Pengaruh kelembaban terhadap Tegangan Flashover AC Isolator Piring

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP TEGANGAN

FLASHOVER

AC ISOLATOR PIRING

O L E H

WILVIAN NIM : 080402044

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Isolator piring banyak digunakan pada jaringan transmisi hantaran udara. Karena berada di ruang terbuka permukaan isolator dilapisi dengan polutan yang berasal dari udara disekitarnya sehingga tegangan flashover AC-nya dipengaruhi oleh kondisi udara di sekitar. Dari hasil analisis pada tugas akhir ini terlihat bahwa tegangan flashover semakin turun dengan naiknya kelembaban udara baik dalam kondisi isolator bersih maupun terpolusi. Tegangan flashover isolator pada kondisi bersih lebih besar daripada tegangan flashover isolator pada kondisi terpolusi baik terpolusi ringan, sedang, maupun berat untuk semua kelembaban udara yang diuji. Pada kelembaban sekitar 98 %RH penurunan tegangan flashover sangat besar dari kondisi isolator bersih terhadap terpolusi. Tegangan flashover pada kondisi isolator terpolusi ringan penurunannya adalah 33,64 % dari kondisi isolator bersih, pada kondisi terpolusi sedang turun 37,13 % dari kondisi isolator bersih, dan pada kondisi isolator terpolusi berat turun 52,99 % dari kondisi isolator bersih.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh kelembaban terhadap Tegangan

Flashover AC Isolator Piring”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, saudara kandung penulis, atas seluruh perhatian dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir.Bonggas L. Tobing selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk beliau,

2. Bapak Fahmi , S.T, M.Sc. selaku Dosen Wali penulis,

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro USU dan Bapak Rahmat Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU,


(4)

4. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

5. Bapak Ir. Syahrawardi yang telah memberi masukan dan motivasi kepada penulis, 6. Ayah, ibu serta abang dan adik-adik penulis yang selalu mendukung penulis 7. Teman-teman stambuk 2008: Teguh, Angelina, Robin, Antonius, Jhonson, Eykel,

Harmoko, Bayu, Army, Prajiwazhari, Louis, Doly, Rizky, Sofian, Risa, Aprido, Dedi, Maria, Junaidy, Darminton, Frederick, William, Fahmi, dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

8. Semua abang-kakak senior dan adik-adik junior yang telah mau berbagi pengalaman dan motivasi kepada penulis,

9. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-kesalahn, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 14 Juli 2012 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 1

1.3 Batasan Masalah ... . 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... . 3

BAB II ISOLATOR 2.1 Isolator Piring... 5

2.2 Isolator Terpolusi... 9

2.3 Pengukuran Tingkat Polusi... 11

2.4 Parameter Isolator Piring ... 13

a Kekuatan Mekanik ... 13

b Jarak Rambat Spesifikasi atau Gradien Permukaan... 13

c Jarak Rambat... 14

BAB III LEWAT DENYAR 3.1 Mekanisme Lewat Denyar pada Kondisi Isolator Bersih ... 15

3.1.1 Ionisasi ... 16

a Ionisasi Thermis... 16


(6)

c Fotoionisasi (Photoionization)... 17

d Ionisasi Benturan... 17

3.1.2 Emisi ... 18

a Emisi Thermis... 19

b Emisi Benturan Ion Positif... 19

c Emisi Medan Tinggi... 19

3.1.3 Mekanisme Terjadinya Tembus Listrik Udara... 20

a Steamer Positif... 21

b Steamer Negatif... 23

3.2 Mekanisme Lewat Denyar pada Isolator Terpolusi... 25

3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lewat Denyar ... 26

BAB IV EKSPERIMEN 4.1 Peralatan yang Digunakan... 28

4.2 Prosedur-prosedur dalam Eksperimen ... 30

4.2.1 Pengujian Tegangan Lewat Denyar Isolator Bersih ... 30

4.2.2 Pengujian Tegangan Lewat Denyar Isolator Terpolusi Ringan... 32

4.2.3 Pengujian Tegangan Lewat Denyar Isolator Terpolusi Sedang... 36

4.2.4 Pengujian Tegangan Lewat Denyar Isolator Terpolusi Berat... 36

4.3 Hasil Eksperimen ... 37

4.4 Analisis Data ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 43


(7)

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis Isolator Tegangan Tinggi... 6

Gambar 2.2 Konstruksi Isolator Piring... 6

Gambar 2.3 Jenis Isolator Piring Berdasarkan Bentuknya... 7

Gambar 2.4 Isolator Piring dengan Kopling Clevis-Tongue... 8

Gambar 2.5 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin... 11

Gambar 2.6 Jarak Rambat Ls pada Isolator Piring... 14

Gambar 3.1 Proses Ionisasi... 16

Gambar 3.2 Ionisasi Benturan... 18

Gambar 3.3 Emisi Medan... 20

Gambar 3.4 Medan pada Celah Karena Adanya Muatan Ruang... 21

Gambar 3.5 Ion Positif Masih Berada pada Posisinya Saat Elektron Telah Masuk ke Dalam Anoda... 22

Gambar 3.6 Terbentuk Banjiran Muatan Sekunder dari Elektron Bebas Baru... 22

Gambar 3.7 Ion Positif dan Elektron Membentuk Plasma dan Banjiran Muatan Sekunder Lain Terbentuk... 23

Gambar 3.8 Medan Listrik pada Daerah R Berubah Karena Muatan pada Celah... 24

Gambar 3.9 Terbentuknya Banjiran Muatan Sekunder pada Daerah R...24


(9)

Gambar 3.11 Rangkaian Ekivalen dari Lapisan Kering dan Elektrolit pada Permukaan

Isolator... 25

Gambar 4.1 Isolator Dimasukkan ke Dalam Ruang Kabut... 30

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan... 31

Gambar 4.3 Isolator Piring Dicelup dalam Larutan Pengotor... 32

Gambar 4.4 Tabung Pengukur Konduktivitas... 33

Gambar 4.5 Rangkaian Pengukuran Arus pada Tabung... 33

Gambar 4.6 Grafik Kelembaban Udara vs Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Keempat Kondisi Isolator...40


(10)

Tabel 2.1 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815... 11 Tabel 2.2 Tingkat Polusi Berdasarkan Nilai Maksimum ESDD Berdasarkan

IEC 815... 12 Tabel 2.3 Gradien Permukaan pada Setiap Tingkat Polusi... 13 Tabel 4.1 Faktor Koreksi Suhu... 35 Tabel 4.2 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar

pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Bersih... 38 Tabel 4.3 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar

pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Ringan... 38 Tabel 4.4 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar

pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Sedang... 39 Tabel 4.5 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar

pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Berat... 39 Tabel 4.6 Persen Penurunan Tegangan Lewat Denyar Isolator Terpolusi dari


(11)

ABSTRAK

Isolator piring banyak digunakan pada jaringan transmisi hantaran udara. Karena berada di ruang terbuka permukaan isolator dilapisi dengan polutan yang berasal dari udara disekitarnya sehingga tegangan flashover AC-nya dipengaruhi oleh kondisi udara di sekitar. Dari hasil analisis pada tugas akhir ini terlihat bahwa tegangan flashover semakin turun dengan naiknya kelembaban udara baik dalam kondisi isolator bersih maupun terpolusi. Tegangan flashover isolator pada kondisi bersih lebih besar daripada tegangan flashover isolator pada kondisi terpolusi baik terpolusi ringan, sedang, maupun berat untuk semua kelembaban udara yang diuji. Pada kelembaban sekitar 98 %RH penurunan tegangan flashover sangat besar dari kondisi isolator bersih terhadap terpolusi. Tegangan flashover pada kondisi isolator terpolusi ringan penurunannya adalah 33,64 % dari kondisi isolator bersih, pada kondisi terpolusi sedang turun 37,13 % dari kondisi isolator bersih, dan pada kondisi isolator terpolusi berat turun 52,99 % dari kondisi isolator bersih.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Isolator yang digunakan di ruang terbuka akan dilapisi oleh polutan yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Konduktivitas polutan ini akan menyebabkan turunnya tahanan permukaan isolator. Turunnya tahanan permukaan isolator ini akan mempengaruhi tegangan flashover (lewat denyar) isolator. Lewat denyar adalah peristiwa kegagalan isolator mengisolir konduktor bertegangan dengan konduktor lain sehingga terjadi aliran arus melalui udara di sekitar permukaan isolator. Oleh karena itu, kondisi permukaan isolator dan kondisi udara mempengaruhi tegangan lewat denyar isolator seperti adanya polutan yang menempel pada permukaan isolator tersebut dan kelembaban udara yang membuat kekuatan dielektrik udara turun. Turunnya kekuatan dielektrik udara membuat tegangan lewat denyar isolator semakin rendah.

Kelembaban yang tinggi juga akan menyebabkan polutan-polutan tersebut basah dan membentuk larutan elektrolit sehingga konduktivitas polutan naik. Akibatnya tahanan permukaan isolator semakin rendah. Hal ini akan membuat medan listrik naik pada permukaan isolator sehingga tegangan lewat denyar isolator semakin rendah.

1.2TUJUAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencari hubungan tegangan

flashover AC isolator yang dilapisi polutan dengan kelembaban udara, dan juga memberikan informasi tentang syarat lokasi pemasangan isolator piring ditinjau dari tingkat polusi dan kelembaban udara.


(13)

Dilihat dari bahannya, isolator piring terdiri dari dua jenis yaitu porselin dan kaca. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah isolator piring berbahan porselin. Dilihat dari kekuatan mekaniknya, isolator piring dibagi menjadi isolator dengan kekuatan mekanik 70, 100, 120, 160, dan 210 kN. Adapun yang diteliti adalah isolator dengan kekuatan mekanik 70 kN. Dilihat dari dimensinya, isolator piring berkekuatan mekanik 70 kN terbagi menjadi isolator berdiameter maksimal 255 mm dan berdiameter maksimal 280 mm. Adapun yang diteliti adalah isolator dengan diameter maksimal 255 mm. Dilihat dari jarak spasinya,isolator piring berdiameter 255 mm dibagi menjadi isolator dengan jarak spasi 127 mm dan isolator dengan jarak spasi 146 mm. Adapun yang diteliti adalah isolator dengan jarak spasi 146 mm.

Isolator piring yang terpasang biasanya lebih dari satu buah tergantung dari tegangan saluran dan spesifikasi isolator itu sendiri. Jumlah isolator yang diuji adalah satu buah.

Ada beberapa jenis material polutan yang menempel pada permukaan suatu isolator. Dalam penelitian ini, polutan yang digunakan adalah polutan buatan berupa lapisan garam.

1.4METODE PENULISAN

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi Literatur

Mengambil bahan dari buku-buku referensi, jurnal, majalah, media elektronik ( internet ) dan sebagainya.

2. Studi Lapangan

Melakukan eksperimen di Laboratorium Tegangan Tinggi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.


(14)

Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Jurusan Teknik Elektro USU, mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir ini berlangsung.

1.5SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas akhir ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini membahas secara umum tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II. ISOLATOR

Bab ini membahas secara umum tentang isolator piring, isolator terpolusi, pengukuran bobot polusi isolator, dan parameter isolator piring.

BAB III.LEWAT DENYAR

Bab ini membahas tentang pengertian tegangan lewat denyar, mekanisme terjadinya peristiwa lewat denyar pada kondisi isolator bersih dan pada isolator terpolusi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi lewat denyar.


(15)

Bab ini membahas tentang peralatan yang digunakan, prosedur yang dilakukan, hasil eksperimen, dan analisis data.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan tugas akhir ini.


(16)

ISOLATOR

Pada sistem penyaluran daya listrik dari pembangkit listrik ke konsumen, perlu digunakan tegangan tinggi untuk mengurangi rugi-rugi daya di sepanjang saluran. Pada saluran transmisi dan distribusi, masalah isolasi harus lebih diperhatikan karena tegangan yang digunakan cukup tinggi. Isolator yang sering digunakan pada menara transmisi adalah isolator rantai yang terdiri dari beberapa isolator piring yang diserikan. Pada jaringan distribusi, isolator piring juga banyak digunakan. Karena terpasang di ruang terbuka, permukaan isolator akan dilapisi polutan-polutan yang dapat mengurangi kemampuan isolator tersebut. Polutan ini juga dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar seperti kelembaban dan hujan yang membuat polutan menjadi basah.

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang jenis-jenis isolator piring, penyebab polusi pada isolator, dan penentuan tingkat bobot polusi pada isolator.

2.1 ISOLATOR PIRING

Jenis isolator dilihat dari konstruksi dan bahannya dibagi seperti diagram pada Gambar 2.1.


(17)

Gambar 2.1 Jenis Isolator Tegangan Tinggi[9]

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah isolator jenis piring. Oleh karena itu, penjelasan berikut ditujukan hanya untuk isolator piring.

Konstruksi dasar isolator piring ditunjukkan pada Gambar 2.2. Bagian utama dari suatu isolator piring adalah bahan isolasi, semen, kap dan tonggak pin. Semen berfungsi untuk merekat bahan isolasi dengan tonggak pin dan merekat bahan isolasi dengan kap.

Gambar 2.2 Konstruksi Isolator Piring[3] Isolator Tegangan

Tinggi

Isolator keramik Isolator polimer

kaca porselin kaca Isolator piring bushing Isolator pos Isolator pin Isolator longrod Isolator Tegangan Tinggi Isolator komposit: Batang fiberglass dengan sirip polimer (tipe pos

atau gantung)

Isolator cyclo-aliphatic epoxy

resin (pos, bushing atau

isolator gantung) Karet EPDM Karet silikon Tonggak Pin Bahan Isolasi Perekat Semen kap p D Bahan Konstruksi


(18)

Di mana D merupakan diameter isolator piring, dan p merupakan jarak spasi nominal antara pin dan kap isolator piring. Ukuran isolator piring bervariasi dengan diameter 25 cm sampai 40 cm dan jarak spasi nominal dari 127 mm sampai 240 mm.

Bahan isolasi yang digunakan pada isolator piring ini adalah keramik. Menurut J. P. Holtzhausen, bahan keramik dibagi menjadi dua yaitu porselin dan kaca. Isolator porselin memiliki kekuatan dielektrik sekitar 60 kV/cm sedangkan kekuatan dielektrik isolator kaca 140 kV/cm. Isolator kaca juga memiliki kekuatan mekanik yang lebih besar daripada isolator porselin, tetapi isolator kaca lebih rapuh. Isolator piring yang terbuat dari kaca tidak digunakan pada sistem dengan tegangan DC karena tegangan DC menimbulkan proses elektrolisis pada bahan kaca yaitu perpindahan ion positif ke katoda sehingga dapat menyebabkan perubahan fisik isolator.

Dilihat dari bentuknya, isolator piring dibagi menjadi 3 jenis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Jenis Isolator Piring Berdasarkan Bentuknya: a Isolator Piring Standar[3]

b Isolator Piring Anti-fog[3]

c Isolator Piring Aerodinamis[6]


(19)

 Isolator piring dengan desain standar (Gambar 2.3a). Isolator ini digunakan pada daerah dengan bobot polusi rendah seperti di daerah yang kerapatan penduduknya dan tidak ada industri.

 Isolator piring dengan desain anti-fog (Gambar 2.3b). Isolator ini dirancang memiliki lekukan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak rambat arus, digunakan pada daerah dengan bobot polusi tinggi seperti di daerah industri berat.

 Isolator piring dengan desain aerodinamis (Gambar 2.3c). Isolator ini dirancang memiliki permukaan yang licin sehingga polutan lebih sulit menempel pada permukaannya. Isolator ini biasa digunakan pada daerah gurun.

Untuk jaringan hantaran udara bertegangan menengah dan tinggi, beberapa isolator piring disambung satu dengan yang lainnya sehingga berbentuk rentengan. Kemudian rentengan ini digantungkan pada lengan menara transmisi. Dilihat dari bentuk sambungannya, isolator piring dibagi dua, yaitu isolator dengan kopling bola-sendi dan isolator dengan kopling

clevis-tongue. Isolator piring dengan kopling bola-sendi dapat dilihat pada Gambar 2.3a dan isolator piring dengan kopling clevis-tongue dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(20)

2. 2 ISOLATOR TERPOLUSI

Isolator baik yang terpasang di ruang terbuka maupun tertutup, akan dilapisi oleh polutan yang terkandung di udara. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Beberapa jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator adalah:

 Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.

 Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin dan sulfur oksida dari pabrik kimia dan sebagainya.

 Kotoran burung.  Pasir di daerah gurun.

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini. Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan deras dapat membersihkan polutan terutama di bagian atas permukaan isolator sedangkan gerimis, kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan polutan menjadi basah.

Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator, dilakukan beberapa usaha sebagai berikut:

 Pencucian

Isolator pada saluran maupun pada gardu induk dapat dicuci dalam keadaan tidak bertegangan maupun saat bertegangan. Pencucian dapat dilakukan secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat yang harus diperhatikan yaitu:


(21)

1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral dan memiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 Ω cm.

2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk mencegah terkumpulnya polutan.

 Pelapisan (greasing/coating)

Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak. Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.

 Perpanjangan sirip (extender shed)

Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak polimer dan isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk mengalir dari permukaan isolator.


(22)

Gambar 2.5 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin[6]

2.3 PENGUKURAN TINGKAT POLUSI

Berdasarkan standar IEC 815, bobot polusi isolator ditetapkan 4 tingkat, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Ada banyak metode untuk menentukan bobot polusi isolator. Metode yang umum digunakan adalah metode ESDD (equivalent salt density deposit) dan tinjauan lapangan. Metode ESDD dilakukan dengan mengukur konduktivitas polutan kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.

Penentuan tingkat bobot polusi isolator dengan metode tinjauan lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815[3] Tingkat

Polusi Contoh Lingkungan

Ringan

 daerah dengan sedikit industri dan rumah penduduk dengan sarana pembakaran rendah.

 daerah pertanian (penggunaan pupuk dapat meningkatkan bobot polusi) dan pegunungan.

 daerah dengan jarak 10km atau lebih dari laut dan tidak ada angin laut yang berhembus .

Cat: daerah-daerah di atas terletak kira-kira 10 sampai 20 km dari laut dan tidak terpapar angin laut secara langsung. Sirip

porselin Tambahan


(23)

Tingkat Polusi

Contoh Lingkungan

Sedang

 daerah dengan industri yang tidak menghasilkan polusi gas.  daerah banyak industri dan/atau perumahan yang sering

hujan dan/atau berangin.

 daerah yang tidak terlalu dekat dengan pantai kira-kira beberapa kilometer.

Berat

 daerah banyak industri dan perkotaan dengan sarana pembakaran yang tinggi.

 daerah dekat dengan laut dan terpapar angin laut secara langsung.

Sangat Berat

 daerah dekat pantai dan terkena air laut.  daerah padang pasir

Penentuan tingkat bobot polusi isolator dengan metode ESDD berdasarkan IEC 815 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tingkat Polusi Berdasarkan Nilai Maksimum ESDD Berdasarkan IEC 815[8]

Tingkat Polusi ESDD Maksimum ( mg/cm2 )

Ringan 0.06

Sedang 0.20

Berat 0.60


(24)

2.4 PARAMETER ISOLATOR PIRING

Isolator piring memiliki parameter sebagai berikut: a. Kekuatan Mekanik.

b. Jarak Rambat Spesifik atau Gradien Permukaan. c. Jarak Rambat.

a. Kekuatan Mekanik

Isolator piring digantungkan pada lengan menara transmisi ataupun pada tiang distribusi. Oleh karena itu isolator piring menerima gaya tarik yang diakibatkan oleh berat konduktor. Isolator piring harus mampu menahan gaya tarik tersebut. Kemampuan menahan gaya tarik suatu isolator disebut kekuatan mekanik. Kekuatan mekanik dari isolator piring dirancang mulai dari 70kN sampai lebih dari 500kN.

b. Jarak Rambat Spesifik atau Gradien Permukaan

Jarak rambat spesifik adalah pedoman untuk menentukan jarak rambat isolator yang akan digunakan tergantung dari tingkat bobot polusi daerah di mana isolator akan dipasang. Jarak rambat spesifik merupakan perbandingan dari jarak rambat dalam satuan mm dengan tegangan line to line sistem dalam satuan kV. Gradien permukaan yang direkomendasikan oleh IEC 815 pada setiap tingkat bobot polusi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Gradien Permukaan pada Setiap Tingkat Polusi[8]

Tingkat Polusi Ringan Sedang Berat Sangat Berat Gradien Permukaan


(25)

c. Jarak Rambat

Jarak rambat adalah jarak terpendek antara konduktor pada kap dan pin melalui permukaan isolator. Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa jarak rambat Ls merupakan panjang dari titik A ke titik B. Jarak rambat pada isolator piring

berkisaran antara 295 sampai 600 mm. Jarak rambat isolator yang akan digunakan tergantung pada jarak rambat spesifik dan tegangan nominal sistem di mana isolator akan dipasang.

Gambar 2.6 Jarak Rambat Ls pada Isolator Piring[3]

Perekat Semen


(26)

BAB 3

LEWAT DENYAR

Lewat denyar pada isolator hantaran udara merupakan peristiwa pelepasan muatan melalui permukaan isolator dari konduktor bertegangan yang dipikul isolator ke lengan menara. Peristiwa ini menyebabkan kegagalan isolator mengisolasi konduktor transmisi dengan lengan menara. Lewat denyar dapat terjadi pada beberapa kondisi, yaitu pada kondisi permukaan isolator bersih, dan pada kondisi permukaan isolator terpolusi. Saat permukaan isolator bersih, lewat denyar yang terjadi disebabkan oleh tembusnya udara di sekitar permukaan. Bila permukaan isolator dilapisi polutan, tahanan permukaan isolator akan turun sehingga arus bocor yang mengalir akan semakin besar dibandingkan dengan arus bocor pada kondisi permukaan bersih. Arus ini akan menyebabkan terbentuknya jalur konduktif yang merupakan awal terjadinya peristiwa lewat denyar.

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang mekanisme lewat denyar pada kondisi isolator bersih, mekanisme lewat denyar pada saat isolator terpolusi, dan faktor-faktor yang menpengaruhi lewat denyar.

3.1 MEKANISME LEWAT DENYAR PADA KONSIDI ISOLATOR BERSIH

Pada kondisi isolator bersih, peristiwa lewat denyar terjadi karena tembusnya udara di sekitar permukaan isolator tersebut. Udara umumnya memiliki sifat isolatif yaitu tidak menghantarkan arus listrik karena memiliki sedikit elektron bebas. Tetapi sifat udara ini dapat berubah menjadi konduktif.


(27)

Berubahnya sifat isolatif menjadi konduktif karena terjadinya ionisasi dan emisi. Berikut ini akan dijelaskan tentang ionisasi dan emisi:

3.1.1 Ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatan atom netral sehingga menghasilkan elektron bebas dan ion positif. Proses ionisasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.

+ +

-Elektron bebas

Elektron Terikat

Proton Neutron

+

+

-a. Suatu Elektron Bebas b. Elektron Terikat Keluar dari Membentur Elektron Terikat Lintasannya Menjadi Elektron

Bebas Gambar 3.1 Proses Ionisasi

Ada beberapa proses ionisasi yang dapat terjadi, yaitu : a. Ionisasi thermis,

b. Ionisasi radiasi sinar kosmis, c. Ionisasi radiasi foton (fotoionisasi), d. Ionisasi benturan.

a. Ionisasi Thermis

Ketika gas dipanaskan hingga mencapai temperatur tinggi, molekul-molekul gas akan mendapatkan energi kinetik yang besar sehingga molekul-molekul tersebut bersirkulasi dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan terjadinya


(28)

benturan antar molekul. Bila energi kinetik pada molekul tersebut cukup besar, maka dapat membuat terlepasnya elektron dari ikatan atomnya. Elektron yang terlepas dan molekul lain yang memiliki energi kinetik cukup besar akan saling berbenturan dan melepaskan lebih banyak elektron bebas.

b. Ionisasi Radiasi Sinar Kosmis

Sinar kosmik adalah radiasi dari partikel bermuatan berenergi tinggi yang berasal dari luar atmosfer bumi. Sinar kosmik dapat berupa elektron, proton dan bahkan inti atom seperti besi atau yang lebih berat lagi. Partikel-partikel ini secara terus menerus membombardir bumi. Karena memiliki energi yang besar, benturan partikel ini dengan molekul netral dapat menyebabkan terlepasnya elektron dari molekul netralnya.

c. Fotoionisasi (Photoionization)

Ionisasi ini akibat radiasi atau foton mempengaruhi interaksi radiasi dalam partikel. Fotoionisasi terjadi bila energi radiasi yang diserap oleh molekul melebihi energi ionisasinya dan dapat dituliskan sebagai berikut:

A

+

h

v

A

+

+

e

Di mana :

A : Atom atau mokelul netral dalam gas

hv : Energi foton

e : Elektron yang terlepas

d. Ionisasi Benturan

Elektron bebas yang tidak berada dalam medan listrik tinggi, akan diikat oleh suatu molekul netral dan membentuk ion negatif. Bila elektron bebas berada di antara dua plat sejajar yang diberi tegangan searah sehingga timbul medan listrik E di antara kedua plat maka elektron akan mengalami gaya dan bergerak menuju anoda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.


(29)

-Molekul Netral Elektron Bebas E

Anoda (+) (-) Katoda

Gambar 3.2 Ionisasi Benturan

Saat elektron bebas bergerak menuju anoda, elektron akan menabrak molekul netral. Bila energi kinetik elektron pembentur lebih besar dari energi ikat elektron molekul, maka elektron terikat pada molekul netral akan keluar dari lintasannya menjadi elektron bebas baru dan menyisakan ion positif, seperti yang telah diperlihatkan pada Gambar 3.1.

3.1.2 Emisi

Emisi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan suatu logam menjadi elektron bebas. Dalam keadaan normal, elektron tidak dapat terlepas dari permukaan logam karena adanya gaya elektrostatik antara elektron dengan ion dalam kisi logam. Supaya elektron ini dapat keluar dari permukaan logam, diperlukan sejumlah energi luar. Besarnya energi ini didefinisikan sebagai fungsi kerja (work function) dengan satuan elektron volt (eV) yang berbeda untuk setiap jenis logam. Ada beberapa proses emisi yang menyebabkan terjadinya banjiran elektron yaitu

a. Emisi thermis

b. Emisi benturan ion positif c. Emisi medan tinggi


(30)

a. Emisi Thermis

Emisi ini terjadi karena logam dipanaskan. Energi panas yang diterima oleh logam menyebabkan elektron bebas di dalam logam memiliki energi kinetik lebih besar. Bila energi kinetik elektron lebih besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron tersebut keluar dari permukaannya dan menjadi elektron bebas pada udara di sekitar permukaan logam tersebut.

b. Emisi Benturan Ion Positif

Suatu ion positif yang berada dalam medan listrik akan bergerak menuju katoda. Ion positif ini memiliki energi kinetik saat membentur permukaan katoda. Bila energi kinetik ion positif lebih besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron di permukaan logam akan keluar dari permukaannya. Jumlah elektron bebas yang keluar tergantung dari besarnya energi kinetik ion positif saat membentur permukaan katoda.

c. Emisi Medan Tinggi

Bila dua plat sejajar diberi sumber tegangan, akan timbul medan listrik yang homogen di antara kedua plat tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. Tetapi karena permukaan logam yang tidak selalu rata, medan listrik pada bagian yang runcing (E2) akan lebih tinggi dibandingkan dengan

medan listrik pada permukaan yang lebih rata (E1), seperti yang terlihat pada

Gambar 3.3. Elektron pada permukaan logam akan mengalami gaya tarik yang diakibatkan oleh medan listrik yang lebih tinggi ini. Bila gaya tarik ini lebih besar daripada gaya elektrostatik logam, maka elektron akan keluar dari permukaan logam.


(31)

E1

Anoda (+) E2 (-) Katoda

Gambar 3.3 Emisi Medan[1]

3.1.3 Mekanisme Terjadinya Tembus Listrik Udara

Ada 2 teori mekanisme tembus listrik pada udara, yaitu mekanisme Townsend dan mekanisme Streamer. Mekanisme Townsend hanya berlaku pada medan listrik seragam/homogen, sedangkan mekanisme Streamer berlaku pada medan listrik homogen maupun tidak homogen. Pada isolator hantaran udara, medan listrik yang menerpa udara di sekitar permukaan isolator tidak homogen, maka mekanisme tembus listrik yang akan dibahas hanya mekanisme Streamer.

Udara yang berada di antara dua plat sejajar yang diberi tegangan, akan mengalami terpaan medan listrik sebesar E0 yang homogen, seperti yang

terlihat pada Gambar 3.2. Elektron bebas di udara yang dihasilkan dari proses ionisasi radiasi sinar kosmis atau fotoionisasi akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda. Dalam perjalanannya, elektron ini akan menyebabkan proses ionisasi benturan sehingga terbentuk suatu muatan ruang. Karena adanya muatan ruang pada celah, maka medan listrik pada celah kedua plat berbeda pada setiap bagian pada celah, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(32)

Gambar 3.4 Medan pada Celah Karena Adanya Muatan Ruang[3]

Ada 2 jenis mekanisme Streamer, yaitu a. Streamer positif.

b. Streamer negatif.

a. Streamer Positif

Karena massa elektron yang lebih ringan daripada ion positif, maka pergerakan elektron lebih cepat daripada ion positif. Saat elektron bebas sudah mencapai anoda dan masuk ke dalam anoda, ion positif dapat dianggap masih dalam posisi semulanya. Ion positif yang tertinggal ini membentuk muatan ruang seperti kerucut dengan muatan yang terkonsentrasi pada bagian depan kerucut (kawasan P dan Q) dekat anoda sehingga medan listrik di sekitarnya lebih besar dibandingkan dengan bagian runcing kerucut, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut:


(33)

+

Anoda (+) (-) Katoda

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + P Q

Gambar 3.5 Ion Positif Masih Berada pada Posisinya Saat Elektron Telah Masuk ke Dalam Anoda

Kemudian elektron bebas baru terbentuk dari proses fotoionisasi dan bergerak ke daerah P dan Q. Selama perjalanan, elektron ini akan membentur molekul netral dan membentuk suatu banjiran muatan sekunder, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.6.

+

Anoda (+) (-) Katoda

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + --- --+ + ++ ++ -+ + ++ ++ -- - -- --

-Banjiran Muatan Sekunder

Gambar 3.6 Terbentuk Banjiran Muatan Sekunder dari Elektron Bebas Baru

Banjiran elektron pada banjiran muatan ini akan bergerak menuju bagian depan kerucut dan membentuk plasma. Plasma adalah gas terionisasi, yaitu gas yang memiliki banyak elektron bebas dan ion positif. Karena plasma memiliki elektron bebas dan ion positif, medan listrik pada plasma lebih rendah daripada medan listrik E0. Bagian depan kerucut memendek karena terbentuknya plasma tersebut, tetapi medan listrik di sekitarnya masih tinggi. Proses pembentukan banjiran muatan sekunder terjadi lagi di sekitar bagian


(34)

depan kerucut dan banjiran elektronnya bergerak menuju bagian depan kerucut lagi dan membentuk plasma sehingga plasma memanjang, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.7.

+

Anoda (+) (-) Katoda

+ + + + + + + + + + + + + + -+ -+ -+ + --- --+ + ++ ++ -+ + ++ ++ --- -- -Plasma

Gambar 3.7 Ion Positif dan Elektron Membentuk Plasma dan Banjiran Muatan Sekunder Lain Terbentuk

Proses ini akan terus berlangsung sampai plasma mencapai katoda. Saat plasma ini menghubungkan anoda dan katoda, peristiwa lewat denyar terjadi. Mekanisme ini disebut mekanisme Streamer positif karena plasma memanjang dari anoda ke katoda.

b. Streamer Negatif

Pada mekanisme Streamer negatif ini, plasma berawal dari katoda dan memanjang sampai anoda. Saat elektron bebas awal berada dekat dengan katoda dan banjiran muatan terjadi dekat dengan katoda. Banjiran elektron ini menyebabkan medan listrik E1 di daerah R menjadi lebih besar daripada medan listrik E0 (Gambar 3.8).


(35)

Anoda (+) (-) Katoda + + + -E0 E1 R

Gambar 3.8 Medan Listrik pada Daerah R Berubah Karena Muatan pada Celah

Kemudian elektron bebas dari proses fotoionisasi yang berada pada daerah tersebut akan bergerak lebih cepat dan membentuk suatu banjiran muatan sekunder (Gambar 3.9).

Anoda (+) (-) Katoda

+ + + -- -- --+++ + + + - -

-Gambar 3.9 Terbentuknya Banjiran Muatan Sekunder pada Daerah R

Banjiran ion positif sekunder akan bergerak menuju banjiran elektron awal dan membentuk plasma (Gambar 3.10). Proses ini akan berlangsung terus sampai plasma mencapai anoda.

Anoda (+) (-) Katoda

+ + + -------- -+ ++ + ++ - - -+ + + + -Plasma


(36)

3.2MEKANISME LEWAT DENYAR PADA ISOLATOR TERPOLUSI

Permukaan isolator hantaran udara yang terpasang akan dilapisi oleh polutan. Ketika polutan dalam keadaan kering, polutan masih bersifat tidak konduktif. Tetapi bila polutan basah dikarenakan gerimis atau kabut, lapisan polutan akan larut dan membentuk larutan elektrolit yang konduktif. Akibatnya tahanan permukaan akan turun dan arus bocor naik dalam orde beberapa miliampere. Arus bocor ini akan memanaskan larutan elektrolit pada permukaan isolator sehingga terbentuk lapisan kering. Pada lapisan kering ini, medan listrik cukup besar sehingga udara di sekitarnya dapat mengalami ionisasi. Kemudian udara akan tembus dan arus mengalir melalui busur api pada lapisan kering akan mengeringkan larutan elektrolit selanjutnya dan memperpanjang lapisan kering. Proses ionisasi akan terjadi lagi dan menyebabkan perpanjangan busur api dan proses di atas terjadi terus sampai lapisan kering menjembatani anoda dan katoda dari isolator dan peristiwa lewat denyar terjadi. Rangkaian ekivalen dari lapisan kering dan elektrolit pada permukaan isolator dapat dilihat pada Gambar 3.11 berikut:

Gambar 3.11 Rangkaian Ekivalen dari Lapisan Kering dan Elektrolit pada Permukaan Isolator[6]

Elektrolit Busur Api

Lapisan Kering


(37)

3.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LEWAT DENYAR

Karena peristiwa lewat denyar disebabkan karena tembusnya udara di sekitar permukaan isolator, jadi faktor-faktor yang mempengaruhi lewat denyar adalah kondisi udara di sekitar permukaan isolator tersebut, yaitu:

a. Temperatur udara. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah proses ionisasi thermis dan emisi thermis.

b. Tekanan udara. Bila tekanan udara besar, jumlah molekul di dalam udara semakin banyak yang berarti proses ionisasi dapat terjadi lebih banyak. Tetapi bila tekanan terlalu tinggi, gerakan muatan dari proses ionisasi akan terhambat sehingga proses ionisasi berikutnya akan berkurang. Bila tekanan udara terlalu rendah, jumlah molekul yang sedikit akan menyebabkan proses ionisasi sangat sedikit. Persamaan faktor koreksi (δ) untuk tegangan pada suhu t °C dan tekanan p mmHg dapat dilihat pada Persamaan 3.1[1] dan persamaan tegangan lewat denyar pada suhu 20 °C dan tekanan 760 mmHg dapat dilihat pada Persamaan 3.2[1].

(3.1)

Di mana:

δ = faktor koreksi suhu dan tekanan udara

p = tekanan udara (mmHg)

t = suhu udara (°C)

(3.2)

Di mana:

v’ = tegangan lewat denyar pada suhu 20 °C dan tekanan 760 mmHg (kV)

v = tegangan lewat denyar pada suhu t °C dan tekanan p


(38)

c. Kelembaban udara. Bila kelembaban tinggi, kandungan air dalam udara meningkat sehingga mudah terjadi ionisasi karena air memiliki energi ikat yang lebih rendah dari kandungan lain dalam udara. Energi ikat air sekitar 13,6 eV, nitrogen (N2) sekitar 17,1

eV, CO2 sekitar 14,6 eV, H2 sekitar 15,6 eV, dan oksigen (O2)

sekitar 12,08 eV. Elektronvolt (eV) merupakan satuan dari energi suatu partikel yang besarnya 1,6 x 10-19 joule. Bila kandungan air semakin banyak maka udara akan lebih mudah terionisasi dan menyebabkan kekuatan dielektrik udara turun. Kekuatan dielektrik merupakan kuat medan listrik yang mampu dipikul oleh suatu bahan dielektrik tanpa mengakibatkan bahan tersebut tembus listrik. Semakin banyak kandungan air dalam udara menyebabkan udara semakin mudah terionisasi. Hal ini menyebabkan turunnya tegangan yang diperlukan untuk membuat udara tersebut tembus listrik.

Saat permukaan isolator bersih, kelembaban yang tinggi menyebabkan terbentuknya butiran-butiran air pada permukaan isolator sehingga konduktivitas permukaan isolator naik ( konduktivitas permukaan porselin pada kelembaban 50 %RH adalah 1,6 pS sedangkan konduktivitas air yang sangat murni pada suhu 25 ºC adalah 5,5 µS/m). Hal ini juga menyebabkan kenaikan arus bocor. Tetapi karena konduktivitas air lebih rendah daripada polutan yang basah, arus bocor saat permukaan isolator bersih lebih rendah daripada arus bocor saat permukaan isolator dilapisi polutan. Saat permukaan isolator dilapisi polutan, kelembaban yang tinggi menyebabkan polutan di permukaan isolator basah. Kemudian peristiwa lewat denyar seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 3.2 dapat terjadi dan pada saat yang bersamaan kelembaban juga membuat kekuatan dielektrik udara turun sehingga tegangan lewat denyar isolator turun.


(39)

BAB 4

EKSPERIMEN

Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mencari hubungan tegangan lewat denyar AC isolator dengan kelembaban udara baik dalam kondisi isolator bersih maupun terpolusi ringan, sedang, dan berat.

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang peralatan yang digunakan, prosedur-prosedur dalam eksperimen, hasil eksperimen, dan analisis data.

4.1 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:

 1 unit trafo uji

Spesifikasi: 200/100.000 Volt; 50 Hz; 10 kVA.  1 unit autotrafo

Spesifikasi: 220/0-200 Volt; 10 kVA.  1 unit isolator piring standar clevis & tongue

Spesifikasi: berukuran 254 x 146 mm; jarak rambat 31 cm; luas permukaan 1500 cm2.

 1 unit tahanan peredam

Spesifikasi: 10 MΩ; 60 MW.

 Kabel penggantung isolator

Spesifikasi: diameter 4 mm; panjang 1 m.  1 unit multimeter


(40)

Spesifikasi: merek Excel DT9205A; 0,2-750 VAC; 0,2-1000 VDC; 0,02-20 AAC; 0,002-20 ADC.

 2 unit barometer/humiditymeter/thermometer digital

Spesifikasi: merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5-825,0 mmHg; range kelembaban 10-110 %RH; range suhu 0-50 °C.  1 unit ruang kabut (fog chamber) berupa kotak kaca

Spesifikasi: berukuran 60 x 60 x 80 cm.

 1 unit ketel listrik dengan keran dan pipa penghubung 1,5 m Spesifikasi ketel: 220 V; 450 W; 50 Hz.

 1 unit wadah berupa ember 10 liter.  1 unit termometer air raksa.

Spesifikasi: -10 sampai 110 °C.

 3 buah kain kasa berukuran 16 x 16 cm.  1 unit gelas ukur 400 ml.

 1 unit neraca ukur

Spesifikasi: merek Ohaus; berat maksimum 310 gram.  21 liter air ledeng.

 1150 gram garam laut.  120 gram kaolin.

 Ruang pengeringan berupa ruang tertutup yang dindingnya terbuat dari bahan plastik transparan.

 1 buah baterai 9 volt.

 1 unit alat pengukur konduktivitas berupa tabung silinder 28 cm berdiameter 2,5 cm dan luas penampangnya 5,704 cm2 dengan tutup gabus yang dilapisi aluminium foil.


(41)

4.2 PROSEDUR-PROSEDUR DALAM EKSPERIMEN

Ada empat tahap pengujian yang dilakukan, yaitu: 1. Pengujian tegangan lewat denyar isolator bersih.

2. Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi ringan. 3. Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi sedang. 4. Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi berat.

4.2.1 Pengujian tegangan lewat denyar isolator bersih

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Isolator dicuci dengan air hingga bersih.

2. Isolator dikeringkan secara alami di dalam ruang pengeringan sekitar 24 jam.

3. Isolator dimasukkan ke dalam ruang kabut seperti pada Gambar 4.1 yang diambil di dalam laboratorium Teknik Tegangan Tinggi departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, USU.


(42)

4. Dibuat rangkaian pengujian seperti pada Gambar 4.2.

Rp

S2 S1

V

AT TU

Ruang Kabut

Vin Ketel

Listrik

Keran Uap

220 V

Ket: AT = Autotrafo; TU = Trafo uji; S1 = Saklar utama; S2 = Saklar sekunder; Rp = Tahanan Peredam; Vin = Tegangan masukan.

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan

5. Ketel listrik diisi dengan air dan dinyalakan sampai air dalam ketel mendidih.

6. Keran uap dibuka sehingga uap air dari ketel masuk ke dalam kamar uji hingga kelembaban udara dalam kamar uji mencapai nilai sekitar (75 ± 2,5) %RH.

7. Suhu, tekanan, dan kelembaban udara diukur.

8. Saklar utama S1 ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol. 9. Kemudian saklar sekunder S2 ditutup.

10.Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap sampai terjadi lewat denyar pada isolator.

11.Pada saat yang bersamaan, tegangan V dicatat dan saklar S1 dan S2 dibuka.

12.Suhu, tekanan, dan kelembaban udara diukur kembali. Jika kelembaban masih tetap, diulang langkah 8-11. Jika kelembaban berubah, misalnya di atas rentang yang diinginkan maka ditunggu sampai kelembaban turun sampai sama seperti yang semula. Kemudian diulang langkah 8-11. Jika kelembaban di bawah rentang yang diinginkan maka keran uap dibuka


(43)

sampai kelembaban sama seperti semula. Kemudian keran ditutup dan diulang langkah 8-11.

13.Diulang langkah 12 sampai 3 kali hingga diperoleh lima data tegangan lewat denyar pada kondisi kelembaban (75 ± 2,5) %RH.

14.Dibuka keran uap sampai kelembaban naik mencapai (80 ± 2,5) %RH. Kemudian langkah 7-13 diulang hingga diperoleh 5 data tengangan lewat denyar pada kondisi kelembaban (80 ± 2,5) %RH.

15.Langkah 14 dilakukan untuk kondisi kelembaban udara (85 ± 2,5), (90 ± 2,5), (95 ± 2,5), (100 ± 2,5) %RH.

16.Isolator dikeluarkan dari ruang kabut.

4.2.2 Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi ringan

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literatur yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 50 gr garam laut. 2. Isolator dicelupkan ke dalam larutan pengotor, seperti yang dapat dilihat

pada Gambar 4.3 yang diambil di dalam laboratorium Teknik Tegangan Tinggi departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, USU.


(44)

3. Diulang langkah 2-15 pada Subbab 4.2.1 di atas sehingga diperoleh lima data tegangan lewat denyar untuk masing-masing kelembaban udara (75 ± 2,5), (80 ± 2,5), (85 ± 2,5), (90 ± 2,5), (95 ± 2,5), (100 ± 2,5) %RH pada kondisi terpolusi ringan.

4. Ke dalam suatu ember dimasukkan air 1 liter, dan 1 buah kain kasa untuk membersihkan polutan dari isolator.

5. Diukur suhu air (θ). Kemudian air dan kain kasa dimasukkan ke dalam tabung pengukur konduktivitas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 yang diambil di dalam laboratorium Teknik Tegangan Tinggi departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, USU.

Gambar 4.4 Tabung Pengukur Konduktivitas

6. Dibuat rangkaian pengukuran arus (i) pada tabung seperti pada Gambar 4.5.

mA

V

Baterai 9v

Gambar 4.5 Rangkaian Pengukuran Arus pada Tabung


(45)

7. Air dalam tabung dikembalikan ke dalam ember. Kemudian diulang langkah 5-6 sehingga diperoleh 2 nilai arus dan tegangan.

8. Nilai arus dan tegangan dirata-ratakan kemudian dihitung konduktivitasnya dengan Persamaan 4.1 berikut:

(4.1)

di mana:

σ = konduktivitas larutan (S/m)

i = arus listrik rata-rata (ampere)

v = tegangan baterai rata-rata (volt)

l = panjang tabung (0,28 m)

A = luas penampang tabung (4,9087 x 10-4 m2)

9. Air dikembalikan lagi ke dalam ember. Kemudian air dibagi dua: 800 ml dalam ember untuk pencucian isolator; dan 200 ml air dalam gelas ukur untuk membilas isolator.

10.Isolator dikeluarkan dari ruang kabut dan dimasukkan ke dalam ember. 11.Semua permukaan isolator dilap dengan kain kasa sampai bersih

kemudian dibilas dengan air 200 ml yang disisakan dalam gelas ukur. 12.Terhadap larutan terpolusi tersebut diulangi langkah 5-8 di atas sehingga

diperoleh konduktivitas larutan (σ2) yang mengandung polutan.

13.Konduktivitas air ledeng dan konduktivitas air polutan pada suhu 20 °C dihitung dengan Persamaan 4.2[1] berikut:

σ20 = σθ [ 1 - b(θ-20) ] (4.2)

di mana:

θ = suhu larutan (°C)

σθ = konduktivitas larutan saat suhu θ °C (S/m)

σ20 = konduktivitas larutan saat suhu 20 °C (S/m)


(46)

Tabel 4.1 faktor koreksi suhu[8]

θ °C b

5 0,03156

10 0,02817

20 0,02277

30 0,01905

Catatan : Untuk suhu yang lain, nilai b diperoleh melalui interpolasi .

14.Dihitung salinitas air ledeng (D1) dan air polutan (D2) dengan Persamaan

4.3[1] berikut:

(4.3)

di mana:

D = salinitas larutan (mg/cm3)

σ20 = konduktivitas larutan saat suhu 20 °C (S/m)

15.Dihitung ESDD dalam satuan mg/cm2 dengan Persamaan 4.4[1]. Hasil perhitungan diberikan pada Lampiran B.

(4.4)

di mana:

D1 = salinitas air ledeng (mg/cm3)

D2 = salinitas air polutan (mg/cm3)

Vol = volume air (ml)


(47)

16.Jika ESDD di luar batas bobot polusi ringan, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang, maka data di atas dapat dipergunakan untuk bobot polusi isolator sedang dan eksperimen diulang kembali dengan

mengurangi takaran garam semula.

4.2.3 Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi sedang

Jika pada pengujian sebelumnya telah diperoleh data untuk bobot polusi sedang, maka pengujian ini tidak dilakukan lagi. Jika data belum ada, maka prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literatur yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 300 gr garam laut.

2. Diulang langkah 2-15 pada Subbab 4.2.2 di atas sehingga diperoleh lima data tegangan lewat denyar untuk masing-masing kelembaban udara (75 ± 2,5), (80 ± 2,5), (85 ± 2,5), (90 ± 2,5), (95 ± 2,5), (100 ± 2,5) %RH pada kondisi terpolusi sedang.

3. Jika ESDD di luar batas bobot polusi sedang, misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran garam semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot berat, maka data di atas dapat dipergunakan untuk bobot polusi isolator berat dan eksperimen diulang kembali dengan mengurangi takaran garam semula.

4.2.4 Pengujian tegangan lewat denyar isolator terpolusi berat

Jika pada pengujian sebelumnya telah diperoleh data untuk bobot polusi berat, maka pengujian ini tidak dilakukan lagi. Jika data belum ada, maka prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(48)

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literatur yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 800 gr garam laut.

2. Diulang langkah 2-15 pada Subbab 4.2.2 di atas sehingga diperoleh lima data tegangan lewat denyar untuk masing-masing kelembaban udara (75 ± 2,5), (80 ± 2,5), (85 ± 2,5), (90 ± 2,5), (95 ± 2,5), (100 ± 2,5) %RH pada kondisi terpolusi berat.

3. Jika ESDD di luar batas bobot polusi berat, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang, maka eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran garam semula Jika termasuk dalam tingkat bobot sangat berat, maka data di atas dapat dipergunakan untuk bobot polusi isolator sangat berat dan eksperimen diulang kembali dengan mengurangi takaran garam semula.

4.3HASIL EKSPERIMEN

Hasil eksperimen tegangan lewat denyar diberikan pada Lampiran A. Hasil eksperimen ini terdiri dari:

 Tegangan lewat denyar pada kondisi isolator bersih

 Tegangan lewat denyar pada kondisi isolator terpolusi ringan  Tegangan lewat denyar pada kondisi isolator terpolusi sedang  Tegangan lewat denyar pada kondisi isolator terpolusi berat

4.4 ANALISIS DATA

Tegangan lewat denyar yang diperoleh masih dalam suhu dan tekanan udara sembarang. Oleh karena itu, perlu diolah untuk memperoleh tegangan lewat denyar pada suhu 20 °C dan tekanan 760 mmHg yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2. Nilai tegangan lewat denyar tersebut ditunjukkan pada Lampiran C. Berdasarkan data perhitungan pada Lampiran


(49)

C, dapat dibuat tabel yang menyatakan hubungan antara kelembaban dengan tegangan lewat denyar seperti yang diberikan pada Tabel 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5.

Tabel 4.2 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Bersih

%RHrata-rata V’ rata-rata

74,04 99,43

79,64 98,09

84,8 97,54

90,88 89,86

94,74 86,81

98,36 79,69

Tabel 4.3 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Ringan

%RHrata-rata V’ rata-rata

75,06 88,50

80,78 79,22

85,28 77,76

88,8 77,25

95,5 69,36


(50)

Tabel 4.4 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Sedang

%RHrata-rata V’ rata-rata

75,06 95,11

78,82 89,00

86,12 71,15

91,04 58,94

95,34 54,71

98,46 50,11

Tabel 4.5 Hubungan Antara Kelembaban dengan Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Kondisi Terpolusi Berat

%RHrata-rata V’ rata-rata

75,42 89,92

80,52 85,33

85,5 72,41

90,58 58,37

95,82 48,76


(51)

Dari keempat tabel di atas dapat dibuat grafik hubungan kelembaban udara vs tegangan lewat denyar pada suhu 20 °C dan tekanan 760 mmHg pada keempat kondisi isolator seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:

Gambar 4.6 Grafik Kelembaban Udara vs Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg pada Keempat Kondisi Isolator

Dari grafik di atas terlihat bahwa:

 Pada kondisi bersih penurunan tegangan lewat denyar pada saat kelembaban sekitar 75 sampai 85 %RH tidak signifikan,

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

70 75 80 85 90 95 100

Tegangan Lewat Denyar 20 ºC; 760 mmHg (kV)

Kelembaban Udara (%RH)

Bersih

Terpolusi Ringan

Terpolusi Sedang

Terpolusi Berat


(52)

sedangkan penurunan tegangan lewat denyar cukup signifikan saat kelembaban udara di atas 85 %RH.

 Pada kondisi terpolusi ringan penurunan tegangan lewat denyar cukup besar dari kelembaban sekitar 75 sampai 80 %RH dan di atas 90 %RH, sedangkan dari kelembaban sekitar 80 sampai 90%RH penurunan tegangan lewat denyar tidak cukup signifikan.

 Pada kondisi terpolusi sedang penurunan tegangan lewat denyar hampir linier dan cukup curam dari kelembaban sekitar 75 sampai 90 %RH, sedangkan pada kelembaban di atas 90 %RH kecuramannya menurun.

 Pada kondisi terpolusi berat penurunan tegangan lewat denyar dari 75 sampai 80 %RH tidak terlalu besar, sedangkan dari kelembaban di atas 80 %RH sangat besar.

 Tegangan lewat denyar pada kondisi bersih lebih tinggi daripada kondisi terpolusi.

 Pada kelembaban sekitar 75 sampai 83 %RH tegangan lewat denyar paling rendah adalah kondisi terpolusi ringan dan pada kelembaban di atas 83 %RH tegangan lewat denyar paling rendah adalah kondisi isolator terpolusi berat.

 Pada kelembaban sekitar 80 sampai 90 %RH tegangan lewat denyar pada kondisi terpolusi sedang hampir sama dengan kondisi terpolusi berat.

Penurunan tegangan lewat denyar pada kondisi terpolusi dari tegangan lewat denyar pada kondisi bersih dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:


(53)

Tabel 4.6 Persen Penurunan Tegangan Lewat Denyar Isolator Terpolusi dari Tegangan Lewat Denyar Isolator Bersih

Range (%RH) Terpolusi ringan (%)

Terpolusi sedang (%)

Terpolusi berat (%)

75 ± 2,5 11,00 4,35 9,56

80 ± 2,5 19,24 9,27 13,01

85 ± 2,5 20,27 27,05 25,76

90 ± 2,5 14,04 34,40 35,04

95 ± 2,5 20,10 36,98 43,83

100 ± 2,5 33,64 37,13 52,99

Dari tabel di atas terlihat bahwa penurunan tegangan lewat denyar isolator terpolusi terhadap tegangan lewat denyar isolator bersih tertinggi adalah pada kelembaban udara sekitar 100 %RH, di mana untuk kondisi isolator terpolusi ringan adalah 33,64 %, untuk kondisi isolator terpolusi sedang adalah 37,13 %, dan untuk kondisi isolator terpolusi berat adalah 52,99 %.


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Semakin tinggi kelembaban udara maka semakin rendah tegangan lewat denyar isolator baik pada kondisi isolator bersih maupun terpolusi.

2. Dari kelembaban sekitar 75-83 %RH tegangan lewat denyar paling rendah adalah pada kondisi isolator terpolusi ringan, sedangkan kelembaban di atas 83 %RH tegangan lewat denyar paling rendah adalah pada kondisi isolator terpolusi berat.

3. Pada kelembaban tertinggi yaitu sekitar 98 %RH tegangan lewat denyar pada kondisi isolator bersih adalah 79,69 kV; pada kondisi isolator terpolusi ringan adalah 52,88 kV, turun 33,64 % dari kondisi isolator bersih; pada kondisi terpolusi sedang adalah 50,11 kV, turun 37,13 % dari kondisi isolator bersih; dan pada kondisi isolator terpolusi berat adalah 37,46 kV, turun 52,99 % dari kondisi isolator bersih.

5.2 SARAN

1. Eksperimen ini dapat diteliti kembali dengan menggunakan isolator yang berbeda.

2. Dalam eksperimen ini, isolator piring yang digunakan hanya 1 buah. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan beberapa isolator piring yang digandengkan sesuai dengan yang digunakan pada lapangan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tobing, Bonggas L., “Peralatan Tegangan Tinggi”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

2. Tobing, Bonggas L., “Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi”,

edisi kedua, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012.

3. Kuffel, E., dkk, “High Voltage Engineering: Fundamentals”, edisi kedua, Oxford: Butterworth-Heinemann, 2000.

4. Naidu, M. S. & V. Kamaraju, “High Voltage Engineering”, edisi kedua, McGraw-Hill, Inc., 1995.

5. Wadhwa, C. L., “High Voltage Engineering”, edisi kedua, New Delhi: New Age International (P) Limited, Publishers, 2007.

6. Haddad, A. & D. Warne, “Advances in High Voltage Engineering”,

London: The Institute of Engineering and Technology, 2004. 7. Benner ,C. L., dkk,“Leakage Current Characteristics Caused by

Contaminated Distribution Insulators”, Texas A&M University.

8. SPLN 10-3B, “Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan dengan Pedoman Pemilihan Isolator”, Perusahaan Listrik Negara, 1993.

9. Holtzhausen, J. P., ”High Voltage Insulators”, IDC Technologies.

10. IEC 60305, ”Insulators for overhead lines with a nominal voltage above 1000 V - Ceramic or glass insulator units for a.c. systems - Characteristics of insulator units of the cap and pin type”, fourth edition, Geneva, Switzerland, 1995.


(56)

LAMPIRAN A

HASIL EKSPERIMEN

Tabel A.1 Hasil Eksperimen untuk Kondisi Isolator Bersih

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

75 ± 2,5

74,1 746,6 30,8 95,1

74,5 749,6 30 91

74 746,8 30,8 94,7

73,9 746,6 30,8 95,8

73,7 746,4 30,8 95,6

80 ± 2,5

79,2 751,1 29,8 92

80,4 751 29,9 93,3

81,1 751,1 29,8 97,9

79 746,7 30,8 93,7

78,5 747,1 30,8 91

85 ± 2,5

82,8 751,1 29,8 88,4

84 751 29,8 92,3

85,6 746,6 27,6 94,4

85,7 746,6 27,4 94,7


(57)

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

90 ± 2,5

90,2 750,8 27,3 88,7

90,6 750,5 27,2 82,3

91 751 27 87,4

91,2 750,9 27,1 88,9

91,4 751,1 27 86,6

95 ± 2,5

94,2 753,4 31,6 83,3

95,7 753,3 31,6 79,1

95,9 753,4 31,6 81,1

94 753,4 31,6 86,3

93,9 753,4 31,5 84,6

100 ± 2,5

99,1 753,3 31,7 71,7

98,8 753,3 31,7 78

98,3 753,3 31,6 75,2

97,9 753,3 31,7 76,5


(58)

Tabel A.2 Hasil Eksperimen untuk Kondisi Isolator Terpolusi Ringan

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

75 ± 2,5

74,7 753,8 32 87

74,8 753,8 32 89,1

74,9 753,8 31,9 84,1

75 753,8 32 81,6

75,9 753,8 32,2 80,3

80 ± 2,5

79,6 753,8 32,3 81,2

80,3 753,7 32,3 76,5

81 753,6 32,4 64,5

81,4 753,8 32 78,3

81,6 753,7 32 77,1

85 ± 2,5

84,6 753,5 32,4 70,3

84,5 753,5 32,4 73,2

83,8 753,6 32,3 80,8

86,4 753,5 32,3 74,2


(59)

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

90 ± 2,5

90,2 753,8 32,4 73,3

89,3 753,7 32,4 79,3

88,6 753,6 32,5 76,1

88 753,7 32,4 70,4

87,9 753,7 32,4 68,8

95 ± 2,5

95,6 753,7 32,6 67

96 753,7 32,3 66,8

96,1 753,8 32,7 54,8

95,1 753,7 32,6 67,2

94,7 753,8 32,6 74,4

100 ± 2,5

99 753,7 33 50,3

99,1 753,7 32,9 48,2

98,8 753,7 32,9 49,5

98,3 753,8 32,8 49,5


(60)

Tabel A.3 Hasil Eksperimen untuk Kondisi Isolator Terpolusi Sedang

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

75 ± 2,5

74,5 753,1 31,3 90,1

74,6 753,3 31,3 91,7

74,7 753,4 31,3 91,4

75,5 753,3 31,3 91,8

76 753,1 31,2 89,4

80 ± 2,5

80,0 755 30,3 71,7

79,8 752,8 30,3 88

79,0 752,8 30,6 88,8

77,7 752,8 30,5 87,2

77,6 752,9 31 90,5

85 ± 2,5

85,2 752,7 30,6 64,0

85,3 752,6 30,6 63,5

86,3 752,6 30,8 69,3

86,8 752,7 30,8 69,8


(61)

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

90 ± 2,5

90,5 752,6 31,1 56,6

90,7 752,6 31,2 58,9

90,9 752,6 31,2 59,4

91,4 752,6 31,4 52,6

91,7 752,6 31,4 53,9

95 ± 2,5

96 752,8 31,1 51,5

95,9 752,8 31,1 52,7

95,8 752,8 31,1 51,1

95,6 752,8 31,1 50,6

93,4 752,8 31,5 55,4

100 ± 2,5

99,1 753 31,2 45,2

99 753 31,2 48,1

98,9 753 31,2 47,0

97,7 753 31,1 49,1


(62)

Tabel A.4 Hasil Eksperimen untuk Kondisi Isolator Terpolusi Berat

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

75 ± 2,5

74,7 755,6 31,3 83,2

74,8 755,6 31,2 91,7

75,4 755,5 31,5 87,9

75,9 755,3 31,9 86

76,3 755,3 31,9 81.7

80 ± 2,5

79,8 755,2 32 79,6

80,5 755,3 32 80,6

81,7 755,3 32 75,6

82 755,3 32 83

78,6 755,2 32 89

85 ± 2,5

84,3 755 32,4 73,1

85 755 32,4 65,8

85,7 755,1 32,4 67,9

86 755 32,4 68,4


(63)

Range %RH P (mmHg) T (°C) V (kV)

90 ± 2,5

90,9 754,7 32,6 55,4

91,2 754,8 32,6 56,5

91,6 754,7 32,4 47,7

89,8 755,2 32,4 62,8

89,4 755,1 32,4 56

95 ± 2,5

94,8 754,7 32,5 46,9

95,4 754,7 32,7 48,3

95,9 754,7 32,7 44,7

96,2 754,7 32,7 48

96,8 754,7 32,5 44,5

100 ± 2,5

98,6 754,7 33 33

98,9 754,7 33 37,9

99,1 754,7 33 32,2

98 754,7 33,1 38


(64)

LAMPIRAN B

HASIL PENGUKURAN ARUS DAN TEGANGAN UNTUK

PERHITUNGAN KONDUKTIVITAS LARUTAN

Tabel B.1 Hasil Pengukuran Arus dan Tegangan untuk Kondisi Isolator Terpolusi Ringan

No

Air Bersih Air Polutan

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

1 9,19 0,21 28 9,18 0,793 28

2 9,19 0,218 28 9,17 0,818 28

 Kondisi isolator terpolusi ringan

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air bersih:

Vrata-rata = 9,215 v, Irata-rata = 0,200 mA

σ1 = (0,28 * 0,2 x 10-3)/(9,215 * 4,9087 x 10-4)

= 0,01238 S/m

b = 0,02277–[(27-20)/10*(0,02277-0,01905)] = 0,020166

σ1 (20 °C) = 0,01238 *[1 – 0,020166*(27-20)]

= 0,0106S/m D1 = (5,7* 0,0106)1,03


(65)

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air polutan:

Vrata-rata = 9,2 v, Irata-rata = 0,294 mA

σ2 = (0,28 * 0,294 x 10-3)/(9,2 * 4,9087 x 10-4)

= 0,01822 S/m b = 0,020166

σ2 (20 °C) = 0,01822 *[1 – 0,020166*(27-20)]

= 0,01565S/m D2 = (5,7* 0,01565)1,03

= 0,083 mg/cm3

 Tingkat ESDD:

ESDD = 1000 * (0,083-0,055) /1500 = 0,01867 mg/cm2

Dari hasil perhitungan di atas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.


(66)

Tabel B.2 Hasil Pengukuran Arus dan Tegangan untuk Kondisi Isolator Terpolusi Sedang

No

Air Bersih Air Polutan

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

1 9,22 0,195 27 9,2 0,293 27

2 9,21 0,205 27 9,2 0,295 27

 Kondisi isolator terpolusi sedang

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air bersih:

Vrata-rata = 9,19 v, Irata-rata = 0,214 mA

σ1 = (0,28 * 0,214 x 10-3)/(9,19 * 4,9087 x10-4)

= 0,01328 S/m

b = 0,02277–[(28-20)/10*(0,02277-0,01905)] = 0,019794

σ1 (20 °C) = 0,01328 *[1 – 0,019794*(28-20)]

= 0,0111S/m D1 = (5,7* 0,0111)1,03

= 0,058 mg/cm3

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air polutan:

Vrata-rata = 9,175 v, Irata-rata = 0,8055 mA

σ2 = (0,28 *0,8055x 10-3)/(9,175 *4,9087x10-4)

= 0,05007 S/m b = 0,019794


(67)

= 0,042S/m D2 = (5,7* 0,042)1,03

= 0,229 mg/cm3

 Tingkat ESDD:

ESDD = 1000 * (0,229-0,058) /1500 = 0,114 mg/cm2

Dari hasil perhitungan di atas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.


(68)

Tabel B.3 Hasil Pengukuran Arus dan Tegangan untuk Kondisi Isolator Terpolusi Berat

No

Air Bersih Air Polutan

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

Tegangan

(Volt) Arus (mA) θ (°C)

1 9,23 0,204 29 9,24 1,404 29

2 9,23 0,203 29 9,23 1,438 29

 Kondisi isolator terpolusi berat

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air bersih:

Vrata-rata = 9,23 v, Irata-rata = 0,2035 mA

σ1 = (0,28* 0,2035x 10-3)/(9,23* 4,9087x 10-4)

= 0,0125 S/m

b = 0,02277–[(29-20)/10*(0,02277-0,01905)] = 0,019422

σ1 (20 °C) = 0,0125 *[1 – 0,019422*(29-20)]

= 0,0103S/m D1 = (5,7* 0,0103)1,03

= 0,054 mg/cm3

 Perhitungan konduktivitas dan salinitas air polutan:

Vrata-rata = 9,235 v, Irata-rata = 1,421 mA

σ2 = (0,28* 1,421 x 10-3)/(9,235* 4,9087x 10-4)

= 0,0878 S/m b = 0,019422


(69)

σ2 (20 °C) = 0,0878 *[1 – 0,019422*(29-20)]

= 0,07245S/m D2 = (5,7* 0,07245)1,03

= 0,402 mg/cm3

 Tingkat ESDD:

ESDD = 1000 * (0,402-0,054) /1500 = 0,232 mg/cm2

Dari hasil perhitungan di atas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.


(70)

LAMPIRAN C

TEGANGAN LEWAT DENYAR PADA SUHU 20 ºC DAN

TEKANAN 760 mmHg

Tabel C.1 Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg untuk Kondisi Isolator Bersih

Range %RH %RH

rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,1

74,04

95,1 0,95 100,25

99,43

74,5 91 0,95 95,29

74 94,7 0,95 99,80

73,9 95,8 0,95 100,99

73,7 95,6 0,95 100,81

80 ± 2,5

79,2

79,64

92 0,96 96,09

98,09

80,4 93,3 0,96 97,49

81,1 97,9 0,96 102,25

79 93,7 0,95 98,76


(71)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

85 ± 2,5

82,8

84,8

88,4 0,96 92,33

97,54

84 92,3 0,96 96,41

85,6 94,4 0,96 98,47

85,7 94,7 0,96 98,71

85,9 97,6 0,96 101,77

90 ± 2,5

90,2

90,88

88,7 0,97 91,91

89,86

90,6 82,3 0,97 85,28

91 87,4 0,97 90,45

91,2 88,9 0,97 92,04

91,4 86,6 0,97 89,61

95 ± 2,5

94,2

94,74

83,3 0,95 87,25

86,81

95,7 79,1 0,95 82,86

95,9 81,1 0,95 84,95

94 86,3 0,95 90,39


(72)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

100 ± 2,5

99,1

98,36

71,7 0,95 75,13

79,69

98,8 78 0,95 81,74

98,3 75,2 0,95 78,78

97,9 76,5 0,95 80,16


(73)

Tabel C.2 Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg untuk Kondisi Isolator Terpolusi Ringan

Range %RH %RH

rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,7

75,06

87 0,95 91,20

88,50

74,8 89,1 0,95 93,40

74,9 84,1 0,95 88,13

75 81,6 0,95 85,54

75,9 80,3 0,95 84,23

80 ± 2,5

79,6

80,78

81,2 0,95 85,20

79,22

80,3 76,5 0,95 80,28

81 64,5 0,95 67,72

81,4 78,3 0,95 82,08

81,6 77,1 0,95 80,83

85 ± 2,5

84,6

85,28

70,3 0,95 73,82

77,76

84,5 73,2 0,95 76,86

83,8 80,8 0,95 84,80

86,4 74,2 0,95 77,89


(74)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

90 ± 2,5

90,2

88,8

73,3 0,95 76,94

77,25

89,3 79,3 0,95 83,24

88,6 76,1 0,95 79,92

88 70,4 0,95 73,90

87,9 68,8 0,95 72,22

95 ± 2,5

95,6

95,5

67 0,95 70,38

69,36

96 66,8 0,95 70,10

96,1 54,8 0,95 57,57

95,1 67,2 0,95 70,59

94,7 74,4 0,95 78,14

100 ± 2.5

99

98,68

50,3 0,95 52,91

52,88

99,1 48,2 0,95 50,68

98,8 49,5 0,95 52,05

98,3 49,5 0,95 52,02


(75)

Tabel C.3 Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg untuk Kondisi Isolator Terpolusi Sedang

Range %RH %RH

rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,5

75,06

90,1 0,96 94,32

95,11

74,6 91,7 0,96 95,97

74,7 91,4 0,96 95,64

75,5 91,8 0,96 96,07

76 89,4 0,96 93,55

80 ± 2,5

80

78,82

71,7 0,96 74,62

89,00

79,8 88 0,96 91,85

79 88,8 0,96 92,78

77,7 87,2 0,96 91,08

77,6 90,5 0,96 94,67

85 ± 2,5

85,2

86,12

64 0,96 66,88

71,15

85,3 63,5 0,96 66,36

86,3 69,3 0,96 72,47

86,8 69,8 0,96 72,99


(76)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

90 ± 2,5

90,5

91,04

56,6 0,96 59,25

58,94

90,7 58,9 0,95 61,68

90,9 59,4 0,95 62,20

91,4 52,6 0,95 55,12

91,7 53,9 0,95 56,48

95 ± 2,5

96

95,34

51,5 0,96 53,90

54,71

95,9 52,7 0,96 55,15

95,8 51,1 0,96 53,48

95,6 50,6 0,96 52,95

93,4 55,4 0,95 58,05

100 ± 2,5

99,1

98,46

45,2 0,96 47,31

50,11

99 48,1 0,96 50,34

98,9 47 0,96 49,19

97,7 49,1 0,96 51,37


(77)

Tabel C.4 Tegangan Lewat Denyar pada Suhu 20 °C dan Tekanan 760 mmHg untuk Kondisi Isolator Terpolusi Berat

Range %RH %RH

rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,7

75,42

83,2 0,96 86,81

89,92

74,8 91,7 0,96 95,64

75,4 87,9 0,96 91,78

75,9 86 0,96 89,94

76,3 81,7 0,96 85,44

80 ± 2,5

79,8

80,52

79,6 0,96 83,28

85,33

80,5 80,6 0,96 84,32

81,7 75,6 0,96 79,09

82 83 0,96 86,83

78,6 89 0,96 93,12

85 ± 2,5

84,3

85,5

73,1 0,95 76,60

72,41

85 65,8 0,95 68,95

85,7 67,9 0,95 71,15

86 68,4 0,95 71,68


(78)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

90 ± 2,5

90,9

90,58

55,4 0,95 58,12

58,37

91,2 56,5 0,95 59,26

91,6 47,7 0,95 50,01

89,8 62,8 0,95 65,79

89,4 56 0,95 58,68

95 ± 2,5

94,8

95,82

46,9 0,95 49,18

48,76

95,4 48,3 0,95 50,69

95,9 44,7 0,95 46,91

96,2 48 0,95 50,37

96,8 44,5 0,95 46,67

100 ± 2,5

98,6

98,56

33 0,95 34,66

37,46

98,9 37,9 0,95 39,81

99,1 32,2 0,95 33,82

98 38 0,95 39,93


(1)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,7

75,06

87 0,95 91,20

88,50

74,8 89,1 0,95 93,40

74,9 84,1 0,95 88,13

75 81,6 0,95 85,54

75,9 80,3 0,95 84,23

80 ± 2,5

79,6

80,78

81,2 0,95 85,20

79,22

80,3 76,5 0,95 80,28

81 64,5 0,95 67,72

81,4 78,3 0,95 82,08

81,6 77,1 0,95 80,83

85 ± 2,5

84,6

85,28

70,3 0,95 73,82

77,76

84,5 73,2 0,95 76,86

83,8 80,8 0,95 84,80

86,4 74,2 0,95 77,89


(2)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

90 ± 2,5

90,2

88,8

73,3 0,95 76,94

77,25

89,3 79,3 0,95 83,24

88,6 76,1 0,95 79,92

88 70,4 0,95 73,90

87,9 68,8 0,95 72,22

95 ± 2,5

95,6

95,5

67 0,95 70,38

69,36

96 66,8 0,95 70,10

96,1 54,8 0,95 57,57

95,1 67,2 0,95 70,59

94,7 74,4 0,95 78,14

100 ± 2.5

99

98,68

50,3 0,95 52,91

52,88

99,1 48,2 0,95 50,68

98,8 49,5 0,95 52,05

98,3 49,5 0,95 52,02


(3)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,5

75,06

90,1 0,96 94,32

95,11

74,6 91,7 0,96 95,97

74,7 91,4 0,96 95,64

75,5 91,8 0,96 96,07

76 89,4 0,96 93,55

80 ± 2,5

80

78,82

71,7 0,96 74,62

89,00

79,8 88 0,96 91,85

79 88,8 0,96 92,78

77,7 87,2 0,96 91,08

77,6 90,5 0,96 94,67

85 ± 2,5

85,2

86,12

64 0,96 66,88

71,15

85,3 63,5 0,96 66,36

86,3 69,3 0,96 72,47

86,8 69,8 0,96 72,99


(4)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

90 ± 2,5

90,5

91,04

56,6 0,96 59,25

58,94

90,7 58,9 0,95 61,68

90,9 59,4 0,95 62,20

91,4 52,6 0,95 55,12

91,7 53,9 0,95 56,48

95 ± 2,5

96

95,34

51,5 0,96 53,90

54,71

95,9 52,7 0,96 55,15

95,8 51,1 0,96 53,48

95,6 50,6 0,96 52,95

93,4 55,4 0,95 58,05

100 ± 2,5

99,1

98,46

45,2 0,96 47,31

50,11

99 48,1 0,96 50,34

98,9 47 0,96 49,19

97,7 49,1 0,96 51,37


(5)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata

-rata

75 ± 2,5

74,7

75,42

83,2 0,96 86,81

89,92

74,8 91,7 0,96 95,64

75,4 87,9 0,96 91,78

75,9 86 0,96 89,94

76,3 81,7 0,96 85,44

80 ± 2,5

79,8

80,52

79,6 0,96 83,28

85,33

80,5 80,6 0,96 84,32

81,7 75,6 0,96 79,09

82 83 0,96 86,83

78,6 89 0,96 93,12

85 ± 2,5

84,3

85,5

73,1 0,95 76,60

72,41

85 65,8 0,95 68,95

85,7 67,9 0,95 71,15

86 68,4 0,95 71,68


(6)

Range %RH %RH rata-rata

V (kV) δ V’ (kV) V’ rata -rata

90 ± 2,5

90,9

90,58

55,4 0,95 58,12

58,37

91,2 56,5 0,95 59,26

91,6 47,7 0,95 50,01

89,8 62,8 0,95 65,79

89,4 56 0,95 58,68

95 ± 2,5

94,8

95,82

46,9 0,95 49,18

48,76

95,4 48,3 0,95 50,69

95,9 44,7 0,95 46,91

96,2 48 0,95 50,37

96,8 44,5 0,95 46,67

100 ± 2,5

98,6

98,56

33 0,95 34,66

37,46

98,9 37,9 0,95 39,81

99,1 32,2 0,95 33,82

98 38 0,95 39,93