Pengaruh Benang Layangan Terhadap Tegangan Flashover Isolator Hantaran Udara

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN

FLASHOVER ISOLATOR HANTARAN UDARA

Oleh:

TEGUH INDRA KESUMA NIM: 080402035

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Tegangan flashover suatu isolator hantaran udara dipengaruhi oleh konduktifitas permukaan isolator. Jika pada permukaan suatu isolator menempel benang layangan yang konduktif, maka konduktifitas permukaan isolator makin besar, sehingga tegangan flashover isolator semakin rendah. Pada tugas akhir ini akan ditunjukkan pengaruh dari benang layangan terhadap tegangan flashover isolator pada kondisi isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan dan berat. Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah isolator post 20 kV. Terlihat bahwa perbedaan tegangan lewat denyar yang cukup signifikan terlihat pada panjang benang layangan 17,5 cm untuk kondisi isolator kering dan benang layangan basah dan kondisi isolator basah dan benang layangan basah. Pada kondisi isolator kering dan benang layangan basah untuk benang katun perbedaannya sebesar 10,27 kV dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,42 kV, sedangkan pada kondisi isolator basah dan benang layangan basah perbedaannya sebesar 10,21 kV untuk benang katun dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,56 kV.

Untuk benang layangan gelas, nilai tegangan flashover lebih rendah dibandingkan benang layangan katun. Hal ini disebabkan karena benang layangan gelas lebih konduktif dari benang layangan katun.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Benang Layangan Terhadap Tegangan Flashover Isolator Hantaran Udara”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Teh Seng Moi dan Sumiati, saudara kandung penulis, Darwin Setiawan, Aisa Selvira dan Nani Sriwaty, atas seluruh perhatian dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing selaku Dosen Wali dan Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bmbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk beliau,

2. Bapak Ir. Syahrawardi selaku Kepala Laboratorium Tegangan Tinggi yang telah mengizinkan penulis mengambil data di Laboratorium dan juga yang telah memberi masukan-masukan bagi penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(4)

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro USU dan Bapak Rahmat Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU,

4. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

5. Teman-teman stambuk 2008: Wilvian, Angelina, Robin, Jhonson, Antonius, Eykel, Harmoko, Bayu, Wenly, Frederick, Muhammad Syukur, dan teman-teman stambuk 2008 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, 6. Semua abang-kakak senior dan adik-adik junior yang telah mau berbagi

pengalaman dan motivasi kepada penulis.

7. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-kesalahn, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 14 Juli 2012 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan... 1

I.4 Batasan Masalah ... 1

I.5 Metode Penulisan ... 2

I.6 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA II.1 Konstruksi Isolator Hantaran Udara ... 4

II.2 Bahan Dielektrik Isolator Hantaran Udara... 8

II.3 Karakteristik Elektrik... 10

II.4 Karakteristik Mekanik... 13

BAB III PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN FLASHOVER ISOLATOR HANTARAN UDARA III.1 Umum... 15

III.2 Fenomena Arus Bocor... 16

III.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi... 17

III.4 Benang Layangan Pada Isolator terpolusi... 19

BAB IV EKSPERIMEN IV.1 Umum... 22


(6)

IV.3 Prosedur Percobaan... 24

IV.3.1 Tahap Persiapan... 24

IV.3.2 Tahap Pengujian... 26

IV.3.2 Tahap Pengukuran ESDD... 30

IV.4 Hasil Pengukuran... 34

IV.5 Analisa Data... 34

IV.5.1 Perhitungan Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)... 35

IV.5.1 Pengukuran Bobot Polusi Dengan Metode ESDD... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan... 48

V.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA... 50 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian Utama Isolator Hantaran Udara... 4

Gambar 2.2 Jenis Isolator Pendukung... 5

Gambar 2.3 Jarak Rambat dan Jarak Percik pada Isolator... 6

Gambar 3.1 Arus Pada Suatu Dielektrik... 16

Gambar 3.2 Isolator Terpolusi Dan Rangkaian Ekivalennya... 18

Gambar 3.3 Isolator Terpolusi Benang Layangan... 20

Gambar 4.1 Isolator Dicelupkan Kedalam Larutan Pengotor... 24

Gambar 4.2 Posisi Benang Layangan Vertikal Pada Isolator Terpolusi... 25

Gambar 4.3 Rangkaian Percobaan Isolator Kering... 26

Gambar 4.4 Benang Gelas dan Benang Katun... 26

Gambar 4.5 Rangkaian Percobaan Isolator Basah... 28

Gambar 4.6 Ketel Listrik Pembangkit Uap Air... 28

Gambar 4.7 Isolator Di dalam Ruang Kabut... 29

Gambar 4.8 Tabung Pengukur Konduktivitas... 31

Gambar 4.9 Rangkaian Pengukur Konduktivitas... 31

Gambar 4.10 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Isolator Kering Benang Basah... 39

Gambar 4.11 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Isolator Basah Benang Basah... 39 Gambar 4.12 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang


(8)

Layangan Polusi Ringan... 40 Gambar 4.13 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Elektrik dan Mekanis Bahan Dielektrik

Isolator... 14 Tabel.4.1 Hubungan bobot polusi dengan ESDD... 30 Tabel 4.2 Faktor Koreksi Suhu... 32 Tabel 4.3 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang Katun... 35 Tabel 4.4 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah

Polusi Ringan Benang Katun... 35 Tabel 4.5 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang Katun... 36 Tabel 4.6 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah

Polusi Berat Benang Katun... 36 Tabel 4.7 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang Gelas... 37


(10)

Tabel 4.8 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah

Polusi Ringan Benang Gelas... 37 Tabel 4.9 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang Gelas... 38 Tabel 4.6 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat

denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah


(11)

ABSTRAK

Tegangan flashover suatu isolator hantaran udara dipengaruhi oleh konduktifitas permukaan isolator. Jika pada permukaan suatu isolator menempel benang layangan yang konduktif, maka konduktifitas permukaan isolator makin besar, sehingga tegangan flashover isolator semakin rendah. Pada tugas akhir ini akan ditunjukkan pengaruh dari benang layangan terhadap tegangan flashover isolator pada kondisi isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan dan berat. Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah isolator post 20 kV. Terlihat bahwa perbedaan tegangan lewat denyar yang cukup signifikan terlihat pada panjang benang layangan 17,5 cm untuk kondisi isolator kering dan benang layangan basah dan kondisi isolator basah dan benang layangan basah. Pada kondisi isolator kering dan benang layangan basah untuk benang katun perbedaannya sebesar 10,27 kV dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,42 kV, sedangkan pada kondisi isolator basah dan benang layangan basah perbedaannya sebesar 10,21 kV untuk benang katun dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,56 kV.

Untuk benang layangan gelas, nilai tegangan flashover lebih rendah dibandingkan benang layangan katun. Hal ini disebabkan karena benang layangan gelas lebih konduktif dari benang layangan katun.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Tegangan flashover Isolator dipengaruhi oleh distribusi medan listrik (kuat medan listrik) pada permukaan isolator. Jika kuat medan listrik lebih besar dari kekuatan dielektrik permukaan isolator maka isolator akan tembus listrik. Keadaan inilah yang disebut dengan flashover.

Jika pada permukaan suatu isolator ada suatu benda yang menempel misalnya benang layangan yang konduktif maka kuat medan listrik pada permukaan isolator akan membesar yang mengakibatkan tegangan flashover menjadi kecil.

I.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui bobot polusi isolator dan tingkat intensitas polusi pada isolator.

2) meneliti pengaruh dimensi benang layangan yang menempel pada permukaan suatu isolator terpolusi terhadap tegangan flashover isolator tersebut.

I.3 BATASAN MASALAH

Ada beberapa jenis benang layangan yaitu benang katun, benang nilón, benang gelas, dan lain-lain. Objek dalam penelitian ini adalah benang katún dan benang gelas.

Pengujian isolator meliputi pengujian flashover AC dan pengujian flashover impuls. Dalam penelitian ini diteliti hanya tegangan flashover AC.


(13)

Ada beberapa jenis bahan isolasi yang dipergunakan pada isolator hantaran udara yaitu bahan porselin (keramik), bahan gelas serta bahan polymer. Dalam penelitian ini objek yang diamati adalah isolasi porselin (keramik).

Dilihat dari konstruksinya isolator keramik dibagi menjadi isolator pin, isolator post dan isolator pin-post. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah isolator post.

I.4 METODE PENULISAN

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi di antaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Studi lapangan yaitu dengan melakukan eksperimen di laboratorium Tegangan Tinggi.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU, dengan dosen-dosen bidang Teknik Energi Listrik.

I.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas akhir ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini membahas secara umum tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan tugas akhir.


(14)

BAB II. ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

Bab ini membahas secara umum tentang isolator pendukung hantaran udara yang meliputi : konstruksi, bahan dielektrik isolator hantaran udara dan karakteristik elektrik dan mekanis isolator.

BAB III. PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN FLASHOVER ISOLATOR HANTARAN UDARA

Bab ini membahas tentang fenomena arus bocor, fenomena lewat denyar pada isolator terpolusi dan benang layangan pada isolator yang terpolusi.

BAB IV. EKSPERIMENT

Bab ini memuat alat dan bahan yang digunakan, prosedur percobaan, hasil pengukuran dan analisa data.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran.


(15)

BAB II

ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

Isolator memegang peranan penting dalam penyaluran daya listrik dari gardu induk ke gardu distribusi. Isolator merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk memisahkan secara elektris dua buah penghantar atau lebih yang berdekatan sehingga tidak terjadi aliran arus dari satu penghantar ke penghantar yang lain.

Dalam bab ini, akan dijelaskan konstruksi, bahan dielektrik isolator hantaran udara dan karakteristik elektrik dan mekanik isolator.

II.1 KONSTRUKSI ISOLATOR HANTARAN UDARA

Bagian utama suatu isolator hantaran udara terdiri dari konduktor logam, bahan dielektrik, bahan perekat dan tonggak logam seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagian Utama Isolator Hantaran Udara Konduktor logam (cap)

Bahan dielektrik Perekat

semen

Tonggak logam (pin)

Perekat semen


(16)

Semen digunakan untuk merekat tonggak logam dengan bahan dielektrik dan merekat konduktor logam dengan bahan dielektrik. Umumnya dielektrik isolator terbuat dari bahan porselin, gelas dan karet-silikon (silicon rubber).

Dilihat dari konstruksinya isolator terdiri dari isolator pendukung dan isolator gantung (suspension). Isolator pendukung terdiri dari tiga jenis, yaitu : isolator pin, isolator post dan isolator pin-post. Konstruksi dari ketiga jenis isolator pendukung dapat dilihat pada Gambar 2.2[5].

Ada dua parameter isolator hantaran udara yang penting diketahui, yaitu jarak rambat (Lr) dan jarak percik (Lp) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Jarak rambat adalah jarak antar konduktor melalui bahan isolasi. Jarak percik adalah jarak antar konduktor melalui udara. Dilihat dari perbandingan jarak rambat dengan jarak percik ) isolator hantaran udara dibagi atas dua kelas, yaitu sebagai berikut :

a. isolator pin b. isolator post c. isolator pin-post Gambar 2.2 Jenis Isolator Pendukung


(17)

 Kelas A, dimana

 Kelas B, dimana

Lr

Lp

Elektroda Elektroda

Gambar 2.3 Jarak rambat dan Jarak Percik pada Isolator

Berikut ini akan dijelaskan secara umum mengenai penggunaan bahan dan sifat ketiga jenis isolator pendukung tersebut diatas.

a) Isolator pin

Isolator jenis pin merupakan isolator yang pertama kali dirancang sebagai penopang penghantar saluran. Isolator pin ini banyak digunakan pada jaringan distribusi tegangan menengah sebagai penyangga konduktor. Isolator jenis pin ini digunakan pada tiang pendukung jaringan distribusi hantaran udara. Isolator pin terdiri dari satu atau beberapa lapisan petticoats (rain shed) yang disemen, dipasang pada poros crossarm pada tiang pendukung. Isolator pin dilengkapi dengan lapisan-lapisan (rain shed) yang cukup panjang untuk memperpanjang jarak rambat isolator sehingga lewat denyar (flashover) tidak mudah untuk terjadi. Lapisan petticoats dirancang sedemikian rupa agar air hujan yang membasahi permukaan isolator tidak menempel pada isolator.


(18)

Beberapa kelebihan dari isolator pin adalah sebagai berikut :

 Berdasarkan perbandingan jarak rambat (creepage distance) dengan jarak percik (arching distance), isolator pin termasuk dalam kategori isolator kelas B.

 isolator pin dirancang dengan profil yang sedemikian sehingga pada saat hujan membasahi permukaan isolator, maka air hujan dapat diteteskan dari permukaannya agar tidak terjadi penimbunan polusi pada permukaan isolator.

 Isolator pin hanya dapat digunakan pada beban tekan. Artinya isolator pin ini didesain agar dapat menahan beban konduktor yang terpasang pada saluran udara tegangan menegah.

b) Isolator post

Sama halnya dengan isolator pin, isolator post juga digunakan pada tegangan tinggi, khususnya pada jaringan distribusi tegangan menengah. Isolator jenis post digunakan pada tiang-tiang pendukung dan tiang sudut distribusi hantaran udara. Isolator post terdiri atas bahan isolator berbentuk silinder padat dengan sisi berlekukan untuk memperpanjang jarak rambat permukaan isolator. Semakin tinggi tegangan isolasinya makin banyak lekukan-lekukan tersebut.

Untuk pengoperasian tegangan yang lebih tinggi lebih cocok digunakan isolator post karena harganya lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan isolator pin.

Beberapa kelebihan dari isolator post adalah sebagai berikut:

 Memiliki kekuatan dielektrik yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolator pin

 Isolator post termasuk dalam kategori isolator kelas. Artinya tegangan lewat denyar isolator post lebih tinggi dari tegangan lewat denyar isolator pin.


(19)

 Isolator post dapat digunakan untuk menahan beban tarik dan beban tekuk. c) Isolator pin post

Isolator pin post digunakan pada jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada tiang yang mengalami gaya tekuk.

Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh isolator pin post, antara lain:

1. Bebas dari cacat, karena semen dan tangkai besi (metal flange) dipasang di sisi luar bahan isolasi, sehingga tidak menyebabkan pemuaian.

2. Mempunyai sifat antikontaminasi yang baik dibandingkan dengan isolator jenis lain, karena :

 Mempunyai jarak rambat (creepage distance) yang besar (1.5 kali dari jarak percik) sehingga diklasifikasikan sebagai isolator kelas A.

 Profil sedemikian rupa sehingga hujan dapat membersihkan isolator dari kontaminan.

 Mempunyai jarak celah udara (air gap) yang besar antara bagian dalam sirip dengan permukaan isolator, sehingga air hujan tidak membentuk jembatan air antara satu sirip dengan sirip yang lain. 3. Pada saat terjadi lewat denyar (flashover) tidak mudah terbentuk jejak

karbon atau tracking.

II.2 Bahan Dielektrik Isolator Hantaran Udara

Bahan dielektrik yang umum digunakan sebagai bahan dasar isolator pasangan luar (outdoor insulator) adalah porselin (keramik) dan gelas. Berikut akan dijelaskan bahan dasar, kelebihan dan kekurangan isolator porselin dan gelas.

a) Bahan porselin (keramik)

Porselin terbuat dari tanah liat china (china clay) yang mengandung aluminium silikat. Aluminium silikat ini dicampur dengan plastik kaolin, feldspar dan kuarsa. Campuran ini dipanaskan pada tempat pembakaran dengan suhu yang dapat diatur. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazur


(20)

agar bahan isolator tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazur ini permukaan isolator menjadi licin dan mengkilat, sehingga tidak dapat menghisap air.

Kelebihan dari isolator porselin antara lain :

1. Tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga tidak mudah mengalami degradasi dan tahan lama.

2. Mempunyai kekuatan dielektrik dan mekanik yang baik. 3. Biaya pembuatan lebih murah.

4. Dapat dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka.

Disamping kelebihannya, isolator porselin mempunyai beberapa kekurangan, yaitu :

1. Mudah pecah, sehingga perlu hati-hati ketika membawa dan memasangnya. 2. Berat, oleh karena itu biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman dan

instalasi lebih besar.

3. Berpori-pori akibat pembuatan yang kurang sempurna. Pada pori-pori ini dapat terjadi tembus internal (internal dielectric breakdown) atau peluahan parsial.

4. Mudah terpolusi.

Permukaan porselin bersifat hidrophilik sehingga permukaan porselin mudah untuk menangkap air. Pada lingkungan yang berpolusi, polutan mudah melekat pada permukaan isolator. Untuk membersihkannya perlu dilakukan pembersihan isolator secara berkala.

b) Bahan gelas

Selain bahan porselin, bahan gelas juga banyak digunakan sebagai isolator pasangan luar (outdoor insulator) atau isolator saluran udara


(21)

(overhead insulator). Pada umumnya isolator gelas terbuat dari campuran SiO2, B2O3, Al2O3, PbO, BaO dan CaO.

Bahan gelas mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain : 1. Kekuatan dielektriknya tinggi.

2. Koefisien muainya rendah. 3. Mudah dibentuk.

4. Kuat tekannya lebih besar daripada bahan porselin.

5. Karena sifatnya yang tembus pandang, maka jika ada keretakan, ketidakmurnian bahan dan gelembung udara, hal-hal tersebut mudah diketahui.

6. Bahan menyebar merata (homogen) sehingga tidak berpori-pori. 7. Harga isolator gelas lebih murah daripada isolator porselin.

Disamping kelebihan-kelebihannya, isolator gelas juga mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai berikut :

1. Isolator gelas memiliki sifat kondensasi (mengembun) sehingga debu dan kotoran mudah melekat di permukaan isolator tersebut. Kotoran basah ini dapat membuat permukaan isolator menjadi semakin konduktif sehingga arus bocor yang mengalir melalu permukaan isolator semakin besar. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya lewat denyar pada isolator tersebut. 2. Memiliki tegangan tembus yang rendah, dan kekuatan dielektriknya

berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan suhu.

3. Isolator gelas mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu disekelilingnya sehingga dapat menyebabkan pemuaian pada gelas. Pemuaian ini dapat menyebabkan isolator gelas rentan pecah.

II.3 KARAKTERISTIK ELEKTRIK

Suatu isolator dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila memiliki karakteristik elektrik sebagai berikut :


(22)

 Tahanan isolasi besar.

 Kekuatan dielektrik tinggi.

 Permitivitas relative tinggi.

 Tahan terhadap busur api.

 Faktor disipasi atau rugi-rugi dielektrik rendah.

 Konduktivitas thermal tinggi.

 Bebas dari pori yang berisi gas sehingga pada isolator tidak terjadi peluahan parsial.

Suatu isolator dirancang sedemikian rupa sehingga tegangan tembusnya jauh lebih tinggi daripada tegangan lewat denyarnya. Dengan demikian, kekuatan dielektrik suatu isolator ditentukan oleh tegangan lewat denyarnya. Kekuatan dielektrik dan nilai tegangan yang dapat dipikul isolator tanpa terjadi lewat denyar dapat diperkirakan dari tiga karakteristik dasar isolator, yaitu : tegangan lewat denyar bolak-balik pada keadaan kering, tegangan lewat denyar bolak-balik pada keadaan basah dan karakteristik tegangan-waktu yang diperoleh dari tegangan surja standar.

a) Tegangan lewat denyar bolak-balik kering

Tegangan lewat denyar bolak-balik kering merupakan karaktersitik utama dari isolator yang dipasang pada ruangan tertutup. Tegangan lewat denyar ditentukan pada keadaan permukaan isolator kering dan bersih. Tegangan lewat-denyar dinyatakan pada keadaan standar, yaitu pada saat suhu udara 20 ºC dan tekanannya 760 mmHg. Tegangan lewat denyar kering pada sembarang suhu dan tekanan udara dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini :

2.1

Di mana :

V = Tegangan lewat denyar isolator pada sembarang keadaan udara. V = δ Vs


(23)

Vs = Tegangan lewat denyar isolator pada keadaan udara standar. δ = Faktor koreksi udara.

δ =

T = Suhu udara (ºC).

P = Tekanan udara (mmHg).

Persamaan 2.1 di atas merupakan persamaan umum dalam perhitungan faktor koreksi udara untuk menghitung tegangan lewat denyar standar ataupun tegangan lewat denyar pada suhu dan tekanan sembarang.

Tegangan lewat denyar bolak-balik isolator juga dipengaruhi oleh kondisi kelembaban udara. Jika Vs adalah tegangan lewat denyar isolator pada keadaan udara standar dan kelembaban 11 gr/m3, tegangan lewat denyar isolator pada sembarang suhu, tekanan dan kelembaban udara adalah :

2.2 Di mana Kh adalah faktor koreksi yang tergantung kepada kelembaban udara. b) Tegangan lewat denyar bolak-balik basah

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator merupakan gambaran kekuatan dielektrik isolator tersebut pada saat basah karena air hujan. Sifat air hujan yang membasahi suatu isolator dicirikan atas tiga hal, yaitu intensitas, arah dan konduktivitas air yang membasahi isolator tersebut. Oleh karena itu dalam pengujian tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator, air yang membasahi isolator perlu distandarisasi. Menurut IEC, ciri air yang membasahi isolator saat pengujian adalah sebagai berikut: intensitas penyiraman 3 mm/menit, resistivitas air (r) = 10.000 ohm-cm dan arah penyiraman air membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak isolator.


(24)

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator juga tegantung pada kondisi udara. Jika lewat denyar terjadi pada suatu isolator basah, maka peluahan melintasi permukaan isolator yang basah dan celah udara. Oleh karena itu, kenaikan tegangan lewat denyar bolak-balik basah akibat kenaikan tekanan udara terhadap tegangan lewat denyar basah semakin besar. Umumnya setengah dari lintasan peluahan merupakan celah udara. Dengan anggapan ini, tegangan lewat denyar basah pada sembarang tekanan udara dapat ditentukan sebagai berikut :

2.3

Di mana VS adalah tegangan lewat denyar basah pada tekanan udara standar.

c) Karakteristik tegangan-waktu

Karakteristik tegangan-waktu digunakan untuk memperkirakan kekuatan dielektrik isolator jika memikul tegangan lebih surja akibat sambaran petir pada jaringan. Karakteristik tegangan-waktu ditentukan hanya pada keadaan isolator kering dan permukaannya bersih, karena penurunan kekuatan dielektrik isolator akibat air dapat diabaikan, hanya sekitar 2 - 3%. Karakteristik tegangan-waktu diperoleh melalui pengujian isolator dengan tegangan impuls standar baik polaritas positif maupun polaritas negatif. Tegangan lewat denyar impuls pada sembarang suhu dan tekanan udara dihitung dengan persamaan 2.1.

II.4 KARAKTERISTIK MEKANIK

Suatu isolator dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila memiliki karakteristik mekanik sebagai berikut :

 Kekuatan mekanis tinggi.


(25)

 Bahan isolator harus bebas dari bahan kotoran, tidak retak dan tidak berpori.

 Material isolator tidak mudah terbentuk jejak karbon atau disebut juga tracking.

 Penyebaran panas rendah.

 Tahan terhadap panas.

 Tidak mudah terjadi korosi pada isolator.

Karakteristik mekanis suatu isolator ditandai dengan kekuatan mekanisnya, yaitu beban mekanis terendah yang dapat mengakibatkan isolator tersebut rusak/pecah. Suatu isolator harus memiliki kekuatan mekanis yang tinggi agar mampu memikul konduktor. Kekuatan mekanis dari suatu isolator dinyatakan dalam tiga keadaan beban, yaitu kekuatan mekanis tarik, kekuatan mekanis tekan dan kekuatan mekanis tekuk.

Isolator porselin mempunyai kekuatan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan isolator gelas. Kekuatan mekanis porselin standar berdiameter 2-3 cm adalah 4.500 kg/cm2 untuk beban tekan, 700 kg/cm2 untuk beban tekuk dan 300 kg/cm2 untuk beban tarik.

Pada Tabel 2.1 akan diperlihatkan perbandingan sifat mekanik dan elektrik dari isolator porselin dan gelas.


(26)

Tabel 2.1 Karakteristik Elektrik dan Mekanis Bahan Dielektrik Isolator

Karakteristik

Dielektrik

Porselin

Gelas Alkali

rendah

Alkali tinggi

Tegangan tembus sampel uji (kVrms/mm) 22 - 28 48 17.9

Permeabilitas (e) 5.5 - 7 5.5 10

Tg δ pada suhu 22 ºC (%) 2 - 4 2 - 3 6 - 7

Tahanan permukaan pada kelembaban 65% (ohm)

3 x 1013 4 x 1014 1.5 x 1012

Tahanan volume pada suhu 20 ºC (ohm-cm) 1013 4.5 x 1014 4 x 1012

Koefisien pemuaian 4 x 10-6 5 x 10-6 9 x 10-6

Kekuatan mekanis tekan (kg/cm2) 4500 7000 7000

Kekuatan mekanis tekuk (kg/cm2) 700

6500

(pengerasan 2500) -


(27)

BAB III

PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN

FLASHOVER ISOLATOR HANTARAN UDARA

III.1 UMUM

Pada saluran distribusi hantaran udara kegagalan isolasi dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

 Isolator pecah.

 Bahan isolasi berpori-pori.

 Ketidakmurnian bahan isolasi

 Permukaan isolator tidak licin.

 Tembus listrik dan lewat denyar.

Kegagalan pada isolator hantaran udara dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegagalan karena tembus listrik(breakdown) pada bahan isolator atau disebut juga puncture,dan kegagalan karena tembus listrik pada permukaan isolator yang disebut lewat denyar (flashover). Besar tegangan yang menimbulkan lewat denyar disebut tegangan lewat denyar sedangkan tegangan yang menimbulkan tembus listrik disebut tegangan tembus. Tegangan lewat denyar selalu lebih rendah daripada tegangan tembus.

Tegangan lewat denyar isolator dipengaruhi oleh distribusi medan listrik (kuat medan listrik) pada permukaan isolator. Jika kuat medan listrik lebih besar dari kekuatan dielektrik udara maka udara akan tembus listrik. Tegangan lewat denyar juga dipengaruhi oleh konduktifitas permukaan isolator. Jika pada permukaan suatu isolator menempel benang layangan yang konduktif, maka konduktifitas permukaan isolator makin besar, sehingga tegangan lewat denyar isolator semakin rendah.


(28)

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai fenomena arus bocor, mekanisme lewat denyar pada isolator terpolusi, pengukuran bobot polusi isolator dan pengaruh benang layangan terhadap isolator terpolusi.

III.2 FENOMENA ARUS BOCOR

Suatu isolator bisa dikatakan juga sebagai suatu dielektrik. Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1[1], maka arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen, yaitu:

1. arus yang mengalir pada permukaan dielektrik disebut sebagai arus permukaan (Ip), dan

2. arus yang mengalir melalui bahan dielektrik disebut sebagai arus volume (Iv).

V

A

Gambar 3.1 Arus pada Suatu Dielektrik

Sehingga arus yang diberikan sumber atau yang disebut dengan arus bocor dapat dituliskan :

3.1

I

v

I

b

I

b

= I

p

+ I

v


(29)

Hambatan yang dilalui oleh arus permukaan dinamakan tahanan permukaan (Rp), sedangkan hambatan yang dilalui oleh arus volume dinamakan tahanan volume (Rv).

Idealnya suatu isolator murni memiliki tahanan tak terhingga sehingga tidak ada arus yang mengalir melewatinya. Tetapi dalam prakteknya tidak dijumpai isolator murni. Karena nilai tahanan volume lebih besar daripada tahanan permukaan, maka arus volume lebih kecil daripada arus permukaan sehingga arus volume dapat diabaikan. Dengan demikian arus bocor dianggap sama dengan arus permukaan. Arus bocor yang mengalir melalui permukaan isolator ditentukan oleh tahanan permukaan dari isolator tersebut. Nilai tahanan permukaan bergantung pada kondisi di sekitar isolator, seperti suhu, tekanan, kelembaban dan polusi. Secara teknis isolator harus mampu memikul arus bocor tersebut tanpa menimbulkan pemburukan pada permukaan isolator.

Pada kondisi isolator kering dan bersih, nilai tahanan permukaan isolator besar sehingga arus bocor kecil. Tetapi pada kondisi isolator terpolusi dan basah, polutan yang menempel di permukaan isolator dapat bersifat konduktif sehingga menurunkan tahanan permukaan isolator. Akibatnya arus bocor semakin besar. Arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator menimbulkan panas pada permukaan isolator sehingga lapisan polutan menjadi kering.

III.3 MEKANISME LEWAT DENYAR PADA ISOLATOR TERPOLUSI Karakteristik suatu isolator hantaran udara yang terpenting adalah tegangan ketahanan (withstand voltage) dan tegangan lewat denyar pada kondisi isolator terpolusi. Dalam keadaan bersih nilai tahanan permukaan sangat besar sehingga arus bocor sangat kecil. Tetapi apabila dalam kondisi cuaca hujan ataupun keadaan udara yang lembab, tahanan permukaan semakin rendah sehingga arus bocor semakin besar.

Salah satu yang menyebabkan kegagalan isolator dalam melaksanakan fungsinya adalah karena adanya polutan pada permukaan isolator. Polutan yang


(30)

terkandung di udara dapat menempel pada permukaan isolator dan berangsur-angsur membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan isolator. Polutan dapat berupa debu, asap kendaraan, garam, kotoran burung, benang layangan yang menempel pada permukaan isolator, dan lain lain. Unsur polutan yang paling berpengaruh terhadap unjuk kerja isolator adalah garam yang terbawa oleh angin. Lapisan garam ini bersifat konduktif terutama pada keadaan cuaca lembab, berkabut atau pada saat hujan gerimis. Jika cuaca seperti itu terjadi maka akan mengalir arus bocor dari kawat fasa jaringan ke tanah melalui lapisan konduktif yang menempel di permukaan isolator dan tiang penyangga.

Pada Gambar 3.2[2] ditunjukkan suatu isolator pendukung yang permukaannya dilapisi polutan konduktif dan rangkaian ekivalennya.

Gambar 3.2 Isolator Terpolusi Dan Rangkaian Ekivalennya

Lapisan polutan konduktif tersebut dapat dianggap sebagai suatu tahanan yang menghubungkan kedua jepitan logam isolator. Tahanan lapisan polutan jauh lebih rendah daripada tahanan dielektrik padat isolator. Jika jepitan (a) bertegangan dan jepitan (d) dibumikan, maka arus bocor (Ib) akan mengalir melalui lapisan konduktif dari jepitan (a) ke (d), sedang arus yang melalui dielektrik padat diabaikan.

Arus bocor ini akan menimbulkan panas yang besarnya sama dengan kuadrat arus bocor dikali dengan tahanan permukaan dari (a) ke (d). Panas yang terjadi akan mengeringkan lapisan polutan dan pengeringan awal terjadi pada


(31)

kawasan permukaan isolator yang berdekatan dengan jepitan logam isolator karena dikawasan ini dijumpai konsentrasi arus lebih tinggi. Pengeringan tersebut akan membuat tahanan lapisan polutan di kawasan jepitan isolator semakin besar. Misalkan lapisan polutan yang sudah kering adalah sepanjang a-b dan tahanannya adalah Rab. Akibatnya beda tegangan pada lapisan polutan yang kering (Vab) semakin besar dan menimbulkan kuat medan elektrik di sekitarnya naik. Jika kuat medan elektrik ini melebihi kekuatan dielektrik udara di sekitar isolator, maka akan terjadi peluahan dari titik (a) ke titik (b). Busur api akibat peluahan ini membuat lapisan polutan yang kering (a-b) terhubung singkat, akibatnya arus bocor semakin besar. Arus bocor ini akan memanaskan lapisan polutan yang masih basah dan proses seperti di atas terulang lagi sehingga terjadi peluahan dari titik (b) ke titik (c). Akibatnya panjang busur api akibat peluahan semakin bertambah, yaitu dari (a) ke (c). Demikian seterusnya secara berangsur-angsur busur api semakin panjang dan saat busur api telah menghubungkan kedua jepitan logam isolator (a-d), maka terjadilah peristiwa lewat denyar pada isolator.

Jika polutan berupa benang layangan basah, maka mekanisme lewat denyar sama seperti hal di atas.

III.4 BENANG LAYANGAN PADA ISOLATOR YANG TERPOLUSI Dalam prakteknya isolator jaringan hantaran udara biasanya sudah terpolusi. Isolator terpolusi dibagi menjadi empat tingkatan berdasarkan IEC yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Adakalanya suatu benang layangan menempel pada isolator terpolusi tersebut. Benang yang menempel pada isolator kemungkinan dalam kondisi kering dan basah. Berikut akan dijelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi :

a) Isolator kering dan benang layangan kering

Pada kondisi ini, benang layangan yang menempel pada isolator tidak konduktif sehingga arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator sangat kecil. (Gambar 3.3b)


(32)

b) Isolator kering dan benang layangan basah

Pada kondisi ini, benang layangan basah sedangkan permukaan isolator lebih kering. Hal ini dapat terjadi setelah isolator basah karena hujan sehingga polutan dan benang layangan sama-sama basah, tetapi karena permukaan isolator lebih besar dibandingkan dengan permukaan benang, maka pengeringan lebih cepat terjadi pada permukaan isolator, maka terjadilah kondisi tersebut di atas. Benang layangan akan menjadi konduktif sehingga arus bocor pada permukaan isolator akan semakin besar (Gambar 3.3c).

c) Isolator basah dan benang layangan basah

Pada kondisi ini, isolator dan benang layangan menjadi konduktif sehingga arus bocor akan semakin besar dibandingkan kedua kondisi di atas. (Gambar 3.3d)

(a) (b) (c) (d)

Isolator bersih dan kering

Isolator kering dan benang layangan

kering dengan panjang benang x

cm

Isolator kering dan benang layangan

basah dengan panjang benang x

cm

Isolator basah dan benang layangan basah beserta arus

bocornya

Gambar 3.3 Isolator terpolusi benang layangan Arus Bocor Benang layangan Konduktor Konduktor


(33)

Dalam tugas akhir ini objek yang akan diteliti adalah pada kondisi : 1. Isolator kering dan benang layangan kering,

2. Isolator kering dan benang layangan basah, 3. isolator basah dan benang layangan basah.

Ketiga keadaan di atas diteliti pada saat isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan dan berat.


(34)

BAB IV

EKSPERIMEN

IV.1 UMUM

Eksperimen ini bertujuan untuk mengamati pengaruh benang layangan yang menempel pada suatu isolator terhadap tegangan lewat denyar isolator tersebut.

Eksperimen ini dilakukan di Laboratorium Tegangan Tinggi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Berikut ini akan diuraikan tentang alat dan bahan yang digunakan; prosedur percobaan; dan hasil pengukuran.

IV.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

Dalam eksperimen ini peralatan dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Trafo uji 1 unit

Spesifikasi : 200/100000 Volt ; 10 kVA 2. Autotrafo 1 unit

Spesifikasi : 220/220 Volt ; 10 kVA 3. Tahanan peredam 1 unit

Spesifikasi : 10 MΩ ; 60 W 4. Ruang kabut (fog chamber)

Spesifikasi : ukuran 60x60x80 cm 5. Ketel listrik dengan selang 1,5 m 1 unit

Spesifikasi : 220 V / 450 W / 50 Hz 6. Multimeter 1 unit

Spesifikasi :


(35)

 Range tegangan yang dapat diukur yaitu 0.2 V – 750 V AC dan 0.2 V – 1000 V DC.

 Range Arus yang dapat diukur yaitu 0.02 A – 20 A untuk tegangan AC dan 0.002 A – 20 A untuk tegangan DC.

7. Isolator post 20 kv 1 unit

Spesifikasi dari isolator post 20 kV adalah :

 Diameter dalam 7,8 cm

 Diameter luar 15,76 cm

 Luas permukaan 980,5 cm2

 Bahan isolator terbuat dari keramik 8. Alat pengukur konduktivitas

Spesifikasi : berupa tabung silinder yang panjangnya 28 cm dan diameter 2,5 cm dengan tutup gabus yang dilapisi dengan aluminium foil yang dirangkai dengan batere 9V.

9. Neraca ukur 1 unit Spesifikasi:

 Merek Ohaus.

 Berat Maksimum : 310 gram.

10.Barometer/ Humiditymeter Digital 2 unit Spesifikasi:

 Merek Lutron PHB 318.

 Range tekanan yang dapat diukur yaitu 7.5 – 825 mmHg.

 Range suhu yang dapat dikukur yaitu 0 – 50 ºC

 Range kelembaban yang dapat diukur yaitu 10% - 110% RH. 11.Termometer gelas 1 buah

Spesifikasi : Range suhu -10 C sampai 110 C

12.Benang layangan katun dan benang layangan gelas secukupnya 13.Wadah berupa ember plastik 1 unit

14.Garam laut 1,3 kg 15.Kaolin 160 gram 16.Air ledeng 28 liter 17.Kain kasa 4 buah


(36)

18.Gelas ukur 400 mL 1 buah IV.3 PROSEDUR PERCOBAAN

Prosedur percobaan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pengujian dan tahap pengukuran. Berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang dilakukan pada setiap tahap tersebut.

IV.3.1 TAHAP PERSIAPAN

Tahap persiapan adalah membuat isolator terpolusi dengan bobot ringan dan berat. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Isolator yang akan diuji dibersihkan dahulu dengan air ledeng.

2. Sesuai dengan literatur yang telah ada larutan pengotor dibuat dengan cara mencampur garam laut, kaolin dan air ledeng dengan takaran sebagai berikut :

 Untuk bobot polusi ringan, 50 gram garam laut dicampur dengan air ledeng sebanyak 6 liter dan kaolin 40 gram.

 Untuk bobot polusi berat, 600 gram garam laut dicampur dengan air ledeng sebanyak 6 liter dan kaolin 40 gram.

Garam tersebut diaduk hingga merata ke dalam air.

3. Isolator dicelupkan ke dalam larutan pengotor hingga merata ke seluruh permukaan isolator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.


(37)

Gambar 4.1 Isolator dicelupkan kedalam larutan pengotor

4. Isolator dikeringkan selama 24 jam secara alami. Agar tidak ada bahan pencemar dari udara yang menempel pada isolator, maka isolator ditempatkan pada ruangan tertutup yang dindingnya terbuat dari plastik transparan.

5. Benang layangan ditempelkan pada permukaan isolator dengan diameter 0,05 cm dengan panjang tertentu. Posisi benang vertikal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.

Gambar 4.2 Posisi Benang Layangan Vertikal Pada Isolator Terpolusi Benang layangan

Konduktor tegangan tinggi


(38)

IV.3.2 TAHAP PENGUJIAN

Pada tahap pengujian ini dilakukan pengujian lewat denyar isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan dan berat pada tiga kondisi, yaitu :

a. Isolator kering dan benang layangan kering b. Isolator kering dan benang layangan basah c. Isolator basah dan benang layangan basah

a) Isolator kering dan benang layangan kering

Gambar 4.3 menunjukkan rangkaian pengujian lewat denyar pada isolator terpolusi pada kondisi isolator kering dan benang layangan kering.

S1 S2

AT

Rp

TU

V

Keterangan : S1 = Saklar 1 ; S2 = Saklar 2 ; AT = Auto Trafo ; TU = Trafo Uji ; Rp = Tahanan Peredam ; V = Voltmeter AC

Gambar 4.3 Rangkaian Percobaan Isolator Kering Prosedur pengujian lewat denyar adalah sebagai berikut :

1. Mula-mula panjang benang layangan dibuat 10 cm dan ditempelkan pada permukaan isolator. Benang layangan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah benang katun dan benang gelas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.


(39)

Gambar 4.4 Benang Gelas dan Benang Katun

2. Tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1 kV/detik hingga terjadi lewat denyar.

3. Tegangan pada Voltmeter AC, suhu dan tekanan udara di laboratorium dicatat.

4. Prosedur diatas diulang sampai terdapat 5 data tegangan lewat denyar. 5. Prosedur 2 sampai dengan 4 dilakukan lagi untuk panjang benang

layangan 12,5 cm; 15 cm; 17,5 cm; 20 cm; 22,5 cm; dan 25 cm.

b) Isolator kering dan benang layangan basah

Rangkaian pengujian sama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Prosedur pengujian lewat denyar adalah sebagai berikut :

1. Benang layangan yang panjangnya 10 cm dibasahi dengan air dengan cara dicelupkan ke dalam suatu wadah kecil agar benang tersebut basah.

2. Benang layangan tersebut ditempelkan pada isolator.

3. Tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1 kV/detik hingga terjadi lewat denyar.

4. Saat terjadi lewat denyar dicatat tegangan pada Voltmeter AC, suhu dan tekanan udara di laboratorium.

5. Prosedur diatas diulang sampai terdapat 5 data tegangan lewat denyar. 6. Prosedur 2 sampai dengan 4 dilakukan lagi untuk panjang benang


(40)

c) Isolator basah dan benang layangan basah

Rangkaian pengujian adalah seperti pada Gambar 4.5.

S1 S2

AT

Rp

TU

V

Gambar 4.5 Rangkaian Percobaan Isolator Basah

Dalam pengujian ini, isolator ditempatkan pada ruang kabut. Ruang kabut ini dialiri oleh uap air yang berasal dari ketel listrik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU. Air dipanaskan dengan ketel listrik sampai menguap, uap air tersebut dialirkan melalui selang sepanjang 1,5 meter sampai masuk ke dalam ruang kabut.

Gambar 4.6 Ketel Listrik Pembangkit Uap Air


(41)

Prosedur pengujian lewat denyar adalah sebagai berikut :

1. Mula-mula panjang benang layangan dibuat 10 cm dan ditempelkan pada permukaan isolator.

2. Isolator ditempatkan didalam ruang kabut dengan benang layangan yang telah menempel pada permukaan isolator.

3. Air dipanaskan dalam ketel listrik. Keran dibuka sehingga uap air masuk ke dalam ruang kabut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.

Gambar 4.7 Isolator di dalam Ruang Kabut

4. Ditunggu sampai uap tersebut memenuhi ruang kabut dan membasahi permukaan isolator dan benang layangan yang menempel. Nilai kelembaban diukur sampai kelembaban konstan yaitu 101,4 %RH. Alat ukur yang digunakan adalah barometer/ humiditymeter digital. 5. Tegangan dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1 kV/detik

hingga terjadi lewat denyar.

Ruang kabut

Keran tempat uap mengalir

ke dalam ruang kabut

Alat pengukur suhu, tekanan

dan kelembaban Konduktor tegangan tinggi


(42)

6. Saat terjadi lewat denyar dicatat tegangan pada Voltmeter AC, suhu dan tekanan udara di laboratorium.

7. Prosedur diatas diulang sampai terdapat 5 data tegangan lewat denyar. 8. Prosedur 2 sampai dengan 6 dilakukan lagi untuk panjang benang

layangan 12,5 cm; 15 cm; 17,5 cm; 20 cm; 22,5 cm; dan 25 cm.

IV.3.3 TAHAP PENGUKURAN ESDD

Setelah dilakukan pengujian lewat denyar isolator pada ketiga kondisi diatas, maka dilakukan pengukuran bobot polusi isolator dengan metode ESDD. Hal ini dilakukan sebagai verifikasi terhadap bobot polusi isolator.

Hubungan antara ESDD dengan tingkat bobot polusi dinyatakan seperti pada Tabel 4.1.

Tabel.4.1 Hubungan bobot polusi dengan ESDD

Tingkat Bobot Polusi ESDD Maksimum (mg/Cm2)

Ringan 0.06

Sedang 0.20

Berat 0.60

Sangat Berat >0.60

Prosedur untuk menentukan bobot polusi isolator menurut metode ESDD adalah sebagai berikut :


(43)

 Gelas ukur dibersihkan dengan air jernih. Setelah bersih, gelas ukur diisi dengan 1 liter air ledeng (untuk benang katun) dan air aquadest (untuk benang gelas) yang akan digunakan untuk mencuci isolator. Disediakan juga kain kasa untuk mengangkat polutan yang menempel pada permukaan isolator.

 Diukur konduktivitas (σ1) dan suhu (θ1) air dengan kain kasa yang direndamkan dalam air dengan menggunakan alat pengukur konduktivitas berupa tabung konduktivitas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 yang dirangkai seperti pada Gambar 4.9. Gambar ini diambil di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departermen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.

Gambar 4.8 Tabung Pengukur Konduktivitas

mA

V

Baterai

9v

Gambar 4.9 Rangkaian Pengukur Konduktivitas

Kemudian dihitung konduktivitasnya dengan Persamaan 4.1 berikut:

4.1


(44)

dimana: σ = Konduktivitas Larutan (S/m) I = Arus Listrik (ampere)

V = Tegangan Baterai (volt) L = Panjang Tabung (meter) A = Luas Penampang Tabung (m2)

 Isolator dicuci dengan air aquadest. Air bekas cucian ditampung dalam suatu bejana. Sebagian air yang bersih disisakan untuk membersihkan polutan yang masih menempel.

 Permukaan isolator dibersihkan dengan kain kasa untuk mengangkat polutan yang masih menempel pada permukaannya.

 Kain kasa dibilas dengan air dan menggosok permukaan isolator terus menerus sampai permukaan isolator sudah bersih dari polutan. Isolator dicuci kembali dengan air bersih yang disisakan tadi. Semua air pencuci isolator dan pembilasan kain kasa ditampung dalam satu wadah.

 Diukur kembali konduktivitas (σ2) dan suhu (θ2) larutan yang ditampung dalam wadah tadi. Konduktivitasnya dihitung dengan persamaan 4.1. Dari kedua pengukuran di atas diperoleh data konduktivitas larutan tanpa polutan (σ1 pada suhu θ1) dan konduktifitas larutan yang mengandung polutan (σ2 pada suhu θ2).

 Selanjutnya dihitung konduktivitas kedua larutan tersebut pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2 berikut :

4.2

Dimana :

 = suhu larutan (°C)

20 = konduktivitas larutan pada suhu 20 °C (S/m)


(45)

 = konduktivitas larutan pada sembarang suhu  °C (S/m) b = faktor koreksi pada suhu  yang dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Faktor Koreksi Suhu

(°C) b

5 10 20 30

0.03156 0.02817 0.02277 0.01905

Catatan : Untuk suhu yang lain nilai b dapat diperoleh melalui interpolasi

 Setelah konduktivitas pada suhu 20°C dihitung selanjutnya dihitung salinitas larutan air aquadest dan larutan polutan dengan Persamaan 4.3

4.3

Dimana :

D = Salinitas (mg/cm3)

 Selanjutnya dihitung ESDD dengan Persamaan 4.4.

4.4

D = (5.7 x

)

1.03


(46)

Dimana :

ESDD = Equivalent Salt Deposit Density (mg/cm2) V = Volume air pencuci (ml)

D1 = Konsentrasi garam dalam larutan air tanpa polutan (mg/cm3) D2 = Konsentrasi garam dalam larutan yang mengandung polutan

(mg/cm3)

S = Luas permukaan isolator (cm2)

IV.4 HASIL PENGUKURAN

Untuk kondisi isolator kering dan benang layangan kering tidak terjadi lewat denyar karena tegangan lewat denyar pada kondisi ini lebih besar dari 100 kV sementara tegangan nominal dari trafo uji adalah 100 kV sehingga tidak ada data untuk kasus ini.

Hasil pengukuran tegangan lewat denyar diberikan pada Lampiran A untuk benang katun dan Lampiran B untuk benang gelas. Hasil pengukuran ini terdiri dari :

1. Kondisi isolator kering dan benang layangan basah. 2. Kondisi isolator basah dan benang layangan basah.

Sedangkan hasil pengukuran arus dan tegangan yang dibutuhkan dalam perhitungan konduktivitas diberikan pada Lampiran C.


(47)

IV.5 ANALISIS DATA

Ada dua hal yang akan dijelaskan dalam sub-bab ini, yaitu : 1. Perhitungan tegangan lewat denyar standar (VS)

2. Pengukuran bobot polusi dengan metode ESDD

IV.5.1 PERHITUNGAN TEGANGAN LEWAT DENYAR STANDAR (VS)

Tegangan lewat denyar pada Lampiran A dan Lampiran B yang didapat dari hasil pengukuran merupakan tegangan lewat denyar pada suhu dan tekanan sembarang. Untuk itu perlu dikonversikan nilai tegangan lewat denyar tersebut kedalam nilai tegangan standar (VS) pada suhu 20 ºC dan tekanan 760 mmHg dengan menggunakan Persamaan 2.1. Hasilnya diberikan pada Lampiran D Kolom 2, Tabel C.1; C.2; C.3; C.4; C5; C6; C7; dan C8. Kemudian dihitung rata-rata nilai tegangan lewat denyar standar tersebut. Hasilnya diberikan pada kolom 2, Tabel 4.3; 4.4; 4.5; 4.6; 4.7; 4.8; 4.9; dan 4.10.

Dari Tabel hasil perhitungan tegangan lewat denyar standar dapat dibuat grafik hubungan dimensi benang layangan Vs tegangan lewat denyar isolator seperti yang terlihat pada Gambar 4.10; Gambar 4.11; Gambar 4.12; dan Gambar 4.13.


(48)

Tabel 4.3 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang

Katun

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 87,09

12,5 85,35

15 72,78

17,5 71,32

20 61,26

22,5 52,08

25 44,57

Tabel 4.4 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang

Katun

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 85,01

12,5 81,34

15 71,60

17,5 70,19

20 60,85

22,5 50,32


(49)

Tabel 4.5 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang

katun

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 82,29

12,5 80,56

15 67,44

17,5 61,05

20 57,26

22,5 45,93

25 39,89

Tabel 4.6 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang

Katun

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 76,65

12,5 71,33

15 65,96

17,5 59,98

20 56,10

22,5 41,95


(50)

Tabel 4.7 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang

Gelas

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 82,57

12,5 81,06

15 70,96

17,5 66,98

20 59,71

22,5 49,98

25 42,15

Tabel 4.8 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Polusi Ringan Benang

Gelas

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 81,02

12,5 78,67

15 70,70

17,5 65,66

20 55,64

22,5 44,40


(51)

Tabel 4.9 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang

Gelas

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 75,39

12,5 71,12

15 65,93

17,5 57,56

20 55,74

22,5 41,51

25 38,24

Tabel 4.10 Hubungan Panjang Benang dengan Tegangan Lewat denyar standar Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Polusi Berat Benang

Gelas

Panjang Benang (cm) VS Rata-Rata (kV)

10 74,86

12,5 70,82

15 60,78

17,5 56,10

20 50,71

22,5 38,48


(52)

Gambar 4.10 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Isolator Kering Benang Basah

Gambar 4.11 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Isolator Basah Benang Basah


(53)

Keterangan : PR = Polusi Ringan PB = Polusi Berat

Dari Grafik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

 Semakin panjang dimensi benang layangan, semakin rendah pula tegangan lewat denyar isolator untuk semua kondisi baik terpolusi ringan maupun berat.

 Tegangan lewat denyar untuk terpolusi ringan lebih tinggi dibandingkan terpolusi berat

Gambar 4.12 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Polusi Ringan


(54)

Gambar 4.13 Grafik Tegangan Lewat denyar Vs Dimensi Benang Layangan Polusi Berat

Keterangan : IKBK = Isolator Kering Benang kering IBBB = Isolator Basah Benang Basah Dari Grafik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

 Semakin panjang dimensi benang layangan, semakin rendah pula tegangan lewat denyar isolator untuk semua kondisi baik terpolusi ringan maupun berat.

 Tegangan lewat denyar untuk kondisi isolator basah dan benang layangan basah lebih rendah dibandingkan isolator kering dan benang layangan kering.

 Untuk benang katun tegangan lewat denyarnya lebih tinggi dibandingkan benang gelas


(55)

IV.5.2 PENGUKURAN BOBOT POLUSI DENGAN METODE ESDD

Untuk membuktikan bobot polusi isolator dalam eksperimen adalah ringan dan berat maka berikut ini akan dilakukan pengukuran dan perhitungan bobot polusi isolator dengan menggunakan metode ESDD.

a) Isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan untuk benang katun  Dihitung konduktivitas larutan air ledeng dengan menggunakan

Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya yang diberikan pada Lampiran C, Tabel C1 kolom 4.

σ1 = (0.28 x 0.2375 x 10-3) / (9.22 x 4.90625 x 10-4) = 0.0147 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan air ledeng pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.02277 – [(26-20)/(30-20) x (0.02277-0.01905)] = 0.02054

σ1 (20 °C) = 0.0147 x [1 – 0.02054 x (26-20)] = 0.0129S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan air tanpa polutan dengan Persamaan 4.3 D1 = (5.7 x 0.0129)1.03

= 0.068 mg/cm3

 Dihitung konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya yang diberikan pada Lampiran C, Tabel C2 kolom 4.

σ2 = (0.28 x 0.389 x 10-3) / (9.235 x 4.90625 x 10-4)


(56)

 Dihitung konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.02054

σ2 (20 °C) = 0.02404 x [1 – 0.02054 x (26-20)] = 0.02108S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan polutan dengan Persamaan 4.3 D2 = (5.7 x 0.02108)1.03

= 0.113 mg/cm3

 Dihitung nilai ESDD dengan Persamaan 4.4 ESDD = 1000 x (0.113-0.068) / 980,5

= 0.0459 mg/cm2

Dari pengukuran ESDD di atas dapat diketahui bahwa bobot polusi isolator termasuk dalam kategori ringan. Jadi benar bahwa isolator yang diuji adalah terpolusi ringan.

b) Isolator terpolusi dengan bobot polusi berat untuk benang katun  Dihitung konduktivitas larutan air ledeng dengan menggunakan

Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya diberikan pada Lampiran C, Tabel C3 kolom 4.

σ1 = (0.28 x 0.2055 x 10-3) / (9.17 x 4.90625 x 10-4) = 0.01279 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan air ledeng pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2.

b = 0.02277 – [(28-20)/(30-20) x (0.02277-0.01905)] = 0.019794

σ1 (20 °C) = 0.01279 x [1 – 0.019794 x (28-20)] = 0.0108S/m


(57)

 Dihitung salinitas dalam larutan air tanpa polutan dengan Persamaan 4.3 D1 = (5.7 x 0.0108)1.03

= 0.0566 mg/cm3

 Dihitung konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya diberikan pada Lampiran C, Tabel C4 kolom 4.

σ2 = (0.28 x 1.4415 x 10-3) / (9.16 x 4.90625 x 10-4)

= 0.08981 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.019794

σ2 (20 °C) = 0.08981 x [1 – 0.019794 x (28-20)]

= 0.07559S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan polutan dengan Persamaan 4.3 D2 = (5.7 x 0.07559)1.03

= 0.4316 mg/cm3

 Dihitung nilai ESDD dengan Persamaan 4.4 ESDD = 1000 x (0.4316-0.0566) / 980,5

= 0.3825 mg/cm2

Dari pengukuran ESDD di atas dapat diketahui bahwa bobot polusi isolator termasuk dalam kategori berat. Jadi benar bahwa isolator yang diuji adalah terpolusi berat.


(58)

c) Isolator terpolusi dengan bobot polusi ringan untuk benang gelas  Dihitung konduktivitas larutan aquadest dengan menggunakan Persamaan

4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya yang diberikan pada Lampiran C, Tabel C5 kolom 4.

σ1 = (0.28 x 0.204 x 10-3) / (9.325 x 4.90625 x 10-4) = 0.01249 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan aquadest pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.02277 – [(26-20)/(30-20) x (0.02277-0.01905)] = 0.02054

σ1 (20 °C) = 0.01249 x [1 – 0.02054 x (26-20)] = 0.0110S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan air tanpa polutan dengan Persamaan 4.3 D1 = (5.7 x 0.0110)1.03

= 0.058 mg/cm3

 Dihitung konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya yang diberikan pada Lampiran C, Tabel C8 kolom 4.

σ2 = (0.28 x 0.367 x 10-3) / (9.455 x 4.90625 x 10-4)

= 0.02215 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.02054


(59)

 Dihitung salinitas dalam larutan polutan dengan Persamaan 4.3 D2 = (5.7 x 0.01942)1.03

= 0.104 mg/cm3

 Dihitung nilai ESDD dengan Persamaan 4.4 ESDD = 1000 x (0.104-0.058) / 980,5

= 0.0469 mg/cm2

Dari pengukuran ESDD di atas dapat diketahui bahwa bobot polusi isolator termasuk dalam kategori ringan. Jadi benar bahwa isolator yang diuji adalah terpolusi ringan.

d) Isolator terpolusi dengan bobot polusi berat untuk benang Gelas  Dihitung konduktivitas larutan Aquadest dengan menggunakan Persamaan

4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya diberikan pada Lampiran C, Tabel C7 kolom 4.

σ1 = (0.28 x 0.196 x 10-3) / (9.325 x 4.90625 x 10-4) = 0.0112 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan aquadest pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2.

b = 0.02277 – [(26-20)/(30-20) x (0.02277-0.01905)] = 0.02054

σ1 (20 °C) = 0.0112 x [1 – 0.02054 x (26-20)] = 0.00982S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan air tanpa polutan dengan Persamaan 4.3 D1 = (5.7 x 0.00982)1.03

= 0.0513 mg/cm3

 Dihitung konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan Persamaan 4.1. Nilai arus dan tegangan yang diambil adalah nilai rata-ratanya diberikan pada Lampiran B, Tabel B4 kolom 4.


(60)

σ2 = (0.28 x 1.4175 x 10-3) / (9.455 x 4.90625 x 10-4)

= 0.08556 S/m

 Dihitung konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 °C dengan Persamaan 4.2

b = 0.02054

σ2 (20 °C) = 0.08556 x [1 – 0.02054 x (26-20)]

= 0.07502S/m

 Dihitung salinitas dalam larutan polutan dengan Persamaan 4.3 D2 = (5.7 x 0.07502)1.03

= 0.4169 mg/cm3

 Dihitung nilai ESDD dengan Persamaan 4.4 ESDD = 1000 x (0.4169-0.0513) / 980,5

= 0.3729 mg/cm2

Dari pengukuran ESDD di atas dapat diketahui bahwa bobot polusi isolator termasuk dalam kategori berat. Jadi benar bahwa isolator yang diuji adalah terpolusi berat.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

1. Berhubung karena tegangan nominal dari trafo uji adalah 100 kV, sedangkan tegangan lewat denyar untuk kondisi isolator kering dan benang layangan kering lebih besar dari 100 kV, maka tidak diperoleh data tegangan lewat denyar .

2. Perbedaan tegangan lewat denyar yang cukup signifikan terlihat pada panjang benang layangan 17,5 cm untuk kondisi isolator kering dan benang layangan basah dan kondisi isolator basah dan benang layangan basah. Pada kondisi isolator kering dan benang layangan basah untuk benang katun perbedaannya sebesar 10,27 kV dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,42 kV, sedangkan pada kondisi isolator basah dan benang layangan basah perbedaannya sebesar 10,21 kV untuk benang katun dan untuk benang gelas perbedaannya sebesar 9,56 kV.

3. Penurunan tegangan lewat denyar terbesar untuk kondisi isolator kering dan benang layangan basah terpolusi ringan pada saat panjang benang 17,5 cm yaitu sebesar 6,09% sedangkan untuk kondisi isolator basah dan benang layangan basah terpolusi ringan penurunan tegangan lewat denyar terbesar pada saat panjang benang 22,5 cm yaitu sebesar 11,76%.

4. Penurunan tegangan lewat denyar terbesar untuk kondisi isolator kering dan benang layangan basah terpolusi berat pada saat panjang benang 12,5 cm yaitu sebesar 11,72% sedangkan untuk kondisi isolator basah dan benang layangan basah terpolusi berat penurunan tegangan lewat denyar terbesar pada saat panjang benang 20 cm yaitu sebesar 9,60%.

5. Nilai tegangan lewat denyar untuk benang layangan gelas lebih rendah dibandingkan benang layangan katun.


(62)

V.2 SARAN

1. Pengujian ini dapat diteliti lebih lanjut dengan menggunakan isolator jenis lain dan dengan polusi yang lain.

2. Dalam pengujian ini penulis menggunakan ruang kabut agar menyerupai kondisi di lapangan yaitu pada saat isolator basah dan benang layangan basah oleh kelembaban. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan alternatif lain untuk menguji isolator pada kondisi basah oleh air hujan.

3. Pengujian ini menggunakan trafo uji yang spesifikasi dari trafo uji adalah 200V/100kV sehingga untuk pengujian lewat denyar isolator kering dan benang layangan kering tidak terjadi lewat denyar. Untuk itu diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan spesifikasi dari trafo uji yang lebih besar sehingga didapat hasil yang maksimal.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tobing, Bonggas L. 2002. Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

2. Tobing, Bonggas L. 2003. Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

3. Kuffel E, Zaengl.W.S, Kuffel J. 2000. High Voltage Engineering. Butterworth-Heinemann.

4. Tobing, Bonggas L. 2007. Hubungan Intensitas Polusi Isolator Jaringan Distribusi di Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari Pantai. Universitas Sumatera Utara.

5. Rajput, R.K. 2002. Electrical Engineering Materials. New Delhi : Laxmi Publication (P) LTD.

6. Makhdalena, Selvila. 2012. Studi Pengaruh Polutan Terhadap Arus Bocor Pada Isolator Polimer Pasangan Luar 20 kV. Jurusan Teknik Elektro. Fakultas Teknik USU.

7. SPLN 10-3B. Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan Dengan Pedoman Pemilihan Isolator. Perusahaan Umum Listrik Negara.1993.

8. IEC 507. Artificial pollution tests on high-voltage insulators to be used on a.c. systems. 1991.


(64)

LAMPIRAN A

BENANG KATUN

Tabel A.1 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,8 30,2 80,8 755,6 30,7 77,5 755,8 30,2 84,5 755,5 30,8 87,6 755,7 30,3 84,5 755,6 30,7 80,8 755,7 30,2 85,5 755,4 30,8 82,1 755,7 30,3 83,6 755,4 30,8 81,7

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,3 30,8 68,8 755,1 31,5 67 755,3 30,9 67,5 755,1 31,5 68,9 755,2 30,9 74,3 755,0 31,5 73 755,2 30,9 74,9 755,0 31,5 66,7 755,3 30,9 63,6 755,0 31,5 65,7

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

754,9 31,6 60,3 754,7 31,7 48,0 754,9 31,6 58,6 754,8 31,8 47,6 754,9 31,6 57,3 754,7 31,8 47,4 755,0 31,6 58,6 754,7 31,8 53,6 754,8 31,7 58,2 754,7 31,8 52,3

panjang benang 25 cm P T Vfo 754,7 31,8 40,5 754,7 31,8 42,8 754,6 31,8 41,2 754,6 31,8 45,8 754,8 31,8 42,7


(65)

Tabel A.2 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,3 31,5 81,6 755,3 32,5 72,0 755,3 32 82,6 755,3 32,5 73,0 755,4 32 78,3 755,2 32,5 83,1 755,4 32 76,8 755,2 32,5 77,6 755,4 32,2 87,1 755,3 32,5 82,4

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,2 32,5 67,6 755,0 32,8 69,6 755,2 32,6 73,7 755,0 32,8 67,2 755,2 32,6 70,6 755,1 32,8 65,1 755,1 32,6 68,0 754,9 32,9 65,3 755,2 32,6 65,6 754,9 32,9 67,2

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

754,8 32,9 56,2 754,7 33,0 40,2 754,9 32,8 60,7 754,8 32,9 45,7 754,9 32,8 57,8 754,8 32,9 54,1 754,9 32,8 58,7 754,7 33,0 46,9 754,8 32,8 56,5 754,8 32,9 52,7

panjang benang 25 cm P T Vfo 754,7 33,0 36,8 754,8 32,9 42,3 754,8 32,9 46,8 754,8 32,9 40,4 754,8 32,9 37,8


(66)

Tabel A.3 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat

panjang benang 10 cm panjang benang 12.5 cm

P T Vfo P T Vfo

752,8 31,1 80,6 752,9 30,6 78,7 752,9 31,1 80,9 752,9 30,6 76,2 753 30,9 72,6 752,9 30,5 84,4 752,9 30,8 80,6 752,9 30,5 73,8 752,8 30,9 78,7 752,9 30,4 72,6

panjang benang 15 cm panjang benang 17.5 cm

P T Vfo P T Vfo

752,3 31,3 63,4 752,2 31,4 59,7 752,3 31,3 60,7 752,1 31,5 58,1 752,3 31,4 64,4 752,1 31,5 57,5 752,3 31,5 65,7 752,1 31,4 56,9 752,2 31,4 67,5 752,1 31,4 58,9

panjang benang 20 cm panjang benang 22.5 cm

P T Vfo P T Vfo

752,1 31,3 56,3 752 31,1 48,7 752,1 31,3 55,7 752,1 31,2 40,6 752,1 31,2 53,6 752 31,1 43,9 752,1 31,2 53,4 752,1 31,1 42,5 752,1 31,2 54,2 752,1 31,1 43,5

panjang benang 25 cm P T Vfo 752,2 31,1 38,5 752,3 31,1 36,7 752,3 31 37,2 752,3 31 38,7 752,3 31 39,4


(67)

Tabel A.4 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat

panjang benang 10 cm panjang benang 12.5 cm

P T Vfo P T Vfo

753,8 29,1 70 753,8 30,2 68,8 753,8 29,3 71,5 753,8 30,2 71 753,8 29,5 77,8 753,8 30,3 68,3 753,8 29,8 76,8 753,8 30,3 64,9 753,8 29,9 72,5 753,8 30,3 69,2

panjang benang 15 cm panjang benang 17.5 cm

P T Vfo P T Vfo

753,8 30,3 61,2 753,7 30,3 58,8 753,8 30,3 68,8 753,7 30,4 63,7 753,8 30,3 61,3 753,7 30,4 53,7 753,8 30,3 61,7 753,7 30,4 50,4 753,8 30,3 63,4 753,7 30,4 61

panjang benang 20 cm panjang benang 22.5 cm

P T Vfo P T Vfo

753,6 30,4 53,4 753,5 30,6 40,3 753,5 30,5 51,3 753,4 30,6 39,6 753,5 30,5 55,6 753,4 30,6 37,4 753,5 30,5 54,3 753,3 30,7 42,5 753,5 30,6 54,2 753,3 30,7 41,1

panjang benang 25 cm P T Vfo 753,3 30,7 36,6 753,2 30,7 39,4 753,3 30,7 35,9 753,3 30,7 40,1 753,3 30,7 33,4


(68)

LAMPIRAN B

BENANG GELAS

Tabel B.1 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,7 28,2 81,5 756,7 28,4 79,2 756,8 28,4 79,1 756,7 28,5 76,7 756,8 28,4 78,7 756,6 28,4 78,9 756,7 28,4 80,2 756,7 28,5 78,3 756,8 28,4 80,7 756,6 28,5 79,6

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,5 28,6 68,9 756,5 28,7 64,4 756,5 28,6 69,8 756,4 28,7 63,2 756,5 28,6 68,5 756,4 28,7 66,8 756,5 28,6 67,6 756,4 28,7 68,2 756,5 28,6 68,7 756,4 28,7 61,5

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,3 28,8 58,4 756,2 28,8 46,8 756,3 28,8 58,8 756,2 28,8 48,3 756,3 28,8 57,3 756,2 28,8 47,7 756,3 28,8 56,5 756,2 28,8 48,7 756,3 28,8 57,8 756,2 28,8 50,2

panjang benang 25 cm P T Vfo 756,2 28,8 40,1 756,2 28,8 41,6 756,2 28,8 39,8 756,2 28,9 41,8 756,2 28,9 40,5


(69)

Tabel B.2 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,7 30,2 78,9 755,7 29,4 75,6 755,8 31,5 74,3 755,8 29,5 78,9 755,8 31,5 80,5 755,9 29,5 74,6 755,8 31,6 77,9 755,9 29,5 73,4 755,8 31,5 76,8 755,9 29,5 76,9

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,2 29,5 67,2 754,9 29,6 64,2 755 29,6 68,3 754,9 29,6 61 755 29,6 69,4 755 29,5 63,5 755 29,6 68,2 754,9 29,5 62,6 755 29,6 67,4 754,9 29,5 64,9

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

754,8 29,6 52,5 755 29,6 44,6 754,9 29,6 53,4 754,9 29,6 42,1 754,8 29,7 51,6 755 29,6 43,9 754,8 29,7 55,8 755 29,6 42,7 754,8 29,7 54,5 755 29,6 40,5

panjang benang 25 cm P T Vfo 755 29,5 37,2 755 29,5 39,4 755 29,5 38,6 755 29,5 37,4 754,9 29,5 38,5


(70)

Tabel B.3 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,7 29,4 72,5 755,7 29,4 70,2 755,8 29,4 73,2 755,8 29,5 67,3 755,8 29,4 70,4 755,9 29,5 68,2 755,8 29,5 74,3 755,9 29,5 68,9 755,8 29,5 73,2 755,9 29,5 68,4

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

755,2 29,5 64,2 754,9 29,6 58,2 755 29,6 63,8 754,9 29,6 54,7 755 29,6 62,9 755 29,5 54,2 755 29,6 62,6 754,9 29,5 56,6 755 29,6 64 754,9 29,5 53,5

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

754,8 29,6 53,2 755 29,6 40,2 754,9 29,6 56,7 754,9 29,6 40,5 754,8 29,7 55,1 755 29,6 42,3 754,8 29,7 51,3 755 29,6 38,7 754,8 29,7 52 755 29,6 38,2

panjang benang 25 cm P T Vfo 755 29,5 37,6 755 29,5 34,8 755 29,5 36,6 755 29,5 36,8 754,9 29,5 38,4


(71)

Tabel B.4 Hasil Pengukuran Tegangan Lewat Denyar Isolator Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat

panjang benang 10 cm panjang benang 12,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,2 31 72,8 756,2 30,9 69,8 756,2 31,1 71,4 756,2 30,8 67,4 756,2 31,1 72,5 756,2 30,8 68,2 756,2 31,1 70,5 756,2 30,8 69,2 756,2 31 72,1 756,2 30,8 65,6

panjang benang 15 cm panjang benang 17,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,3 30,6 56,8 756,4 30,2 52,3 756,4 30,6 54,3 756,4 30,2 55,4 756,4 30,5 59,6 756,4 30,2 54,2 756,4 30,5 60,4 756,4 30,2 53,8 756,4 30,5 61,2 756,4 30,2 54,4

panjang benang 20 cm panjang benang 22,5 cm

P T Vfo P T Vfo

756,5 30,1 48,8 756,6 29,8 38,6 756,5 30 47,1 756,6 29,8 36,5 756,5 30 48,2 756,6 29,7 34,3 756,5 30 50,5 756,6 29,8 37,7 756,5 30,1 49,7 756,6 29,8 38,5

panjang benang 25 cm P T Vfo 756,7 29,8 34,5 756,7 29,8 35,4 756,6 29,8 32,3 756,7 29,8 34,7 756,7 29,8 35,2


(72)

LAMPIRAN C

Tabel C.1 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan Air Ledeng untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Ringan

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,23 9,24 9,22

I (mA) 0,239 0,236 0,2375

Tabel C.2 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan polutan untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Ringan

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,26 9,21 9,235

I (mA) 0,367 0,411 0,389

Tabel C.3 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan Air Ledeng untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Berat

θ=28 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,19 9,15 9,17


(73)

Tabel C.4 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan polutan untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Berat

θ=28 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,14 9,18 9,16

I (mA) 1,450 1,433 1,4415

Tabel C.5 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan Air Aquadest untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Ringan

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,39 9,26 9,325

I (mA) 0,196 0,212 0,204

Tabel C.6 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan polutan untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Ringan

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,46 9,45 9,455


(74)

Tabel C.7 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan Air Aquadest untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Berat

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,42 9,40 9,325

I (mA) 0,190 0,202 0,196

Tabel C.8 Pengukuran Arus dan Tegangan Larutan polutan untuk Perhitungan Konduktivitas Bobot Polusi Berat

θ=26 °C Rata-Rata

V( Volt) 9,44 9,43 9,455


(75)

LAMPIRAN D BENANG KATUN

Tabel D.1 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 83,97 87,82 87,86 88,87 86,92 12,5 80,70 91,26 84,14 85,54 85,12 15 71,69 70,36 77,46 78,08 66,30 17,5 70,00 71,98 76,27 69,69 68,65 20 63,03 61,26 59,90 61,25 60,87 22,5 50,21 49,80 49,59 56,08 54,72 25 42,37 44,78 43,11 47,93 44,67


(76)

Tabel D.2 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 85,23 86,41 81,90 80,33 91,17 12,5 75,45 76,49 87,09 81,32 86,34 15 70,84 77,26 69,80 71,30 68,77 17,5 73,03 70,51 68,30 68,55 70,55 20 59,01 63,70 60,66 61,60 59,30 22,5 42,23 47,98 56,80 49,26 55,33 25 38,66 44,41 49,14 42,42 39,69


(77)

Tabel D.3 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 84,35 84,65 75,91 84,26 82,31 12,5 82,22 79,60 88,14 77,07 75,79 15 66,44 63,61 67,51 68,89 70,77 17,5 62,59 60,94 60,31 59,66 61,76 20 59,01 58,38 56,16 55,95 56,79 22,5 51,02 42,54 45,99 44,52 45,57 25 40,32 38,43 38,94 40,51 41,25


(78)

Tabel D.4 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 72,68 74,28 80,88 79,92 75,47 12,5 71,69 73,99 71,20 67,65 72,13 15 63,79 71,72 63,90 64,32 66,09 17,5 61,30 66,43 56,00 52,56 63,62 20 55,70 53,53 58,02 56,66 56,58 22,5 42,07 41,34 39,04 44,39 42,93 25 38,23 41,16 37,50 41,88 34,88


(79)

BENANG GELAS

Tabel D.5 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 84,04 81,61 81,20 82,76 83,26 12,5 81,73 79,17 81,43 80,82 82,18 15 71,16 72,09 70,75 69,82 70,96 17,5 66,54 65,31 69,03 70,47 63,55 20 60,37 60,79 59,24 58,41 59,75 22,5 48,39 49,94 49,32 50,35 51,90 25 41,46 43,01 41,15 43,23 41,89


(80)

Tabel D.6 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 82,01 77,55 84,02 81,33 80,16 12,5 78,37 81,81 77,34 76,10 79,73 15 69,73 70,92 72,06 70,81 69,98 17,5 66,67 63,35 65,91 64,99 67,37 20 54,53 55,45 53,61 57,97 56,62 22,5 46,31 43,72 45,58 44,34 42,05 25 38,61 40,90 40,07 38,82 39,97


(81)

Tabel D.7 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10 75,16 75,87 72,97 77,04 75,90 12,5 72,77 69,78 70,71 71,43 70,91 15 66,62 66,25 65,31 65,00 66,45 17,5 60,44 56,80 56,26 58,76 55,54 20 55,25 58,88 57,25 53,30 54,03 22,5 41,74 42,06 43,92 40,18 39,66 25 39,03 36,12 37,99 38,20 39,86


(1)

Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

84,35 84,65 75,91 84,26 82,31

12,5

82,22 79,60 88,14 77,07 75,79

15

66,44 63,61 67,51 68,89 70,77

17,5

62,59 60,94 60,31 59,66 61,76

20

59,01 58,38 56,16 55,95 56,79

22,5

51,02 42,54 45,99 44,52 45,57

25

40,32 38,43 38,94 40,51 41,25


(2)

Tabel D.4 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

72,68 74,28 80,88 79,92 75,47

12,5

71,69 73,99 71,20 67,65 72,13

15

63,79 71,72 63,90 64,32 66,09

17,5

61,30 66,43 56,00 52,56 63,62

20

55,70 53,53 58,02 56,66 56,58

22,5

42,07 41,34 39,04 44,39 42,93

25

38,23 41,16 37,50 41,88 34,88


(3)

Tabel D.5 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

84,04 81,61 81,20 82,76 83,26

12,5

81,73 79,17 81,43 80,82 82,18

15

71,16 72,09 70,75 69,82 70,96

17,5

66,54 65,31 69,03 70,47 63,55

20

60,37 60,79 59,24 58,41 59,75

22,5

48,39 49,94 49,32 50,35 51,90

25

41,46 43,01 41,15 43,23 41,89


(4)

Tabel D.6 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Ringan

Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

82,01 77,55 84,02 81,33 80,16

12,5

78,37 81,81 77,34 76,10 79,73

15

69,73 70,92 72,06 70,81 69,98

17,5

66,67 63,35 65,91 64,99 67,37

20

54,53 55,45 53,61 57,97 56,62

22,5

46,31 43,72 45,58 44,34 42,05

25

38,61 40,90 40,07 38,82 39,97


(5)

Isolator Kering dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

75,16 75,87 72,97 77,04 75,90

12,5

72,77 69,78 70,71 71,43 70,91

15

66,62 66,25 65,31 65,00 66,45

17,5

60,44 56,80 56,26 58,76 55,54

20

55,25 58,88 57,25 53,30 54,03

22,5

41,74 42,06 43,92 40,18 39,66

25

39,03 36,12 37,99 38,20 39,86


(6)

Tabel D.8 Data Perhitungan Nilai Tegangan Lewat Denyar Standar Kondisi Isolator Basah dan Benang Layangan Basah Bobot Polusi Berat Panjang Benang (cm) Tegangan Lewat Denyar Standar (VS)

10

75,82 74,39 75,53 73,45 75,09

12,5

72,67 70,15 70,98 72,02 68,28

15

59,07 56,46 61,95 62,79 63,62

17,5

54,31 57,53 56,28 55,87 56,49

20

50,65 48,87 50,01 52,40 51,59

22,5

40,02 37,84 35,55 39,09 39,92

25

35,77 36,70 33,49 35,97 36,49