PENGELUARAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH
F. PENGELUARAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH
Menurut Budiono (1981) pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, pembelian faktor-faktor produksi (input) dan pembelian produk (output). Kedua, untuk pengeluaran konsumsi pemerintah (belanja rutin) serta untuk investasi pemerintah (belanja pembangunanbarang-barang modal). Pengeluaran pemerintah yang diukur dari pengeluaran rutin dan pembangunan mempunyai peranan dan fungsi cukup besar mendukung sasaran pembangunan dalam menunjang kegiatan pemerintah serta peningkatan jangkauan dan misi pelayanan yang secara langsung berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi. Layaknya pengeluaran masyarakat maka pengeluaran pemerintah akan memperbesar permintaan aggregat melalui multiplier Menurut Budiono (1981) pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, pembelian faktor-faktor produksi (input) dan pembelian produk (output). Kedua, untuk pengeluaran konsumsi pemerintah (belanja rutin) serta untuk investasi pemerintah (belanja pembangunanbarang-barang modal). Pengeluaran pemerintah yang diukur dari pengeluaran rutin dan pembangunan mempunyai peranan dan fungsi cukup besar mendukung sasaran pembangunan dalam menunjang kegiatan pemerintah serta peningkatan jangkauan dan misi pelayanan yang secara langsung berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi. Layaknya pengeluaran masyarakat maka pengeluaran pemerintah akan memperbesar permintaan aggregat melalui multiplier
Sejak tahun 2004 sesuai dengan kebijakan penyusunan anggaran berbasis kinerja, belanja rutin dan pembangunan tercermin dalam biaya aparatur maupun belanja pelayanan. Peran masing-masing belanja dalam pembentukan PDRB Jawa Tengah selama tahun 1985-2006 dapat dilihat pada Tabel 4.7, dimana belanja rutin mempunyai persentase terhadap PDRB lebih besar (0,57) dibandingkan dengan belanja pembangunan (0,22). Pada tahun 1985-1996 terlihat bahwa porsi pengeluaran rutin rata-rata sebesar 0,48, sedangkan pengeluaran pembangunan hanya 0,08. Sejak krisis tahun 1997 hingga tahun 2006 alokasi pengeluaran rutin meningkat menjadi 0,74 dan pengeluaran pembangunan menjadi 0,48. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa krisis belanja pemerintah daerah terlihat lebih ekspansif, tetapi peningkatan ini didominasi oleh belanja rutin yang digunakan sebagian besar untuk belanja konsumtif seperti pembayaran gaji yang disebabkan adanya pengalihan pegawai yang dari status pegawai negari pusat diperbantukan maupun dipekerjakan menjadi pegawai negeri daerah yang penggajiannya juga menjadi tanggung jawab dari pemerintah daerah, pembayaran beban bunga hutang dan subsidi sehingga mengakibatkan pertambahan pada sisi pengeluaran aggregat relatif kecil apalagi jika kondisi ini tidak didukung oleh pembiayaan yang tepat maka akan memperbesar beban defisit anggaran.
Tabel 4.7 Belanja Pengeluaran Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 1985-
1996 (dalam juta Rp)
Belanja Daerah
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka,diolah
Salah satu indikator peran pemerintah daerah dalam pembentukan PDRB adalah rasio anggaran pengeluaran pemerintah terhadap PDRB. Semakin besar nilai rasio anggaran pengeluaran pemerintah terhadap PDRB berarti semakin besar peranan pemerintah dalam perekonomian daerah (pembentukan PDRB) dan makin kecil rasio maka makin peran pemerintah karena peranan sektor swasta daerah (PMA dan PMDN) dalam perekonomian daerah telah semakin besar.
Tabel 4.8 Proporsi Realisasi Belanja Daerah dan Investasi Swasta Terhadap PDRB Propinsi Jawa Tengah Tahun 1985-2006
PDRB
Bel.Daerah
EXPDY IY
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, diolah
Rata-rata proporsi pengeluaran pemerintah Propinsi Jawa Tengah terhadap PDRB selama periode pengamatan tahun 1995-2006 rata-rata sebesar 2,75 sampai 26,56 . Rata-rata keseluruhan sebesar 9,86 menunjukkan bahwa peran pengeluaran pemerintah Jawa Tengah dalam pembentukan PDRB-nya masih sangat kecil dibanding peran investasi swasta yang rata-rata proporsinya terhadap PDRB mencapai 89,98. Dari diskripsi di atas maka dapat dikatakan kebijakan fiskal dengan mempertajam prioritas pengeluaran dan membangkitkan investasi swasta adalah kunci stimulus dalam mendorong kenaikan permintaan aggregat.