pengaruh asap hasil bakar kayu terhadap tegangan flashover AC isolator piring

DAFTAR PUSTAKA
1. Redaksi Online. 04 November 2014. Giliran Pembangkit Terganggu Asap.
Sumatera Ekspress.
2. Kementrian Kehutanan. 2014 . Statistik Kementerian Kehutanan 2013.
Jakarta : Kemeterian Kehutanan Indonesia.
3. Forest Watch Indonesia. 2013 . Potret Keadaan Hutan Indonesia 2009-2013.
Bogor : Forest Watc Indonesia.
4. Faisal, Fikri., dkk. 2012. Dampak Asap Kebakaran Hutan Pada Pernafasan.
Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Schmaltz, Jeff. 2014. NASA Image Courtesy, MODIS Response Team.
6. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1998. KEP-107/ KABAPEDAL/
11/ 1997. Jakarta : BAPELDA.
7. Anshari, Dedi.2009. Impregnasi Asap Cair Tempurung Kelapa, Poliester
Tak Jenuh Yukalac 157 BQTN-EX dan Tolunena Diisosianat Terhadap
Kayu Kelapa Sawit. Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
8. Wijaya, Mohammad., dkk.2008. Perubahan Suhu Pirolisis Terhadap
Struktur Kimia Asap Cair dari Serbuk Gergaji Kayu Pinus. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Hutan.
9. Holtzhausen, J. P., ”High Voltage Insulators”, IDC Technologies

10. Kentrick. 2014. Simulasi Perhitungan Distribusi Tegangan Pada Isolator
Rantai. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.

11. P. J. Lambeth, B.Sc.(Eng.),C.Eng.,M.I.E.E.1971.Effect of pollution on highvoltage outdoor insulators. PROC. IEE, JEE REVIEWS, Vol. 118, No. 9
12. Wilvian. 2012. Pengaruh Kelembaban terhadap Tegangan Flashover AC
Isolator Piring. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
13. Tobing, Bonggas L. 2012. Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi,
edisi kedua, Jakarta: Penerbit Erlangga.
14. Tobing, Bonggas L. 2012. Peralatan Tegangan Tinggi, edisi kedua, Jakarta:
Penerbit Erlangga.

BAB III
METODE PENGUJIAN
Pada bab ini akan dijelaskan metode yang dilakukan dalam pengujian
tegangan flashover AC isolator piring, peralatan dan bahan yang digunakan dalam
pengujian, jalannya pengujian serta percobaan pendukung yaitu perhitungan bobot
polusi dan perhitungan luas permukaan isolator.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Kelas 1
Medan. Yang dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan selesai.
3.2 Bahan Pengujian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah


Asap hasil pembakaran kayu pinus.

Gambar 3.1 Potongan Kayu Pinus

32



1 liter aquadest




1 unit isolator piring standar clevis and tongue
Spesifikasi: merek NGK Japan 9 2. Diameter 17,5 cm da tinggi 15 cm.

Gambar 3.2 Isolator Piring Standar Clevis and Tongue

3.3 Alat Penelitian dan Spesifikasinya
Peralatan yang digunakan dalam proses penelitian meliputi :


1 unit trafo uji
Spesifikasi: 200/100.000 Volt; 50 Hz; 10 kVA



1 unit autotrafo
Spesifikasi: 220/0-220 Volt; 10 kVA



1 unit ruang pengeringan isolator piring berupa ruang yang dindingnya

terbuat dari bahan plastik transparan.



2 pasang sarung tangan karet.



1 unit isolasi listrik ukuran besar.



1 unit gelas ukur 500 mL dan 2 unit gelas ukur 50 mL.

33

(a)

(b)
Gambar 3.3 (a) Autotrafo (b) Trafo Uji




1 unit tahanan peredam
Spesifikasi: 10 MΩ; 60 MW

Gambar 3.4 Tahanan Peredam



Kabel penggantung isolator 2 meter.



Penjepit besi ukuran besar.



1 unit multimeter
Spesifikasi:


merek

Sanwa

CD800a;

measuring

range

ACV

4/40/400/600V; best accuracy ACV (1,6%+9); resolution ACV 0.001 V.

34

Gambar 3.5 Multimeter Digital




2 unit barometer/humiditymeter/thermometer digital
Spesifikasi: merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5-825 mmHg; range
suhu 0-50 C, range kelembaban 10-110%.

Gambar 3.6 Barometer/Humiditymeter/Thermometer Digital

35



1 unit ruang pengasapan (smoke chamber) berupa kotak kaca

1

7

6

2


5
4

3
Gambar 3.7 Peragaan Rangkaian Percobaan

Rangkaian percobaan ini menirukan kondisi jaringan transmisi
yang melewati kawasan hutan yang dimana diluar daerah clearance
merupakan pepohonan dan apabila terjadi kebakaran maka peralatan
jaringan trasnmisi khususnya isolator piring akan tertutupi penuh oleh
asap.
Keterangan gambar :
1. Kabel fasa
2. Tungku pembakaran kayu
3. Lubang hisap air analyzer
4. Kabel grounding
5. Isolator uji
6. Barometer/humiditymeter
7. Tabung kaca dengan volume 360 Liter.


36



1 unit Carbon Monoxide (CO) Monitoring
Spesifikasi: tipe AQ5001 Pro; full scale 1000 ppm; repeatibility 3%
2LSD (Least Significant Digits)

Gambar 3.8 Carbon Monoxide (CO) Analyzer tipe AQ5001 Pro



1 unit Sulfur Dioxide (SO2) dan Nitrogen Dioxide (NO2) analyzer
Spesifikasi: 5 unit tabung impinger dan 5 unit tabung pengaman; kapasitas
hisap maximum 2,0 liter udara/menit; catu daya DC 12 V – 4,5 A
(optional); panjang 47 cm, lebar 21 cm, tinggi 22 cm, dan berat 5 kg.

Gambar 3.9 Sulfur Dioxide (SO2) dan Nitrogen Dioxide (NO2) Analyzer


37



1 unit Particulate Air Monitoring
Spesifikasi: merek Haz-Dust model EPAM-5000; calibration NIOSH
gravimetric method; sensing range .001-20.0 mg/m3 .01-200.0 mg/m3
(optional); particle size range 0.1-100 m; precision +/- 0.003 mg/m3 (3
m/m3); accuracy +/- 10% to NIOSH #600 using ARD; filter casette 47
mm disposable EPA FRM style; power rechargeable battery.

Gambar 3.10 Particulate Air Monitoring



1 unit Conductivitymeter
Spesifikasi: Merek Hanna tipe HI 98129; Range 0 – 3999 S/cm, 0,0 –
60,0oC/ 32,0 – 140,0 oF, 0,00 – 14,00 pH; Accuracy  0,5 oC/ 1 oF,  0,05
pH, 2% f.s (EC/TDS)


Gambar 3.11 Conductivitymeter

38

3.4 Prosedur-Prosedur Dalam Eksperimen

Ada 2 tahap pengujian yang dilakukan, yaitu :
1. Pengujian tegangan flashover AC Isolator piring keadaan bersih.
2. Pengujian tegangan flashover AC isolator piring terpolusi asap.

3.4.1

Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring Keadaan
Bersih

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Isolator dicuci dengan air bersih.

Gambar 3.12 Pencucian Isolator Piring

2. Isolator dikeringkan secara alami didalam ruang pengeringan
sekitar 24 jam.

39

Gambar 3.13 Ruang Pengeringan Isolator Piring

3. Isolator dimasukkan kedalam ruang tabung kaca pengujian dengan
menggunakan sarung tangan karet agar tidak terkontaminasi
kotoran dari tangan seperti pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Proses Pengambilan Isolator Uji Dari Ruang Pengeringan

4. Suhu dan tekanan udara diukur.
5. Konsentrasi CO dan PM10 diukur.
6. Saklar utama S1 ditutup dan AT diatur hingga tegangan
keluarannya nol.

40

7. Kemudian saklar S2 ditutup.
8. Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap sampai terjadi
flashover pada isolator.
9. Pada saat bersamaan, tegangan V2 dicatat dan saklar S1 dan S2
dibuka.

3.4.2

Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring Keadaan
Terpolusi Asap

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Isolator dicuci dengan air bersih seperti pada Gambar 3.12.
2. Isolator dikeringkan secara alami didalam ruang pengeringan
sekitar 24 jam seperti pada Gambar 3.13.
3. Isolator dimasukkan kedalam ruang tabung kaca pengujian seperti
pada Gambar 3.7.
TU

Rp
S1

S2
ASAP
V1

Vin

`

V2

AT

Keterangan gambar :
AT = Autotransformator ; TU = Trafo uji ; Rp = Tahanan peredam; S1 = Saklar Utama ;
S2 = Saklar Sekunder ;
Vin = Tegangan Masukan

Gambar 3.15 Rangkaian Percobaan

41

4. Bakar kayu pinus dalam tungku pembakaran yang telah disediakan.
5. Tunggu sampai proses pembakaran menghasilkan banyak asap.
6. Minimalisasikan api yang dihasilkan dari proses pembakaran.
7. Masukkan tungku pembakaran pada jalur masuk asap dan tunggu
sampai asap memenuhi tabung kaca secara sepenuhnya. Kemudian
catat waktu proses pengasapan.
8. Keluarkan tungku pembakaran dan kemudian tutup tempat
pemasukan asap dengan pintu kaca yang telah disediakan.
9. Nyalakan alat NO2 dan SO2 analyzer untuk pengambilan sample
asap selama  1 jam yang akan dianalisis lebih lanjut kadarnya di
laboratorium.
10. Ukur suhu, tekanan udara, konsentrasi CO dan konsentrasi PM10
pada kondisi setiap percobaan yang dilakukan.

Gambar 3.16 Proses Pengukuran Suhu, Tekanan Udara , Konsentrasi CO
dan Konsentrasi PM10

11. Saklar utama S1 ditutup dan AT diatur hingga tegangan
keluarannya nol.

42

12. Kemudian saklar S2 ditutup.
13. Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap sampai terjadi
flashover pada isolator.
14. Pada saat bersamaan, tegangan V2 dicatat dan saklar S1 dan S2
dibuka.
15. Lakukan langkah 10-14 untuk waktu pengasapan dalam rentang
pengasapan 15 menit sampai 4 kali.
16. Buka pintu kaca sehingga asap keluar dan lakukan langkah 10-14
dalam rentang 15 menit sampai 2 kali.
17. Kemudian lakukan langkah 10-14 untuuk kondisi isolator
didiamkan selama  24 jam untuk mengetahui kondisi akhir
kekuatan isolasi isolator piring terpolusi asap.
18. Isolator dikeluarkan dari ruang pengasapan.
19. Percobaan selesai dan pastikan seluruh peralatan dalam kondisi
OFF.

Gambar 3.17 Kondisi Isolator Piring Terpolusi Asap Pembakaran

43

3.5 Pengukuran Tingkat Bobot Polusi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa isolator yang
terpasang pada saluran udara akan ditempeli oleh polutan pada permukaannya dan
bobot dari polutan yang menempel pada permukaan isolator berbeda-beda. Dalam
hal ini, polutan yang menempel pada permukaan isolator adalah polutan yang
berasal dari proses pengasapan hasil bakar kayu. Oleh karena itu, untuk mengukur
bobot dari polutan yang menempel pada permukaan isolator, dibutuhkan suatu
pengukuran bobot polusi dengan menggunakan metode ESDD (Equivalent Salt
Deposit Density). ESDD menunjukkan tingkat polusi permukaan isolator yang
diekivalenkan dengan kadar garam dalam air. Langkah-langkah untuk
menentukan nilai ESDD polutan pada suatu isolator adalah sebagai berikut:
1. Sediakan air aquadest sebanyak 500 mL yang digunakan untuk melarutkan
polutan yang menempel pada isolator.
2. Ukur temperatur dan konduktivitas aquadest dengan menggunakan alat
pengukur konduktivitas (Conductivitymeter).
3. Dihitung nilai

konduktivitas

aquadest

pada

suhu

20oC

dengan

menggunakan Persamaan 3.1.
[

]

Keterangan:
t

=

suhu larutan ( oC )

20

=

konduktivitas larutan pada suhu 20 oC ( S/m )



=

konduktivitas larutan pada suhu t oC ( S/m )

b

=

faktor koreksi suhu pada suhu  oC

44

(3.1)

Nilai dari b dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu[12]
 (oC)

b

5

0,03156

10

0,02817

20

0,02277

30

0,01905

Catatan: untuk suhu yang lain, nilai b dapat diperoleh melalui
interpolasi

4. Dihitung salinitas dari larutan dengan menggunakan Persamaan 3.2
(3.2)

Keterangan:
D

=

salinitas (mg/cm3)

Misalkan hasil yang diperoleh adalah D1.
5. Polutan yang menempel pada isolator dilarutkan ke dalam larutan pencuci
(aquadest).
6. Diukur konduktivitas larutan pencuci yang telah bercampur dengan
polutan. Kemudian dihitung salinitasnya dengan cara seperti diatas.
Misalkan hasilnya adalah D2.
7. Dihitung nilai ESDD dengan menggunakan Persamaan 3.3.

45

(3.3)

Keterangan:
ESDD

=

Equivalent Salt Deposit Density (mg/cm2)

G

=

volume air pencuci (cm3)

D1

=

salinitas larutan pencuci tanpa polutan (mg/cm3)

D2

=

salinitas larutan pencuci terpolusi (mg/cm3)

A

=

luas permukaan isolator (cm2)

3.6 Pengukuran Luas Permukaan Isolator
Perhitungan luas permukaan isolator bergantung kepada bentuk isolator.
Dalam percobaan ini, digunakan isolator piring tipe standar seperti pada Gambar
3.18, yang luas permukaannya dapat dihitung dengan Persamaan 3.4[14].

H1

Ra
Rb

H3

H2

Gambar 3.18 Bentuk Ekuivalen Isolator Piring




46

(3.4)

3.7 Diagram Alir (Flowchart) Penelitian
Mulai
Rangkai percobaan
penelitian
Mencuci dan membersihkan isolator

Keringkan selama ± 24 jam

A

Catat hasil pengukuran
pada barometer dan air
analyzer

Ya

Apakah ingin melakukan pengukuran
tegangan flashover ?

Tidak

Lakukan pengukuran
tegangan flashover

Pemompaan asap pada
objek uji
Hitung waktu
pemompaan asap

Selesai

Tutup tabung kaca dan
jaga pada kondisi vacum

A

Ya

Apakah ingin
melakukan pengujian
sesaat pemasukan
asap?

Apakah ingin
melakukan pengujian
durasi 15 menit?

Tidak

Apakah ingin
melakukan pengujian
durasi 30 menit?

Tidak

Ya

A

YA
Tidak

A

A

Ya

Apakah ingin
melakukan pengujian
ketika asap perlahan
dikeluarkan setelah 15
menit?

Apakah ingin
melakukan pengujian
durasi 60 menit?

Tidak

Apakah ingin
melakukan pengujian
durasi 45 menit?

Tidak

Ya
Tidak

A

Ya

Apakah ingin
melakukan pengujian
ketika asap perlahan
dikeluarkan setelah 30
menit?

A

Apakah ingin
melakukan pengujian

Tidak

setelah ± 24 jam?

Ya

A

Gambar 3.19 Diagram Alir (Flowchart) Penelitian

47

Ya

A

BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Dari data yang telah diperoleh pada saat pengujian yang dilakukan di
Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara dan
Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit
(BTKL-PP) Kelas 1 Medan maka akan dilakukan pengolahan data pada data
tersebut. Data yang diperoleh pada saat pengujian adalah data tegangan flashover
AC isolator piring, data konsentrasi PM10, CO, NO2, dan SO2 pada asap, dan data
kondisi udara yaitu suhu, tekanan dan kelembaban udara.

4.1 Data dan Perhitungan Konsentrasi Asap
Tabel 4.1 Data Konsentrasi Asap

Kondisi
Udara ambien
(keadaan normal)

Kotak kaca tertutup rapat

Kotak kaca terbuka

t

PM 10

CO

SO2

NO2

(menit)

(g/m3)

(ppm)

(g/m3)

(g/m3)

-

41

2

-

-

Awal

20.000

812

15

20.000

782

1722,21

738,18

30

20.000

727

(kondisi

(kondisi

45

20.000

644

rata-rata) rata-rata)

60

20.000

598

75

8046

432

-

-

90

441

194

-

-

48

Catatan : Hasil analisis telah dikonversi dengan keadaan normal yaitu suhu 25oC
dan tekanan 760 mmHg.


Konversi satuan ppm ke satuan g/m3



Berat molekul CO = 28 g/mol , maka :

= 2.288,9094 g/m3

= 929.297,2231 g/m3

= 894.963,5818 g/m3

= 832.018,5729 g/m3

= 737.028,8321 g/m3

49

= 684.383,9155 g/m3

= 494.404,4339 g/m3

= 222.024,2134 g/m3

4.2 Data Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring
Dalam data ini terdapat dua kategori pengujian yaitu pengujian tegangan
flashover AC isolator piring keadaan bersih dan keadaan terpolusi asap.
4.2.1 Data Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring Keadaan
Bersih
Tabel 4.2 Data Tegangan Flashover Keadaan Bersih

t = 28,5 oC

P = 753,1 mmHg

%RH = 85,3

VBD (kV)
1

2

3

4

5

Rata-rata

58,5

60

59,4

59

60,2

59,42

50

4.2.2 Data Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring Keadaan
Terpolusi Asap
Tabel 4.3 Data Tegangan Flashover Keadaan Terpolusi Asap

VBD (kV)

t

Durasi

Kondisi

Rata-

(menit)

1

2

3

4

5

p

%

(oC)

(mmHg)

RH

rata

Awal

22,9

24,1

23

23,5

24

23,5

52

757,1

98,7

15

32,2

34,1

33,8

33,5

32,8

33,28

43,3

754,4

97,2

30

33,9

33,8

34,6

34,6

34,9

34,36

36,5

754,2

96,8

45

35,4

35,1

34,5

35

34

34,8

34,2

754,3

96,6

60

35,2

35,4

35

36,1

36

35,54

32,5

754,1

96,3

Kotak

75

39,5

38,9

39,1

39

38,4

38,98

30,4

753,9

93,8

terbuka

90

40,1

39,8

40

41,3

43,3

40,9

29,9

753,8

93,1

Kotak
kaca
tertutup
rapat

Untuk pengujian terpolusi asap, waktu pemasukan asap dilakukan selama
300 detik.
4.2.3 Data Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator Piring Keadaan
24 Jam Setelah Selesai Proses Pengasapan
Tabel 4.4 Data Tegangan Flashover 24 Jam Setelah Pengasapan

t = 27,3 oC

P = 753,6 mmHg

%RH = 84,3

VBD (kV)
1

2

3

4

5

Rata-rata

45,4

49,1

45,5

49,4

48,2

47,52

51

4.3 Perhitungan Tegangan Flashover AC Dalam Keadaan Standar
( t = 20oC dan p = 760 mmHg)
Dalam data ini terdapat dua kategori yaitu perhitungan tegangan flashover
AC standar isolator piring keadaan bersih dan keadaan terpolusi asap.
4.3.1 Perhitungan Tegangan Flashover AC Standar Isolator Piring
Keadaan Bersih

V = 59,42 kV ; t = 28,5oC ; p = 753,1 mmHg

4.3.2 Perhitungan Tegangan Flashover AC Standar Isolator Piring
Keadaan Terpolusi Asap

V = 23,5 kV ; t = 52oC ; p = 757,1 mmHg

V = 33,28 kV ; t = 43,3oC ; p = 754,4 mmHg

52

V = 34,36 kV ; t = 36,5oC ; p = 754,2 mmHg

V = 34,8 kV ; t = 34,2oC ; p = 754,3 mmHg

V = 35,54 kV ; t = 32,5oC ; p = 754,1 mmHg

V = 38,98 kV ; t = 30,4oC ; p = 753,9 mmHg

53

V = 40,9 kV ; t = 29,9oC ; p = 753,8 mmHg

4.3.3 Perhitungan Tegangan Flashover AC Standar Isolator Piring
24 Jam Setelah Selesai Proses Pengasapan

V = 47,52 kV ; t = 27,3oC ; p = 753,6 mmHg

Dari hasil perhitungan diatas, didapat data tegangan flashover AC
standar isolator piring yang dapat dituangkan dalam bentuk Tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5 Data Pengujian Tegangan Flashover AC dalam Kondisi Standar
(t = 20oC dan p = 760 mmHg)

Kondisi

Durasi (menit)

Udara Ambien

-

61,63

85,3

Awal

26,13

98,7

15

36,15

97,2

30

36,52

96,8

Kotak kaca

(kV)

% RH

tertutup rapat

54

 Lanjutan Tabel 4.5

Kondisi

Durasi (menit)

Kotak kaca
tertutup rapat
Kotak kaca
terbuka
24 jam setelah

(kV)

% RH

45

36,72

96,6

60

37,3

96,3

75

40,64

93,8

90

42,;57

93,1

-

49,06

84,3

pengasapan

4.4 Perhitungan Luas Permukaan Isolator Piring







55

4.5 Perhitungan Tingkat Bobot Polusi Isolator Berdasarkan Metode
ESDD (Equivalent Salt Deposit Density)



Perhitungan konsentrasi garam pada aquadest
pada t = 29,2 oC
Konduktivitas larutan pada temperatur 20 oC :
[

]

Dengan melakukan interpolasi didapat :

Maka, didapat :
[

]

Konsentrasi garam dalam larutan aquadest pada temperatur 20oC
adalah :



56

atau





Perhitungan konsentrasi garam pada larutan polutan
pada t = 29,3 oC
Konduktivitas larutan pada temperatur 20 oC :
[

]

Dengan melakukan interpolasi didapat :

Maka, didapat :
[

]

Konsentrasi garam dalam larutan aquadest pada temperatur 20oC
adalah :





atau

57



Perhitungan ESDD (Equivalent Salt Deposit Density)

Maka:



58

BAB V
ANALISIS PENELITIAN
Secara umum hasil pengujian yang dilakukan menunjukan bahwa isolator
piring terpolusi asap hasil bakar kayu mengakibatkan kondisi kinerjanya akan
menurun. Seberapa jauh penurunannya tergantung dari konsentrasi dan bobot
polutan. Pada bab ini akan dianalisis data hasil pengujian yang cukup mewakili
kondisi polusi akibat kebakaran hutan. Isolator pertama kali diuji pada kondisi
bersih. Kemudian setelah diuji dengan asap, maka tegangan flashover AC isolator
piringnya akan menurun.
Turunnya tegangan flashover dapat disebabkan karena terdapatnya lapisan
pengotor pada permukaan isolator. Dengan adanya lapisan pengotor ini, maka
akan terbentuk lapisan yang bersifat konduktif yang akan mempengaruhi tegangan
flashover dari isolator tersebut. Untuk mengetahui seberapa jauh perubahan
tegangan tegangan flashover AC dari isolator piring yang sudah terpolusi asap,
maka bab ini akan dibandingkan data yang diperoleh selama pengujian.

5.1 Analisis Tegangan Flashover AC Terhadap Konsentrasi Kadar Asap
Berdasarkan data perhitungan pada pengolahan data bab iv, dapat dibuat
tabel yang menyatakan hubungan perubahan nilai tegangan flashover AC dalam
keadaan standar (suhu 20oC dan tekanan 760 mmHg) dengan perubahan
konsentrasi CO dan PM10 dalam asap seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.1.

59

Tabel 5.1 Hubungan Antara Konsentrasi Gas CO dan PM10 Dengan Tegangan Flashover
AC Pada Suhu 20oC dan Tekanan 760 mmHg

Konsentrasi
Durasi

Konsentrasi CO
PM10

Kondisi
(Menit)

(kV)

3

(g/m )
(g/m3)

Udara ambien
-

2.288,9094

41

61,63

Awal

929.297,2231

20.000

26,13

15

894.963,5818

20.000

36,15

30

832.018,5729

20.000

36,52

45

737.028,8321

20.000

36,72

60

684.383,9155

20.000

37,3

Kotak kaca

75

494.404,4339

8046

40,64

terbuka

90

222.024,2134

441

42,57

(keadaan
normal)

Kotak kaca
tertutup rapat

Dari Tabel 5.1 di atas dapat dibuat grafik hubungan perubahan nilai
tegangan flashover AC dalam keadaan standar (suhu 20oC dan tekanan 760
mmHg) dengan perubahan konsentrasi CO dan PM10 dalam asap yang dapat
dilihat pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 berikut:

60

Gambar 5.1 Grafik Hubungan Perubahan Nilai Tegangan Flashover Keadaan Standar
(Vus) Terhadap Perubahan Nilai Konsentrasi Gas CO

Gambar 5.2 Grafik Hubungan Perubahan Nilai Tegangan Flashover Keadaan Standar
(Vus) Terhadap Perubahan Nilai Konsentrasi PM10

61

Dari grafik di atas terlihat bahwa:
 Semakin

drastis

peningkatan

konsentrasi

gas

CO

dalam

asap,

mengakibatkan penurunan drastis tegangan flashover AC. Hal ini terlihat
ketika peningkatan konsentrasi gas CO dari 2.288,9094 g/m3 menjadi
929.297,2231 g/m3 mengakibatkan penurunan tegangan dari 61,63 kV
menjadi 26,13 kV.
 Dalam hal ini juga terlihat bahwa, ketika konsentrasi gas CO dalam asap
mengalami penurunan, mengakibatkan peningkatan tegangan flashover
AC.
 Peningkatan konsentrasi gas CO pada asap, mengakibatkan penurunan
tegangan flashover AC. Hal ini terjadi karena, jumlah molekul-molekul
terkhususnya gas CO di udara sekitar isolator semakin banyak yang
berakibat semakin meningkat proses terjadinya ionisasi sehingga semakin
luas terbentuk jalur-jalur konduktif untuk mengalirnya arus yang berujung
kepada terjadinya flashover.
 Peningkatan konsentrasi PM10 dalam asap, mengakibatkan penurunan
tegangan flashover AC. Hal ini terlihat ketika peningkatan konsentrasi
PM10 dari 2.288,9094 g/m3 menjadi 929.297,2231 g/m3 mengakibatkan
penurunan tegangan dari 61,63 kV menjadi 26,13 kV. Hal ini disebabkan
karena jumlah partikel-partikel halus yang tersebar disekitar isolator piring
semakin banyak dan rapat sehingga akan semakin terbentuk dan semakin
rapat jalur-jalur konduktif untuk mengalirnya arus yang berujung kepada
terjadinya flashover.

62

 Ketika

konsentrasi

PM10

dalam

asap

megalami

penurunan,

mengakibatkan kondisi tegangan flashover AC mengalami peningkatan.
Hal ini dapat terlihat ketika konsentrasi PM10 mengalami penurunan
sampai 441 g/m3, tegangan flashover AC meningkat menjadi 42,57 kV.
 Ketika konsentrasi PM10 dalam asap konstan yaitu 20.000 g/m3, hal ini
tidak mengakibatkan kondisi tegangan flashover AC menjadi konstan,
melainkan mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu signifikan. Hal ini
disebabkan karena ada faktor lain yang mempengaruhi peristiwa terjadinya
flashover misalnya suhu dan kelembaban.

5.2 Analisis Tegangan Flashover AC Terhadap Bobot Polutan Yang
Menempel Pada Permukaan Isolator Piring
Berdasarkan data pengujian dan pengolahan data pada bab iv, dapat
dianalisis bahwa:
 Tegangan flashover AC pengujian 24 jam setelah selesai proses
pengasapan, tidak kembali kepada keadaan semula. Hal ini dikarenakan
adanya polutan yang menempel pada permukaan isolator piring yang
berupa cairan-cairan asam sehingga mengakibatkan penurunan tegangan
flashover AC dari 61,63 kV menjadi 49,06 kV.
 Berdasarkan analisis perhitungan tingkat bobot polusi dengan metode
ESDD (Equivalent Salt Deposit Density), didapat bahwa polutan yang
menempel pada permukaan isolator piring terpolusi asap hasil bakar kayu

63

dalam percobaan ini memiliki tingkat bobot polusi ringan yaitu dengan
nilai ESDD sebesar 0,042 mg/cm2.

5.3 Analisis Tegangan Flashover AC Terhadap Lama Durasi Penahanan
Asap
Berdasarkan data pengujian dan pengolahan data pada bab iv, didapat hasil
bahwa:
 Lamanya durasi penahanan asap berakibat kepada perubahan kondisi asap
yang meliputi perubahan konsentrasi gas CO, suhu, tekanan dan
kelembaban asap.
 Semakin lama durasi penahanan asap, maka temperatur asap akan semakin
menurun yang pada akhirnya akan sama kepada kondisi temperatur udara
disekitarnya.
 Durasi penahanan asap yang semakin lama mengakibatkan juga penurunan
besar kelembaban dan tekanan asap yang tidak terlalu signifikan.
 Bila ditinjau pengaruh durasi penahanan asap terhadap tegangan flashover
AC, semakin lama durasi penahanan asap mengakibatkan nilai tegangan
flashover AC semakin membesar. Hal ini dikarenakan adanya penurunan
temperatur, tekanan, kelembaban, dan konsentrasi gas CO pada asap.
 Dapat

disimpulkan

bahwa,

lama

durasi

penahanan

asap

tidak

mempengaruhi kepada penurunan nilai tegangan flashover AC melainkan
besarnya kondisi dan konsentrasi kadar asaplah yang mempengaruhinya.

64

5.4 Analisis Tegangan Flashover AC Terhadap Kondisi Asap
Berdasarkan data perhitungan pada bab iv, dapat dibuat tabel yang
menyatakan hubungan perubahan tegangan flashover AC terhadap perubahan
suhu asap dan hubungan perubahan tegangan flashover AC standar terhadap
perubahan kelembaban asap yang ditunjukan pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3.
Tabel 5.2 Hubungan Antara Suhu Asap Dengan Tegangan Flashover AC

Kondisi
Udara ambien
(keadaan normal)

Kotak kaca
tertutup rapat

Kotak kaca terbuka
24 jam setelah
pengasapan

Durasi

Suhu (oC)

(menit)

(kV)

-

28,5

59,42

Awal

52

23,5

15

43,3

33,28

30

36,5

34,36

45

34,2

34,8

60

32,5

35,54

75

30,4

38,98

90

29,9

40,9

-

27,3

47,52

Tabel 5.3 Hubungan Antara Kelembaban Asap Dengan Tegangan Flashover AC
Pada Suhu 20oC dan Tekanan 760 mmHg

Kondisi
Udara ambien (keadaan

Durasi (menit)

Kelembaban
(%RH)

(kV)

-

85,3

61,63

Kotak kaca tertutup

Awal

98,7

26,13

rapat

15

97,2

36,15

normal)

65

 Lanjutan Tabel 5.3.

Kondisi
Kotak kaca tertutup
rapat
Kotak kaca terbuka

Durasi (menit)

Kelembaan
(%RH)

(kV)

30

96,8

36,52

45

96,6

36,72

60

96,3

37,3

75

93,8

40,64

90

93,1

42,57

-

84,3

49,06

24 jam setelah
pengasapan

Dari kedua tabel di atas dapat dibuat grafik hubungan perubahan tegangan
flashover AC terhadap perubahan suhu asap dan hubungan perubahan tegangan
flashover AC keadaan Standar (suhu 20oC dan tekanan 760 mmHg) terhadap
perubahan kelembaban asap yang ditunjukan pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.

Gambar 5.3 Grafik Hubungan Perubahan Tegangan Flashover AC Terhadap Perubahan
Suhu Asap

66

Gambar 5.4 Grafik Hubungan Perubahan Tegangan Flashover AC Keadaan Standar
Terhadap Perubahan Kelembaban Asap

Dari grafik di atas terlihat bahwa:
 Peningkatan suhu asap yang drastis, mengakibatkan penurunan tegangan
flashover AC yang drastis juga yaitu dari 28,5oC menjadi 52 oC yang
mengakibatkan penurunan tegangan flashover AC yang drastis juga yaitu
dari 59,42 kV menjadi 23,5 kV.. Hal ini terjadi karena, ketika temperatur
atau suhu gas dalam suatu bejana tertutup dinaikkan, maka molekulmolekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi
benturan antar molekul yang dapat membuat terlepasnya elektron dari
molekul netral.
 Ketika suhu pada asap mengalami penurunan, maka tegangan flashover
AC mengalami peningkatan. Tetapi, ketika suhu asap mengalami
penurunan mendekati suhu awal 28,5 oC yaitu 29,9 oC, tegangan flashover

67

AC masih mengalami perbedaan yang cukup besar yaitu antara 59,42 kV
dan 40,9 kV. Hal ini dikarenakan adanya polutan yang menempel pada
permukaan isolator piring.
 Peningkatan kelembaban udara mengakibatkan penurunan tegangan
flashover AC pada isolator yaitu kelembaban 85 %RH menjadi 98,7 %RH
mengakibatkan penurunan tegangan flashover AC dari 61,63 kV menjadi
26,13 kV. Hal ini terjadi karena, semakin tinggi %RH di udara atau asap
maka semakin tinggi konsentrasi uap air yang terkandung dalam asap.
 Dalam hal ini juga terlihat bahwa, ketika kelembaban mengalami
penurunan, mengakibatkan tegangan flashover mengalami peningkatan.

68

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan

1. Semakin besar peningkatan konsentrasi PM10 dan gas CO dalam asap
yang melingkupi isolator piring mengakibatkan semakin besar
penurunan nilai tegangan flashover AC isolator piring tersebut yaitu
ketika konsentrasi asap mengalami peningkatan dari 41 g/m3 menjadi
20.000 g/m3 untuk konsentrasi PM10 dan dari 2.288,9094 g/m3
menjadi

929.297,2231

g/m3

untuk

konsentrasi

gas

CO

mengakibatkan penurunan tegangan flashover AC dari 61,63 kV
menjadi 26,13 kV dalam kondisi standar (suhu 20oC dan tekanan
udara 760 mmHg).
2. Proses pengasapan hasil bakar kayu menimbulkan polutan berupa
cairan asam pada permukaan isolator piring yang mengakibatkan
penurunan nilai tegangan flashover AC dari 61,63 kV menjadi 49,06
kV dalam kondisi standar.
3. Semakin tinggi suhu

asap

yang melingkupi isolator piring

mengakibatkan semakin besar penurunan nilai tegangan flashover AC
pada isolator piring tersebut yaitu dari 28,5oC menjadi 52 oC yang
mengakibatkan penurunan tegangan flashover AC dari 59,42 kV
menjadi 23,5 kV.

69

4. Peningkatan nilai kelembaban dalam asap mengakibatkan penurunan
nilai tegangan flashover AC pada isolator piring yaitu dari 85%RH
menjadi 98,7 %RH mengakibatkan penurunan tegangan flashover AC
dari 61,63 kV menjadi 49,06 kV dalam kondisi standar.

6.2 Saran
Dapat meneliti lebih lanjut tentang: “pengaruh pembersihan butiran air
hujan terhadap tegangan flashover AC isolator piring terpolusi asap”.

70

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Asap Kebakaran Hutan dan Indeks Pencemar Udara
(ISPU)
Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan
paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia. Selama ini kekayaan dan
keanekaragaman hutan tropis tersebut telah dimanfaatkan secara langsung
maupun tidak langsung untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia,
masyarakat dan negara Indonesia.
Seratus tahun yang lalu Indonesia masih memiliki hutan yang melimpah,
pohon-pohonnya menutupi 80 sampai 95 persen dari luas lahan total. Tutupan
hutan total pada waktu itu diperkirakan sekitar 170 hektar ha. Saat ini, tutupan
hutan sekitar 98 juta hektar, paling sedikit setengahnya diyakini sudah mengalami
degradasi akibat kegiatan manusia.
Banyak sekali ancaman terhadap hutan Indonesia, mulai dari berbagai
kegiatan pembalakan skala besar sampai pembukaan hutan skala kecil oleh para
keluarga petani, tebang habis untuk pembukaan lahan industri pertanian sampai
kehancuran akibat kebakaran hutan yang berulang[3].
2.1.1 Karakteristik Asap Kebakaran Hutan
Kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi semakin intensif dan
meningkatkan kerusakan hutan dan lahan. Kebakaran hutan semula

6

dianggap

sebagai

kejadian

dan

siklus

alami,

tetapi

kemudian

dipertimbangkan adanya kemungkinan bahwa kebakaran lahan dan hutan
dipicu oleh faktor kesengajaan, seperti misalnya untuk berburu dan
pembukaan lahan atau bisa disebut terjadi pembakaran hutan.
Sejumlah besar bahan kimia asap kebakaran hutan akan menyebar ke
udara secara bebas yang meliputi partikel dan komponen gas seperti
sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein,
benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (

)[4].

Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat
yang terdisfusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik,
nitrogen oksida dan mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan
tersendiri dalam asap. Komposisi asap tergantung dari banyak faktor,
yaitu jenis bahan, kelembapan beban, temperatur api, kondisi angin dan
hal lain yang mempengaruhi cuaca. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang
terdiri dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin
dan tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar.
Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) merupakan bagian
penting dalam asap kebakaran. Materi partikulat merupakan partikel
tersuspensi, yang merupakan campuran partikel solid dan droplet cair.
Partikel debu atau materi partikulat melayang merupakan campuran
sangat rumit berbagai senyawa organik dan anorganik di udara dengan
diameter > energi ikat elektron

terikat maka akan terjadi ionisasi. Dimana ion positif akan
mengalami gaya dan bergerak ke katoda dan ion elektron bebas
baru menuju anoda.

Gambar 2.7 Ionisasi Benturan[13]

c. Ionisasi Termal
Jika temperatur gas dalam suatu bejana tertutup dianikkan, maka
molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi
sehingga terjadi benturan antar molekul. Jika temperatur semakin
tinggi, maka kecepatan molekul semakin tinggi, sehingga benturan
antar molekul semakin keras dan dapat membuat terlepasnya
elektron dari molekul netral.



Emisi
Emisi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan logam
menjadi elektron bebas.

21

a. Emisi Termal
Suatu logam jika dipanaskan hingga bertemperatur tinggi maka dari
permukaannya akan dilepaskan elektron-elektron. Elektron tersebut
keluar dari permukaannya dan menjadi elektron bebas di dalam
gas.

b. Emisi Medan Tinggi

Gambar 2.8 Permukaan Logam dan Medan Tinggi[13]

Permukaan suatu logam tidak semuanya mulus, tetapi selalu ada
titik-titik yang runcing seperti pada Gambar 2.8. Elektron pada
ujung runcing akan mengalami gaya yang lebih besar karena
intensitas medan elektrik di titik tersebut relatif lebih besar
dibandingkan dengan intensitas medan elektrik dibagian datar.
c. Emisi Benturan Ion Positif
Suatu ion positif yang berada dalam medan listrik akan bergerak
menuju katoda. Ion postif ini memmiliki energi kinetik saat
membentur permukaan katoda. Bila energi kinetik ion positif lebih
22

besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron di permukaan
logam akan keluar dari permukaannya. Jumlah elektron bebas yang
keluar tergantung dari besarnya energi kinetik ion positif saat
membentur permukaan katoda.

2.4.2 Teori Townsend Mekanisme Terjadinya Tembus Listrik Udara
Didalam udara terdapat elektron bebas hasil ionisasi radiasi dan
molekul-molekul netral. Apabila kedua elektroda dihubungkan dengan
sumber tegangan, maka akan timbul medan listrik E yang arahnya dari
anoda ke katoda.
Akibat adanya medan listrik, maka elektron bebas mengalami gaya
F yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik.
Karena adanya gaya F maka elektron bebas bergerak dari katoda ke
anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron bebas membentur
molekul netral. Jika energi kinetik elektron awal lebih besar dari pada
energi ikat elektron molekul netral maka akan terjadi ionisasi.
Ionisasi benturan menghasilkan suatu elektron bebas baru dan satu
ion positif. Elektron-elektron tersebut terus bergerak menuju anoda.
Dalam

perjalanannya

menuju

anoda,

elektron-elektron

tersebut

membentur lagi molekul netral sehingga terjadi lagi ionisasi. Akibatnya
jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak.
Ion positif bergerak menuju katoda. Terjadilah benturan ion positif
dengan dinding katoda. Timbul emisi benturan ion positif. Dari
permukaan katoda muncul elektron-elektron baru hasil benturan ion
23

positif dengan dinding katoda. Elektron-elektron baru ini bergerak
menuju anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron-elektron
baru hasil emisi ion positif membentur lagi molekul netral sehingga
terjadi lagi ionisasi. Jumlah elektron bebas dan ion positif semakin
banyak.
Selama medan listrik masih ada maka proses ionisasi benturan dan
emisi ion positif akan terus berlangsung sehingga terjadi banjiran
elektron dan ion positif. Akibatnya muatan yang berpindah dari katoda ke
anoda semakin banyak. Perpindahan muatan sama dengan arus , sehingga
arus semakin besar maka terjadilah tembus listrik.

2.4.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi
Setelah melalui waktu yang lama, isolator- isolator pasangan luar
akan dicemari oleh polutan yang dibawa oleh udara. Polutan tersebut
dapat berupa garam, limbah pabrik dalam bentuk gas seperti gas karbon
dioksida dan sulfur oksida, asap produksi pabrik, kotoran burung, pasir
daerah gurun pasir dan lain sebagainya yang dapat menganggu kinerja
isolator. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari
isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi.
Proses tersebut dimulai dari polutan yang terkandung diudara dapat
menempel pada permukaan isolator dan berangsur-angsur membentuk
suatu lapisan tipis pada permukaan isolator.

Unsur yang paling

berpengaruh pada unjuk kerja isolator adalah garam yang terbawa oleh
angin laut. Lapisan garam ini bersifat konduktif terutama pada keadaan

24

cuaca lembab, berkabut atau ketika hujan gerimis. Jika cuaca seperti ini
terjadi, maka akan mengalir arus bocor dari kawat fasa jaringan ke tiang
penyangga melalui lapisan konduktif yang menempel di permukaan
isolator dimana resistansi lapisan polutan jauh lebih rendah daripada
resistansi dielektrik padat isolator. Jika jepitan a bertegangan dan jepitan
b dibumikan, maka arus bocor akan mengalir melalui lapisan konduktif
dari jepitan a ke b, sedangkan arus yang melalui dielektrik padat dapat
diabaikan.
Adanya arus bocor ini akan menimbulkan panas yang besarnya
sebanding dengan kuadrat arus bocor dikalikan dengan resistansi lapisan
polutan dari a ke d (

). Panas yang terjadi mengeringkan lapisan

polutan dan mengakibatkan resistansi lapisan polutan dikawasan jepitan
isolator akan semakin besar. Akibatnya, beda tegangan pada lapisan
polutan yang kering (Vab) semakin besar dan menimbulkan kuat medan
elektrik diantara titik a dan b semakin tinggi. Jika kuat medan elektrik
ini melebihi kekuatan dielektrik udara sekitar isolator, maka akan terjadi
peluahan dari titik a ke titik b. Busur api akibat peluahan ini membuat
lapisan polutan yang kering terhubung singkat, akibatnya arus bocor
akan semakin besar. Proses tersebut akan terus berulang-ulang dan terus
berangsur-angsur sehingga busur api akan semakin panjang dan
akhirnya busur api telah menghubungkan kedua jepitan yang akan
berujung pada peristiwa lewat-denyar pada isolator. Proses tersebut
dapat dibuat rangkaian ekuivalennya seperti pada Gambar 2.9.

25

Gambar 2.9 Rangkaian Ekuivalen Isolator Terpolusi

Oleh karena hal tersebut, perlu diketahuinya informasi tentang
tingkat bobot polusi dikawasan yang akan dilintasi jaringan tersebut.
Informasi tersebut digunakan sebagai parameter penentu isolator yang
layak. Dengan standar tersebut, dapat dihitung juga besar jarak rambat
isolator untuk suatu kawasan yang telah diketah