Pengaruh Perubahan Diameter Elektroda Perata Terhadap Tegangan Lewat Denyar Isolator Pendukung

(1)

PENGARUH PERUBAHAN DIAMETER ELEKTRODA

PERATA TERHADAP TEGANGAN LEWAT DENYAR

ISOLATOR PENDUKUNG

TUGAS AKHIR

Tugas Akhir Ini Diajukan Guna Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Teknik Elektro

Di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH : 050422038

TAMBAR MALEM PUTRA. P

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKTENSION

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PERUBAHAN DIAMETER ELEKTRODA PERATA TERHADAP TEGANGAN LEWAT DENYAR ISOLATOR PENDUKUNG

Oleh :

050422038

TAMBAR MALEM PUTRA. P

Disetujui Oleh :

Pembimbing

NIP : 130 520 619 Ir. Bonggas L.Tobing

Diketahui Oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumetara Utara

NIP : 131 459 554 Ir. Nasrul Abdi, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKTENSION FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Tugas akhir ini merupakan penelitian tentang pengaruh diameter elektroda perata terhadap tegangan lewat denyar isolator pendukung. Isolator yang menjadi objek penelitian terbuat dari bahan polytherane (PU) dengan diameter 3 cm dengan tiga ukuran panjang. Sedangkan elektroda perata terbuat dari bahan logam pelat berbentuk lingkaran dengan ketebalan 3 mm dan diameter elektroda bervariasi dari 3 cm sampai dengan 11 cm. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar diameter elektroda perata, maka tegangan lewat denyar semakin besar. Kenaikan tegangan lewat denyar karena adanya elektroda perata dapat mencapai 11 %.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmat-Nya memberikan pengetahuan dan kesempatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Ekstension Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang penulis kemukakan di sini adalah : ” PENGARUH PERUBAHAN DIAMETER ELEKTRODA PERATA TERHADAP TEGANGAN LEWAT DENYAR ISOLATOR PENDUKUNG ”

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yaitu :

1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT selaku ketua Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Bonggas Tobing, selaku dosen pembimbing penulis. 3. Bapak Ir. Syahrawardi, MT selaku dosen penguji.

4. Bapak Ir. Hendra Zulkarnaen, MT selaku dosen penguji. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai, selaku dosen penguji 3. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku dosen wali.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar serta pegawai Administrasi Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua Orang tua tercinta

6. Rekan-rekan stambuk ’05 di Departemen Teknik Elektro PPSE Fakultas Teknik USU yang telah sama-sama berjuang di kampus tercinta ini.


(5)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun tulisan ini. Semoga Tugas Akhir ini berguna bagi kita.

Terima kasih.

Medan, November 2008 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...……. i

KATA PENGANTAR………...……... ii

DAFTAR ISI………...….. iii

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah………...…... 1

I.2. Tujuan………... 1

I.3. Batasan Masalah...………...….. 1

I.4. Metodelogi Penelitian...………... 2

BAB II.

KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN ISOLATOR

PENDUKUNG

II.1. Umum………... 3

II.2. Medan Elektrik ………... 3

II.3. Garis-garis Gaya ...……….. 5

II.4. Kuat Medan Elektrik Susunan Elektroda Pelat-Pelat ………... 6

II.5. Kuat Medan Elektrik Susunan Elektroda Bola-Pelat ………... 6

II.6. Kekuatan Dielektrik... 9

II.7. Kuat Medan Elektrik di Permukaan Isolator Pendukung... 9

BAB.III.

PENGUKURAN TEGANGAN LEWAT DENYAR PADA

ISOLATOR PENDUKUNG


(7)

III.1. Umum………... 14

III.2. Simulasi Isolator ....………... 14

III.3. Elektroda Perata ………... 16

III.4. Susunan Elektroda Perata dan Elektroda Perata... 16

III.5. Prosedur Pengujian... 18

BAB.IV. ANALISA DATA IV.1. Faktor Koreksi Udara...……… 21

IV.2. Faktor Koreksi Kelembaban Udara... 22

IV.3. Menghitung Tegangan Lewat Denyar Pada Keadaan Standar ... 24

IV.5. Tegangan Lewat Denyar Pada Keadaan Standar Vs Diameter Elektroda Perata... 25

IV.6.ANALISA KURVA... 31

BAB V. PENUTUP V.1. KESIMPULAN………...………….…….. 35


(8)

ABSTRAK

Tugas akhir ini merupakan penelitian tentang pengaruh diameter elektroda perata terhadap tegangan lewat denyar isolator pendukung. Isolator yang menjadi objek penelitian terbuat dari bahan polytherane (PU) dengan diameter 3 cm dengan tiga ukuran panjang. Sedangkan elektroda perata terbuat dari bahan logam pelat berbentuk lingkaran dengan ketebalan 3 mm dan diameter elektroda bervariasi dari 3 cm sampai dengan 11 cm. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar diameter elektroda perata, maka tegangan lewat denyar semakin besar. Kenaikan tegangan lewat denyar karena adanya elektroda perata dapat mencapai 11 %.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Lewat denyar listrik merupakan tembus listrik udara dipermukaan isolator. Tembus listrik terjadi karena kuat medan dipermukaan isolator lebih besar dari kekuatan dielektrik udara. Salah satu cara untuk menaikkan tegangan tembus tersebut adalah dengan menambah tinggi isolator atau jarak antara elektroda diperbesar. Mekanisme penambahan tinggi isolator menyebabkan penambahan biaya material bahan isolator dan kebutuhan ruang yang semakin besar. Sedangkan cara lain yang dapat dilakukan untuk menaikkan tegangan tembus dipermukaan isolator adalah dengan mengatur keseragaman medan elektrik.

Dengan menambah diameter elektroda perata maka kuat medan elektrik dipermukaan isolator akan lebih seragam, sehingga tegangan lewat denyar menjadi lebih tinggi.

I.2. Tujuan

Dalam Tugas Akhir ini akan diteliti pengaruh diameter elektroda perata terhadap tegangan lewat denyar isolator pendukung.

I.3. Batasan Masalah

Isolator pendukung umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu : jenis pin, pin-post, dan jenis post. Yang menjadi objek penelitian dalam Tugas Akhir ini dibatasi hanya pada jenis post. Isolator jenis post terdiri dari pasangan dalam dan pasangan luar. Pasangan dalam digunakan sebagai penyangga rel daya pada panel tegangan menengah dan isolator pendukung di laboratorium tegangan tinggi. Bentuk dari isolator jenis post pasangan dalam ada berbentuk silinder polos dan bersirip seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1. Objek penelitian dibatasi hanya isolator pendukung jenis post silinder polos.


(10)

Gambar 1.1. Bentuk Isolator Pendukung Jenis Post.

I.4. Metodelogi Penelitian

Pengujian tegangan lewat denyar dilakukan di laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Hasil pengujian disajikan dalam bentuk data dan grafik.

Tegangan spesifikasi lewat denyar isolator pendukung jenis silinder umumnya tinggi sedangkan output tegangan trafo uji di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi di Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara terbatas, oleh karena itu objek penelitian disimulasi menjadi isolator yang ukurannya lebih kecil. Hasil pengujian disajikan dalam bentuk data dan grafik.


(11)

BAB II

KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN

ISOLATOR PENDUKUNG

II.1. Umum

Isolator pendukung jenis post silinder polos digunakan pada sistem

instalasi tegangan tinggi pasangan dalam. Udara di sekitar permukaan isolator adalah salah satu media isolasi yang berfungsi untuk mencegah terjadinya arus bocor ke tanah. Tembus listrik udara di sepanjang permukaan isolator terjadi karena kuat medan elektrik pada permukaan isolator melebihi kekuatan dielektrik udara.

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang : medan elektrik muatan statis dan garis-garis gaya medan elektrik; kuat medan elektrik pada susunan elektroda pelat-pelat, dan susunan elektroda bola-pelat; dan contoh perhitungan untuk melihat pengaruh keseragaman medan elektrik terhadap tegangan tembus suatu dielektrik.

II.2. Medan Elektrik

Menurut hukum Coloumb, gaya antara dua buah benda titik bermuatan listrik dalam ruang hampa yang terpisah sejauh r, di mana r lebih besar dari ukuran benda bermuatan, berbanding lurus dengan perkalian kedua muatan tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Gaya tersebut tolak-menolak bila muatannya sejenis dan tarik-menarik bila muatannya tidak sejenis. Besar gaya tersebut ditunjukkan pada persamaan 2.1.

F = k 12 2 r

.Q Q

... 2.1 di mana :

F = Gaya [Newton]


(12)

r = Jarak antara kedua benda bermuatan [m]

Jika suatu muatan berada di dalam suatu ruang, maka di sekitar ruang tersebut akan timbul medan listrik. Kuat medan listrik pada suatu titik tersebut adalah hasil bagi gaya listrik yang bekerja pada suatu muatan uji (positif) pada titik tersebut dengan besarnya muatan uji yang dimaksud. Jika muatan uji tersebut adalah Q1, maka besar kuat medan elektrik di titik Q1 adalah :

Ep =

1

Q F

…... 2.2

di mana :

Ep = Kuat medan listrik di titik p [V/m]

F = Gaya yang dialami muatan Q1 [Newton]

Q1 = Muatan yang ditempatkan di titik p [Coloumb]

Subtitusi pers. 2.1 ke pers. 2.2, diperoleh :

Ep = k

1 2 2 1 Q r .Q Q

Sehingga kuat medan listrik menjadi :

Ep = k 22

r Q

... 2.3

Notasi k adalah tetapan Coloumb, ditulis :

k =

0

4 1

πε

di mana

є

0 adalah konstanta permitifitas ruang hampa, dengan nilai :


(13)

II.3. Garis-garis Gaya

Konsep garis-garis gaya dibuat oleh Michael faraday (1791-1867) sebagai pertolongan untuk menggambarkan medan listrik dan medan magnet. Suatu garis gaya ialah garis khayal yang ditarik sedemikian rupa sehingga arahnya pada setiap titik sama dengan arah medan pada titik tersebut. Garis-garis gaya biasanya melengkung.

Pada Gambar 2.1 ditunjukkan garis-garis gaya medan elektrostatik pada muatan positif, muatan negatif dan dua muatan positif-negatif. Garis gaya berasal dari muatan positif, dan berakhir pada muatan negatif. Tanda anak panah menunjukkan arah gaya.

(a). Muatan Positif

( b). Muatan Negatif

(c). Muatan Positif dan Negatif


(14)

KV

d

Elektroda

Elektroda E

Dielektrik

II.4. Kuat Medan Elektrik Susunan Elektroda Pelat-Pelat

Jika dua buah elektroda pelat yang berbeda potensial maka di antara elektroda tersebut timbul medan elektrik. Bila efek pinggir elektroda pelat diabaikan maka kuat medan elektrik di antara kedua elektroda adalah seragam (Homogeneus Field). Dielektrik yang berada di antara dua elektroda tersebut merasakan tekanan medan elektrik sama besar di semua titk di antara elektroda. Kuat medan elektrik yang menekan dielektrik berbanding lurus dengan beda potensial antar elektroda dan berbanding terbalik dengan jarak antara elektroda. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan medan elektrik pada suatu dielektrik yang berada di antara susunan elektroda pelat-pelat.

Gambar 2.2. Susunan Elektroda Pelat-Pelat

Jarak antara pelat adalah d, beda potensial antara pelat adalah V dan kuat medan elektrik di antara pelat adalah E.

Besar kuat medan elektrik di antara elektroda adalah :

E =

d V

... 2.4

II.5. Kuat Medan Elektrik Susunan Elektroda Bola-Pelat

Berbeda dengan susunan elektroda pelat-pelat, susunan elektroda


(15)

bayangan bola

permukaan luas

Q

a

b

KV

x

Bola Bayangan

Semakin kecil jari-jari elektroda bola maka kuat medan elektriknya semakin tidak seragam, atau dengan kata lain kuat medan elektrik akan lebih seragam bila jari-jari elektroda bola semakin besar. Akibat kuat medan elektrik susunan elektroda bola-pelat tidak seragam, maka pada titik tertentu ada kuat medan elektrik yang lebih kuat dari kuat medan elektrik rata-rata, sehingga bila melebihi kekuatan dielektrik suatu dielektrik maka menyebabkan terjadinya tembus listrik lokal. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan medan elektrik di antara elektroda bola-pelat.

Gambar 2.3. Susunan Elektroda Bola-pelat

Menurut hukum Gaus, jumlah muatan Q yang dilingkupi bola bayangan dengan

jari-jari x sama dengan muatan pada elektroda bola. Maka jumlah garis fluks Ψ

yang menembus permukaan bola bayangan adalah :

Ψ = Q... 2.5 Rapat fluksi yang menembus permukaan bola bayangan adalah :

Dx =

Dx = 2

x 4π

ψ ...2.6


(16)

Dx = 2

x 4π

Q

... 2.7

Kuat medan elektrik dipermukaan bola bayangan dengan jari-jari x adalah :

Ex =

∈x

D

... 2.8

Subsitusi persamaan 2.7. kepersamaan 2.8. maka medan elektrik di titik x adalah :

Ex = 2

x 4π

Q

∈ ... 2.9

Jika pelat dianggap permukaan dari suatu elektroda bola yang jari-jarinya a dimana b

»

a, maka beda potensial dari kedua elektroda adalah:

Vab =

-

x x

b

a∫ E d ... 2.10

= - b 2

a

x 4π

Q

∫ dx

= - b 2 x

a d x 1 4π Q ∫ ∈ =       − ∈ b 1 a 1 4π Q ... 2.11

dari persamaan 2.11 diperoleh muatan total yaitu :

Q =       − b 1 a 1 ε.V

ab

... 2.12

Subtitusi pers. 2.12 ke pers. 2.9 maka kuat medan elektrik di sembarang titik sejauh x dari pusat elektroda bola adalah :


(17)

Ex =       − b 1 a 1 X V 2 ab ... 2.13

Pada persamaan 2.13. terlihat bahwa kuat medan elektrik akan maksimum jika x = a, dan kuat medan elektrik minimum bila x = b. `

II.6. Kekuatan Dielektrik

Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan mempunyai elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Elektron akan terangsang untuk keluar dari ikatannya jika dielektrik mendapat tekanan medan elektrik dari luar. Jika gaya pada elektron bebas akibat kuat medan elektrik yang menekan dielektrik tersebut melebihi gaya ikat elektron pada intinya maka elektron tersebut akan keluar dari ikatan intinya dan menjadi elektron bebas. Pada keadaan ini isolator atau dielektrik mengalami reaksi ionisasi, yaitu terjadinya tabrakan berantai antar elektron yang menyusun dielektrik tersebut, dan bila berlangsung cukup lama maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik (breakdown). Kuat medan elektrik tertinggi yang dapat dipikul dielektrik tanpa menimbulkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut kekuatan dielektrik.

Kekuatan dielektrik suatu dielektrik berbeda-beda tergantung pada bahan dielektrik. Udara sebagai dielektrik mempunyai kekuatan dilelektrik sekitar 30 KV/cm, dengan kata lain udara akan tembus listrik jika kuat medan elektrik yang

di bebankan padanya

30 KV/cm.

II.7. Kuat Medan Elektrik di Permukaan Isolator Pendukung

Pada Sub bab 2.5 telah dijelaskan bahwa pada susunan elektroda

bola-pelat, kuat medan elektrik yang terjadi adalah tidak seragam (Inhomogeneous


(18)

a p Isolator Elektroda Pelat Elektroda Bola d

KV

Gambar 2.4. ditunjukkan suatu isolator pendukung dengan panjang d, berada di antara susunan elektroda bola-pelat. Misalkan jari-jari elektroda bola adalah a.

Gambar 2.4. Isolator Pendukung Di Antara Susunan Elektroda Bola-Pelat Kuat medan elektrik di permukaan isolator pada sembarang titik berjarak x dari pusat elektroda bola adalah seperti di berikan pada persamaan 2.13. yaitu :

Ex =

      − d 1 a 1 X V 2 ab Volt/meter.

Di mana x adalah jarak sembarang dari pusat elektroda bola ke titik x. Misal titik tersebut adalah titik p seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, maka kuat medan elektrik di permuka an isolator dititik p adalah :

Ep =

      − d 1 a 1 x V 2 p ab Volt/meter

Di mana xp adalah jarak dari titik pusat elektroda bola ke titik p.

Selanjutnya elektroda bola diganti dengan elektroda pelat seperti di tunjukkan pada Gambar 2.5.


(19)

KV

d

Elektroda Pelat

Elektroda Pelat Isolator

p

Gambar 2.5. Isolator Pendukung Diantara Susunan Elektroda Pelat-Pelat Kuat medan elektrik yang terjadi di permukaan isolator adalah seragam (Homogeneous Field).

Bila efek pinggir elektroda diabaikan maka kuat medan elektrik sama di semua titik di sepanjang permukaan isolator, maka kuat medan di permukaan isolator adalah seperti pada persamaan 2.4. yaitu :

E =

d V

Volt per meter.

Atau kuat medan elektrik di permukaan isolator di titik p adalah :

Ep =

d V

Volt per meter.

Untuk melihat pengaruh elektroda perata terhadap kuat medan elektrik di permukaan isolator pendukung dan hubungannya dengan tembus listrik udara di permukaan isolator, berikut ini dibuat contoh perhitungan.

Tinjau suatu isolator pendukung seperti di tunjukkan pada Gambar 2.4. Misalkan d = 10 cm, jari-jari elektroda bola a = 0.5 cm. Misalkan diberi tegangan


(20)

40 KV/50 Hz, maka kuat medan elektrik di titik P berjarak 0,8 cm. (xp = 0,8 cm)

dari pusat elektroda bola di permukaan isolator adalah :

Ep =

d 1 a 1 x V 2 P ab       −

=       10 1 5 , 0 1 0,8 40 2

= 32,9 KV/cm.

Kekuatan dielektrik udara adalah

30 KV/cm, sedangkan kuat medan elektrik di

permukaan isolator di titik P adalah 32,9 KV/cm, maka di permukaan isolator sejauh 0,8 cm dari pusat bola sudah terjadi tembus listrik udara atau di titik p telah terjadi peristiwa korona, yang merupakan awal dari terbentuknya lewat denyar dipermukaan isolator.

Jika elektroda bola diganti dengan elektroda pelat-pelat, seperti ditunjukkan pada pada Gambar 2.5, sedangkan tegangan yang diterapkan adalah sama yaitu 40 KV, maka kuat medan elektrik di permukaan isolator di titik P adalah :

Ep =

d V

=

10 40

= 4 KV/cm.

Nilai kuat medan elektrik sebesar 4 KV/cm tidak membuat udara tembus listrik, karena jauh lebih kecil dari 30 KV/cm. Tegangan pada elektroda pelat-pelat agar terjadi tembus listrik haruslah :


(21)

30 . 10

300 KV.

Artinya jika elektroda bola diganti dengan pelat, maka tembus listrik terjadi pada tegangan

300 KV.

Dari contoh perhitungan di atas maka dapat disimpulkan : Jika kuat medan elektrik semakin seragam, maka tegangan lewat denyar isolator semakin tinggi. Untuk meninggikan tegangan lewat denyar isolator perlu dilakukan satu upaya agar kuat medan elektrik di permukaan isolator menjadi lebih seragam. Salah satu caranya adalah memasang elektroda perata berbentuk piring di terminal tegangan tinggi isolator dan seporos dengan isolator.


(22)

BAB III

PENGARUH ELEKTRODA PERATA TERHADAP

TEGANGAN LEWAT DENYAR ISOLATOR PENDUKUNG

III.1. Umum

Tegangan lewat denyar merupakan salah satu karakteristik elektrik isolator pendukung. Peristiwa lewat denyar (flashover) ditandai dengan adanya lompatan api atau muatan listrik dari elektroda tegangan tinggi ke elektroda lain yang ditanahkan.

Berikut ini akan diuraikan pengujian tegangan lewat denyar isolator yang menggunakan elektroda perata.

Telah dijelaskan pada sub bab I.4. bahwa isolator yang digunakan dalam tugas akhir ini merupakan simulasi dari isolator pendukung. Simulasi isolator

yang dimaksud terbuat dari bahan karet sintetis polyurethane (PU) dengan

diameter 3 cm. Adapun alasan pemilihan bahan ini sebagai isolator karena karakteristik permukaan yang tidak mudah erosi, tidak menyerap air, dan banyak dijual dipertokoan. Spesifikasi elektrik dari bahan ini adalah :

• Kekuatan Dielektrik : 300-400 V/mil

• Volume Resistivity : 1011 Ω-cm

• Konstanta Dielektrik : 6,7-7,5

• Tan α : 0,06 – 0,07

Berdasarkan tingginya, sampel isolator dibagi dalam 3 unit yaitu unit A, unit B dan unit C. Tinggi masing-masing unit adalah A = 3,5 cm, B = 6,5 cm dan C = 9,5 cm. Tiap unit terdiri dari 3 isolator yang disebut elemen sampel. Bahan isolator dipotong dengan bantuan mesin bubut dengan ukuran panjang yang telah ditetapkan seperti di atas. Pada Gambar 3.1 ditunjukkan sampel isolator yang menjadi objek penelitian.


(23)

Gambar 3.1. Sampel Isolator

Tepat dititik pusat bagian atas dan bawah isolator dibuat lobang sedalam 0,5 cm dengan bantuan mesin bor listrik dan berfungsi sebagai tempat pin logam isolator. Pin logam isolator atas berfungsi sebagai terminal tegangan tinggi, sedangkan pin sebelah bawah berfugsi berfungsi sebagai terminal pentanahan. Sampel isolator yang sudah dilengkapi dengan pin ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Isolator Dengan Pin

Isolator juga dilengkapi ”drum” logam yang bisa dilepas dari pin isolator pada bagian atas isolator yang berfungsi untuk meredam medan elektrik yang tidak seragam oleh pin isolator, kabel tegangan tinggi trafo uji maupun baut pin isolator. Kontruksi ”Drum” logam yang terbuat dari baja ditunjukkan pada Gambar 3.3.


(24)

Gambar 3.3. ”Drum” Logam

III.2. Elektroda Perata

Bahan elektroda yang digunakan terbuat dari bahan logam pelat baja dengan ketebalan 3 mm. Agar elektroda berbentuk lingkaran, maka elektroda perata dibentuk dengan bantuan mesin bubut. Ukuran diameter elektroda perata masing-masing 3 cm, 4 cm, 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, 9 cm, 10 cm dan 11 cm, dan bentuk pinggir elektroda perata untuk masing-masing diameter elektroda perata dibuat sama. Tepat di titik pusat elektroda perata dibuat lobang seukuran pin logam isolator. Lobang ini mempunyai fungsi agar elektroda dapat dipasang pada isolator. Permukaan elektroda perata digosok dengan kertas pasir (kertas penghalus) sehingga faktor kerataan permukaan semua elektroda sama. Elektroda perata yang dimaksud ditunjukkan pada Gambar 3.4.


(25)

1.13m

1.15m 1m

III.3. Susunan Isolator dan Elektroda Perata

Letak dan susunan isolator uji disesuaikan dengan standar SPLN 10_2A yang mengacu pada standar IEC publikasi 168 edisi-pertama 1964. Jarak benda lain di sekitar isolator uji diatur berada pada jarak sekurang-kurangnya 1 meter dari benda lain. Isolator berada pada ketinggian minimal 1 meter dari permukaan lantai. Untuk memisahkan isolator uji terhadap lantai laboratorium pada ketinggian 1 meter, sebuah susunan kayu kering dibuat sebagai penyangga atau penopang isolator dengan panjang 1 meter. Letak isolator pada kayu penopang dan jaraknya terhadap benda lain ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Letak Isolator Pada Kayu Penopang Dan Jarak Benda Disekitarnya Di bagian horizontal kayu penopang diletakkan sebuah logam pelat baja dengan dimensi (3x20) cm yang berfungsi sebagai logam pentanahan. Isolator dipasang sedemikian rupa sehingga isolator tegak lurus terhadap bidang pelat logam pentanahan. Untuk lebih jelasnya, susunan pelat logam pentanahan, sampel isolator, ”drum” logam dan elektroda perata pada kayu penopang dapat dilihat pada Gambar 3.6.


(26)

Drum Logam

Elektroda Perata

Pelat Logam Isolator

220V 50 Hz

Vu Vu

S1 S2

TU

Elektroda Perata

Pelat Logam Isolator

Auto Trafo

Drum Logam

Gambar 3.6. Susunan Elektroda Pada Isolator

III.4. Prosedur Pengujian

Metode pengujian tegangan lewat denyar disesuaikan dengan standar SPLN 10_2A. Standar ini mengacu kepada standar IEC publikasi 168 edisi-pertama 1964. Rangkaian pengujian tegangan lewat denyar pada isolator pendukung ditunjukkan seperti pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Rangkaian Pengujian Tegangan Lewat Denyar Adapun peralatan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah :

1. Autotrafo (High Voltage Test Set-Control Board); Keihin Densoki ET-1010)

2. Trafo Uji (High Voltage Test Set-Transformator;Keihin Densoki ET-1010)

3. Sampel Simulasi Isolator Pendukung (h = 3.5 cm ; h = 6.5 cm ; h = 9.5 cm)

4. Elektroda perata : ( D = 3 cm, D = 4 cm, D= 5 cm, D = 6 cm, D = 7 cm, D = 8


(27)

5. Termometer (Humidity & Temperature meter)

6. Barometer

Sebelum pengujian, isolator terlebih dahulu dicuci dengan deterjen pembersih sampai permukaan isolator bersih dan licin, kemudian isolator dikeringkan sampai permukaan isolator benar-benar kering.

Pengujian dimulai dari unit A dengan diameter elektroda perata D = 3 cm. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut :

1. Terminal tegangan tinggi trafo uji dihubungkan ke sampel isolator.

2. Dicatat suhu (T), tekanan (P) dan kelembaban udara relatif (HR).

3. Saklar S1 dan S2 ditutup.

4. Dengan mengatur tegangan keluaran Autotrafo, tegangan keluaran trafo uji

dinaikkan dengan kecepatan 1 KV/detik sampai terjadi lewat denyar.

5. Saat terjadi lewat denyar dicatat nilai tegangan pada alat ukur. Tegangan

ini disebut tegangan penduga terjadinya lewat denyar (Vp).

Trafo uji sudah dilengkapi dengan alat proteksi sehingga saat terjadi lewat denyar, saklar S1 dan S2 terbuka secara otomatis. Prosedur selanjutnya adalah

sebagai berikut :

6. Dicatat suhu (T), tekanan (P) dan kelembaban udara relatif (HR)

7. Saklar S1 dan S2 ditutup kembali

8. Tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara sembarang hingga mencapai

75 % Vp. Kemudian tegangan keluaran trafo uji dinaikkan dengan

kecepatan 1 KV/detik sampai terjadi lewat denyar dan dicatat tegangan keluaran trafo uji saat terjadi lewat denyar tersebut. Tegangan lewat denyar ini disebut tegangan lewat denyar pada keadaan udara sembarang (Vs).


(28)

10.Selanjutnya elektroda perata diganti dengan D = 4 cm dan prosedur seperti di atas diulangi kembali. Demikian juga untuk elektroda perata dengan diameter D = 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, 9 cm, 10 cm dan 11 cm.

11.Prosedur seperti di atas dilanjutkan terhadap dua elemen yang lain.

12.Setelah pengujian unit sampel A selesai, dengan cara yang sama pengujian

dilanjutkan untuk unit B dan Unit C.

Dari pengamatan menunjukkan peristiwa lewat denyar selalu terjadi pada bagian pinggir elektroda perata dan beberapa peristiwa lewat denyar hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil pengujian untuk masing-masing sampel disajikan dalam bentuk Tabel pada Lampiran 1.


(29)

BAB IV

ANALISIS DATA

IV.1. Faktor Koreksi Udara

Tegangan lewat denyar isolator dipengaruhi oleh tekanan udara, suhu

udara dan kelembaban udara. Hasil pengukuran yang diperoleh adalah nilai

tegangan lewat denyar pada keadaan udara sembarang. Nilai tegangan lewat denyar pada keadaan standar dikoreksi dengan suatu faktor koreksi.

Keadaan standar adalah suatu keadaan di mana tekanan adalah P0 = 760

mmHg, suhu udara T0 = 20 oC dan kelembaban udara mutlak h0 = 11 gr/m3.

Faktor koreksi udara dihitung dengan persamaan :

k

d =

     +T 273 P x

0.386 ...4.1 di mana :

P = Tekanan udara [mmHg] T = Suhu udara [oC]

Berikut ini akan dibuat contoh perhitungan untuk menentukan faktor koreksi kondisi udara saat pengujian. Diambil data hasil hasil pengujian unit A untuk H = 3,5 cm dan D = 3 cm. Misalkan data seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Unit A H = 3,5 cm dan D = 3 cm

No.

Pengujian T ( C )

HR (%) P (mmHg) Vs (KV)

1. 27,9 86 727 21,2 2. 27,9 86 727 21,8 3. 27,9 86 727 21,5 4. 27,9 86 727 21,3 5. 27,9 86 727 21,6


(30)

Pada Tabel 4.1 suhu dan tekanan udara adalah :

• Tekanan udara : P = 727 mmHg

• Suhu udara : T = 27.9 oC

Sehingga faktor koreksi udara saat pengujian no.1 adalah :

k

d =

  

 

+T 273

P x 0.386

=

  

 

+27.9 273

727 x

0.386

= 0.9326

Perhitungan faktor koreksi udara elemen sampel 1 untuk diameter elektroda perata D = 4 cm, 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, 9 cm, 10 cm dan 11 cm dilakukan dengan cara yang sama. Demikian juga untuk elemen sampel 2 dan elemen sampel 3 dan juga untuk unit B dan unit C.

IV.2. Faktor Koreksi Kelembaban udara

Faktor koreksi kelembaban udara Kh ditentukan dari kurva kelembaban

udara mutlak versus faktor koreksi kelembaban udara seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kurva Kelembaban Udara Mutlak Vs Faktor Koreksi Kelembaban Udara


(31)

Sedangkan kelembaban udara mutlak ditentukan dengan bantuan Software Vaisala Humidity Calculator 2.1. Sesudah kelembaban mutlak diketahui dari

Vaisala Humidity Calculator maka selanjutnya faktor koreksi udara Kh dapat

ditentukan. Berikut dibuat contoh perhitungan menentukan faktor koreksi udara : Misalkan data yang digunakan seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. Besaran P, T, dan HR pada pengujian no.1 adalah sebagai berikut :

• P = 727 mmHg

• T = 27.9 oC

• HR = 86 %

Masukkan nilai tekanan (P), suhu (T) dan kelembaban udara relatif (HR)

pada Software Vaisala Humidity Calculator 2.1. Hasil kelembaban udara

mutlaknya adalah 23,33 gr/m3 (HA = 23,33 gr/m3). Contoh Tampilan Vaisala

Humidity Calculator untuk mencari kelembaban udara mutlak dapat dilihat pada

Lampiran 3. Selanjutnya faktor kelembaban udara Kh dapat ditentukan melalui

kurva kelembaban udara mutlak versus faktor koreksi kelembaban udara (Gambar 4.1). Besar faktor kelembaban udara saat HA = 23,33 gr/m3 adalah Kh = 0,87777.

Perhitungan faktor koreksi kelembaban udara elemen sampel 1 unit A untuk diameter elektroda perata D = 4 cm, 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, 9 cm, 10 cm dan 11 cm dilakukan dengan cara yang sama. Demikian juga untuk elemen sampel 2 dan elemen sampel 3 dan juga untuk semua elemen sampel unit B dan unit C.

IV.3. Menghitung Tegangan Lewat Denyar Pada Keadaan Standar

Tegangan lewat denyar pada keadaan standar ditentukan dengan rumus :

V

st = xVs    

d h K K

...4.2

di mana :

Vst = Tegangan lewat denyar pada keadaan standar (KV)

Vs = Tegangan lewat denyar pada sembarang udara (KV)


(32)

Kd = Faktor koreksi udara

Berikut ini diberikan contoh perhitungan menentukan tegangan lewat denyar pada keadaan standar. Menurut Tabel 4.1, tegangan lewat denyar rata-rata pada

keadaan udara sembarang adalah Vs = 21,48 KV. Sebelumnya telah dihitung

bahwa faktor koreksi udara adalah Kd = 0,9326 dan faktor koreksi kelembaban

udara adalah Kh = 0,8777. Maka tegangan lewat denyar standar saat pengujian

elemen sampel 1 unit A (H = 3,5 cm dan D = 3 cm) adalah :

V

st

= xVs     d h K K

= 21.48 0.9326 0.8777 x      

= 20,21684 KV

Perhitungan tegangan lewat denyar pada keadaan standar elemen sampel 1 unit A untuk diameter elektroda perata D = 4 cm, 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, 9 cm, 10 cm dan 11 cm dilakukan dengan cara yang sama. Demikian juga untuk elemen sampel 2 dan elemen sampel 3 dan juga untuk unit B dan unit C.

Semua perhitungan dilakukan dengan bantuan program microsoft excel,

hasil perhitungan tegangan lewat denyar rata-rata dari 5 kali percobaan pada keadaan standar Vst, faktor koreksi udara Kd, dan faktor koreksi kelembaban udara

Kh untuk unit A, unit B dan unit C ditampilkan dalam bentuk Tabel pada

Lampiran 2.

IV.5. Tegangan Lewat Denyar Pada Keadaan Standar Vs Diameter Elektroda Perata

Selanjutnya dari hasil perhitungan tegangan lewat denyar pada keadaan standar pada Lampiran 2 dapat dibuat hubungan antara diameter elektroda perata


(33)

Vst untuk setiap unit (A, B, C) adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2, 4.3, dan

4.4.

Tabel 4.2

TEGANGAN LEWAT DENYAR DALAM KEADAAN STANDAR UNIT A UNTUK H = 3.5 cm (KV)

UNIT A

DIAMETER ELEKTRODA PERATA

3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8 cm 9 cm 10 m 11cm

ES 1 20,217 20,073 20,601 20,926 21,759 22,325 22,474 22,382 22,269

ES 2 19,306 19,758 20,334 21,065 21,106 21,144 21,522 20,383 20,476

ES 3 19,379 19,68 21,14 21,208 21,272 22,16 22,236 22,464 22,355

RATA2 19,634 19,837 20,692 21,066 21,379 21,876 22,077 21,743 21,7

Tabel 4.3

TEGANGAN LEWAT DENYAR DALAM KEADAAN STANDAR UNIT B

UNTUK H = 6.5 cm (KV)

UNIT B

DIAMETER ELEKTRODA PERATA

3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8 cm 9 cm 10cm 11cm

ES 1 30,456 31,399 32,91 33,47 34,018 33,811 34,627 35,041 35,846

ES 2 29,468 31,576 32,364 32,802 33,298 33,259 33,355 32,312 32,391

ES 3 31,987 32,773 33,505 34,123 34,267 35,23 35,521 35,874 35,762

RATA2 30,637 31,916 32,926 33,465 33,861 34,1 34,501 34,409 34,666

Tabel 4.4

TEGANGAN LEWAT DENYAR DALAM KEADAAN STANDAR UNIT C UNTUK H = 9.5 cm (KV)

UNIT C

DIAMETER ELEKTRODA PERATA

3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8 cm 9 cm 10cm 11cm

ES 1 43,096 43,699 44,982 44,566 45,353 45,659 46,525 47,206 47,68

ES 2 46,327 47,109 48,061 48,321 48,762 48,901 49,033 49,01 49,22

ES 3 45,704 46,4 47,076 47,804 48,629 49,144 50,405 50,303 50,315


(34)

Ket : ES1 = Elemen sampel 1; ES2 = Elemen sampel 2; ES3 = Elemen sampel 3

Dari ketiga tabel di atas dihitung nilai rata-rata tegangan lewat denyar standar untuk berbagai diameter elektroda perata seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5

TEGANGAN LEWAT DENYAR STANDAR RATA-RATA (KV)

H

DIAMETER ELEKTRODA PERATA

3 cm 4 cm 5 cm 6 cm 7 cm 8 cm 9 cm 10cm 11cm

3,5 cm 19,634 19,837 20,664 21,066 21,379 21,876 22,077 21,743 21,7

6,5 cm 30,637 31,916 32,926 33,456 33,861 34,1 34,501 34,409 34,666

9,5 cm 45,04 45,74 46,71 46,9 47,58 47,9 48,65 48,84 49,07

Dari Tabel 4.5. kemudian dibuat kurva pendekatan tegangan lewat denyar standar rata-rata sebagai fungsi diameter elektroda perata masing-masing untuk H = 3,5 cm, H = 6,5 cm dan H = 9,5 cm. Kurva tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4. Persamaan yang menunjukkan hubungan tegangan lewat denyar dengan diameter elektroda perata untuk kurva pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

Untuk H = 3,5 cm :

Vst = -0,0556 D2 + 1,071 D + 16,709 [KV]... 4.3

R2 = 0,9639

Untuk H = 6,5 cm :

Vst = -0,0785 D2 + 1,5546 D + 26,871 [KV]... 4.4

R2 = 0,9856

Untuk H = 9,5 cm

Vst = -0,0313 D2 + 0,9431 D + 42,519 [KV]... 4.5


(35)

TEGANGAN LEWAT DENYAR Vs DIAMETER ELEKTRODA PERATA UNTUK H = 3.5 cm

19 19,5 20 20,5 21 21,5 22 22,5

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIAMETER ELEKTRODA PERATA (cm)

T

E

G

ANG

AN L

E

W

AT

DE

NY

AR (

KV

)

Gambar 4.2. Hubungan Tegangan Lewat Denyar Dengan Diameter Elektroda Perata Untuk H = 3,5 cm


(36)

TEGANGAN LEWAT DENYAR Vs DIAMETER ELEKTRODA PERATA UNTUK H = 6,5 cm

30 30,5 31 31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5 35

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIAMETER ELEKTRODA PERATA (cm)

T

E

G

ANG

AN L

E

W

AT

DE

NY

AR (

KV

)

Gambar 4.3. Hubugan Tegangan Lewat Denyar Dengan Diameter Elektroda Perata Untuk H = 6,5 cm


(37)

TEGANGAN LEWAT DENYAR Vs DIAMETER ELEKTRODA PERATA UNTUK H = 9,5 cm

44,5 45 45,5 46 46,5 47 47,5 48 48,5 49 49,5

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIAMETER ELEKTRODA PERATA (cm)

T

E

G

ANG

AN L

E

W

AT

DE

NY

AR (

KV

)

Gambar 4.4. Hubungan Tegangan Lewat Denyar Dengan Diameter Elektroda Perata Untuk H = 9,5 cm


(38)

TEGANGAN LEWAT DENYAR Vs DIAMETER ELEKTRODA PERATA UNTUK H = 3,5 cm, H = 6,5 cm DAN H = 9,5 cm

0

10

20

30

40

50

60

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

DIAMETER ELEKTRODA PERATA (cm)

T

E

G

ANG

AN L

E

W

AT

DE

NY

AR (

KV

)

H=3.5 H=6.5 H=9.5

Perbandingan tegangan lewat denyar ketiga jenis ukuran tinggi isolator diberikan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Hubungan Tegangan Lewat Denyar Dengan Elektroda Perata Untuk H = 3,5 cm. H = 6,5 cm dan H = 9,5 cm


(39)

IV.6. ANALISIS KURVA

Telah disebutkan bahwa persamaan tegangan lewat denyar terhadap perubahan diameter elektroda perata untuk H = 3,5 cm adalah seperti persamaan

4.3. Dari persamaan ini akan dihitung nilai tegangan lewat denyar Vst untuk

masing-masing diameter elektroda perata, hasilnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel. 4.6. Tegangan Lewat Denyar Stadar Vs Diameter Elektroda Perata Menurut Pers. 4.3.

D (cm) Vst (KV)

3 19,4216 4 20,1034 5 20,674 6 21,1334 7 21,4816 8 21,7186 9 21,8444 10 21,859 11 21,7624

Dari Table 4.6. tegangan tertinggi terjadi untuk diameter elektroda D = 10 cm, sedangkan tegangan terkecil terjadi pada diameter elektroda D = 3 cm. Dengan kata lain kenaikan tegangan lewat denyar dari tegangan tertinggi terhadap tegangan terkecil untuk H = 3,5 cm adalah :

∆V = 21,859 100%

4216 , 19 859 , 21

x

= 11,15 %

Selanjutnya dihitung tegangan lewat denyar standar untuk berbagai diameter elektroda perata untuk H = 6,5 cm menurut pers. 4.4. Hasilnya dapat dilihat pada Table 4.7.


(40)

Tabel. 4.7. Tegangan Lewat Denyar Standar Vs Diameter Elektroda Perata Menurut Pers. 4.4.

D (cm) Vst (KV)

3 30,8283 4 31,8334 5 32,6815 6 33,3726 7 33,9067 8 34,2838 9 34,5039 10 34,567 11 34,4731

Dari Table 4.7 nilai tegangan tertinggi terjadi pada D = 10 cm dan tegangan terendah terjadi pada D = 3 cm, sehingga besarnya kenaikan tegangan lewat denyar adalah :

∆V = 34,567 100%

8283 , 30 567 , 34 x

= 10,815 %

Sama seperti di atas untuk H = 9,5 cm dihitung tegangan lewat denyar standar untuk berbagai diameter elektroda perata menurut persamaan 4.5. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Tegangan Lewat Denyar Standar Vs Elektroda Perata Menurut Pers.4.5

D (cm) Vst (KV)

3 45,1266 4 45,8706 5 46,552 6 47,1708 7 47,727 8 48,2206 9 48,6516 10 49,02 11 49,3258


(41)

Dari table 4.8 nilai tegangan lewat denyar tertinggi terjadi pada D = 11 cm dan tegangan lewat denyar terkecil terjadi pada D = 3 cm, sehingga kenaikan tegangan lewat denyar adalah :

∆V = 49,3258 100%

1266 , 45 3258 , 49 x

= 8,513 %

Dengan demikian dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa, untuk H = 3,5 cm semakin besar diameter elektroda perata maka tegangan lewat denyar tidak selamanya semakin tinggi, dalam penelitian ini memberikan tegangan lewat denyar tertinggi terjadi pada diameter elektroda D = 10 cm. Sedangkan untuk H = 6,5 cm tegangan lewat denyar tertinggi juga terjadi pada D = 10 cm dan untuk H = 9,5 cm tegangan lewat denyar tertinggi terjadi pada D =11 cm, dengan kata lain untuk H = 9,5 cm jika D > 11 cm masih memungkinkan terjadinya kenaikan tegangan lewat denyar.

Dari pembahasan di atas juga di dapat kenaikan tegangan lewat denyar terbesar terjadi untuk H = 3,5 cm yaitu sebesar 11,15 %, kemudian untuk H = 6,5 cm adalah sebesar 10,815 % dan yang terkecil terjadi pada H = 9,5 cm yaitu sebesar 8,513 %. Dengan demikian dapat dikatakan peranan elektroda perata untuk menaikkan tegangan lewat denyar akan semakin efektif jika tinggi isolator semakin rendah. Untuk dapat melihat lebih jelas kenaikan tegangan lewat denyar pada diameter elektroda yang sama dan tinggi isolator yang berbeda diperlihatkan pada Tabel 4.9 dibawah, di mana diameter elektroda yang dimaksut adalah D = 3 cm dan D = 10 cm.

Tabel 4.9. Kenaikan Tegangan Lewat Denyar Pada Diameter Elektroda Sama (D = 3 cm dan D = 10 cm) Untuk Tinggi Isolator Yang Berbeda

TINGGI ISOLATOR

KENAIKAN TEGANGAN (%)

H = 3,5 cm 11,15

H = 6,5 cm 10,815


(42)

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Sampai batas diameter tertentu semakin besar diameter elektroda perata

maka tegangan lewat denyar semakin besar.

2. Untuk tinggi isolator H = 3,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm

diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 11,15 %.

3. Untuk tinggi isolator H = 6,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm

diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 10,815 %.

4. Untuk tinggi isolator H = 9,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm

diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 7,942 %.

V.2. Saran-saran

Adapun saran-saran yang bisa penulis berikan adalah :

1. Penggunaan elektroda perata jenis piring untuk menaikkan tegagan lewat

denyar isolator sebaiknya dipasang untuk panjang isolator yang pendek, karena memberikan kenaikan tegangan lewat denyar yang lebih besar.

2. Masih perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh perubahan

diameter elektroda perata terhadap tegangan lewat denyar isolator pendukung untuk panjang isolator yang lebih tinggi dari 9,5 cm.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, Artono. 1968. ”Teknik Tegangan Tinggi”, PT. Pradya

Paramita: Jakarta.

2. Istiyono, Edi. 2006. “Fisika”. PT. Intan Parawira : Klaten. L. Tobing,

Bonggas. 2003. ”Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

3. L. Tobing, Bonggas. 2003. ”Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi”,

PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

4. Razevig, D.V. 1972. “High Voltage Engineering” (Translated by Chourissa,

M.P), Khana Publishers : Delhi-6

5. Sears, Francis Weston & Zemansky, Mark W. 1962. “Fisika untuk Universitas

II Listrik Magnet”, Binatjipta : Jakarta.


(44)

LAMPIRAN 3


(45)

LAMPIRAN 4

H = 3,5 cm dan D = 3 cm


(46)

H = 6,5 cm dan D = 3 cm


(47)

H = 9,5 cm dan D = 3 cm


(1)

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Sampai batas diameter tertentu semakin besar diameter elektroda perata maka tegangan lewat denyar semakin besar.

2. Untuk tinggi isolator H = 3,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 11,15 %.

3. Untuk tinggi isolator H = 6,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 10,815 %.

4. Untuk tinggi isolator H = 9,5 cm dan diameter elektroda perata D = 10 cm diperoleh kenaikan tegangan lewat denyar 7,942 %.

V.2. Saran-saran

Adapun saran-saran yang bisa penulis berikan adalah :

1. Penggunaan elektroda perata jenis piring untuk menaikkan tegagan lewat denyar isolator sebaiknya dipasang untuk panjang isolator yang pendek, karena memberikan kenaikan tegangan lewat denyar yang lebih besar. 2. Masih perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh perubahan

diameter elektroda perata terhadap tegangan lewat denyar isolator pendukung untuk panjang isolator yang lebih tinggi dari 9,5 cm.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, Artono. 1968. ”Teknik Tegangan Tinggi”, PT. Pradya Paramita: Jakarta.

2. Istiyono, Edi. 2006. “Fisika”. PT. Intan Parawira : Klaten. L. Tobing, Bonggas. 2003. ”Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

3. L. Tobing, Bonggas. 2003. ”Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

4. Razevig, D.V. 1972. “High Voltage Engineering” (Translated by Chourissa, M.P), Khana Publishers : Delhi-6

5. Sears, Francis Weston & Zemansky, Mark W. 1962. “Fisika untuk Universitas II Listrik Magnet”, Binatjipta : Jakarta.


(3)

LAMPIRAN 3


(4)

LAMPIRAN 4

H = 3,5 cm dan D = 3 cm


(5)

H = 6,5 cm dan D = 3 cm


(6)

H = 9,5 cm dan D = 3 cm