Perancangan media informasi ragam hias Rumah Adat Batak (GORGA)

(1)

(2)

(3)

(4)

Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama : Leo Marisco Simamora Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tpt/Tgl Lahir : Banda Aceh, 16 Agustus 1988 Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Mahasiswa

Tinggi/berat badan : 169 cm, 60 kg Agama : Kristen Protestan

Alamat Lengkap : Jl. Bajak V Komp. Kehutanan Blok K.12, Medan-Amplas , Sumatera Utara

No. Hp : 085721202720

E-mail : leo.marisco@yahoo.co.id

Pendidikan

1994 – 2000 : SD St. Yoseph 1, Medan-Sumatera Utara 2000 – 2003 : SLTP St. Thomas 1, Medan-Sumatera Utara 2003 – 2006 : SMAN 5, Medan-Sumatera Utara

2006 – 2007 : Program Profesional (D-1) STT-Telkom, Bandung-Jawa Barat 2007 – 20013 : Program Sarjana (S-1) Desain Komunikasi Visual, Universitas

Komputer Indonesia, Bandung-Jawa Barat

Kemampuan

• Komputer : Microsoft Word, Microsoft PowerPoint, Adobe Photoshop, Adobe Flash, Adobe Illustrator, CorelDraw, Google SketchUp

• Bidang Lain : Layout, Manual Drawing • Bahasa : Indonesia, English, Batak


(5)

Organisasi

• Kriyasana Mahasiswa Desain Grafis Indonesia (KMDGI 9) Tempat Acara : Universitas Widyatama Bandung

Posisi : Artistik dan Forum

• Paskah Muda Bandung Raya GMKI Bandung 2011 Tempat Acara : ITHB Bandung

Posisi : Publikasi dan Dokumentasi

Pengalaman Bekerja

• PT. Izdihar Karya Setia

Lokasi : Graha IKS Komplek Duta Mas Fatmawati

Jl. RS. Fatmawati No.39 Blok D 2/6 Cipete Utara - Jakarta Selatan Periode : September 2012 - Maret 2013

Status : Pegawai Kontrak Posisi : Desain Grafis


(6)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI RAGAM HIAS RUMAH ADAT BATAK TOBA (GORGA)

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2012-2013

Oleh :

Leo Marisco Simamora 51907707

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Budaya erat kaitannya dengan sekeliling kita. Kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan, karya, serta hasil karya manusia yang dicapai melalui belajar. Kebudayaan juga merupakan hasil adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Sebagai hasil belajar dan beradaptasi, kebudayaan akan terus berubah mengikuti perkembangan jaman. Kelahiran Tugas Akhir penelitian ini menjadi titik terang bagi kita, sebagai citra diri seiring globalisasi dan teknologi yang semakin berkembang. Globalisasi dan Teknologi merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa kita tolak. Pengaruh itu berdampak bagi kita terutama sekeliling kita, baik itu elektronik, bangunan, lingkungan masyarakat serta kepribadian seseorang. Jelas ini berpengaruh pada jati diri kita kemana kita arahkan pencitraan ini seiring globalisasi dan teknologi yang semakin maju.

Tugas Akhir ini menjelaskan pentingnya mewariskan kebudayaan yang berasal dari Nenek Moyang kita, sebagai kekayaan yang kita miliki di Nusantara ini. Kebudayaan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai ornamen tradisional, mencakup ragam jenis Gorga atau hiasan untuk rumah adat Batak Toba. Tanpa disadari peran Gorga ini mempunyai fungsi dan makna simbolik sebagai kepribadian pemilik rumah itu sendiri.

Akhir kata, kepada khalayak pembaca, penulis mengharapkan kritik dan saran pada penelitian ini, untuk kesempurnaan kebudayaan Negara kita, Negara Indonesia.

Bandung, 30 Agustus 2013


(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR HAK EKSLUSIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

GLOSSARY ... xiv

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Identifikasi Masalah ... 3

I.3. Rumusan Masalah ... 3

I.4. Tujuan Penelitian ... 3

Bab II Kebudayaan Suku Batak, Gorga, dan Perancangannya Dalam Media Informasi II.1. Suku Batak ... 4

II.1.1 Konsep Kehidupan Masyarakat Batak Toba ... 4

II.1.2 Bahasa... 5

II.2. Pengertian dan Fungsi Ornamen (Ragam Hias) ... 6

II.3. Pengertian Ruma Gorga ... 8


(9)

viii

II.5. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)

Menurut Warnanya... 9

II.6. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) Menurut Teknik Pembuatannya ... 11

II.7. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) Menurut Bentuknya ... 12

II.8. Teknik Menggambar Ornamen (Ragam Hias) ... 38

II.8.1 Teknik Gambar Kontur... 38

II.8.2 Teknik Gambar Blok ... 38

II.8.3 Teknik Gambar Rendering ... 39

II.8.4 Teknik Gambar Warna ... 40

II.9. Pengertian Media Informasi ... 41

II.10. Media Informasi Buku ... 41

II.10.1 Anatomi Buku ... 41

Bab III Strategi Perancangan dan Konsep Visual Media Informasi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) III.1. Strategi Perancangan ... 47

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 47

III.1.1.1 Target Audience ... 48

III.1.1.2 Pendekatan Visual ... 48

III.1.1.3 Pendekatan Verbal (Teks) ... 49

III.1.2 Strategi Kreatif ... 50

III.1.3 Strategi Media ... 50

III.1.3.1 Media Utama ... 50

III.1.3.2 Media Pendukung... 51

III.1.4 Strategi Distribusi ... 52

II.2. Konsep Visual ... 54

III.2.1 Format Desain... 55


(10)

ix

III.2.3 Tipografi ... 56

III.2.4 Ilustrasi ... 57

III.2.5 Warna ... 57

Bab IV Teknis Produksi Media IV.1. Proses Perancangan Media Informasi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba(Gorga) ... 59

IV.2. Media Utama ... 63

IV.2.1 Buku Informasi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) ... 63

IV.3. Media Pendukung ... 64

IV.3.1 CD E-Book ... 64

IV.3.2 Poster ... 65

IV.3.3 Mini X-banner ... 65

IV.3.4 Flag Chain ... 66

IV.3.5 Book Display ... 66

IV.3.6 Pembatas Buku/Bookmark ... 67

IV.3.7 Pin ... 67

IV.3.8 Gantungan Kunci ... 68

IV.3.9 Gelas/Mug ... 68

IV.3.10 Media Sosial ... 69


(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu potensi kebudayaan yang menarik untuk ditelaah adalah rumah adat. Rumah adat ini memiliki keunikan tersendiri di setiap daerahnya. Adapun keunikan-keunikan tersebut dapat kita lihat dari banyaknya ragam bentuk serta motif/corak yang ada di dalamnya. Keanekaragaman itu memiliki arti, makna dan fungsinya masing-masing. Itulah yang menjadi alasan penelitian Tugas Akhir ini yang mengangkat judul, ”Perancangan Media Informasi Ragam Hias Rumah adat Batak Toba (Gorga).”

Arsitektur tradisional atau rumah adat dihasilkan dari satu aturan kebudayaan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan dipelihara dari generasi ke generasi. Itulah yang merupakan suatu kewajiban dalam pelestarian budaya. Dari aturan dan kesepakatan itu melahirkan sebuah simbol atau corak (dalam bahasa Batak disebut Gorga) yang berasal dari Nenek Moyang, sebagai pedoman untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Gorga Batak adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya terdapat di dinding rumah bagian luar dan bagian depan dari rumah adat Batak Toba. Secara konseptual nenek moyang membuat Gorga ini dengan berbagai macam bentuk dari motif geometris, motif manusia, motif binatang, tumbuh-tumbuhan serta benda-benda alam. Inilah kekayaan yang harus disimpan dan dibudidayakan. Pendokumentasian dan perwujudannya akan gorga ini masih sangat sedikit.

Landasan perkembangan era Globalisasi dan Teknologi memang tidak dapat kita hindari, tetapi sebagai pewaris seni budaya itu kita harus bertanggung jawab atas perubahan atau perkembangan yang dialami. Mengetahui tahapan perkembangan itu dengan prinsip dan dasar yang benar, menjadi suatu bagian dari sejarah Ruma Gorga. Untuk itu perlu dilakukan suatu teori yang memadai prinsip yang benar dan dasar yang kokoh sesuai dengan tradisi masyarakat Batak Toba.

Nenek Moyang Batak Toba berpesan supaya apa yang telah dimulainya atau yang telah diwariskannya(seni budaya) kepada keturunannya supaya tetap


(12)

2

diikuti dan dipelihara. Hal ini sesuai dengan umpasa (pepatah batak) yang mengatakan:

“Ompu na parjolo martungkothon sialagundi Pinungka ni parjolo ihuthonon ni na parpudi” Artinya

“Nenek moyang terdahulu memakai tongkat sialagundi

Yang dirintis oleh yang terdahulu panutan bagi generasi berikutnya” Dari pepatah diatas dapat diartikan bahwa adat dan ketentuan-ketentuan lainnya yang dibuat oleh Nenek Moyang Orang Batak dahululah yang kita tiru untuk dilaksanakan pada masa sekarang.

Pada kenyataannya, di beberapa tempat di kawasan Toba Samosir terdapat penyalahgunaan bentuk dan warna Gorga, disebabkan oleh kurangnya keterampilan dan penguasaan bentuk, dan juga kurangnya pemahaman mengenai makna simbolis dari ketiga warna Gorga tersebut, sehingga sengaja memberi warna lain agar terkesan lebih indah.

Ini merupakan tanggung jawab bagi masyarakat Batak Toba khususnya para generasi muda, untuk melestarikan kebudayaan ini. Salah satu faktor yang mengakibatkan kurangnya pelestarian itu dikarenakan minimnya kemauan untuk mamahami karakteristik, makna serta arti gorga itu sendiri. Padahal banyak hal yang menarik seputar ornamen rumah adat Batak Toba ini.

Pada umumnya generasi muda Batak Toba hanya mengetahui bahwa rumah adat Batak Toba namanya adalah Ruma Gorga, tanpa mengetahui apa yang dimaksud dengan gorga tersebut. Khususnya para generasi muda yang berada di Bandung hanya mengetahui kekayaan kebudayaan Batak Toba adalah ulos dan gorga, tanpa mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan tersebut. Adapun salah satu pendapat yang mengutarakan tentang Ruma Gorga adalah, “rumah adat Batak Toba sudah tidak ekonomis lagi, karena masih berpondasi pada kayu”.

Dalam hal ini masalah yang diangkat adalah bagaimana mengupayakan agar masyarakat remaja, khususnya remaja batak toba di seluruh penjuru Nusantara, dapat memahami berbagai macam karakteristik gorga serta maknanya, sebagai sumber pemikiran dan ilmu pengetahuan, dan juga sebagai gerakan


(13)

3

apresiasi karya bangsa, seiring dengan pentingnya strategi kebudayaan nasional dan penguatan terhadap pendidikan seni nusantara.

I.2. Identifikasi Masalah

Kurangnya pemahaman masyarakat akan Gorga, hal tersebut terlihat dari penyalahgunaan fungsi Gorga, yang berdampak pada kedudukan pemilik rumah.

Situasi, keadaan dan pola pikir yang menuntut suatu perubahan. • Kurangnya dokumentasi yang membahas seputar Gorga ini

I.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi diatas dapat dirumuskan bagaimana merancang media informasi mengenai Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) kepada masyarakat, sebagai sumber pengetahuan dan media pembelajaran.

I.4. Tujuan Perancangan

Adapun tujuan perancangan ini adalah:

a. Agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan bentuk dan warna Gorga

b. Memberitahukan dan memperkenalkan kepada masyarakat untuk memudahkan dalam upaya mewujudkan dan memperkaya kebudayaan.

c. Sebagai sumber pengetahuan budaya dan bahan referensi untuk generasi muda khususnya remaja Batak, sebagai pencitraan diri orang Batak Toba.


(14)

47 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI RAGAM HIAS RUMAH ADAT BATAK TOBA (Gorga)

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan adalah proses yang dilakukan untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk menyampaikan tujuan. Saat ini media informasi yang membahas tentang Gorga sangat kurang, inilah yang menjadi faktor utama kurangnya pemahaman tentang janis dan makna dari Gorga tersebut. Sangat menarik bila memahami jenis dan makna dari Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga), sebagai pencitraan diri orang Batak Toba. Untuk mencapai pemahaman tersebut dibutuhkan suatu solusi perancangan dengan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Strategi tersebut meliputi pendekatan visual dan verbal yang mempunyai peranan penting kepada target audience agar pesan mudah diterima.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Menurut Sumbo Tinarbuko, “Seorang pemikir desain adalah orang kreatif dan inovatif. Ia senantiasa berfikir secara konvergen dan divergen. Ia melahirkan fantasi dan imajinasi yang sangat berguna untuk menelurkan berbagai macam ide pada karya desain komunikasi visual yang komunikatif dan persuasif.” Pendekatan konvergen dan divergen ini dinilai sangat signifikan dalam memecahkan komunikasi visual.

Pendekatan konvergen yang dimaksud adalah mengedepankan keterampilan dengan intuisi dan citarasa yang tinggi untuk mengolah bahan. Tujuannya hanya satu mencari keunikan dan keindahan.

Sedangkan divergen diartikan dengan merumuskan atau menganalisis seluruh permasalahan yang ada. Mencari sitetis dan melakukan evaluasi.

Dalam dogma kreatifnya, Imam Buchori Zainuddin (2010) menegaskan, pendekatan konvergen dan divergen merupakan gabungan proses berfikir kreatif. Dengan mengedepankan keterampilan lalu


(15)

48

melakukan pendekatan modern dengan cara analisis, sintetis dan evaluasi sebagai ujung tombaknya.

Penggabungan kekuatan ini memunculkan suatu pendekatan komunikasi yang akan digunakan dalam perancangan media informasi. Pendekatan komunikasi tersebut adalah pendekatan visual dan verbal, yang berhubungan kepada target audience.

III.1.1.1 Target Audience 1. Demografis:

• Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan • Usia : 18-25 tahun

• Tingkat Sosial : Tingkat Menengah

• Pendidikan : Perguruan Tinggi (mahasiswa)

• Pekerjaan : Peminat seni rupa, peneliti seni budaya. 2. Geografis:

Para remaja di setiap Nusantara, khususnya di daerah perkotaan.

3. Psikografis:

• Rasa keingintahuan pada kebudayaan Batak Toba, salah satunya Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba(Gorga). • Remaja yang aktif, lebih terpengaruh oleh modernisasi

dan lingkungan.

• Remaja yang memasuki tingkat dewasa dimana pada usia tersebut tingkat emosional yang lebih tinggi.

III.1.1.2 Pendekatan (Visual)

Dalam upaya pemecahan masalah dalam halnya terdapat dua hal yang penting, yaitu proses dan konsep. Proses meliputi penggabungan antara fakta, konstruksi, fungsi dan estetika, sedangkan konsep adalah pemecahan fenomena bentuk, bahan, teknik, rupa dan fungsi yang dinyatakan dalam bentuk gambar (visual). Pada hakikatnya sebuah desain merupakan sebuah proses


(16)

49

yang dimulai dari penggalian ide, memilih dan menyusun elemen desain (keterampilan), bentuk dan bahan, sampai pada tahap pemecahan masalah yang dicipta menjadi suatu tatanan atau susunan bentuk yang harmonis, estetis dan komunikatif.

Pendekatan visual yang dipakai untuk merangsang khalayak pembaca adalah dengan memakai teknik gambar rendering pada setiap ornamen atau ragam hias. Pendekatan visual seperti ini tetap mengedepankan kebudayaan lokalitas Indonesia dipadukan oleh inovasi dan keunikan karya agar konten atau isi di dalam media informasi tersebut tidak bersifat kaku, atau dengan kata lain para pembaca tidak bosan untuk melihatnya.

III.1.1.3 Pendekatan Verbal (Teks)

Komunikasi verbal atau teks bersifat intensional atau harus dibagi (shared) di antara orang-orang yang terlibat dalam tidak komunikasi. Dalam perancangan media informasi diperlukan perpaduan yang akurat antara pendekatan visual dan verbal. Oleh karena itu pendekatan verbal yang dimaksud menyampaikan informasi berupa jenis dan makna Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) yang lebih mengarah pada reaksi alami seperti perasaan atau emosi. Dengan menampilkan nilai magis, pengertian dan makna yang terkandung di setiap jenis Gorga. Dimana setelah para pembaca mengetahui informasi tersebut, mereka dapat sumber pengetahuan, suatu gagasan atau ide yang akan di-implementasikan ke dalam bentuk hal lain, yang tidak terlepas dari prinsip-prinsip pembuatan Gorga.

Dalam pencapaian informasi ragam hias ini, adanya penambahan tagline sebagai pengingat dan pendukung. Tagline tersebut adalah, "Sebagai Tanda Pengharapan Jiwa, Sifat, dan Pengharapan."


(17)

50 III.1.2 Strategi Kreatif

Untuk pencapaian yang maksimal diperlukan proses kreatif dan efektif seperti yang dikatakan Sumbo Tinarbuko tadi bahwa proses kreatif adalah pendekatan konvergen dan divergen. Divergen disini menganalisi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba beserta maknanya dengan evaluasi yang matang. Hal itu dikaitkan dengan Konvergen yang mengedepankan ketetrampilan yang akan bertajuk kepada keunikan dan keindahan dari media informasi.

Teknik rendering merupakan penyajian gambar yang lebih representatif, dilengkapi dengan garis-garis ornamen yang memunculkan nilai gelap dan terang. Dengan teknik seperti ini, ornamen atau ragam hias yang di informasikan akan terlihat lebih menarik.

Didukung juga oleh informasi E-Book sebagai media informasi digital.

` III.1.3 Strategi Media

Media merupakan suatu wadah atau sarana dalam menyampaikan suatu informasi dari pengirim kepada penerima. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi.

III.1.3.1 Media Utama

Media utama sebagai media yang dapat memberikan informasi kepada target audience, yang dipakai dalam Perancangan Media Informasi Ragam Hias Ruma Gorga ini adalah berupa media buku. Buku adalah salah satu media informasi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pengetahuan. Dengan konten-konten yang ada, buku dapat membuat si pengguna (user) ikut berinteraksi dalam mengikuti setiap informasinya. Dengan kata lain, media buku memfokuskan permasalahan dan informasi yang tepat dan mudah dipahami. Selain itu buku penyebarannya sangat luas dan juga dapat disimpan sebagai pedoman untuk dipelajari. agar dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan


(18)

51

yang menarik, bersifat tahan lama, dan dapat diwariskan lagi oleh generasi berikutnya.

III.1.3.2 Media Pendukung • E-Book

E-book adalah singkatan dari Electronic Book atau buku elektronik. E-book tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer.

• Pembatas Buku (Bookmark)

Sebagai media yang cukup penting agar para pembaca mengetahui sampai dimana tingkat halaman yang telah dia baca.

• Media Sosial (Facebook dan Twitter)

Sebagai media yang tingkat peminatnya sangat banyak, merupakan salah satu solusi untuk menarik target audience. Dan juga dapat menginformasikan keberadaan buku secara luas.

• Display Buku

Untuk mendukung agar buku mendapatkan upayan penjualan yang maksimal dibutuhkanlah display yang menunjangnya.

• Poster

Poster adalah gambar pada selembar kertas berukuran besar yang digantung di dinding atau permukaan lain. Poster merupakan alat untuk mengiklankan sesuatu, sebagai alat propaganda atau maksud-maksud lain untuk menyampaikan berbagai pesan. Poster akan dicetak berukuran A3 (29.7cm x 42cm) .


(19)

52 • Mini X Banner

Standing banner atau kebanyakan orang menyebut x-banner merupakan suatu media yang sifatnya flexible. Media ini sangat cocok untuk menginformasikan peluncuran buku.

• Flag Chain

Media iklan berbentuk bendera dengan ukuran kecil yang dibuat dari bahan plastic Napfa. Media ini sangat penting pada saat buku dikeluarkan pertama kali yang akan dipakai di sekitar toko-toko buku.

• Gantungan Kunci

Sebagai media pengingat yang mudah untuk dibawa.

• Gelas (Mug)

Sebagai salah satu media pengingat.

III.1.4 Strategi Distribusi

Strategi distribusi adalah bagaimana suatu barang atau jasa dapat menjangkau sasarannya. Pendistribusian awal akan dilakukan peluncuran buku atau book launch, yang menghadirkan penulis buku "Ornamen Nusantara" yaitu bpk Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. Seni, sebagai salah satu pengkaji budaya, untuk mendapatkan audience yang banyak. Lalu pendistribusian berikutnya melalui toko buku seperti Gramedia atau Gunung Agung. Hal ini bertujuan agar para masyarakat di penjuru Indonesia dapat mengetahui dimana buku ini tersedia. Dan juga penyebaran media informasi ini, dilakukan pada akhir agustus dan awal september ketika mulai memasuki ajaran baru.


(20)

53

Media Distribusi

Buku Pendistribusian awal di CCF Bandung yang menghadirkan Bpk Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. Seni, setelah itu

pendistribusian berikutnya di toko buku, Gramedia dan Gunung Agung, perpustakaan Jurusan Desain, Seni Rupa, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

E-Book E-Book yang dikemas dalam bentuk CD akan disatukan di dalam buku.

Bookmark Diselipkan ke dalam buku.

Social Media Akan dilakukan sebulan sebelum peluncuran buku. Display Buku Akan ada pada saat peluncuran awal.

Poster Akan dipasang di jalan-jalan, di papan informasi atau mading Kampus dan Sekolah agar lebih efektif.

Mini X-banner Pemasangan mini x-banner akan dipasang pada saat peluncuran awal dan di toko-toko buku.

Flag Chain Flag chain akan dipasang pada saat peluncuran buku dan di sekitar toko buku.

Gantungan Kunci Gantungan kunci ini akan dijadikan bonus pada saat pembelian buku

Gelas Gelas ini akan di tempatkan di kantin-kantin kampus atau sekolah, sebagai media pengingat.


(21)

54 Media

Agustus September

Minggu Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4

Buku dan Bookmark

E-book

Media Sosial

Display Buku

Poster

Mini X-banner

Flag Chain

Gantungan Kunci

Gelas

Tabel 3.2 Jadwal Distribusi Media

III.2 Konsep Visual

Konsep visual yang digunakan dalam perancangan media informasi ini adalah dengan melakukan teknik rendering untuk setiap jenis Gorga. Lalu dilakukan proses layout atau tata letak, mengkomposisikan isi teks dengan jenis ukiran.


(22)

55 III.2.1 Format Desain

Format yang dipakai dalam media informasi ini berukuran 18cm x 22cm.

Gambar 3.1 Format Cover Buku.

III. 2. 2 Tata Letak (Layout)

Menurut James M. Apple perancangan tata letak didefinisikan sebagai perencanaan dan integrasi aliran komponen- komponen suatu produk untuk mendapatkan intelerasi yang paling efektif dan efisien. Arah gerak mata dipengaruhi juga oleh suatu objek, warna dan ukuran. Dalam desain media buku, alur tetap membaca dari kiri ke kanan. Namun penulis membuat untuk setiap ornamen berada disebelah kiri dan untuk penjelasannya berada disebelah kanan halaman.


(23)

56

Ornamen Jenis Gorga(Headlines) Teks informasi

no.halaman gambar sketch no.halaman

Gambar 3.2 Gambar Tata Letak Halaman Isi

III.2.3 Tipografi

Jenis font yang digunakan pada perancangan media informasi

“Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)”, menggunakan jenis

font serif yang lebih mengarah pada kebudayaan yaitu font ‘FTF Indonesiana Sketch Book Serif’ pada cover. Agar tidak menghilangkan kesan modern, penulis menambahkan jenis font tulisan tangan yang menarik pada setiap Headlines yaitu font 'Hand Writing' pada setiap jenis Gorga. Dan yang terakhir menggunakan font 'Khmer UI' pada setiap isi teks informasi agar mudah dibaca.

• FTF Indonesiana Sketch Book Serif


(24)

57 • Hand Writing:

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890,.:?!()_+-*=

• Khmer UI:

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890,.:;”’?!/\[]{}@#$%^&*()_+-*=

III.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi yang dipakai bersifat penambahan. Untuk

mengoptimalkan penggunaan space halaman.

Gambar 3.3 Ilustrasi

III.2.5 Warna

Warna adalah suatu yang sederhana yang hanya mendapat respon akibat tangkapan mata, sehingga terkadang sebagian pihak


(25)

58

tidak mempedulikan, namun tak jarang orang memilihnya. Agar warna terkesan menarik maka warna yang digunakan dalam media informasi ini adalah warna merah, oranye, putih, abu-abu, dan hitam.

Gambar 3.4 Pemilihan Warna

Pengambilan warna ini karena menyesuaikan dengan warna khas gorga, yaitu Merah, Hitam dan Putih. Warna abu-abu tidak dipakai dalam pembentukan jenis gorga, warna tersebut sebagai warna pendukung atau background yang memiliki tone rendah. Warna abu-abu dipakai pada backcover, dan warna oranye dipakai pada border halaman.


(26)

59 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Proses Perancangan Media Informasi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)

Proses awal perancangan media informasi berupa buku Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) adalah melakukan proses divergen atau analisi data. Setelah semua didapatkan, maka barulah melakukan proses konvergen atau mengolah data untuk mencari keunikan dan keindahan. Demi pencapaian intuisi cita rasa yang tinggi penulis memakai konsep gambar dengan teknik rendering.

Tahap 1

Tahap awal adalah membuat sebuah sketsa konsep untuk cover dan isi buku. Konsep cover membuat suatu visual transisi dari ilustrasi ke proses modeling dengan memunculkan sedikit penjelasan tentang ornamen tersebut.


(27)

60

Gambar 4.2 Sketsa Manual Isi Buku

Tahap 2

Tahap selanjutnya adalah proses tracing dan modeling ornamen yang telah dikumpulkan dengan menggunakan software Google Sketchup.


(28)

61

Gambar 4.4 Proses Tracing dan Modeling untuk setiap Ornamen

Tahap 3

Setelah proses modeling untuk setiap ornamen telah selesai, melanjutkan ke proses editing dan layout. Sofware yang digunakan adalah Google Sketchup Layout dan Adobe Photoshop.


(29)

62

Gambar 4.6 Proses layout cover buku di Adobe Photoshop


(30)

63 IV.2 Media Utama

IV.2.1 Buku Informasi Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)

Media utama yang dipakai di dalam perancang media informasi ini adalah buku, dengan memberikan penjelasan akan makna ornamen atau ragam hias tersebut. Spesifikasi:

Media : Buku Informasi Ukuran : 18x22 cm

Material Cover: Art Paper 260 Gram/Laminasi Glossy Material Isi Buku: Art Paper 150 Gram

Cetak : Offset printing


(31)

64

Gambar 4.9 Isi Buku

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 CD E-Book

E-book adalah singkatan dari Electronic Book atau buku elektronik. E-book tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer. CD E-book ini sebagai media informasi digital. Ukuran cd diameter 12cm x 12cm dan kertas yang dipakai adalah stiker lebel(kromo).


(32)

65 IV.3.2 Poster

Poster yang digunakan berukuran A3, 42 cm x 29.7 cm, dan menggunakan bahan kertas Art Paper 260gr dengan teknis produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.11 Poster

IV.3.3 Mini X-Banner

Mini x-banner yang akan diletakkan pada counter-counter toko buku yang memiliki ukuran 25cm x 40cm, menggunakan bahan flexi korea dengan format warna CMYK. Desain mini x-banner ini tidak jauh dengan cover yang berisikan sedikit pemaparan akan makna gorga dengan menampilkan diskon atau potongan harga, untuk menarik minat para pembaca.


(33)

66

Gambar 4.12 Mini X-banner

IV.3.4 Flag Chain

Flag chain yang akan dipakai pada saat peluncuran buku dan di sekitar toko-toko buku dengan ukuran 20cm x 25cm, menggunakan bahan flexi korea.

Gambar 4.13 Flag Chain

IV.3.5 Book Display

Book display atau tampat buku sebagai media pendukung yang sangat penting untuk penempatan buku tersebut. Jenis yang dipakai adalah single book display stand, dengan desain berukuran 24cm x 19 cm, menggunakan kertas art paper 260gr, dan berisikan sinopsis singkat tentang ragam hias rumah adat batak toba (Gorga).


(34)

67

Gambar 4.14 Book display design

IV.3.6 Pembatas Buku / Bookmark

Media yang kecil dan sederhana namun cukup penting untuk para pembaca, dengan ukuran 13cm x 4.5cm menggunakan kertas art paper 260gr dengan format warna CMYK.

Gambar 4.15 Pembatas Buku/Bookmark

IV.3.7 Pin

Sebagai bonus merchandise menggunakan bahan plastik berdiameter 4cm dengan teknik produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.


(35)

68

Gambar 4.16 Gambar Pin

IV.3.8 Gantungan Kunci

Sebagai bonus merchandise menggunakan bahan plastik berukuran 4cm x 4cm dengan teknik produksi Offset printing menggunakan format warna CMYK.

Gambar 4.17 Gantungan Kunci

IV.3.9 Gelas / Mug

Ukuran gelas yang digunakan mempunyai tinggi 9,5cm dengan diameter lingkarannya 7,5cm. Gelas ini dibuat dengan gambar yang berukuran diemeternya 20cm x 8.5cm, menampilkan beberapa jenis ornamen Gorga.


(36)

69

Gambar 4.18 Gelas / Mug

IV.3.10 Media Sosial


(37)

70


(38)

4 BAB II

SUKU BATAK, PENGERTIAN RAGAM HIAS, GORGA, DAN PERANCANGANNYA DALAM MEDIA INFORMASI BUKU

II.1. Suku Batak

Batak merupakan salah satu bangsa di Indonesia. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing.

Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia, namun tidak diketahui kapan nenek moyang Orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera bagian Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda(Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang orang Batak baru berimigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa berikutnya, pedagang-pedagang kapur barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang medirikan koloni dipesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.

II.1.1 Konsep Kehidupan Masyarakat Batak Toba

Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu hagabeon (teturunan), hamoraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan).

Hagabeonserupa artinya dengan bahagia dan sejahtera. Hagabeonadalah kebahagian dalam keturunan, artinya keturunan


(39)

5

memberikan harapan hidup, karena keturunan itu adalah suatu kebahagiaan yang tak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat. Harapan di keluarga Orang Batak adalah kelahiran anak laki-laki, sesuai dengan peran garis keturunan laki-laki pada sistem kemasyarakatan Batak Toba. Karena anak laki-kali adalah raja atau panglima yang tidak ada taranya. Keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki menganggap hidupnya ini hampa, namanya akan punah dari silsilah Siraja Batak.

Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah mensejahterakan kehidupan. Anggapan hamoraon, yaitu memiliki istri dan anak, ladang yang luas dan ternak yang banyak. Kekayaan orang batak lebih kepada anak. Tanpa anak, akan merasa tidak kaya.

Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan gagasan-gagasan hagabeon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak.

II.1.2 Bahasa

Kelima suku Batak memiliki bahasa yang satu sama lain mempunyai banyak persamaan. Namun demikian, para ahli bahasa membedakan sedikitnya dua cabang bahasa-bahasa Batak yang perbedaannya begitu besar sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi antara kedua kelompok tersebut.

Bahasa Angkola, Mandailing, dan Toba membentuk rumpun selatan, sedangkan bahasa Karo dan Pakpak-Dairi termasuk rumpun utara. Bahasa Simalungun sering digolongkan sebagai kelompok ketiga yang berdiri antara rumpun selatan, namun menurut ahli bahasa Adelaar(1981), secara historis bahasa Simalungun merupakan cabang dari rumpun selatan yang berpisah dari cabang Batak Selatan sebelum bahasa Toba dan bahsa Angkola-Mandailing terbentuk.

Semua dialek bahasa Batak berasal dari satu bahasa purba (proto-language) yang sebagian kosakatanya dapat direkonstruksikan dengan cara Linguistik historis komparatif. Dengan metode tersebut dapat


(40)

6

diketahui bahwa misalnya kata untuk bilangan 3(tiga) dalam bahasa Batak Purba adalah tělu. Bentuk ini sampai sekarang diwariskan oleh rumpun Batak Utara, sedangkan rumpun Batak Selatan mengalami pergeseran dari [ě] menjadi [o], sehingga těluberubah menjadi tolu.

Bahasa Karo dan bahasa Simalungun merupakan dua bahasa berbeda. Walaupun demikian di daerah-daerah perbatasan Karo-Simalungun tidak mengalami masalah komunikasi, karena disitu masing-masing bahasa memiliki banyak kata yang dipinjam dari seberang perbatasan. Dan bukan saja dari segi bahasa, dari segi budaya pula tidak ada perbedaan yang mencolok di antara kampung-kampung Simalungun dan Karo di daerah perbatasan. Demikian juga halnya di daerah perbatasan antara bahasa/budaya Karo dan Pakpak, atau Pakpak dan Toba.

Bahasa Toba, Angkola dan Mandailing tidak banyak berbeda, malahan Angkola dan Mandailing merupakan dua bahasa yang mempunyai sedemikian banyak persamaan sehingga pada umumnya disebut bahasa Angkola-Mandailing saja.

Terdapat varian dari segi bahasa/surat Batak, segi kebudayaan, namun tidak ada garis pemisah antara kelima suku Batak ini, karena kelima suku tersebut mempunyai induk yang sama.

II.2. Pengertian dan Fungsi Ornamen(Ragam Hias)

Kata ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang memiliki arti yaitu menghiasi. Menurut Gustami (1978) ornamen “adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, bedasarkan pengertian tersebut, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamannya adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias.”

Perkembangan ornamen Nusantara menunjuk pada bermacam bentuk ornamen yang tersebar di berbagai wilayah tanah air, pada umumnya bersifat tradisional yang pada setiap daerah memiliki khas dan keanekaragaman masing-masing, Karena itu ornamen Nusantara memiliki ciri-ciri kedaerahan sesuai dengan cita rasa masyarakat setempat.


(41)

7

Kehadiran sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti, seperti karya-karya ornamen masa lalu. Bermacam bentuk ornamen sesungguhnya memiliki fungsi, yakni (1) fungsi murni estetis, (2) fungsi simbolis, (3) fungsi teknik konstruktif.

Fungsi murni estetis merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Fungsi ornamen yang demikian itu tampak jelas pada produk-produk keramik, batik, tenun, anyam, perhiasan, senjata tradisional, peralatan rumah tangga, serta kriya kulit dan kayu yang banyak menekankan nilai estetis pada ornamen-ornamen yang diterapkannya.

Fungsi simbolis ornamen pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pustaka yang bersifat keagamaan dan kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Misalnya ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung atau garuda, pada karya-karya masa lalu berfungsi simbolis. Dalam perkembangannya kemudian, segi simbolis suatu ornamen semakin kehilangan maknanya.

Secara struktural suatu ornamen adakalanya berfungsi teknis untuk menyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena itu ornamen yang demikian memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air dan bumbungan atap ada kalanya di desain dalam bentuk ornamen, yang tidak saja memperindah penampilan karena fungsi hiasnya, melainkan juga berfungsi konstruktif. Adanya fungsi teknis konstruktif sebuah ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasnya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka tidak berarti pula produk tesebut.

Bebagai bentuk ornamen diterapkan pada produk-produk dengan bermacam-macam cara. Sebagian dengan cara digambar atau dilukis, dibatik, sebagian lainnya ditoreh atau diukir, ada pula yang dengan cara ditempel, dianyam, ditenun, dll.

Dengan demikian ornamen diterapkan dalam lingkup yang luas dengan teknik yang bermacam-macam, meliputi ornamen pada anyaman dan tekstil,


(42)

8

busana dan perhiasan, barang-barang kerajinan yang terbuat dari kayu, bambu, tulang dan logam serta peralatan lain, bahkan sampai pada arsitektur.

II.3. Pengertian Ruma Gorga

Ruma yang artinya rumah, Gorga yang artinya hiasan.Ruma Gorga dapat disimpulkan yaitu rumah yang memiliki hiasan, yang terletak pada bagian luar (exterior) rumah adat tradisional khas Batak.

Nenek moyang orang Batak menyebut Rumah Batak yaitu “jabu na marampang na marjual”.Ampang dan Jual adalah tempat mengukur padi atau biji-bijian seperti beras, kacang, dll.Jadi Ampang dan Jual adalah alat pengukur, oleh karena itu Ruma Gorga ada ukurannya, memiliki hukum-hukum, aturan-aturan, kriteria-kriteria, serta batas-batas tertentu.


(43)

9

II.4. Pengertian Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)

Ragam hias rumah adat Batak Toba atau Gorga adalah macam-macam pola hiasan yang dibuat untuk memperindah rumah adat (exterior rumah), yang diwariskan turun-temurun melatarbelakangi pola pikir masyarakat suku Batak Toba. Gorga tersebar diseluruh wilayah Toba maupun tidak selamanya merata sub-sub Wilayah Toba. Masyarakat Batak Toba khususnya saat ini, kurang atau bahkan tidak mengerti dengan hal-hal mengenai kebudayaannya. Salah satunya yaitu pemahaman tentang Gorga.

Gorga Batak merupakan salah satu karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua. Sebuah seni pahat tradisional yang dibuat secara alami. Pada zaman dahulu, gorga hanya dibuat untuk rumah yang dianggap terhormat, karena Nenek Moyang Batak menganggap bahwa gorga bukan hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencerminkan hidup Orang Batak.

II.5. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga) Menurut Warnanya Hanya tiga warna yang dipakai pada Gorga Batak Toba. Ketiga warna itu adalah hitam, merah dan putih; melambangkan tiga bagian alam semesta (kosmos) yaitu Banua Toru (alam bagian bawah, di bawah tanah, bukan neraka), Banua Tonga (kosmos bagian tengah, permukaan Bumi tempat manusia, binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan hidup), Banua Ginjang (kosmos bagian atas: langit, tempat bersemayam para dewa). Ketiga warna gorga juga melambangkan tiga penguasa alam semesta yaitu Batara, Guru penguasa Banua Toru dilambangkan dengan warna hitam, Debata Sori penguasa Banua Tonga dilambangkan dengan warna merah, dan Mangala Bulan penguasa Banua Ginjang, dilambangkan dengan warna putih. Ketiga dewa yang dikenal dengan sebutan ‘Debata Sitolu Sada’, atau tritunggal dewa dan tiga bagian alam semesta ini sangat mempengaruhi hampir seluruh kebudayaan Batak.

1. Hitam

Warna hitam adalah symbol dari Banua Toru (kosmos bagian bawah) dan penguasaanya Batara Guru yang selalu mengendarai kuda hitam. Di dalam kehidupan sehari-hari warna hitam dianggap sebagai simbol kekuatan pengobatan dan kedukunan. Parmalim (adalah suatu


(44)

10

kepercayaan kuno Orang Batak) memakai warna hitam, sebagai simbolnya.

Warna hitam sering disebut sebagai Raja Warna, sebab kalau warna ini dicampur dengan warna lain, dengan perbandingan yang sama, maka warna yang lebih kuat adalah warna hitam. Selain itu warna hitam disebut sebagai raja warna karena warna ini melambangkan kekuatan, pelindung dan kekuasaan yang adil dan bijaksana.Itulah sebabnya ikat kepala kepala raja di Tanah Batak selalu berwana hitam.

Dalam Gorga Batak Toba warna hitam selalu dibuat pada andor yaitu bidang gorga yang selalu dikontur dengan garis besar berwarna putih.

2. Merah

Warna merah adalah simbol Banua Tonga (kosmos bagian tengah) dan penguasanya adalah Debata Sori yang selalu mengendarai kuda berwarna merah. Dahulu warna merah sangat ditakuti oleh Orang Batak, karena warna ini dianggap sebagai penyebab kematian. Keyakinan itu di dapat dari kenyataan pada kehidupan tanam-tanaman, yang pada mulanya berwarna hijau, kemudian nampak berwarna kekuning-kuningan suatu pertanda mendekati kematian. Dan apabila telah pasti mati, daun tanaman yang dulunya berwarna hijau itu kelihatan merah (marrara).

Warna merah dibuat pada latar belakang gorga yaitu pada sela-sela andor, di antara andor dengan daun gorga dan diantara andor dengan batas bidang gorga. Merah adalah lambang keberanian dan kesaktian.

3. Putih

Warna putih adalah symbol dari Banua Ginjang (kosmos bagian atas) dan penguasanya Mangala Bulan. Putih melambangkan kesucian dan kehidupan.Orang Batak percaya membuat hidup adalah gota(getah), suatu tenaga ajaib yang mengalir dalam tubuh makhluk hidup. Orang Batak zaman dahulu menganggap manusia hidup dari


(45)

11

gota ni (getah nasi), gota ni gadong (getah ubi), dan gota ni ingkau (getah sayur-sayuran). Memang tidak semua getah berwarna putih tetapi karena kebanyakan getah berwarna putih, maka Orang Batak menganggap bahwa getah itu berwarna putih.

Warna putih dibuat pada garis gorga (hapur atau lili), yaitu garis kontur dan garis tengah yang selalu mengikuti andor (garis berwarna hitam). Warna putih melambangkan ketulusan dan kejujuran yang berbuah kesucian.

II.6. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)Teknik Pembuatannya 1. Gorga Dais dan Gorga Lontik

Untuk membuat suatu motif gorga pada suatu rumah adat, dikerjakan dengan dua cara yaitu:

a). Cara sederhana

Dengan teknik lukis, tanpa menorah permukaan bidang gorga, cara seperti ini disebut dengan teknik gorga dais.

b). Cara Ukir

Cara kedua adalah dengan cara mengukir atau memahat bidang gorga sehingga permukaan bidang gorga menjadi tinggi rendah menyerupai relief. Gorga yang dikerjakan dengan cara mengukir seperti ini disebut dengan teknik gorga lontik.

2. Gorga Si Tolu Lili, Si Lima Lili dan Si Pitu Lili

Setiap motif gorga dibentuk oleh beberapa garis berwarna hitam, putih dan juga merah.Warna hitam sebagai garis utama disebut sonom, pada pertengahannya terdapat garis tipis berwarna putih, setelah warna hitam di sebelah luarnya terdapat lagi garis putih mengapit warna hitam dan ditutup dengan warna hitam.Garis-garis warna hitam dan putih ini dinamakan andor.Paling sedikit tiga garis putih dan empat garis hitam untuk membentuk andor.Garis putih inilah yang disebut lili atau hapur.


(46)

12

Gorga hanya mempunyai tiga lili yang disebut dengan gorga si tolu lili(gorga dengan tiga garis), apabila suatu gorga mempunyai lima garis disebut dengan gorga si lima lili.

Gambar 2.2 Gorga Andor Mangalata (sumber: koleksi pribadi) 1. Bulung ni gorga (daun gorga)

2. Sonoma tau gadu-gadu (berwarna hitam) 3. Lili atau hapur (berwarna putih)

4. Andor (batang gorga)

5. Parpulo batuan (latar belakang gorga, berwarna merah).

II.7. Ragam Hias Rumah Adat Batak Toba (Gorga)Menurut Bentuknya 1. Gorga Sitompi

Gorga sitompi adalah motif gorga yang mengambil bentuk tompi (ketaya) sebagai pola dasar bentuknya. Tompi adalah sejenis anyaman rotan yang dipergunakan untuk mengikat leher kerbau pada gagang bajak sewaktu membajak.

Gorga sitompi menggambarkan ikatan kekeluargaan yang saling jalin-menjalin, gotong-royong dan tidak memandang golongan. Semua lapisan masyarakat harus ikut serta dalam akatifitas kemasyarakatan. Gorga sitompi menempati hampir seluruh anatomi rumah kecuali song-song boltok dan ture-ture. Fungsinya untuk mengingatkan


(47)

13

masyarakat supaya tidak meremehkan golongan tertentu, melainkan supaya salaing menghargai dan hidup rukun, agar tercipta kehidupan yang serasi, seimbang dan selaras.

Gambar 2.3Gorga Sitompi

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara (1980)

2. Gorga Dalihan Na Tolu

Gorga dalihan na toluadalah motif gorga yang melambangkan kekerabatan Dalihan Na Tolu. Bentuknya menyerupai jalinan sulur tumbuhan yang saling ikat mengikat.

Gambar 2.4 Gorga Dalihan Na Tolu

sumber: http://ornaba.blogspot.com/2010/12/revitalisasi-ornamen-batak-toba_31.html (13 Juni 2013)

Istilah Dalihan Na Tolu telah popular dalam masyarakat Batak yang sering disebut sebagai ‘Falsafah Batak’, yang merupakan konsep eksistensi masyarakat, merupakan harmoni masyarakat, dan juga


(48)

14

merupakan kesatuan yang menjamin kelangsungan hidup masyarakat Batak Toba. Sifatnya yang total tidak bisa dipandang secara terpisah dari masing-masing unsur yang membentuknya. Tiap-tiap unsur selalu bersifat relatif, tidak ada pertentangan yang sifatnya secara mutlak. Kesimbangan itu terwujud dalam pepatah Batak yang mengatakan:

“Somba marhula-hula (hormat kepada pihak marga istri), Manat mardongan tubu (hati-hati kepada saudara semarga), Elek marboru” (membujuk kepada boru).

Pepatah ini bertujuan untuk mengingatkan atau sebagai garis pedoman pemilik rumah dan masyarakat agar selalu hormat kepada hula-hula (pihak marga istri), sifat membujuk kepada boru (pihak keluarga menantu) dan hati-hati kepada dongan tubu (saudara semarga). Gorga Dalihan Na Tolu biasanya ditempatkan pada dorpi jolo rumah adat.

3. Gorga Hariara Sundung di Langit

Hariara adalah sejenis pohon beringin, berakar gantung tetapi lebih tinggi dan lebih rindang, dan daun-daunnya lebih lebar dari pohon beringin. Dahulu pohon Hariara atau pohon beringin merupakan salah satu persyaratan dalam suatu kampung, karena dianggap sebagai perlambang pohon hidup di langit.

Gorga Hariara Sundung di Langit juga merupakan lambang pohon hidup bagi Orang Batak, mirip dengan pohon hayat yang dimiliki oleh suku bangsa di Sumatera Selatan atau pada Suku Jawa. Bentuknya menyerupai pohon berbuah banyak yang dihinggapi burung- burung dan seekor ular melilit dibatangnya. Ilustrasi dibawah ini dibuat secara dekoratif.

Gorga Hariara Sundung di Langit dibuat pada dinding samping bagian tengah, diatas kepala, dimana tuan rumah tidur. Biasanya tidak diukir, hanya berupa lukisan (gorga dais).


(49)

15

Gambar 2.5 Gorga Hariara Sundung di Langit (sumber: Achim Sibeth;The Batak

First Published Thomas And Hudson(1991) in Great Britain.(h.91).

4. Gorga Simeol-eol

Gorga simeol-eol melambangkan kegembiraan. Bentuknya, melengkung ke dalam dan ke luar, dan juga mengisi bidang-bidang yang kosong (meol-eol = melenggak-lenggok). Bentuk gorga simeol-eol yang diambil dari bentuk jalinan sulur tumbuhan, yang banyak dipakai untuk menutup bidang-bidang yang tidak memerlukan gorga lain sebagai keharusan atau simbol.

Gorga simeol-eol kadang dibuat memanjang atau melebar sesuai dengan bidang yang diukir.


(50)

16 5. Gorga Simeol-eol Masiolan

Gorga simeol-eol masialoan adalah dua gorga simeol-meol yang dibuat bertolak belakang atau berlawanan (masialoan=berlawanan). Pengertian dan fungsinya sama dengan gorga simeol-eol.

Gambar 2.6 Gorga Simeol-eol dan Simeol-eol Masiolan sumber:

http://raymondsitorus.wordpress.com/2013/02/08/geometri-modern- dalam-gorga-batak/ (19 Juni 2013)

6. Gorga Silintong

Gorga silintong adalah motif gorga yang berbentuk lingkaran menyerupai pucuk daun praktis. Silintong mengartikan pusaran air. Gerakan pusaran air dianggap sebagai gerakan garis yang indah. Air yaitu sejenis air yang mengandung kesaktian. Air sakti ini dianggap istimewa, maka tidak semua rumah bisa memilikinya.

Gorga silintong mengandung arti kekuatan sakti melindungi manusia dari kejahatan. Pemiliknya adalah orang-orang yang memiliki ilmu yang dianggap gaib seperti datu dan guru yang sanggup melindungi rakyat.


(51)

17

Gambar 2.7 Gorga Silintong

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

7. Gorga Simarogung-ogung

Ogung artinya gong, salah satu jenis alat musik tradisional Batak Toba. Ogung merupakan instrument yang sangat penting, apabila pesta gondang telah dimulai disebut mangkuling ogung (gong telah berbunyi).

Ogung dianggap sebagai simbol pesta besar, pesta yang sangat diharapkan semua Orang Batak. Pesta mamalu ogungsabangunan bisa dilakukan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya sudah sarimatua (sudah lanjut usia, telah mempunyai putra dan putri, telah mempunyai cucu, tetapi dari antara putra dan putri masih ada yang belum berumah tangga), saurmatua (mempunyai putra dan putri yang semuanya telah berkeluarga, telah mempunyai cucu, lebih ideal lagi apabila telah mempunyai cicit), kekayaan dan sebagainya.

Gorga ogung-ogung melambangkan kekayaan, kejayaan dan kemakmuran, pengasih dan pemurah. Gorga ini biasanya dibuat pada dorpijolo sebelah kiri dan kanan.


(52)

18

Gambar 2.8Gorga Simarogung-ogung

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

8. Gorga Hoda-hoda

Gorga hoda-hoda merupakan gambar ilustrasi yang menggambarkan beberapa orang sedang mengendarai kuda beriring-iringan. Gorga ini dianggap sebagai lambang kebesaran karena menggambarkan suasana pesta besar mangalahat horbo (mangaliat/memotong kerbau). Gorga ini menunjukkan bahwa pemilik rumah sudah berhak untuk mengadakan pesta mangalahat horbo.

Gorga hoda-hoda biasanya dibuat dengan teknik gorga dais.

Gambar 2.9Gorga Hoda-hoda

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

9. Gorga Boraspati

Boraspati adalah sejenis cecak atau kadal. Bentuknya yang seperti tetapi ekornya dibuat bercabang, badannya berloreng-loreng dengan warna gelap kemerah-merahan.

Boraspati dianggap sebagai pelindung manusia yang dikenal sebagai Boraspati ni Tano (Dewa Tanah), Boraspati ni Ruma (Dewa


(53)

19

Rumah) dan Boraspati ni Huta (Dewa Kampung). Masing-masing dianggap sebagai dewa penjaga ladang, dewa penjaga rumah dan dewa penjaga kamping. Kepada dewa-dewa tersebut diberikan sajian persembahan ketika tiba musim hujan turun ke sawah, ketika mendirikan rumah, dan ketika mendirikan kampung yang baru.

Gorga boraspati melambangkan kekuatan pelindung manusia dari mara bahaya, lambang Dewa Alam. Fungsinya adalah sebagai pelindung harta kekayaan dan mengharapkan jadinya berlipat ganda. Itulah sebabnya gorga ini sering dibuat pada pintu lumbung (sopo).

Gambar 2.10 Gorga Boraspati

sumber:http://budaya-indonesia.org/Ornamen-Boraspati/(14 Juni 2013) 10.Gorga Sijonggi

Gorga Sijonggi adalah suatu motif gorga yang melambangkan keperkasaan yang dihormati dan dihargai. Sijonggi adalah nama sapi jantan yang paling kuat dari sekelompok sapi. Gorga sijonggi memperlihatkan motif-motif yang diambil dari bentuk lembu berbaris dengan seekor sijonggi berada didepan. Gorga ini dibuat dengan teknik gorga dais.


(54)

20

Gambar 2.11 Gorga Sijonggi

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

11.Gorga Ipon-ipon

Gorga ipon-ipon terdiri dari bermacam-macam bentuk, umumnya berbentuk geometris seperti empat persegi, bujursangkar, lingkaran, segitiga, busur dan sebaginya. Dan ada juga yang berbentuk daun yang berbulu.

Gorga ipon-ipon biasanya dibuat sebagai hiasan tepi atau sebagai pembatas gorga yang satu dengan gorga yang lain. Fungsinya hanya sebagai hiasan, kecuali sebuah motif berbentuk busur yang disebut ombun marhehe yang diartikan sebagai lambang kemajuan, mengarapkan keturunannya berpendidikan lebih tinggi dari orangtuanya. Gorga ini hampir menempati seluruh anatomi rumah.


(55)

21

Gambar 2.12 Gorga Ipon-ipon

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

12.Gorga Iran-iran

Iran adalah sejenis pemanis muka agar nampak lebih cantik dan beribawa. Gorga iran-iran pun dianggap sebagai simbol kecantikan. Gorga ini sering dibuat sebagai penghias benda-benda pakai seperti tongkat, pisau dan hiasan tepi kain adat (ulos). Pada rumah adat gorga ini dibuat pada song-song boltok dan tungkot jango dengan teknik ukir (gorga lontik) dan dapat juga dibuat dengan teknik lukis (gorga dais).

Gambar 2.13 Gorga Iran-iran

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).


(56)

22 13.Gorga Si Mataniari

Mataniari adalah Matahari. Gorga ini mengambil bentuk matahari dan diwujudkan secara geometris dalam bentuk kurva tertutup yang membentuk empat bulatan di sebelah kiri, kanan, atas dan bawah suatu bujursangkar, jajaran genjang, sebagai pusatnya dan empat buah bulatan pada keempat sudutnya. Gorga si mataniari ini biasanya dibuat pada sudut parhongkom kiri dan kanan dengan teknik ukir (gorga lontik) maupun teknik lukis (gorga dais).

Gambar 2.14 Gorga Si Mataniari

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

14.Gorga Desa na Ualu

Gorga Desa na Ualu adalah gorga yang menggambarkan kedelapan mata angin. Gorga ini dibuat sebagai simbol perbintangan; alat peramal untuk menentukan saat-saat yang baik untuk menanam padi, menangkap ikan, mengadakan pesta dsb. Gorga ini dibuat pada dorpi jolo.

Gambar 2.15 Gorga Desa na Ualu

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).


(57)

23 15.Gorga Sitagan

Gorga Sitagan adalah gorga berbentuk tagan, kotak kecil yang terbuat dari perak atau emas, tertutup digunakan sebagai tempat menyimpan sirih, tembakau, gambir, kapur dan barang-barang kecil lainnya.Bentuknya bermacam-macam, ada yang berbentuk segi empat, segi enam beraturan, bundar, dsb. Gorga ini menjelaskan bahwa setiap tamu harus dihormati. Jadi sopan santun merupakan peringatan kepada pemilik rumah agar tidak sombong.

Gambar 2.16 Gorga Sitagan

sumber: Kamus Budaya Batak Toba(1987).

16.Gorga Adop-adop (Hiasan Susu)

Gorga adop-adop adalah motif gorga yang bentuknya menyerupai bentuk payudara wanita. Dibuat pada parhongkom, dua pasang disebelah kiri dan dua pasang disebelah kanan, disebelah atas pintu rumah. Gorga adop-adop dianggap sebagai lambang kesuburan, lambang keibuan, pengasih dan penyayang.

Gambar 2.17 Gorga Adop-adop

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).


(58)

24 17.Gorga Jenggar

Gorga Jenggar adalah motif gorga bentuknya sedikit lebi besar, dibuat pada garis tengah rumah, diatas pintu, diatas pertengahan loting-loting dan haling gordang, semua berjejer dibawah ulu paung. Mempunyai fungsi magis sebagai penjaga rumah dan penghuninya, dari hantu halaman (begu alaman) dan hantu yang mungkin menyelinap di dalam rumah (begu monggop).

Gambar 2.18 Gorga Jenggar

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

18.Gorga Jaga Dompak

Gorga Jaga Dompak berukuran besar, hampir sama dengan bentuk jenggar, hanya penempatannya yang berbeda. Jenggar dibuat pada loting-loting dan halang gordang, sedangkan jaga dompak dibuat pada ujung dila paung dan pada dorpi jolo.

Jaga Dampak dianggap sebagai simbol kebenaran dan keadilan bagi Orang Batak. Manusia harus menegakkan hukum yang diturunkan oleh Sang Pencipta (Mulia Jadi Na Bolon). Sesuai dengan simbol itu gorga jaga dompak berfungsi untuk mengingatkan manusia supaya menegakkan hukum dan kebenaran agar terciptanya keselarasan hidup manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan penciptanya.


(59)

25

Gambar 2.19 Gorga Jaga Dompak Sumber: Achim Sibeth;The Batak

First Published Thomas And Hudson(1991) in Great Britain.(h.93).

19.Gorga Singa-singa

Singa di gorga ini diartikan sebagai berwibawa (mempunyai kharisma). Bentuk gorga singa-singa sama sekali tidak mirip dengan singa, namun menyerupai manusia yang sedang duduk jongkok. Kepalanya dibuat sangat besar, diserbani dengan kain tiga bolit (kain dengan tiga warna yaitu: hitam, merah dan putih), kakinya sangat kecil sehingga sulit membayangkan bentuk manusia. Seperti halnya jaga dompak, singa-singa juga sebagai lambang kebenaran dan keadilan hukum.Letaknya pada kepala sumbaho kiri dan kanan.


(60)

26

Gambar 2.20 Gorga Singa-singa

Sumber: http://budaya-indonesia.org/Ukiran-Singa-Batak/(14 Juni 2013) 20.Gorga Ulu Paung

Gorga Ulu Paung adalah hiasan yang berukuran besar yang bentuknya menyerupai manusia bertanduk kebau. Dahulu Ulu Paun g langsung dibuat dari kepala kerbau, karena kemajuan teknik ukir Orang Batak Toba, bentuk kepala kerbau itu diolah sedemikian rupa dengan menambah bentuk wajah manusia, untuk menimbulkan makna berwibawa dan juga menimbulkan makna kekuatan pada gambar kepala dan tanduk kerbau. Sedangkan jambul yang disebut juga sijagaran melambangkan banyak keturunan.

Gorga Ulu Paung adalah lambang wibawa, kekuatan dan lambang keperkasaan yang melindungi. Ditempatkan pada puncak bubungan atap, fungsinya sebagai penangkal setan yang datang dari luar kampung.


(61)

27

Gambar 2.21 Gorga Ulu Paung

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

21.Gorga Andor Mangalata

Salah satu jenis gorga yang sangat penting adalah gorga andor mangalata atau yang disebut juga siandor laut. Bentuknya menyerupai jalinan sulur tumbuhan menjalar (andor), sama dengan bentuk gorga simeol-eol.

Beberapa pengetua masyarakat (raja adat) mengatakan bahwa andor mangalata adalah asal dari seluruh gorga. Bentuknya berasal dari bentuk tumbuh-tumbuhan, obat-obatan yaitu bunga pollang (sejenis tumbuh-tumbuhan yang dianggap keramat), daun sirih dan daun hatunggal. Karena itu gorga andor mangalata sebagai perwujudan dari tumbuhan obat-obatan, dianggap sebagai lambang pengobatan atau penolak penyakit.

Dalam gorga andor mangalata terdapat hal-hal sebagai berikut: a) Lili (hapur): garis putih yang dikorek sebagai garis gorga. b) Sonom (gadu-gadu): garis hitam yang lebih lebar dari lili.


(62)

28

c) andor: perpaduan lili dan sonom yang merupakan garis utama gorga.

d) bulung ni gorga (daun gorga): cabang-cabang andor yang bentuknya seperti daun.

e) parpulo batuan: latar belakang gorga yang lebih dalam dan diberi warna merah.

f) simatana: bulatan putih yang berada diantara lengkungan andor, kadang-kadang hanya pada pertengahan bidang gorga, ada yang dibuat pada semua lengkung andor.

Gorga andor mangalata selalu diusahakan padat, semakin padat gorga ini semakin bagus. Andor tidak boleh putus, harus tetap satu, dari pangkal ke ujung, dan dari ujung ke pangkal. Inilah yang disebut Gorga ‘Simulahulak’, yang diartikan sebagai gorga yang melambangkan garis keturunan (silsilah) yang diharapkan jangan sampai putus (tidak mempunyai anak laki-laki), melainkan memperoleh keturunan yang sangat banyak. Dengan anggapan. tujuh belas anak laki-laki dan enam belas anak perempuan.

Gorga andor mangalata hampir menempati seluruh anatomi rumah, mulai dari parhongkom, tombonan adop-adop, loting-loting, haling gordang, salassapi dan pada sibuaton (tempat sesajen di dalam rumah). Gorga ini dapat dipakai disetiap lapisan masyarakat Batak Toba, tanpa harus menyesuaikan tingkat kedudukan pemiliknya.

(lihat gambar 2.2).

22.Gorga Andor Hait

Gorga andor hait adalah suatu motif gorga yang andornya pendek, dibuat saling mengait, sambung-menyambung dan saling mengisi sehingga menjadi barisan motif gorga yang berjejer teratur dari ujung yang satu keujung yang lain.

Gorga andor hait melambangkan saling ketergantungan antar sesama umat manusia, karena manusia tidak mungkin dapat berdiri sendiri, pasti membutuhkan orang lain, membutuhkan kerjasama yang baik antar


(63)

29

pribadi, golongan dan masyarakat sekitarnya. Orang Batak sejak dahulu telah menyadari pentingnya kerjasama serta kekerabatan di dalam masyarakat, terlihat dari kebiasaan bergotong-royong sewaktu membangun dan mendirikan suatu kampung, mendirikan rumah, bahkan mengerjakan sawah atau ladang, yang dikenal dengan sebutan marsiadapari atau marsiruppa.

Gorga andor hait yang biasanya dibuat pada hongkom ini berfungsi untuk mengingatkan manusia akan pentingnya kerjasama yang baik antar sesama manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Semua masyarakat Batak Toba, dapat memakai gorga ini tanpa harus menyesuaikan tingkat kedudukan pemiliknya.

Gambar 2.22Gorga Andor Hait dan Manuk-manuk

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).


(64)

30 23.Gorga Orang-Aring

Orang-aring adalah beberapa potong kayu yang panjangnya lebih kurang satu jengkal., digantungkan pada tali rotan diatas dila paung. Bentuknya seperti pisau, warnanya hitam dan putih berselang-seling. Pada pertengahan orang-aring ini terdapat sepotong kayu berbentuk alat kelamin kuda jantan berwarna merah, sedikit lebih panjang dari yang lainnya. Selain itu pada rumah adat orang-aring sering dibuat pada kepala perahu solu bolon (perahu tradisional Batak). Fungsinya sama, yaitu sebagai pemberi tanda-tanda yang akan terjadi melalui bunyi yang dihasilkannya. Dengan menguasai bunyi yang dihasilkannya orang bisa meramalkan akan terjadi sesuatu yang baik ataupun yang buruk, misalnya apabila suaranya rendah, mungkin akan ada kemalangan dirumah itu, bila suaranya nyaring, memberitahukan aka nada kegembiraan. Misalnya pesta, kedatangan tamu dan lain sebagainya. Benda ini tidak sembarangan berbunyi, kalaupun adanya angin yang kecang, benda ini bisa tidak berbunyi, begitu juga sebaliknya tanpa ada angin, benda ini bisa berbunyi.

Sesuai dengan fungsinya, orang-aring hanya dibuat pada rumah orang yang tau tentang ramal-meramal.

Gambar 2.23 Gorga Orang-aring

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).


(65)

31 24.Gorga Manuk-manuk

Bentuknya menyerupai ayam (manuk), biasanya dibuat dengan teknik gorga dais secara dekoratif pada tombonan adop-adop dan parhongkom. Kadang-kadang ada juga yang dibuat seperti patung melekat diatas kepala jaga dompak.

Pemilik rumah yang mempunyai manuk-manuk biasanya tahu tentang parmanuhon (salah satu ilmu meramal) atau makanan kesukaan pemilik rumah yaitu daging manuk mira (ayam merah).

(lihat gambar 2.22).

25.Gorga Simartarihoran

Simartarihoran adalah nama sejenis ikan besar yang kuat dan cerdik. Konon katanya dialah raja ikan di Danau Toba. Dengan akalnya yang jitu dia mampu menangkap elang melalui pukulan ekornya. Sayang sekali ikan ini sudah punah. Gorga simartarihoran bentuknya menyerupai dua ekor udang galah yang dibuat saling berhadapan. Gorga ini melambangkan keperkasaan dan kesatriaan. Gorga ini hanya dipakai untuk rumah raja-raja dan orang-orang yang berjasa kepada raja (pahlawan-pahlawan). Gorga ini dibuat diatas pertengahan loting-loting.

Gambar 2.24 Gorga Simartarihoran

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen TradisionalSumatera Utara(1980).


(66)

32 26.Gorga Bindu Matoga

Bindu matoga adalah diagram perputaran Pane Na Bolon yaitu sejenis naga raksasa atau disebut juga Naga Padoha, suatu makhluk yang sangat berpengaruh dalam kehidupan di Bumi, menurut kepercayaan Orang Batak Kuno.

Pergerakannya yang hanya sekali tiga bulan itu mengatur waktu alam semesta, menentukan sejarah kehidupan di muka bumi(Banua Tonga).Posisi Pane Na Bolon menentukan baik buruknya kualitas segala sudut ruang di dalam kosmos setiap waktu. Bila manusia berhadapan dengannya sewaktu melakukan pekerjaan tertentu akan mengalami kerugian (sial), karena manusia maupun binatang tidak mampu berhadapan dengannya.

Setiap tahunnya Pane Na Bolon mengitari Bumi sebanyak satu kali; tiga bulan di Timur; tida bulan di Selatan, tiga bulan di Barat dan tiga bulan di Utara. Pane Na Bolon sangat berhubungan erat dengan kalender Batak. Posisi Pane Na Bolon dapat diketahui dengan melihat kilat-kilat kecil yang nampak pada salah satu induk mata angin pada waktu sore hari. Menurut kepercayaan Batak kuno, kilat-kilat itu adalah bunga api yang disemburkan dari mulut Pane Na Bolon.

Garis lintasan Pane Na Bolon inilah yang menjadi dasar bentuk gorga bindu matoga. Keempat induk desa ditambah dengan empat anak mata angin (Tenggara, Barat Laut, Barat Daya dan Timur Laut) menjadi sudut-sudut utama gorga bindu matoga. Dengan demikian gorga bindu matoga juga menggambarkan delapan mata angin (desa na ualu).

Bindu matoga merupakan perlambangan Banua Tonga yang dianggap sebagai titik pusat yang berdaya kuasa, titik pusat dari suatu arah ke arah yang lain dengan suatu kekuatan yang memancar dan kembali.

Pada Bindu matoga terlihat hal-hal sebagai berikut:

a) Delapan sudut: melambangkan Desa Na Ualu (delapan mata angin).


(67)

33

b) Tiga warna (hitam, merah dan putih): melambangkan Debata Na Tolu (Allah tritunggal)

c) Tiga garis menyilang pada tiap mata angin: melambangkan pohon hidup, yakni trinitas kosmos.

d) Telur: mengingatkan mitos manusia atau makhluk.

e) Kapak dan geliong: alat untuk membuat tongkat Tunggal Panaluan.

f) Naga: Naga Padoha atau Pane Na Bolon.

Bindu matoga digambarkan juga pada beberapa pemujaan sebagai salah satu alat dalam rangka usaha pengembalian keharmonisan manusia dengan alam dan manusia dengan masyarakat. Gambar seperti ini biasanya digunakan pada upacara mamale taon(upacara perayaan bius tahunan) dan upacara mandudu(menari dengan tongkat Tunggal Panaluan).

Bindu matoga berfungsi sebagai penolak bala, penangkal racun, penjaga pencuri dan penangkal niat jahat orang lain dari segala penjuru. Gorga ini dibuat pada dorpi jolo diatas pintu rumah.

Gambar 2.25 Gorga Bindu Matoga sumber: Art and Culture Batak (1982).

27.Gorga Jamban

Bentuknya menyerupai bunga-bunga kecil yang disusun berbaris-baris, berulang-ulang dalam bentuk yang sama. Gorga ini hanya berfungsi sebagai hiasan. Dibuat pada parhongkom. Gorga ini dapat


(68)

34

dipakai disemua lapisan masyarakat Toba tanpa harus menyesuaikan tingkat kedudukan pemiliknya.

Gambar 2.26 Gorga Jamban

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

28.Gorga Piso-piso

Gorga ini sering dibuat hanya satu tangkai, biasanya dibuat pada loting-lonting samping kiri dan kanan, pada parhongkom bagian bawah (ture-ture) motif yang sama dibuat berjejer dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Daun gorganya selalu panjang-panjang dan tajam seperti pisau. Teknik pembuatannya ada yang hanya dilukis dengan warna hitam saja dan ada yang ukir dengan tiga warna. Fungsinya hanya sebagai hiasan.


(69)

35

Gambar 2.27 Gorga Piso-piso sumber: koleksi pribadi

29.Andor Marsirahutan

Gorga Andor Marsirahutan yaitu motif gorga yang berasal dari bentuk sulur tumbuhan dimana pada pertengahan bidang gorga dibuat saling mengikat (marsirahutan). Gorga ini mengingatkan pemilik rumah supaya tetap menjaga hubungan baik keluarga, dan tetap saling terikat.

Gorga ini biasanya dibuat pada tomboman adop-adop dan sibongbongari.


(70)

36

Gambar 2.28 Gorga Marsirahutan

sumber: Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara(1980).

30.Andor Simeneng

Gorga ini bentuknya menyerupai singa-singa, tetapi sedikit lebih kecil dan lebih pendek. Letaknya agak tersembunyi diantara loting-loting dan haling gordang, tepatnya pada ujung sumban. Gorga ini dianggap sebagai lambang mata-mata kerajaan, atau pengintai. Fungsinya sebagai penjaga rumah dari gangguan setan-setan atau roh-roh jahat lainnya. Hanya untuk rumah raja-raja dan serdadu-serdadu.

Gambar 2.29 Gorga Simeneng


(71)

37 31.Dila Paung

Gorga dila paung adalah gorga yang terdapat pada dila paung (salah satu anatomi rumah adat Batak Toba) yang merupakan permohonan kepada Sang Pencipta Mulajadi Na Bolon supaya di rumah itu dikaruniakan anak yang cerdik dan pandai serta bijaksana. Permohonan itu sering diungkapkan sewaktu mengadakan acara memasuki rumah baru, dengan mengatakan: “Sai tubu ma di tonga-tongani jabu on anak na pistar partahi-tahi jala parhata-hata”.

Pada bagian atas dila paung ditempatkan jaga dompak yang paling tinggi kedudukannya yaitu jaga dompak raja. Juga merupakan lambang permohonan kepada Mula Jadi Na Bolon supaya dikaruniakan raja yang sakti, cerdik, diplomatis, adil dan bijaksana. Terlihat dari bentuknya yang menyerupai neraca keseimbangan, tidak condong ke kiri dan tidak condong ke kanan, selalu menunjuk ke titik pertengahan, yaitu titik keadilan. Dila (lidah) artinya pandai berbicara dan berkata yang benar. Paung (payung) diartikan sebagai pelindung.

Gambar 2.30 Gorga Dila Paung


(72)

38

II.8. Teknik Menggambar Ornamen(Ragam Hias)

Kemampuan dalam menggambar ornamen tidak saja diperlukan untuk kepentingan melatih ketrampilan menggambar dan mendesain, melainkan juga sangat diperlukan untuk pencatatan dan rekaman visual atas pengamatan dan pengkajian ornamen tersebut. Disamping itu kemampuan menggambar suatu ornamen akan meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap ornamen yang bersangkutan.

II.8.1 Teknik Gambar Kontur

Gambar yang disajikan dengan kontur umumnya sederhana teteapi dapat memberikan informasi yang cukup jelas. Kontur dapat dibuat dengan garis-garis yang sama tebal atau dapat pula dengan garis yang tebal-tipis. Teknik menggambar kontur ini, biasanya dengan cara menjiplak, dengan menurut/mengikuti garis-garis ornamen, agar memberikan hasil yang lebih akurat. Biasanya menggunakan kertas kalkir agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Penyajian gambar ornamen dengan garis kontur, sering kali lebih berfungsi untuk memperjelas gambar pada foto yang kualitas fotonya kurang baik.

Gambar 2.31Teknik Kontur

sumber: Drs. Sunaryo, A. (2009) Ornamen Nusantara (h.201).

II.8.2 Teknik Gambar Blok

Ornamen ukir tembus pandang atau yang berwarna kontras lebih cocok digambar dengan penyajian blok. Bagian-bagian yang berlubang atau yang menjadi latar belakangnya (background), dapat dihitamkan dan yang menjadi motifnya tetap putih atau mungkin ssebaliknya.


(73)

39

Gambar 2.32 Teknik Blok

sumber: Drs. Sunaryo, A. (2009) Ornamen Nusantara (h.203).

Gambar Ornamen yang disajikan blok hitam-putih menjadikan kontras antara motif-motifnya dan menjadi latarnya. Sama dengan teknik gambar kontur, penyajian blok hitam-putih lebih menampilkan gambar motif yang jelas.

II.8.3 Teknik Gambar Rendering

Yang dimaksud dengan rendering adalah gambar yang penyelesaiannya dilengkapi dengan garis-garis arsir, arsir silang, atau goresan lainnya untuk menyatakan nilai gelap terang, massa bentuk atau volum, dan tekstur. Keunggulan teknik gambar ini adalah pernyataan bentuk trimatra menjadi lebih tampak nyata. Jika kesan trimatra sebuah ornamen ingin dimunculkan, maka penyajian gambar rendering akan lebih representatif dari yang hanya berupa gambar kontur atau blok.

Gambar 2.33 Teknik Rendering

sumber:http://journeeseuropeennesdesmetiersdart.files.wordpress.com/2013/03/guillochis- musc3a9e-du-louvre-c2a9evelyne-thomas.jpg


(74)

40 II.8.4 Teknik Gambar Warna

Penyajian berwarna dalam gambar ornamen dapat menggunakan beberapa teknik pewarnaan, yakni secara polos, natural, dan teknik sungging. Pada teknik sungging, pewarnaan suatu bagian dibuat bergradasi, bertingkat-tingkat dari warna terang ke warna yang lebih gelap, dengan cara pengaturan value atau nilai gelap terang.

Disamping warna-warnanya yang dibuat bergradasi dan tampak bersaf, sering kali teknik sungging dilengkapi dengan kontur, titik-titik, garis dan arsir. Titik-titik dan arsir menggunakan hitam atau dapat pula menggunakan warna lain yang kontras dengan warna dasarnya. Teknik sungging dalam gambar ornamen cocok digunakan untuk mewarnai ornamen ukir, tetapi juga dapat diterapkan pada ornamen untuk batik. Pewarnaan teknik sungging dapat dilihat pada wayang kulit dan wayang golek.

Gambar 2.34 Teknik Warna(salah satu jenis ornamen toraja, pakdaun peria) sumber: http://3.bp.blogspot.com/-

9MS0fMRX0kM/TuBOK7slQxI/AAAAAAAABBE/gTqm8tCn_0Q/s1600/4.JPG II.9. Pengertian Media Informasi

Media memiliki arti yaitu suatu perangkat yang dapat menyalurkan informasi dari sumber ke penerima informasi.Sedangkan informasi adalah segala sesuatu yang memiliki arti dan nilai.Sehingga dapat kita temukan bahwa media informasi adalah suatu alat komunikasi yang dibuat dalam suatu perangkat yang berisikan data yang diolah menjadi bentuk yang memiliki arti dan nilai, yang berguna bagi penerimanya digunakan untuk pengambilan keputusan.


(75)

41 II.10. Media Informasi Buku

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar.Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.

II.10.1Anatomi Buku

Dasar dari unsur-unsur buku adalah: 1. Cover Buku (Sampul Buku)

Sampul buku merupakan bagian buku yang paling luar.Berfungsi untuk melindungi isi dan untuk memperkokoh buku.

Cover depan

Cover sangat mempengaruhi daya tarik sebuah buku, karena persepsi awal terhadap buku ada disini. Cover depan berisi judul, nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, logo dan nama penerbit.

Cover Belakang

Pada Cover belakang berisi judul buku, sinopsis, biografi penulis, ISBN (International Standard Book Number) beserta barcodenya, alamat penerbit dan logonya.

• Punggung Buku

Buku yang tebal biasanya memiliki punggung buku. Dalam punggung buku berisi nama pengarang, nama penerbit, dan logo penerbit.

Endorsement

Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca, tokoh-tokoh atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis pada cover belakang.


(76)

42 2. Perwajahan Buku

• Ukuran Buku

Ukuran buku sangat berhubungan dengan isi.Ukuran buku disesuaikan oleh kebutuhan.Untuk media pembelajaran, ukuran buku biasanya lebih panjang dan lebih lebar.

• Bidang Cetak

Dalam setiap halaman isi buku, kita melihat bagian yang kosong di setiap pinggir-pinggirnya, atau biasa disebut margin.Selain untuk keindahan, bagian tersebut berfungsi mengamankan materi dari kesalahan cetak (misalnya terpotong).Sedangkan bagian yang berisi tulisan (materi) biasa dinamakan bidang cetak.

• Pemilihan Huruf

Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antarbaris (lead) sangat penting dalam pembuatan buku. Ketiga hal tersebut selain untuk kepentingan estetika, akan menentukan enak tidaknya buku dibaca.

• Penomoran Halaman

Halaman berkaitan dengan kemudahan pembaca dalam menandai materi atau isi.

• Pemilihan Warna

Beberapa buku terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar-gambar tertentu yang memang dibutuhkan, untuk penegasan atau sekadar keindahan.

• Keindahan dan Kesesuaian ilustrasi

Beberapa buku khususnya buku anak-anak banyak membutuhkan ilustrasi yang berfungsi menggambarkan atau menjelaskan suatu materi, sehingga membantu imajinasi pembaca untuk memahami pesan dalam buku tersebut.

• Kualitas Kertas dan Penjilidan

Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama. Untuk buku anak-anak yang mengandung banyak


(1)

41 II.10. Media Informasi Buku

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar.Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.

II.10.1Anatomi Buku

Dasar dari unsur-unsur buku adalah: 1. Cover Buku (Sampul Buku)

Sampul buku merupakan bagian buku yang paling luar.Berfungsi untuk melindungi isi dan untuk memperkokoh buku.

Cover depan

Cover sangat mempengaruhi daya tarik sebuah buku, karena persepsi awal terhadap buku ada disini. Cover depan berisi judul, nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, logo dan nama penerbit.

Cover Belakang

Pada Cover belakang berisi judul buku, sinopsis, biografi penulis, ISBN (International Standard Book Number) beserta barcodenya, alamat penerbit dan logonya.

• Punggung Buku

Buku yang tebal biasanya memiliki punggung buku. Dalam punggung buku berisi nama pengarang, nama penerbit, dan logo penerbit.

Endorsement

Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca, tokoh-tokoh atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis pada cover belakang.


(2)

42 2. Perwajahan Buku

• Ukuran Buku

Ukuran buku sangat berhubungan dengan isi.Ukuran buku disesuaikan oleh kebutuhan.Untuk media pembelajaran, ukuran buku biasanya lebih panjang dan lebih lebar.

• Bidang Cetak

Dalam setiap halaman isi buku, kita melihat bagian yang kosong di setiap pinggir-pinggirnya, atau biasa disebut margin.Selain untuk keindahan, bagian tersebut berfungsi mengamankan materi dari kesalahan cetak (misalnya terpotong).Sedangkan bagian yang berisi tulisan (materi) biasa dinamakan bidang cetak.

• Pemilihan Huruf

Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antarbaris (lead) sangat penting dalam pembuatan buku. Ketiga hal tersebut selain untuk kepentingan estetika, akan menentukan enak tidaknya buku dibaca.

• Penomoran Halaman

Halaman berkaitan dengan kemudahan pembaca dalam menandai materi atau isi.

• Pemilihan Warna

Beberapa buku terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar-gambar tertentu yang memang dibutuhkan, untuk penegasan atau sekadar keindahan.

• Keindahan dan Kesesuaian ilustrasi

Beberapa buku khususnya buku anak-anak banyak membutuhkan ilustrasi yang berfungsi menggambarkan atau menjelaskan suatu materi, sehingga membantu imajinasi pembaca untuk memahami pesan dalam buku tersebut.

• Kualitas Kertas dan Penjilidan

Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama. Untuk buku anak-anak yang mengandung banyak


(3)

43

ilustrasi dan berwarna, biasanya membutuhkan kertas yang lebih tebal. Hal ini mempengaruhi penjilidan di akhir proses penerbitan buku.

3. Halaman Preliminaries (halaman pendahulu) • Halaman Judul

Halaman ini berada di awal setelah cover buku. Halaman ini berisikan antara lain, judul, sub judul, nama penulis, nama penerjemah, nama penerbit, dan logo.

• Hak Cipta (copyright)

Halaman hak cipta berisi judul, identitas penerbit, penulis, termasuk tim yang terlibat dalam proses publikasi, misalnya editor, penata letak, desainer sampul, illustrator, dll. Halaman ini biasanya disertai juga dengan pernyataan larangan untuk memperbanyak (menggandakan) buku tersebut.

• Halaman Sambutan

Halaman ini berisikan ucapan terima kasih dari penulis.Ada juga kata sambutan yang disampaikan oleh lembaga atau perorangan yang berkompeten.

• Kata Pengantar

Kata pengantar berisi sedikit ulasan atas buku atau atas penulis, yang ditulis penerbit atau siapa pun yang berkompeten dan berkaitan dengan isi buku.

• Prakata

Prakata ditulis sendiri oleh penulis sebagai pemandu sebelum pembaca memasuki materi atau isi buku. Prakata biasanya berisi uraian tentang tujuan serta metode penulisan.

• Daftar Isi

Memudahkan pembaca mencari halaman isi yang berkaitan dengan tema tertentu dari materi buku.

• Selain itu ada juga beberapa hal yang termasuk dalam Halaman Preliminaries, tetapi tergantung kebutuhan atau sesuai dengan


(4)

44

materi (isi) buku (tidak selalu ada), yaitu: Daftar tabel, Daftar singaktan dan akronim, Halaman daftar lambang, Halaman daftar ilustrasi, Halaman pendahuluan.

4. Halaman Isi Buku • Judul Bab

Biasanya untuk ukuran font untuk judul bab lebih besar dari subbab.

• Penomoran Bab

Penomoran berbeda-beda pada beberapa buku. Pada buku yang berisi ilmu pengetahuan teoritis biasanya penomoran bab menggunakan angka Romawi atau angka Arab. Akan tetapi, pada buku-buku sastra atau buku-buku ilmu pengetahuan populer, biasanya lebih banyak menggunakan simbol-simbol atau berupa tulisan, satu, dua, tiga dst.

• Alinea

Setiap paragraf baru ditandai dengan adanya alinea. • Penomoran Teks

Dalam penomoran teks, harus konsisten dan sesuai aturan penomoran teks. Misalnya dengan huruf (A, 1, a, (1), (a)) dan dengan angka (1.1, 1.2., 1.2.3), atau dengan teknik lain.

• Perincian

Dalam melakukan perincian, hampir sama dengan sistem penomoran teks. Perincian banyak dijumpai pada soal-soal ujian.Perincian dapat berupa penjabaran, dapat pula berupa pilihan, dapat menggunakan nomor dan dapat pula menggunakan angka.

• Kutipan

Setiap kutipan harus mencantumkan sumber.Jika kutipan relatif banyak, maka harus dibuat dengan font yang berbeda, baik ukuran dan jenis font-nya.


(5)

45

Ilustrasi dibuat harus memiliki keterkaitan dengan materi, karena pemberian ilutrasi bertujuan untuk membantu menjelasjkan materi melalui gambar.

• Tabel

Penempatan tabel harus berdekatan dengan materi yang berkaitan.

• Judul Lelar

Judul lelar biasanya ditempatkan diatas atau dibawah teks, kadang diletakkan bersebelahan dengan nomor halaman.Judul lelar biasanya berisi judul buku dan judul bab atau nama pengarang.

• Inisial

Inisial adalah huruf pertama dalam di awal paragraf setelah judul bab yang dibuat sangat besar melebihi ukuran huruf yang lain.

• Catatan Samping

Biasanya berada di akhir kalimat kutipan tidak langsung. • Catatan Kaki

Biasanya berada di baris paling bawan halaman, sebelum Judul lelar.

5. Halaman Postliminary (Penyudah) • Catatan Penutup

Semacam catatan kaki yang berada di akhir materi atau setelah bab terakhir.

• Lampiran

Penjelasan-penjelasan atau data yang berfungsi sebagai pendukung atau penguat materi buku.

• Indeks

Daftar kata atau istilah penting yang dilengkapi dengan nomor halaman.Indeks disusun secara alfabetis dan tereletak pada bagian akhir buku.Kita dapat mencari informasi dari istilah


(6)

46

yang terdapat dalam indeks dengan membuka halaman yang tertera di belakang istilah.Namun, tidak semua buku menggunakan indeks sebagaimana tidak semua buku memerlukan indeks.

• Daftar Pustaka

Berisi daftar buku-buku yang dijadikan referensi dalam menulis materi buku.

• Biografi Penulis