PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA PADA MASA TRANSISI DEMOKRASI: PEMILU 2004 DAN 2009 Oleh Ade Priangani

Optimalisasi Komunikasi Politik

Konsep komunikasi politik dalam ilmu politik telah mengalami perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond pernah mengkategorikannya sebagai satu dari 4 fungsi input sistem politik. Kemudian mereka yang memakai pendekatan komunikasi politik terhadap sistem politik telah menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik.

Ia diibaratkan sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup. Komunikasi politik, sebagaimana layaknya darah, mengalirkan pesan-penan politik berupa tuntutan, protes, dukungan 9aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan sistem politik, dan hasil pemprosesan itu, yang tersimpul dalam fungsi-fungsi out-put, dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback sistem politik. Komunikasi Politik -transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik- merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, dan proses sosialisasi, partisipasi dan pengrekrutan politik tergantung pada komunikasi.

Model Komunikasi Yang Sederhana

Audiens/ pendengar

Umpan Balik

Unsur suatu sistem komunikasi di perlihatkan diatas, yang terdiri dari: Sumber (pesan atau informasi), pesan, penerima informasi (audiens) dan suatu proses yang di kenal sebagai umpan balik. Sebagai contoh (penjelasan), bisa kita lihat :

Sumber yang tipikal mungkin adalah seorang calon untuk pemilihan bagi suatu jabatan politik;

Pesannya akan merupakan serangkaian usul politik;

Salurannya berupa siaran TV;

Pendengarnya adalah anggota kelompok pemilih yang kebetulan memperhatikan siaran;

Umpan baliknya adalah persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap usul-usulnya.Umpan baliknya adalah persetujuan atau

ketidaksetujuan terhadap usul-usulnya.

Bagi seorang pemegang jabatan politik, umpamanya, sumber informasinya meliputi:

Para pemegang jabatan

Rekannya di Kantor; Berbagai sekutu politik;

administratif;

Kontak periodik dengan anggota masyarakat,

Pemimpin-pemimpin

melalui : Kampanye pemilu, kelompok kepentingan; pidato umum, kunjungan

Media Massa;

kerja ke daerah).

Peranan media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam mana seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, dan pada umumnya media massa itu sendiri mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalah-masalah politik. Setiap sistem politik mengembangkan jaringan komunikasi politiknya sendiri, dan mengakui pentingnya sumber-sumber khusus, sedang saluran-saluran dan para pendengar akan berbeda menurut hal-hal yang kita sebutkan tadi.

Kelompok kepentingan dan partai-partai politik, meskipun berbeda dari sistem yang satu dengan yang lain sangat vital sekali bagi proses komunikasi, karena menyajikan saluran yang dapat mengadakan kontak antara para pejabat politik dan pejabat-pejabat administratif, serta rakyat pada umumnya.

Dalam upaya mensukseskan pemilupun demikian. Peran partai politik terutama, bisa dijadikan alat untuk mengkomunikasikan program-program partai kepada masyarakata pendukungnya secara periodik, baik secara antar personal maupun dengan melalui bentuk media. Alangkah lebih cepat informasi yang di terima konstituen, apabila seluruh partai punya koran, radio, bahkan televisi sendiri. Efektivitas Komunikasi Politik saat ini banyak ditentukan oleh kemampuan para agen komunikasi bermesraan dengan teknologi.

Alat komunikasi yang lebih modern akan mempercepat proses pembentukan karakter dan keyakinan para kader partai terhadap partainya. Sebab bagaimanapun juga kita akan sependapat dengan Lanedan Sears yang menyatakan bahwa: Suatu sistem politik di bentuk dan di tuntut oleh dua hal, yaitu oleh apa yang diyakini para anggotanya, dan oleh caranya mempelajari serta mengubah keyakinan-keyakinan mereka itu.

Rekrutmen Politik

Dalam upaya mensukseskan Pemilu 2009 ini, partai-partai politik harus mempertimbangkan model rekrutment yang dilakukan. Sebab dalam posisi Pemilu sekarang, kapabilitas pengurus partai, caleg dan anggotanya (termasuk para-militer partai) akan sangat menetukan diterima atau di tolaknya partai di masyarakat. Maka dari selain membuat platform yang baik, yang masuk akal, partai-partai politik harus memiliki model pengrekrutan pengurus dan anggota yang nantinya akan melahirkan pemimpin yang qualifaid. Penataan kelembagaan setiap sistem politik merupakan faktor relevan lain dalam pengrekrutan politik.

Sistem pengrekrutan politik tentu saja memiliki keragaman yang tiada terbatas, walaupun begitu ada sedikitnya 2 cara yang dianggap paling penting, yaitu:

1. Seleksi pemilihan melalui ujian;

2. Seleksi pemilihan melalui latihan. Kedua cara ini, tentu saja memiliki banyak keragaman dan banyak

diantaranya mempunyai implikasi penting bagi pengrekrutan politik. Salah satu metode tertua yang di pergunakan untuk memperkokoh kedudukan pemimpin- diantaranya mempunyai implikasi penting bagi pengrekrutan politik. Salah satu metode tertua yang di pergunakan untuk memperkokoh kedudukan pemimpin-

Suatu metode pengrekrutan lain yang sudah berjalan lama, yang umum terdapat pada banyak sistem politik, adalah perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau mengancamkan kekerasan.

Penggulingan dengan kekerasan suatu rezim politik, apakah hal itu berlangsung dengan coup d’etat, revolusi, intervensi militer dari luar, pembunuhan atau kerusuhan rakyat, kerap kali bisa di jadikan sarana untuk mengefektifkan perubahan radikal pada personil di tingkat-tingkat lebih tinggi dalam partisipasi politiknya.

Yang lain adalah cara Patronage (kekeluargaan/kebapakan ?), merupakan bagian dari suatu sistem penyuapan dan sistem korupsi yang rumit, yang merasuki banyak bidang kehidupan masyarakat. Sistem ini sebagian merupakan metode yang cukup mapan untuk mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan politik melalui pelbagai taraf pengontrolan terhadap hasil-hasil dari Pemilu, dan merupakan dukungan dalam parlemen yang berlangsung diantara beberapa pemilu. Sebagai suatu sistem pengrekrutan, sistem tersebut tidak selalu dapat menjamin pengrekrutan pemegang- pemegang jabatan yang cocok, baik secara politik maupun di ukur dari kemampuannya.

Alat pengrekrutan politik yang lain, disebutkan sebagai mampu memunculkan pemimpin-pemimpin alamiah. Di masa lampau peristiwa sedemikian ini lebih merupakan pembenaran kasar terhadap kekuasaan aristokratis; dan hal ini tetap merupakan suatu faktor kontekstual yang vital dari sebagian besar sistem-sistem politik.

Suatu metode yang lebih terbatas dimana pemimpin-pemimpin yang ada dapat membantu pelaksanaan pengrekrutan tipe-tipe pemimpin tertentu adalah dengan jalan koopsi (co-option) itu meliputi pemilihan seseorang ke dalam suatu badan oleh anggota-anggota yang ada, dan walaupun hal ini hampir umum terdapat Suatu metode yang lebih terbatas dimana pemimpin-pemimpin yang ada dapat membantu pelaksanaan pengrekrutan tipe-tipe pemimpin tertentu adalah dengan jalan koopsi (co-option) itu meliputi pemilihan seseorang ke dalam suatu badan oleh anggota-anggota yang ada, dan walaupun hal ini hampir umum terdapat

Sejauh menyangkut negara-negara demokrasi modern, terdapat persetujuan umum bahwa para pemegang jabatan politik dan administratif tanpa kecuali selalu tidak mewakili kepentingan golongan rakyat umum. Suatu teori yang serupa namun terpisah mengemukakan, bahwa mereka yang mempunyai kekuasaan selalu merupakan satu minoritas kecil atau satu oligarki, karena semua organisasi tersebut terdiri atas suatu minoritas yang aktif dan satu mayoritas yang tidak aktif.

Dikemukakan, bahwa minoritas aktif tadi selalu dapat mengakali mayoritas yang tidak aktif, karena ia mempunyai suatu kelebihan, yaitu terorganisasi dengan baik. Dan mayoritas penguasa sedemikian itu hanya dapat di gantikan oleh minoritas lain yang memiliki organisasi yang lebih unggul. Jadi inilah hukum besi oligarki dari Robert Michels (Political Parties).

Gaetano Mosca (The Rulling Class, 1939) menyatakan bahwa posisi dominan dari majoritas ini tidak hanya di sebabkan oleh keuntungan organisasinya saja tetapi kelompok ini juga memiliki keuntungan lain, karena mereka itu terdiri dari individu yang istimewa.

Baik Mosca maupun Vilgrado Pareto menyebutnya sebagai elite politik, dan bahwa komposisi klas berkuasa atau elite politik itu dapat berubah pada suatu periode waktu, yaitu melalui pengrekrutan pembentukan elite tandingan, suatu proses yang di sebut Pareto sebagai sirkulasi elite.

Kenyataan yang menunjukan bahwa kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat itu di wakili secara tidak sebanding di kalangan para pemegang jabatan politik dan administratif, sering di hubungkan dengan kekuatan permintaan. Harus diakui, bahwa pengrekrutan politik adalah juga merupakan masalah pengadaan seperti di kemukakan oleh model yang di lukiskan dibawah ini:

Penyediaan

tuntutan

agensi

kontrol

kriteria

Daya penyediaan dan permintaan di pengaruhi oleh berbagai badan seperti agensi pengrekrutan politik, kriteria yang mungkin di gunakan, dan oleh kadar sejauh mana proses itu dapat di kontrol. Beberapa agensi ini sedikit atau banyak bekerja “secara formal” (seperti komisi-komisi pengrekrutan administratif), yang lain-lain seluruhnya bersifat informal (seperti keluarga-keluarga politik atau kelompok- kelompok kepentingan tertentu).

Partai-partai politik jelas merupakan sarana yang paling penting dalam kebanyakan sistem politik untuk merekrut sebagian besar pemegang jabatan politik, walaupun seperti yang kita lihat, cara-cara mereka melakukannya berbeda sekali. Pentingnya partai-partai tertentu merupakan wahana pengrekrutan para pemegang jabatan klas pekerja.

Badan-badan agensi pengrekrutan politik biasanya akan menetapkan beraneka ragam kriteria, meliputi ciri-ciri dan keterampilan yang mereka anggap layak dan harus di kuasai oleh pejabat yang bersangkutan. Kriteria ini, tentu saja akan mencerminkan permintaan; tetapi mereka juga akan mempengaruhi sistem pengadaan, dengan jalan mendorong atau dengan cara menakut-nakuti orang-orang dengan karakteristik atau keterampilan khusus tadi. Mereka bukan tidak mungkin para wanita di banyak negara menjadi pusat asa untuk mencari jabatan politik, dan hal ini dengan sendirinya membatasi pengadaan calon politisi wanita.

Karena adanya banyak partai tentu saja akan menimbulkan politisi yang berlatar berbeda-beda. Donald Matthews umpamanya menggarisbawahi bahwa para Senator AS dapat di bagi dalam 4 tipe :

1. Kaum Ningrat,yang datang dari keluarga “politik” dengan status sosial cukup tinggi, dan terdapat dalam kedua partai (7 %).

2. Kaum Amatir,yang biasanya berasal dari status sosial agak bawahan, namun sering adalah hartawan, dan menampilkan lebih banyak anggota Republiken daripada Demokrat (34 %).

3. Kaum Profesional,yang telah menempuh jalan naik melalui aneka ragam jabatan politik, dan menyediakan lebih banyak anggota demokrat daripada anggota Republiken (55 %).

4. Kaum Agitator,biasanya mempunyai asal sosial yang rendah, dan memperoleh jabatan dengan usaha-usaha sendiri (4%).

Pada masyarakat totaliter, karena pengrekrutan politik itu bidang yang penting dan vital, maka ia memperoleh pengawasan yang ketat. Tentu saja, seperti yang pernah kita lihat, perubahan ekstensif dalam personal biasanya makan waktu, terutama dalam bidang administratif. Pokok permasalahan pengadaan adalah: menemukan masalah apa yang mendesak bagi individu untuk mencari atau menawarkan diri bagi jabatan politik dan jabatan administratif, terutama bagi mereka yang masuk kategori terdahulu.

Dengan demikian perlu disiasati, kira-kira model pengrekrutan seperti apa yang selayaknya dilakukan oleh partai-partai politik yang akan menghasilkan anggota, pengurus dan caleg yang secara moral terjaga. Terjaganya moral anggota, pengurus dan para caleg partai akan menimbulkan simpati dari masyarakat, kalau ini bisa dilakukan, peluang untuk memenangkan Pemilu akan semakin besar.

Namun apabila hal-hal tersebut juga berjalan sebaliknya, maka besar kemungkinan masyarakat akan mengambil langkah golput sebagai bentuk protes kepada segenap masyarakat politik (political society), sebab tingkah laku mereka tidak sejalan dengan harapan masyarakat yang menginginkan terwujudnya suatu negara yang murah sandang, murah pangan, murah papan; gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja; adil dan makmur.

Perlu kiranya disini pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan Pemilu bukan hanya agenda lima tahunan yang tidak bermakna apa-apa, hanya merupakan kewajiban temporer yang harus dilakukan. Pemilu pada hakekatnya adalah proses untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan sebelumnya. Kalau sukses maka mereka akan mendapat carrot dari masyarakat berupa dipilihnya lagi untuk memimpin negara lima tahun kedepan. Namun bagi pemerintahan yang jelek yang tidak aspiratif akan nurani rakyatnya sendiri, Pemilu merupakan stick, berupa penarikan dukungan dengan cara tidak memilihnya lagi untuk periode selanjutnya.

Oleh karenanya perlu kiranya pemerintah baik pusat maupun daerah mendorong dan mendukung KPU untuk bekerja lebih optimal dalam menjalankan atau mensukseskan Pemilu 2009. Namun tentu saja upaya yang dilakukan pemerintah melalui KPU tidak akan berjalan optimal tanpa keturutsertaan partai politik untuk turut serta membantu memperlancar proses dan agenda Pemilu. Buktinya mungkin dengan memperlancar kerja KPU, dalam hal ini persyaratan administratif partai dan caleg yang lengkah dan rapih, tidak ada lagi ijazah palsu dan Oleh karenanya perlu kiranya pemerintah baik pusat maupun daerah mendorong dan mendukung KPU untuk bekerja lebih optimal dalam menjalankan atau mensukseskan Pemilu 2009. Namun tentu saja upaya yang dilakukan pemerintah melalui KPU tidak akan berjalan optimal tanpa keturutsertaan partai politik untuk turut serta membantu memperlancar proses dan agenda Pemilu. Buktinya mungkin dengan memperlancar kerja KPU, dalam hal ini persyaratan administratif partai dan caleg yang lengkah dan rapih, tidak ada lagi ijazah palsu dan

Disinilah butuh kerja yang sinergis antara pemerintah/KPU dengan political society, dalam upaya menegakan civil society yang bermuara pada terciptanya clean government dan lahirnya pemimpin-pemimpin yang amanah terhadap nurani rakyat.

Partai Politik Dalam Pemilu Legislatif 2009

Generasi baru dalam partai politik Indonesia telah lahir. Sirkulasi elite dalam tubuh parpol yang dilaksanakan melalui musyawarah nasional, kongres, atau muktamar sepanjang tahun 2004 dan 2005 telah menghasilkan generasi baru dalam politik Indonesia. Hal ini dalam anggapan para pengamat politik akan menyebabkan kompetisi yang semakin sengit terutama dalam memperebutkan kursi DPR dalam pemilu legislative 2009.

Persaingan antar partai politik yang akan menjadi kontestan dalam pemilu tahun 2009 akan semakin ramai dan kompetitif seiring dengan perubahan kepemimpinan dalam tubuh partai politik. Faktor lain yang menyebabkan persaingan sengit adalah terjadinya perpecahan didalam tubuh partai-partai besar seperti PDI-Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat dan juga Partai Golongan Karya. Hal ini membuat kesempatan antar partai untuk memperoleh suara yang banyak, akan semakin kompetitif.

Meskipun demikian, persiapan pemilihan umum tahun 2009 bisa jadi tidak sebaik pemilu 2004. Pusat reformasi Pemilu (Cetro) membuat perbandingan persiapan kedua pemilu diatas. Misalnya, ketentuan mengenai pembentukan KPU yang independent disahkan 3 tahun 10 bulan menjelang pemilu 2004. Sementara untuk pemilu 2009, baru sebatas draft RUU Penyelenggara pemilu, dan diperkirakan KPU terbentuk April 2007 atau 2 tahun sebelum pemilu.

Terlepas dari semua kendala dalam persiapan pemilu tahun 2009, tetap saja persaingan dalam pemilu tersebut akan semakin kompetitif disbanding pemilu sebelumnya. Hal ini bisa terlihat dalam persiapan yang dilakukan oleh partai-partai politik menyambut pesta demokrasi tersebut.

Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba memetakan persiapan yang dilakukan oleh partai-partai politik di Indonesia menghadapi pemilu tahun 2009. Data-data ini didapat dari pemberitaan media massa, terutama Koran KOMPAS, yang penulis coba untuk perbandingkan antara satu dengan yang lain.

Partai Golkar

Terpilihnya Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar sangat diluar perkiraan karena dalam aktivitas partai golkar sebelumnya, Yusuf Kalla tidak terlalu aktif, bahkan untuk pemilihan Presiden-Wakil Presiden, keberadaan YK untuk mendampingi SBY tidak didukung oleh partai Golkar, yang lebih rela diberikan kepada Wiranto dan juga Megawati.

Namun dunia politik adalah grey area yang segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk menumbangkan Akbar Tanjung yang telah berjuang ketika Golkar mendapat hujatan dan umpatan selama pasca orde baru. Dan akhirnya politisi yang juga pengusaha ini berhasil meredam keinginan Akbar Tanjung untuk memimpin kembali Golkar. Dalam posisinya sebagai wakil presiden, Kalla mampu merebut simpati dan kepercayaan dari pengurus struktural Partai Golkar dari berbagai daerah melalui Kongres Partai Golkar di Denpasar, Bali, akhir tahun 2004.

Kepada kader parpolnya di seluruh Indonesia, Kalla menekankan pentingnya semakin besar serta banyak peran kenegaraan dan pemerintahan diraih di setiap pemilihan umum. Diraihnya peran kenegaraan dan pemerintahan itu yang membedakan parpol dengan lembaga swadaya masyarakat. Dalam memasarkan partai sebagai langkah untuk kembali meraih kemenangan dalam Pemilu 2009, Kalla mengemukakan tak perlu kampanye apabila sejak sekarang rajin dan tertib membina organisasi. Hal itu yang dilakukannya di sela-sela tugas kenegaraannya yang sangat padat.

Dalam melihat permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, Yusuf Kalla memandang bahwa bangsa dan partai politik harus satu tujuan, yaitu untuk mencapai kemakmuran bangsa, kesejahteraan bangsa, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Itu tujuan akhir sebuah partai politik. Kalau dibaca seluruh anggaran dasar partai politik pasti semuanya begitu. Partai politik jangan hanya dianggap sebagai suatu pelengkap atau syarat suatu demokrasi. Untuk melaksanakan fungsi itu dan melaksanakan tujuan itu, partai politik harus punya peranan di pemerintahan. Itulah yang dilakukan dalam pemilihan umum pusat maupun di daerah. Peranan partai politik harus meningkat pada peranan kenegaraan dan pemerintahan bukan hanya upaya perebutan kekuasaan.

Menurut Kalla, ada tiga hal yang harus bansa Indonesia tuntaskan. Pertama, perbaikan sistem. Yang sering masuk kategori korupsi umumnya Menurut Kalla, ada tiga hal yang harus bansa Indonesia tuntaskan. Pertama, perbaikan sistem. Yang sering masuk kategori korupsi umumnya

Hukum pun terbagi tiga tahap mulai polisi penyelidikan, jaksa penuntutan, hakim pengadilan yang mengadili. Sekarang ini kalau kita lihat kecenderungannya kan suasana dan nuansanya bagus. Yang ditangkap siapa saja sekarang mulai dari gubernur, bupati, KPU, dan direksi bank. Yang dicapai pada dewasa ini di samping diadili yang katakanlah kakap-kakap—walaupun harapan masyarakat belum dapat dijawab semuanya—tetapi dengan upaya yang keras ini yang paling tampak dicapai adalah pencegahan itu. Rasa takut untuk korupsi itu kan penting.

Dalam konteks ekonomi, secara parsial dikeluarkan kebijakan untuk mempertahankan kepentingan ekonomi nasional ada dilaksanakan pembatasan, pembatasan itu kita untuk hal-hal tertentu, misalnya beras berhenti impor pada kondisi tertentu, gula juga demikian, juga rotan. Kita kembali membela dan mempertahankan kepentingan nasional. Subsidi tetap ada jadi tidak seluruhnya diserahkan kepada pasar.

Target Pemilu 2009 Partai Golkar menangkan pemilu dalam artian nomor satu dengan angka yang lebih baik dari Pemilu 2004. membina organisasi partai dengan baik sejak sekarang, tanpa kampanye pun kita akan menang. Persaingan kita adalah menarik simpati rakyat dan itu harus dimenangkan dengan bekerja untuk rakyat. Tingkat persaingannya di situ. Bukan dalam arti saling menjatuhkan. Pemenangnya adalah siapa yang paling mengabdi kepada rakyat. Empat tahun kita harus bekerja sama untuk membangun bangsa ini bersama-sama. Satu tahun saja kita perlukan untuk betul-betul bersaing.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Partai yang berlambang banteng moncong putih ini, setiap menjelang pemilu senantiasa dihadapkan pada permasalahan hengkangnya kader-kader partai dari partai ini. Dalam pemilu tehun 2004, PDIP kehilangan Dimyati Hartono, Sofyan Sofian dan kawan-kawan yang dalam pemikiran berseberangan dengan pengurus partai yang nafsu dengan kekuasaan, sehingga lupa memperjuangkan nasib rakyat, yang justru menjadi thema sentral kampanye tahun 1999.

Menjelang pemilu tahun 2009 pun PDI Perjuangan dihadapkan pada persoalan yang klasik yaitu partai tidak mampu menampung kadernya yang masih Menjelang pemilu tahun 2009 pun PDI Perjuangan dihadapkan pada persoalan yang klasik yaitu partai tidak mampu menampung kadernya yang masih

Namun pengalaman membuktikan bahwasanya PDI Perjuangan akan tetap eksis meski banyak diantara kadernya yang meninggalkan partai. Hal ini dikarenakan, masyarakat memilih partai ini bukan karena kader-kader partainya, melainkan melihat sosok Soekarno yang berada dibalik Megawati Soekarnoputri. Jadi dengan demikian selama masyarakat Indonesia memandang baik Soekarno, maka Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan akan tetap bertahan, meski PDIP bukan refresentasi dari ide-ide Bung Karno.

Partai Kebangkitan Bangsa

Besarnya kekuasaan Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tercermin dari tindakan Abdurrahman Wahid yang mengganti kepemimpinan Matori Abdul Djalil pada tahun 2001 dan kemudian mengganti Alwi Shihab pada Oktober 2004. Meski tidak terlalu dominan, kedudukan ketua umum, yang disebut dengan Ketua Dewan Tanfidz PKB, tetap dipandang penting dan diperebutkan. Bahkan, perebutan posisi ini telah menyebabkan pecahnya PKB menjadi dua kubu, yaitu kubu Muhaimin Iskandar dan kubu Alwi Shihab. Sementara posisi Ketua Dewan Syuro tampaknya tetap aman meski guncangan-guncangan politik terjadi di struktur

di bawahnya. 12 Keberadaan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

Abdurrahman Wahid di tubuh PKB memang menjadi fenomena tersendiri yang mampu menyedot suara pemilih dari kalangan NU pada tahun 1999. Pada pemilu yang dilaksanakan secara demokratis ini, PKB mengantongi 10,57 persen suara. Meski kalah dari suara yang diperoleh oleh Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, jabatan Presiden RI dapat diraih oleh Abdurrahman Wahid. Sayangnya, konflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menjatuhkannya dari

12 Jajak Pendapat KOMPAS: PKB Bergelut di Kancah Kewenangan 12 Jajak Pendapat KOMPAS: PKB Bergelut di Kancah Kewenangan

Menjelang pemilu legislatif 2004, ekspektasi publik terhadap partai ini memang tidak terlalu besar. Dalam jajak pendapat yang diselenggarakan Februari 2004, misalnya, hampir separuh bagian (49 persen) responden meragukan kemampuan PKB dalam memperjuangkan aspirasi mereka. Bahkan, dalam tiga kali jajak pendapat yang diselenggarakan menjelang dan pasca-Muktamar II PKB, apresiasi publik terhadap kinerja partai tidak mengalami peningkatan. Sekitar separuh bagian responden menyatakan tidak puas dengan kinerja partai ini dalam menjalankan fungsi-fungsi politiknya.

Naik turunnya apresiasi masyarakat terhadap PKB sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh partai ini. Ketika Alwi Shihab disingkirkan dari PKB, nada minor lebih nyaring disuarakan oleh masyarakat. Gaung perseteruan ini membawa citra yang cenderung negatif terhadap partai ini, yang disuarakan oleh

30 persen responden jajak pendapat Kompas pada Februari 2005. Kemudian, menjelang pelaksanaan Muktamar PKB pertengahan April 2005, adanya agenda pemilihan ketua umum yang akan dilaksanakan secara lebih demokratis telah membawa pandangan yang lebih positif terhadap citra partai. Ini terbukti dari pendapat responden yang meningkat menjadi 54 persen dalam memandang citra positif PKB.

Namun, citra PKB kembali merosot ke titik negatif ketika dalam Muktamar II itu terjadi berbagai persoalan internal. Suara yang menganggap citra PKB positif hanya dilantunkan oleh 34 persen responden. Kecenderungan menurunnya citra PKB pascapemilihan ketua umum juga dirasakan oleh pemilih partai yang pada Pemilu 2004 lalu memilih PKB.

Figur Muhaimin Iskandar sendiri sebagai ketua umum yang baru belum terlalu banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya responden jajak pendapat ini, baik yang merupakan konstituen PKB maupun khalayak lainnya, yang belum mengetahui bahwa PKB saat ini dipimpin oleh Muhaimin.

Suara bernada pesimistis bahkan tercermin dari pandangan sebagian responden terhadap kepemimpinan Muhaimin ke depannya. Bahkan, sebagian dari mereka yang pada pemilu lalu memilih PKB cenderung kurang yakin di bawah kepemimpinannya, PKB akan meraih suara lebih banyak pada Pemilu 2009 nanti. Meski demikian, sebagai konstituen tradisional yang setia, sebagian dari mereka Suara bernada pesimistis bahkan tercermin dari pandangan sebagian responden terhadap kepemimpinan Muhaimin ke depannya. Bahkan, sebagian dari mereka yang pada pemilu lalu memilih PKB cenderung kurang yakin di bawah kepemimpinannya, PKB akan meraih suara lebih banyak pada Pemilu 2009 nanti. Meski demikian, sebagai konstituen tradisional yang setia, sebagian dari mereka

Dalam pandangan Muhaimin, Parpol tidak mampu membangun citra yang baik, produktif, dan bisa dipercaya. Fungsi-fungsi parpol tidak berjalan karena internal parpol lebih sibuk dengan urusan bagi-bagi kekuasaan setelah mendapat kekuasaan. Idealnya, parpol harus mampu melaksanakan tiga fungsi—fungsi pendidikan politik, rekrutmen pemimpin, dan mengagregasi kepentingan masyarakat.

Karena bangsa ini, belum memiliki tradisi keparpolan. Kehidupan kepartaian di Indonesia baru kembali tumbuh setelah tahun 1998. Jadi, sampai sekarang baru tujuh tahun. Inilah masa transisi kekuasaan dari otoritarian ke demokrasi.

Penyebab berikutnya adalah elite parpol belum bekerja maksimal. Mereka lebih sibuk dengan urusan bagaimana mendapatkan kekuasaan, menjaga dan melindunginya. Sikap sebagian besar kalangan elite inilah yang kemudian ikut menghambat sirkulasi elite atau regenerasi kader parpol.

Penyebab ketiga atau terakhir adalah, parpol-parpol masih mencari bentuk. Dalam prosesnya, tidak jarang parpol-parpol justru makin menjauh dari harapan rakyat. Tahun 2004, dukungan rakyat yang meluap, mulai susut.

Untuk memulihkan citra publik, PKB akan segera me-recall kadernya di DPR atau DPRD yang bercitra buruk, antara lain karena dugaan terlibat kasus korupsi, politik uang, pemalsuan ijazah, penyalahgunaan wewenang, atau karena kinerjanya yang rendah oleh ketidakmampuan mereka melaksanakan fungsi-fungsi parpol. PKB ingin membangun tradisi baru keparpolan dengan memadukan kekuatan kader yang profesional dan kader-kader kharismatik.

Itu sebabnya, bersama Parpol lainnya—PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PNBK (Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan), PAN (Partai Amanat Nasional), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), PBR (Partai Bintang Reformasi), dan PDS (Partai Damai Sejahtera), PKB secara berkala mengadakan pertemuan dalam rangka mengembalikan fungsi- fungsi parpol. Pertemuan Reboan ini sudah kami lakukan sejak bulan lalu.

Target PKB dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, minimal harus mampu meraih suara terbanyak kedua. Dalam pemilu sebelumnya, meski PKB masuk tiga

13 Wawancara wartawan KOMPAS Windoro Adi, dengan Ketua PKB Muhaimin Iskandar: Tradisi Kepartaian Memang Belum Terbangun, KOMPAS, 23 Juni 2005.

besar, tetapi dalam perolehan kursi di DPR, PKB cuma mampu berada di peringkat keenam. Untuk merealisasi harapan tersebut, PKB akan berusaha keras menjadikaN diri sebagai parpol yang semakin terbuka dengan cara mengubah strategi politik dan kewilayahan, antara lain dengan memusatkan kekuatan parpol di luar Jawa untuk mendapatkan ”kursi” dengan harga murah.

PKB akan melakukan tiga langkah. Pertama, kaderisasi dan penguatan basis- basis tradisional. Kedua, melakukan advokasi terhadap masyarakat atas kebijakan publik. PKB akan memberdayakan cabang-cabangnya yang tidak mendapat ”kursi” dengan melakukan banyak usaha advokasi.

Ketiga, penyebaran kader. PKB akan menyebar-ratakan kader-kadernya sampai ke wilayah basis lewat pola pendekatan kulturalnya yang pluralis sembari mempromosikan PKB yang bersih, terbuka, dan bersahabat bagi semua golongan.

Selain itu, PKB akan lebih ketat mengontrol seluruh kadernya terhadap kemungkinan terlibat politik uang, yaitu dengan cara membentuk Tim Pengawas Fraksi dari tingkat DPP sampai DPC. Yang berhak menjadi anggota tim ini adalah pengurus dewan yang tidak duduk di lembaga legislatif. Tim ini berhak memberi rekomendasi untuk me-recall kader PKB di DPR maupun DPRD. Fokus perhatian tim adalah mengawasi kader-kader PKB yang kemungkinan akan berurusan dengan kejaksaan. Sementara itu, kader PKB yang berada di DPR maupun DPRD mendapat tugas mengontrol ketat kader PKB yang duduk di eksekutif.

Tuntaskan konsolidasi demokrasi dengan menata kembali institusi-institusi demokrasi, dan menghidupkan fungsi-fungsi parpol. Membangun tradisi politik yang terbuka, transparan, akuntabel, serta melakukan penguatan kehidupan masyarakat madani terutama untuk mengontrol sepak terjang parpol. Menegakkan rule of law dalam berdemokrasi.

Akhiri krisis ekonomi dengan memperbaiki struktur dan sistem produksi dan mata rantai perdagangan nasional, mengakhiri impor gelap bahan pokok dan sandang, mengakhiri praktik korupsi dan meningkatkan kepastian hukum, serta mengikis konsumerisme dan pola hidup mewah yang kontra produktif. PKB ingin melanjutkan cita-cita Gus Dur (Abdurrahman Wahid-Red) yang ingin mengubah pola ekonomi nasional kita dari perekonomian yang berbasis pertanian, ke perekonomian yang berbasis kelautan, termasuk membangun jaringan perdagangan dari pulau ke pulau.

Lewat lembaga legislatif, PKB akan berusaha mendorong perubahan APBN yang berbasis ekonomi pertanian ke APBN yang berbasis ekonomi kelautan. Soal disintegrasi, Aceh sudah lewat, tinggal soal Papua. Tapi lebih dari itu PKB melihat, otonomi daerah terutama dalam kegiatan pemilihan kepala daerah, bisa menjadi sumber baru ancaman disintegrasi.

Partai Keadilan Sejahtera

Partai ini berbeda dengan partai politik lain yang secara terbuka menyebarkan informasi, bahkan mempertontonkan bagaimana proses penggantian pemimpin partai berlangsung. Di partai ini penggantian pemimpin seperti hanya menjadi

persoalan internal yang tidak begitu signifikan bagi masyarakat. 14 Proses penggantian pemimpin dimulai dengan melakukan pemilihan umum raya untuk

memilih anggota Majelis Syuro. Proses pemilihan pemimpin partai sudah dimulai sejak Desember tahun lalu dan diikuti seluruh kader partai.

Di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Majelis Syuro merupakan lembaga tertinggi partai. Setelah anggota Majelis Syuro terpilih, mereka memiliki tugas untuk memilih ketua Majelis Syuro dan tiga wakil Majelis Syuro. Ketiga wakil Majelis Syuro inilah yang nantinya menjadi Presiden PKS, Ketua Majelis Pertimbangan Partai, dan Ketua Dewan Syariah. Selain itu, Majelis Syuro juga memilih dua orang lagi untuk menjadi sekretaris jenderal dan bendahara.

Setelah bersyuro selama hampir tiga hari, pada pertengahan Mei, Majelis Syuro memutuskan untuk memilih KH Hilmi Aminuddin sebagai Ketua Majelis Syuro, Tifatul Sembiring sebagai presiden partai, Surahman Hidayat sebagai Ketua Dewan Syariah Pusat, Suharna Supranata sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Pusat, Muhammad Anis Matta sebagai sekretaris jenderal, dan Mahfudz Abdurrahman sebagai bendahara umum.

Melihat banyaknya persoalan internal yang melanda partai politik dan kader partai, Presiden PKS Tifatul Sembiring harus serius menata pengaderan partai. Ia mengakui tidak mudah menjaga stamina partai, pengurus, dan kader untuk tetap punya semangat berpartai.

Namun, Tifatul meyakini PKS mempunyai strategi yang mungkin tidak dimiliki partai lain, yaitu pertemuan rutin tiap minggu bagi pengurus dan kader partai.

14 Wawancara Imam Prihadiyoko, dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring: Tarbiyah, Menjaga Moral dan Semangat Berpartai , KOMPAS, 25 Juni 2005.

”Taklim rutin setiap minggu ini penting untuk menjaga konsolidasi dan menjaga voltase moral. Tanpa itu kami kehilangan segalanya. Itulah yang kami sebut sebagai tarbiyah,” ujarnya ketika ditemui Kompas di Kantor Pusat PKS beberapa waktu lalu. Berikut petikan pembicaraannya:

Tantangan untuk tidak pecah memang tantangan sejarah yang berat. Komunikasi di tingkat pimpinan itu harus intensif. Kalau sudah tidak saling berkomunikasi, sering muncul dugaan atau prasangka jelek, sehingga mana mungkin bisa memunculkan rasa solidaritas jika ada prasangka buruk.

Secara praktis yang dilakukan untuk membangun solidaritas adalah di PKS biasa bersikap egaliter sehingga tidak memunculkan sikap ewuh-pakewuh yang bisa menimbulkan gerundelan yang menumpuk dan pecah menjadi amarah. Dengan bersikap egaliter, maka tidak ada persoalan terpendam. PKS juga biasa saling memberikan klarifikasi, bahkan untuk perbaiki paviliun rumah yang mau roboh saja, misalnya, kami biasa bilang bahwa paviliun rumah kami sudah mau roboh jadi perlu diperbaiki. Karena itulah, jika kemudian di luar muncul tuduhan negatif, maka di antara pengurus sendiri sudah saling mengerti duduk soalnya.

Masalah paling besar yang dihadapi bangsa adalah soal moral. Moral yang baik itu harus dimulai dari penyelenggara negara, kemudian diikuti elite-elite negara yang lainnya, seperti pemimpin partai, pemimpin lembaga negara lainnya, dan termasuk juga lembaga swadaya masyarakat. Jika moral para pemimpin baik, insya Allah akan memengaruhi sikap dan tindakan mereka dalam mengambil tindakan dan bermasyarakat.

Perekonomian secara teoretis memang sering dikatakan sebagai liberal dengan logika kapitalisme, dan sering kali dilawankan dengan sosialisme. Namun, kiblat ekonomi semacam ini dalam praktiknya mungkin tidak terlihat jelas batas- batasnya. Termasuk di Indonesia, sebetulnya warna ekonomi kita itu tidak jelas dan sering kali tertarik ke sana-kemari. Kalaupun kita melihat ekonomi kerakyatan, tidak sepenuhnya juga memerhatikan rakyat, itulah kenyataan yang harus kita hadapi saat ini.

Contoh konkret yang pernah diusulkan PKS kepada pemerintah adalah saran agar pemerintah menyediakan supermarket pemerintah. Supermarket pemerintah itu menjual delapan kebutuhan pokok. Jadi, begitu harga di tempat lain meningkat, pemerintah bisa menurunkan harga melalui supermarketnya, sehingga masyarakat Contoh konkret yang pernah diusulkan PKS kepada pemerintah adalah saran agar pemerintah menyediakan supermarket pemerintah. Supermarket pemerintah itu menjual delapan kebutuhan pokok. Jadi, begitu harga di tempat lain meningkat, pemerintah bisa menurunkan harga melalui supermarketnya, sehingga masyarakat

Contoh lain, pemerintah dapat mendirikan areal terbuka di kota besar yang free tax dan charge. Lokasi usaha bebas pajak dan pungutan ini disediakan khusus bagi pedagang kecil. Pasalnya, pedagang kecil ini modalnya kecil, dan untungnya belum tentu. Namun, meskipun untung kecil, mereka sudah mampu membantu kehidupannya sendiri dan keluarga.

Inti pokoknya, untuk mendorong rakyat mandiri. Karena itulah, program ekonomi pemerintah harus konkret dan dapat langsung dirasakan, tidak usah yang muluk-muluk. Pemerintah harus bisa memberikan rangsangan bagi masyarakat untuk berusaha dan melakukan sesuatu untuk kemandiriannya. Bangsa ini jangan dibiarkan berleha-leha sambil main domino atau duduk ngobrol di warung kopi.

PKS juga berpegang pada Piagam Madina yang memberikan kesamaan hukum bagi semua warga negara, baik sipil maupun militer. Kita menghendaki militer yang kuat dan profesional dan tidak lagi duduk di bidang politik sipil. Kalau dia ingin ke politik, ya silakan, tetapi harus melepas baju. Jangan sampai power yang ada di militer dipakai untuk menekan masyarakat sipil. Kalau masyarakat sipil berkelahi paling bonyok-bonyok, kalau dengan militer kita bisa bolong-bolong tertembus peluru.

Sejarah masa lalu dalam sistem yang dibuat Orba, militer memang dominan dan meninggalkan trauma. Karena itu, kita tidak ingin situasi itu terulang. Tetapi kita juga tidak menginginkan militer kita lemah bahkan tidak mempunyai persenjataan. Kita tidak ingin mempunyai militer yang cuma bisa memajang pesawat F-16, tetapi tidak bisa menembak karena tidak punya peluru.

Kalau target tahun 2009, PKS memperkirakan 20 persen suara, tepatnya 20,34 persen. Target politik keluar PKS ini sekitar 22 juta suara. Angka ini cukup tawadhu karena komparasi hasil Pemilu 1999 ke 2004, suara PKS melompat dari 1,7 persen ke 7,34 persen atau hampir enam kali lipat. Kalau 2009, kami sedikit mengerem menjadi 2,5 kali dari 7,34 jadi 22 persen.

Target internal kader, PKS berkembang dari 500 orang tahun 1999 menjadi 2,5 juta tahun 2004, artinya ada peningkatan lima kali lipat, sekarang targetnya hanya 2,5 kalinya saja. Sedangkan target di kementerian dari sekarang tiga, ya diharapkan nanti bisa sembilan di kementerian.

Melihat segenap pencapaian PKS selama ini, tidak berlebihan memang penilaian dan harapan yang terbentuk. Namun, layaknya sebuah perkembangan organisasi partai, semakin besar simpatisan yang diraih, semakin besar kiprah dan pengaruh politik partai ini tentu berkonsekuensi semakin besarnya beban pengelolaan partai, terlebih upaya mempertahankan apa yang telah mereka raih selama ini. Bagaimanapun, hasil rangkaian Pemilu 2004 telah menempatkan partai ini dalam lingkaran dalam kekuasaan penyelenggaraan negara. Dalam kondisi seperti inilah justru ujian tersulit kini tengah dihadapi partai.

Partai Amanat Nasional

Hasil Pemilu 2004 sudah memberikan dukungan dan tingkat kepercayaan pada Presiden Yudhoyono, bahkan dukungan dari luar negeri pun besar, karena memang dipilih melalui pemilihan langsung. Namun, legitimasi kekuasaan yang kuat ini tampaknya belum cukup mampu mengatasi berbagai persoalan politik kebangsaan.

Di parlemen, ternyata dukungan yang dimiliki SBY-JK belum cukup kuat, meski mereka merupakan presiden yang dipilih mayoritas rakyat. Itu sebabnya, muncul sejumlah hambatan teknis dalam menjalankan pemerintahan. Menteri- menteri juga terkadang terhambat di parlemen ketika berhadapan anggota legislatif. Ini problem ketatanegaraan, tetapi pemerintahan kan harus tetap berjalan.

Karena banyak aspek kehidupan kebangsaan bisa terganjal jika pemerintah dan DPR mengalami jalan buntu, maka harus ada solusi. Pemikiran itulah yang kemudian diwujudkan dalam forum dialog nasional antar tokoh partai yang kebanyakan generasi baru. Diskusi yang dilakukan secara rutin setiap Rabu ini, efektif mencari berbagai solusi persoalan bangsa dan menghindari deadlock-nya hubungan kelembagaan antara pemerintah dan DPR.

PAN sudah memposisikan untuk tidak sekadar asal beda atau menjadi pihak oposisi tetap. Sikap oposisi tetap, hanya melanggengkan kemuakan dan antipati rakyat pada partai politik. Kalau paradigma lama mungkin dianggap rugi, tetapi bagi kita memberikan dukungan pada program pemerintah yang menguntungkan rakyat, tidak akan tutup peluang PAN untuk dapat dukungan rakyat. Karena itulah, PAN akan mendukung pemerintah, sejauh program yang dilakukan memang bertujuan untuk kepentingan rakyat, jika tidak maka PAN bisa saja mengambil posisi sebagai oposisi.

Kepada konstituen PAN dan masyarakat, PAN ingin hadir menjadi partai yang memberi solusi. Rakyat jenuh dengan politiking antar parpol, rakyat mendambakan ketenangan, dan sekarang ini kesempatan bagi parpol membuktikan bahwa mereka ada dipihak rakyat, kesempatan parpol hadir untuk menyantuni dan memberikan perlindungan bagi rakyat, dan kesempatan berpihak serta memperjuangkan kepentingan mereka.

Berkaitan dengan pemberantasan korupsi sikap PAN terhadap korupsi adalah yang namanya korupsi, mungkin di seluruh dunia ini tidak akan pernah ada habisnya. Namun, yang lebih penting untuk kita wujudkan adalah bagaimana kita mempunyai nawaitu dan bekerja serta untuk memberantas korupsi. Indonesia mungkin saat ini masih berada di posisi teratas di Asia untuk persoalan korupsi ini. Dan usaha pemberantasan korupsi itu memerlukan proses panjang, tidak seperti membalik telapak tangan.

Memang yang baru terkena saat ini baru koruptor kelas UKM yang tidak bisa lari ke luar negeri. Sedangkan koruptor besar, yang sudah menjadi warga dunia dan dengan mudah pergi ke mana saja ke luar negeri dan jumlahnya mencapai ratusan triliun, masih sulit terjamah. Kasus BLBI 140 triliun belum tersentuh. Namun, saya harus optimistis dan saya kira pemerintah akan menuju ke sana juga pada akhirnya. Saya selalu meyakini yang penting ada niat untuk menumpas korupsi.

Berkaitan dengan pandangan yang mengatakan bahwa ekonomi nasional sudah mengarah pada neo-liberalisme, PAN berpandangan, saat ini, seolah-olah ada benturan antara sosialisme dan kapitalisme. Padahal, bagi PAN keduanya mungkin tidak bisa berjalan sepenuhnya di Indonesia. Kapitalisme yang mementingkan pertumbuhan cepat, kemudian berharap ada trickle down effect, ternyata juga tidak berjalan seperti yang direncanakan. Karena menetesnya kue hasil pertumbuhan itu tidak merata ke seluruh rakyat tetapi hanya pada sebagian kecil kroni penguasa.

Meski kapitalisme yang mementingkan pertumbuhan ekonomi sekarang ini tetap akan ada, namun pemerintah juga mulai memerhatikan jumlah pengangguran. Selain itu, hal-hal yang bersifat kerakyatan seperti perikanan, perkebunan, pertanian, dan kehutanan juga sudah mulai mendapat perhatian pemerintah. Sikap semacam ini memang penting dan harus dilakukan untuk kelangsungan pemerintahan itu sendiri. Apalagi, kalau kita melihat portofolio kredit yang diberikan bank, saat ini sudah berubah. Karena, sekarang sudah mulai berimbang antara Meski kapitalisme yang mementingkan pertumbuhan ekonomi sekarang ini tetap akan ada, namun pemerintah juga mulai memerhatikan jumlah pengangguran. Selain itu, hal-hal yang bersifat kerakyatan seperti perikanan, perkebunan, pertanian, dan kehutanan juga sudah mulai mendapat perhatian pemerintah. Sikap semacam ini memang penting dan harus dilakukan untuk kelangsungan pemerintahan itu sendiri. Apalagi, kalau kita melihat portofolio kredit yang diberikan bank, saat ini sudah berubah. Karena, sekarang sudah mulai berimbang antara

Kebijakan pemerintah yang tetap menerima kapitalisme dengan ekonomi yang liberal, harus diimbangi dengan program kerakyatan. PAN kira kondisi seperti ini juga banyak dilakukan di negara lain, seperti di Malaysia meskipun konglomerasi kuat, tetapi ekonomi bawah juga dibangun. Jadi teori yang secara ketat dipakai di sebuah negara, misalnya kapitalisme saja, rasanya hampir tidak ada. Di Taiwan, kapitalisme yang kuat juga mengembangkan kelas menengah yang kuat. Di Jepang juga mirip, pengusaha juga dikaitkan dengan kepedulian pada rakyat. Misalnya, perusahaan mobil besar Toyota, tidak memproduksi semua suku cadangnya sendiri, tetapi membagi pekerjaan dengan masyarakat. Indonesia harusnya bisa melakukan hal-hal seperti itu. Artinya, tidak menghalangi perkembangan konglomerat, namun juga tidak meninggalkan rakyat miskin sebagai sapi perahan.

Mengenai target lima tahun ke depan, secara konkret PAN minimal mendapat 100 kursi di DPR, Namun menargetkan 125 kursi di DPR. Dengan PAN menjadi partai modern dan melakukan program yang menyentuh kepentingan langsung rakyat, serta tampilan wajah sejuk dan damai dari PAN, maka diharapkan target itu akan tercapai.

Paradigma baru PAN terhadap partai politik lain bukan dilihat sebagai pesaing, tetapi sebagai partai yang masing-masing punya segmen. Di sinilah bedanya politisi dan enterpreneur. Kan pemilih ada sekitar 150 juta, kalau mendengar PKS sebagai partai yang relatif siap jalankan infrastruktur menargetkan

22 juta, maka PAN anggap saja itu terwujud. Kemudian, partai paling besar dengan mesin politik dan uang, serta ketua umumnya wakil presiden menargetkan mendapat

40 persen suara atau sekitar 60 juta, maka ditambah suara PKS menjadi 88 juta. Kan masih ada sisanya yang menjadi segmen PAN. Mudah-mudahan, dari segmen yang tersisa ini PAN bisa mendapatkan suara 25 juta.

Berbicara 2009, saat ini belum tahu siapa yang menjadi tokoh populer, bisa saja itu Amien Rais, Soetrisno Bachir, atau Bambang Soedibyo yang karena program sekolah gratisnya tiba-tiba jadi popular.

Regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) sejauh ini tampaknya belum banyak membangkitkan sikap optimisme publik dalam memandang masa depan partai ini. Kuatnya sosok maupun pamor kepemimpinan Regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) sejauh ini tampaknya belum banyak membangkitkan sikap optimisme publik dalam memandang masa depan partai ini. Kuatnya sosok maupun pamor kepemimpinan

Kondisi semacam inilah yang tampak, sebagaimana tergambarkan dalam berbagai penyelenggaraan jajak pendapat Kompas. Kongres ke-2 PAN di Semarang, 9-11 April 2005 lalu, yang menghasilkan pemimpin baru tampaknya belum menjadi titik balik kebangkitan citra PAN di mata publik. Citra partai yang diharapkan semakin meningkat justru akhir-akhir ini mulai menunjukkan adanya gejala penurunan. Sementara, komitmen dan daya juang yang diusung oleh jajaran pengurus baru sejauh ini pun belum banyak terlihat buahnya. Parahnya, justru potensi konflik internal yang kini lebih dominan terdengar.

Merunut masa sebelumnya, Pemilu 1999 bisa dibilang merupakan era keemasan PAN, di mana sebagai partai politik baru mampu meraih delapan persen suara (dipilih 7,5 juta pemilih). Namun, perjalanan selanjutnya tampak benar betapa sulit partai ini menambah barisan pendukung. Bahkan, pada Pemilu Legislatif 2004 lalu, perolehan suara PAN mengalami penurunan, hanya mampu mengantongi 6,44 persen (7,3 juta pemilih). Padahal di era Pemilu 2004 terjadi penambahan total sekitar 10 juta pemilih dan pengurangan jumlah partai yang berlaga dari 48 partai di tahun 1999 menjadi 24 partai saat Pemilu 2004.

Kondisi yang agak berbeda justru dialami Amien Rais, ketua umum partai ini. Meskipun di pemilu legislatif, PAN mengalami penurunan suara, Amien Rais bersama pasangannya, Siswono Yudo Husodo, justru mampu meraih 15 persen suara (17,4 juta pemilih) dalam pemilu presiden. Dari fakta ini sebenarnya dapat disimpulkan bahwa kehadiran dan peran Amien Rais di dalam PAN begitu besar. Kondisi ini sangat berbeda dengan berbagai upaya internal partai yang cenderung kurang berhasil dalam menjadikan PAN sebagai partai politik yang terbuka bagi semua kalangan, dan secara kelembagaan berupaya melepaskan diri dari persoalan figur ataupun persoalan domestik partai lainnya.

Fakta seperti ini pun ditemui dalam berbagai jajak pendapat Kompas. Jajak pendapat pascapemilu presiden yang diadakan Agustus 2004, misalnya. Meskipun Amien Rais gagal menembus putaran kedua, citra Amien Rais sendiri di mata sebagian besar konstituennya relatif positif. Hal yang sama juga diungkapkan oleh hampir separuh publik yang memilih partai lainnya.

Citra yang terbangun sebenarnya masih bertahan hingga menjelang Munas ke-2 di Semarang yang juga mengagendakan perubahan kepemimpinan partai. Saat Citra yang terbangun sebenarnya masih bertahan hingga menjelang Munas ke-2 di Semarang yang juga mengagendakan perubahan kepemimpinan partai. Saat

Daftar Bacaan:

Abdul Azis, Yaya Mulyana dan Ade Priangani (Editor), 2002, Titik Balik Demokrasi:

Pikiran-pikiran Kritis disaai Kritis, PT Pustaka Radja, Jogjakarta.

Adicondro, George Junus, 2001, Cermin Retak Indonesia, Penerbit Cermin, Jogjakarta.

Baskara T. Wardaya, “Pemilu, antara Gebyar dan Substansi, KOMPAS, 27 Maret 2004.

Budiardjo, Miriam, 1991, Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Clark, Robert P, 1989, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga, terj. RG. Soekadijo, edisi ke-tiga, Erlangga, Jakarta.

David Beetham, 1999, Democracy and Human Rights, Polity Press 65 Bridge Street,

Cambridge CB2 1UR, UK.

Dhal, Robert, 1994, Analisis Politik Modern, terj. Mustafa Kamil Ridwan, Edisi ke- lima, PT Bumi Aksara, Jakarta. Duverger, Maurice, 1996, Sosiologi Politik, terj. Daniel Dhakidae, cetakan ke-lima,

PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Faisal Baasir, “Pemilu, Kompetisi Politik dan Kepentingan Nasional”, KOMPAS, 23

Maret 2004.

Forum for Democratic Reform, 2000, Capacity-Building Series 8: Democratization in

Indonesia An Assessment, International IDEA, Stockholm, Sweden.

Harrison, David, 1991, The Sociology of Modernization and Development, Routledge, London.

Herry Tjahjono, “Pemilu Mabuk”, KOMPAS, 27 Maret 2004.

Imawan, Riswandha, 1998, Membedah Politik Orde Baru, cetakan ke-dua, Pustaka

Pelajar, Jogjakarta.

Indra J. Pilliang, “Golput dan Masyarakat Baru Indonesia”, KOMPAS, 18 Juli 2004.

Juliantara, Dadang, 2002, Negara Demokrasi Untuk Indonesia, Pondok Edukasi, Solo.

Karl W. Deutsch, Social Mobilization and Political Development, American Political

Science Review, 55, September 1961

Kwik Kian Gie, Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Indonesia dalam

Stadium General, di Aula Fisip Unpas, Bandung, 2002.

Magnis Suseno, Franz, 1988, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, PT Gramedia, Jakarta.

M. Sadli, Dilema Politik Pemerintahan Mega, dalam Koran Tempo, 13 Oktober 2001.

Michael Rush and Phillip Althoff, 1995, Pengantar Sosiologi Politik, cetakan lima, PT.

Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Pilihan Artikel Prisma (Pengantar Farchan Bulkin), 1995, Analisa Kekuatan Politik di

Indonesia, LP3ES, Jakarta.

Ramage, Douglas E, 2002, Percaturan Politik di Indonesia: Demokrasi, Islam dan

Ideologi Toleransi, terj. Hartono Hadikusumo, Mata Bangsa, Jogjakarta.

Ronald H. Chilcote, 1981, Theories of Comparative Politics The Search for a Freedom, Westview Press Bolder, Colorado.

Rush, Michael & Phillip Althoff, 1995, Pengantar Sosiologi Politik, terj. Kartini

Kartono, cetakan ke-lima, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Ronald H. Chilcote, 1981, Theories of Comparative Politics The Search for a Freedom, Westview Press Bolder, Colorado.

Rush, Michael & Phillip Althoff, 1995, Pengantar Sosiologi Politik, terj. Kartini Kartono, cetakan ke-lima, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sulistyo, Hermawan dan A. Kadar (Komite Independen Pemantau Pemilu), 2000, Uang dan Kekuasaan dalam Pemilu 1999, PT Sembrani Aksara Nusantara, Jakarta.

Warsito, Tulus, 1999, Pembangunan Politik: Refleksi Kritis atas Krisis, BIGRAF Publishing, Jogjakarta.

Webster, Andrew, 1990, Introduction to the Sociology of Development, Second Edition, MacMillan Education Ltd, London.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM SAMARINDA Santy Dara Krisnawati, Aditya Fridayanti, Laode Rijai

0 0 10

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENDERITA DIARE PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA Rita Yuniati, Nur Mita, Arsyik Ibrahim

0 0 13

KARAKTERISTIK DAN POLA PENGGUNAAN OBAT ANALGESIK NSAID PADA PASIEN PASCA OPERASI DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA Kurnia Rizki Ramadani

0 0 11

KARAKTERISTIK DAN POLA PENGOBATAN PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE Marsanti

0 0 8

AKTIVITAS PENGHAMBATAN XANTHINE OXIDASE EKSTRAK ETANOL DAN AIR DARI HERBA SURUHAN (Peperomia pellucida L.) Yunahara Farida 1,2 , Rifaldi Agustian Firmansyah1

0 0 6

UJI FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI DARI AKAR MANGROVE RHIZOPORA APICULATA TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS Evi Ratna Oktavianti Dewi 1, , Usman2

0 1 11

UJI BIOAKTIVITAS DAN PENELURUSAN METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK SPONS DI PERAIRAN KAMPUNG MALAHING KOTA BONTANG Choirun Nisa, Muhammad Amir Masruhim, Riski Sulistiarini

0 0 5

TEMPAT TUMBUH DAN KANDUNGAN FLAVONOID TOTAL DAUN TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack.) Siswoyo 1,2 , Irmanida Batubara 1,3, , Devi Aristyanti2

0 0 9

Abstrak Pasteurization is a heating process performed on fresh milk so that it becomes a product that has a longer

0 0 6

Ade Priangani 2014 (DAYA SAING INVESTASI DAN PERDAGANGAN KEPULAUAN RIAU SEBAGAI GARDA TERDEPAN PERBATASAN INDONESIA-SINGAPURA)

0 0 25