan/atau jasa
pertanian, proses, sistem, dan/atau personel yang telah memenuhi spesifikasi
teknis standar di bidang pertanian diberikan sertifikat mutu dan/atau dibubuhi
tanda SNI atau PTM.
Untuk mendapatkan sertifikat sistem mutu, pelaku usaha di bidang
pertanian wajib memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu produk pangan

71

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

segar atau non pangan yang ditetapkan pada standar di bidang pertanian sebagai
berikut : 72
a. Jaminan mutu pangan produk pertanian memenuhi sistem mutu berdasar
konsepsi HACCP atau SNI 01-4852-1998, atau Sistem Pangan Organik
atau SNI 01-6729-2002;
b. Jaminan mutu non pangan produk pertanian memenuhi ISO 9001-2000
atau SNI 19-9001-2000.
Untuk melengkapi persyaratan diterapkan persyaratan Sistem Manajemen
Lingkungan yaitu ISO 14001-1996. Jaminan mutu LPK harus memenuhi standar
yang ditetapkan sesuai ruang lingkup sebagai berikut : 73
a. Laboratorium penguji memenuhi ISO/IEC Guide 17025-2005;
b. Lembaga inspeksi memenuhi; ISO 17020-2005;
c. Lembaga sertifikasi produk memenuhi ISO/IEC Guide 65-1997 atau
Pedoman BSN 401-2000;
d. Lembaga sertifikasi sistem mutu memenuhi ISO/IEC Guide 62-1997 atau
Pedoman BSN 301-1999;
e. Lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan memenuhi ISO/IEC
Guide 66-1997 atau Pedoman BSN 701-2000;
f. Lembaga sertifikasi personel memenuhi ISO/IEC Guide 17024;
g. Lembaga sertifikasi verifikasi memenuhi ISO/IEC Guide 17011;
h. Lembaga sertifikasi mutu dan keamanan pangan memenuhi ISO/IEC
Guide 61 tahun 1996;
i. Lembaga sertifikasi pangan organik memenuhi ISO/IEC Guide 65 dan
IFOAM ;
j. Lembaga sertifikasi eko labeling memenuhi ISO 14024-1999.
Standar Nasional Indonesia untuk peningkatkan mutu produk perkebunan
dirasa sangat perlu mengingat pentingnya SNI diterapkan untuk lahan,
perbenihan, produk, alat dan mesin serta metode uji terutama untuk mengurangi
atau mengantisipasi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kesesuaian
72
73

Ibid.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

lahan, mengurangi beredarnya benih-benih yang tidak berkualitas dan bukan
benih bina, mencegah masuknya produk-produk benih dari luar negeri yang
terindikasi terserang organisme perusak tanaman (OPT) dan/atau terdapat bahan
kimia yang berbahaya baik bagi manusia maupun biota lainnya, memberikan
jaminan mutu dan keamanan produk, memberikan hasil yang bermutu tinggi maka
sudah selayaknya seluruh pemanfaatan lahan mengacu pada SNI, seluruh produk
benih tanaman memiliki SNI serta seluruh produk olahan menerapkan SNI dan
menggunakan alat mesin pengolah sesuai SNI. 74
Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah mensinergikan seluruh
sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan,
nilai tambah, produktivitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif
masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan
kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.

74

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

0 0 39

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 8

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 1

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 1 17

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian Chapter III V

0 0 52

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 5

Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap penjualan produk yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI) ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian di Kota Pangkalpinang - Repository Universitas Bangka Beli

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap penjualan produk yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI) ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian di Kota Pangkalpinang - Repository Uni

0 0 24

Penegakan hukum tingkat penyidikan terhadap tindak pidana Standar Nasional Indonesia di kota Pangkalpinang ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum tingkat penyidikan terhadap tindak pidana Standar Nasional Indonesia di kota Pangkalpinang ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian - Repository Universitas Bangka B

0 0 20