Teori tentang Pemberdayaan Masyarakat Secara umum konsep, definisi dan teori pemberdayaan
Teori tentang Pemberdayaan Masyarakat Secara umum konsep, definisi dan teori pemberdayaan
masyarakat berasal dari kata “empowerment” dan “empower” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan, menurut Merriam Webster dan Oxfort English Dictionery (dalam Prijono dan Pranarka, 1996 : 3) mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. sedang dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.
Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain. Memberdayakan masyarakat menurut Kartasasmita (1996 : 144) adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable”. Gagasan pembangunan yang
mengutamakan pemberdayaan
Tinjauan Pustaka
masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat.
Perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. Begitu pula sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat ( capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan, yang mana pada gilirannya nanti dapat pula menciptakan pendapatan yang akhirnya dinikmati oleh seluruh rakyat, dan proses transformasi ini harus dapat digerakan sendiri oleh masyarakat.
Menurut Sumodiningrat (1999:134), kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu: pertama, kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. kedua, kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. ketiga, kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus.
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita (1996:159-160), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan : pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Di sinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap manusia, setiap anggota masyarakat, memiliki suatu potensi yang selalu dapat terus dikembangkan, artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian akan mudah punah.
Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Dalam rangka itu pula diperlukan langkah-langkah yang
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
lebih positif selain dari menciptakan iklim atau suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada berbagai peluang ( opportunities) yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi semakin berdaya.
Pemerintah saat ini tidak melihat konsep yang lebih tepat dalam mensejahterakan masyarakatnya selain konsep pemberdayaan masyarakat sebagai konsep alternatif pembangunan
Konsep pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada: sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. S ebagai titik fokusnya adalah lokalitas, sebab “civil society” akan merasa siap diberdayakan lewat isue-isue lokal, namun Friedmann (1992) juga mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur dil uar “civil society ” diabaikan. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas ekonomi saja namun juga secara politis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar baik secara nasional maupun international.
Konsep pemberdayaan merupakan hasil kerja dari proses interaktif baik ditingkat ideologis maupun praksis. Ditingkat ideologis, konsep pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top down dan bottom up antara growth strategy dan people centered strategy. Sedangkan ditingkat praksis, interaktif akan terjadi lewat pertarungan antar-otonomi. Konsep pemberdayaan sekaligus mengandung konteks pemihakan kepada lapisan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagian besar diakibatkan oleh kesenjangan terhadap akses modal, prasarana, informasi pengetahuan, teknologi keterampilan, ditambah dengan kemampuan sumber daya manusia, dan kegiatan ekonomi lokal yang
Tinjauan Pustaka
tidak kompetitif dalam menunjang pendapatan masyarakat, serta masalah akumulasi modal. Selain itu kelembagaan pembangunan yang ada pada masyarakat lokal secara umum belum dioptimalkan untuk menyalurkan dan mengakomodasikan kepentingan, kebutuhan dan pelayanan masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas yang mampu memberi nilai tambah usaha.
Sementara melihat kelembagaan aparat pemerintah ditingkat lokal terlalu terbebani pelaksanaan program dari pemerintahan di tingkat atasnya, sehingga tidak dapat memfokuskan pada pelayanan pengembangan peran serta masyarakat dalam proses perwujudan masyarakat maju dan mandiri.
Menurut Kartasasmita (1996) yang mengacu pada pendapat Chambers, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang menerangkan nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma basis pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering dan sustainable.
Dari definisi di atas, pemberdayaan masyarakat dimengerti sebagai konsep yang lebih luas daripada hanya sekedar pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemberdayaan masyarakat lebih diartikan sebagai upaya menjadikan manusia sebagi sumber, pelaku dan yang menikmati hasil pembangunan, dengan kata lain pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat Indonesia.
Secara konkrit, pembedayaan masyarakat diupayakan melalui pembangunan ekonomi rakyat ( Sumodiningrat, 1997). Sementara itu, pembangunan ekonomi rakyat harus diawali dengan usaha pengentasan penduduk dari kemiskinan. Kemudian Sumodiningrat, mengatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat sebagaimana tersebut di atas paling tidak harus mencakup lima hal pokok yaitu bantuan dana sebagai modal usaha, pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan, penyediaan sarana, pelatihan bagi aparat dan masyarakat dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat seperti bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
suatu saat harus digantikan dengan tabungan yang dihimpun dari surplus usaha.
Latar belakang tersebut secara nyata diwujudkan dalam pendekatan pembangunan masyarakat sebagai berikut :
1. Pengoptimalan pengembangan masyarakat desa/kelurahan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk dapat meraih kesempatan peluang usaha melalui penyediaan prasarana dan sarana modal sosial di masyarakat
2. Pemantapan koordinasi pembangunan melalui penciptaan keterkaitan antara institusi lokal yang ada di masyarakat
3. Mendasarkan pada partisipasi masyarakat yang diiringi dengan peningkatan kemitraan dunia usaha, pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan dan transparansi.
Selanjutnya paparan tentang pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh pemerhati konsep pemberdayaan sbb :
Pemberdayaan masyarakat biasa dipahami atau diartikan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekanan di segala bidang dan sektor kehidupan. Ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.
Ada beberapa cara pandang yang dapat digunakan dalam memahami pemberdayaan masyarakat (Sutoro Eko, 2004) yaitu :
1. Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang
Tinjauan Pustaka
bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian layanan
publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas
mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumber dayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan.
2. Pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan ( needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi, desentralisasi, good governance, otonomi daerah, mas yarakat sipil dan seterusnya. “Apa betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa? masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (SPP), ini yang paling dasar, tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin. Pendapat ini masuk akal, tetapi sangat dangkal, karena mungkin kebutuhan SPP itu akan selesai kalau terdapat uang yang banyak, tetapi persoalannya sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain), masyarakat tidak mudah mengakses pada sumber daya untuk memenuhi kebutuhan SPP. Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan scarcity dan constrain sumber daya, karena bagaimanapun juga berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll) yang menimbulkan pembagian sumber daya secara tidak merata. Dari sisi negara, dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola sumber daya yang terbatas itu. Dari
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
sisi masyarakat, seperti penulis elaborasi kemudian, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses kebijakan dan pengelolaan sumber daya.
3. Pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif dalam mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi di mana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumber daya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri, namun masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membu tuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke dalam komunitas bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir, menghubungkan, memberi uang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh dan berkembang secara bersama-sama.
4. Pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan
pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu.
struktur-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang memengaruhi
Pemberdayaan
Tinjauan Pustaka
dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki, gotong royong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. Pemberdayaan tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, di mana setiap individu berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang memengaruhi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumber daya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan), memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan: perubahan kondisi sosial.
1. pemerintahan dan negara pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa, good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. negara dan pembangunan berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan pelayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan dari top down menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin
masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan.
dekat
dengan
Memahami konsep pemberdayaan masyarakat, secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat.
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Dari definisi di atas, tampak ada tiga tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Di sini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain.
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah mengakibatkan mereka tidak mampu dan tidak tahu. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan produktivitas mereka rendah.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui: pertama, pengembangan masyarakat, dan yang kedua pengorganisasian masyarakat. Apa yang dikembangkan dari masyarakat yaitu potensi atau kemampuannya dan sikap hidupnya. Kemampuan masyarakat dapat meliputi antara lain kemampuan untuk bertani, berternak, melakukan wirausaha, atau keterampilan-keterampilan membuat home industry; dan masih banyak lagi kemampuan dan keterampilan masyarakat yang dapat dikembangkan.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengadakan pelatihan atau mengikutkan masyarakat pada pelatihan- pelatihan pengembangan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan, dapat juga dengan mengajak masyarakat mengunjungi
Tinjauan Pustaka
kegiatan di tempat lain dengan maksud supaya masyarakat dapat melihat sekaligus belajar, kegiatan ini sering disebut dengan istilah studi banding. Dapat juga dengan menyediakan buku-buku bacaan yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan atau permintaan masyarakat. Masih banyak bentuk lainnya yang bisa diupayakan. Sikap hidup yang perlu diubah tentunya sikap hidup yang merugikan atau menghambat peningkatan kesejahteraan hidup. Mengubah sikap bukan pekerjaan mudah. Mengapa, karena masyarakat sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun sudah melakukan hal tersebut, untuk itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan sikap. Caranya adalah dengan memberikan penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan selama ini merugikan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak informasi dengan menggunakan berbagai media, seperti buku-buku bacaan, mengajak untuk melihat tempat lain, memutar film penerangan, dan masih banyak cara lain. Pada pengorganisasian masyarakat, kuncinya adalah menempatkan masyarakat sebagai pelakunya. Untuk itu masyarakat perlu diajak mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan dan pelestarian. Pelibatan masyarakat sejak awal kegiatan memungkinkan masyarakat memiliki kesempatan belajar lebih banyak. Misalnya pada awal-awal kegiatan mungkin pendamping sebagai pendamping akan lebih banyak memberikan informasi atau penjelasan bahkan memberikan contoh langsung. pada tahap ini masyarakat lebih banyak belajar namun pada tahap-tahap berikutnya pendamping harus mulai memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencoba melakukan sendiri hingga mampu atau bisa. Jika hal ini terjadi maka di kemudian hari pada saat pendamping meninggalkan masyarakat tersebut, masyarakat sudah mampu untuk melakukannya sendiri atau mandiri. Prinsip dasar pemberdayaan untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya atau mandiri.
Konteks pemberdayaan masyarakat harus berperan untuk mewujudkan konsep masyarakat belajar atau concept of societal learning dan caranya adalah dengan mempertemukan top down
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
approach dengan bottom-up approach yang pada dasarnya adalah “kontradiktif“.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses perubahan struktur yang harus muncul dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat, dan hasilnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Proses perubahan tersebut berlangsung secara alamiah dengan asumsi bahwa setiap anggota masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial yang ikut dalam proses perubahan tersebut.
Pengertian pemberdayaan dalam arti luas dapat diterjemahkan sebagai perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah. Pemberdayaan dalam konsep (wacana) politik menurut Dahl (1963:50) merupakan sebuah kekuatan yang menyangkut suatu kemampuan seseorang (pihak pertama) untuk memengaruhi orang lain (pihak kedua) yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pihak kedua.
Pemberdayaan memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. Dalam konteks pemberdayaan, masyarakat harus diberdayakan untuk merumuskannya sendiri melalui sebuah proses pembangunan konsensus di antara berbagai individu dan kelompok sosial yang memiliki kepentingan dan menanggung resiko langsung (stakeholders) akibat adanya proses atau intervensi pembangunan, baik pembangunan ekonomi, sosial maupun lingkungan fisik, yang umumnya berisikan arah, tujuan, cara dan prioritas pembangunan yang akan dilakukan. Saran program yang mengarah pada penduduk miskin dan perempuan yang kebanyakan menganggur menyebabkan mereka sadar, yakin dan percaya diri untuk dapat berusaha. Dengan begitu, maka mereka akan berusaha menampilkan apa yang dapat diperbuat dan diusahakan dan nantinya dapat dikerjakan bersama. Berawal dari hal sederhana seperti itu, maka semangat masyarakat dalam membangun (walaupun dengan cara dan pemahaman mereka sendiri-sendiri) akan terus berlanjut dan berdayanya masyarakat dalam artian mandiri dalam membangun tanpa bergantung terhadap pemerintah akan tercapai. Kondisi yang seperti itu dalam masyarakat akan membuat masyarakat merasa nyaman, tenteram sehingga iklim berusaha (peningkatan pendapatan keluarga)
Tinjauan Pustaka
akan terjaga dan semangat membangun terus terpelihara dalam masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari peran serta kelompok- kelompok masyarakat yang harus dan terus didampingi oleh tenaga pendamping program yang dijalankan.
Pemberdayaan yang akan dilakukan memerlukan langkah- langkah yang riil dalam penanganannya. Langkah-langkah yang diambil
adalah melalui: membentuk iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Ada dua hal yang mendasar dalam membentuk iklim bagi masyarakat adalah dengan; menyadarkan masyarakat dan memberikan dorongan/motivasi untuk berkembang. Proses menyadarkan masyarakat dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk mengenal wilayahnya melalui survey dan analisis. Proses ini disebut dengan participatory survey dan participatory analysis.
Memotivasi masyarakat dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk menggambarkan dan merencanakan wilayah, yang disebut dengan participatorydesign and planning. Pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat secara psikologis akan memberikan rasa keberpihakan kepada masyarakat.
Memperkuat potensi yang ada. Memperkuat (empowerment) dilakukan dengan mengorganisasi masyarakat dalam kelompok- kelompok/komunitas pembangun, yang selanjutnya dikembangkan dengan memberikan masukan-masukan/input serta membuka berbagai peluang-peluang berkembang sehingga masyarakat semakin berdaya. Secara aplikatif empowerment terhadap kelompok masyarakat bawah dan menengah dilakukan melalui 2 (dua) hal yaitu:
1. Penguatan akses/accesibilty empowerment. Pada pemberdayaan kelompok masyarakat empowerment dilakukan melalui menciptakan akses dari kelompok informal kepada kelompok formal, kelompok yang diberdayakan dengan kelompok pemberdaya. Kebutuhan akan akses ini sangat menentukan share dan partisipasi antar- stakeholders dalam proses pemberdayaan.
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
2. Penguatan teknis/ technical empowerment. Technical empowerment dilakukan sebagai bagian dari kegiatan advocacy sehingga dapat diwujudkan peningkatan kapasitas dari kelompok yang diberdayakan. Keterlibatan secara aktif dari masing-masing stakeholders diwujudkan dalam bentuk share nyata seperti program, pendanaan, dan kebijaksanaan (policy).
Ulasan tentang konsep pemberdayaan lebih rincinya sbb : Konsep pemberdayaan merupakan hasil kerja dari proses
interaktif baik di tingkat ideologis maupun praksis. Di tingkat ideologis, konsep pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top down dan bottom up antara growth strategy dan people centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, interaktif akan terjadi lewat pertarungan antar-otonomi. Konsep pemberdayaan sekaligus mengandung konteks pemihakan kepada lapisan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Konsep pemberdayaan sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, yang pada intinya memberikan tekanan otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. S ebagai titik fokusnya adalah lokalitas, sebab “civil society” akan merasa siap diberdayakan lewat isue-isue lokal, namun Friedmann (1992) juga mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur di luar “civil society ” diabaikan. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas ekonomi saja namun juga secara politis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar.
Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagian besar diakibatkan oleh kesenjangan terhadap akses modal, prasarana, informasi pengetahuan, teknologi keterampilan, ditambah oleh kemampuan sumber daya manusia, serta kegiatan ekonomi lokal yang tidak kompetitif menunjang pendapatan masyarakat, serta masalah akumulasi modal. Selain itu kelembagaan pembangunan yang ada pada
Tinjauan Pustaka
masyarakat lokal secara umum belum dioptimalkan untuk menyalurkan dan mengakomodasikan kepentingan, kebutuhan dan pelayanan masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas yang mampu memberi nilai tambah usaha. Sementara melihat kelembagaan aparat pemerintah di tingkat lokal terlalu terbebani pelaksanaan program dari pemerintahan di tingkat atasnya, sehingga tidak dapat memfokuskan pada pelayanan pengembangan peran serta masyarakat dalam proses perwujudan masyarakat maju dan mandiri.
Menurut Kartasasmita (1996) yang mengacu pada pendapat Chambers, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang menerangkan nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma basis pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering dan sustainable.
Dari definisi di atas, pemberdayaan masyarakat dimengerti sebagai konsep yang lebih luas daripada hanya sekedar pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemberdayaan masyarakat lebih diartikan sebagai upaya menjadikan manusia sebagai sumber, pelaku dan yang menikmati hasil pembangunan. Dengan kata lain pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat Indonesia.
Secara konkrit, pemberdayaan masyarakat diupayakan melalui pembangunan ekonomi rakyat. Sementara itu, pembangunan ekonomi rakyat harus diawali dengan usaha pengentasan penduduk dari kemiskinan. Kemudian Sumodiningrat, mengatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat sebagaimana tersebut di atas paling tidak harus mencakup lima hal pokok yaitu bantuan dana sebagai modal usaha, pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan, penyediaan sarana, pelatihan bagi aparat dan masyarakat dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat seperti bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang suatu saat harus digantikan dengan tabungan yang dihimpun dari surplus usaha.
Pengembangan Industri Kecil untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat