Pembuatan Sumber Tenaga Listrik Cadangan Menggunakan Solar Cell, Baterai dan Inverter Untuk Keperluan Rumah Tangga

(1)

PEMBUATAN SUMBER TENAGA LISTRIK CADANGAN

MENGGUNAKAN SOLAR CELL, BATERAI DAN INVERTER

UNTUK KEPERLUAN RUMAH TANGGA

Skripsi

Diajukan Oleh

ANDA ANDYCKA S

NIM. 090821016

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PERSETUJUAN

JUDUL : PEMBUATAN SUMBER TENAGA LISTRIK

CADANGAN MENGGUNAKAN SOLAR CELL,

BATERAI DAN INVERTER UNTUK

KEPERLUAN RUMAH TANGGA

KATEGORI : SKRIPSI

NAMA : ANDA ANDYCKA S

NIM : 090821016

PROGRAM STUDI : SARJANA (S-1) FISIKA INSTRUMENTASI DEPARTEMEN : FISIKA

FAKULTAS : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, 1 Februari 2014

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S-1 Fisika Instrumentasi

Ketua Pembimbing

Dr. Marhaposan Situmorang Drs. Kurnia Brahmana, M.Si


(3)

PERYATAAN

PEMBUATAN SUMBER TENAGA LISTRIK CADANGAN

MENGGUNAKAN SOLAR CELL, BATERAI DAN INVERTER

UNTUK KEPERLUAN RUMAH TANGGA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya

Medan, Januari 2012

Anda Andycka S 090821016


(4)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan dalam bidang energi listrik adalah keterbatasan sumber energi fosil yang merupakan sumber utama penghasil energi listrik di Indonesia. Untuk mengurangi dampak ketergantungan listrik terhadap ketersediaan fosil ini, maka dibutuhkan sumber energi listrik baru yang dapat diperbaharui. Solar cell merupakan salah satu sumber penghasil energi listrik, yang bersumber dari cahaya matahari yang tidak terbatas, dan ramah lingkungan. Dikarenakan sumber dari solar cell ini adalah matahari, maka keluaran dari solar cell inipun tidak stabil, karena berubah ubah sesuai dengan cuaca yang terjadi dan lingkungan disekitarnya, maka dibutuhkan suatu penyimpanan energi yang dapat menampung energi listrik keluaran solar cell. Baterai adalah salah satu peralatan yang dapat menyimpan energi listrik dan dapat menampung energi keluaran yang berasal dari solar cell. Penelitian dilaksanakan untuk merancang system pencatuan solar cell pada baterai sehingga energy listrik tersimpan dapat digunakan untuk penerangan dan keperluan rumah tangga.


(5)

ABSTRACT

One of problems in electrical energy is the limited source of fossil, which is main source of electrical energy in indonesia. The solution for this problem can be solved by using renewable energy. Solar cell is one of electrical source, which is using sunlight as a source, sustainable and green energy. Because solar cell come from sunlight, so the output is unstable depending on weather and environment. One of solutions is using battery to store energy. Research was conducted to design a Solar Cell to Battery Charging System so the stored electrical energy could be used for lighting and home use.


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Pembuatan Sumber Tenaga Listrik Cadangan Menggunakan Solar Cell, Baterai dan Inverter Untuk Keperluan Rumah

Tangga”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini hingga selesai, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan keikhlasan dan kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Kurnia Brahmana, M.Sc selaku dosen pembimbing saya yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku dekan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua Departemen Fisika FMIPA – USU.

4. Buat istri tersayang Maya Mayyesa, yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk dukungan, kepercayaan, dan semangat yang telah engkau berikan selama penulisan skripsi ini, terima kasihku dan juga kasih sayangku yang tulus untuk dirimu, sayangku. I Love you.

5. Buat anakku Muhammad Robby Filasa Sitorus, yang selalu membuat penulis kehilangan rasa penatnya dan juga rasa frustasinya dengan tingkahnya yang


(7)

lucu dan menggemaskan. Semoga engkau dapat tumbuh dengan baik dan menjadi anak yang berbakti, sehat selalu dan menjadi manusia yang selamat baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin.

6. Buat kedua orang tua dan juga mertua dari penulis. Terima kasih atas dukungan yang teramat banyak yang telah diberikan kepada penulis. Maaf jika ada kelakuan penulis yang salah selama masa penulisan skripsi ini, Dan juga terima kasih atas segala doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT untuk kesuksesan penulisan Skripsi.

7. Kepada Atasan dan juga teman-teman PNS di tempat kerja saya yang telah memberi dukungan moril pada saya selama penulisan Skripsi ini

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Departemen Fisika FMIPA – USU yang juga telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari Skripsi ini masih belum sempurna baik dalam hal materi dan penyajiannya. Untuk ini dengan segala kebesaran hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihakl yang dapat menjadi bahan masukan bagi penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini akan dapat berguna bagi pembaca.

Medan, 30 Januari 2013 Penulis

Anda Andycka S NIM. 090821016


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR . ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR . ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.4. Metodologi Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sel Surya ... 6

2.1.1. Sejarah Sel Surya ... 6

2.1.2. Proses pembangkitan arus pada Solar Cell ... 9


(9)

2.1.4. Kurva IV ... 12

2.1.5. Arus Short Circuit ... 13

2.1.6. Tegangan Open Circuit ... 14

2.1.7. Efek Resistif ... 15

2.1.8. Efek Temperatur ... 16

2.1.9. Efek Intensitas Cahaya Matahari ... 18

2.2. Sistem Penyimpanan Energi (Baterai) . ... 19

2.2.1. Tegangan Baterai ... 20

2.2.2. Kapasitas Baterai ... 21

2.2.3. Parameter charging dan Discharging Baterai ... 23

2.2.4. Battery State of Charge (BSOC) ... 24

2.2.5. Depth of Discharge (DOD) ... 25

2.3. Mikrokontroler ATMega 8535 ... 26

2.3.1. Arsitektur ATMega 8535 ... 27

2.3.2. Fitur ATMega 8535 ... 28

2.3.3. Konfigurasi Pin ATMega 8535 ... 29

2.3.4. Bahasa Pemrograman AVR ... 30

2.4. Inverter ... 30

BAB III METODOLOGI PEMBANGUNAN ALAT . ... 33

3.1. Tempat Pembangunan Alat . ... 33

3.2. Perancangan Sistem Alat ... 33


(10)

3.2.2. Pencatuan Energi Listrik dari Solar Cell

ke Baterai ... 34

3.2.3. Pengubahan energy listrik DC dari Baterai menjadi energi listrik AC ... 36

3.2.4. Penerusan Energi Listrik dari Inverter ke Beban 36 3.3. Perancangan dan Realisasi Perangkat Keras ... 37

3.3.1. Modul Sel Surya ... 37

3.3.2. Modul Charger ... 37

3.3.3. Modul Baterai ... 39

3.3.4. Modul Inverter ... 39

3.3.5. Modul Power Changeover / Relay ... 40

3.3.6. Modul PSA (Power Supply) ... 40

3.3.7. Modul Mikrokontroller ... 41

3.4. Diagram Alir ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1. Pengujian ADC ... 43

4.2. Pengujian Beban ... 44

4.3. Karakterisasi Solar Cell dengan menggunakan Multimeter Digital ... 46

4.4. Pengujian Minimum Sistem ... 47


(11)

4.6.1. Pengujian Hari Pertama ... 50

4.6.2. Pengujian Hari Kedua ... 52

4.6.3. Pengujian Hari Ketiga ... 53

4.7. Penggunaan Alat ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Batubara di Tampa, USA ... 1

Gambar 1.2 Sekeping Solar Cell ... 2

Gambar 2.1 Transfer Energi Surya ke Bumi ... 7

Gambar 2.2 Foton yang menciptakan Elektron Hole ... 10

Gambar 2.3 Pergerakan Elektron dan Hole ... 11

Gambar 2.4 Pertemuan Elektron dan Hole ... 11

Gambar 2.5 Kurva IV solar cell yang menunjukkan arus short circuit .. 13

Gambar 2.6 Kurva IV solar cell yang menunjukkan tegangan open circuit ... 14

Gambar 2.7 karakteristik Resistansi ... 15

Gambar 2.8 Resistansi seri dan shunt pada rangkaian solar cell ... 15

Gambar 2.9 Efek temperature pada karakteristik IV solar cell ... 17

Gambar 2.10 Kurva IV terhadap perubahan intensitas cahaya matahari . 19 Gambar 2.11 Kurva tegangan baterai saat discharge untuk beberapa baterai ... 21


(13)

pada 25 celcius ... 25

Gambar 2.13 Diagram Fungsional ATmega8535 ... 28

Gambar 2.14 Pin ATmega8535 ... 30

Gambar 2.15 Power Inverter ... 31

Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem ... 33

Gambar 3.2 Modul Surya ... 37

Gambar 3.3 Solar Charger ... 38

Gambar 3.4 Batere ... 39

Gambar 3.5 Power Inverter 300 Watt ... 39

Gambar 3.6 Power Changeover ... 40

Gambar 3.7 Power Supply ... 40

Gambar 3.8 Modul LCD dan Mikrokontroler ... 41

Gambar 3.9 Diagram Alir Sistem ... 42

Gambar 4.1 Pengujian ADC setelah penambahan penguat instrumentasi 43 Gambar 4.2 Grafik Beban ... 44

Gambar 4.3 Grafik perbandingan beban sebenarnya dan beban terukur 45


(14)

Gambar 4.5 Grafik pengukuran Perubahan Arus dan Tegangan Solar Cell

menggunakan Multimeter Digital ... 47

Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengujian Hari Pertama ... 51

Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengujian Hari Kedua ... 53


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perbandingan Beban, Beban Terukur, dan Deviasi . ... 45

Tabel 4.2 Pengujian Minimum LED ... 48

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Alat Hari Pertama ... 51

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Alat Hari Kedua ... 52


(16)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan dalam bidang energi listrik adalah keterbatasan sumber energi fosil yang merupakan sumber utama penghasil energi listrik di Indonesia. Untuk mengurangi dampak ketergantungan listrik terhadap ketersediaan fosil ini, maka dibutuhkan sumber energi listrik baru yang dapat diperbaharui. Solar cell merupakan salah satu sumber penghasil energi listrik, yang bersumber dari cahaya matahari yang tidak terbatas, dan ramah lingkungan. Dikarenakan sumber dari solar cell ini adalah matahari, maka keluaran dari solar cell inipun tidak stabil, karena berubah ubah sesuai dengan cuaca yang terjadi dan lingkungan disekitarnya, maka dibutuhkan suatu penyimpanan energi yang dapat menampung energi listrik keluaran solar cell. Baterai adalah salah satu peralatan yang dapat menyimpan energi listrik dan dapat menampung energi keluaran yang berasal dari solar cell. Penelitian dilaksanakan untuk merancang system pencatuan solar cell pada baterai sehingga energy listrik tersimpan dapat digunakan untuk penerangan dan keperluan rumah tangga.


(17)

ABSTRACT

One of problems in electrical energy is the limited source of fossil, which is main source of electrical energy in indonesia. The solution for this problem can be solved by using renewable energy. Solar cell is one of electrical source, which is using sunlight as a source, sustainable and green energy. Because solar cell come from sunlight, so the output is unstable depending on weather and environment. One of solutions is using battery to store energy. Research was conducted to design a Solar Cell to Battery Charging System so the stored electrical energy could be used for lighting and home use.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Energi listrik merupakan energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dari kebutuhan yang sifatnya mendasar seperti untuk kebutuhan rumah tangga hingga untuk kebutuhan komersial hampir semuanya membutuhkan energi listrik. Peningkatan kebutuhan energi Listrik dapat merupakan indikator peningkatan kemakmuran, namun bersamaan dengan itu juga menimbulkan masalah dalam usaha penyediaannya. Pada saat ini, ketersediaan sumber energi listrik tidak mampu memenuhi peningkatan kebutuhan listrik di Indonesia. Terjadinya pemutusan sementara dan pembagian energi listrik secara bergilir merupakan dampak dari terbatasnya energi listrik yang dapat disalurkan oleh PLN.


(19)

Salah satu upaya untuk mengatasi krisis energi listrik adalah mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Hal ini dikarenakan energi fosil yang ada jumlahnya terbatas dan energi fosil ini juga merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, membutuhkan jutaan tahun untuk menciptakannya. Karena kelangkaan tersebut, tentu saja akan berdampak terhadap segi ekonominya.

Keterbatasan tersedianya sumber energi fosil sebagai penghasil energi listrik telah mendorong penelitian dan pengembangan kearah penggunaan sumber energi alternatif salah satunya adalah sumber energi matahari.

Pemakaian energi surya di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik, mengingat bahwa secara geografis sebagai negara tropis, melintang garis katulistiwa berpotensi energi surya yang cukup baik.

Pemanfaatan Tenaga Surya melalui konversi Photovoltaic telah banyak diterapkan antara lain penerapan sistem individu dan sistem hybrid yaitu sistem penggabungan antara sumber energi konvensional dengan sumber energi terbarukan.

Sinar matahari dapat diubah menjadi energi listrik menggunakan alat yang disebut photovoltaic atau solar cell (sel surya).


(20)

Sel surya ini akan menghasilkan listrik searah (DC) apabila permukaannya terkena sinar matahari dengan intensitas tertentu. Potensi dari sumber energi matahari dapat memberikan sumbangan yang besar bila dapat dimanfaatkan secara optimal dengan mendesain suatu sistem pengubah energi yang dapat mensuplai kebutuhan energi. Penggunaan sumber energi matahari ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain tersedianya sumber energi yang cuma-cuma, ramah lingkungan sehingga bebas polusi dan tak terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang lebih detail untuk memahami sistem listrik yang berasal dari sumber energi matahari ini.

Satu masalah yang muncul pada penggunaan energi matahari ini adalah energi yang dihasilkan berubah-ubah tergantung pada musim dan lingkungan. Hal ini akan sangat dirasakan pada daerah-daerah dimana intensitas mataharinya berubah-ubah secara ekstrim. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem penyimpanan energi yaitu accumulator atau baterai. Energi matahari yang dihasilkan dari matahari dapat digunakan untuk mencharging daya ke accumulator untuk selanjutnya dari accumulator tersebut dapat digunakan untuk mencatu beban.

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti merancang suatu alat pembangkit listrik menggunakan panel surya (sekumpulan sel-sel surya) yang dilengkapi charger otomatis untuk baterai sebagai penyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya. Sistem ini terdiri dari modul sel surya (solar cell) sebagai penghasil energi listrik, mikrokontroller ATMega8535 sebagai control, batere, dan inverter. Peneliti berupaya untuk menciptakan suatu sumber tenaga listrik cadangan untuk


(21)

keperluan penerangan rumah dan diharapkan penelitian ini akan sangat berguna bagi kepentingan umum.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sistem pencatuan solar cell menggunakan baterai sebagai salah satu upaya mengatasi krisis energi sehingga sumber energi matahari atau solar cell dapat menjadi sumber energi listrik yang dipergunakan untuk kebutuhan penerangan di sebuah rumah.

1.3 Pembatasan Masalah

Pada pembahasan berikutnya agar lebih terarah sesuai dengan tujuan, maka pokok pembahasan perlu dibatasi yakni sebagai berikut:

1. Karakteristik sel photovoltaic dan daerah kerja sistem photovoltaic.

2. Menggunakan panel Solar Cell berkapasitas 20 watt, arus maksimum 1.7 Ampere dan tegangan maksimum 18 volt.

3. Menggunakan batere 12 volt sebagai tempat penyimpanan arus listrik pada saat Solar Cell mendapat energi dari sinar matahari.

4. Pengaruh perubahan intensitas cahaya dan suhu terhadap arus dan tegangan Solar Cell tidak dibahas.

1.4 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode :

1. Metode kepustakaan yaitu berdasarkan literature yang meliputi buku-buku dan makalah-makalah tentang sistem photovoltaic.


(22)

2. Metode penelitian yaitu pembuatan alat-alat yang dilakukan di Laboratorium Elektronika FMIPA USU.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Dijadikan sebagai pengembangan dari teori yang didapatkan oleh peneliti selama perkuliahan.

2. Bermanfaat bagi pengembangan pembangkit daya listrik alternatif.

3. Memberikan informasi tentang pembuatan pembangkit daya listrik alternatif yang lebih murah dan tidak menggunakan bahan bakar fosil.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEL SURYA

Sel surya pada dasarnya sebuah foto dioda yang besar dan dirancang dengan mengacu pada gejala photovoltaik sehingga dapat menghasilkan daya sebesar mungkin. Sel surya mempunyai pengertian yaitu suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi listrik. Pengertian tersebut berdasarkan irisan sel surya yang terdiri dari bahan semi konduktor positif dan negatif dengan ketebalan minimum 0,3 mm, yang apabila suatu cahaya jatuh padanya, maka pada kedua kutubnya timbul perbedaan tegangan sehingga menimbulkan suatu arus searah. Silicon jenis P merupakan lapisan permukaan yang dibuat sangat tipis supaya cahaya matahari dapat menembus langsung mencapai junction. Bagian P ini diberi lapisan nikel yang berbentuk cincin sebagai terminal keluaran positif. Di bawah bagian P terdapat bagian jenis N yang dilapisi dengan nikel juga sebagai terminal keluaran negatif.

2.1.1 Sejarah Sel Surya

Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek photovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari menjadi energi listrik. Efek photovoltaic pertama kali dikenali pada tahun 1839 oleh Fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang pertama dibuat baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi semikonduktor selenium dengan sebuah lapisan emas yang sangat tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut hanya memiliki efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya modern pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662, "Light


(24)

Sensitive Device"). Masa emas teknologi tenaga surya tiba pada tahun 1954 ketika Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan semikonduktor, secara tidak disengaja menemukan bahwa silikon yang didoping dengan unsur lain menjadi sangat sensitif terhadap cahaya. Hal ini menyebabkan dimulainya proses produksi sel surya praktis dengan kemampuan konversi energi surya sebesar sekitar 6 persen.

Gambar 2.1 Transfer Energi Surya ke Bumi

Gambar diatas mengilustrasikan transfer energi dari matahari ke bagian-bagian bumi. Dapat terlihat bahwa sekitar setengah dari energi masukan diserap oleh air dan daratan, sedangkan yang lainnya diradiasikan kembali ke luar angkasa. (Nilai 1 PW = 1015 W).

Pertama kali penggunaan sel surya diperuntukkan bagi satelit-satelit ruang angkasa pada tahun 1958, dikarenakan ringan dan dapat diandalkan, tahan lama dan energi matahari di angkasa lebih besar dari bumi. Tapi penggunaan sel Surya pada masyarakat umum belum begitu meluas dikarenakan mahalnya biaya untuk pembangkitan energi listrik menggunakan sel surya, yaitu sekitar $250 per watt dibandingkan dengan $2 - $3 per watt menggunakan pembangkit tenaga batubara.


(25)

Setelah terjadinya krisis energi pada tahun 1973, maka pemanfaatan sel surya bagi masyarakat umum terbuka. Hal ini disebabkan karena adanya penelitian yang lebih mendalam tentang proses produksi sel surya sehingga saat ini, biaya per watt energi listrik menggunakan sel surya pada akhir tahun 2012 adalah sekitar $ 0,6 per watt, dan harga produksi ini akan semakin menurun sesuai dengan perjalanan waktu.

Solar cell adalah divais yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Jadi secara langsung arus dan tegangan yang dihasilkan oleh solar cell bergantung pada penyinaran matahari. Pada solar cell ini dibutuhkan material yang dapat menangkap matahari dan energi tersebut digunakan untuk memberikan energi ke elektron agar dapat berpindah melewati band gapnya ke pita konduksi, dan kemudian dapat berpindah ke rangkaian luar. Melalui proses tersebutlah arus listrik dapat mengalir dari solar cell. Umumnya, divais dari solar cell ini menggunakan prinsip PN junction.

Pada pelaksanaannya, sel surya tidak dipakai sendirian, tetapi biasanya dirakit menjadi Modul Surya. Modul Surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban. Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari.

Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul


(26)

photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel.

Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya mempunyai beberapa keuntungan yaitu:

1. Sumber energi yang digunakan sangat melimpah dan cuma-cuma

2. Sistem yang dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah diinstalasi dan diperbesar kapasitasnya

3. Perawatannya mudah 4. Tidak menimbulkan polusi

5. Dirancang bekerja secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil

6. Relatif aman

7. Keandalannya semakin baik

8. Adanya aspek masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri 9. Mudah untuk diinstalasi

10.Radiasi matahari sebagai sumber energi tak terbatas 11.Tidak menghasilkan CO2 serta emisi gas buang lainnya

2.1.2 Proses Pembangkitan Arus pada Solar Cell

Pembangkitan arus pada solar cell melibatkan beberapa proses diantaranya yaitu:

1. Cahaya dalam bentuk foton jatuh pada permukaan solar cell, kemudian diserap dan menghasilkan pasangan elektron dan hole (apabila energi foton lebih besar


(27)

dari energi band gapnya). Tetapi, electron (pada material tipe-p) dan hole (pada tipe-n) yang terbentuk bersifat tidak stabil dan hanya akan terjadi untuk jangka waktu yang sama dengan waktu hidup pembawa minoritas (minority carrier lifetime) sebelum akhirnya terjadi rekombinasi.

Gambar 2.2 Foton yang menciptakan Elektron Hole

2. Untuk mencegah rekombinasi ini adalah dengan menggunakan p-n junction yang memisahkan electron dan hole. Carrier ini dipisahkan oleh aksi medan listrik yang terjadi di p-n junction. Jika Minority carrier (dalam hal ini hole) yang


(28)

dihasilkan cahaya melewati p-n junction, maka akan didorong melewati junction oleh medan listrik pada junction dan menjadi majority carrier. Sedangkan elektron mengalir kerangkaian luar setelah emitter dan base dihubungkan.

Gambar 2.3 Pergerakan Elektron dan Hole

3. Setelah melewati rangkaian luar elektron tersebut akan bertemu dengan hole.


(29)

2.1.3 Efek Photovoltaic

Carrier-carrier yang terbentuk dari penyinaran matahari tidak dengan sendirinya dapat membangkitkan energi listrik. Tegangan yang ada dibangkitkan melalui proses yang dikenal sebagai “efek photovoltaic.” Carrier yang dibangkitkan oleh cahaya yang meningkat menyebabkan pergerakan dari elektron menuju ke N-type dan pergerakan hole ke P-type. Pada kondisi short circuit, maka carrier ini akan bergerak ke rangkaian luar dan akan kembali menuju pasangannya, carrier ini disebut sebagai arus yang dihasilkan oleh cahaya. Pada kondisi open circuit, dimana carrier ini dicegah untuk bergerak menuju pasangannya, maka akan terjadi pengumpulan elektron pada N-type dan hole pada P-type yang akan menghasilkan medan listrik baru yang akan melawan medan yang sudah ada pada junction, sehingga memunculkan kondisi seimbang yang baru, dimana timbul tegangan melewati P-N junction.

2.1.4 Kurva IV

Kurva IV dari solar cell adalah superposisi dari kurva IV dioda solar cell pada saat gelap dan terang. Pada saat gelap, solar cell memiliki karakteristik kurva IV yang hampir sama dengan dioda. Apabila disinari, kurvanya akan bergeser kebawah dan mulai membangkitkan daya pada dioda solar cell ini. Lebih besar intensitas dari penyinaran matahari akan menggeser kurva IV dioda tersebut lebih jauh kebawah. Karena konvensional arus, maka nilai arusnya dibalik. Ada beberapa parameter penting dalam menggambarkan kurva IV dari solar cell, diantaranya tegangan open circuit, arus short circuit, fill factor dan efisiensi.


(30)

2.1.5 Arus Short Circuit

Arus short circuit adalah arus yang diukur ketika tegangan dari solar cell bernilai nol dan solar cell dalam keadaan dishort. Ini terjadi ketika sejumlah carrier yang dikumpulkan pada PN-junction bergerak kerangkaian luar, sehingga bisa dikatakan bahwa arus short circuit adalah arus maksimum yang dapat dihasilkan oleh solar cell.

Gambar 2.5 Kurva IV solar cell yang menunjukkan arus short circuit

Arus solar cell tergantung pada beberapa factor diantaranya: - Luas dari solar cell

- Jumlah foton (yaitu daya dari sumber cahaya yang jatuh). Isc dari solar cell secara langsung bergantung pada intensitas cahaya.

- Spectrum dari cahaya yang jatuh. Untuk kebanyakan pengukuran solar cell, spectrum distandarkan pada spektrum AM1,5

- Sifat optikal (penyerapan dan pemantulan) solar cell

- Probabilitas pengumpulan solar cell, yang bergantung terutama pada surface passivation dan lifetime dari minority carrier pada base


(31)

2.1.6 Tegangan Open Circuit

Tegangan open circuit adalah tegangan yang diukur ketika rangkaian solar cell dalam keadaan terbuka, sehingga tidak ada arus yang mengalir kerangkaian luar, dan arus bernilai nol. Tegangan open circuit ini merupakan tegangan terbesar yang dapat dibangkitkan oleh solar cell.

Gambar 2.6 Kurva IV solar cell yang menunjukkan tegangan open circuit

Persamaan untuk Voc adalah

Voc = (nkT/q) ln((IL/ I0)+1)

Dengan IL dan I0 adalah arus yang dibangkitkan cahaya dan arus saturasi dioda. Persamaan diatas menunjukkan Voc bergantung pada arus yang dibangkitkan cahaya dan arus saturasi. Arus saturasi I0 bergantung pada jumlah rekombinasi dalam solar cell.


(32)

2.1.7 Efek Resistif

Karakteristik resistansi dari sebuah solar cell dapat diukur dari resistansi keluaran solar cell pada maksimum power point. Karakteristik resistansi ditunjukkan pada gambar dibawah

Gambar 2.7 Karakteristik Resistansi

Karakteristik resistansi dari solar cell adalah invers dari kemiringan garis, dimana menurut Green,

RCH = VMP/IMP

Adanya resistansi pada solar cell dapat mengurangi efisiensi solar cell, karena sebagian daya yang seharusnya disuplai ke beban akan berkurang karena rugi resistansi tersebut. Secara umum, resistansi pada solar cell dibagi dua yaitu resistansi seri dan shunt.


(33)

Resistansi seri solar cell mempunyai 3 penyebab yaitu: - Pergerakan arus melalui emiter dan base solar cell - Resistansi kontak antara kontak logam dan silikon - Resistansi kontak logam bagian atas dan bawah

Efek resistansi seri adalah pengurangan fill factor dan arus short circuit. Resistansi seri tidak berpengaruh pada tegangan open circuit, tetapi kurva IV dipengaruhi oleh resistansi seri.

Faktor utama daya yang hilang adalah adanya resistansi shunt, RSH, yang disebabkan karena cacat fabrikasi. Resistansi shunt yang rendah menyebabkan adanya jalur lain bagi arus yang dibangkitkan cahaya, sehingga terdapat daya yang hilang. Pembalikan arus ini mengurangi sejumlah arus yang mengalir melalui junction solar cell dan mengurangi tegangan dari solar cell. Efek resistansi shunt ini terutama terjadi pada level intensitas cahaya yang rendah karena hanya sedikit cahaya yang menghasilkan arus. Resistansi shunt ini juga sangat berpengaruh terhadap fill factor.

2.1.8 Efek Temperatur

Bahan semikonduktor memiliki sifat sensitif terhadap temperatur begitu juga solar cell. Bertambahnya temperatur dapat mengurangi band gap dari solar cell, sehingga akan berpengaruh terhadap beberapa parameter dari solar cell.

Bertambahnya temperatur dapat dilihat sebagai peningkatan energi elektron dari material. Sehingga untuk memutuskan ikatan membutuhkan energi yang lebih rendah dari kondisi normal. Pada model ikatan band gap


(34)

semikonduktor, penurunan energi ikatan juga menurunkan band gap. Oleh sebab itu, peningkatan suhu menurunkan band gap.

Temperatur mempengaruhi persamaan karakteristik dengan dua cara, secara langsung melalui T pada bagian eksponensial dan secara tidak langsung, efeknya terjadi pada I0. Salah satu parameter solar cell yang dipengaruhi oleh temperatur adalah tegangan open circuit. Efek meningkatnya temperatur akan mengurangi secara linear nilai tegangan open circuit. Besarnya pengurangan ini secara terbalik sebanding terhadap Voc, dan sel dengan nilai Voc yang lebih tinggi, pengurangan nilai tegangannya akan lebih kecil ketika temperatur naik. Arus yang dibangkitkan cahaya meningkat sedikit dengan meningkatnya temperatur karena meningkatkan jumlah carrier yang dihasilkan secara termal dalam cell.

Berdasarkan salah satu sumber menyatakan bahwa temperatur yang tinggi dapat mengurangi efisiensi. Hal ini dikarenakan perubahan tegangan lebih besar daripada perubahan pada arus.


(35)

2.1.9 Efek Intensitas Cahaya Matahari

Intensitas cahaya matahari memiliki pengaruh yang penting baik pada arus short circuit, tegangan open circuit, fill factor, efisiensi, dan hambatan seri maupun hambatan shunt. Intensitas cahaya dinyatakan dalam jumlah matahari, dimana satu matahari sesuai dengan standar iluminasi pada AM 1.5 atau 1 kW/m2.

Arus short circuit secara langsung berhubungan dengan jumlah foton yang diserap oleh material semikonduktor dan kemudian sebanding dengan nilai intensitas cahaya, sedangkan tegangan open circuit hanya berubah sedikit ketika intensitas cahaya rendah. Intensitas cahaya matahari mungkin dapat berbeda setiap hari, hal ini menyebabkan energi yang masuk ke solar cell juga akan berubah-ubah, bervariasi antara 0 sampai1 kW/m2. Pada cahaya yang rendah, efek resistansi shunt akan bertambah. Berkurangnya intensitas cahaya menyebabkan arus yang melewati solar cell berkurang dan nilai resistansi seri hampir sama nilai resistansi shuntnya. Ketika dua resistansi ini hampir sama, total arus yang mengalir melalui resistansi shunt bertambah, kemudian akan menambah daya yang hilang karena resistansi shunt. Sehingga pada kondisi berawan, solar cell dengan resistansi shunt yang tinggi dapat menahan daya yang masuk lebih banyak dari solar cell dengan resistansi shunt yang rendah.


(36)

Gambar 2.10 Kurva IV terhadap perubahan intensitas cahaya matahari

Pada thin film solar cell, pengumpulan arus yang berasal dari cahaya akan berkurang pada intensitas yang tinggi, dengan area iluminasi kecil. Hal ini disebabkan pada intensitas yang tinggi ada batasan tertentu yang disebabkan resistansi seri dan bertambahnya losses tegangan yang bergantung pada pengumpulan carrier. Pada salah satu sumber disebutkan, pada eksperimen menggunakan lampu pijar yang dilakukan untuk mencari hubungan antara intensitas cahaya dan efisiensi, didapat kesimpulan bahwa efisiensi semakin berkurang ketika nilai intensitas lampu pijar bertambah.

2.2 Sistem Penyimpanan Energi (Baterai)

Sistem penyimpanan energi yang biasa dipakai untuk penyimpanan energi keluaran solar cell adalah baterai. Baterai ini digunakan karena solar cell memiliki karakteristik daya keluaran yang tidak stabil, berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya yang jatuh pada permukaannya sedangkan beban umumnya menyaratkan suplai daya yang stabil dan apabila daya masukannya berubah-ubah maka dapat merusak beban tersebut.


(37)

Dikarenakan pentingnya baterai dalam sistem solar cell tersebut, maka penting bagi kita untuk mengetahui kerakteristik dari baterai. Karakteristik yang perlu diperhatikan diantaranya tegangan baterai, parameter charging dan discharging, kapasitas daya dan lain lain. Baterai yang ideal mempunyai efisiensi yang tinggi, self discharge yang rendah, dan harga yang murah.

2.2.1 Tegangan Baterai

Tegangan baterai adalah karakteristik dasar dari baterai, yang ditentukan oleh reaksi kimia dalam baterai, konsentrasi komponen baterai, dan polarisasi baterai. Tegangan nominal baterai tidak dapat diukur, tetapi yang dapat kita ukur hanyalah tegangan open circuitnya.

Karena potensial listrik dari kebanyakan reaksi kimia adalah 2 volt, sedangkan kebanyakan beban memerlukan tegangan sebesar 12 V, maka beberapa sel baterai tersebut diserikan sebanyak enam buah, sehingga membentuk baterai yang mempunyai tegangan 12 V, seperti pada baterai lead acid.

Tegangan baterai ketika arus mengalir mungkin berbeda dari equilibrium atau tegangan open circuit. Kurva charging dan discharging tidak simetris karena adanya tambahan reaksi yang mungkin menyebabkan tegangan yang lebih tinggi ketika charging


(38)

Gambar 2.11 Kurva tegangan baterai saat discharge untuk beberapa baterai

Pada banyak jenis baterai, termasuk baterai lead acid, pada level tegangan tertentu, baterai tersebut sudah tidak dapat menyuplai lagi ke beban, level tegangan ini disebut tegangan cut off. Level tegangan ini berbeda-beda untuk setiap jenis baterai, temperatur dan nilai discharge baterai.

2.2.2 Kapasitas Baterai

Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan


(39)

kondisi khusus tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapasitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging dan discharging, dan temperatur.

Satuan dari kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampere hours (walaupun kadang dalam Wh), ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge pada tegangan nominal baterai. Satuan Ah sering digunakan ketika tegangan baterai bervariasi selama siklus charging atau discharging. Kapasitas Wh dapat diperkirakan dengan mengalikan kapasitas Ah dengan tegangan nominal baterai. Misalnya, baterai 12 V dengan kapasitas 500 Ah memberikan energi yang tersimpan sekitar 100 Ah x 12 V – 1,200 Wh atau 1.2 KWh.

Temperatur dari baterai berpengaruh terhadap energi yang dapat dikeluarkan dari baterai. Pada temperatur yang lebih tinggi akan memiliki kapasitas yang lebih besar daripada temperatur yang rendah. Tetapi meningkatkan temperatur dengan disengaja memiliki dampak negatif, karena akan mengurangi lifetime dari baterai. Umur dan keadaan baterai juga berpengaruh terhadap kapasitas baterai.

Meskipun baterai dipergunakan secara benar sesuai aturan manufaktur, semakin lama kapasitas baterai tersebut dapat berkurang. Keadaan dari baterai juga berpengaruh terhadap kapasitas baterai. Misalnya, jika baterai pernah didischarge dibawah maksimum DOD, maka kapasitas baterai dapat berkurang.


(40)

2.2.3 Parameter Charging dan Discharging Baterai

Karena baterai berfungsi untuk menyimpan energi, maka baterai tersebut akan mengalami siklus charging atau pemberian muatan, dari solar cell / charger lain mengalirkan arus kebaterai, dan siklus discharging atau pelepasan muatan dari baterai tersebut mengalirkan arus ke beban.

Nilai charging dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan ke rangkaian luar (beban) yang diambil dari baterai. Nilai charging / discharging ini dinyatakan dalam arus dan besarnya bergantung pada kapasitas dari baterai dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut.

Nilai discharge ditentukan dengan membagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging/discharging baterai. Contohnya, kapasitas baterai 500 Ah secara teori dapat didischarge untuk tegangan cut off selama 20 jam dengan nilai dischargenya 500 Ah/ 20 h = 25 A. Lalu, jika tegangan baterai 12 V, maka daya yang diberikan kebeban adalah 25 A x 12 V = 300 W.

Nilai charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai didischarge sangat cepat (arus discharge tinggi), maka sejumlah energi yang dapat digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapasitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan, kebutuhan suatu materi/komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak ke posisi yang seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah ke bentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya


(41)

arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi.

Nilai self discharge adalah ukuran seberapa cepat cell akan kehilangan energi pada saat kondisi diam, dikarenakan aksi bahan kimia yang tidak diinginkan dalam cell. Nilainya bergantung pada bahan kimia cell dan temperatur. Nilai self discharge untuk lead acid berkisar 4% hingga 6% perbulan. Nilai reaksi kimia yang tidak diinginkan yang menyebabkan arus internal bocor antara elektroda positif dan negatif cell meningkat sesuai temperaturnya yang akhirnya meningkatkan nilai self discharge baterai.

2.2.4 Battery State of Charge (BSOC)

BSOC didefinisikan sebagai rasio dari total kapasitas energi yang dapat digunakan oleh sebuah baterai dengan kapasitas baterai seluruhnya. SOC menggambarkan energi yang tersedia yang dituliskan dalam persentase sesuai beberapa referensi, kadang dianggap sebagai nilai kapasitas tapi seperti kapasitas arus. Jadi nominal kapasitas energi dari sebuah baterai tidak dapat dikeluarkan secara total, dengan BSOC ini kita dapat menentukan total energi yang dapat digunakan dari sebuah baterai. Untuk contohnya, baterai dengan 80% SOC dengan kapasitas 500 Ah, maka energi yang dapat digunakan dari baterai tersebut sebesar 400 Ah. Temperatur dan nilai discharge dapat mengurangi kapasitas efektif. Cara mengukur SOC dari sebuah baterai dapat dilakukan 3 cara yaitu: 1. Pengukuran secara langsung, dapat dilakukan jika baterai dapat didischarge pada nilai yang konstan


(42)

2. SOC dari pengukuran Specific Grafity (SG), cara ini bergantung pada perubahan pengukuran dari berat bahan kimia aktif.

3. Perkiraan SOC berdasarkan tegangan dilakukan dengan mengukur tegangan cell baterai sebagai dasar untuk penghitungan SOC atau sisa kapasitas. Hasil dapat berubah bergantung pada level tegangan nyata, temperatur, nilai discharge dan umur cell dan kompensasi untuk faktor ini harus tersedia untuk mendapatkan akurasi yang pantas.

Gambar 2.12 Tegangan open circuit Vs sisa kapasitas baterai Lead Acid pada 25 celcius

2.3.5 Depth of Discharge (DOD)

Pada kebanyakan baterai, energi yang disimpan baterai tidak dapat dikeluarkan semuanya, karena akan memiliki dampak negatif berupa kerusakan dari baterai. Depth of discharge ini menentukan daya maksimum yang dapat digunakan dari baterai.


(43)

digunakan. Hal ini terjadi karena pengambilan seluruh kapasitas baterai dapat mengurangi lifetime dari baterai. Jadi, DOD dapat dikatakan energi yang dapat digunakan dari baterai dan ditetapkan oleh manufaktur. Untuk contoh 500 Ah dengan DOD 20%, maka baterai tersebut hanya menyediakan 20%x500 Ah = 100 Ah.

2.3 MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535

Mikrokontroler sebagai suatu terobosan teknologi mikroprosesor dan mikrokomputer hadir memenuhi kebutuhan pasar dan teknologi baru. Sebagai teknologi baru yaitu teknologi semikonduktor dengan kandungan transistor yang lebih banyak namun hanya membutuhkan ruang yang kecil serta dapat diproduksi secara massal (dalam jumlah banyak) membuat harganya menjadi lebih rendah (dibandingkan mikroprosesor). Mikrokontroler adalah komponen elektronika yang menggabungkan berbagai macam piranti tambahan kedalam mikrokomputer menjadi satu chip IC. Piranti gabungan ini memuat unit pemroses data pusat (CPU), unit memori (ROM dan RAM), Port I/O, dan ditambah dengan beberapa fasilitas lain seperti pewaktu, counter, dan layanan kontrol interupsi. Mikrokontroler lahir karena kebutuhan akan efektivitas pengendalian sistem yang akan dilakukan. Penggunaan mikrokontroler akan menambah efektivitas tersebut yang dilihat dari beban listrik yang dikonsumsi dan juga dari biaya yang relatif lebih rendah. Mikrokontroler juga digunakan untuk mengendalikan suatu sistem yang spesifik yaitu sistem yang parameter pengendaliannya tidak terlalu rumit.


(44)

Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s RISC processor) memiliki arsitektur RISC 8-bit dan semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bit word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus detak. Berbeda dengan instruksi MSC51 yang membutuhkan 12 siklus detak. Tentu saja itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroller tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga Attiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT86RFxx. Pada dasarnya, yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, perifheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan mereka bisa dikatakan hampir sama.

2.3.1 Arsitektur ATMega8535

Pada Gambar 2.2 tersebut dapat dilihat bahwa Atmega 8535 memiliki bagian sebagai berikut (M. Ary Heryanto, 1):

1. Saluran I/O sebanyak 32, yaitu pada Port A, Port B, Port C, dan Port D 2. ADC 10 bit

3. Tiga unit Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan 4. CPU yang terdiri atas 32 unit register

5. Watchdog Timer dengan osilator internal 6. SRAM sebesar 512 byte

7. Memori Flash sebesar 8 kB dengan kemampuan Read While Write 8. Unit interupsi internal dan eksternal

9. Port antarmuka SPI


(45)

11. Antarmuka komparator analog 12. Port USART untuk komunikasi serial

Gambar 2.13 Diagram Fungsional ATmega8535 2.3.2 Fitur ATMega8535


(46)

1. Sistem mikroprosesor 8-bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz

2. Kapabilitas memori flash 8 KB, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memori) sebesar 512 byte. 3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel

4. Enam pilihan mode sleep untuk menghemat penggunaan daya listrik 2.3.3 Konfigurasi Pin ATMega8535

Konfigurasi pin Atmega 8535 dilihat pada Gambar 2.7. Dari gambar tersebut maka dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin Atmega 8535 sebagai berikut (M. Ary Heryanto, 3):

1. VCC merupakan pin yang berfungsi untuk pin masukan catu daya. 2. GND merupakan pin ground.

3. Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC. 4. Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu Timer/Counter, komparator analog, dan SPI.

5. Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu TWI, komparator analog, dan Timer Oscilator.

6. Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi serial. RESET merupakan pin yang digunakan untuk mereset mikrokontroler. 7. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan detak eksternal. 8. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.


(47)

Gambar 2.14 Pin ATmega8535

2.3.4 Bahasa Pemrograman AVR

Terdapat berbagai macam jenis pemrogaman mikrokontroler AVR. diantaranya yaitu menggunakan bahasa Bascom, Codevision AVR, Assembler dan

AVR studio. Masing-masing bahasa pemrogaman mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan kebiasaan pemrogram.

2.4 Inverter

Inverter adalah perangkat yang mengubah daya DC dari aki ke listrik AC. Inverter secara teori ada 3 jenis, tapi secara umum sering didapati hanya 2 jenis, yaitu Inverter yang bergelombang sinus murni (pure sine inverter) dan Inverter yang bergelombang sinus dimodifikasi (modified sine inverter).

Kebanyakan perangkat AC berfungsi dengan baik dengan aliran listrik dari Inverter sinus dimodifikasi, kecuali alat pemakai listrik AC itu adalah alat yang sangat sensitif seperti misalnya printer laser bisa rusak kalau ditenagai oleh daya


(48)

yang bergelombang sinus dimodifikasi. AC yang bergelombang sinus dimodifikasi juga bisa memberikan suara dengungan ketika diterapkan pada alat-alat seperti kipas angin, amplifier dan lampu neon biasa. Walaupun demikian, Inverter bergelombang sinus dimodifikasi adalah alat yang membuat konversi arus DC ke AC yang paling efisien dan relatif murah. Inverter bergelombang sinus murni sebaliknya memberikan listrik AC yang bersih dan sangat identik dengan listrik dari sumber jaringan listrik PLN.

Gambar 2.15 Power Inverter

Kapasitas sebuah Inverter menentukan jumlah daya AC yang bisa disediakan terus menerus. Disamping itu, juga diterapkan toleransi lonjakan arus listrik, missal 5 detik sampai dengan 0,5 jam. Angka-angka toleransi lonjakan memberikan gagasan tentang berapa banyak daya yang dapat disuplai oleh inverter selama 5 detik sampai dengan 0,5 jam sebelum arus yang berkelebihan itu diputuskan demi untuk melindungi Inverter tersebut.

Satuan ukuran Inverter adalah Watt. Untuk alat-alat listrik AC yang perlu ditenagai oleh sistem surya perlu kita ketahui kapasitas Inverter berapa watt yang


(49)

harus dipilih. Caranya adalah memilih Inverter yang berkemampuan memasok daya semaksimal keperluan gabungan beban alat-alat AC. Contohnya : Alat-alat AC terdiri dari : 1 unit oven microwave yang berdaya 800 Watt dan 1 unit TV yang berdaya 120 Watt. Jadi, total beban dalam hal ini adalah 800Watt + 120Watt = 920Watt.

Perhatikan bahwa perhitungan ini mengasumsikan bahwa inverter dipilih memiliki peringkat gelombang sinus yang cocok untuk mengatasi lonjakan oven microwave dan beban TV. Jadi, untuk beban 920 Watt, inverter 1000W boleh dikatakan cocok untuk dipakai. Akan tetapi, dengan pertimbangan efisiensi, maka Inverter 1200Watt-1500Watt direkomendasikan.


(50)

BAB III

METODOLOGI PEMBANGUNAN ALAT 3.1. Tempat Pembangunan Alat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Elektronika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.2. Perancangan Sistem Alat

Pada bagian ini akan dirancang blok diagram sistem charger pada sel surya.

Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem SOLAR CELL

CHARGER

BATEREI

MIKROKONTROLLER

ATMEGA 8535 LCD DISPLAY

KEYPAD

INVERTER

POWER

CHANGEOVER

BEBAN

LAMPU

JARINGAN


(51)

3.2.1 Cara Kerja Sistem

Dari diagram blok sistem pada gambar 3.1 cara kerja sistem secara umum adalah sebagai berikut:

1. Seluruh kinerja dari sistem dikendalikan oleh pengendali berupa mikrokontroller ATMega 8535 yang bekerja sesuai dengan perintah yang diatur melalui perangkat lunak.

2. Batere sebagai tempat penyimpanan energi listrik yang dihasilkan oleh sel surya.

3. Sel Surya sebagai sumber energi listrik yang akan di simpan (charge) pada batere.

4. Charger sebagai alat untuk mencharge batere sesuai dengan kebutuhan batere dan juga sebagai penahan arus balik dari batere ke sel surya apabila charge listrik dari sel surya berada dibawah jumlah charge pada batere sehingga tidak merusak sel surya.

5. Inverter sebagai pengubah arus DC dari batere menjadi arus AC yang akan digunakan pada beban dalam hal ini adalah sebuah bohlam lampu.

6. Power Changeover sebagai pengubah penggunaan arus listrik dari jaringan/jala-jala PLN ke arus dari batere yang sudah diubah oleh inverter.

3.2.2 Pencatuan Energi Listrik dari Solar cell (Sel Surya) ke Batere

Solar cell merupakan salah satu jenis pembangkit listrik yang tidak menghasilkan polusi sehingga ramah lingkungan, selain itu tidak menghasilkan


(52)

suara yang bising, dan tahan lama. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa solar cell sangat bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk pada permukaannya.

Yang terjadi adalah bahwa daya yang disuplai oleh solar cell ini berubah-ubah dan tidak stabil tergantung kondisi penyinaran saat itu, sehingga apabila solar cell ini dihubungkan secara langsung ke beban, maka dapat merusak beban tersebut. Solusinya adalah dengan menggunakan sistem penyimpanan energi yang menyimpan energi listrik tersebut untuk kemudian disambungkan ke beban, sehingga apabila kondisi penyinaran matahari dalam keadaan mendung, dari sistem penyimpanan energi tersebut masih dapat menyuplai beban secara stabil.

Sistem penyimpanan energi yang sering digunakan adalah baterai/ accumulator. Solar cell yang memiliki nominal tegangan 12 V, biasanya dapat menghasilkan tegangan yang berubah dari 13-20 V, sedangkan baterai yang digunakan mempunyai tegangan nominal 12 V. Adanya perbedaan antara tegangan keluaran dari solar cell dan baterai tentu saja memiliki dampak, yaitu kerusakan pada baterai yang berakibat akan mengurangi lifetime dari baterai. Oleh karena dibutuhkan regulator tegangan yang mengubah tegangan solar cell tersebut ke 12 V. Regulator ini selain berfungsi sebagai regulator tegangan, juga harus mempunyai fungsi sebagai dioda proteksi, sehingga hanya melewatkan arus yang menuju baterai dan tidak ada arus balik ke solar cell. Apabila sore, dengan tidak adanya penyinaran dari matahari, tegangan dari solar cell bisa lebih kecil dari baterai yang memungkinkan adanya arus balik dari dari baterai ke solar cell, tapi


(53)

dengan adanya dioda proteksi ini hal tersebut tidak terjadi. Regulator ini juga disebut sebagai Charger.

3.2.3 Pengubahan Energi Listrik DC dari Batere menjadi Energi listrik AC

Energi listrik yang dicatukan pada batere tidak dapat langsung dipergunakan ke beban dikarenakan energi yang tersimpan adalah dalam bentuk arus DC (Direct Current / Arus Searah) sedangkan energi listrik yang dibutuhkan adalah dalam bentuk arus AC (Alternating Current/Arus Bolak Balik). Oleh karena itu, arus listrik dari batere perlu diubah menjadi arus AC. Hal ini dapat dilakukan menggunakan alat yang disebut Inverter.

Inverter ini disambungkan ke Batere dan akan mengubah arus DC dari Batere menjadi Arus AC yang dapat digunakan oleh beban dalam hal ini adalah sebuah bohlam lampu 40 Watt.

3.2.4 Penerusan Energi Listrik dari Inverter ke Beban

Setelah Arus DC tersebut diubah menjadi arus AC oleh inverter, maka arus yang dihasilkan akan diteruskan menuju jaringan beban melalui alat Power Changeover. Alat ini berfungsi untuk mengubah sumber jaringan energi yang menuju beban dari jaringan Jala-jala PLN ataupun dari jaringan sistem alat. Bila terjadi pemutusan arus dari jala-jala PLN, maka power changeover akan merubah sumber arus ke jaringan sistem alat, dan jika terdeteksi bahwa jaringan jala-jala PLN telah kembali mengalirkan arus listrik, maka power changeover akan mengalihkan sumber arus dari sistem alat kembali ke jaringan PLN.


(54)

3.3. Perancangan dan Realisasi Perangkat Keras

Perangkat Keras alat ini terdiri dari beberapa Modul alat.

3.3.1. Modul Sel Surya

Gambar 3.2 Modul Surya

Modul surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk meningkatkan tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban. Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari.

Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi.

3.3.2. Modul Charger

Solar charge controller adalah peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur tegangan dan arus yang diisi ke baterai yang berasal dari solar cell. Solar charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian karena


(55)

baterai sudah penuh) dan kelebihan tegangan dari panel surya yang dapat mengurangi lifetime dari baterai. Solar charge controller menerapkan teknologi pulse width modulation (PWM) untuk mengatur keluaran dari solar cell yang masuk ke baterai. Secara umum bahwa solar cell dengan tegangan 12 V, memiliki variasi tegangan antara 13–21Volt. Dengan adanya variasi tegangan tersebut, baterai akan cepat rusak karena overcharging. Sedangkan baterai sendiri umumnya dicharge pada tegangan 14-14.7V.

Gambar 3.3 Solar Charger

Solar charge controller biasanya terdiri dari input yang akan dihubungkan dengan solar cell dan dua output, yang satu dihubungkan dengan baterai dan yang satu lagi dihubungkan dengan beban. Arus dari baterai tidak akan dapat kembali kesolar cell, karena adanya dioda proteksi yang hanya melewatkan arus yang berasal dari solar cell, bukan sebaliknya. Solar Charger Controller biasa juga disebut sebagai DC Regulator.


(56)

3.3.3. Modul Batere

Gambar 3.4 Batere

Baterai yang digunakan adalah jenis accumulator yang biasa dipakai pada motor/mobil. Accumulator ini merupakan jenis baterai lead acid dan adalah jenis aki basah. Tegangan nominalnya sebesar 12V, yang terdiri dari 6 sel yang masing masing mempunyai nominal tegangan 2 Volt, yang dihubungkan secara seri.

3.3.4 Modul Inverter

Modul Inverter digunakan sebagai pengubah arus DC dari Batere menjadi Arus AC yang digunakan pada beban. Inverter yang digunakan adalah inverter berkapasitas 300 watt.


(57)

3.3.5. Modul Power Changeover / Relay

Power changeover biasa juga disebut sebagai relay. Modul ini digunakan sebagai alat pengubah sumber jaringan listrik yang menuju beban.

Gambar 3.6 Power Changeover 3.3.6 Modul PSA (Power Supply)

Gambar 3.7 Power Supply

Rangkaian power supply 5 volt DC, bagaimanapun rangkaian power supply adalah rangkaian yang pertama harus tersedia untuk bisa bekerja bereksperimen dengan rangkaian digital maupun dengan mikokontroller. Kalau suatu saat tegangan yang diperlukan misalnya 6 volt DC, demikian juga jika diperlukan tegangan 9 Volt DC atau 12 volt DC, cukup dengan mengganti LM7805 dengan IC LM7806 atau LM7809 atau LM7812 sesuai dengan keperluan


(58)

3.3.7 Modul Mikrokontroler

Mikrokontroler yang digunakan pada alat adalah sebuah Mikrokontroler keluarga ATMega, yaitu mikrokontroler ATMega 8535. Pada modul ini sudah terpasang/tersambung juga modul LCD yang digunakan untuk melihat kondisi charge dari Batere maupun kondisi dari Charger Modul surya.

Gambar 3.8 Modul LCD dan Mikrokontroler

Modul Mikrokontroler ini juga dapat disambungkan dengan modul keypad yang berguna untuk memberikan input pada program/perangkat lunak yang digunakan untuk mengatur seluruh sistem.


(59)

3.4. Diagram Alir

Gambar 3.9 Diagram Alir Sistem

Dari diagram alir pada gambar 3.9 dapat dilihat bahwa sistem yang dirancang adalah khusus untuk penerangan pada malam hari, dan siang hari digunakan sebagai waktu untuk system melakukan charging pada batere. Diagram alir diatas merupakan algoritma perangkat lunak yang dibuat untuk mempermudah pembuatan program dari seluruh sistem.

MULAI

PUKUL 06.00 – 18.00

CUKUP TEGANGAN

BATERE

SALURKAN TENAGA SURYA MENGISI BATERE

INISIALISASI PROGRAM YA YA TIDAK AKTIF JALA JALA PLN HIDUPKAN INVERTER AKTIF JALA JALA PLN MATIKAN INVERTER

TIDAK YA

YA TIDAK

TIDAK BACA INTERNAL


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian ADC

Untuk memperoleh konversi tegangan Digital dengan tegangan Analog, pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan masukan yang sudah dikuatkan dibandingkan dengan nilai tegangan digital hasil konversi ADC. Hasil dari konversi tersebut ditunjukkan pada gambar 4.1. Dengan persamaan yang didapat yaitu y = 0,0024x, dimana variable x merupakan nilai ADC. Dengan demikian, persamaan ini dimasukkan dalam program konversi tegangan.

y = 0.0024x R2 = 1

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

0 100 200 300 400 500 600 700

ADC T e g a n g a n ( V o lt )


(61)

4.2. Pengujian Beban

Setelah diperoleh hasil pengujian yang sesuai, rancangan alat ini dilakukan penguian dengan masukan dari sensor dan keluaran dibaca dengan mikrokontroler. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban uji pada sensor dari 0 sampai 100 watt. Hasil pengujian beban seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dengan menghasilkan korelasi persamaan polynomial y = 21,94x3 – 176,3x2 + 476,3x – 328 antara beban yang diberikan terhadap tegangan keluaran. Persamaan ini dimasukkan dalam program mikrokontroler untuk mengkonversi beban terbaca menjadi tampilan dengan satuan watt.

y = -71.622x2 + 316.42x - 249.82 R2 = 0.9993

-20 0 20 40 60 80 100 120

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Tegangan (Volt) B e b a n T e ru k u r (K g )

Gambar 4.2 Grafik Beban

Rancangan alat sudah diuji dengan beban, maka selanjutnya alat ini dilihat performansinya pada saat digunakan untuk pengukuran beban sesungguhnya. Karakteristik akurasi alat ini ditunjukkan pada table 4.1. Karakteristik ini


(62)

diperoleh dari pengujian alat dengan diberikan beban uji dari 0 sampai dengan 100 watt.

Beban Real (Watt) Beban Terukur (Watt) Deviasi (Watt) Deviasi (%)

0 1,96 1,96 ~

20 19,21 0,79 3,95%

40 32,23 7,67 19,17%

60 55,09 4,91 8,18%

80 74,65 5,35 6,68%

100 92,35 7,65 7,65%

Tabel 4.1 Perbandingan Beban, Beban Terukur, dan Deviasi

R2 = 0.9955

0 20 40 60 80 100 120

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Beban Terukur (Kg)

B e b a n Se b e n a rn y a (K g )

Gambar 4.3 Grafik perbandingan beban sebenarnya dan beban terukur

Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa hasil penimbangan beban terukur mendekati nilai beban sebenarnya, dengan deviasi kurang dari 10 watt


(63)

atau rata rata dibawah 10%, kecuali pada beban 40 watt. Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme pada sensor.

4.3 Karakterisasi Solar Cell dengan menggunakan Multimeter Digital

Karakterisasi Solar Cell (Sel Surya) dilakukan dengan menggunakan Multimeter Digital untuk memperoleh hasil pengukuran arus dan tegangan keluaran. Hasil pengukuran inilah yang nantinya akan menjadi acuan perbandingan data pengukuran menggunakan Voltmeter.

Proses Karakterisasi Solar Cell secara langsung dilakukan untuk 1 cell Solar Cell, sedangkan untuk 3 cell Solar Cell menggunakan data karakterisasi yang sudah ada sebelumnya.


(64)

Hasil pengukuran perubahan tegangan dan arus dari 3 cell solar cell dapat diamati pada gambar berikut:

Gambar 4.5 Grafik pengukuran Perubahan Arus dan Tegangan Solar Cell menggunakan Multimeter Digital

Didapat dari grafik bahwa tegangan keluaran optimum adalah sebesar 18 volt dengan arus sebesar 2 ampere. Diperoleh hubungan tegangan dan arus berbanding terbalik. Semakin besar nilai arus yang dihasilkan solar cell maka tegangan keluaran akan semakin kecil dan cenderung menurun dari tegangan idealnya.

4.4 Pengujian Minimum Sistem

Pada pengujian minimum sistem ini dilakukan percobaan yang sifatnya sederhana tapi dapat menunjukkan bekerja tidaknya minimum sistem tersebut. Percobaan tersebut adalah menghidupkan beberapa LED secara bergantian. Percobaan ini dilakukan pada I/O port (port A). Untuk menghidupkan LED tersebut digunakan program sebagai berikut:


(65)

while (1) {

//Place your code here PORTA=240

Delay_ms (100); PORTA=15

Delay_ms (100) };

Jika program tersebut dijalankan, maka LED akan hidup dan mati secara bergantian seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut:

LED 1 LED 2 LED 3 LED 4 LED 5 LED 6 LED 7 LED 8

Tahap 1 ON ON ON ON OFF OFF OFF OFF Tahap 2 OFF OFF OFF OFF ON ON ON ON

Tabel 4.2 Pengujian Minimum LED

4.5 Pengujian LCD

Selain percobaan I/O port (port A) juga dilakukan percobaan terhadap LCD. Pada tahap ini dilakukan percobaan untuk mengaktifkan LCD sistem. Pengaktifan LCD ini dilakukan dengan cara menampilkan beberapa karakter pada LCD.

Untuk menampilkan beberapa karakter tersebut digunakan Listing Program sebagai berikut:


(66)

While (1) {

//place your code here lcd_gotoxy (4,0);

lcd_putsf MY PROJECT ;

delay_ms (30); lcd_clear (); };

}

Jika program diatas dijalankan maka di layar LCD akan tampil “MY PROJECT”

pada koordinat x = 4 dan y = 0. Hal ini menunjukkan bahwa minimum sistem dan LCD dapat berjalan dengan baik.

4.6 Pengujian LCD dan Solar Sel

Pengujian berikutnya dengan cara menghubungkan solar sel ke port A.4 Selanjutnya membaca nilainya dan tampilkan ke LCD. Programnya sebagai berikut:

While (1) {

//place your code here lcd_gotoxy (4,0);

lcd_putsf MY PROJECT ;

nilai=adc_data [4];

sprint energi, Energi =%C ,nilai;


(67)

delay_ms (30); };

}

Program diatas akan membaca nilai dari port A.4 yang dihubungkan ke solar sel dengan perintah nilai adc_[4];. Dengan perintah ini maka adc_data [4] akan dimasukkan kedalam sebuah variable bernama nilai, selanjutnya akan diubah

kedalam bentuk desimal dengan perintah sprint (energy,”Energi=%C”,nilai);

kemudian akan ditampilkan ke LCD pada koordinat x = 0 dan y = 1 melalui perintah lcd_gotoxy(0,1); lcd_puts(energi).

Pengujian selanjutnya dilakukan dengan menghubungkan rangkaian solar sel dan LCD ke mikrokontroler.

Dari hasil pengujian selama 3 (tiga) hari berturut-turut didapat data sebagai berikut:

4.6.1 Pengujian Hari Pertama

Waktu Jumlah Energi (mW)

07.30 – 08.00 WIB 69261

08.00 – 08.30 WIB 73452

08.30 – 09.00 WIB 85380

09.00 – 09.30 WIB 101722 09.30 – 10.00 WIB 126504 10.00 – 10.30 WIB 149581 10.30 – 11.00 WIB 181922 11.00 – 11.30 WIB 247361 11.30 – 12.00 WIB 294481


(68)

– 12.30 WIB 311822 – 13.00 WIB 375901 – 13.30 WIB 350353 – 14.00 WIB 287611 – 14.30 WIB 243967 – 15.00 WIB 209833 – 15.30 WIB 152464 – 16.00 WIB 125922 – 16.30 WI B 94345 – 17.00 WIB 72699 – 17.30 WIB 53398 Ene rgi T o ta l 3607979 mW 4.3 Hasi l Pe ngu

jian Alat Hari Pe

rtam a nerg i Vs Wa kt u

07.30 – 08.00 WIB 08.00 – 08.30 WIB 08.30 – 09.00 WIB 09.00 – 09.30 WIB 09.30 – 10.00 WIB 10.00 – 10.30 WIB 10.30 – 11.00 WIB 11.00 – 11.30 WIB 11.30 – 12.00 WIB 12.00 – 12.30 WIB 12.30 – 13.00 WIB 13.00 – 13.30 WIB 13.30 – 14.00 WIB 14.00 – 14.30 WIB 14.30 – 15.00 WIB 15.00 – 15.30 WIB 15.30 – 16.00 WIB 16.00 – 16.30 WIB 16.30 – 17.00 WIB 17.00 – 17.30 WIB

W a k tu Ga m bar 4. 6 Gr af ik Hasi l Pe ngu jian H a ri Pe rtam a Universitas Sumatera Utara


(69)

4.6.2 Pengujian Hari Kedua

Waktu Jumlah Energi (mW)

07.30 – 08.00 WIB 67421

08.00 – 08.30 WIB 75360

08.30 – 09.00 WIB 90350

09.00 – 09.30 WIB 81230

09.30 – 10.00 WIB 74960

10.00 – 10.30 WIB 133286 10.30 – 11.00 WIB 206621 11.00 – 11.30 WIB 241726 11.30 – 12.00 WIB 297731 12.00 – 12.30 WIB 350381 12.30 – 13.00 WIB 379533 13.00 – 13.30 WIB 327530 13.30 – 14.00 WIB 304422 14.00 – 14.30 WIB 241634 14.30 – 15.00 WIB 182020 15.00 – 15.30 WIB 159841 15.30 – 16.00 WIB 120598 16.00 – 16.30 WIB 101655

16.30 – 17.00 WIB 75359

17.00 – 17.30 WIB 41891

Energi Total 3553549 mW


(70)

nerg i Vs Wa kt u

07.30 – 08.00 WIB 08.00 – 08.30 WIB 08.30 – 09.00 WIB 09.00 – 09.30 WIB 09.30 – 10.00 WIB 10.00 – 10.30 WIB 10.30 – 11.00 WIB 11.00 – 11.30 WIB 11.30 – 12.00 WIB 12.00 – 12.30 WIB 12.30 – 13.00 WIB 13.00 – 13.30 WIB 13.30 – 14.00 WIB 14.00 – 14.30 WIB 14.30 – 15.00 WIB 15.00 – 15.30 WIB 15.30 – 16.00 WIB 16.00 – 16.30 WIB 16.30 – 17.00 WIB 17.00 – 17.30 WIB

W a k tu Ga m bar 4. 7 Gr af ik Hasi l Pe ngu jian H a ri K edua ari K et ig a Wa kt u Jum lah E nerg i (m W) – 08.00 WIB 69451 – 08.30 WIB 71790 – 09.00 WIB 90152 – 09.30 WIB 92404 – 10.00 WIB 106060 – 10.30 WIB 126003 – 11.00 WIB 184671 – 11.30 WIB 249312 Universitas Sumatera Utara


(71)

– 12.00 WIB 301750 – 12.30 WIB 323400 – 13.00 WIB 358456 – 13.30 WIB 321531 – 14.00 WIB 281591 – 14.30 WIB 226344 – 15.00 WIB 175050 – 15.30 WIB 139433 – 16.00 WIB 107525 – 16.30 WIB 83814 – 17.00 WIB 60232 – 17.30 WIB 58349 Ene rgi T o ta l 3427318 mW Tabel 4.5 Hasi l P engujian A la t Har i Ke tiga nerg i Vs Wa kt u

07.30 – 08.00 WIB 08.00 – 08.30 WIB 08.30 – 09.00 WIB 09.00 – 09.30 WIB 09.30 – 10.00 WIB 10.00 – 10.30 WIB 10.30 – 11.00 WIB 11.00 – 11.30 WIB 11.30 – 12.00 WIB 12.00 – 12.30 WIB 12.30 – 13.00 WIB 13.00 – 13.30 WIB 13.30 – 14.00 WIB 14.00 – 14.30 WIB 14.30 – 15.00 WIB 15.00 – 15.30 WIB 15.30 – 16.00 WIB 16.00 – 16.30 WIB 16.30 – 17.00 WIB 17.00 – 17.30 WIB

W a k tu Ga m bar 4. 8 Gr af ik Hasi l Pe ngu jian H a ri K et ig a Universitas Sumatera Utara


(72)

Pada pengujian diatas yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai dengan 21 Juli 2013, didapat bahwa Solar Cell memberikan daya puncak sekitar 350 W pada tengah hari atau sekitar pukul 12.30 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. Hal ini disebabkan karena besarnya intensitas cahaya yang mengenai Sel Surya dikarenakan cuaca yang cukup cerah dan kurang berawan.

4.7 Penggunaan Alat.

Sistem / Alat hanya 1 Panel Surya saja yang digunakan. Panel ini mampu menghasilkan Listrik dengan tegangan 12 Volt, dengan variasi keluaran antara 13 sampai 21 volt. Dengan menggunakan Solar Charger (regulator DC) maka tegangan yang dihasilkan dapat dibuat stabil pada 12 volt untuk mencharge Batere. Batere yang digunakan adalah batere Lead Acid yang memiliki keluaran tegangan 12 volt dan kapasitas arus 60 Ah (Ampere-hour/Ampere-jam).

Beban yang digunakan pada alat untuk pengujian adalah sebuah bohlam lampu 40 Watt. Dari penggunaan alat, diharapkan bohlam lampu ini dapat menyala selama lebih kurang 12 jam, dihitung dari pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB. Dengan demikian maka didapat beban harian sebesar:

40 Watt x 12 jam = 480 Wh.

Alat ini sendiri memiliki kapasitas discharge dari batere sebesar: 60 Ah x 12 Volt = 720 Wh.


(73)

Seharusnya bila digunakan lampu 40 Watt, maka alat akan dapat menyalakan bohlam lampu itu selama:

720 Wh / 40 Watt = 18 Jam.

Tapi agar batere dapat awet dan tidak cepat rusak, maka diatur agar diberi batas discharge batere sebesar 30% dari kapasitas maksimum. Oleh karena itu, kapasitas discharge batere adalah sebesar :

(60 Ah x 70%) x 12 Volt = 504 Wh.

Dari hasil diatas maka alat dapat digunakan untuk menghidupkan sebuah bohlam lampu 40 watt selama 12 jam.


(74)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil perancangan, pengujian dan analisis alat dapat disimpulkan bahwa:

1. Alat dapat menghasilkan cukup listrik setiap hari untuk mencatu beban dalam hal ini sebuah bola lampu 40 untuk penerangan dimalam hari selama lebih kurang 12 jam pemakaian.

2. Intensitas cahaya yang masuk ke solar cell berubah ubah setiap waktu, umumnya intensitas cahaya pada pagi dan sore hari rendah, dan bila keadaan mendung, maka intensitas cahaya dan jumlah daya listrik yang dihasilkan juga menurun.

3. Alat akan bekerja secara otomatis bila jaringan/jala-jala PLN yang menuju beban menjadi tidak aktif dan bila jaringan PLN aktif, maka alat akan mengubah sumber jaringan menuju beban kembali ke jaringan PLN

4. Bila daya yang tersimpan pada batere mencapai atau berada dibawah jumlah tertentu, maka alat akan otomatis mati walaupun jaringan PLN belum hidup.

5. Untuk menambah daya listrik yang dihasilkan lebih besar dapat dilakukan dengan menambah jumlah Solar Panel yang dipasang seri satu sama lain.


(75)

5.2 Saran.

1. Alat sebaiknya dibuat agar modul Panel Surya berada pada tempat yang terkena matahari langsung, dan juga kedap air agar tidak mengalami kerusakan apabila terkena hujan.

2. Alat juga sebaiknya menggunakan 2 atau lebih solar panel yang disambung secara Seri.

3. Alat sebaiknya selalu di cek setiap bulan dan segera mengganti modul yang mengalami aus agar alat tetap dapat bekerja dengan baik.

4. Untuk mendapat waktu pemakaian lebih lama, maka diperlukan batere dengan kapasitas daya listrik lebih besar.


(76)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Christiana Honsberg & Stuart Bowden, “Photovoltaic: Devices, Systems, and Application PVCDROM Beta of the 2nd Edition“

[2] McMahon, T.J., & Von Roedern, B. (1997). Effect of Light Intensity on Current Collection in Thin-Film Solar Cells. California: Midwest Research Institute

[3] Tuantong, T., Choosiri, N., & Kongrat, P. Effect of Physical Properties on the Efficiency of the Single Crystal Silicon Solar Cells. Thailand: Thaksin

University.

[4] solar cell. May 29, 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cell. [5] Battery and energy Technologies. 2005.

[6] http://www.mpoweruk.com/index.htm. [7] http://www.spreadsheet.com


(77)

LAMPIRAN 1 PROGRAM SOLAR CELL

/******************************************************* This program was created by the

CodeWizardAVR V2.60 Standard Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2012 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. http://www.hpinfotech.com

Project : Version :

Date : 6/25/2013 Author :

Company : Comments:

Chip type : ATmega8535 Program type : Application

AVR Core Clock frequency: 16.000000 MHz Memory model : Small

External RAM size : 0 Data Stack size : 128


(78)

#include <mega8535.h> #include <stdio.h> #include <delay.h>

#define batas_t PINC.4 #define batas_b PINC.5 #define batas_u PINC.6 #define batas_s PINC.7

#define motor_tb_on PORTC.3 #define motor_tb_ud PORTC.2

#define motor_us_on PORTC.1 #define motor_us_kk PORTC.0

// Alphanumeric LCD functions #include <alcd.h>

// Declare your global variables here

#define ADC_VREF_TYPE ((1<<REFS1) | (1<<REFS0) | (0<<ADLAR)) // Read the AD conversion result

unsigned int read_adc(unsigned char adc_input) {


(79)

ADMUX=adc_input | ADC_VREF_TYPE;

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage delay_us(10);

// Start the AD conversion ADCSRA|=(1<<ADSC);

// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & (1<<ADIF))==0);

ADCSRA|=(1<<ADIF); return ADCW; }

void panel_us (unsigned int tunda) {

unsigned int waktu; waktu = tunda; motor_us_on = 1;

motor_us_kk = 0; // motor putar ke selatan delay_ms(100);

while (1) {

delay_ms(3); waktu--;

if (waktu == 0) break; if (batas_u == 0)


(80)

{

motor_us_kk = 1; // motor putar ke utara delay_ms(1000);

break; } }

motor_us_on = 0; delay_ms(50); }

void panel_su (unsigned int tunda) {

unsigned int waktu; waktu = tunda; motor_us_on = 1;

motor_us_kk = 1; // motor putar ke utara delay_ms(100);

while (1) {

delay_ms(3); waktu--;

if (waktu == 0) break; if (batas_s == 0) {


(81)

delay_ms(1000); break;

} }

motor_us_on = 0; delay_ms(50); }

void panel_tb (unsigned int tunda) {

unsigned int waktu; waktu = tunda; motor_tb_on = 1;

motor_tb_ud = 0; // motor putar timur ke barat delay_ms(100);

while (1) {

delay_ms(10); waktu--;

if (waktu == 0) break; if (batas_b == 0) {

break; }


(82)

}

motor_tb_on = 0; delay_ms(50); }

void panel_bt (unsigned int tunda) {

unsigned int waktu; waktu = tunda; motor_tb_on = 1;

motor_tb_ud = 1; // motor putar barat ke timur delay_ms(100);

while (1) {

delay_ms(10); waktu--;

if (waktu == 0) break; if (batas_t == 0) {

break; } }

motor_tb_on = 0; delay_ms(50); }


(83)

void main(void) {

// Declare your local variables here unsigned char buf [33];

unsigned int ldr_a, ldr_b, ldr_ki, ldr_ka; unsigned int delta_tb, delta_us;

// Input/Output Ports initialization // Port A initialization

// Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In

DDRA=(0<<DDA7) | (0<<DDA6) | (0<<DDA5) | (0<<DDA4) | (0<<DDA3) | (0<<DDA2) | (0<<DDA1) | (0<<DDA0);

// State: Bit7=T Bit6=T Bit5=T Bit4=T Bit3=T Bit2=T Bit1=T Bit0=T

PORTA=(0<<PORTA7) | (0<<PORTA6) | (0<<PORTA5) | (0<<PORTA4) | (0<<PORTA3) | (0<<PORTA2) | (0<<PORTA1) | (0<<PORTA0);

// Port B initialization

// Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In

DDRB=(0<<DDB7) | (0<<DDB6) | (0<<DDB5) | (0<<DDB4) | (0<<DDB3) | (0<<DDB2) | (0<<DDB1) | (0<<DDB0);

// State: Bit7=T Bit6=T Bit5=T Bit4=T Bit3=T Bit2=T Bit1=T Bit0=T

PORTB=(0<<PORTB7) | (0<<PORTB6) | (0<<PORTB5) | (0<<PORTB4) | (0<<PORTB3) | (0<<PORTB2) | (0<<PORTB1) | (0<<PORTB0);


(84)

// Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=Out Bit2=Out Bit1=Out Bit0=Out DDRC=(0<<DDC7) | (0<<DDC6) | (0<<DDC5) | (0<<DDC4) | (1<<DDC3) | (1<<DDC2) | (1<<DDC1) | (1<<DDC0);

// State: Bit7=T Bit6=T Bit5=T Bit4=T Bit3=0 Bit2=0 Bit1=0 Bit0=0

PORTC=(0<<PORTC7) | (0<<PORTC6) | (0<<PORTC5) | (0<<PORTC4) | (0<<PORTC3) | (0<<PORTC2) | (0<<PORTC1) | (0<<PORTC0);

// Port D initialization

// Function: Bit7=In Bit6=In Bit5=In Bit4=In Bit3=In Bit2=In Bit1=In Bit0=In

DDRD=(0<<DDD7) | (0<<DDD6) | (0<<DDD5) | (0<<DDD4) | (0<<DDD3) | (0<<DDD2) | (0<<DDD1) | (0<<DDD0);

// State: Bit7=T Bit6=T Bit5=T Bit4=T Bit3=T Bit2=T Bit1=T Bit0=T

PORTD=(0<<PORTD7) | (0<<PORTD6) | (0<<PORTD5) | (0<<PORTD4) | (0<<PORTD3) | (0<<PORTD2) | (0<<PORTD1) | (0<<PORTD0);

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC0 output: Disconnected

TCCR0=(0<<WGM00) | (0<<COM01) | (0<<COM00) | (0<<WGM01) | (0<<CS02) | (0<<CS01) | (0<<CS00);

TCNT0=0x00; OCR0=0x00;

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock


(85)

// Clock value: 250.000 kHz // Mode: Normal top=0xFFFF // OC1A output: Disconnected // OC1B output: Disconnected // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer Period: 0.25 s

// Timer1 Overflow Interrupt: On // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off

TCCR1A=(0<<COM1A1) | (0<<COM1A0) | (0<<COM1B1) | (0<<COM1B0) | (0<<WGM11) | (0<<WGM10);

TCCR1B=(0<<ICNC1) | (0<<ICES1) | (0<<WGM13) | (0<<WGM12) | (0<<CS12) | (1<<CS11) | (1<<CS10);

TCNT1H=0x0B; TCNT1L=0xDC; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock


(1)

// Analog Comparator: Off

ACSR=(1<<ACD) | (0<<ACBG) | (0<<ACO) | (0<<ACI) | (0<<ACIE) | (0<<ACIC) | (0<<ACIS1) | (0<<ACIS0);

// ADC initialization

// ADC Clock frequency: 125.000 kHz

// ADC Voltage Reference: Int., cap. on AREF // ADC High Speed Mode: Off

// ADC Auto Trigger Source: ADC Stopped ADMUX=ADC_VREF_TYPE;

ADCSRA=(1<<ADEN) | (0<<ADSC) | (0<<ADATE) | (0<<ADIF) | (0<<ADIE) | (1<<ADPS2) | (1<<ADPS1) | (1<<ADPS0);

SFIOR=(1<<ADHSM) | (0<<ADTS2) | (0<<ADTS1) | (0<<ADTS0);

// SPI initialization // SPI disabled

SPCR=(0<<SPIE) | (0<<SPE) | (0<<DORD) | (0<<MSTR) | (0<<CPOL) | (0<<CPHA) | (0<<SPR1) | (0<<SPR0);

// TWI initialization // TWI disabled

TWCR=(0<<TWEA) | (0<<TWSTA) | (0<<TWSTO) | (0<<TWEN) | (0<<TWIE);

// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the


(2)

// RS - PORTB Bit 0 // RD - PORTB Bit 1 // EN - PORTB Bit 2 // D4 - PORTB Bit 4 // D5 - PORTB Bit 5 // D6 - PORTB Bit 6 // D7 - PORTB Bit 7 // Characters/line: 16 lcd_init(16);

// Global enable interrupts #asm("sei")

lcd_gotoxy(0,0);

lcd_putsf("Solar Cell ATKP"); delay_ms(2500);

while (1) {

// Place your code here ldr_a = read_adc(0); ldr_b = read_adc(1);


(3)

if (ldr_a > ldr_b) {

delta_tb = ldr_a - ldr_b; if (delta_tb > 50) delta_tb = 50; if (delta_tb < 4) delta_tb = 4; lcd_gotoxy(0,1);

sprintf(buf,"tb : %02u",delta_tb); lcd_puts(buf);

panel_tb(delta_tb/2); delay_ms(1000); }

if (ldr_b > ldr_a) {

delta_tb = ldr_b - ldr_a; if (delta_tb > 50) delta_tb = 50; if (delta_tb < 4) delta_tb = 4; lcd_gotoxy(0,1);

sprintf(buf,"bt : %02u",delta_tb); lcd_puts(buf); panel_bt(delta_tb/2);

delay_ms(1000); }


(4)

ldr_ki = read_adc(3);

if (ldr_ka > ldr_ki) {

delta_us = ldr_ka - ldr_ki; if (delta_us > 50) delta_us = 50; if (delta_us < 4) delta_us = 4; lcd_gotoxy(8,1);

sprintf(buf,"su : %02u",delta_us); lcd_puts(buf);

panel_us(delta_us/2); delay_ms(1000); } if (ldr_ki > ldr_ka) {

delta_us = ldr_ki - ldr_ka; if (delta_us > 50) delta_us = 50; if (delta_us < 4) delta_us = 4; lcd_gotoxy(8,1);

sprintf(buf,"us : %02u",delta_us); lcd_puts(buf); panel_su(delta_us/2); delay_ms(1000); } } }


(5)

LAMPIRAN 2

GAMBAR RANGKAIAN


(6)

LAMPIRAN 3

GAMBAR ALAT