Tinjauan kepustakaan Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb)

pembuktian dalam hukum acara pidana Indonesia terutama tentang kedudukan keterangan saksi di penyidikan sebagai alat bukti yang sah dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. 2. secara praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi demi perkembangan ilmu pengetahuan, serta sebagai informasi mengenai hukum pembuktian khususnya tentang kedudukan keterangan saksi di penyidikan sebagai alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka skripsi yang berjudul “Kedudukan Keterangan Saksi di Penyidikan Sebagai Alat Bukti yang Sah Dalam Persidangan Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb” belum pernah diajukan. Oleh karena itu, maka penulisan skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan kepustakaan

1. Pengertian saksi Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar, ia lihat, Universitas Sumatera Utara dan ia alami sendiri Pasal 1 butir 26 KUHAP. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saksi memiliki enam pengertian, yaitu : a. saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian. b. saksi adalah orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan, dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. c. saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa. d. saksi adalah keterangan bukti pernyataan yang diberikan oleh orang yang melihat atau mengetahui. e. saksi diartikan sebagai bukti kebenaran. f. saksi adalah orang yang dapat diberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tertentu suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialami sendiri. 3 Dalam Kamus Hukum, saksi diartikan sebagai seseorang yang mengalami, melihat sendiri, mendengar, merasakan sesuatu kejadian dalam perkara pidana. 4 3 Eddy O.S. Hiriej, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012, hal 55 4 Ibid, hal 56 Jadi bila dilihat perbandingan antara penegertian saksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan pengertian saksi dalam kamus hukum, dapat dikatakan pengertian saksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih luas daripada Kamus Hukum. Universitas Sumatera Utara 2. Pengertian Penyidikan Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing Belanda dan investigation Inggris atau penyiasatan atau siasat Malaysia. KUHAP memberi defenisi penyidikan yaitu “Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencarai serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” 5 Penyidik yang dimaksud dalam defenisi penyidikan adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia POLRI atau pejabat Pegawai Negeri Sipil PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan Pasal 1 butir 1 KUHAP. Sesuai dengan perumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, maka sasaran atau target tindakan penyidikan adalah mengupayakan pembuktian tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya menjadi terang jelas sekaligus menemukan siapa tersangka pelakunya. 6 5 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 120 6 HMA Kuffal, Op. Cit. hlm.53, Disamping penyidik polri, penyidik pegawai negeri sipil, ada juga penyidik jaksa yang bertugas untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu. Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia.Selain itu juga demi terlaksannaya hukum acara pidana yang efektif. Bagian- bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik. b. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik. c. Pemeriksaan ditempat kejadian. d. Pemanggilan tersangka dan terdakwa. e. Penahanan sementara. f. Penggeledahan. g. Pemeriksaan atau interogasi. h. Berita acara penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat. i. Penyitaan. j. Penyampingan perkara. Sebelum dilakukan penyidikan, terlebih dahulu dilakukan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana guna menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgaai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang Pasal 1 butir 5 KUHAP. Penyelidikan bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri, melainkan merupakan sub fungsi dan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan.Dengan adanya tahapan tindakan penyelidikan sebelum dilakukan tindakan penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP yang berlaku sekarang ini dikandung maksud agar aparat penyidik dalam menggunakan kewenangan upaya Universitas Sumatera Utara paksa lebih berhati-hati dan menghindarkan diri dari cara-cara yang menjurus kepada tindakan pemerasan pengakuan tersangka daripada upaya menemukan alat-alat bukti yang sah. Dengan demikian apakah akan dilakukannya penyidikan atau tidak terhadap suatu tindak pidana ditentukan oleh hasil penyelidikan. Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan dan memberi pembuktian-pembuktian mengenai kesalahan yang dilakukannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyidik akan menghimpun keterangan sehubungan dengan fakta-fakta tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. 7 a. fakta tentang terjadinya suatu kejahatan Keterangan-keterangan yang dihimpun tersebut adalah mengenai: b. identitas dari korban c. tempat diamana telah terjadi kejahatan d. bagaiamana kejahatan itu dilakukan e. waktu terjadinya kejahatan f. apa yang menjadi motif, tujuan, serta niat, dan g. identitas pelaku kejahatan. Dimulainya penyidikan adalah ketika digunakannya upaya paksa dalam rangka penyidikan suatu tindak pidana.Sejak saat telah dimulainya penyidikan itulah timbul kewajiban penyidik untuk memberitahukan tentang telah dimulainya suatu 7 Gerson W. Bawengan, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hal 19 Universitas Sumatera Utara penyidikan atas suatu tindak pidana kepada penuntut umum. 8 3. Pengertian Alat Bukti Setelah disampaikannya pemberitahuannya kepada penuntut umum, maka dengan otomatis telah terjalin hubungan koordinasi fungsional antara penyidik dan penuntut umum.Tidak dapat dipungkiri, jaksa penuntut umum sangat butuh informasi-informasi dari hasil penyidikan untuk keperluan dakwaan bahkan sampai tahap tuntuan dalam persidangan. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. 9 Selain itu, alat bukti dapat didefenisikan sebagai segala hal yang dapat digunakan untuk membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di pengadilan. 10 8 Harun M.Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, 1991, hal 104 9 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003, hal 11 10 Eddy O.S. Hiariej, Op Cit, Hal 52 Mengenai apa saja yang termasuk alat bukti, masing-masing hukum acara suatu peradilan akan mengaturnya secara rinci dan berbeda antara satu dengan lainnya. Misalnya, alat-alat bukti dalam hukum acara pidana berbeda dengan alat bukti dalam hukum acara perdata. Universitas Sumatera Utara Andi Hamzah menyatakan alat-alat bukti ialah upaya pembuktian melalui alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atu dalam pidana perkara dakwaan di sidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat dan petunjuk, dalam perkara pidana termasuk persangkaan dan sumpah. 11 Menurut pendapat Colin Evansdalam konteks teori, wujud bukti dapat beraneka ragam seperti saksi mata, ahli, dokumen, sidik jari, DNA, dan lain sebagainya.Apa pun bentuknya, Colin Evans membagi bukti dalam dua kategori, yaitu bukti langsung direct evidence dan bukti tidak langsung circumtantial evidence. Kendatipun demikian, dalam konteks persidangan pengadilan tidak ada pembedaan antara bukti langsung dan bukti tidak langsung, namun kekuatan pembuktian pembedaan tersebut cukup signifikan.Terkait dengan bukti langsung dan tidak langsung, Phyllis B. Gerstenfeld membedakan, bukti langsung adalah bukti yang cenderung menunjukkan keberadaan fakta tanpa bukti tambahan.Sementara itu, bukti tidak langsung adalah bukti yang membutuhkan pembuktian lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan atas bukti tersebut. 12 Alat bukti mempunyai peranan yang sangat penting dalam persidangan.Salah satu ketentuan dalam sistem hukum acara pidana di negara-negara modern sekarang ini, termasuk juga hukum acara pidana di Indonesia, bahwa untuk menghukum 11 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal 2 12 Eddy O.S. Hiariej, Op Cit, hal 52 Universitas Sumatera Utara seseorang haruslah didasarkan pada adanya alat-alat bukti.Berdasarkan alat-alat bukti tersebut, hakim sebagai pemutus perkara pidana dapat menyimpulkan tentang kesalahan terdakwa dan menjatttuhkan hukuman pidana terhadapnya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pencabutan Keterangan Terdakwa Dalam Persidangan Dan Implikasinya Terhadap Kekuatan Alat Bukti (Studi Putusan Nomor : 43 / Pid. B / 2009/ PN-TTD)

0 63 101

Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752/ Pid.B/ 2012/ PN.Stb)

2 96 102

KEDUDUKAN SAKSI VERBALISAN (SAKSI PENYIDIK) SEBAGAI ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali).

0 2 14

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI PADANG.

0 1 6

PERANAN KETERANGAN TERDAKWA SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI KELAS I A PADANG.

0 2 6

TINJAUAN TENTANG PENJATUHAN PUTUSAN OLEH HAKIM YANG DIDASARKAN KEPADA ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI-SAKSI YANG DIBACAKAN PENUNTUT UMUM DI PERSIDANGAN PERKARA PENCURIAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 255/Pid.B/2010/PN.BKL).

0 0 1

Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb)

0 0 8

Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb)

0 0 1

Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb)

0 0 28

Kedudukan Keterangan Saksi Di Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Persidangan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752 Pid.B 2012 PN.Stb)

0 0 2