Penelitian Tindakan Kelas PKn SD

(1)

1

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA BAGI SISWA KELAS VI SEMESTER I SD NEGERI WIROGUNAN 03 KARTASURA

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh:

Sri Wijianti, S. Pd. NIP. 19600317 198206 2 001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn; dan 2) hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di SD Negeri Wirogunan 03 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo selama dua bulan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 13 orang siswa. Objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran PKn Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara melalui penerapan model Value Clarification Technique.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan; dan 2) Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Kata Kunci: Hasil belajar, aktivitas belajar, pembelajaran PKn, model Value Clarification Technique.


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pada prakteknya, pembelajaran PKn masih menghadapi banyak kendala-kendala. Kendala-kendala yang dimaksud antara lain meliputi: Pertama, guru pengampu mata Pelajaran PKn masih mengalami kesulitan dalam mengaktifkan siswa untuk terlibat langsung dalam proses penggalian dan penelaahan bahan pelajaran. Kedua, sebagian siswa memandang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bersifat konseptual dan teoritis. Akibatnya siswa ketika mengikuti pembelajaran PKn merasa cukup mencatat dan menghafal konsep-konsep dan teori-teori yang diceramahkan oleh guru, tugas-tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak serius dan bila dikerjakan pun sekedar memenuhi formalitas.

Hal yang sama juga terjadi pada siswa di kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Siswa cenderung menganggap pembelajaran PKn sebagai mata pelajaran yang kurang penting. Mereka lebih mementingkan mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Sehingga dengan KKM yang tidak begitu tinggi, yaitu dengan KKM > 68.00, masih cukup banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan observasi pratindakan yang dilakukan di kelas VI SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura, dalam pembelajaran PKn menunjukkan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat ketuntasan kelas yang baru mencapai 53.85% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 66.46.

Selain itu, model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi yaitu ceramah, Tanya jawab, dan penugasan, sehingga kurang aktif dalam dalam pembelajaran dan cenderung bosan mengikuti pelajaran. Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka sebagai guru PKn hendaknya menjadi teladan dalam ber-perilaku dengan menunjukkan contoh prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan di sekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran dengan fokus mendorong siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan siswa terlibat secara aktif, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat memperoleh pengetahuan secara lebih baik.

Upaya perbaikan yang dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan model Value Clarification Technique (VCT). Model pembelajaran VCT, dianggap


(3)

unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran PKn, siswa diharapkan dapat memperoleh situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Selain itu, perbaikan yang dilakukan guru tersebut akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang permasalahan tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ini:

1. Apakah penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn?

2. Apakah penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015? Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah pada bagian sebelumnya, selaanjutnya dapat dikemukakan tujuan dilakukannya penelitian. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn melalui penerapan model Value Clarification Technique.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique.


(4)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah:

1. Bagi Siswa

Perbaikan dengan menerapkan model VCT Percontohan akan membawa peserta didik ke situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

2. Bagi Guru

Perbaikan dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran secara optimal.

3. Bagi Sekolah

Pendidikan di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas seiring dengan kemampuan profesional para pendidiknya. Selain itu, penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang keliru, serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.

LANDASAN TEORI Pembelajaran PKn

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, “pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air". Melalui mata pelajaran PKn siswa diharapkan untuk mempunyai pengetahuan tentang NKRI, memiliki sikap menghormati, menghargai dan memiliki tanggung jawab akan dirinya sendiri, bangsa dan negara serta memiliki keterampilan untuk menjalin hubungan di dalam negeri ataupun di luar negeri sesuai dengan nilai dan norma yang ada.

Selanjutnya, Aziz Wahab, dkk. (Cholisin, 2004: 10) mengemukakan bahwa, “Pendidikan Kewarganegaraan ialah media pengajaran yang akan meng -Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab”. Melalui mata pelajaran PKn diharapkan siswa memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan NKRI.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang memberikan pengetahuan tentang nilai dan menanamkan sikap demokratis kepada siswa, agar siswa memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa tanggung jawab untuk mempertahankan NKRI.


(5)

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan;

2) Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: Tertib dalam lingkungan keluarga , Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional; 3) Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban

anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM;

4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara;

5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi;

6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi;

7) Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globlalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

Hasil Belajar

Menurut Tirtonagoro (2007: 43) bahwa: “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.”

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:70) yang dimaksud prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.”

Sardiman (2010) menyatakan bahwa hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)


(6)

maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Oleh karena itu, apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah tidak hanya berupa penguasaan konsep tetapi juga keterampilan dan sikap.

Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Maslow (dalam Sudjana, 2007: 22) bahwa:

Prestasi belajar suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu pula manusia yang berada di bangku sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.

Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2003: 107) sebagai berikut: “a) Faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan instrumental; b) Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.”

Aktivitas Belajar

Aktivitas berasal dari bahasa inggris activity yang berarti kegiatan (Echols dan Shadily, 2000: 10). Bigot mengartikan aktivitas sebagai “sifat mudah atau sukar bertindak dengan sendirinya” (Bigot, 1990: 275). Dalam hal ini, aktivitas diartikan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran. Menurut Hamalik (2008: 89-90), siswa adalah suatu organisme yang hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan sedang berkembang. Nasution (1986: 92), menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran setiap siswa terdapat ”prinsip aktif” yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan tingkah lakunya. Pembelajaran perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang ke arah tujuan tertentu.

Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran perlu ditekankan adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun


(7)

emosional. Di dalam pembelajaran, siswa dibina dan dikembangkan keaktifannya melalui tanya jawab, berfikir kritis, diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam pelaksanaan praktikum, pengamatan dan diskusi juga mempertanggungjawabkan segala hasil dari pekerjaan yang ditugaskan. Dalam pembelajaran, menurut Bruner yang dikutip Ruseffendi (1997: 178) siswa haruslah aktif untuk menemukan prinsip-prinsip dan mendapatkan pengalaman untuk melakukan eksperimen, dan guru mendorong siswa untuk melakukan aktivitasnya. Dalam teori belajarnya, Bruner sangat menyarankan keaktifan siswa dalam proses belajar secara penuh untuk mencapai hasil yang maksimal.

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Pada proses belajar, siswa tidak hanya menerima, tetapi diharapkan untuk menemukan sendiri (Suherman, 2010: 157). Sanjaya (2007: 130) berpendapat bahwa belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan pengertian aktivitas dan belajar di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan–kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Aktivitas belajar dapat dilakukan di mana saja, di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang dominan untuk mengambangkan aktivitas belajar siswa. Dierdrich sebagaimana dikutip Sardiman (2010: 99-100) membuat daftar berisi beberapa macam kegiatan siswa, yaitu: 1) Visual activities; 2) Oral activities; 3) Listening activities; 4) Writing activities; 5) Drawing activities; 6) Motor activities; 7) Mental activities; dan 8) Emotional activities.


(8)

Pembelajaran Model Value Clarification Technique (VCT)

Model pembelajaran VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya (Sanjaya, 2008: 283).

Menurut Taniredja, dkk., (Taniredja, dkk., 2012: 87-88) model VCT merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Hall (Adisusilo, 2013: 144) juga menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT merupakan suatu model pembelajaran dengan teknik yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, mencari, dan menentukan nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya dalam menghadapi suatu persoalan. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Tujuan penggunaan dari model VCT dalam pembelajaran adalah sebagai berikut (Taniredja, dkk., 2012: 88):

1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai;

2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai;

3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melaui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral; dan

4) Melatih siswa dalam menerima/menilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari


(9)

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model VCT bertujuan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa, menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai, menanamkan nilai-nilai tertentu melalui cara yang rasional, dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan terhadap suatu persoalan. Dengan demikian, siswa mempunyai keterampilan dalam menentukan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya yang akan menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.

Model pembelajaran VCT analisis nilai, penerapan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran menurut Ariantha (http://putra-ariantha.blogspot.com) adalah sebagai berikut:

1) Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film;

2) Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berpikir atau berdialog sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi;

3) Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok, atau klasikal;

4) Menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok, dan klasikal);

5) Pembahasan/pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran; dan

6) Penyimpulan

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran VCT analisis nilai seperti yang dijelaskan oleh Ariantha karena lebih mudah untuk diterapkan dan sesuai dengan pengertian tentang analisis nilai menurut Komalasari. Dengan demikian, dalam penerapan model pembelajaran VCT perlu memperhatikan langkah-langkah pelaksanaan tersebut. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran PKn di kelas VI SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura, Kabupaten Sukoharjo pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 membahas mengenai Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. Materi pokok yang dibahas dalam konsep tersebut adalah berupa: Proses perumusan Pancasila; Persiapan Kemerdekaan Indonesia; Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia; Perumusan Dasar Negara RI; Isi perumusan Dasar Negara; Panitia Sembilan; Anggota Panitia Sembilan; Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia; dan Rumusan Pancasila yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Dalam menyampaikan materi pelajaran khususnya mata pelajaran PKn guru kelas VI SD Negeri Negeri Wirogunan 03 Kartasura masih menggunakan metode


(10)

ceramah. Guru belum mengembangkan model pembelajaran yang lain. Mayoritas siswa terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran PKn, hasil belajar siswa juga masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan KKM > 68.00, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 66.46.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan model Value Clarification Technique (VCT). Melalui model tersebut siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan aktivitas belajar yang tinggi diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih optimal.

Kerangka pemikiran tersebut dapat disajikan secara skematis ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

2. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015.

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

Pembelajaran PKn dilakukan dengan ceramah Pembelajaran

bersifat teacher-centered

Siswa kurang aktif

Hasil belajar kurang optimal

Guru menerapkan model VCT Pembelajaran

bersifat student-centered

Siswa didorong aktif terlibat Siswa belajar

PKn dengan aktif

Guru sebagai fasilitator Aktivitas belajar

meningkat Siswa

memperoleh pembelajaran bermakna

Hasil belajar PKn meningkat


(11)

METODE PENELITIAN Setting Penelitian

Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan adalah tentang perbaikan kualitas pembelajaran PKn materi “Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara” di kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015, maka penelitian dilakukan di kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu dari minggu ke I bulan September 2014 hingga minggu VI bulan Oktober 2014.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 13 orang siswa. Alasan pemilihan subjek didasari adanya fakta bahwa kelas tersebut mempunyai ketuntasan belajar yang rendah dalam pelajaran PKn khususnya pada materi ”Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara”.

Prosedur Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Andreas Priyono (2000 : 4) menyatakan bahwa "Penelitian tindakan keras adalah penelitian reflektif yang dilakukan pendidik sendiri dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan prestasi, pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, dan pengembangan keterampilan mengajar". Kemudian Syukur (2001 : 12) menyatakan bahwa "Penelitian tindakan kelas adalah jembatan antara teori dan praktik yang secara kolaboratif pendidik dapat melakukan penelitian terhadap proses dan produk pembeiajaran secara reflektif di kelas".

Prosedur penelitian tindakan ini dilakukan ke dalam empat tahapan tersebut. Adapun siklus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dua siklus.

Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam mencapai tujuan tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2006: 65) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap siklus terdiri dari dua atau tiga tindakan pembelajaran, sedangkan setiap tindakan pembelajaran mencakup empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi-evaluasi.

Agar lebih jelas, model tindakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan ke dalam bagan skematis sebagai berikut:


(12)

Gambar 2. Bagan Model Siklus Tindakan Tindakan Siklus I

Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan meliputi sebagai berikut: 1) Guru melakukan identifikasi terhadap permasalahan; 2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); 3) Guru mempersiapkan materi pembelajaran; 4) Guru menyusun skenario pembelajaran model Value Clarification Technique (VCT); 5) Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya tindakan pembelajaran seperti tata letak meja belajar untuk belajar interaktif, menyiapkan buku sumber rujukan yang relevan dengan materi pembelajaran, dan lain sebagainya; 6) Menyiapkan instrumen observasi berupa instrumen pengamatan aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar; 7) Guru dengan kolaborator membahas dan mendeskripsikan secara jelas peran guru sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan sebagai evaluator; dan 8)Guru dengan kolaborator melaksanakan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji keterlaksanaannya di lapangan

Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran PKn dengan penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dilaksanakan sebagai berikut: 1) Guru memberikan apersepsi tentang materi yang akan dijelaskan dan menjelaskan materi konsep ”Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara”; 2) Guru memberikan kesempatan siswa bertanya; 3) Guru membagi siswa ke dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 7 dan 6

Perencanaan Refleksi Tindakan/ Observasi-evaluasi

Perbaikan Rencana Refleksi

Tindakan/ Observasi-evaluasi


(13)

orang orang siswa; 4) Guru memberikan penugasan kelompok; 5) Siswa mengerjakan tugas kelompok dan mendiskusikannya di dalam kelompok; dan 6)Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas;

Observasi

Kegiatan pengamatan dalam pembelajaran PKn dengan penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dilaksanakan sebagai berikut: 1) Kolaborator melakukan pengamatan terhadap kinerja siswa dalam kelompok serta kinerja guru dalam pembelajaran; dan 2) Guru dan kolaborator mempersiapkan instrumen berupa tes untuk penugasan secara individual.

Refleksi Hasil Tindakan

Refleksi dilakukan untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembelajaran Siklus I. Kekurangan yang ada pada tindakan pembelajaran Siklus I dipergunakan sebagai bahan perbaikan untuk tindakan pembelajaran Siklus II.

Tindakan Siklus II

Tahapan yang dilakukan pada tindakan pembelajaran Siklus II sama dengan apa yang dilakukan pada tindakan pembelajaran Siklus I. Perencanaan dalam tindakan pembelajaran Siklus II dilakukan dengan memperhatikan hasil refleksi dari tindakan pembelajaran Siklus I.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan ini adalah teknik tes, observasi, dan dokumen.

1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan/latihan soal yang digunakan dan mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu/kelompok (Arikunto, 1997:29).

2. Observasi

Teknik Observasi dalam penelitian ini adalah mengamati secara langsung dengan teliti, cermat, hati-hati terhadap fenomena dalam pembelajaran PKn pada kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT).

3. Dokumen

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa foto, data nilai hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn pada kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT).


(14)

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan sajian visual yang menggambarkan bahwa tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan atau perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya.

Analisis data kualitatif diperoleh melalui pengamatan berupa aktivitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn materi “Proses Pemilu dan Pilkada” dengan menggunakan metode PBI. Data diolah dengan menggunakan metode komparatif konstan seperti yang disarankan oleh Strauss dan Glasser (Moleong, 2004: 288-289). Strauss dan Glasser menyatakan bahwa, secara umum, proses analisis data mencakup reduksi data, klasifikasi data, sintesis data dan diakhiri dengan pembuktian hipotesis tindakan. Indikator Kinerja Penelitian

Indikator kinerja dalam penelitian ini mencakup indikator keberhasilan tindakan pada aspek hasil belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila telah memperoleh nilai >

68.00.

2. Siswa secara klasikal dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila nilai rata-rata kelas > 68.00.

3. Pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasiklai > 80.00%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Aktivitas Belajar Siswa

Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada kondisi awal menunjukkan bahwa sebagian besar siswa terlihat pasif dalam kegiatan pembelajaran sebelum dilakukannya tindakan. Hal ini menjadi dasar dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran dengan fokus meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Tindakan perbaikan yang dilakukan guru dengan menerapkan model Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran PKn berhasil meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya


(15)

jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.

Tabel 1

Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

No. Kategori Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Jml % Jml % Jml %

1. Aktif

(Skor 27 – 36)

2 15.38% 4 30.77% 7 53.85%

2. Cukup Aktif (Skor 17 – 26)

4 30.77% 5 38.46% 4 30.77%

3. Kurang Aktif (Skor 9 – 16)

7 53.85% 4 30.77% 2 15.38%

Jumlah 13 100.00% 13 100.00% 13 100.00%

Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 3 Diagram Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

0 1 2 3 4 5 6 7

Awal Siklus I Siklus II

2

4

7

4

5

4 7

4

2


(16)

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa berupa faktor yang ada dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar dari siswa (eksternal). Terkait dengan aktivitas belajar tersebut, Harmer (2005: 14) menjelaskan bahwa aktivitas belajar berkaitan dengan mengenai adanya motivasi, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Harmer dikatakan bahwa “intrinsic motivation consists of learning for personal reasons as an end in itself, whereas extrinsic motivation stems from a desire for an external reward”. Demikian pula dalam hal pembelajaran sejarah, keberhasilan sangat ditentukan oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang ada pada diri siswa.

Dorongan yang diberikan guru dapat menciptakan keberanian dalam diri siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Hal ini dapat mendorong adanya keinginan untuk melakukan suatu usaha dengan melakukan latihan dalam proses belajar pada diri siswa. Dengan demikian maka aktivitas belajar siswa semakin meningkat dalam proses pembelajaran. Meningkatnya aktivitas belajar tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Hasil Belajar Siswa

Hipotesis tindaka ya g e yataka bahwa Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogu a Kartasura tahu pelajara / terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Tingkat ketuntasan belajar siswa pada tahap awal sebelum dilakukannya tindakan pembelajaran adalah sebesar 53.85%. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%. Tingkat ketuntasan belajar siswa tersebut mengalami peningkatan menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Ditinjau dari nilai rata-rata hasil belajar, penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar PKn siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 pada kondisi awal adalah sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00.


(17)

Data peningkatan tingkat ketuntasan belajar dan nilai rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran dari tahap awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Tabel 2

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Pembelajaran Siklus II

No. Ketuntasan

Awal Siklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Tuntas 7 53.85 9 69.23 13 100.00 2. Blm Tuntas 6 46.15 4 30.77 0 0.00

Jumlah 13 100.00 13 100.00 13 100.00 Nilai Rata-rata 66.46 69.85 74.00

Perkembangan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 4 Diagram Data Tingkat Ketuntasan Belajar Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Pembelajaran Siklus II

0 2 4 6 8 10 12 14

Awal Siklus I Siklus II

7

9

13

6

4

0


(18)

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif mengalami peningkatan dari sebesar 15.38% pada kondisi awal, meningkat menjadi 30.77% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 53.85% pada tindakan Siklus II.

2. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 53.85%. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Siswa diharapkan lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang dilakukan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

2. Bagi Guru

Guru disarankan untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariatif dan inovatif.


(19)

Pihak sekolah disarankan untuk mendorong para guru agar mau mencoba menggunakan berbagai metode pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada para guru tentang metode-metode pembelajaran inovatif. DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT. Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press. Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT.

Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press. Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum

2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwiyatmi, Sri Harini. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.

Hidayat, Komarudin. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Grup.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Taniredja, Tukiran. dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Winaputra, S. Udin. 2009. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Bio Data Penulis:

Nama : Sri Wijianti, S. Pd. NIP : 19600317 198206 2 001 Jabatan : Kepala Sekolah

Unit Kerja : SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura


(20)

(1)

jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.

Tabel 1

Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

No. Kategori Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Jml % Jml % Jml %

1. Aktif

(Skor 27 – 36)

2 15.38% 4 30.77% 7 53.85%

2. Cukup Aktif (Skor 17 – 26)

4 30.77% 5 38.46% 4 30.77%

3. Kurang Aktif (Skor 9 – 16)

7 53.85% 4 30.77% 2 15.38%

Jumlah 13 100.00% 13 100.00% 13 100.00%

Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 3 Diagram Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

0 1 2 3 4 5 6 7

Awal Siklus I Siklus II

2

4

7

4

5

4 7

4

2


(2)

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa berupa faktor yang ada dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar dari siswa (eksternal). Terkait dengan aktivitas belajar tersebut, Harmer (2005: 14) menjelaskan bahwa aktivitas belajar berkaitan dengan mengenai adanya motivasi, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Harmer dikatakan bahwa “intrinsic motivation consists of learning for personal reasons as an end in itself, whereas extrinsic motivation stems from a desire for an external reward”. Demikian pula dalam hal pembelajaran sejarah, keberhasilan sangat ditentukan oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang ada pada diri siswa.

Dorongan yang diberikan guru dapat menciptakan keberanian dalam diri siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Hal ini dapat mendorong adanya keinginan untuk melakukan suatu usaha dengan melakukan latihan dalam proses belajar pada diri siswa. Dengan demikian maka aktivitas belajar siswa semakin meningkat dalam proses pembelajaran. Meningkatnya aktivitas belajar tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Hasil Belajar Siswa

Hipotesis tindaka ya g e yataka bahwa Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogu a Kartasura tahu pelajara / terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Tingkat ketuntasan belajar siswa pada tahap awal sebelum dilakukannya tindakan pembelajaran adalah sebesar 53.85%. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%. Tingkat ketuntasan belajar siswa tersebut mengalami peningkatan menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Ditinjau dari nilai rata-rata hasil belajar, penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar PKn siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 pada kondisi awal adalah sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00.


(3)

Data peningkatan tingkat ketuntasan belajar dan nilai rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran dari tahap awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Tabel 2

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Pembelajaran Siklus II

No. Ketuntasan

Awal Siklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Tuntas 7 53.85 9 69.23 13 100.00

2. Blm Tuntas 6 46.15 4 30.77 0 0.00

Jumlah 13 100.00 13 100.00 13 100.00

Nilai Rata-rata 66.46 69.85 74.00

Perkembangan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 4 Diagram Data Tingkat Ketuntasan Belajar Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Pembelajaran Siklus II

0 2 4 6 8 10 12 14

Awal Siklus I Siklus II

7

9

13

6

4

0


(4)

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif mengalami peningkatan dari sebesar 15.38% pada kondisi awal, meningkat menjadi 30.77% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 53.85% pada tindakan Siklus II.

2. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 53.85%. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Siswa diharapkan lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang dilakukan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

2. Bagi Guru

Guru disarankan untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariatif dan inovatif.


(5)

Pihak sekolah disarankan untuk mendorong para guru agar mau mencoba menggunakan berbagai metode pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada para guru tentang metode-metode pembelajaran inovatif. DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT. Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press. Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT.

Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press. Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum

2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwiyatmi, Sri Harini. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.

Hidayat, Komarudin. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Grup.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Taniredja, Tukiran. dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Winaputra, S. Udin. 2009. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Bio Data Penulis:

Nama : Sri Wijianti, S. Pd. NIP : 19600317 198206 2 001 Jabatan : Kepala Sekolah

Unit Kerja : SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura


(6)