Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau

KLASIFIKASI MANGROVE BERBASIS OBJEK DAN PIKSEL
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL DI
SUNGAI KEMBUNG, BENGKALIS, PROVINSI RIAU

ROMIE JHONNERIE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Klasifikasi Mangrove
Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai
Kembung, Bengkalis, Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Romie Jhonnerie
NIM C562100041

RINGKASAN
ROMIE JHONNERIE. Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel
Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis, Provinsi
Riau. Dibimbing oleh VINCENTIUS P SIREGAR, LILIK BUDI PRASETYO,
SAM WOUTHUYZEN dan BISMAN NABABAN.
Mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang memiliki fungsi
seperti (1) proteksi pantai dari gangguan badai, tsunami, angin, dan gelombang; (2)
tempat pemijahan ikan dan organisme lainnya, (3) tempat rekreasi, (4) sumber
nutrisi bagi organisme, dan (5) sumber bahan kayu. Status ekosistem mangrove di
Sungai Kembung, Pulau Bengkalis Provinsi Riau saat ini berada pada kondisi
cenderung mendapatkan tekanan dari manusia. Upaya perlindungan dan
pengelolaan ekosistem mangrove perlu menjadi perhatian serius dari berbagai pihak
dan memerlukan teknik perolehan data dan informasi mangrove secara spasial

secara tepat dan akurat.
Pengambilan data lapangan dilakukan bulan Juni dan Desember 2012. Citra
satelit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Landsat 5 TM, Landsat 7
ETM+, Landsat 8 OLI, SPOT 6 multispektral, SPOT 6 pankromatik, ALOS
PALSAR, dan SENTINEL-1. Pra-pengolahan data satelit terdiri dari koreksi
atmosferik, kalibrasi radiometrik, koreksi geometrik, dan transformasi spektral.
Data lapangan berupa pengamatan vegetasi mangrove dan penutup lahan.
Pengembangan skema klasifikasi menggunakan analisis gerombol dan similarity
percentage (SIMPER) selanjutnya untuk mengetahui karakteristik reflektansi
spektral data digunakan analisis spektral. Pengelompokkan data citra satelit
menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dengan menerapkan algoritma
random forest (RF). Hasil klasifikasi berbasis objek dibandingkan dengan teknik
klasifikasi berbasis piksel menggunakan algoritma maximum likelihood.
Keberhasilan klasifikasi berbasis objek diterapkan dalam pendeteksian perubahan
mangrove di lokasi studi.
Komunitas mangrove di Sungai Kembung dibangun oleh 69 spesies
tumbuhan mangrove yang terdiri dari 22 spesies mangrove sejati dan 47 spesies
mangrove ikutan. Xylocarpus granamun, Rhizophora apiculata, Lumnitzera.
Racemosa, dan Scyphiphora hidrophyllaceae merupakan komunitas dominan dan
selalu dijumpai di lokasi studi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya (semua

strata). Berdasarkan kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove
yang diputuskan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201
tahun 2004, mangrove Sungai Kembung dikategorikan sebagai kawasan mangrove
yang baik dan sangat padat.
Skema klasifikasi komunitas mangrove dibangun berdasarkan data struktur
komunitas mangrove. Satu tingkatan skema komunitas mangrove berhasil
dibangun. Skema tersebut terdiri terdiri dari 12 kelas komunitas mangrove namun
keterbatasan sampel pada sebagian besar kelas komunitas maka ditetapkan dua
komunitas utama (1) Rhizophora apiculata (Ra) terdiri dari 33 sampel dan
komunitas (2) Xylocarpus granatum (Xg) terdiri dari 93 sampel. Kelas komunitas
lainnya yang memiliki jumlah sampel yang terbatas (gabungan 10 kelas) menjadi
kelas Lainnya (La) dan terdiri dari 28 sampel.

iii

Kedua teknik klasifikasi mampu mengidentifikasi seluruh kelas penutup
lahan dan komunitas mangrove. Masih dijumpai kesalahan klasifikasi yang
mengakibatkan efek salt and pepper pada kedua klasifikasi namun algoritma
random forest (RF) mampu mereduksi kesalahan tersebut dibandingkan algoritma
maximum likelihood. Hasil klasifikasi penutup lahan terbaik menggunakan

klasifikasi berbasis objek dan piksel diperoleh melalui input image layer (IIL) M6.
Klasifikasi berbasis objek mampu meningkatkan hasil klasifikasi dari 1-24.5%.
Analisis perubahan penutup lahan menyatakan bahwa luas mangrove di
Sungai Kembung relatif stabil dalam jangka waktu pengamatan tersebut, mangrove
yang berubah menjadi penutup lahan lainnya sebesar 197.2 hektar, bertambah
seluas 251.1 hektar dan yang tidak mengalami perubahan seluas 2904.9 hektar.
Perubahan mangrove umumnya diakibatkan oleh faktor antropogenik seperti
penanaman mangrove, penebangan, perubahan alih fungsi mangrove menjadi jalan,
tanggul, permukiman, tambak udang serta pertumbuhan alami. Diperlukan
perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk mempertahankan keberadaan
ekosistem mangrove di Sungai Kembung.
Kata kunci: berbasis objek, berbasis piksel, klasifikasi, mangrove, Sungai Kembung

SUMMARY
ROMIE JHONNERIE. Object and Pixel-based Mangrove Classification Using
Multispectral Satellite Imageries at Kembung River, Bengkalis, Riau Province.
Supervised by VINCENTIUS P SIREGAR, LILIK BUDI PRASETYO, SAM
WOUTHUYZEN and BISMAN NABABAN.
Mangrove that generally found in coastal regions plays important roles such
as (1) coastal protection from hurricane, tsunami, wind and wave, (2) spawning

ground for many fishes and other faunas, (3) a place for recreational, (4) source of
nutrients for organisms, and (5) source of wood. Recently, mangrove ecosystems in
Kembung River, Bengkalis Island Riau Province tend to get pressure from
antrophogenic. Protection and management of mangrove ecosystems needs to be a
serious concern of various parties. Such efforts require data acquisition techniques
and information mangrove spatially and accurately.
Field data were collected in June and December 2012. Satellite imageries
were used in this study consisted of Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM +, Landsat 8
OLI, SPOT 6 multispectral, SPOT 6 panchromatic, ALOS PALSAR and
SENTINEL-1. Pre-processing in the satellite imageries were applied including
atmospheric correction, radiometric calibration, geometric correction, and spectral
transformation. Field data observations and measurements were conducted on
mangrove vegetation and land cover. Scheme development of mangrove
community classification was conducted by using clusters and similarity percentage
(SIMPER) analyses. Furthermore, the scheme was used to charactirized satellite
images spectral reflectance by using spectral analysis. Satellite data were classified
by using object-based approach which applied random forest algorithm. Objectbased classification results was then compared to pixel-based classification
technique which used maximum likelihood algorithm. The succesfull object-based
classification then applied on magrove change detection in the study area.
Kembung River mangrove community was assembled by 69 mangroves

species which consists of 22 true mangrove species and 47 species of associate
mangrove. Xylocarpus granamun, Rhizophora. apiculata, Lumnitzera. racemosa
and Scyphiphora hidrophyllaceae were dominant species and always found in the
study area compared with other species, for all strata. Based on standard criterias
and guidelines for the determination of mangrove destruction which issued by the
Minister of the Environment No. 201 of 2004, Mangrove at Kembung River was
categorized as good and very dense mangrove ecosystem.
Based on the composition of mangrove species, one level classification
scheme was succesfully developed. The scheme consisted of 12 mangrove
community classes, however most of the mangrove species belong to the two main
classes of Rhizophora apiculata (Ra) composed of 33 samples and Xylocarpus
granatum (Xg) composed of 93 samples Other 10 classes had limited sample
number, therefore the 10 other classes were groupped into one class (La) that
composed of 28 samples.
Both classification techniques were able to identify all land cover classes and
mangrove communities. Some misclassifications were still found to produce salt
and pepper effects on both classifications, however, the random forest algorithm

v


could reduced such errors than the maximum likelihood algorithm. The best result
of land cover classification using object-based and pixel-based classifications was
obtained through input image layer M6. The object-based classification approach
was better than pixel-based and it can improved the classification results by 124.5%.
Change detection analyses showed that the mangrove area in Kembung River
was relatively stable. For nearly two decades, we found mangrove loss about 197.2
ha, gain of 251.1 ha, and unchanged of 2904.9 ha. Changes in mangrove covers
were generally caused by anthropogenic factors such as mangrove replanting,
logging, changes over the function of mangrove regions into the road, embankment,
settlement, shrimp farms, and natural growth. Serious attention from various parties
are needed to maintain the existence and sustainablility of mangrove ecosystems in
Kembung River.

Keywords: classification, Kembung River, mangrove, object-based, pixel-based

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KLASIFIKASI MANGROVE BERBASIS OBJEK DAN PIKSEL
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL
DI SUNGAI KEMBUNG, BENGKALIS, PROVINSI RIAU

ROMIE JHONNERIE

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Kelautan (TEK)

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

viii

Ujian Tertutup
Penguji luar komisi:
1 Dr Ir M Buce Saleh, MS
2 Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi
Ujian Terbuka
Penguji luar komisi:
1 Dr Ir M Buce Saleh, MS
2 Dr Bidawi Hasyim, MSi

Judul Disertasi : Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan Piksel Menggunakan
Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis,
Provinsi Riau
Nama
: Romie Jhonnerie
NIM
: C562100041


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA
Ketua

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Anggota

Dr Ir Sam Wouthuyzen, MSc APU
Anggota

Dr Ir Bisman Nababan, MSc
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Kelautan


Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi

Tanggal Ujian Tertutup: 24 Juni 2015
Tanggal Sidang Promosi Terbuka: 10 Juli 2015

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah
klasifikasi mangrove, dengan judul Klasifikasi Mangrove Berbasis Objek dan
Piksel Menggunakan Citra Satelit Multispektral di Sungai Kembung, Bengkalis,
Provinsi Riau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA, Prof
Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc, Dr Ir Sam Wouthuyzen, MSc APU, dan Dr Ir
Bisman Nababan, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir M Buce Saleh, MS,
Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi dan Dr Bidawi Hasyim, MSi yang telah banyak
memberi saran pada ujian tertutup dan sidang promosi terbuka.
Ungkapan terima kasih disampaikan terutama kepada orang tua, Rahieman
bin Djisat dan Ibunda Wirdaty Ilyas binti Ilyas, Baras bin Jalik dan Yuslina binti
Muhammad Wasyid atas segala limpahan kasih sayang dan doa serta siraman iman
yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi. Istri tercinta,
Yossi Oktorini, ananda Muhammad El-Idrisi dan Hasnia Syakira Nisa yang selalu
memberikan dukungan dan doa serta pengertiannya selama penulis menuntut ilmu,
serta seluruh keluarga besar, hasil yang telah dicapai ini, ku persembahkan untuk
kalian.
Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Ketua Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan yang
senantiasa memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan
disertasi ini, seluruh dosen dan tenaga administrasi Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kementerian Pendidikan Nasional yang telah
memberikan beasiswa studi lanjut BPPS di Institut Pertanian Bogor. Ketua Jurusan
Penangkapan Sumberdaya Perairan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
dan Rektor Universitas Riau, yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan
doktor.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada kelompok pengelola mangrove
Belukap dan anggota yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data lapangan.
Rekan-rekan semasa pendidikan, Dr Nurhalis Wahidin, Dr M. Syahdan, Dr Domei
L. Moniharapon, Dr Gentio Harsono, Dr Muhamad Sulaiman, Dr Ihsan, Dr Didik
Santoso, Dr Dion Bawole, Dr Ismawan, Dr Chaliluddin, Dr Amirul Karman, Dr
Rozirwan, Dr Eko Prianto, Dr Irda Mirdayanti, Jurianto M Nur, MSi, Elis
Nurjuliasti Ningsih, MSi, Widya Kusumaningrum, MSi, Aisyah, MSi, yang banyak
membantu selama menempuh pendidikan, serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
disertasi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015

Romie Jhonnerie

xii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISTILAH
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka Teori
Kebaruan (Novelty)
2 METODOLOGI UMUM
Tempat dan Waktu
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
3 PENGEMBANGAN SKEMA KLASIFIKASI UNTUK PEMETAAN
KOMUNITAS MANGROVE
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 PERBANDINGAN KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK DAN BERBASIS
PIKSEL DENGAN ALGORITMA RANDOM FOREST UNTUK
PEMETAAN MANGROVE
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 DETEKSI PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE MENGGUNAKAN
CITRA LANDSAT
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
Ketidakpastian Penelitian
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xiv
xv
xvi
1
1
5
5
5
6
7
8
8
8
12
19
19
19
21
29

30
30
31
37
57
59
59
60
62
67
68
70
73
73
73
74
86

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17
18

19
20
21
22
23
24
25
26

Jenis piranti lunak dan peranannya dalam penelitian dan sumber
perolehan
Peralatan lapangan dan kegunaannya
Data vektor yang digunakan dalam penelitian
Karakteristik sensor yang digunakan
Parameter dan nilai yang digunakan dalam koreksi atmosfer
Skema dan deskripsi penutup lahan
Perhitungan matematis matrik kesalahan
Nilai penting (%) berdasarkan strata mangrove
Kerapatan (ind/ha) strata vegetasi mangrove
Nama spesies, kategori mangrove dan jumlah kehadiran spesies dari
seluruh plot transek
Parameter segmentasi yang diujikan untuk memperoleh nilai
parameter terbaik
Nilai-nilai parameter algoritma RF yang diujikan
Model IIL dalam klasifikasi berbasis objek dan piksel
Fitur objek yang digunakan sebagai parameter dalam klasifikasi RF
Matrik nilai jarak J-M antara pasangan kelas penutup lahan. Pasangan
angka ≥ 1.90 menunjukkan dapat dipisahkan
Matrik nilai jarak J-M antara pasangan kelas komunitas mangrove.
Pasangan angka ≥ 1.90 menunjukkan dapat dipisahkan Jarak J-M
antara pasangan komunitas mangrove.
Hasil uji akurasi (%) pemetaan kelas mangrove menggunakan teknik
klasifikasi berbasis objek dan piksel
Nilai uji Z terhadap perbandingan IIL klasifikasi berbasis objek
terhadap
berbasis
piksel.
Nilai-nilai
yang dihitamkan
mengindikasikan perbedaan signifikan
Luas (hektar) dan selisih perhitungan luas mangrove berdasarkan
teknik klasifikasi
Hasil perhitungan uji akurasi (%) klasifikasi komunitas mangrove
menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dan piksel
Luas (hektar) kelas komunitas mangrove berdasarkan teknik
klasifikasi
Seri citra Landsat yang digunakan
Hasil uji akurasi 4 seri citra Landsat
Prediksi tinggi muka air (meter) berdasarkan waktu perekaman citra
satelit yang diperoleh dari stasiun Kuala Siak.
Estimasi luas penutup lahan (hektar)
Persentase perubahan penutup lahan dari tahun 1996-2002, 20022010 dan 2010-2013

9
10
10
11
13
16
17
22
24
25
33
34
35
35
42

43
51

53
53
56
57
60
63
64
64
65

xv

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20
21
22
23

24

25

Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Hasil penerapan RPC pada citra SPOT 6 dengan kombinasi 321,
dengan tampalan citra RapidEye Level 3A orthofoto kombinasi 432
dan Landsat 5 TM level 1T kombinasi 452
Hasil kalibrasi radiometrik ALOS PALSAR a. HV dan b. HH
Hasil kalibrasi radiometrik citra SENTINEL-1. a. VH dan b. VV
Sebaran lokasi pengamatan lapangan
Teknis pengukuran diameter batang mangrove (Dahdouh-Guebas
dan Koedam 2006)
X. granatum memiliki kemampuan perkembangbiakan vegetatif.
Jumlah komposisi jenis pohon mangrove terhadap jumlah plot
transek
Dendogram skema komunitas mangrove.
Jumlah anggota kelas komunitas mangrove.
Persentase kontribusi spesies mangrove dalam menyusun kelas
komunitas mangrove.
Pohon proses yang berfungsi mengelola aturan klasifikasi berbasis
objek
Kurva reflektansi spektral permukaan kelas penutup lahan a. Citra
SPOT 6 multispektral dan b. Citra Landsat 5 TM.
Kurva reflektansi spektral komunitas mangrove di Sungai Kembung
a.Citra SPOT 6 multispektral dan b. Citra Landsat 5 TM
Hasil uji coba dengan beberapa kombinasi parameter segmentasi
Pengaruh scale terhadap akurasi keseluruhan dan jumlah objek yang
dihasilkan. a. shape 0.1 dan compactness 0.9, b. shape 0.5 dan
compactness 0.5, c. shape 0.9 dan compactness 0.1
Hasil optimisasi parameter RF
Perbandingan hasil klasifikasi penutup lahan berbasis objek dan
berbasis piksel
Perbandingan hasil klasifikasi komunitas mangrove. a. Dua kelas
komunitas b. Tiga kelas komunitas
Hasil klasifikasi komunitas mangrove
Peta hasil klasifikasi penutup lahan
Peta perubahan mangrove (1996-2013), warna merah
mengindikasikan pengurangan mangrove, orange mengindikasikan
penambahan mangrove, warna hijau mengindikasikan mangrove
yang tidak berubah dan dan cyan merupakan objek vegetasi lainnya
Kurva reflektansi spektral permukaan dari beberapa objek (a. badan
air, b. lahan terbuka dan c. vegetasi) dari empat percobaan model
aerosol.
Distribusi titik-titik multipath (berwarna merah) GPS
(ditumpangtindihkan dengan Citra SPOT 6 multispektral) pada saat
pengukuran vegetasi mangrove, pada dua lokasi berbeda.

7
8

14
15
15
17
20
23
26
26
27
29
36
38
40
43

45
46
47
54
54
63

66

71

72

DAFTAR ISTILAH
Aperture
Band spektral

C-band

Ground control
point

Hambur balik
(backscatter)

Kalibrasi
Klasifikasi
Koreksi
geometrik
Level-1

Multispektral

Ortorektifikasi

: Bukaan yang menangkap radiasi elektromagnetik untuk
detektor atau film. Contohnya bukaan diafragma lensa
: Interval
dalam
spektrum
elektromanetik
yang
didefinisikan oleh dua panjang gelombang, frekuensi atau
bilangan gelombang (misalnya SPOT 6 band biru meliputi
panjang gelombang 450-520 nm)
: Sebuah rentang frekuensi nominal 8-4 GHz (3.75-7.5 cm
panjang gelombang) dari bagian spektrum gelombang
pendek (microwave) elektromagnetik. Citra Radar C-band
umumnya tidak terhalang oleh efek atmosfer dan mampu
menembus awan. Kemampuan penetrasi berkaitan dengan
kanopi vegetasi atau tanah terbatas pada bagian atas.
: Sebuah fitur lokasi geografis lokasi (misalnya sudut
bangunan, persimpangan jalan, dan lain-lain) yang
dikenali pada gambar dan dapat digunakan untuk
menentukan koreksi geometrik guna meningkatkan akurasi
geolokasi citra
: Bagian dari sinyal yang dipantulkan kembali oleh target ke
antena radar. Hamburan cross section menuju sensor
dinamakan hambur balik cross section, dan disimbolkan
oleh sigma (σ). Hambur balik merupakan kekuatan
rerflektif dari target sensor dan terkadang dinyatakan juga
sebagai koefisien backscatter, atau sigma nought dan
didefenisikan sebagai per satuan luas di permukaan
: Proses kuantitatif mendeskripsikan respon sistem untuk
input sinyal yang terkontrol
: Pengelompokan objek ke dalam kelas-kelas berdasarkan
kemiripan atribut yang dimiliki secara sistematis
: Transformasi citra untuk mencocokkan hubungan
spasialnya dengan permukaan bumi.
: Data direkontruksi pada resolusi penuh dan dijelaskan
dengan informasi tambahan, termasuk koefisien kalibrasi
radiometrik dan geometrik dan parameter geo-referensi.
Data mungkin telah dikoreksi radiometrik dan dikalibrasi
dalam unit fisik pada resolusi penuh instrumen,
ortorektifikasi dan dicuplik pada ukuran piksel tertentu
: Data penginderaan jauh dalam dua atau lebih band
spektral, seperti band tampak dan inframerah. Kapasitas
multispektral memungkinkan sensor untuk memberikan
citra berwarna
: Menjelaskan sebuah citra yang telah dikoreksi geometrik
khususnya kesalahan posisi (displacement) karena

xvii

Pankromatik

:

Pan-sharpening

:

Penajaman citra

:

Penutup lahan

:

Piksel
Polarisasi

:
:

Radiansi

:

Radiasi tampak

:

Random forest

:

Rational
Polynomial
Coefficient

:

Reflektansi

:

kemiringan dan ketinggiannya telah dihilangkan. Hasilnya
berupa citra yang dapat ditumpangsusunkan pada sebuah
peta
Detektor yang sensitif terhadap spektrum cahaya tampak.
Pada SPOT 6, pankromatik memiliki panjang gelombang
450-750 nm
Praktek menggunakan meningkatkan resolusi spasial data
multispektral menggunakan resolusi tinggi band
pankromatik
Operasi yang meningkatkan interpretabilitas citra atau
kemampuan deteksi target atau objek pada citra. Termasuk
operasi penajaman kontras, penajaman tepi, filter spasial,
penghalusan (smoothing) citra dan penajaman
(sharpening) citra
Istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu
kenampakan lahan secara fisik, baik kenampakan alami
maupun kenampakan buatan manusia
Elemen citra yang disediakan oleh sebuah detektor
Proses membatasi getaran magnetik atau medan listrik,
vektor cahaya atau radiasi lain pada suatu bidang. Orientasi
medan listrik relatif terhadap permukaan bumi
Ukuran intensitas cahaya per unit area per satuan sudut
ruang. Sensor merekam dalam satuan Watt (W) per meter
persegi per steradian (sudut ruang/solid angle dari titik
permukaan bumi ke sensor), per unit panjang gelombang
yang diukur)
Radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang yang
sensitif terhadap mata manusia, dengan panjang
gelombang antara 400-700 nm
Sebuah metode pembelajaran ensemble untuk klasifikasi
dan regresi yang beroperasi dengan membangun banyak
pohon keputusan. Algoritma random forest dikembangkan
oleh Leo Breiman. Metode ini menggunakan teknik
bagging untuk pemilihan fitur secara acak.
Sebuah model matematika geometri dan bentuk satu set
koefisien polinomial rasional, yang dapat digunakan untuk
ortorektifikasi citra. Prosedur ini membutuhkan model
ketinggian digital (digital elevation model). Model ini
dapat meningkatkan akurasi dari model polinomial
rasional citra tertentu dengan melakukan koreksi
geometrik ulang menggunakan titik kontrol 3D yang
akurat
Perbandingan radiansi yang dipantulkan oleh permukaan
dibagi dengan irradiansi yang diterima permukaan
tersebut.

xviii

Resolusi spasial

Segmentasi

Shapefile (shp)

Synthetic
Aperture Radar
(SAR)
Transformasi
citra

: Ukuran terkecil untuk memisahkan dua objek yang dapat
dibedakan oleh sensor. Hubungan antara ukuran objek
yang diindra dan resolusi spasial pada sistem optik.
Umumnya dinyatakan dalam meter
: Proses membagi citra menjadi beberapa segmen dengan
tujuan menyederhanakan dan atau mengubah representasi
dari suatu citra menjadi objek yang lebih berarti dan lebih
mudah dianalisis.
: Sebuah format data vektor geospasial yang populer dan
digunakan oleh perangkat lunak sistem informasi
geografis. Dikembangkan oleh ESRI dan merupakan
spesifikasi spesifikasi interoperabilitas terbuka antara
produksi ESRI dengan perangkat lunak lainnya. Shapefile
secara spasial menjelaskan bentuk geometri vektor, yaitu:
titik, garis dan poligon dan setiap fitur memiliki atribut
yang dapat menjelaskannya
: Sebuah sistem radar koheren yang menghasilkan citra
penginderaan jauh resolusi tinggi. Pemrosesan sinyal
menggunakan magnitud dan fase dari sinyal yang diterima
: Sebuah fungsi operator yang menempatkan sebuah citra
sebagai input dan menghasilkan citra baru sebagai hasil.
Tergantung transformasi yang dipilih, citra masukan dan
luaran dapat berbeda secara keseluruhan dan memiliki
interpretasi yang berbeda

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan tumbuhan (pohon, palma, semak, tumbuhan merambat
dan pakis-pakisan) (Giesen et al. 2006), baik secara individu maupun komunitas di
daerah yang dipengaruhi pasang surut (Tomlinson 1986), dapat dijumpai
disepanjang garis pantai (Saenger 2002) hingga menyebar ke pinggiran sungai pada
daerah tropis dan sub tropis (Kathiresan dan Bingham 2001). Sebagai bagian dari
eksosistem pesisir (Kusmana 1996), mangrove berfungsi sebagai: (i) pelindung
pantai dari erosi (Thampanya et al. 2006), tiupan angin kencang dan gempuran
ombak yang kuat dan tsunami (Ostling et al. 2009; Zhang et al. 2012) , (ii) habitat
berbagai jenis ikan dan udang (mencari makan, memijah, bertelur dan berlindung)
(Manson et al. 2005; Carrasquilla-Henao et al. 2013; Abu El-Regal dan Ibrahim
2014), (iii) habitat berbagai jenis fauna (Cannicci et al. 2008; Nagelkerken et al.
2008), (iv) penghasil kayu dan non-kayu (Illukpitiya dan Yanagida 2010), (v)
berpotensi untuk fungsi pendidikan (Sarkar dan Bhattacharya 2003) dan rekreasi
(Ahmad 2009; Datta et al. 2012), (vi) menyerap karbon dalam perubahan iklim
(Gilman et al. 2006; Donato et al. 2011).
Degradasi mangrove secara global mencapai 25%, dari tahun 1980-2000
(FAO 2007; Giri et al. 2011). Data tahun 2009 memperkirakan luas mangrove di
Indonesia sebesar 3.2 juta hektar dan sekitar 6.4% berada pada wilayah administrasi
Provinsi Riau (Hartini et al. 2010). Kecenderungan luas tersebut menurun setiap
tahunnya. Selama 25 tahun (1980-2005) Indonesia telah kehilangan 30.1% atau 1.3
juta hektar mangrove (FAO 2007). Dilaporkan pula bahwa 11 dari 70 (16%) spesies
mangrove yang telah diketahui meningkat statusnya menjadi terancam punah
(Polidoro et al. 2010). Penyebab kehilangan tersebut diakibatkan oleh (i)
pemanfaatan mangrove secara langsung sebagai sumber kayu dan non-kayu
(Walters 2005), (ii) alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak udang, tambak
garam, lahan pertanian, permukiman dan pariwisata (Jhonnerie et al. 2007; Thu
dan Populus 2007), dan (iii) kurangnya pasokan air tawar akibat pembangunan
bendungan.
Sungai Kembung merupakan salah satu habitat mangrove di Pulau Bengkalis,
Provinsi Riau dan merupakan habitat yang unik. Mangrove dapat dijumpai di
sepanjang Sungai Kembung dan anak-anak sungai yang membelah kawasan
tersebut. Mangrove pantainya langsung berhadapan dengan Selat Malaka.
Ekosistem mangrove di Sungai Kembung menjadi salah satu tumpuan hidup bagi
masyarakat di sekitarnya khususnya bagi Suku Asli, salah satu suku pedalaman
(indigenous people) yang tinggal dan hidup di sekitar mangrove. Jhonnerie et al.
(2014 ) menyatakan tidak terjadi perubahan luas penutup lahan mangrove yang
signifikan, namun tekanan terhadap mangrove telah berlangsung lama di kawasan
ini. Kusmana (2012) menambahkan, mangrove di Kabupaten Bengkalis telah
mendapatkan tekanan semenjak beroperasinya panglong (dapur) arang, hingga saat
ini tekanan terhadap mangrove cenderung bertambah di antaranya akibat
pembangunan jalan dan permukiman, perubahan penutup lahan mangrove menjadi
tambak udang dan penebangan liar. Di sisi lain, keberadaan data pendukung
pengelolaan mangrove di Sungai Kembung masih minim dijumpai. Sebagian besar

2

penelitian mangrove di Sungai Kembung hanya bersifat atribut, sporadis dan minim
publikasi.
Penginderaan jauh merupakan teknologi penting dalam inventarisasi dan
monitoring sumberdaya alam secara spasial, dan penggunaannya terus meningkat
untuk pemanfaatan sumber informasi dalam berbagai bidang (Rikimaru et al.
2002). Secara umum penginderaan jauh digunakan untuk menghubungkan
pengukuran radiasi matahari yang dipantukan oleh objek di permukaan bumi
(direpresentasikan oleh nilai digital) terhadap kondisi bio-fisik di lapangan.
Setidaknya terdapat 11 peranan penginderaan jauh dapat diterapkan untuk menggali
informasi mangrove (Kuenzer et al. 2011), termasuk kedalamnya adalah:
inventarisasi (Knight et al. 2009; Heumann 2011b), penentuan kawasan (Cardoso
et al. 2014), komposisi dan spesies (Koedsin dan Vaiphasa 2013; Kumar dan
Patnaik 2013), status kesehatan (Kovacs et al. 2009; Kovacs et al. 2013) serta
deteksi perubahan dan pengawasan (Misra et al. 2013; Rahman et al. 2013).
Umumnya teknik klasifikasi berperan besar dalam penggalian informasi tersebut.
Klasifikasi data penginderaan jauh umumnya menggunakan metode spektral
(Godinho et al. 2014), spasial (Zhao et al. 2011) dan tekstural (Szantoi et al. 2013)
baik secara individu atau kombinasi telah mampu meningkatkan ektraksi fitur dan
pemetaan. Kajian-kajian penginderaan jauh yang berfokus pada klasifikasi citra
telah lama menjadi perhatian dan menarik peneliti penginderaan jauh, karena hasil
klasifikasi menjadi dasar bagi berbagai aplikasi lingkungan dan sosial ekonomi (Lu
dan Weng 2007). Berbagai upaya peningkatan akurasi klasifikasi telah diusahakan
oleh banyak peneliti (Alesheikh dan Sadeghi Naeeni Fard 2007; Quintano dan
Cuesta 2010; Mitraka et al. 2012; Yan et al. 2012). Meskipun demikian, hingga
saat ini kajian data penginderaan jauh untuk menghasilkan peta tematik masih
menjadi tantangan karena beberapa faktor seperti kompleksitas penutup lahan suatu
lokasi, data penginderaan jauh tertentu, pengolahan data penginderaan jauh dan
pendekatan klasifikasi, dapat mempengaruhi kesuksesan klasifikasi (Lu dan Weng
2007).
Pemilihan citra satelit yang sesuai merupakan tahapan penting dalam
kesuksesan klasifikasi untuk tujuan tertentu (Phinn et al. 2000). Pemetaan
mangrove umumnya menggunakan sensor seri Landsat (Rahman et al. 2013),
Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER)
(Jean-Baptiste dan Jensen 2006), Satellite Pour l’Observation de la Terre (SPOT)
(Santos et al. 2014), IKONOS (Chadwick 2011), QuickBird (Wang et al. 2004b),
WorldView-2 (Kamal et al. 2014). Pemilihan citra yang digunakan dipengaruhi
oleh kebutuhan pengguna, skala dan karateristik lokasi penelitian, ketersediaan
berbagai jenis data dan karakteristiknya, biaya dan waktu serta pengalaman
menganalisis citra yang digunakan. Umumnya data citra satelit tersebut diterapkan
dalam pemetaan mangrove semi detail dan detail.
Tingkat ke-detail-an hasil klasifikasi mengacu kepada skema klasifikasi yang
digunakan atau dikembangkan. Skema klasifikasi merupakan sebuah sistem
terstruktur dari beberapa kelas dan umumnya diatur berdasarkan tingkatan (hirarki).
Dalam kegiatan pemetaan diperlukan pemahaman bagaimana sebuah skema
klasifikasi terstruktur dibangun. Hingga saat ini skema klasifikasi mangrove untuk
tingkatan yang lebih detail dan terstruktur di Indonesia telah disediakan oleh
beberapa institusi, seperti: Badan Standar Nasional melalui standarisasi penutup
lahan tahun 2010, Kementerian Lingkungan Hidup melalui kriteria baku dan

3

pedoman penentuan kerusakan mangrove tahun 2004. Danoedoro (2012)
mengembangkan skema klasifikasi penutup lahan serbaguna yang dapat diterapkan
melalui interpretasi citra satelit, namun skema klasifikasi yang disediakan untuk
kelas mangrove pada tingkatan detail tidak dilengkapi dengan dokumentasi teknis
pengembangan yang terstruktur dan dapat direpetisi dengan baik bagi peneliti
mangrove. Permasalahan tersebut menjadi catatan tersendiri oleh Cingolani et al.
(2004) dan Kuenzer et al. (2011). Pemahaman skema klasifikasi lebih mendalam
dapat mengacu kepada pustaka Green et al. (2000) dan Auster et al. (2009).
Penentuan variabel (input image layer/IIL) klasifikasi yang sesuai merupakan
langkah penting menuju kesuksesan pengelompokan citra penginderaan jauh.
Banyak IIL yang potensial digunakan dalam klasifikasi citra termasuk indeks
vegetasi (Díaz dan Blackburn 2003), tekstur (Huang et al. 2009), data
multitemporal (Rokni et al. 2014), multisensor (Nascimento Jr et al. 2013) serta
penggunaan data tambahan lainnya (ancillary) (Vaiphasa et al. 2006). Selain itu
informasi mengenai pemilihan band optimal dan karakteristik spektral melalui
pendekatan analisis grafik, metode statistik (menggunakan algoritma separabilitas)
telah digunakan untuk menentukan jumlah band optimal (Vaiphasa et al. 2005;
Wang dan Sousa 2009). Dalam prakteknya, perbandingan kombinasi yang berbeda
dari input image layer (IIL) yang dipilih sering dilakukan, dan dataset referensi
yang baik sangat penting. Secara khusus, dataset perwakilan yang baik untuk
masing-masing kelas adalah kunci dalam menerapkan klasifikasi terbimbing.
Algoritma separabilitas sering digunakan untuk mengevaluasi keterpisahan kelas
serta memperbaiki training area masing-masing kelas (Lu dan Weng 2007).
Klasifikasi berbasis piksel mengidentifikasi kelas dari masing-masing piksel
dalam sebuah citra kemudian membandingkan data vektor berdimensi untuk setiap
piksel dengan vektor prototipe pada masing-masing kelas. Data vektor biasanya
terdiri dari nilai-nilai piksel keabuan dari saluran multispektral dan atau penilaian
tekstur dan kontekstual yang dihitung dari berbagai band (Rabe et al. 2014; Rastner
et al. 2014). Menghasilkan peta tematik penutup lahan yang akurat merupakan
tugas yang sulit karena beragamnya penutup lahan terkait komposisi alam yang
komplek. Metode klasifikasi konvensional berbasis piksel seperti maximum
likelihood (ML) hanya memanfaatkan informasi spektral dan keberhasilan terbatas
dalam mengklasifikasikan citra multispektral (Rabe et al. 2014). Hasil klasifikasi
berbasis piksel cenderung menghasilkan efek salt and pepper, dimana satu piksel
yang terkelaskan berbeda dengan kelas yang ada di sekitarnya. Efek tersebut
disebabkan kompleksitas lingkungan biofisik, yang mengakibatkan kemiripan
spektral di antara kelas penutup lahan atau skema klasifikasi yang digunakan (Lu
dan Weng 2007; Whiteside et al. 2011).
Maximum likelihood (ML) merupakan algoritma yang teruji dan telah sering
diterapkan dalam klasifikasi berbasis piksel untuk berbagai aplikasi pemetaan,
termasuk mangrove (Kuenzer et al. 2011), selain itu algoritma ML banyak tersedia
di berbagai aplikasi pengolahan citra dan sistem informasi geografis. Algoritma ini
mengelompokan piksel berdasarkan probabilitas kepemilikan suatu kelas dengan
nilai rata-rata dan kovarian dimodelkan dalam bentuk distribusi normal
(parametrik) dalam ruang fitur multispektral (Sisodia et al. 2014). Namun, asumsi
distribusi spektral yang normal sering dilanggar, terutama di lanskap kompleks
(heterogenitas spektral yang tinggi). Selain itu, distribusi sampel (training area)
yang tidak cukup dan tidak representatif menambah ketidakpastian dalam prosedur

4

klasifikasi. Kelemahan lain dari klasifikasi parametrik terletak pada sulitnya
mengintegrasikan data spektral dengan data tambahan lainnya (Lu dan Weng 2007).
Algoritma klasifikasi non-parametrik tidak memerlukan asumsi distribusi
normal. Parameter statistik tidak diperlukan untuk memisahkan citra berdasarkan
skema klasifikasi. Algoritma non-parametrik sesuai diterapkan pada data tambahan
(ancillary) pada prosedur klasifikasi (Lu dan Weng 2007). Telah banyak laporan
yang menyatakan bahwa algoritma berbasis non parametrik lebih baik dari
klasifikasi berbasis parametrik. Algoritma klasifikasi non-parametrik yang sering
digunakan dalam pemetaan mangrove di antaranya jaringan syaraf tiruan (neural
network) (Wang et al. 2008), support vector machine (Heumann 2011a), pohon
keputusan (decision tree) (Zhang 2011) serta random forest (RF) (Jhonnerie et al.
2015b). Dalam perkembangan terakhir, algoritma machine learning telah diadopsi
oleh berbagai aplikasi penginderaan jauh komersial berbasis piksel seperti ENVI
EXELIS, ERDAS INTEGRAPH, PCI Geomatic, berbasis objek seperti eCognition
dan opensource seperti EnMAP-Box.
Pendekatan klasifikasi berbasis objek tidak beroperasi secara langsung pada
piksel individu tetapi pada objek yang terdiri dari banyak piksel yang telah
dikelompokkan bersama melalui proses segmentasi citra. Selain informasi spektral
dan tekstur yang digunakan dalam metode klasifikasi berbasis piksel, karakteristik
bentuk dan hubungan lingkungan dapat juga digunakan dalam klasifikasi berbasis
objek. Namun, keberhasilan pendekatan klasifikasi berbasis objek sangat
tergantung pada kualitas segmentasi citra (Rabe et al. 2014). Berbagai teknik
segmentasi telah diterapkan pada citra penginderaan jauh dengan berbagai tingkat
keberhasilan. Segmentasi citra penginderaan jauh merupakan masalah sulit karena
piksel campuran, kesamaan spektral, dan penampilan bertekstur dari berbagai jenis
penutup lahan. Pendekatan segementasi region growing, piksel secara berulang
dikelompokkan menjadi suatu region berdasarkan kriteria kemiripan yang telah
ditetapkan (Blaschke 2010).
Pemetaan mangrove menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek telah
dilakukan banyak peneliti, di antaranya: Wang et al. (2004a) memetakan mangrove
dengan menggabungkan algoritma maximum likelihood dan tetangga terdekat
(nearest neighbour) pada citra QuickBird. Penggabungan tersebut memperoleh
hasil akurasi keseluruhan terbaik yaitu 91.4%. Conchedda et al. (2008) mendeteksi
perubahan mangrove menggunakan citra SPOT XS, pendekatan supervisi melalui
algoritma tetangga terdekat (nearest neighbour) yang digunakan untuk memetakan
penutup lahan, menghasilkan akurasi sebesar 86%. Heumann (2011a) menerapkan
teknik hibrida dalam memetakan penutup lahan mangrove. Klasifikasi
menggunakan algoritma pohon keputusan (decision tree) dan memanfaatkan dua
citra yaitu QuickBird dan WorldView 2 untuk memetakan kelas mangrove sejati
dan asosiasi digunakan algoritma SVM yang diterapkan pada teknik klasifikasi
berbasis piksel, akurasi kelas mangrove mencapai 94%. Kamal dan Phinn (2011)
memetakan spesies mangrove menggunakan skema hirarki dan menerapkan
algoritma tetangga terdekat pada citra hiperspektral CASI-2, dengan akurasi
keseluruhan sebesar 76%. Flores De Santiago et al. (2012) menerapkan klasifikasi
berbasis objek pada data SAR (ALOS PALSAR) untuk memetakan kondisi spesies
mangrove, klasifikasi menerapkan algoritma kontektual pada setiap kelas yang
dipetakan. Kemampuan data SAR secara keseluruhan memetakan spesies
mangrove sebesar 64.9%. Vo et al. (2013) memetakan persentase tutupan

5

mangrove menggunakan kontektual editing dengan menggabungkan citra SPOT 5
dan TerraSAR-X, akurasi yang dicapai melalui teknik tersebut sebesar 75%.
Nascimento Jr et al. (2013) menggunakan multisensor yang terdiri dari ALOS
PALSAR, JER-1, Landsat 5 TM dan SRTM. Teknik klasifikasi menggunakan
klasifikasi kontektual dan membangun aturan berdasarkan keunggulan dari masingmasing sensor, melalui metode tersebut dihasilkan akurasi pemetaan penutup lahan
sebesar 96%. Son et al. (2015) menggunakan seri citra Landsat untuk mendeteksi
perubahan mangrove,klasifikasi menggunakan algoritma tetangga terdekat (nearest
neighbour). Hasil akurasi klasifikasi keseluruhan mencapai 82%.
Penerapan klasifikasi berbasis objek di Indonesia belum banyak dikaji lebih
jauh, khususnya penerapan algoritma klasifikasi non parametrik, mengingat adopsi
algoritma machine learning pada aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini baru
dimulai tahun 2011. Pemetaan mangrove dan komunitasnya dengan menerapkan
klasifikasi berbasis objek yang berbasis algoritma random forest (RF) serta
menggunakan citra satelit multispektral memerlukan kajian yang intensif dan
komprehensif.

Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang dinyatakan pada latar belakang, hingga tulisan
ini dikembangkan metode yang diterapkan dalam penelitian belum pernah
diterapkan sebelumnya. Pertanyaan ilmiah yang mendasari penelitian ini adalah:
1) Komponen apa saja yang membangun komunitas mangrove di Sungai
Kembung dan bagaimana pengembangan komunitas mangrove sehingga dapat
diterapkan penggunannya dalam teknik pemetaan mangrove yang lebih detail
menggunakan citra satelit multispektral?
2) Bagaimana teknik pemetaan mangrove yang lebih baik menggunakan citra
satelit multispektral? Apakah dengan menggunakan teknik tersebut mampu
meningkatkan akurasi pemetaan?
3) Bagaimana status mangrove di Sungai Kembung berdasarkan data temporal?

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mengembangkan skema klasifikasi komunitas mangrove yang dapat
diterapkan dalam klasifikasi data penginderaan jauh
2) Memetakan mangrove menggunakan teknik klasifikasi berbasis objek dengan
penerapan algoritma random forest (RF)
3) Mengetahui status mangrove melalui teknik deteksi perubahan mangrove

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memetakan mangrove dengan efektif, efisien
dan lebih akurat serta dapat menjadi acuan atau referensi dalam pemetaan,

6

monitoring dan pengelolaan ekosistem mangrove melalui teknologi penginderaan
jauh.

Kerangka Teori
Skema klasifikasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam klasifikasi
hingga saat ini masih menjadi permasalahan. Banyak penelitian yang hanya
menyatakan skema klasifikasi yang digunakan saja namun secara objektif metode
pengembangan skema tersebut tidak dilaporkan, sehingga pengulangan (repetisi)
metode sangat susah diterapkan, atau umumnya hanya bersifat ad hoc sehingga
hanya berlaku pada saat penelitian berlangsung. Diperlukan suatu tahapan
pengembangan skema klasifikasi yang sistematis sehingga kelas yang dihasilkan
tidak memiliki pemahaman yang ambigu serta mampu menampung kebutuhan
tingkat kedetailan (bersifat hirarki) dari ragam jenis citra satelit yang tersedia.
Pengembangan skema klasifikasi komunitas mangrove menggunakan analisis
gerombol dan persentase kemiripan.
Penerapan dan pengembangan metode klasifikasi alternatif diperlukan untuk
mengatasi permasalahan sebelumnya, minimal mereduksi kelemahan tersebut.
Penelitian ini menerapkan teknik pemetaan alternatif, menggunakan teknik
klasifikasi berbasis objek dan penerapan algoritma klasifikasi yang lebih maju,
dalam hal ini random forest (RF). Teknik klasifikasi berbasis objek diyakini dapat
mereduksi nilai varian dan mengelompokkan piksel citra satelit berdasarkan nilai
ambang batas tertentu, sementara algoritma RF merupakan sebuah algoritma yang
terdiri dari sekumpulan algoritma yang bekerja sama (ensembler) dan diyakini juga
mampu meningkatkan hasil pemetaan mangrove. Aplikasi yang digunakan mampu
mengelola data spasial baik raster maupun vektor dengan baik dalam pemetaan.
Tahapan akhir penelitian ini adalah menerapkan teknik klasifikasi berbasis
objek untuk pemetaan penutup lahan di sekitar mangrove untuk mengetahui laju
perubahan luas mangrove menggunakan citra satelit Landsat. Keseluruhan metode
yang digunakan dalam penelitian ini disarikan oleh sebuah diagram alir (Gambar
1).

7

Permasalahan
pemetaan
mangrove

Skema klasifikasi
yang belum jelas

Efek salt and
pepper hasil
klasifikasi

Akurasi
relatif masih
rendah

Efektif dan
efisien dalam
teknis pengerjaan

Metode
pemetaan
mangrove
alternatif

Algoritma
random
forest

Klasifikasi
berbasis
obyek

Uji
akurasi

Pengembangan skema
klasifikasi

Analisis
gerombol

Analisis
SIMPER

Deteksi
perubahan
mangrove

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Kebaruan (Novelty)
Kebaruan dalam penelitian ini adalah: (i) penerapan algoritma random forest
(RF) pada teknik klasifikasi berbasis objek untuk pemetaan penutup lahan dan
komunitas mangrove, (ii) rule sets yang digunakan dalam teknik klasifikasi berbasis
objek.

2 METODOLOGI UMUM
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di ekosistem mangrove Sungai Kembung, Pulau
Bengkalis, Provinsi Riau. Pengamatan lapangan dilakukan pada Bulan Juni dan
Desember 2012. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 102o21’47.96”102o29’38,6” BT dan 1o31’25,34”-1o26’28,18” LU. Sungai Kembung bermuara ke
Selat Malaka, di sepanjang sungai tersebut dari hulu hingga ke hilir dan anak-anak
sungai merupakan habitat mangrove (Gambar 2). Sebagian wilayah pantai yang
berhadapan langsung dengan Selat Malaka tengah mengalami proses abrasi dan
telah mengikis sebagian mangrove zona depan (fringing mangrove) khususnya jenis
Avecennia alba dan Sonneratia alba.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian berada pada ketinggian 2-5 meter dari permukaan laut. Seperti
daerah iklim tropis lainnya, lokasi penelitian memiliki dua musim yaitu musim
penghujan dan kemarau. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG), jumlah frekuensi hujan 3-20 hari, dengan curah hujan per bulan
5.4-378.9 mm dan suhu berkisar antara 21-34 oC.

Alat dan Bahan
Peralatan dalam penelitian penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua
peruntukan: (i) Pengolahan data, terdiri dari: seperangkat komputer dengan
spesifikasi: Intel Core i7-4700HQ 2.40 Hz dengan delapan inti prosesor, Random
Access Memory (RAM) 16 GB, media penyimpanan optik dengan kapasitas 1 TB,

9

kartu Video NVDIA GeForce GT 750 M, 2 GB. Perangkat komputer yang
digunakan didukung oleh beberapa piranti lunak dan disarikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis piranti lunak dan peranannya dalam penelitian dan sumber perolehan
No Piranti lunak
Peranan
Sumber
1
Microsoft
Sistem operasi
http://windows.microsoft.com/enWindows
8.1
us/windows-8/meet
Pro
2
Microsoft Office Tabulasi data dan http://www.microsoftstore.com/st
Excel 2013
penyajian grafik
ore/msapac/en_GB/cat/Office/cate
goryID.67644800
3
Microsoft Office Pembuatan
http://www.microsoftstore.com/st
Word 2013
laporan
ore/msapac/en_GB/cat/Office/cate
goryID.67644800
4
Microsoft Office Pembuatan
http://www.microsoftstore.com/st
Visio 2013
diagram alir
ore/msapac/en_GB/cat/Office/cate
goryID.67644800
5
Microsoft Office Tabulasi data
http://www.microsoftstore.com/st
Access 2013
ore/msapac/en_GB/cat/Office/cate
goryID.67644800
6
Primer 6.0
Analisis statistik
http://www.primere.com/primer.htm
7
XLSTAT 2014
Analisis statistik
http://www.xlstat.com/en/downlo
ad.html
8
ArcGIS Desktop
10.1
- ArcMap
Analisis spasial
http://www.esri.com/software/arc
gis/arcgis-for-desktop
- ArcCatalog
Manajemen data http://www.esri.com/software/arc
spasial
gis/arcgis-for-desktop
9
ArcPAD
Pemetaan
http://www.esri.com/software/arc
lapangan
dan
gis/arcpad
pengumpul data
10 EXELIS ENVI
Pengolahan citra http://download.intergraph.com/d
satelit
ownloadportal?ProductName=336677bcd93b-6e30-89b7-ff00003c6ea8
11 ASF MAPReady Pengolahan citra https://www.asf.alaska.edu/datasatelit
tools/mapready/
12 SENTINEL-1
Pengolahan citra https://sentinel.esa.int/web/sentine
Toolboxes
satelit
l/toolboxes
13 eCognition
Analisis
citra http://www.ecognition.com/produ
Developer 9.0
berbasis objek
cts/ecognition-developer
ii) Peralatan lapangan, terdiri dari: perangkat navigasi berupa Global Positioning
System (GPS), kompas, peralatan transek, dokumentasi, dan alat tulis. Secara
lengkap peralatan lapangan disarikan pada Tabel 2.

10

Tabel 2 Peralatan lapangan dan kegunaannya
No Jenis Peralatan
Peranan
1
Navigasi
 GPS TRIMBEL JUNO
Merekam posisi dan navigasi lapangan
SB
Merekam posisi dan navigasi lapangan
 GPS Garmin 76 CSx
 Kompas SUUNTO KB14 Navigasi lapangan
Orientasi lapangan
 Peta kerja
2
Transek
Menghitung jumlah vegetasi
 Alat hitung (counter)
Membantu dalam pembuatan plot transek
 Meteran panjang (50 m)
Mengukur diameter batang vegetasi
 Pita diameter
Memotong spesimen vegetasi
 Gunting stek
Penanda batas plot transek
 Patok kayu
Penanda batang yang telah diukur
 Cat
 Alat tulis dan lembar
Mencatat dan merekam data lapangan
pencatatan
 Buku panduan floristik Membantu dalam menentukan spesies
mangrove
mangrove
 Kamera DSLR Canon Merekam gambar diam yang berkaitan
dengan penelitian
40D
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, (i) data
spasial yang terdiri dari data vektor dan raster (ii) data atribut merupakan data hasil
pengolahan data lapangan yang telah ditabulasikan, data tersebut dapat berdiri
sendiri dan atau dihubungkan dengan data vektor (Tabel 3).
Tabel 3 Data vektor yang digunakan dalam penelitian
No
Tema
Skala
Sistem
Proyeksi
1
Draf RTRW
1:500.000
Geografis
Provinsi Riau

2

Rupa Bumi
Indonesia,
Pulau
Bengkalis

1:50.000

Geografis

Datum

Sumber

World
Geodetic
System
1984
(WGS 84)
WGS 84

Bappeda
Provinsi
Riau

Bappeda
Kabupaten
Bengkalis

Data raster yang digunakan terdiri dari beberapa sensor yaitu: Landsat 5 TM
(Thematic Mapper) 5, Landsat 7 TM, Landsat 7 ETM+ (Enhanced Thematic
Mapper), Landsat 8 OLI (Operational Land Imager), SPOT (Satellite Pour
l’Observation de la Terre) 6 multispektral dan pankromatik, ALOS PALSAR
(Advanced Land Observation Satellite Phase Array Synthetic Aperture Radar) FBD
(Fine Beam Double Polarisation) HH (Horizontal-Horizontal) dan HV
(Horizontal-Vertical). Karakteristik masing-masing sensor disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik sensor yang digunakan
Parameter
Ketinggian (km)
Temporal (hari)
Spektral (nm)
- Biru Pantai
- Biru
- Hijau
- Merah
- Inframedah dekat
- Inframerah tengah
- Inframerah jauh
- Pankromatik
- Cirrus

Sensor
SPOT 6
694
26

Landsat 5 TM
705
16

Landsat 7 ETM+
705
16

Landsat 8 OLI
705
16

n/a
450 - 520
530 - 590
625 - 695
760 - 890
n/a
n/a
450 - 745
n/a

n/a
450 - 520
520 - 600
630 - 690
760 - 900
1550 - 1750
2080 - 2350
n/a
n/a

n/a
450 – 520
520 – 600
630 – 690
760 – 900
1550 – 1750
2080 – 2350
500 – 900
n/a

433 - 453
450 - 520
520 - 600
630 - 690
760 - 900
1550 - 1750
2080 - 2350
500 - 900
1360 - 1390

Spasial (m)
- Multispektral
- Pankromatik
Rad